LAPORAN PENDAHULUAN
TERKAIT PROGRAM PENANGANAN STUNTING
BAB. 1 PENDAHULUAN
Stunting adalah kondisi gagal tumbuh pada anak usia bawah lima tahun (balita)
akibat kekurangan gizi kronis, infeksi berulang, dan stimulasi psikososial yang tidak
memadai terutama dalam 1.000 Hari Pertama Kehidupan (HPK), yaitu dari janin
hingga anak berusia dua tahun. Anak tergolong stunting apabila panjang atau tinggi
badannya berada di bawah minus dua standar deviasi dari rata-rata panjang/tinggi
anak seumurnya menurut standar WHO (Kementerian Kesehatan, 2018).
Sudah menjadi pengetahuan umum, bahwa masa usia anak-anak di bawah lima
tahun adalah masa-masa keemasan (golden age) bagi pertumbuhan anak. Secara
teori di katakan bahwa perkembangan otak anak mencapai 85% sampai dengan
usia 2 tahun dan sisanya sampai umur 5 tahun. Pada masa tersebut anak-anak
akan menyerapkan informasi dari lingkungan sekitarnya dan akan terekam dalam
memorinya. Hal ini akan menentukan pola pikir dan perilakunya dimasa yang akan
datang. Sehingga pada masa tersebut sangat penting untuk diberikan asupan nutrisi
yang cukup serta stimulus atau rangsangan komunikasi, dan perilaku yang benar
dari lingkungannya terutama orang tua dan keluarganya.
1
SINERGI EKONOMI DAN PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN
LAPORAN PENDAHULUAN
TERKAIT PROGRAM PENANGANAN STUNTING
Kelima strategi dimaksud adalah 1). peningkatan komitmen dan visi kepemimpinan
di kementerian/lembaga, pemerintah daerah provinsi, pemerintah daerah
kabupaten/kota, dan pemerintah desa; 2). peningkatan komunikasi perubahan
perilaku dan pemberdayaan masyarakat; 3). peningkatan konvergensi intervensi
spesifik dan intervensi sensitif di kementerian/lembaga, pemerintah daerah provinsi,
pemerintah daerah kabupaten/kota, dan pemerintah desa; 4). peningkatan
ketahanan pangan dan gizi pada tingkat individu, keluarga, dan masyarakat; dan 5).
penguatan dan pengembangan sistem, data, informasi, riset, dan inovasi.
Penurunan stunting cukup signifikan berdasarkan data Survey Status Gizi Indonesia
(SSGI) tahun 2021 yaitu 24.4% menjadi 21.6 % hasil SSGI tahun 2022. Namun
demikian masih diperlukan kerja keras untuk mengejar target 14% tahun 2024. Dan
penurunan stunting merupakan salah satu indikator dalam Upaya Indonesia untuk
meningkatkan kualitas sumber daya Manusia menuju Indonesia Emas Tahun 2045
2
SINERGI EKONOMI DAN PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN
LAPORAN PENDAHULUAN
TERKAIT PROGRAM PENANGANAN STUNTING
Pada kenyataannya sampai saat ini sinergi perencanaan antara pusat dan daerah
masih belum terimplementasi dengan baik yang dapat menghambat pencapaian
prioritas pembangunan, termasuk pembangunan wilayah. Hal ini mengakibatkan
kurang maksimalnya kebermanfaatan yang dirasakan dari pelaksanaan
pembangunan. Sinergi perencanaan pusat dan daerah menjadi sangat penting,
sehingga pembangunan dan pengembangan menjadi lebih terarah dan sejalan
antara pusat dan daerah, serta dapat menciptakan kesinambungan dan kohesi
dalam pembangunan wilayah.
