Anda di halaman 1dari 17

IMPLEMENTASI PROGRAM KAMPUNG KELUARGA BERENCANA DI

KELURAHAN SIDOTOPO KECAMATAN SEMAMPIR KOTA SURABAYA

Nur Fitria Ramadhani, Tukiman

Pengutipan: Ramadhani N, Tukiman. (2020), Implementasi Program Kampung Keluarga


Berencana Di Kelurahan Sidotopo Kecamatan Semampir Kota Surabaya, Public
Administration Journal of Research, 2 (4), 376-392.
Program Studi Administrasi Publik, UPN “Veteran” JawaTimur
Email: nurfitriara@gmail.com
(Submitted: 10-07-2020, Revised: 20-08-2020, Accepted: 07-09-2020)

ABSTRAK
Dalam Kampung KB adalah satu wilayah setingkat RW, Dusun atau setara yang memiliki
kriteria tertentu dimana terdapat keterpaduan program kependudukan, keluarga berencana,
dan pembangunan keluarga serta sektor terkait yang dilaksanakan secara sistemik dan
sistematis pada program kependudukan, KB dan Pembangunan Keluarga (KKBPK). Tujuan
kampung KB adalah meningkatkan kualitas hidup masyarakat di tingkat kampung atau yang
setara melalui program KKBPK serta pembangunan sektor lain. Sasaran program Kampung
KB di Kelurahan Sidotopo adalah masyarakat Kelurahan Sidotopo Kecamatan Semampir
Kota Surabaya dimana program ini sudah dijalankan sejak bulan Agustus tahun 2016. Tujuan
penelitian adalah untuk mendeskripsikan dan menganalisis tentang Implementasi Program
Kampung Keluarga Berencana di Kelurahan Sidotopo Kecamatan Semampir Kota Surabaya.
Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini yaitu pendekatan kualitatif
dengan fokus penelitian berdasarkan pada teori implementasi yang dikemukakan oleh
George C. Edward III. Hasil penelitian yang diperoleh yaitu: (1) Komunikasi dalam
penyelenggaraan Program Kampung KB di Kelurahan Sidotopo sudah terimplementasi (2)
Sumber daya belum optimal karena kendala dana yang dianggarkan dalam kegiatan
sosialisasi untuk konsumsi masyarakat (3) Disposisi terkait sikap pelaksana yang selalu aktif
dalam penyuluhan sosialisasi guna untuk meningkatkan ketanggapan respons masyarakat
untuk ber-KB (4) Dan faktor struktur birokasi sudah memiliki SOP dan struktur organisasi
secara tertulis bagi Tim Pokja Kampung KB Kelurahan Sidotopo
Kata Kunci : Implementasi, Program Kampung KB

IMPLEMENTATION OF THE KAMPUNG KELUARGA BERENCANA PROGRAM IN


SIDOTOPO VILLAGE, SEMAMPIR DISTRICT, SURABAYA

ABSTRACT
Kampung KB is an area at the level of RW, hamlet or equivalent which has certain criteria
where there is an integrated population program, family planning, and family development as
well as related sectors which are implemented systemically and systematically in the
population, family planning and family development program (KKBPK). The objective of the
KB village is to improve the quality of life of the community at the village level or the
equivalent through the KKBPK program and other sector development. The target of the
Kampung KB program in Sidotopo Village is the people of Sidotopo Village, Semampir
District, Surabaya City, where this program has been running since August 2016. The aim of
this research is to describe and analyze the implementation of the Family Planning Village
Program in Sidotopo Village, Semampir District, Surabaya City. The research method used in
Nur Fitria Ramadhani, Tukiman : Implementasi Program Kampung Keluarga Berencana Di Kelurahan
Sidotopo Kecamatan Semampir Kota Surabaya

this study is a qualitative approach with a research focus based on the theory of
implementation put forward by George C. Edward III. The research results obtained are: (1)
Communication in the implementation of the Kampung KB Program in Sidotopo Village has
been implemented (2) Resources are not optimal due to budget constraints due to budgetary
constraints for socialization activities for public consumption socialization in order to
increase the responsiveness of the community's response to family planning (4) And the
bureaucratic structure factor already has a written SOP and organizational structure for the
Pokja Kampung KB Team, Sidotopo Village
Keywords: Implementation, Kampung KB Program

I. PENDAHULUAN
Otonomi Penduduk merupakan input yang potensial yang dapat digunakan sebagai
faktor produksi untuk meningkatkan produksi suatu rumah tangga perusahaan atau aset suatu
bangsa. Semakin banyak penduduk bagi suatu negara dapat mempengaruhi perkembangan
bangsa, maka dari itu banyak yang harus dicanangkan untuk mengatasi keadaan jumlah
penduduk yang semakin bertambah. Bagi negara Indonesia, laju pertumbuhan penduduk yang
tinggi ini merupakan suatu beban atau suatu refusi. Karena bagi negara Indonesia, laju
pertumbuhan penduduk yang tinggi berpenggaruh pada pembangunan. Kualitas sumber daya
manusia penduduk indonesia yang rendah juga merupakan penghambat pembangunan.
Dalam upaya ini diusahakan ditingkatkan keterpaduan dan koordinasi upaya
pengendalian kelahiran dengan berbagai kegiatan pembangunan lainnya, khususnya upaya
pembangunan di bidang kesehatan, transmigrasi, pengendalian urbanisasi, pendidikan,
pembangunan daerah dan penciptaan lapangan kerja. Usaha penurunan tingkat pertumbuhan
penduduk dilaksanakan melalui tolak ukur angka pertumbuhan dalam menggunakan alat
kontrasepsi antara suami-istri, Pasangan Usia Subur (PUS) yang memiliki anak lebih dari
dua. Peningkatan kesertaan ber-KB merupakan bagian penting program KKBPK
(Kependudukan Keluarga Berencana Pembangunan Keluarga). Upaya peningkatan
penggunaan kontrasepsi modern bagi Pasangan Usia Subur menjadi bidikan utama program
terkait dengan efektivitasnya. Berbagai metode kontrasepsi modern disediakan sebagai
pilihan seperti IUD, implan, suntik, pil, kondom dan Medis Operasi Pria (MOP) serta
Medis Operasi Wanita (MOW) agar dapat memilih sesuai kebutuhannya. Namun tetap
diberikan motivasi untuk menggunakan kontrasepsi jangka panjang. Untuk mempertahankan
kesertaan ber-KB sehingga tidak terjadi drop out dilakukan dengan pembinaan rutin melalui
kelompok-kelompok kegiatan yang ada di masyarakat. Kegiatan keluarga sejahtera
dikembangkan melalui Bina Keluarga Sejahtera (BKS) yang terdiri dari kelompok Bina
Keluarga Balita (BKB), Bina Keluarga Remaja (BKR), Bina Keluarga Lansia (BKL) serta

