Anda di halaman 1dari 48

SINERGI EKONOMI DAN PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN

LAPORAN PENDAHULUAN
TERKAIT PROGRAM PENANGANAN STUNTING

BAB. 1 PENDAHULUAN

Stunting adalah kondisi gagal tumbuh pada anak usia bawah lima tahun (balita)
akibat kekurangan gizi kronis, infeksi berulang, dan stimulasi psikososial yang tidak
memadai terutama dalam 1.000 Hari Pertama Kehidupan (HPK), yaitu dari janin
hingga anak berusia dua tahun. Anak tergolong stunting apabila panjang atau tinggi
badannya berada di bawah minus dua standar deviasi dari rata-rata panjang/tinggi
anak seumurnya menurut standar WHO (Kementerian Kesehatan, 2018).

Sudah menjadi pengetahuan umum, bahwa masa usia anak-anak di bawah lima
tahun adalah masa-masa keemasan (golden age) bagi pertumbuhan anak. Secara
teori di katakan bahwa perkembangan otak anak mencapai 85% sampai dengan
usia 2 tahun dan sisanya sampai umur 5 tahun. Pada masa tersebut anak-anak
akan menyerapkan informasi dari lingkungan sekitarnya dan akan terekam dalam
memorinya. Hal ini akan menentukan pola pikir dan perilakunya dimasa yang akan
datang. Sehingga pada masa tersebut sangat penting untuk diberikan asupan nutrisi
yang cukup serta stimulus atau rangsangan komunikasi, dan perilaku yang benar
dari lingkungannya terutama orang tua dan keluarganya.

Pemerintah telah menetapkan target penurunan prevalensi stunting pada balita di


Indonesia menjadi 14% pada tahun 2024. Untuk mencapai target tersebut,
Pemerintah saat ini sedang melakukan upaya percepatan dalam melakukan
penurunan stunting dengan mendorong konvergensi antar program yang terkait.
Melalui program ini dipastikan rumah tangga yang mempunyai ibu hamil dan anak
usia 0 – 24 bulan (Keluarga 1000 Hari Pertama Kehidupan/HPK) menerima program
dan kegiatan yang diperlukan dalam rangka melakukan percepatan pencegahan
stunting.

Peraturan Presiden nomor 72 tahun 2021 tentang percepatan penurunan stunting


telah ditetapkan 5 (lima) strategi nasional dalam percepatan penurunan stunting.

1
SINERGI EKONOMI DAN PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN
LAPORAN PENDAHULUAN
TERKAIT PROGRAM PENANGANAN STUNTING

Kelima strategi dimaksud adalah 1). peningkatan komitmen dan visi kepemimpinan
di kementerian/lembaga, pemerintah daerah provinsi, pemerintah daerah
kabupaten/kota, dan pemerintah desa; 2). peningkatan komunikasi perubahan
perilaku dan pemberdayaan masyarakat; 3). peningkatan konvergensi intervensi
spesifik dan intervensi sensitif di kementerian/lembaga, pemerintah daerah provinsi,
pemerintah daerah kabupaten/kota, dan pemerintah desa; 4). peningkatan
ketahanan pangan dan gizi pada tingkat individu, keluarga, dan masyarakat; dan 5).
penguatan dan pengembangan sistem, data, informasi, riset, dan inovasi.

Sebagai tindaklanjut implementasi Perpres 72 telah di susun Rencana Aksi Nasional


Penurunan Angka stunting yang disingkat RAN PASTI sebagai salah satu strategi
percepatan penurunan stunting.

Tujuan RAN-PASTI yaitu: Melakukan penguatan dalam upaya konvergensi


perencanaan dan penganggaran percepatan penurunan Stunting tingkat pusat,
daerah, desa dan bersama pemangku kepentingan yang berkesinambungan.

Melalui RAN PASTI dilakukan kegiatan strategis antara laian:

1. Penguatan Kerangka kelembagaan dengan membentuk TPPS di tingkat


Provinsi sampai Kabupaten Kota yang di ketua oleh Wakil Kepala Daerah,
Pembentukan Satgas untuk memastikan pelaksanaan program prioritas,
serta penyediaan TPK (tim Pendamping Keluarga) yang bertugas sampai ke
tingkat keluarga
2. Penguatan Kerangka Intervensi untuk memastikan Intervensi yang dilakukan
sampai ke tingkat keluarga terutama keluarga berisiko dan penguatan data
sampai dengan analisa dan pelaporannya
3. Penguatan Kerangka Pendanaan untuk memastikan tersedianya anggaran
baik yang berasal dari APBN, APBD maupun dana hibah lainnya

Penurunan stunting cukup signifikan berdasarkan data Survey Status Gizi Indonesia
(SSGI) tahun 2021 yaitu 24.4% menjadi 21.6 % hasil SSGI tahun 2022. Namun
demikian masih diperlukan kerja keras untuk mengejar target 14% tahun 2024. Dan
penurunan stunting merupakan salah satu indikator dalam Upaya Indonesia untuk
meningkatkan kualitas sumber daya Manusia menuju Indonesia Emas Tahun 2045

2
SINERGI EKONOMI DAN PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN
LAPORAN PENDAHULUAN
TERKAIT PROGRAM PENANGANAN STUNTING

Dalam percepatan penurunan stunting melibatkan berbagai pihak, baik


kementerian /Lembaga Pemerintah, Swasta, Perguruan tinggi serta Masyarakat itu
sendiri untuk bersama sama melakukan intervensi spesifik dan intervensi sensitive.

Untuk menjamin efektifitas pelaksanaan penurunan stunting tentunya diperlukan


sinkronisasi program dimulai dari perencanaan, pelaksanaan sampai dengan
evaluasi, untuk ini perlu dilakukan kajian sejauh mana sinkronisasi perencanaan
program penurunan stunting telah dilakukan baik di tingkat pusat maupun di level
pemerintah daerah.

PP No. 17 tahun 2017 mengamanatkan penyusunan perencanaan dan


penganggaran menggunakan pendekatan penganggaran berdasarkan program
(money follow program). Pendekatan ini mengharuskan adanya penyelarasan
program dan kegiatan yang akan dilaksanakan setiap pemangku kepentingan,
termasuk diantaranya perencanaan yang dilaksanakan oleh pemerintah daerah.
Oleh karena itu, perlu adanya sinergi program dan kegiatan yang secara langsung
mendukung program prioritas dan pembangunan nasional, serta orkestrasi
penyusunan perencanaan antara program yang akan dilaksanakan, peruntukan dan
besarnya pendanaan, serta aspek kewilayahan.

Pada kenyataannya sampai saat ini sinergi perencanaan antara pusat dan daerah
masih belum terimplementasi dengan baik yang dapat menghambat pencapaian
prioritas pembangunan, termasuk pembangunan wilayah. Hal ini mengakibatkan
kurang maksimalnya kebermanfaatan yang dirasakan dari pelaksanaan
pembangunan. Sinergi perencanaan pusat dan daerah menjadi sangat penting,
sehingga pembangunan dan pengembangan menjadi lebih terarah dan sejalan
antara pusat dan daerah, serta dapat menciptakan kesinambungan dan kohesi
dalam pembangunan wilayah.

Berkaitan dengan hal tersebut, pada PFM MDTF Ill tahun 2023 ini, Staf Ahli Menteri
Bidang Sinergi Ekonomi dan Pembiayaan mengajukan kegiatan terkait sub
komponen 1: Peningkatan Perencanaan dan Penganggaran. Kegiatan ini akan
diharapkan dapat menghasilkan masukan terhadap rekomendasi kebijakan yang
akan disampaikan ke Menteri PPN/Kepala Bappenas. Rekomendasi yang dihasilkan
diarahkan untuk memuat analisis lintas sektor dan lintas wilayah yang diperlukan

3
SINERGI EKONOMI DAN PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN
LAPORAN PENDAHULUAN
TERKAIT PROGRAM PENANGANAN STUNTING

untuk meningkatkan keterpaduan dan kualitas perencanaan pembangunan,


termasuk analisis mendalam terkait tahapan proyek dan pendanaannya. Selain itu,
akan ada identifikasi dukungan yang dibutuhkan untuk keberhasilan suatu program
dari pusat, daerah, dan pihak lain. Hal ini akan erat kaitannya dengan langkah
pemerintah untuk meningkatkan kualitas belanja di tengah ketatnya kondisi APBN
saat ini.

Stunting merupakan salah satu program prioritas pemerintah. Dalam Rencana


Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2020-2024, penanganan
stunting termasuk Major Project atau Proyek Prioritas Strategis yang wajib
dituntaskan. Targetnya, angka kematian ibu turun hingga 183 per 100.000 kelahiran
hidup, dan prevalensi Stunting dapat dipangkas menjadi 14 %. Namun pada
implementasinya, Major Project ini terbentur beragam masalah. Pelaksanaan
program penanganan stunting tidak sesuai dengan yang direncanakan. Banyak
program atau kegiatan yang sudah direncanakan, tidak terlaksana dengan baik.

Salah satu permasalahan penanganan stunting disinggung pada Rapat Koordinasi


Nasional Pengawasan Intern Pemerintah Tahun 2023 berkaitan dengan
perencanaan program di daerah, yaitu alokasi APBD di salah satu daerah untuk
stunting sebesar Rp. 10 M tidak digunakan secara efektif. Hanya 20% dari anggaran
tersebut yang dialokasikan untuk intervensi spesifik terkait peningkatan gizi dengan
pemberian bantuan makanan seperti telur, daging, ikan, dan sayur. Sedangkan 80%
dari anggaran tersebut digunakan untuk perjalanan dinas dan rapat koordinasi.

Sehubungan itu diperlukan tinjauan dan analisis mendalam pada efektivitas


perencanaan, penganggaran dan pelaksanaan program penanganan stunting, serta
menyusun rekomendasi kebijakannya sebagai salah satu bahan masukan dalam
RPJMN 2025 — 2029.