Berkaitan dengan hal tersebut, pada PFM MDTF Ill tahun 2023 ini, Staf Ahli Menteri
Bidang Sinergi Ekonomi dan Pembiayaan mengajukan kegiatan terkait sub
komponen 1: Peningkatan Perencanaan dan Penganggaran. Kegiatan ini akan
diharapkan dapat menghasilkan masukan terhadap rekomendasi kebijakan yang
akan disampaikan ke Menteri PPN/Kepala Bappenas. Rekomendasi yang dihasilkan
diarahkan untuk memuat analisis lintas sektor dan lintas wilayah yang diperlukan
3
SINERGI EKONOMI DAN PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN
LAPORAN PENDAHULUAN
TERKAIT PROGRAM PENANGANAN STUNTING
4
SINERGI EKONOMI DAN PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN
LAPORAN PENDAHULUAN
TERKAIT PROGRAM PENANGANAN STUNTING
5
SINERGI EKONOMI DAN PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN
LAPORAN PENDAHULUAN
TERKAIT PROGRAM PENANGANAN STUNTING
Sinergi pelaksanaan program antara pemerintah pusat dan daerah adalah penting
untuk mencapai efektivitas dan efisiensi dalam penyelenggaraan pelayanan publik,
pembangunan, dan penganggaran.
6
SINERGI EKONOMI DAN PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN
LAPORAN PENDAHULUAN
TERKAIT PROGRAM PENANGANAN STUNTING
Penurunan Prevalensi Stunting hingga 14%, termasuk dalam Daftar Proyek Prioritas
Strategis (Major Project) RPJMN 2020-2024, yaitu ke dalam daftar Percepatan
Penurunan Kematian Ibu dan Stunting dengan indikasi pendanaan sebesar 87,1
(APBN), pelaksananya yaitu Kemenkes, Kementerian Sosial, KemenPUPR,
Kemendagri, Kemendikbud, BKKBN dan Pemda.
Pemahaman orangtua mengenai pola asuh yang baik, kesehatan lingkungan serta
kemampuan menyediakan gizi yang cukup masih rendah sehingga prevalensi
stunting masih tinggi.
7
SINERGI EKONOMI DAN PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN
LAPORAN PENDAHULUAN
TERKAIT PROGRAM PENANGANAN STUNTING
(persen)
Prevalensi wasting (kurus 10,2% (Riskesdas, 2018) 7%
dan sangat kurus) pada
balita (persen)
Arah Kebijakan dan Strategi
8
SINERGI EKONOMI DAN PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN
LAPORAN PENDAHULUAN
TERKAIT PROGRAM PENANGANAN STUNTING
Kegiatan:
Pendampingan TPPS dalam mengawal indikator PerPres 72/2021 dan
RAN Pasti
Menumbuhkan sense of urgency: Dukungan kebijakan/regulasi dari
TPPS Pusat ke TPPS Kabupaten/Kota agar TPPS berfungsi optimal di
Kabupaten-Kecamatan-Desa/Kelurahan.
2. Pendampingan konvergen
Kegiatan:
9
SINERGI EKONOMI DAN PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN
LAPORAN PENDAHULUAN
TERKAIT PROGRAM PENANGANAN STUNTING
Kegiatan:
Promosi, kampanye, mobilisasi sosial
Gerakan/Aksi bersama: DASHAT, BAAS, Elsimil, Aksi Bergizi, Bumil
Sehat, Posyandu Aktif, Jambore Kader, dll
Kegiatan:
Memastikan anggaran stunting masuk dalam dokumen perencanaan daerah
melalui :
10
SINERGI EKONOMI DAN PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN
LAPORAN PENDAHULUAN
TERKAIT PROGRAM PENANGANAN STUNTING
Impact/Outcome
Menurunkan angka prevalensi stunting pada balita menjadi 17,5% pada
tahun 2023, dan 14% pada tahun 2024;
Menurunkan angka prevalensi wasting (kurus dan sangat kurus) pada balita
sebesar 7,3% pada tahun 2023, dan 7% pada tahun 2024;
Menurunkan Angka Kematian Ibu (AKI) hingga 194 tahun 2023 dan 183
tahun 2024 per 100.000 kasus kelahiran hidup.