377
PUBLIC ADMINISTRATION JOURNAL OF RESEARCH Volume 2 (4), Oktober – Desember 2020

peningkatan ekonomi keluarga melalui kelompok UPPKS (Usaha Peningkatan Pendapatan


Keluarga Sejahtera).
Menurut Undang-undang Nomor 52 Tahun 2009 tentang Perkembangan
Kependudukan dan Pembangunan Keluarga sebagai dasar pelaksanaan Program
Kependudukan dan Keluarga Berencana menekankan kewenangan Badan Kependudukan dan
Keluarga Berencana (BKKBN) tidak hanya terbatas pada masalah Pembangunan Keluarga
Berencana dan Keluarga Sejahtera saja namun juga menyangkut masalah pengendalian
penduduk. Langkah BKKBN mencanangkan program kampung KB yang merupakan
perwujudan dari pelaksanaan agenda prioritas pembangunan Nawacita ke 3, 5, dan 8.
Nawacita ketiga yaitu membangun Indonesia dari pinggiran dengan memperkuat daerah dan
desa dalam kerangka Negara kesatuan. Nawacita kelima yaitu meningkatkan kualitas hidup
masyarakat dan Nawacita kedelapan yaitu melakukan revolusi karakter bangsa melalui
kebijakan penataan kembali kurikulum pendidikan nasional dengan mengedepankan aspek
pendidikan kewarganegaraan, yang menempatkan secara proporsional aspek pendidikan,
seperti pengajaran sejarah pembentukan bangsa, nilai-nilai patriotisme dan cinta Tanah Air,
semangat bela negara dan budi pekerti di dalam kurikulum pendidikan Indonesia.
Amanat Presiden RI Jokowi kepada BKKBN agar dapat menyusun suatu kegiatan/
program yang dapat memperkuat upaya pencapaian target/sasaran Pembangunan Bidang
Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana 2015-2019, kegiatan tersebut dapat menjadi
ikon BKKBN serta dapat secara langsung bersentuhan dan memberikan manfaat kepada
masyarakat Indonesia di seluruh tingkatan wilayah. Dalam hal ini kemudian disepakati agar
BKKBN segera membentuk Kampung Keluarga Berencana (KB). Kampung KB adalah satu
wilayah setingkat RW, Dusun atau setara yang memiliki kriteria tertentu dimana terdapat
keterpaduan program kependudukan, keluarga berencana dan pembangunan keluarga serta
sektor terkait yang dilaksanakan secara sistemik dan sistematis yang direncanakan,
dilaksanakan dan dievaluasi oleh dan untuk masyarakat. Kehadiran kampung KB bertujuan
meningkatkan kualitas hidup masyarakat di tingkat kampung atau yang setara melalui
program KKBPK serta pembangunan sektor lain dalam rangka mewujudkan keluarga kecil
berkualitas.
Penerapan fungsi keluarga ini membantu keluarga lebih bahagia dan sejahtera,
terbebas dari kemiskinan, kebodohan dan keterbelakangan. Keberhasilan program KKBPK
dapat dilihat dari beberapa aspek. Pertama, aspek pengendalian kuantitas penduduk, kedua,
aspek peningkatan kualitas penduduk yang dalam hal ini diukur dengan peningkatan
ketahanan dan kesejahteraan keluarganya. Peningkatan ketahanan dan kesejahteraan keluarga

378
Nur Fitria Ramadhani, Tukiman : Implementasi Program Kampung Keluarga Berencana Di Kelurahan
Sidotopo Kecamatan Semampir Kota Surabaya

dapat ditelusur melalui berbagai indikator yang merupakan pencerminan dari pelaksanaan
delapan fungsi keluarga. Hal tersebut tercantum dalam Peraturan Pemerintah No. 87 Tahun
2014 tentang Perkembangan Kependudukan dan Pembangunan Keluarga, Keluarga
Berencana dan Sistem Informasi Keluarga.
Dalam Peraturan Pemerintah No. 87 Tahun 2014 disebutkan delapan fungsi keluarga
meliputi (1) fungsi keagamaan, (2) fungsi sosial budaya, (3) fungsi cinta kasih, (4) fungsi
perlindungan, (5) fungsi reproduksi, (6) fungsi sosialisasi dan pendidikan, (7) fungsi ekonomi
dan (8) fungsi pembinaan lingkungan.
Pemerintah Kota Surabaya mencanangkan Kampung Keluarga Berencana di 154
Kelurahan. Program Kampung KB ini dilakukan oleh Walikota Surabaya Tri Risma Harini
yang menunjuk Kampung RW 12 ini menjadi Kampung KB di Kelurahan Sidotopo
dengan pemberian Surat Keputusan Camat pada tanggal 2 Desember 2019. Deklarasi
kampung KB ini diresmikan di Balai RW XII Kelurahan Sidotopo, Kecamatan Semampir,
Kota Surabaya. Pencanangan kampung KB tersebut adalah langkah untuk menjalankan
kembali program pemerintah mengenai Keluarga Berencana yang sudah mulai sedikit
peminatnya. Pencanangan kampung KB ini merupakan langkah untuk menyuluhkan kepada
masyarakat agar dalam menerima pelayanan KB bisa lebih efisien dan lebih cepat. Jika
pencapaian program kampung KB di wilayah Kelurahan Sidotopo, Kecamatan Semampir,
Kota Surabaya cukup baik, maka wilayah tersebut bisa dikatakan layak sebagai percontohan
Kampung KB karena wilayah tersebut padat penduduk.
Tujuan kampung KB ini sebagai pengurus kampung harus komitmen untuk selalu
berpacu dalam menyukseskan program kampung KB, supaya apa yang masyarakat inginkan
bisa tercapai dalam mewujudkan kampung KB yang suskes dan tidak hanya masalah terhadap
KB nya tapi beberapa sektor yang diandalkannya. Program Kampung Keluarga Berencana
yang dilaksanakan Kelurahan Sidotopo mempunyai sasaran yang ditujukan untuk menekan
reproduksi menjadikan masalah pendidikan yang cukup sulit bagi masyarakat yang
berpenghasilan rendah dan terlalu banyak anak, maka efeknya anak tersebut tidak bisa
meneruskan ke jenjang yang cukup tinggi, dengan demikian sasaran yang kita harapkan
untuk masa depan anak-anak akan bisa tercapai dengan menekan angka penambahan anggota
keluarga, tapi tidak diimbangi dengan ekonomi yang cukup.
Dalam kegiatan pengelolaan Kampung KB adapun permasalahan- permasalahan yang
ada di tingkat Kelurahan Sidotopo pada umumnya dan harus kita hadapi bersama dengan
kader-kader tingkat RW, Kelurahan maupun Kecamatan mereka juga selalu memberi arahan
atau masukan guna kesejahteraan masyarakat tingkat bawah, juga peran serta stakeholder,