1.1. Ruang Lingkup Kajian


1. Tinjauan dan analisis mendalam pada efektivitas dalam perencanaan dan
penganggaran serta sinergi pelaksanaan antara pusat dan daerah berkaitan
dengan program penanganan stunting;

4
SINERGI EKONOMI DAN PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN
LAPORAN PENDAHULUAN
TERKAIT PROGRAM PENANGANAN STUNTING

a. Analisis lintas sektor dan lintas wilayah yang diperlukan untuk


meningkatkan keterpaduan dan kualitas perencanaan pembangunan,
b. analisis mendalam terkait tahapan proyek dan pendanaannya.
c. identifikasi dukungan yang dibutuhkan untuk keberhasilan suatu
program dari pusat, daerah, dan pihak lain.
2. Menyusun rekomendasi kebijakannya. Untuk dapat memberikan gambaran
pelaksanaan program stunting secara ideal dan penerapannya di Indonesia.

1.2. Ruang Lingkup Substansi


1.2.1. Efektivitas perencanaan dan penganggaran

Efektivitas perencanaan penganggaran merupakan kunci utama sebuah


perencanaan penganggaran dalam pencapaian tujuan strategis atas apa yang telah
direncanakan, termasuk didalam upaya mendukung program pembangunan daerah
dalam mewujudkan kesejahteraan masyarakat. Perencanaan pembangunan yang
disusun secara sistematis, terarah, terpadu, menyeluruh, dan tanggap terhadap
perubahan akan memberikan pengaruh pada efektivitas perencanaan penganggaran
dalam program pembangunan.

Salah satu permasalahan utama dalam pegelolaan keuangan negara adalah


mewujudkan efektivitas pengelolaan anggaran. Efektivitas ditunjukkan oleh
ketercapaian tujuan, yaitu ketercapaian kinerja anggaran baik itu output maupun
outcome. Diperlukan pendefinisian kinerja yang tepat, sasaran yang tepat serta
indikator kinerja yang tepat agar efektivitas tercapai.

Ketercapaian program digambarkan dengan tercapainya sasaran program dengan


indikator yang telah ditetapkan. Sasaran program (outcome) selanjutnya akan
tercermin dalam output program yang ditetapkan untuk mencapai sasaran program
tersebut.

5
SINERGI EKONOMI DAN PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN
LAPORAN PENDAHULUAN
TERKAIT PROGRAM PENANGANAN STUNTING

1.2.2. Sinergi pelaksanaan program antara pusat dan daerah

Sinergi pelaksanaan program antara pemerintah pusat dan daerah adalah penting
untuk mencapai efektivitas dan efisiensi dalam penyelenggaraan pelayanan publik,
pembangunan, dan penganggaran.

Untuk mengukur tercapainya sinergi pelaksanaan program antara pemerintah pusat


dan daerah, dapat menggunakan berbagai indikator yang mencerminkan kolaborasi,
koordinasi, efisiensi, dan dampak positif dari kerjasama antara kedua tingkatan
pemerintahan.

Indikator-indikator ini akan membantu dalam mengevaluasi sejauh mana sinergi


antara pusat dan daerah telah berhasil dalam mencapai tujuan kerjasama dan
menciptakan dampak positif pada masyarakat dan pembangunan.

1.2.3. Penanganan Stunting di Indonesia

Global Nutrition Report 2016 mencatat bahwa prevalensi stunting di Indonesia


berada pada peringkat 108 dari 132 negara. Dalam laporan sebelumnya, Indonesia
tercatat sebagai salah satu dari 17 negara yang mengalami beban ganda gizi, baik
kelebihan maupun kekurangan gizi. Di kawasan Asia Tenggara, prevalensi stunting
di Indonesia merupakan tertinggi kedua, setelah Kamboja.

Hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2018 menunjukkan penurunan prevalensi


stunting nasional sebesar 6,4% selama periode 5 tahun, yaitu dari 37,2% (2013)
menjadi 30,8% (2018). Berdasarkan hasil Survei Status Gizi Balita Indonesia
(SSGBI) tahun 2019, prevalensi stunting pada balita tahun 2019 turun menjadi
27,7%. Artinya terjadi penurunan sebesar 3.1% dalam periode satu tahun terakhir.
Meskipun prevalensi stunting sudah mengalami penurunan dari tahun 2013, tetapi
prevalensinya masih tergolong tinggi.

Pemerintah telah menetapkan target penurunan prevalensi stunting pada balita di


Indonesia menjadi 14% pada tahun 2024. Untuk mencapai target tersebut,

6
SINERGI EKONOMI DAN PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN
LAPORAN PENDAHULUAN
TERKAIT PROGRAM PENANGANAN STUNTING

Pemerintah saat ini sedang melakukan upaya percepatan dalam melakukan


penurunan stunting dengan mendorong konvergensi antar program yang terkait.
Melalui program ini dipastikan rumah tangga yang mempunyai calon pengantin, ibu
hamil dan anak usia 0 – 24 bulan (Keluarga 1000 Hari Pertama Kehidupan/HPK)
menerima program dan kegiatan yang diperlukan dalam rangka melakukan
percepatan pencegahan stunting.

Sasaran Pelaksanaan Percepatan Penurunan Stunting meliputi:


a. remaja;
b. calon pengantin;
c. ibu hamil;
d. ibu menyusui; dan
e. anak berusia 0 (nol) - 59 (lima puluh sembilan) bulan.

1.2.4. RPJMN 2020-2024 dalam Penanganan Stunting

Penurunan Prevalensi Stunting hingga 14%, termasuk dalam Daftar Proyek Prioritas
Strategis (Major Project) RPJMN 2020-2024, yaitu ke dalam daftar Percepatan
Penurunan Kematian Ibu dan Stunting dengan indikasi pendanaan sebesar 87,1
(APBN), pelaksananya yaitu Kemenkes, Kementerian Sosial, KemenPUPR,
Kemendagri, Kemendikbud, BKKBN dan Pemda.

Pemenuhan layanan dasar

 Sasaran, Target, dan Indikator

Prevalensi stunting (pendek dan sangat pendek) pada balita :


 Status Awal: 37,2% (Riskesdas, 2013)
 Capaian Akhir: 30,8% (Riskesdas, 2018)

Pemahaman orangtua mengenai pola asuh yang baik, kesehatan lingkungan serta
kemampuan menyediakan gizi yang cukup masih rendah sehingga prevalensi
stunting masih tinggi.

Indikator Baseline Target 2024


Prevalensi stunting 30,8% (Riskesdas, 2018) 14%
(pendek dan sangat
pendek) pada balita

7
SINERGI EKONOMI DAN PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN
LAPORAN PENDAHULUAN
TERKAIT PROGRAM PENANGANAN STUNTING

(persen)
Prevalensi wasting (kurus 10,2% (Riskesdas, 2018) 7%
dan sangat kurus) pada
balita (persen)
 Arah Kebijakan dan Strategi

Meningkatkan akses dan mutu pelayanan kesehatan menuju cakupan kesehatan


semesta dengan penekanan pada penguatan pelayanan kesehatan dasar (Primary
Health Care) dengan mendorong peningkatan upaya Meningkatkan SDM Berkualtas
dan Berdaya Saing promotif dan preventif didukung oleh inovasi dan pemanfaatan
teknologi.

o Percepatan perbaikan gizi masyarakat untuk pencegahan dan


penanggulangan permasalahan gizi ganda, mencakup:
a) percepatan penurunan stunting dengan peningkatan efektivitas
intervensi spesifik, perluasan dan penajaman intervensi sensitif
secara terintegrasi;
b) peningkatan jaminan asupan gizi makro dan mikro terutama
pada ibu hamil dan anak dengan usia dibawah dua tahun
termasuk peningkatan intervensi yang bersifat life saving
dengan didukung bukti yang kuat (evidence based policy)
termasuk fortifikasi pangan;
c) penguatan advokasi, komunikasi sosial dan perubahan perilaku
hidup sehat terutama mendorong pemenuhan gizi seimbang
berbasis konsumsi pangan (food based approach);
d) penguatan sistem surveilans gizi;
e) peningkatan pengetahuan ibu dan keluarga khususnya
pengasuhan, tumbuh kembang anak dan gizi;
f) peningkatan komitmen dan pendampingan bagi daerah dalam
intervensi perbaikan gizi dengan strategi sesuai kondisi
setempat; dan
g) respon cepat perbaikan gizi dalam kondisi darurat.

8
SINERGI EKONOMI DAN PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN
LAPORAN PENDAHULUAN
TERKAIT PROGRAM PENANGANAN STUNTING

Tabel 1.1. Percepatan Penurunan Kematian Ibu dan Stunting

Akselerasi Kegiatan Penurunan Stunting 2023

1. Penguatan kooordinasi kelembagaan

Sasaran: TPPS Kabupaten/Kota s.d Desa/Kelurahan

Kegiatan:
 Pendampingan TPPS dalam mengawal indikator PerPres 72/2021 dan
RAN Pasti
 Menumbuhkan sense of urgency: Dukungan kebijakan/regulasi dari
TPPS Pusat ke TPPS Kabupaten/Kota agar TPPS berfungsi optimal di
Kabupaten-Kecamatan-Desa/Kelurahan.

2. Pendampingan konvergen

Sasaran: Pelaku pembangunan di Desa/Kelurahan

Kegiatan:

9
SINERGI EKONOMI DAN PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN
LAPORAN PENDAHULUAN
TERKAIT PROGRAM PENANGANAN STUNTING

 Penguatan TPK, Satgas, TPG, Pendamping lokal Desa (PLD), KPM


agar bekerja dibawah koordinasi TPPS Desa
 Pembekalan tentang alur pendampingan keluarga beresiko stunting
 Optimalisasi pelaksanaan pendampingan keluarga
 Penyiapan dukungan sarana kerja/alat ukur.