11
SINERGI EKONOMI DAN PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN
LAPORAN PENDAHULUAN
TERKAIT PROGRAM PENANGANAN STUNTING
RO/Proyek :
Ibu Hamil KEK dan Balita Kurus yang Mendapat Makanan
Tambahan;
Suplementasi Gizi Mikro Balita Kurus;
Penyediaan dan Konsumsi Tablet Tambah Darah untuk Ibu Hamil
dan Remaja Putri;
Surveilans Gizi dan Kesehatan Ibu dan Anak.
KEMENKES
RO/Proyek :
Keluarga yang Mendapat Bantuan Sosial Bersyarat;
KPM yang Memperoleh Bantuan Sosial Pangan;
Pembangunan Infrastruktur Air Minum Berbasis Masyarakat;
Keluarga dengan Baduta yang Mendapatkan Fasilitasi dan
Pembinaan 1.000 HPK;
Pelatihan dan Refreshing dalam Rangka Percepatan Penurunan
Stunting;
Pemberdayaan Kampung KB dalam Rangka Penurunan Stunting.
12
SINERGI EKONOMI DAN PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN
LAPORAN PENDAHULUAN
TERKAIT PROGRAM PENANGANAN STUNTING
RO/Proyek :
Skrining Layak Hamil bagi PUS di Kab/Kota Lokus AKI AKB;
Bimtek Peningkatan Pelayanan KB Pasca Persalinan;
Pembinaan RS PONEK;
Pembinaan Operasi Sectio Caesaria Darurat dalam Waktu 30 menit
untuk RS;
Peningkatan Kapasitas Surveilans gizi dan KIA untuk
Nakes/NonNakes;
Faskes yang Terpenuhi Ketersediaan Alat/Obat Kontrasepsi
(Alokon);
Penguatan Penurunan Angka Kematian Ibu, Bayi dan Intervensi
Stunting.
13
SINERGI EKONOMI DAN PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN
LAPORAN PENDAHULUAN
TERKAIT PROGRAM PENANGANAN STUNTING
14
SINERGI EKONOMI DAN PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN
LAPORAN PENDAHULUAN
TERKAIT PROGRAM PENANGANAN STUNTING
BAB. 2 PENDEKATAN
DAN METODOLOGI
Suatu evaluasi yang komprehensif dapat dilakukan dengan mengikuti secara dekat
kronologi dan perkembangan logis dari suatu program yang secara umum terdiri dari
empat langkah yang berurutan, yakni :
1. Ketersediaan (provision),
2. Pemanfaatan (utilization),
3. Cakupan (coverage), dan
4. Dampak (impact) dari layanan baru (Habicht, Victoria, dan Vaughan, 1997).
15
SINERGI EKONOMI DAN PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN
LAPORAN PENDAHULUAN
TERKAIT PROGRAM PENANGANAN STUNTING
16
SINERGI EKONOMI DAN PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN
LAPORAN PENDAHULUAN
TERKAIT PROGRAM PENANGANAN STUNTING
Tinggi Badan Menurut Umur (TB/U): Indikator ini mengukur tinggi badan
seorang anak dalam hubungannya dengan usianya. Data ini digunakan untuk
mengidentifikasi anak-anak yang mengalami pertumbuhan yang tidak sesuai
dengan usianya.
Berat Badan Menurut Umur (BB/U): Indikator ini mengukur berat badan anak
dalam hubungannya dengan usianya. Anak-anak dengan berat badan yang
lebih rendah dari standar yang diharapkan untuk usia mereka dapat
mengalami stunting.
Indeks Massa Tubuh (IMT): Indeks ini mengukur hubungan antara berat
badan dan tinggi badan anak. IMT digunakan untuk menentukan apakah
seorang anak memiliki masalah gizi, termasuk stunting.
Lingkar Lengan Atas (LILA): Pengukuran lingkar lengan atas dapat
memberikan informasi tambahan tentang status gizi anak. Anak-anak dengan
lingkar lengan atas yang lebih kecil dari batas tertentu mungkin berisiko
mengalami stunting.
Pemberian ASI (Air Susu Ibu): Kebiasaan pemberian ASI eksklusif selama 6
bulan pertama kehidupan anak merupakan faktor penting dalam mencegah
stunting. Monitoring tingkat pemberian ASI di Indonesia adalah salah satu
indikator kunci dalam program penanggulangan stunting.