379
PUBLIC ADMINISTRATION JOURNAL OF RESEARCH Volume 2 (4), Oktober – Desember 2020

dan para pemuda yang bergabung di Karang Taruna yang selalu hadir di tengah-tengah
masyarakat dalam membantu kegiatan Kampung KB, PIK Remaja, Remaja Patrol yang selalu
membuat suatu program dan kegiatan yang cukup positif. Semua kegiatan memang tidak
lepas dari pendanaan dan biaya yang tidak sedikit, selain tenaga, pikiran dan waktu secara
otomatis harus tersita tapi dengan kebersamaan dan saling membantu akan terlaksana yang
didasari dengan ikhlas dan rasa sosial yang tinggi dalam menuju kampung sejahtera yang bisa
tercapai dengan saling membantu dan memberikan masukan atau motivasi sehingga masalah
kegiatan yang ada bisa terlaksana dan bisa tercapai.
Seluruh kegiatan dalam mengoptimalisasikan pastinya membutuhkan dukungan biaya
atau pendanaan guna menunjang kegiatan Kampung KB serta kelancarannya, maka dari itu
peran PKB selalu mencari dana secara gotong royong dan mengandalkan dana kas RT dan
RW setiap bulan dengan para RT menarik iuran tidak lebih dari Rp.7.000 yang berguna untuk
biaya tukang sampah, masuk kas RT, dan biaya perbaikan lampu. Masyarakat disini pun
cukup aktif bila ada kegiatan massal terutama perbaikan lingkungan dan kerja bakti, serta
para kader juga cukup antusias untuk membuat kegiatan dalam hal pikiran dan masalah,
apalagi mereka para kader mempunyai tugas dan peran masing- masing.
Sasaran program Kampung KB di Kelurahan Sidotopo adalah masyarakat Kelurahan
Sidotopo Kecamatan Semampir Kota Surabaya dimana program ini sudah dijalankan sejak
bulan Agustus tahun 2016. Dengan adanya program Keluarga Berencana tersebut, Peneliti
ingin menindaklanjuti dan mengkaji lebih dalam tentang program tersebut. Maka berdasarkan
uraian yang telah dijelaskan diatas Peneliti berpendapat perlu adanya kajian tentang
Implementasi terhadap Program Kampung Keluarga Berencana di Kelurahan Sidotopo
Kecamatan Semampir Kota Surabaya. Adapun judul yang diambil peneliti ini adalah
Implementasi Program Kampung Keluarga Berencana di Kelurahan Sidotopo Kecamatan
Semampir Kota Surabaya

II. TINJAUAN PUSTAKA


1. Kebijakan Publik
Menurut Thomas Dye (1992) dikutip oleh Anggara (2014:35) mendefinisikan bahwa
kebijakan publik adalah segala sesuatu yang dikerjakan atau tidak dikerjakan oleh
pemerintah, alasan suatu kebijakan harus dilakukan dan manfaat bagi kehidupan bersama
harus menjadi pertimbangan yang holistik agar kebijakan tersebut mengandung manfaat yang
besar bagi warganya dan tidak menimbulkan kerugian, di sinilah pemerintah harus bijaksana
dalam menetapkan suatu kebijakan.

380
Nur Fitria Ramadhani, Tukiman : Implementasi Program Kampung Keluarga Berencana Di Kelurahan
Sidotopo Kecamatan Semampir Kota Surabaya

Berdasarkan uraian tersebut dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud dengan


kebijakan pemerintah adalah suatu lingkup kegiatan yang ditetapkan oleh pemerintah atau
pejabat pemerintah yang dilaksanakan maupun yang tidak dilaksanakan oleh pemerintah atau
kelompok lain untuk mencapai tujuan tertentu.
2. Implementasi Kebijakan Publik
Menurut Van Meter dan Van Horn dikutip oleh Anggara (2014:232), implementasi
adalah tindakan-tindakan yang dilakukan oleh individu/pejabat atau kelompok pemerintah
atau swasta yang diarahkan pada tercapainya tujuan yang telah digariskan dalam keputusan
kebijakan. Tindakan-tindakan ini mencakup usaha-usaha untuk mengubah keputusan-
keputusan menjadi tindakan-tindakan operasional dalam kurun waktu tertentu maupun dalam
rangka melanjutkan usaha-usaha untuk mencapai perubahan- perubahan besar dan kecil yang
ditetapkan oleh keputusan-keputusan kebijakan (Winarno, 2004:102).
Menurut Grindle (1980) dikutip oleh Mulyadi (2015:47), menyatakan implementasi
merupakan proses umum tindakan administratif yang dapat diteliti pada tingkat program
tertentu. Dan menambahkan bahwa proses implementasi baru akan dimulai apabila tujuan
dan sasaran telah ditetapkan, program kegiatan telah tersusun dan dana telah siap dan telah
disalurkan untuk mencapai sasaran.
Dari definisi-definisi yang telah diungkapkan oleh para ahli diatas maka dapat
disimpulkan bahwa implementasi adalah suatu kegiatan yang terencana, bukan hanya suatu
aktifitas dan dilakukan secara sungguh-sungguh berdasarkan acuan norma-norma tertentu
untuk mencapai tujuan kegiatan. Oleh karena itu, implementasi tidak berdiri sendiri tetapi
dipengaruhi oleh objek seperti kurikulum yang merupakan aktivitas perubahan terhadap suatu
membelajaran untuk memperoleh hasil yang diharapkan.
Model Implementasi Kebijakan Publik
Menurut George C. Edward III dikutip oleh Anggara (2014) keempat variabel
tersebut, yaitu komunikasi, sumber daya, disposisi atau sikap pelaksana, dan struktur
birokrasi. Keseluruhan variabel saling berhubungan dan saling memengaruhi satu sama lain
dalam menentukan keberhasilan atau kegagalan implementasi, yaitu:
1) Komunikasi
Komunikasi memiliki peran/fungsi yang cukup penting untuk menentukan
keberhasilan kebijakan publik dalam implementasinya. Salah satu kelemahan dalam proses
kebijakan publik ini, khususnya yang terjadi di Indonesia, adalah masalah implementasinya.
Salah satu faktornya adalah komunikasi yang lemah. Kelemahan komunikasi ini sebenarnya
tidak hanya terjadi pada saat implementasinya, tetapi juga terjadi pada saat formulasi.