3. Komunikasi Perubahan Perilaku

Sasaran: Masyarakat umum

Kegiatan:
 Promosi, kampanye, mobilisasi sosial
 Gerakan/Aksi bersama: DASHAT, BAAS, Elsimil, Aksi Bergizi, Bumil
Sehat, Posyandu Aktif, Jambore Kader, dll

4. Penguatan pendanaan dan kinerja anggaran

Sasaran: K/L, Pemda, dan Pemdes

Kegiatan:
Memastikan anggaran stunting masuk dalam dokumen perencanaan daerah
melalui :

 Rembuk stunting Kabupaten/Kota


 Minilokakarya Kecamatan
 Musrenbang kab/kota dan provinsi
 Melakukan analisis kinerja anggaran melalui tagging, ketersediaan dan
pemanfaatan anggaran.

10
SINERGI EKONOMI DAN PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN
LAPORAN PENDAHULUAN
TERKAIT PROGRAM PENANGANAN STUNTING

Rencana Kerja Pemerintah (Konsolidasi) 2023

Proyek Prioritas : Percepatan Penurunan Kematian Ibu dan Stunting

Impact/Outcome
 Menurunkan angka prevalensi stunting pada balita menjadi 17,5% pada
tahun 2023, dan 14% pada tahun 2024;
 Menurunkan angka prevalensi wasting (kurus dan sangat kurus) pada balita
sebesar 7,3% pada tahun 2023, dan 7% pada tahun 2024;
 Menurunkan Angka Kematian Ibu (AKI) hingga 194 tahun 2023 dan 183
tahun 2024 per 100.000 kasus kelahiran hidup.

Output Proyek Prioritas


 Persentase imunisasi dasar lengkap pada anak usia 12 – 23 bulan sebesar
75% tahun 2023 dan 90% di tahun 2024;
 Persentase cakupan peserta KB aktif Metode Kontrasepsi Jangka Panjang
(MKJP) sebesar 27,57% tahun 2023 dan 28,39% di tahun 2024;
 Persentase cakupan persalinan di fasilitas pelayanan kesehatan sebesar
93% tahun 2023 dan 95% di tahun 2024;
 Jumlah kabupaten/kota yang mencapai 80% imunisasi dasar lengkap anak
usia 0-11 bulan sebesar 471 tahun 2023 dan 488 tahun 2024;
 Persentase tingkat putus pakai pemakaian kontrasepsi (Drop Out/DO)
sebesar 21,59% tahun 2023 dan 20% di tahun 2024;
 Persentase ibu hamil Kurang Energi Kronis (KEK) sebesar 11,5% pada
2023 dan 10% pada 2024;
 Persentase bayi usia kurang dari 6 bulan mendapat air susu ibu (ASI)
eksklusif sebesar 55% pada tahun 2023 dan 80% pada tahun 2024;
 Persentase balita yang dipantau pertumbuhan dan perkembanganya
sebesar 80% pada tahun 2023 dan 90% pada tahun 2024.

Indikator dan Rincian Output


 Pemenuhan Intervensi Spesifik Stunting
Indikator :
 Persentase ibu hamil kurang energi kronis (KEK) sebesar 11,5%

11
SINERGI EKONOMI DAN PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN
LAPORAN PENDAHULUAN
TERKAIT PROGRAM PENANGANAN STUNTING

Indikator dan Rincian Output


pada 2023;
 Persentase bayi usia kurang dari 6 bulan mendapat air susu ibu
(ASI) eksklusif sebesar 55% pada 2023;
 Persentase balita yang dipantau pertumbuhan dan perkembanganya
sebesar 80% pada 2023.

RO/Proyek :
 Ibu Hamil KEK dan Balita Kurus yang Mendapat Makanan
Tambahan;
 Suplementasi Gizi Mikro Balita Kurus;
 Penyediaan dan Konsumsi Tablet Tambah Darah untuk Ibu Hamil
dan Remaja Putri;
 Surveilans Gizi dan Kesehatan Ibu dan Anak.

KEMENKES

 Pemenuhan Intervensi Sensitif Stunting pada Sasaran Prioritas


Indikator :
 Mendapat bantuan sosial bersyarat;
 170.080 sambungan rumah (SR) air minum berbasis masyarakat;
 601.085 orang mendapatkan pelatihan dan refreshing dalam rangka
percepatan penurunan stunting

RO/Proyek :
 Keluarga yang Mendapat Bantuan Sosial Bersyarat;
 KPM yang Memperoleh Bantuan Sosial Pangan;
 Pembangunan Infrastruktur Air Minum Berbasis Masyarakat;
 Keluarga dengan Baduta yang Mendapatkan Fasilitasi dan
Pembinaan 1.000 HPK;
 Pelatihan dan Refreshing dalam Rangka Percepatan Penurunan
Stunting;
 Pemberdayaan Kampung KB dalam Rangka Penurunan Stunting.

Kemenkes, Kemensos, Kementerian PUPR, BKKBN, Kemendagri, Kemendes


PDTT, Kemendikbudristek, Kemen KP,
Kemenkominfo, BPOM, BNPP, BRIN, Kemenag, Kemen PPPA

12
SINERGI EKONOMI DAN PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN
LAPORAN PENDAHULUAN
TERKAIT PROGRAM PENANGANAN STUNTING

Indikator dan Rincian Output

 Penguatan Kapasitas Pelayanan Kesehatan Maternal


Indikator :
 Persentase cakupan peserta KB aktif metode kontrasepsi jangka
panjang (MKJP) sebesar 27,57% tahun 2023;
 Persentase cakupan persalinan di fasilitas pelayanan kesehatan
sebesar 93%tahun 2023;
 Persentase tingkat putus pakai pemakaian kontrasepsi (Drop
Out/DO) sebesar 21,59% tahun 2023.

RO/Proyek :
 Skrining Layak Hamil bagi PUS di Kab/Kota Lokus AKI AKB;
 Bimtek Peningkatan Pelayanan KB Pasca Persalinan;
 Pembinaan RS PONEK;
 Pembinaan Operasi Sectio Caesaria Darurat dalam Waktu 30 menit
untuk RS;
 Peningkatan Kapasitas Surveilans gizi dan KIA untuk
Nakes/NonNakes;
 Faskes yang Terpenuhi Ketersediaan Alat/Obat Kontrasepsi
(Alokon);
 Penguatan Penurunan Angka Kematian Ibu, Bayi dan Intervensi
Stunting.

Kemenkes, BKKBN, Kemendagri, Kemen PPPA, Pemda

13
SINERGI EKONOMI DAN PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN
LAPORAN PENDAHULUAN
TERKAIT PROGRAM PENANGANAN STUNTING

14
SINERGI EKONOMI DAN PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN
LAPORAN PENDAHULUAN
TERKAIT PROGRAM PENANGANAN STUNTING

BAB. 2 PENDEKATAN
DAN METODOLOGI

Suatu evaluasi yang komprehensif dapat dilakukan dengan mengikuti secara dekat
kronologi dan perkembangan logis dari suatu program yang secara umum terdiri dari
empat langkah yang berurutan, yakni :

1. Ketersediaan (provision),
2. Pemanfaatan (utilization),
3. Cakupan (coverage), dan
4. Dampak (impact) dari layanan baru (Habicht, Victoria, dan Vaughan, 1997).

Pendekatan dari semua langkah di atas antara lain sebagai berikut;

1. Melakukan pengumpulan data dan informasi dalam kunjungan lapangan


terkait pelaksanaan program penanganan stunting.

15
SINERGI EKONOMI DAN PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN
LAPORAN PENDAHULUAN
TERKAIT PROGRAM PENANGANAN STUNTING

i. Pemetaan Program dan kegiatan APBN yang digunakan oleh


Kementerian/Lembaga.

ii. Tansfer ke Daerah dan Dana Desa (TKDD)

2. Menganalisa data dan temuan untuk menghasilkan 1 main paper. Topik


spesifik yang akan dibahas berdasarkan pada isu pembangunan dan
kebijakan yang berkembang.

16
SINERGI EKONOMI DAN PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN
LAPORAN PENDAHULUAN
TERKAIT PROGRAM PENANGANAN STUNTING

 Sasaran Strategis dan Indikator Sasaran Strategis (2021, 2022,


2023)
 Program > Sasaran Program > Indikator Kinerja Program (2021,
2022, 2023)
 Kegiatan > Kegiatan > Indikator Kinerja Kegiatan (2021, 2022,
2023).

Indonesia memiliki beberapa indikator untuk mengukur dan memantau program


penanggulangan stunting.

 Tinggi Badan Menurut Umur (TB/U): Indikator ini mengukur tinggi badan
seorang anak dalam hubungannya dengan usianya. Data ini digunakan untuk
mengidentifikasi anak-anak yang mengalami pertumbuhan yang tidak sesuai
dengan usianya.
 Berat Badan Menurut Umur (BB/U): Indikator ini mengukur berat badan anak
dalam hubungannya dengan usianya. Anak-anak dengan berat badan yang
lebih rendah dari standar yang diharapkan untuk usia mereka dapat
mengalami stunting.
 Indeks Massa Tubuh (IMT): Indeks ini mengukur hubungan antara berat
badan dan tinggi badan anak. IMT digunakan untuk menentukan apakah
seorang anak memiliki masalah gizi, termasuk stunting.
 Lingkar Lengan Atas (LILA): Pengukuran lingkar lengan atas dapat
memberikan informasi tambahan tentang status gizi anak. Anak-anak dengan
lingkar lengan atas yang lebih kecil dari batas tertentu mungkin berisiko
mengalami stunting.
 Pemberian ASI (Air Susu Ibu): Kebiasaan pemberian ASI eksklusif selama 6
bulan pertama kehidupan anak merupakan faktor penting dalam mencegah
stunting. Monitoring tingkat pemberian ASI di Indonesia adalah salah satu
indikator kunci dalam program penanggulangan stunting.
 Pola Makan dan Nutrisi: Pola makan dan asupan nutrisi anak-anak juga
menjadi indikator penting. Ini melibatkan penilaian apa yang dimakan anak,
apakah mereka mendapatkan makanan bergizi, dan apakah mereka
menerima suplemen gizi jika diperlukan.