Pola Makan dan Nutrisi: Pola makan dan asupan nutrisi anak-anak juga
menjadi indikator penting. Ini melibatkan penilaian apa yang dimakan anak,
apakah mereka mendapatkan makanan bergizi, dan apakah mereka
menerima suplemen gizi jika diperlukan.
17
SINERGI EKONOMI DAN PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN
LAPORAN PENDAHULUAN
TERKAIT PROGRAM PENANGANAN STUNTING
Akses Terhadap Air Bersih dan Sanitasi: Akses yang baik terhadap air bersih
dan fasilitas sanitasi yang layak berperan penting dalam mencegah stunting.
Anak-anak yang tinggal di lingkungan yang kurang sanitasi dan air bersih
cenderung memiliki risiko lebih tinggi mengalami stunting.
18
SINERGI EKONOMI DAN PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN
LAPORAN PENDAHULUAN
TERKAIT PROGRAM PENANGANAN STUNTING
Hasil wawancara dan Fokus Grup Diskusi di tingkat pusat tersebut dilakukan
Analisa sebagai bahan acuan untuk melakukan kajian berikutnya di tingkat
Provinsi dan Kabupaten/kota.
19
SINERGI EKONOMI DAN PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN
LAPORAN PENDAHULUAN
TERKAIT PROGRAM PENANGANAN STUNTING
Berdasarkan hasil FGD yang dilakukan maka dianalisa sejauh mana program
perencanaan telah tersinkronisasi, bagaimana pelaksanaan nya serta apakah
evaluasi telah berjalan sesuai mekanisme.
Beberapa hal yang akan menjadi masukan dalam penyusunan tool/kuesioner untuk
menggali apa yang telah dilaksanakan dalam merencanakan program penurunan
stunting, bagaimana pelaksanakannya serta mekanisme pemantauan serta evaluasi
program tersebut serta Permasalahan yang dihadapi sebagai berikut:
1) Jumlah dan prosentase anggaran stunting serta peruntukannya
2) Kegiatan dan luaran nya
3) Sumber anggaran;
4) Pembagian anggaran antara pusat dan daerah.
5) Besarnya anggaran daerah dan peruntukannya
6) Mekanisme pemantauan pelaksanaan dan evaluasi
7) Koordinasi dengan lintas kementerian dan Lembaga
8) Mekanisme koordinasi dengan provinsi dan kabupaten /kota.
20
SINERGI EKONOMI DAN PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN
LAPORAN PENDAHULUAN
TERKAIT PROGRAM PENANGANAN STUNTING
Total 2 OB
21
SINERGI EKONOMI DAN PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN
LAPORAN PENDAHULUAN
TERKAIT PROGRAM PENANGANAN STUNTING
1 main paper, termasuk laporan dan paparan yang menjadi keluaran dari
kegiatan ini yang berkaitan dengan hasil tinjauan dan analisis mendalam
pada efektivitas dalam perencanaan dan penganggaran serta sinergi
pelaksanaan antara pusat dan daerah berkaitan dengan program
penanganan stunting, serta menyusun rekomendasi kebijakannya.
Laporan kunjungan lapangan yang akan digunakan sebagai salah satu bahan
untuk melengkapi kajian yang disusun.
22
SINERGI EKONOMI DAN PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN
LAPORAN PENDAHULUAN
TERKAIT PROGRAM PENANGANAN STUNTING
Layanan intervensi spesifik, intervensi sensitive dan kelima pilar tersebut harus
dilakukan secara sistematis dan sinergis agar saling menguatkan satu sama lain
dengan melibatkan pemerintah dan pemerintah daerah, masyarakat, dunia usaha,
23
SINERGI EKONOMI DAN PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN
LAPORAN PENDAHULUAN
TERKAIT PROGRAM PENANGANAN STUNTING
media, dan akademisi (Perguruan Tinggi) atau yang lebih dikenal dengan istilah
Pentahelix.