381
PUBLIC ADMINISTRATION JOURNAL OF RESEARCH Volume 2 (4), Oktober – Desember 2020

Komunikasi seharusnya sudah dibangun sejak formulasi, sehingga muatan-muatan atau


materi yang akan menjadi “jiwa” suatu kebijakan dapat diketahui dan disesuaikan dengan
tuntutan kebutuhan yang berkembang. Agustino (2006:157) mengemukakan bahwa kebijakan
yang dikomunikasikan pun harus tepat, akurat dan konsisten. Komunikasi (pentrasmisian
informasi) diperlukan agar para pembuat keputusan dan para implementor semakin konsisten
dalam melaksanakan setiap kebijakan yang akan diterapkan dalam masyarakat. Selanjutnya,
ia mengemukakan tiga indikator keberhasilan komunikasi dalam konteks kebijakan publik,
yaitu sebagai berikut:
a. Transmisi; kebijakan yang akan diimplementasikan harus disalurkan pada pejabat
yang akan melaksanakannya. Masalah transmisi sering terjadi ketika pelaksana tidak
menyetujui kebijakan (disposisi) dengan mendistorsikan perintah kebijakan atau
menutup komunikasi yang diperlukan. Masalah transmisi juga terjadi ketika kebijakan
yang akan diimplementasikan harus melalui struktur birokrasi yang berlapis atau tidak
tersedianya saluran komunikasi yang memadai (sumber daya).
b. Kejelasan; tujuan dan cara yang akan digunakan dalam sebuah kebijakan merupakan
hal yang mutlak agar dapat diimplementasikan sebagaimana yang telah diputuskan.
Akan tetapi, hal tersebut tidak selalu terjadi.
c. Konsistensi; implementasi yang efektif selain membutuhkan komunikasi yang jelas,
juga yang konsisten. Proses transmisi yang baik, namun dengan perintah yang tidak
konsisten akan membingungkan pelaksana.
2) Sumberdaya
Sumber daya yang diperlukan dalam implementasi menurut Edwards III, yaitu sebagai
berikut:
a. Staff; yang jumlah dan kemampuannya sesuai dengan yang dibutuhkan.
b. Informasi; yaitu berkaitan dengan cara melaksanakan kebijakan dan data yang
berkaitan dengan kebijakan yang akan dilaksanakan.
c. Kewenangan; artinya kewenangan yang dibutuhkan bagi implementor sangat
bervariasi bergantung pada kebijakan yang harus dilaksanakan. Kewenangan dapat
berwujud membawa kasus ke meja hijau, menyediakan barang dan jasa, kewenangan
untuk memperoleh dan menggunakan dana, kewenangan untuk meminta kerjasama
dengan badan pemerintah yang lain, dan lain- lain.
d. Fasilitas; fasilitas fisik termasuk hal yang penting bagi keberhasilan implementasi
kebijakan oleh para implementor. Fasilitas fisik sebagai sarana dan prasarana
pendukung diperlukan untuk memperlancar proses komunikasi kebijakan. Tanpa

382
Nur Fitria Ramadhani, Tukiman : Implementasi Program Kampung Keluarga Berencana Di Kelurahan
Sidotopo Kecamatan Semampir Kota Surabaya

fasilitas fisik yang memadai, implementasi juga tidak akan efektif. Fasilitas fisik ini
beragam bergantung pada kebutuhan kebijakan.
3) Disposisi
Disposisi adalah sikap dan komitmen dari pelaksana terhadap kebijakan atau program
yang harus dilaksanakan karena setiap kebijakan membutuhkan pelaksana- pelaksana yang
memiliki hasrat kuat dan komitmen yang tinggi agar mampu mencapai tujuan kebijakan yang
diharapkan. Ada tiga unsur utama yang memengaruhi kemampuan dan kemauan aparat
pelaksana untuk melaksanakan kebijakan, antara lain sebagai berikut:
a. Kognisi, yaitu seberapa jauh pemahaman pelaksanaan terhadap kebijakan.
Pemahaman terhadap tujuan kebijakan sangat penting bagi aparat pelaksana. Apabila
sistem nilai yang memengaruhi sikapnya berbeda dengan system nilai pembuat
kebijakan, implementasi kebijakan tidak akan berjalan dengan efektif.
Ketidakmampuan administratif dari pelaksana kebijakan, yaitu ketidakmampuan
dalam menanggapi kebutuhan dan harapan yang disampaikan oleh masyarakat dapat
menyebabkan pelaksanaan suatu program tidak efektif.
b. Arahan dan tanggapan pelaksanaan. Hal ini meliputi penerimaan, ketidak berpihakan
ataupun penolakan pelaksana dalam menyikapi kebijaksanaan.\
c. Intensitas respons atau tanggapan pelaksana.
4) Struktur Birokrasi
Struktur birokrasi Edwards III adalah mekanisme kerja yang dibentuk untuk mengelola
pelaksanaan sebuah kebijakan. Ia menekankan perlu adanya Standart Operating Procedur
(SOP) yang mengatur tata aliran pekerjaan di antara para pelaksana, terlebih jika pelaksanaan
program melibatkan lebih dari satu institusi. Ia juga mengingatkan bahwa adakalanya
fragmentasi diperlukan ketika implementasi kebijakan memerlukan banyak program dan
melibatkan banyak institusi untuk mencapai tujuannya.
3. Keluarga Berencana
Menurut BKKBN dalam buku Pembentukan dan Pengembangan Kampung KB Provinsi
Kaltim (2016), program Kampung Keluarga Berencana atau yang lebih dikenal dengan
program kampung KB merupakan salah satu contoh dalam pelaksanaan program
Kependudukan Keluarga Berencana dan Pembangunan Keluarga (KKBPK) dengan
melibatkan seluruh Bidang yang ada di lingkungan BKKBN dan bekerjasama dengan instansi
terkait dengan kebutuhan dan kondisi wilayah setempat, serta dilaksanakan ditingkat
pemerintah terendah (RT/RW). Kampung KB adalah satuan wilayah setingkat RW, dusun
atau setara, yang memiliki kriteria tertentu, dimana terdapat keterpaduan program