17
SINERGI EKONOMI DAN PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN
LAPORAN PENDAHULUAN
TERKAIT PROGRAM PENANGANAN STUNTING

 Akses Terhadap Air Bersih dan Sanitasi: Akses yang baik terhadap air bersih
dan fasilitas sanitasi yang layak berperan penting dalam mencegah stunting.
Anak-anak yang tinggal di lingkungan yang kurang sanitasi dan air bersih
cenderung memiliki risiko lebih tinggi mengalami stunting.

Pemerintah Indonesia dan berbagai lembaga terkait terus melakukan pemantauan


terhadap indikator-indikator ini untuk mengukur prevalensi stunting dan efektivitas
program penanggulangan stunting. Dengan memantau indikator-indikator ini,
diharapkan dapat mengidentifikasi masalah gizi pada anak-anak dan mengambil
tindakan yang diperlukan untuk mengurangi tingkat stunting di Indonesia.

Keberhasilan dalam mengatasi prevalensi stunting biasanya diukur oleh perubahan


angka stunting dalam beberapa tahun terakhir. Beberapa faktor yang dapat
memengaruhi keberhasilan ini termasuk:

 Konsistensi dan Implementasi Program: Penting untuk memastikan bahwa


program-program penanganan stunting dilaksanakan dengan konsisten dan
efektif di seluruh wilayah Indonesia.
 Kesadaran dan Pendidikan Masyarakat: Kesadaran dan pendidikan
masyarakat tentang pentingnya gizi dan perawatan anak-anak memainkan
peran penting dalam penanganan stunting.
 Akses Terhadap Pelayanan Kesehatan: Meningkatkan akses masyarakat
terhadap pelayanan kesehatan yang berkualitas, termasuk layanan
kesehatan maternal dan anak, sangat penting dalam mengurangi stunting.
 Akses Terhadap Air Bersih dan Sanitasi: Perbaikan akses terhadap air bersih
dan sanitasi yang layak dapat membantu mengurangi risiko penyakit dan
stunting.
 Keberlanjutan Pendanaan: Program-program ini memerlukan pendanaan
yang cukup dan berkelanjutan untuk dapat berlanjut dan mencapai hasil yang
signifikan.

18
SINERGI EKONOMI DAN PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN
LAPORAN PENDAHULUAN
TERKAIT PROGRAM PENANGANAN STUNTING

BAB. 3 RENCANA KEGIATAN

Untuk mengetahui sudah sejauh mana sinkronisasi program percepatan penurunan


stunting akan dilakukan kajian kepada kementerian/Lembaga terkait serta study
lapangan untuk melihat implementasi program tersebut telah dilaksanakan serta
permasalahannya. Dari hasil kajian tersebut akan dilakukan analiasa untuk dapat
memberi masukan bagi kelangsungan dan efektifitas percepatan penurunan stunting
pada periode mendatang.

Adapun kegiatan akan dilakukan pada 3 (tiga) tahapan sebagai berikut:

3.1. Tahap 1: Kajian di tingkat pusat


Kajian tingkat pusat dilakukan melalui 2 kegiatan yaitu:
(menggunakan tool kuesioner pertanyaan)
1) wawancana mendalam kepada penanggungjawab perencanaan program
Ketua Percepatan Penurunan Stunting dan di 5 (lima) Kementerian yang
bertindak sebagai Wakil Ketua sesuai Perpres 72 yaitu Kementerian PMK,
Bappenas, Kemendagri, Kemenkes dan Kementerian Sosial serta ketua
Pelaksana Percepatan Penurunan Stunting yaitu BKKBN.
2) Fokus Grup Diskusi (FGD) dengan menghadirkan penanggungjawab
perencanaan program dari berbagai kementerian Lembaga terkait,
Perguruan tinggi, Swasta dan organisasi Masyarakat yang terlibat dalam
Upaya percepatan penurunan stunting.

Hasil wawancara dan Fokus Grup Diskusi di tingkat pusat tersebut dilakukan
Analisa sebagai bahan acuan untuk melakukan kajian berikutnya di tingkat
Provinsi dan Kabupaten/kota.

19
SINERGI EKONOMI DAN PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN
LAPORAN PENDAHULUAN
TERKAIT PROGRAM PENANGANAN STUNTING

3.2. Tahap 2: Kajian di tingkat daerah


Kajian akan dilakukan pada provinsi terpilih dan salah satu (atau dua)
kabupaten/kota dengan menggunakan tool kuesioner yang telah disesuaikan
berdasarkan hasil kajian tingkat pusat.
Kajian dilakukan dengan metode FGD secara kelompok dengan menghadirkan
berbagai Dinas pada sebuah pertemuan.

Berdasarkan hasil FGD yang dilakukan maka dianalisa sejauh mana program
perencanaan telah tersinkronisasi, bagaimana pelaksanaan nya serta apakah
evaluasi telah berjalan sesuai mekanisme.
Beberapa hal yang akan menjadi masukan dalam penyusunan tool/kuesioner untuk
menggali apa yang telah dilaksanakan dalam merencanakan program penurunan
stunting, bagaimana pelaksanakannya serta mekanisme pemantauan serta evaluasi
program tersebut serta Permasalahan yang dihadapi sebagai berikut:
1) Jumlah dan prosentase anggaran stunting serta peruntukannya
2) Kegiatan dan luaran nya
3) Sumber anggaran;
4) Pembagian anggaran antara pusat dan daerah.
5) Besarnya anggaran daerah dan peruntukannya
6) Mekanisme pemantauan pelaksanaan dan evaluasi
7) Koordinasi dengan lintas kementerian dan Lembaga
8) Mekanisme koordinasi dengan provinsi dan kabupaten /kota.

3.3. Pengolahan hasil kajian dan penyusunan laporan


Berdasarkan hasil kajian pusat dan daerah perlu dilakukan mekanisme pengolahan
hasil kajian tersebut untuk melihat program apa yang sudah terimplementasikan
dengan baik sebagai pembelajaran juga program yang masih perlu ditingkatkan
untuk masukan pada kegiatan berikutnya serta bagaimana koordinasi antar
Lembaga, antar dinas dan bagaimana pengelolaan koordinasi/sinkronisasi antar
kementerian Lembaga juga antar dinas di tingkat daerah.

20
SINERGI EKONOMI DAN PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN
LAPORAN PENDAHULUAN
TERKAIT PROGRAM PENANGANAN STUNTING

3.4. Jadwal Pelaksanaan Pekerjaan

KEGIATAN Bulan ke 1 Bulan ke 2 Bulan ke 3


Penyusunan Inception Report 
Pembahasan inception Report 

Kajian Pokja Nasional  


Kajian Tingkat Prov./Kab-Kota 
Laporan Interim (masukan, hasil 
analisis, dan temuan dari hasil
diskusi dan kunjungan lapangan)
Pembahasan Laporan Interim 
Penyusunan Laporan Draft Akhir  
& Rekomendasi
Pemaparan Laporan Draft Akhir 
& Rekomendasi
Penyempurnaan Laporan Akhir & 
rekomendasi

3.5. Jadwal Penugasan Tenaga Ahli

Masukan Personil (dalam bulan)


Nama
No. 1 Orang Bulan
Tenaga Ahli 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 12 n
1

1 dr. Eni Gustina, 2


MPH
2

Total 2 OB

21
SINERGI EKONOMI DAN PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN
LAPORAN PENDAHULUAN
TERKAIT PROGRAM PENANGANAN STUNTING

3.6. Keluaran dan Hasil


Hasil kerja yang dilakukan terdiri dari namun tidak terbatas pada:

 1 main paper, termasuk laporan dan paparan yang menjadi keluaran dari
kegiatan ini yang berkaitan dengan hasil tinjauan dan analisis mendalam
pada efektivitas dalam perencanaan dan penganggaran serta sinergi
pelaksanaan antara pusat dan daerah berkaitan dengan program
penanganan stunting, serta menyusun rekomendasi kebijakannya.
 Laporan kunjungan lapangan yang akan digunakan sebagai salah satu bahan
untuk melengkapi kajian yang disusun.

22
SINERGI EKONOMI DAN PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN
LAPORAN PENDAHULUAN
TERKAIT PROGRAM PENANGANAN STUNTING

CAPAIAN TARGET ANTARA


BAB. 4 PERCEPATAN
PENURUNAN STUNTING

Dalam upaya Percepatan Penurunan Stunting di Indonesia sebagaimana yang


tertuang dalam Perpres No. 72 Lampiran A terkait dengan Target Antara Percepatan
Penurunan Stunting, terdapat 2 (dua) sasaran utama yang harus segera dipenuhi,
yaitu:
1) Tersedianya layanan Intervensi Spesifik dengan 9 (sembilan) indikator, dan
2) Tersedianya layanan Intervensi Sensitif dengan 11 (sebelas) indikator. Dari
berbagai studi menunjukkan bahwa intervensi spesifik berkontribusi 30% dan
intervensi sensitive 70% terhadap pencegahan stunting.

Layanan intervensi spesifik diyakini memiliki pengaruh langsung terhadap stunting.