Dari 9 indikator spesifik di atas, terdapat 2 (dua) indikator yaitu 1) persentase ibu
hamil yang mengonsumsi Tablet Tambah Darah (TTD) minimal 90 tablet selama
masa kehamilan, 2) persentase anak usia 6-23 bulan yang mendapat Makanan
Pendamping Air Susu Ibu (MP-ASI) dimana pada posisi semester pertama tahun
2023 telah melampaui target tahun 2023. Sisanya 7 indikator sudah mencapai di
atas 50% dari masing-masing target yang telah ditetapkan. Bahkan, ada 4 (empat)
indicator yang memiliki selisih angka antara capaian dan target di bawah 10% untuk
dicapai pada semester kedua tahun 2023.
24
SINERGI EKONOMI DAN PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN
LAPORAN PENDAHULUAN
TERKAIT PROGRAM PENANGANAN STUNTING
Dari 9 indikator spesifik di atas, terdapat 2 (dua) indikator yaitu 1) persentase ibu
hamil yang mengonsumsi Tablet Tambah Darah (TTD) minimal 90 tablet selama
masa kehamilan, 2) persentase anak usia 6-23 bulan yang mendapat Makanan
Pendamping Air Susu Ibu (MP-ASI) dimana pada posisi semester pertama tahun
2023 telah melampaui target tahun 2023. Sisanya 7 indikator sudah mencapai di
atas 50% dari masing-masing target yang telah ditetapkan. Bahkan, ada 4 (empat)
indicator yang memiliki selisih angka antara capaian dan target di bawah 10% untuk
dicapai pada semester kedua tahun 2023.
Mencermati data capaian di atas, memberikan indikasi kuat bahwa seluruh indikator
layanan spesifik dapat dicapai pada semester kedua tahun 2023 dengan catatan
intervensi masingmasing indikator sebagaimana yang telah dilaksanakan pada
semester pertama tidak berkurang pada semester kedua baik intensitas maupun
frekuensinya.
25
SINERGI EKONOMI DAN PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN
LAPORAN PENDAHULUAN
TERKAIT PROGRAM PENANGANAN STUNTING
Untuk indikator ibu hamil Kekurangan Energi Kronis (KEK) yang mendapatkan
tambahan asupan gizi pada semester pertama tahun 2023 ini telah mencapai
80,20% dari target 87%. Selisih sekitar 7% capaian pada semester pertama tahun
2023 memberikan indikasi optimisme untuk mencapai atau bahkan dapat melampaui
target yang telah ditetapkan dengan catatan perlu percepatan penyaluran berbagai
program seperti PMT, BAAS dan sebagainya kepada Keluarga Berisiko Stunting
khususnya Ibu hamil KEK. Untuk keperluan yang sama, program Dapur Sehat Atasi
Stunting (DASHAT) yang selama ini sudah dibentuk di berbagai desa/kelurahan di
seluruh Indonesia perlu senantiasa dioptimalkan untuk memberikan makanan sehat
dan bergizi kepada Keluarga Berisiko Stunting. Upaya Kemenkes pada semester
kedua tahun ini yang akan segera menyalurkan Pemberian Makanan Tambahan
(PMT) melalui TP. PKK dan DASHAT sebagai salah satu sasarannya merupakan
langkah strategis untuk mengatasi kekurangan gizi termasuk Ibu hamil Kurang
Energi Kronik (KEK) guna mendapatkan tambahan asupan gizi.
Capaian provinsi terhadap indikator ibu hamil Kurang Energi Kronik (KEK) yang
mendapatkan tambahan asupan gizi:
26
SINERGI EKONOMI DAN PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN
LAPORAN PENDAHULUAN
TERKAIT PROGRAM PENANGANAN STUNTING
Capaian provinsi terhadap indikator persentase ibu hamil yang mengonsumsi Tablet
Tambah Darah (TTD) minimal 90 tablet selama masa kehamilan:
27
SINERGI EKONOMI DAN PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN
LAPORAN PENDAHULUAN
TERKAIT PROGRAM PENANGANAN STUNTING
Berbeda dengan persentase ibu hamil, remaja putri yang mengonsumsi Tablet
Tambah Darah (TTD) jauh di bawah ibu hamil yang baru mencapai 37,50% dari
target 50%. Mengingat masih ada gap capaian dan target sekitar 12,5%, maka perlu
kerja optimal oleh pihak-pihak terkait di semua tingkatan.