383
PUBLIC ADMINISTRATION JOURNAL OF RESEARCH Volume 2 (4), Oktober – Desember 2020

kependudukan, keluarga berencana, pembangunan keluarga dan pembangunan sektor terkait


yang dilaksanakan secara sistematik dan sistematis. Kampung KB merupakan salah satu
model pelaksanaan total program KKBPK serta merupakan program strategis dalam upaya
percepatan agenda program pembangunan khususnya pada daerah pinggiran.
Tujuan Kampung KB, terdapat dua tujuan pada program Kampung KB yaitu:
a. Tujuan Umum, untuk meningkatkan kualitas hidup masyarakat di tingkat kampung
atau setara melalui program kependudukan, keluarga berencana dan pembangunan
keluarga serta pembangunan sector terkait dalam rangka mewujudkan keluarga kecil
berkualitas.
b. Tujuan Khusus, Meningkatkan peran pemerintah, lembaga non pemerintah dan
swasta untuk menyelenggarakan program kependudu kan, meningkatkan masyarakat
tentang pembangunan berwawasan kependudu kan, meningkatkan peserta KB aktif
modern, meningkatkan Ketahanan keluarga melalui Bina Keluarga Balita (BKB),
Bina Keluarga Remaja (BKR), Bina Keluarga Lansia (BKL), serta Pusat Informasi
dan Konseling (PIK) Remaja.
Kemudian prasyarat pembentukan Kampung KB menurut BKKBN sebagai proses
pembentukan suatu wilayah yang akan dijadikan sebagai lokasi Kampung KB yaitu perlu
memperhatikan prasyaratan wajib yang harus dipenuhi, yaitu:
a. Tersedianya data kependudukan yang akurat. Data ini bersumber dari hasil Pendataan
Keluarga, data Potensi Desa dan data Catatan Sipil yang akan digunakan sebagai
dasar penetapan prioritas, sasaran dan program yang akan dilaksanakan disuatu
wilayah Kampung KB secara berkesinambungan.
b. Dukungan dan komitmen Pemerintahan Daerah. Dukungan dan komitmen yang
dimaksud adalah dukungan, komitmen dan peran aktif seluruh instansi/unit kerja
pemerintah khususnya Pemerintah Kabupaten/Kota, Kecamatan dan Desa/Kelurahan
dalam memberikan dukungan pelaksanaan program dan kegiatan yang akan
dilaksanakan di Kampung KB dan memberikan pelayanan kepada masyarakat sesuai
dengan bidang instansi masing-masing untuk meningkatkan taraf hidup masyarakat.
c. Partisipatif aktif masyarakat, partisipatif aktif masyarakat yang dimaksudkan adalah
partisipasi dalam pengelolaan dan pelaksanaan seluruh kegiatan yang akan dilakukan
di Kampung KB secara berkesinambungan guna meningkatkan taraf hidup seluruh
masyarakat.
Adapun kriteria pemilihan wilayah Kampung ada tiga kriteria yang dipakai, yakni kriteria
utama, kriteria wilayah dan kriteria khusus, yaitu:

384
Nur Fitria Ramadhani, Tukiman : Implementasi Program Kampung Keluarga Berencana Di Kelurahan
Sidotopo Kecamatan Semampir Kota Surabaya

a. Kriteria Utama, (1) jumlah Keluarga Pra Sejahtera dan KS 1 (miskin) di atas rata-rata
Pra Sejahtera dan KS 1 tingkat desa/kelurahan dimana kampung tersebut berada, (2)
Jumlah peserta KB di bawah rata-rata pencapaian peserta KB tingkat desa/kelurahan
dimana kampung tersebut berlokasi.
b. Kriteria Wilayah dalam pembentukan Kampung KB mencakup 10 kategori wilayah,
yaitu: Kumuh, Pesisir atau Nelayan, Daerah Aliran Sungai (DAS), Bantaran Kereta
Api, Kawasan Miskin (termasuk Miskin Perkotaan), Terpencil, Perbatasan, Kawasan
Industri, Kawasan Wisata, Padat Penduduk.
c. Kriteria Khusus, (1) kriteria data, dimana setiap RT/RW memiliki Data dan Peta
Keluarga yang bersumber dari hasil Pendataan Keluarga, data Kependudukan dan
atau pencatatan Sipil yang akurat, (2) kriteria kependudukan, dimana angka partisipasi
penduduk usia sekolah rendah.

III. METODOLOGI
Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini yaitu pendekatan kualitatif
dengan fokus penelitian berdasarkan pada teori implementasi yang dikemukakan oleh George
C. Edward III. Lokasi Penelitian di Kelurahan Sidotopo Kecamatan Semampir Kota
Surabaya, jenis dan sumber data dalam penelitian ini merupakan data primer dan data
sekunder.

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN


Di dalam Menurut Thomas Dye (1992) dikutip oleh Anggara (2014:35) kebijakan publik
adalah segala sesuatu yang dikerjakan atau tidak dikerjakan oleh pemerintah, alasan suatu
kebijakan harus dilakukan dan manfaat bagi kehidupan bersama harus menjadi pertimbangan
yang holistik agar kebijakan tersebut mengandung manfaat yang besar bagi warganya dan
tidak menimbulkan kerugian, di sinilah pemerintah harus bijaksana dalam menetapkan suatu
kebijakan. Sedangkan menurut George C. Edward III yang dikutip oleh (Anggara, 2014:250),
bahwa implemantasi merupakan tahapan proses kebijaksanaan, yang berada di antara tahapan
penyusunan kebijaksanaan dan hasil atau konsekuensi yang ditimbulkan oleh kebijaksanaan
(output dan outcome).
Berdasarkan pengamatan dilapangan terkait penyelenggaraan Implementasi Program
Kampung Keluarga Berencana di Kelurahan Sidotopo Kecamatan Semampir Kota Surabaya
dapat dianalisis menggunakan model implementasi yang dikembangkan oleh Edward III
dengan terdapat empat faktor kritis yang memengaruhi keberhasilan atau kegagalan

385
PUBLIC ADMINISTRATION JOURNAL OF RESEARCH Volume 2 (4), Oktober – Desember 2020

implementasi. Keempat hal tersebut, yaitu komunikasi, sumber daya, disposisi atau sikap
pelaksana, dan struktur birokrasi.