Sementara layanan intervensi sensitive memiliki pengaruh tidak langsung. Kedua
layanan intervensi ini harus didukung oleh pondasi yang kokoh dalam bentuk
Strategi Nasional (Stranas) yang dikenal dengan Pilar 1 sampai Pilar 5 yang berisi 1)
komitmen dan visi kepemimpinan, 2) komunikasi perubahan perilaku dan
pemberdayaan masyarakat, 3) konvergensi intervensi spesifik dan intervensi sensitif,
4) ketahanan pangan dan gizi pada tingkat individu, keluarga dan masyarakat, serta
5) penguatan dan pengembangan sistem, data, informasi, riset dan inovasi.

Layanan intervensi spesifik, intervensi sensitive dan kelima pilar tersebut harus
dilakukan secara sistematis dan sinergis agar saling menguatkan satu sama lain
dengan melibatkan pemerintah dan pemerintah daerah, masyarakat, dunia usaha,

23
SINERGI EKONOMI DAN PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN
LAPORAN PENDAHULUAN
TERKAIT PROGRAM PENANGANAN STUNTING

media, dan akademisi (Perguruan Tinggi) atau yang lebih dikenal dengan istilah
Pentahelix.

4.1. Layanan Intervensi Spesifik

Intervensi spesifik merupakan kegiatan yang langsung mengatasi penyebab


terjadinya stunting dan umumnya diberikan oleh sektor kesehatan seperti asupan
makanan, pencegahan infeksi, status gizi ibu, penyakit menular dan sebagainya.

Berdasarkan Peraturan Presiden 72 tahun 2021, layanan intervensi spesifik meliputi


1) persentase ibu hamil kurang energi kronik (KEK) yang mendapatkan tambahan
asupan gizi, 2) persentase ibu hamil yang mengonsumsi 90 Tablet Tambah Darah
(TTD) selama masa kehamilan, 3) persentase remaja putri yang mengonsumsi
Tablet Tambah Darah (TTD), 4) persentase bayi usia kurang dari 6 bulan yang
mendapat air susu ibu (ASI) eksklusif, 5) persentase anak usia 6-23 bulan yang
mendapat Makanan Pendamping Air Susu Ibu (MP-ASI), 6) persentase anak berusia
di bawah lima tahun (balita) gizi buruk mendapat pelayanan tata laksana gizi buruk,
7) persentase anak berusia di bawah lima tahun (balita) yang dipantau pertumbuhan
dan perkembangannya, 8) persentase anak berusia di bawah lima tahun (balita) gizi
kurang yang mendapat tambahan asupan gizi, dan 9) persentase anak berusia di
bawah lima tahun (balita) yang memperoleh imunisasi dasar lengkap.

Mempertimbangkan pentingnya peran dan pengaruh langsung layanan intervensi


spesifik dalam mencegah terjadinya stunting bagi anak, maka layanan intervensi dari
setiap indicator yang dilaksanakan harus mencapai target sebagaimana yang telah
ditetapkan.

Dari 9 indikator spesifik di atas, terdapat 2 (dua) indikator yaitu 1) persentase ibu
hamil yang mengonsumsi Tablet Tambah Darah (TTD) minimal 90 tablet selama
masa kehamilan, 2) persentase anak usia 6-23 bulan yang mendapat Makanan
Pendamping Air Susu Ibu (MP-ASI) dimana pada posisi semester pertama tahun
2023 telah melampaui target tahun 2023. Sisanya 7 indikator sudah mencapai di
atas 50% dari masing-masing target yang telah ditetapkan. Bahkan, ada 4 (empat)
indicator yang memiliki selisih angka antara capaian dan target di bawah 10% untuk
dicapai pada semester kedua tahun 2023.

24
SINERGI EKONOMI DAN PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN
LAPORAN PENDAHULUAN
TERKAIT PROGRAM PENANGANAN STUNTING

Dari 9 indikator spesifik di atas, terdapat 2 (dua) indikator yaitu 1) persentase ibu
hamil yang mengonsumsi Tablet Tambah Darah (TTD) minimal 90 tablet selama
masa kehamilan, 2) persentase anak usia 6-23 bulan yang mendapat Makanan
Pendamping Air Susu Ibu (MP-ASI) dimana pada posisi semester pertama tahun
2023 telah melampaui target tahun 2023. Sisanya 7 indikator sudah mencapai di
atas 50% dari masing-masing target yang telah ditetapkan. Bahkan, ada 4 (empat)
indicator yang memiliki selisih angka antara capaian dan target di bawah 10% untuk
dicapai pada semester kedua tahun 2023.

Mencermati data capaian di atas, memberikan indikasi kuat bahwa seluruh indikator
layanan spesifik dapat dicapai pada semester kedua tahun 2023 dengan catatan
intervensi masingmasing indikator sebagaimana yang telah dilaksanakan pada
semester pertama tidak berkurang pada semester kedua baik intensitas maupun
frekuensinya.

Grafik 2. Indikator capaian layanan intervensi spesifik

4.1.1. Indikator Spesifik 1: Persentase Ibu Hamil Kekurangan Energi Kronis


(KEK) yang Mendapatkan Tambahan Asupan Gizi

25
SINERGI EKONOMI DAN PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN
LAPORAN PENDAHULUAN
TERKAIT PROGRAM PENANGANAN STUNTING

Untuk indikator ibu hamil Kekurangan Energi Kronis (KEK) yang mendapatkan
tambahan asupan gizi pada semester pertama tahun 2023 ini telah mencapai
80,20% dari target 87%. Selisih sekitar 7% capaian pada semester pertama tahun
2023 memberikan indikasi optimisme untuk mencapai atau bahkan dapat melampaui
target yang telah ditetapkan dengan catatan perlu percepatan penyaluran berbagai
program seperti PMT, BAAS dan sebagainya kepada Keluarga Berisiko Stunting
khususnya Ibu hamil KEK. Untuk keperluan yang sama, program Dapur Sehat Atasi
Stunting (DASHAT) yang selama ini sudah dibentuk di berbagai desa/kelurahan di
seluruh Indonesia perlu senantiasa dioptimalkan untuk memberikan makanan sehat
dan bergizi kepada Keluarga Berisiko Stunting. Upaya Kemenkes pada semester
kedua tahun ini yang akan segera menyalurkan Pemberian Makanan Tambahan
(PMT) melalui TP. PKK dan DASHAT sebagai salah satu sasarannya merupakan
langkah strategis untuk mengatasi kekurangan gizi termasuk Ibu hamil Kurang
Energi Kronik (KEK) guna mendapatkan tambahan asupan gizi.

Capaian provinsi terhadap indikator ibu hamil Kurang Energi Kronik (KEK) yang
mendapatkan tambahan asupan gizi:

26
SINERGI EKONOMI DAN PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN
LAPORAN PENDAHULUAN
TERKAIT PROGRAM PENANGANAN STUNTING

4.1.2. Indikator Spesifik 2: Persentase Ibu Hamil yang Mengonsumsi Tablet


Tambah Darah (TTD) Minimal 90 Tablet Selama Masa Kehamilan
Indikator persentase ibu hamil mengonsumsi Tablet Tambah Darah (TTD) minimal
90 tablet selama masa kehamilannya telah mencapai 77,90% dari target 70%. Ini
adalah satu dari dua indikator yang telah melampaui target tahun 2023. Dengan
demikian, layanan intervensi untuk indikator ini harus dipertahankan dan jika
memungkinkan ditingkatkan baik cakupan maupun intensitasnya. Pemberian TTD
bagi ibu hamil KEK bukan sekadar pemenuhan capaian target semata, tetapi yang
lebih penting dan utama lagi adalah memastikan bahwa setiap ibu hamil terbebas
dari KEK.

Capaian provinsi terhadap indikator persentase ibu hamil yang mengonsumsi Tablet
Tambah Darah (TTD) minimal 90 tablet selama masa kehamilan:

4.1.3. Indikator Spesifik 3: Persentase Remaja Putri yang Mengkonsumsi


Tablet Tambah Darah (TTD)

27
SINERGI EKONOMI DAN PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN
LAPORAN PENDAHULUAN
TERKAIT PROGRAM PENANGANAN STUNTING

Berbeda dengan persentase ibu hamil, remaja putri yang mengonsumsi Tablet
Tambah Darah (TTD) jauh di bawah ibu hamil yang baru mencapai 37,50% dari
target 50%. Mengingat masih ada gap capaian dan target sekitar 12,5%, maka perlu
kerja optimal oleh pihak-pihak terkait di semua tingkatan.

Capaian tersebut utamanya diperoleh melalui Gerakan Nasional Aksi Bergizi yang
menyasar para remaja di Sekolah maupun Pesantren. Gerakan Nasional Aksi
Bergizi (GNAB) di sekolah-sekolah tingkat SMP/MTS, SMA/MA, SMK, Pesantren
sederajat perlu terus ditingkatkan baik cakupan maupun jangkauannya agar semakin
banyak Rematri yang mengonsumsi TTD. Gerakan tersebut merupakan kegiatan
yang dilaksanakan untuk meningkatkan kesadaran siswa siswi dalam membiasakan
mengonsumsi makan makanan dengan menu gizi seimbang dan aktivitas fisik.

Capaian provinsi terhadap indicator persentase remaja putri yang mengonsumsi


Tablet Tambah Darah (TTD):

28
SINERGI EKONOMI DAN PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN
LAPORAN PENDAHULUAN
TERKAIT PROGRAM PENANGANAN STUNTING

4.1.4. Indikator Spesifik 4: Persentase Bayi Usia Kurang dari 6 Bulan Mendapat
Air Susu Ibu (ASI) Eksklusif
Capaian 67,40% untuk ndicator persentase bayi usia kurang dari 6 bulan mendapat
Air Susu Ibu (ASI) Eksklusif dari target 75% menunjukkan bahwa penguatan
intervensi masih sangat diperlukan. Untuk itu perlu perhatian khusus terhadap
ndicator ini. Bukan tentang capaian target semata, tetapi yang lebih penting adalah
pemahaman tentang ASI Eksklusif kepada ibu hamil, ibu menyusui dan calon PUS.
Indikator persentase bayi usia sampai 6 bulan yang mendapat Air Susu Ibu (ASI)
Eksklusif merupakan satusatunya ndicator spesifik yang tidak tercapai pada tahun
2022 yang lalu.