Capaian tersebut utamanya diperoleh melalui Gerakan Nasional Aksi Bergizi yang
menyasar para remaja di Sekolah maupun Pesantren. Gerakan Nasional Aksi
Bergizi (GNAB) di sekolah-sekolah tingkat SMP/MTS, SMA/MA, SMK, Pesantren
sederajat perlu terus ditingkatkan baik cakupan maupun jangkauannya agar semakin
banyak Rematri yang mengonsumsi TTD. Gerakan tersebut merupakan kegiatan
yang dilaksanakan untuk meningkatkan kesadaran siswa siswi dalam membiasakan
mengonsumsi makan makanan dengan menu gizi seimbang dan aktivitas fisik.
28
SINERGI EKONOMI DAN PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN
LAPORAN PENDAHULUAN
TERKAIT PROGRAM PENANGANAN STUNTING
4.1.4. Indikator Spesifik 4: Persentase Bayi Usia Kurang dari 6 Bulan Mendapat
Air Susu Ibu (ASI) Eksklusif
Capaian 67,40% untuk ndicator persentase bayi usia kurang dari 6 bulan mendapat
Air Susu Ibu (ASI) Eksklusif dari target 75% menunjukkan bahwa penguatan
intervensi masih sangat diperlukan. Untuk itu perlu perhatian khusus terhadap
ndicator ini. Bukan tentang capaian target semata, tetapi yang lebih penting adalah
pemahaman tentang ASI Eksklusif kepada ibu hamil, ibu menyusui dan calon PUS.
Indikator persentase bayi usia sampai 6 bulan yang mendapat Air Susu Ibu (ASI)
Eksklusif merupakan satusatunya ndicator spesifik yang tidak tercapai pada tahun
2022 yang lalu.
Capaian provinsi terhadap indicator persentase bayi usia kurang dari 6 bulan
mendapat Air Susu Ibu (ASI) Eksklusif:
4.1.5. Indikator Spesifik 5: Persentase Anak Usia 6-23 Bulan Yang Mendapat
Makanan Pendamping Air Susu Ibu (MP-ASI)
29
SINERGI EKONOMI DAN PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN
LAPORAN PENDAHULUAN
TERKAIT PROGRAM PENANGANAN STUNTING
Pada semester pertama tahun 2023, capaian indikator persentase anak usia 6-23
bulan yang mendapat Makanan Pendamping Air Susu Ibu (MP-ASI) sebesar 95%
dari target 70%. Indikator ini adalah salah satu dari dua indikator spesifik yang pada
semester pertama tahun 2023 telah melampaui target. Capaian ini tentu saja sangat
menggembirakan, namun layanan intervensi indikator ini tidak boleh berhenti setelah
target tercapai. Upaya untuk terus meningkatkan baik intensitas maupun frekuensi
dalam layanan terhadap anak usia 6-23 bulan yang mendapat MP-ASI perlu terus
dilaksanakan. Hal penting selain pemberian MP-ASI adalah peningkatan sosialisasi
dan edukasi kepada Ibu menyusui untuk tetap memberikan ASI kepada anaknya
sampai minimal usia 2 tahun. Dalam kaitan ini, TPK di setiap desa/kelurahan dapat
berperan aktif untuk melakukan pendampingan ibu menyusui melalui komunikasi
interpersonal dan komunikasi perubahan perilaku.