1. Komunikasi
Dalam faktor komunikasi menurut Edward III diketahui bahwa keberhasilan
implementasi dipengaruhi oleh transmisi, kejelasan dan konsistensi. Pertama, transmisi
merupakan penyaluran komunikasi dari Pemerintah Kota Surabaya kepada Kampung KB
Kelurahan Sidotopo Surabaya. Penyaluran komunikasi terkait kebijakan penyelenggaraan
Program Kampung KB ini diawali dengan pencanangan oleh Walikota Surabaya sebagai
penunjukan sebagai Kampung KB pada tahun 2016, namun Surat Keputusan (SK) dari Camat
Kecamatan Semampir baru dikeluarkan pada tanggal 2 Desember 2019. Setelah adanya
penunjukan dilakukan pendampingan melalui berbagai pelatihan kepada Penyuluh Keluarga
Berencana (PKB) dan kader-kader KB atau Tim Pokja.
Transmisi yang dilakukan pihak PKB kepada sasaran kebijakan yaitu masyarakat RW 12
dilakukan dengan cara sosialisasi Program KB pada saat rapat musyawarah kelurahan.
Sehingga masyarakat dapat memahami bahwa Kampung Sidotopo ini merupakan Kampung
Keluarga Berencana. Dan dengan adanya sosialisasi ini masyarakat mampu memahami
pengetahuan tentang Program Kampung KB.
Kedua, kejelasan yang dimaksud dalam hal ini berkaitan dengan kejelasan perintah yang
diberikan Walikota Surabaya kepada Kampung KB Sidotopo. Kejelasan dari pemerintah
dilakukan dengan sosialisasi terkait tujuan Program KB dan sistem penyelenggaraannya,
dimulai dari pembentukkan Kampung KB hingga pelatihan yang telah dilakukan kepada PKB
atau kader dengan cara mendalami tentang KB dan memberikan pengetahuan kepada
masyarakat. Kemudian dapat diketahui juga bahwa dalam memberikan perintah atau
informasi kader ini wajib mengedukasi warga dalam ber-KB, sedangkan PKB sendiri
memberi penyuluhan dalam bentuk kegiatan pembinaan Program KB.
Ketiga, konsistensi kebijakan Program Kampung KB ini dapat mendukung keberhasilan
suatu kebijakan. Dimana dalam menjalankan programnya melalui pembinaan, serta perlu
adanya konsistensi koordinasi oleh Tim Pokja/Kader terkait penyelenggaraannya. Bahwa
rata-rata masyarakatnya konsisten menggunakan KB untuk jangka panjang, dengan
membawa persyaratan seperti, Fotocopy KTP, KK, BPJS dan Surat Nikah. Kemudian pihak
kader memproses aseptor tersebut untuk diajukan kepada PKB. Untuk itu masyarakat wajib
ber-KB guna mengatur jarak kehamilan dan memiliki keluarga yang sejahtera.

386
Nur Fitria Ramadhani, Tukiman : Implementasi Program Kampung Keluarga Berencana Di Kelurahan
Sidotopo Kecamatan Semampir Kota Surabaya

Dengan demikian pada faktor komunikasi sudah terimplementasi diketahui bahwa


transmisi telah dilakukan oleh Pemerintah Kota Surabaya dengan menunjuk Kampung
Sidotopo sebagai kampung penyelenggara Program Kampung KB yang dibuktikan dengan
Surat Keputusan (SK), kemudian dilanjutkan dengan pengadaan pelatihan serta sosialisasi.
Pada kejelasan perintah yang diberikan oleh Walikota Surabaya kepada Kampung KB
Sidotopo ini dilakukan pelatihan pemahaman pengetahuan tentang KB terhadap kader untuk
disampaikan kepada masyarakat. Dan konsitensi masyarakatnya dalam menggunakan KB
untuk jangka panjang agar bisa membentuk keluarga kecil sejahtera. Sejalan dengan yang
diungkapkan oleh Agustino (2006:157), mengemukakan bahwa kebijakan yang
dikomunikasikan pun harus tepat, akurat dan konsisten. Maka dapat disimpulkan faKtor
komunikasi sudah terimplementasikan dengan baik.
2. Sumberdaya
Dalam teori Edward III, Sumberdaya meliputi ketersediaan staff, informasi, kewenangan,
dan fasilitas. Pertama, pada indikator staff dalam implementasi Program Kampung KB
telah dibentuk Tim Pokja (Kelompok Kerja) yang didalamnya terdapat Pembina, Ketua
Pelaksana, Sekretaris, Bendahara, dan Kader dalam membantu penyelenggaraan Program
Kampung KB yang nantinya mampu menyampaikan kepada masyarakat melalui sosialisasi
dan mampu mengelola kegiatan Program KB tersebut. Maka hal tersebut sesuai dengan yang
diungkapkan oleh (Anggara, 2014:252), bahwa keberhasilan implementasi dipengaruhi oleh
staff yang jumlah dan kemampuannya sesuai dengan yang dibutuhkan.
Kedua, berkaitan dengan sumber daya informasi ini belum tersedianya pedoman
perundang-undangan yang secara khusus diterapkan di Surabaya tentang penyelenggaraan
Program Kampung KB. Kemudian juga tidak ada peraturan terkait yang mengikat pada
pelaksana KB, karena pembentukanya secara sosial saja dan harus bertanggungjawab atas
tugas dan perannya masing-masing.
Ketiga, indikator dalam sumber daya adalah kewenangan menurut Edward III yang
dikutip oleh (Anggara, 2014:252), kewenangan yang dibutuhkan bagi implementor sangat
bervariasi bergantung pada kebijakayang harus dilaksanakan. Kewenangan dapat berwujud
membawa kasus ke meja hijau, menyediakan barang dan jasa, kewenangan untuk
memperoleh dan menggunakan dana, kewenangan untuk meminta kerjasama dengan badan
pemerintah yang lain, dan lain-lain. Adapun dalam pengimplementasian dari 8 fungsi
tersebut jika terdapat masalah atau belum optimal, maka akan diselesaikan secara
musyawarah dengan Rapat Musyawarah Kelurahan dibawah kewenangan Lurah dengan

387
PUBLIC ADMINISTRATION JOURNAL OF RESEARCH Volume 2 (4), Oktober – Desember 2020

dihadiri oleh Ketua Pelaksana KB, dan Tim Pokja Kampung KB Sidotopo untuk
menyelesaikan permasalahan tersebut.
Keempat, indikator ketersediaan fasilitas, dalam penyelenggaraan Program Kampung KB
ini terdapat kendala dana dalam kegiatan sosialisasi yang akan dianggarkan untuk kebutuhan
konsumsi masyarakatnya dan yang paling utama diperlukan adalah ketersediaan sumberdaya
manusianya dalam melaksanakan program ini, karena memang Program Kampung KB ini
bukan semacam alat melainkan sebagai penyambung penyampaian sosialisasi kepada
masyarakat. Sebagai media pendukungnya PKB bekerjasama dengan pihak Puskesmas. Jadi
fasilitas alat yang disediakan untuk ber-KB ini berasal dari Puskesmas yang dibantu oleh
Bidan, seperti yang diungkapkan oleh (Anggara, 2014:253), bahwa fasilitas fisik termasuk
hal yang penting bagi keberhasilan implementasi kebijakan oleh para implementor.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa faktor sumber daya sudah terimplementasi
namun belum optimal, diantaranya ketersediaan staff terdapat Tim Pokja untuk melaksanakan
programnya, kemudian di Surabaya belum tersedianya perda atau peraturan khusus tentang
penyelenggaraan Program Kampung KB, namun kewenangan juga belum terlaksana karena
terdapat beberapa kendala dari 8 fungsi tersebut yang belum maksimal, sedangkan
ketersediaan fasilitas terhambat dalam dana untuk konsumsi masyarakat pada kegiatan
sosialisasi KB dan untuk penunjang fasilitas Program KB ini pihak PKB bekerjasama dengan
Puskesmas serta Bidan.
3. Disposisi
Disposisi berkaitan dengan sikap dan komitmen dari pelaksana kebijakan, adapun
menurut Edward III faktor disposisi dipengaruhi oleh indikator kognisi, arahan dan
tanggapan pelaksana, serta intensitas respons atau tanggapan pelaksana. Pertama, indikator
kognisi atau sikap pelaksana yang selalu aktif memberikan penyuluhan sosialisasi KB kepada
masyarakat. Namun tergantung sikap dari masyarakatnya bisa menerima atau tidak dengan
adanya program ini.
Kedua, arahan dan tanggapan pelaksana yang meliputi penerimaan, ketidakberpihakan
ataupun penolakan pelaksana dalam menyikapi kebijaksanaan. Pada indicator ini telah
terimplementasikan karena pencanangan dari Walikota Surabaya terkait penerimaan Program
Kampung KB ini sudah dilaksanakan dengan baik dan sesuai pedoman.
Ketiga, ialah intensitas respons atau tanggapan pelaksana yang berkaitan dengan
responsivitas atau ketanggapan masyarakat dalam penyelenggaraan Program Kampung KB di
Sidotopo. Responsivitas ini telah terimplementasi dibuktikan dengan adanya sosialisasi
dengan cara mendata dan mensurvey kondisi masyarakat disana serta memberikan arahan