Capaian provinsi terhadap indicator persentase bayi usia kurang dari 6 bulan
mendapat Air Susu Ibu (ASI) Eksklusif:

4.1.5. Indikator Spesifik 5: Persentase Anak Usia 6-23 Bulan Yang Mendapat
Makanan Pendamping Air Susu Ibu (MP-ASI)

29
SINERGI EKONOMI DAN PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN
LAPORAN PENDAHULUAN
TERKAIT PROGRAM PENANGANAN STUNTING

Pada semester pertama tahun 2023, capaian indikator persentase anak usia 6-23
bulan yang mendapat Makanan Pendamping Air Susu Ibu (MP-ASI) sebesar 95%
dari target 70%. Indikator ini adalah salah satu dari dua indikator spesifik yang pada
semester pertama tahun 2023 telah melampaui target. Capaian ini tentu saja sangat
menggembirakan, namun layanan intervensi indikator ini tidak boleh berhenti setelah
target tercapai. Upaya untuk terus meningkatkan baik intensitas maupun frekuensi
dalam layanan terhadap anak usia 6-23 bulan yang mendapat MP-ASI perlu terus
dilaksanakan. Hal penting selain pemberian MP-ASI adalah peningkatan sosialisasi
dan edukasi kepada Ibu menyusui untuk tetap memberikan ASI kepada anaknya
sampai minimal usia 2 tahun. Dalam kaitan ini, TPK di setiap desa/kelurahan dapat
berperan aktif untuk melakukan pendampingan ibu menyusui melalui komunikasi
interpersonal dan komunikasi perubahan perilaku.

Capaian provinsi terhadap indikator persentase anak usia 6-23 bulan yang
mendapat Makanan Pendamping Air Susu Ibu (MP-ASI):

4.1.6. Indikator Spesifik 6: Persentase Anak Berusia di Bawah Lima Tahun


(Balita) Gizi Buruk yang Mendapat Pelayanan Tata Laksana Gizi Buruk

30
SINERGI EKONOMI DAN PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN
LAPORAN PENDAHULUAN
TERKAIT PROGRAM PENANGANAN STUNTING

Capaian layanan indikator Persentase anak berusia di Bawah Lima Tahun (Balita)
gizi buruk yang mendapat pelayanan tata laksana gizi buruk pada semester pertama
tahun 2023 sebesar 84,39% dari target 87%. Selisih sebesar 2,61% antara capaian
dan target, bukanlah hal yang terlalu sulit untuk dicapai pada semester kedua tahun
2023. Tentu saja optimisme ini tidak dimaksudkan untuk mengurangi intensitas dan
cakupan layanan intervensi ini pada sisa waktu tahun 2023. Kerja keras dan upaya
maksimal harus tetap dilakukan untuk memastikan setiap Balita gizi buruk mendapat
layanan tata laksana gizi buruk di fasilitas kesehatan yang memadai dengan tenaga
kesehatan yang kompeten. Hal ini penting dilakukan agar tidak ada lagi Balita gizi
buruk yang tidak ditangani dengan baik.

Capaian provinsi terhadap indicator persentase anak berusia di bawah lima tahun
(balita) gizi buruk mendapat pelayanan tata laksana gizi buruk:

4.1.7. Indikator Spesifik 7: Indikator Persentase Anak Berusia di Bawah Lima


Tahun (Balita) yang dipantau Pertumbuhan dan Perkembangannya

31
SINERGI EKONOMI DAN PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN
LAPORAN PENDAHULUAN
TERKAIT PROGRAM PENANGANAN STUNTING

Capaian pemantauan pertumbuhan dan perkembangan Balita sebesar 77,60% dari


target 85% menunjukkan bahwa ada kebutuhan bagi Keluarga yang memiliki Balita
untuk mengoptimalkan pemantauan Balita di Posyandu, Puskesmas, Pustu dan
fasilitas kesehatan lainnya. Selisih antara capaian dan target sebesar 7,4% perlu
diselesaikan pada paruh waktu semester kedua tahun 2023. Hal ini penting
dilakukan agar pertumbuhan dan perkembangan Balita dapat dideteksi lebih dini
untuk menjaga agar Balita tetap sehat dan mencegah terjadinya gizi kurang dan gizi
buruk. Melakukan pemantauan pertumbuhan dan perkembangan Balita acap kali
abai dilakukan karena berbagai sebab, diantaranya karena kesibukan orang tua,
kurang pemahaman orang tua tentang pentingnya pertumbuhan dan perkembangan
Balita. Untuk itu, TPK perlu meningkatkan intensitas pendampingan bagi ibu Balita
untuk memantau pertumbuhan dan perkembangan Balitanya. Pemantauan
pertumbuhan dan perkembangan Balita harus dilakukan secara komprehensif dan
berkualitas melalui kegiatan stimulasi yang memadai, deteksi dini dan intervensi dini
terhadap gangguan tumbuh kembang Anak.

Capaian provinsi terhadap indicator persentase anak berusia di bawah lima tahun
(balita) dipantau pertumbuhan dan perkembangannya:

32
SINERGI EKONOMI DAN PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN
LAPORAN PENDAHULUAN
TERKAIT PROGRAM PENANGANAN STUNTING

4.1.8. Indikator Spesifik 8: Persentase Anak Balita dengan Gizi Kurang yang
Mendapat Tambahan Asupan Gizi
Persentase anak Balita dengan gizi kurang yang mendapat tambahan asupan gizi,
capaiannya sebesar 66,50% dari target 85%. Ini menunjukkan bahwa seorang Ibu
perlu menyiapkan diri sejak hamil dan menyusui. Pemenuhan gizi yang optimal saat
hamil dan menyusui akan memberikan asupan gizi yang baik untuk Balita. Setelah
melahirkan, seorang Ibu perlu melanjutkan pemberian gizi yang baik dengan
pemberian ASI eksklusif hingga usia 6 bulan, dilanjutkan dengan pemberian MP-ASI
dalam jumlah cukup dan pada waktu yang tepat, dengan tetap disertai pemberian
ASI hingga usia 2 tahun. Untuk mencegah Balita gizi kurang, perlu kampanye yang
lebih masif, edukasi dan pendampingan yang lebih intens bagi Keluarga Berisiko
Stunting khususnya ibu hamil, ibu menyusui dan ibu yang memiliki Balita agar lebih
memahami tentang pencegahan balita gizi kurang sejak dini. TPK dapat berperan
aktif untuk memastikan ibu yang memiliki Balita memahami tentang manfaat ASI
Eksklusif, pemberian ASI sampai usia 2 (dua) tahun, MPASI dan makanan bergizi.

Capaian provinsi terhadap indicator persentase anak berusia di bawah lima tahun
(balita) gizi kurang mendapat tambahan asupan gizi:

33
SINERGI EKONOMI DAN PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN
LAPORAN PENDAHULUAN
TERKAIT PROGRAM PENANGANAN STUNTING

4.1.9. Indikator Spesifik 9: Persentase Anak Berusia di Bawah Lima Tahun


(Balita) yang Memperoleh Imunisasi Dasar Lengkap
Capaian untuk indikator persentase anak Balita yang memperoleh imunisasi dasar
lengkap pada Balita sebesar 74,78% dari target 90%. Capaian ini mengindikasikan
masih ada gap sebesar 15,22% antara capaian dan target. Selisih sebesar itu harus
dapat dipenuhi pada semester kedua tahun 2023. Dari beberapa hasil penelitian,
secara umum penyebab keengganan keluarga Balita melakukan imunisasi dasar
lengkap karena beberapa sebab, diantaranya karena 5 (lima) faktor, yaitu 1) takut
dan trauma balitanya demam setelah diimunisasi, 2) jarak rumah ke Posyandu yang
jauh, 3) sibuk dengan pekerjaan, 4) kurang mendapat dukungan keluarga, dan 5)
tidak mengetahui informasi jadwal imunisasi. Untuk mengatasi hal tersebut,
Technical Assistance kabupaten/kota dapat mengambil meluruskan informasi yang
tidak benar tentang imunisasi tersebut melalui WA Grup TA dan TPK.Di sisi lain,
TPK dapat melakukan pendampingan melalui komunikasi interpersonal dan
komunikasi perubahan perilaku dan pendampingan layanan rujukan KRS khususnya
Ibu yang memiliki Balita ke Puskesmas, Pustu, Posyandu atau fasilitas kesehatan
terdekat. Kecuali itu, semua pihak perlu memobilisasi semua sumber daya yang ada
untuk mensosialisasikan manfaat imunisasi dan memastikan vaksin mudah didapat
dan mudah dijangkau oleh seluruh masyarakat serta dapat meningkatkan pelayanan
imunisasi yang bermutu dan merata.

Capaian provinsi terhadap indicator persentase anak berusia di bawah lima tahun
(balita) yang memperoleh imunisasi dasar lengkap:

34
SINERGI EKONOMI DAN PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN
LAPORAN PENDAHULUAN
TERKAIT PROGRAM PENANGANAN STUNTING

4.2. Layanan Intervensi Sensitif

Intervensi sensitif merupakan layanan intervensi yang tidak langsung mengatasi


penyebab terjadinya stunting yang memiliki kontribusi sebesar 70% terhadap
stunting. Intervensi layanan sensitif dilaksanakan oleh berbagai sektor terkait baik
pusat maupun daerah. Rumpun layanan intervensi sensitif diantaranya adalah
sanitasi layak, air minum layak, pola asuh, keluarga berencana, pemahaman
sasaran tentang stunting, pola hidup bersih dan sehat, kemiskinan, dan sebagainya.