388
Nur Fitria Ramadhani, Tukiman : Implementasi Program Kampung Keluarga Berencana Di Kelurahan
Sidotopo Kecamatan Semampir Kota Surabaya

terkait adanya Program KB, selain itu guna meningkatkan ketanggapan respons dibentuk
Musyawarah Kelurahan yang terdiri dari Lurah, Ketua Pelaksana, PKB, dan Tim Pokja
Kampung KB yang bertujuan untuk mewujudkan Program Kampung KB di Sidotopo ini.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa faktor disposisi sudah terimplementasi yaitu
terhadap kognisi atau sikap pelaksana selalu aktif memberikan penyuluhan sosialisasi KB
kepada masyarakat, sedangkan arahan dan tanggapan pelaksana sudah optimal karena
pencanangan dari Walikota Surabaya terkait penerimaan Program Kampung KB ini sudah
dilaksanakan dengan baik, serta indikator intensitas respons atau tanggapan pelaksana sudah
optimal dibuktikan dengan adanya sosialisasi kepada masyarakat guna untuk meningkatkan
ketanggapan respons masyarakat dalam ber-KB.
4. Struktur Birokrasi
Struktur birokrasi dalam penyelenggaraan Program Kampung KB di Sidotopo ini
dilakukan dengan dibentuknya tim khusus yaitu Tim Pokja Kampung KB yang didasarkan
pada Surat Keputusan (SK) Camat. Adapun tim tersebut dibentuk oleh pemerintah sesuai
dengan adanya 8 fungsi keluarga yang memiliki tugas dan peran masing-masing yaitu, (1)
seksi agama, (2) seksi pendidikan, (3) seksi reproduksi, (4) seksi ekonomi, (5) seksi
perlindungan, (6) seksi kasih sayang, (7) seksi sosial budaya, dan (8) seksi pembinaan
lingkungan.
Kemudian pembentukan dari tim tersebut terdapat Standratd Standart Operating Procedur
(SOP) yang dikeluarkannya beserta Surat Keputusan Camat, bahwa kegiatan Kampung KB
ini tidak ilegal dan sudah tertulis. Adapun tugas dari seksi sosial budaya dalam mengadakan
kegiatan semacam kesenian, ludruk, dan ciri khas pada Kampung KB Sidotopo ini yaitu
Musik Patrol, yang dimana kader mengajak masyarakat agar bisa mempromosikan
Kampung KB sebagai kampung yang berpotensi melalui ajang kompetisi dan mengasah
kemampuan. Dan juga tugas dari seksi cinta kasih dalam kegiatannya mengajak masyarakat
untuk menjadi makhluk sosial terhadap tetangga agar saling peduli, membantu sesama dan
tidak berselisih. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa faktor struktur birokrasi telah
diimplementasikan secara optimal karena sudah memiliki struktur organisasi yang tertulis.

V. KESIMPULAN
Berdasarkan hasil peneliitian dan pembahasan terkait Implementasi Program
Kampung KB di Kelurahan Sidotopo Surabaya, maka peneliti dapat menarik kesimpulan
sebagai berikut:
1. Transmisi komunikasi diawali dengan pencanangan oleh Walikota Surabaya sebagai

389
PUBLIC ADMINISTRATION JOURNAL OF RESEARCH Volume 2 (4), Oktober – Desember 2020

penunjukan Kampung KB pada tahun 2016, namun Surat Keputusan (SK) dari
Camat Kecamatan Semampir baru dikeluarkan pada tanggal 2 Desember 2019.
Adapun kejelasan komunikasi dilakukan dengan sosialisasi terkait tujuan Program KB
dan sistem penyelenggaraannya, dimulai dari pembentukkan Kampung KB hingga
pelatihan yang telah dilakukan kepada PKB atau kader dengan cara mendalami
tentang KB dan memberikan pengetahuan kepada masyarakat. Kemudian dalam hal
konsistensi pada masyarakatnya konsisten dalam menggunakan KB jangka panjang
guna mengatur jarak kehamilan dan membentuk keluarga kecil sejahtera.
2. Sumberdaya yang tersedia dalam penyelenggaraan Program Kampung KB di
Kelurahan Sidotopo, terdapat 8 fungsi keluarga atau Tim Pokja (Kelompok Kerja)
yang didalamnya terdapat Pembina, Ketua Pelaksana, Sekretaris, Bendahara, dan
Kader yang nantinya membantu menyampaikan kepada masyarakat melalui sosialisasi
dan mampu mengelola kegiatan Program KB tersebut. Kemudian belum tersedianya
pedoman perundang- undangan yang secara khusus diterapkan di Surabaya tentang
penyelenggaraan Program Kampung KB ini. Adapun kewenangan para implementor
belum dijalankan secara optimal, karena implementasi 8 fungsi keluarga ini ada
beberapa yang belum maksimal seperti seksi kasih sayang dan seksi perlindungan.
Dan apabila terdapat suatu kendala dari 8 fungsi keluarga tersebut akan diselesaikan
secara musyawarah dengan Rapat Musyawarah Kelurahan dibawah kewenangan
Lurah. Dan untuk fasilitas terdapat kendala dana untuk konsumsi masyarakat dalam
mengadakan sosialisasi dan untuk ketersediaan fasilitas yang lain diperlukan adanya
sumberdaya manusia dalam menjalankan program ini dan media pendukungnya
adalah fasilitas dari PKB Kecamatan yang bekerjasama dengan pihak Puskesmas.
3. Disposisi atau sikap pelaksana Program Kampung KB selalu aktif memberikan
penyuluhan kepada masyarakat, namun tergantung dari sikap masyarakatnya bisa
menerima atau tidak dengan adanya program ini. Arahan dan tanggapan pelaksana
dilakukan dengan baik dan sesuai pedoman. Sedangkan untuk intensitas respons atau
tanggapan pelaksana telah dibuktikan dengan adanya sosialisasi guna untuk
meningkatkan ketanggapan respons masyarakat untuk ber-KB dengan dibentuknya
Rapat Musyawarah Kelurahan yang bertujuan untuk mewujudkan Program Kampung
KB di Sidotopo ini.
4. Struktur birokrasi penyelenggaraan Program Kampung KB di Kelurahan Sidotopo ini
dilakukan pembentukan dari Tim Pokja 8 fungsi keluarga tersebut yang terdapat
(SOP) beserta Surat Keputusan Camat, bahwa kegiatan Kampung KB ini tidak ilegal

390
Nur Fitria Ramadhani, Tukiman : Implementasi Program Kampung Keluarga Berencana Di Kelurahan
Sidotopo Kecamatan Semampir Kota Surabaya

dan sudah memiliki struktur organisasi yang tertulis.


5. Penyelenggaraan Program Kampung KB di Kelurahan Sidotopo sudah
terimplementasi namun belum optimal. Hal ini dikarenakan pada faktor komunikasi
sudah terimplementasi dengan adanya pencanangan dari Walikota Surabaya terkait
Program Kampung KB di Sidotopo dengan diadakan penyuluhan sosialisasi kepada
masyarakat RW 12. Selain itu sumber daya masih belum optimal karena tidak adanya
pedoman peraturan daerah yang khusus diterapkan di Surabaya tentang
penyelenggaraan Program Kampung KB dan kendala terhadap fasilitas dalam dana
untuk kegiatan sosialisasi. Adapun faktor disposisi yang sudah terimplementasi
karena sikap pelaksana yang selalu aktif dalam memberikan penyuluhan kepada
masyarakat guna meningkatkan ketanggapan renspons masyarakat untuk ikut ber-KB.
Dan untuk faktor struktur birokrasi sudah memiliki Standart Operating Procedur
(SOP) dan struktur organisasi secara tertulis (legal) bagi Tim Pokja Kampung KB
Sidotopo Kota Surbaya.

DAFTAR PUSTAKA

Abdul Wahab, Solichin. 2015. Analisis Kebijakan (Dari Formulasi ke Penyusunan Model -
model Implementasi Kebijakan Publik. Jakarta: PT Bumi Aksara.
Anggara, Sahya. 2012. Ilmu Administrasi Negara. Bandung: CV Pustaka Setia.
Anggara, Sahya. 2014. Pengantar Kebijakan Publik. Bandung: CV Pustaka Setia.
Agustino, Leo.2014. Dasar-dasar Kebijakan Publik. Bandung: Alfabeta.
Anindya Wayan. 2017. Implementasi Program Keluarga Berencana Di Kelurahan Jeruk
Kecamatan Lakarsantri Kota Surabaya. Universitas Surabaya.
Arinta Fani. 2018. Efektivitas Program Kampung KB Guna Mewujudkan Keluarga Kecil
Mandiri di Kelurahan Harjosari. Universitas Sumatera Utara.
Agus Raikhani, et al. 2015. Analisa Kontribusi Program Kampung Kb Dalam Upaya
Peningkatan Program Kkbpk Di Kabupaten. Jombang. Provinsi Jawa Timur.
Badan Koordinasi dan Keluarga Berencana Nasional Provinsi Jawa Timur, 2016.
Emaretta Denamari. 2017. Implementasi Program Kampung Keluarga Berencana Oleh
Pemerintah Kota Tanjungpinang (Studi Pada Kelurahan Tanjungpinang Barat).
Universitas Maritim Raja Ali Haji.
Ferawati. 2017. Implementasi Program Kampung KB Dalam Upaya Peningkatan
Kesejahteraan. Kalimantan Utara.
Ika Indriana, et al. 2018. Implementasi Program Keluarga Berencana Di Kecamatan
Kotamobagu Selatan Kota Kotamobagu. Universitas Sam Ratulangi.
Lilik Sudarniasih, et al. 2014. Implementasi Program Keluarga Berencana (Kb) Di
Puskesmas Rawat Jalan Wajok Hulu. Kabupaten Mempawah.
Mulyadi, Deddy. 2015. Studi Kebijakan Publik dan Pelayanan Publik (Konsep dan Aplikasi
Proses Kebijakan dan Pelayanan Publik). Bandung: Alfabeta.

391
PUBLIC ADMINISTRATION JOURNAL OF RESEARCH Volume 2 (4), Oktober – Desember 2020

Milles, Mathew B, Michael , Huberman, dan Johnny, Saldana. 2014. Qualitative Data
Analysis-Third Edition. London, Sage Publication Ltd.
Moleong, Lexy J. 2018. Metodelogi Penelitian Kualitatif. Bandung: PT Remaja Rosdakarya
Offset.
Muhammad Rifqi N. 2018. Sosialisasi Program Kampung Keluarga Berencana (KB) Di
Kelurahan Pucang Sawit. Universitas Muhammadiyah Surakarta.
Munawar Noor. 2015. Kebijakan Pembangunankependudukan Dan Bonus Demografi.
UNTAG Semarang.
Nasrullah Hidayat. 2013. Kajian Kebijakan Kependudukan di Indonesia. Universitas Gajah
Mada.
Nosa Arighi. 2016. Implementasi Program Kampung Keluarga Berencana di Dusun Ambeng-
ambeng Desa Ngingas Kecamatan Waru Kabupaten Sidoarjo. Universitas
Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur.
Purwanto, Erwan Agus. 2012. Implementasi Kebijakan Publik Konsep dan Aplikasinya di
Indonesia. Yogyakarta: Gava Media.
Sugiyono. 2018. Metode Penelitian Kualitatif. Bandung: Alfabeta.
Zainal Fatoni, et al. 2015. Implementasi Kebijakan Kesehatan Reproduksi Di Indonesia:
Sebelum Dan Sesudah Reformasi. Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia.
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 52 Tahun 2009 Tentang Perkembangan
Kependudukan Dan Pembangunan Keluarga.
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 38 Tahun 2007 Tentang Pembagian
Urusan Pemerintahan Antara Pemerintah, Pemerintahan Daerah Provinsi, Dan
Pemerintahan Daerah Kabupaten/ Kota.
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 2017 Tentang Pendayagunaan
Tenaga Penyuluh Kependudukan, Keluarga Berencana dan Pembangunan Keluarga.
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 87 Tahun 2014 Tentang Perkembangan
Kependudu kan Dan Pembangunan Keluarga, Keluarga Berencana, Dan Sistem
Informasi Kelu

392

Anda mungkin juga menyukai