Berdasarkan Peraturan Presiden 72 tahun 2021, indikator yang termasuk ke dalam


intervensi sensitif adalah 1) persentase pelayanan KB pasca persalinan, 2)
persentase kehamilan tidak diinginkan, 3) cakupan calon PUS memperoleh
pemeriksaan kesehatan sebagai bagian dari pelayanan nikah, 4) persentase rumah
tangga mendapatkan akses air minum layak di kabupaten/kota lokasi prioritas, 5)
persentase rumah tangga mendapatkan akses sanitasi sanitasi (air limbah domestik)
layak di kabupaten/kota lokasi prioritas, 6) cakupan Penerima Bantuan Iuran (PBI)
Jaminan Kesehatan Nasional, 7) cakupan keluarga berisiko stunting memperoleh
pendampingan, 8) jumah keluarga berisiko stunting dan rentan memperoleh bantuan
tunai bersyarat, 9) persentase target sasaran memiliki pemahaman yang baik

35
SINERGI EKONOMI DAN PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN
LAPORAN PENDAHULUAN
TERKAIT PROGRAM PENANGANAN STUNTING

tentang stunting di lokasi prioritas, 10) jumlah keluarga miskin dan rentan menerima
bantuan sosial pangan, dan 11) persentase desa/ kelurahan stop buang air besar
sembarangan (BABS) atau open defecation free (ODF).

Capaian Layanan Intervensi Sensitif Semester 1 tahun 2023, adalah sebagai berikut:

Mencermati tingginya pengaruh tidak langsung layanan intervensi sensitif terhadap


penyebab terjadinya stunting, maka sudah selayaknya kesebelas indikator layanan
intervensi sensitive tersebut perlu upaya yang optimal untuk mencapai target yang
telah ditetapkan. Pada posisi semester pertama tahun 2023, dari 11 indikator
layanan sensitif, terdapat 4 (empat) indikator yang tidak tersedia data capaiannya
yaitu indikator 1) Persentase Pelayanan KB Pasca Persalinan (KBPP), Indikator 2)
Persentase Kehamilan yang Tidak Diinginkan (KTD), Indikator 4) Persentase Rumah
Tangga yang Mendapatkan Akses Air Layak Minum di Kabupaten/Kota Lokasi
Prioritas, dan indicator 9) Persentase Target Sasaran yang memiliki pemahaman
baik tentang stunting di lokasi prioritas. Angka capaian yang tertera pada tabel
layanan intervensi sensitif untuk keempat indikator tersebut adalah capaian tahun

36
SINERGI EKONOMI DAN PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN
LAPORAN PENDAHULUAN
TERKAIT PROGRAM PENANGANAN STUNTING

2022. Secara umum, ketersediaan keempat data tersebut diukur periode tahunan
bukan semesteran. Dengan demikian, pada laporan tahun 2023 nanti, semua data
layanan intervensi sensitif dapat disajikan data capaiannya.

4.2.1. Indikator Sensitif 1: Persentase Pelayanan KB Pasca Persalinan (KBPP)


Capaian persentase pelayanan KB Pasca Persalinan (KBPP) pada posisi semester
pertama tahun 2023 mencapai 52,6% dari target 60% tahun 2023. Capaian ini
mengonfirmasi optimisme untuk mendapatkan 6,8% yang harus dicapai pada
semester kedua tahun 2023. Meskipun selisih antara capaian dan target tidak
banyak, pelayanan KB pasca persalinan harus dilaksanakan sebagaimana yang
berlangsung selama ini.

Untuk memastikan setiap ibu melahirkan di fasilitas kesehatan menggunakan


kontrasepsi, maka perlu dilakukan edukasi dan komunikasi interpersonal kepada
pasien sebelum pulang. Untuk itu, dokter, bidan dan perawat perlu mengedukasi ibu
melahirkan untuk menggunakan salah satu kontrasepsi sebelum meninggalkan
rumah sakit, puskesmas atau fasilitas kesehatan, tempat dimana seorang ibu
melahirkan. Dengan menggunakan kontrasepsi, diharapkan keluarga memiliki waktu
dan perhatian yang memadai dalam mengurus mendidik anak yang baru
dilahirkannya. Pasien perlu diberi pemahaman tentang 4T, yaitu yaitu Terlalu muda
melahirkan, Terlalu tua melahirkan, Terlalu dekat jarak melahirkan dan Terlalu sering
melahirkan. Perlu dipastikan bahwa Pasien yang melahirkan dapat memahami
dengan benar risiko dari 4T tersebut.

37
SINERGI EKONOMI DAN PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN
LAPORAN PENDAHULUAN
TERKAIT PROGRAM PENANGANAN STUNTING

4.2.2. Indikator Sensitif 2: Persentase Kehamilan yang Tidak Diinginkan (KTD)


Capaian persentase Kehamilan yang Tidak Diinginkan (KTD) sebesar 10.57
(Capaian tahun 2022) dari target 16% menunjukkan bahwa target KTD telah dicapai
pada semester pertama tahun 2023. Kehamilan yang tidak diinginkan atau yang
biasa dikenal sebagai KTD merupakan kehamilan yang terjadi dimana salah satu
atau kedua belah pihak dari pasangan tidak menginginkan terjadinya kehamilan,
paling tidak 2 (dua) tahun k2 depan. Kasus KTD yang kini banyak terjadi umumnya
pada remaja karena berbagai sebab. Namun demikian, KTD juga bisa terjadi pada
Pasangan Usia Subur (PUS) yang menggunakan salah satu kontrasepsi, terutama
kontrasepsi seperti kondom dan pil. Sudah menjadi rahasia umum penggunaan
kondom atau pil ternyata masih terjadi kehamilan karena kealpaan dalam
penggunaannya seperti lupa minum pil tiap malam, ketidaksempurnaan
menggunakan kondom dan sebagainya. Dengan demikian, KTD bukan semata-mata
terjadi pada pasangan remaja yang belum terikat perkawinan tetapi bisa juga
berlaku bagi PUS yang ingin menunda kehamilan terjadi terjadi kehamilan karena
berbagai sebab di atas.

Capaian provinsi Terhadap Indikator Persentase Kehamilan tidak diinginkan


berdasarkan Provinsi:

38
SINERGI EKONOMI DAN PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN
LAPORAN PENDAHULUAN
TERKAIT PROGRAM PENANGANAN STUNTING

4.2.3. Indikator Sensitif 3: Persentase Calon PUS yang Memperoleh


Pemeriksaan Kesehatan Sebagai Bagian dari Pelayanan Nikah
Indikator Calon PUS pada semester pertama tahun 2023 yang memperoleh
pemeriksaan kesehatan sebagai bagian dari pelayanan nikah berdasarkan data KUA
dan Simkah memiliki mencapai 27,88% dari target 80%. Capaian ini tentu saja
masih jauh dari harapan. Setidaknya capaian pada semester pertama ini minimal
40% atau 50% dari target.

Rendahnya capaian indikator ini terhadap target indikator calon PUS yang
memperoleh pemeriksaan kesehatan sebagai bagian dari pelayanan nikah
disebabkan oleh beberapa faktor, diantaranya 1) belum kuatnya regulasi pemerintah
daerah terkait pemeriksaan kesehatan calon PUS melalui Aplikasi Elsimil 2) belum
optimalnya informasi pendampingan 3 bulan pra nikah bagi calon pengantin oleh
Tim Pendamping Keluarga, 3) Banyak Catin yang sudah melakukan pemeriksaan
kesehatan tetapi tidak melakukan registrasi pada aplikasi Elsimi, 4) Registrasi Elsimil
belum menjadi kebiasaan bagi Catin, 5) Jaringan komunikasi yang lemah di
beberapa daerah remote area, 6) Beberapa kabupaten-kota menggunakan aplikasi
daerah sebagai pengganti Elsimil, dan sebagainya.

39
SINERGI EKONOMI DAN PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN
LAPORAN PENDAHULUAN
TERKAIT PROGRAM PENANGANAN STUNTING

Pemeriksaan kesehatan bagi calon PUS memang bukan prasyarat pernikahan,


tetapi proses ini menjadi penting untuk memastikan bahwa setiap pasangan
khususnya perempuan yang akan melangsungkan pernikahan dalam kondisi sehat
guna menyiapkan diri menghadapi kehamilan dan kelahiran untuk meminimalisir
potensi melahirkan anak stunting. Di samping itu, melalui program tersebut juga
diharapkan untuk mengurangi dan menghindari Angka Kematian Ibu (AKI) karena
melahirkan. Untuk itu, upaya untuk meningkatkan capaian indikator tersebut harus
ditingkatkan pada paruh waktu semester kedua tahun 2023, diantaranya melalui
pendampingan TPK kepada Catin, edukasi TPK oleh TA melalui WA Grup yang
sudah tersedia, memastikan seluruh KUA dan tempat ibadah agama selain Islam
menggunakan Elsimil pada saat pendaftaran nikah, dan cara lain yang sesuai
dengan kondisi di daerah masing-masing, melakukan interoperabilitas data Elsimil
dengan data aplikasi catin yang dikelola oleh pemerintah daerah kabupaten-kota.

4.2.4. Indikator Sensitif 4: Persentase Rumah Tangga yang Mendapatkan


Akses Air Layak Minum di Kabupaten/Kota Lokasi Prioritas
Posisi pada semester pertama tahun 2023, capaian persentase rumah tangga
mendapatkan akses air layak minum di kabupaten/kota lokasi prioritas sebesar
92,96% dari target 97.90%. Untuk meningkatkan aksesibilitas rumah tangga
memperoleh akses air layak minum perlu berkolaborasi dengan berbagai pihak
untuk memperluas infrastruktur air minum bagi rumah tangga yang tidak memiliki
akses air minum layak.

Disamping itu perlu edukasi kepada keluarga untuk memahami air layak minum
adalah bebas dari sumber pencemaran, seperti binatang yang membawa penyakit,
logam atau bahan kimia lainnya.

Capaian Provinsi Terhadap Indikator Persentase Rumah Tangga yang Mendapatkan


Akses Air Layak Minum di Kabupaten/Kota Lokasi Prioritas:

40
SINERGI EKONOMI DAN PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN
LAPORAN PENDAHULUAN
TERKAIT PROGRAM PENANGANAN STUNTING

4.2.5. Indikator Sensitif 5: Persentase Rumah Tangga yang Mendapatkan


Akses Sanitasi (Air Limbah Domestik) Layak di Kabupaten/Kota Prioritas
Indikator persentase rumah tangga yang mendapatkan akses sanitasi (air limbah
domestik) layak di kabupaten/kota lokasi prioritas mencapai 92,31% dari target
86,08%. Indikator ini merupakan satu dari 2 indikator layanan sensitif yang telah
mencapai target yang ditetapkan. Capaian tersebut tentu saja sangat
menggembirakan karena ketersediaan akses sanitasi layak khususnya di
kabupaten/kota prioritas sangat penting dan besar pengaruhnya dalam mencegah
terjadinya stunting.

Cakupan Rumah Tangga dengan Akses Sanitasi Layak berdasarkan Provinsi,


sebagai berikut:

41
SINERGI EKONOMI DAN PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN
LAPORAN PENDAHULUAN
TERKAIT PROGRAM PENANGANAN STUNTING

4.2.6. Indikator Sensitif 6: Cakupan Penerima Bantuan Iuran (PBI) Jaminan


Kesehatan Nasional
Cakupan Jaminan Nasional Penerima Bantuan Iuran (PBI) Kesehatan mencapai
96,749,173 penduduk atau 99,95% dari target 96,8 juta PBI. Capaian ini
mengindikasikan optimieme tinggi untuk mencapai target pada semester kedua
tahun 2023 karena hanya ada selisih sebesar 50.827 penduduk yang perlu dicakup
pada semester kedua tahun 2023. Pencapaian target ini penting untuk memastikan
semua orang miskin dapat memperoleh pelayanan kesehatan di fasilitas kesehatan
yang telah ditentukan.

Data capaian indikator ini hanya berskala nasional tidak tersedia pada level provinsi.

4.2.7. Indikator Sensitif 7: Cakupan Keluarga Berisiko stunting yang


Memperoleh Pendampingan
Data capaian untuk indikator cakupan keluarga berisiko stunting yang memperoleh
pendampingan pada semester pertama tahun 2023 adalah 77.3% dari target 60% di
tahun 2023. Angka tersebut merepresentasikan sebuah keberhasilan dalam

42
SINERGI EKONOMI DAN PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN
LAPORAN PENDAHULUAN
TERKAIT PROGRAM PENANGANAN STUNTING

pendampingan keluarga-keluarga yang memiliki risiko tinggi stunting, yang tentunya


merupakan isu kritis yang perlu diatasi dengan serius.

Dalam konteks ini, pendampingan yang diberikan bertujuan untuk memastikan


bahwa keluarga yang berisiko stunting tidak hanya diidentifikasi, namun juga
mendapatkan layanan dan dukungan yang memadai untuk mencegah terjadinya
stunting pada anggota keluarganya. Layanan ini dapat berupa konsultasi gizi,
pemberian makanan tambahan, atau dukungan lainnya yang relevan dengan
kebutuhan spesifik dari setiap keluarga. Selain itu, dalam kasus-kasus tertentu di
mana diperlukan, keluarga-keluarga tersebut juga akan dirujuk ke lembaga atau
instansi lain yang dapat memberikan dukungan lebih lanjut atau layanan khusus
untuk mengatasi risiko stunting.

Dengan kata lain, pencapaian 77,3% ini mencerminkan keberhasilan dalam


mengidentifikasi dan mendampingi keluarga-keluarga yang memiliki risiko stunting,
sekaligus menjamin bahwa mereka memperoleh akses ke layanan preventif dan
perawatan yang diperlukan untuk mengurangi risiko tersebut. Ini menandakan
progress yang positif dalam upaya mengurangi prevalensi stunting dan mendukung
kesejahteraan keluarga-keluarga yang berisiko.

Capaian Provinsi terhadap indikator cakupan keluarga berisiko stunting yang


memperoleh pendampingan:

43
SINERGI EKONOMI DAN PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN
LAPORAN PENDAHULUAN
TERKAIT PROGRAM PENANGANAN STUNTING

4.2.8. Indikator Sensitif 8: Jumlah Keluarga Miskin dan Rentan yang


Memperoleh Bantuan Tunai Bersyarat
Capaian jumlah keluarga miskin dan rentan memperoleh bantuan tunai bersyarat
mencapai 9.878.641 keluarga atau 98,78% dari target 10 juta keluarga miskin dan
rentan. Bantuan tunai bersyarat sebagai program pemberian bantuan finansial
kepada keluarga miskin dan rentan dengan tujuan untuk memenuhi kebutuhan dasar
dan meningkatkan kesejahteraan mereka, dengan syarat tertentu yang harus
dipenuhi oleh penerima bantuan. Bantuan ini diharapkan dapat digunakan oleh
Penerima untuk memenuhi kebutuhan makanan yang diperlukan dalam mengatasi
kekurangan gizi keluarganya. Selisih capaian dan target sebesar 12.359 keluarga
optimis dapat dicapai pada semester kedua tahun 2023.

Capaian provinsi terhadap indikator jumlah keluarga miskin dan rentan memperoleh
bantuan tunai bersyarat:

44
SINERGI EKONOMI DAN PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN
LAPORAN PENDAHULUAN
TERKAIT PROGRAM PENANGANAN STUNTING

4.2.9. Indikator Sensitif 9: Persentase Target Sasaran yang Memiliki


Pemahaman yang Baik tentang stunting di Lokasi Prioritas
Data capaian untuk indikator persentase target sasaran yang memiliki pemahaman
yang baik tentang stunting di lokasi prioritas pada semester pertama tahun 2023 ini
belum tersedia. Angka yang tertera pada grafik di atas adalah data capaian tahun
2022. Data capaian indikator ini baru akan tersedia setelah Survei Kesehatan
Indonesia selesai dilaksanakan.

4.2.10. Indikator Sensitif 10: Jumlah Keluarga Miskin dan Rentan yang
Menerima Bantuan Sosial Pangan
Capaian jumlah keluarga miskin dan rentan yang menerima bantuan sosial pangan
pada semester pertama tahun 2023 telah mencapai 18.533.065 keluarga atau 103%
dari target 18 juta keluarga. Indikator ini merupakan satu dari 2 indikator layanan
sensitif yang telah mencapai target yang ditetapkan. Dengan cakupan yang sudah
melampaui target, diharapkan keluarga miskin dan rentan yang menerima bantuan

45
SINERGI EKONOMI DAN PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN
LAPORAN PENDAHULUAN
TERKAIT PROGRAM PENANGANAN STUNTING

sosial pangan dapat memanfaatkan bantuan tersebut untuk memenuhi kebutuhan


asupan gizi bagi keluarganya.

Data capaian indikator ini hanya berskala nasional tidak tersedia pada level provinsi.

4.2.11. Indikator Sensitif 11: Persentase Desa/Kelurahan Stop Buang Air Besar
Sembarangan (BABS) atau Open Defecation Free (ODF)
Indikator Desa/Kelurahan Stop BABS atau Open Defecation Free (ODF) memiliki
capaian 59,66% pada semester pertama tahun 2023 dari target 70%. Capaian ini
mengonfirmasi bahwa indikator penting yang mempengaruhi kesehatan publik dan
dapat menjadi factor berpengaruh tinggi terhadap terjadinya stunting perlu
diupayakan untuk mencapai target pada semester kedua tahun 2023. Program
sanitasi komunitas dan kampanye kesadaran masyarakat akan kebersihan dan Pola
Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) perlu ditingkatkan dengan melibatkan semua
pemangku kepentingan untuk merubah perilaku masyarakat dalam kebiasaan
BABS. Edukasi dan komunikasi perubahan perilaku masyarakat harus dilakukan
oleh secara terus-menerus oleh berbagai pihak, karena merubah kebiasaan
masyarakat memerlukan upaya yang optimal dan berkelanjutan.

Capaian provinsi terhadap indicator persentase desa/kelurahan stop Buang Air


Besar Sembarangan (BABS) atau Open Defecation Free (ODF):

46
SINERGI EKONOMI DAN PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN
LAPORAN PENDAHULUAN
TERKAIT PROGRAM PENANGANAN STUNTING

Secara keseluruhan, capaian layanan intervensi sensitif pada semester pertama


tahun 2023 ini mengindikasikan bahwa meskipun ada beberapa kemajuan, masih
perlu penguatan pada semester kedua tahun 2023 terutama pada beberapa
indikator yang belum optimal.

Kolaborasi antar-lembaga dan peningkatan anggaran di beberapa sektor bisa


menjadi kunci untuk mempercepat pencapaian target ini. Kecuali itu, ketersediaan
data capaian setiap indikator tepat waktu menjadi bagian yang harus menjadi
perhatian bersama.

47
SINERGI EKONOMI DAN PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN
LAPORAN PENDAHULUAN
TERKAIT PROGRAM PENANGANAN STUNTING

Lampiran-lampiran:
Daftar kebutuhan data dan informasi dari K/L Pusat dan Pemerintah Daerah

48

Anda mungkin juga menyukai