Capaian provinsi terhadap indikator persentase anak usia 6-23 bulan yang
mendapat Makanan Pendamping Air Susu Ibu (MP-ASI):
30
SINERGI EKONOMI DAN PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN
LAPORAN PENDAHULUAN
TERKAIT PROGRAM PENANGANAN STUNTING
Capaian layanan indikator Persentase anak berusia di Bawah Lima Tahun (Balita)
gizi buruk yang mendapat pelayanan tata laksana gizi buruk pada semester pertama
tahun 2023 sebesar 84,39% dari target 87%. Selisih sebesar 2,61% antara capaian
dan target, bukanlah hal yang terlalu sulit untuk dicapai pada semester kedua tahun
2023. Tentu saja optimisme ini tidak dimaksudkan untuk mengurangi intensitas dan
cakupan layanan intervensi ini pada sisa waktu tahun 2023. Kerja keras dan upaya
maksimal harus tetap dilakukan untuk memastikan setiap Balita gizi buruk mendapat
layanan tata laksana gizi buruk di fasilitas kesehatan yang memadai dengan tenaga
kesehatan yang kompeten. Hal ini penting dilakukan agar tidak ada lagi Balita gizi
buruk yang tidak ditangani dengan baik.
Capaian provinsi terhadap indicator persentase anak berusia di bawah lima tahun
(balita) gizi buruk mendapat pelayanan tata laksana gizi buruk:
31
SINERGI EKONOMI DAN PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN
LAPORAN PENDAHULUAN
TERKAIT PROGRAM PENANGANAN STUNTING
Capaian provinsi terhadap indicator persentase anak berusia di bawah lima tahun
(balita) dipantau pertumbuhan dan perkembangannya:
32
SINERGI EKONOMI DAN PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN
LAPORAN PENDAHULUAN
TERKAIT PROGRAM PENANGANAN STUNTING
4.1.8. Indikator Spesifik 8: Persentase Anak Balita dengan Gizi Kurang yang
Mendapat Tambahan Asupan Gizi
Persentase anak Balita dengan gizi kurang yang mendapat tambahan asupan gizi,
capaiannya sebesar 66,50% dari target 85%. Ini menunjukkan bahwa seorang Ibu
perlu menyiapkan diri sejak hamil dan menyusui. Pemenuhan gizi yang optimal saat
hamil dan menyusui akan memberikan asupan gizi yang baik untuk Balita. Setelah
melahirkan, seorang Ibu perlu melanjutkan pemberian gizi yang baik dengan
pemberian ASI eksklusif hingga usia 6 bulan, dilanjutkan dengan pemberian MP-ASI
dalam jumlah cukup dan pada waktu yang tepat, dengan tetap disertai pemberian
ASI hingga usia 2 tahun. Untuk mencegah Balita gizi kurang, perlu kampanye yang
lebih masif, edukasi dan pendampingan yang lebih intens bagi Keluarga Berisiko
Stunting khususnya ibu hamil, ibu menyusui dan ibu yang memiliki Balita agar lebih
memahami tentang pencegahan balita gizi kurang sejak dini. TPK dapat berperan
aktif untuk memastikan ibu yang memiliki Balita memahami tentang manfaat ASI
Eksklusif, pemberian ASI sampai usia 2 (dua) tahun, MPASI dan makanan bergizi.
Capaian provinsi terhadap indicator persentase anak berusia di bawah lima tahun
(balita) gizi kurang mendapat tambahan asupan gizi:
33
SINERGI EKONOMI DAN PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN
LAPORAN PENDAHULUAN
TERKAIT PROGRAM PENANGANAN STUNTING
Capaian provinsi terhadap indicator persentase anak berusia di bawah lima tahun
(balita) yang memperoleh imunisasi dasar lengkap:
34
SINERGI EKONOMI DAN PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN
LAPORAN PENDAHULUAN
TERKAIT PROGRAM PENANGANAN STUNTING
35
SINERGI EKONOMI DAN PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN
LAPORAN PENDAHULUAN
TERKAIT PROGRAM PENANGANAN STUNTING
tentang stunting di lokasi prioritas, 10) jumlah keluarga miskin dan rentan menerima
bantuan sosial pangan, dan 11) persentase desa/ kelurahan stop buang air besar
sembarangan (BABS) atau open defecation free (ODF).
Capaian Layanan Intervensi Sensitif Semester 1 tahun 2023, adalah sebagai berikut:
36
SINERGI EKONOMI DAN PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN
LAPORAN PENDAHULUAN
TERKAIT PROGRAM PENANGANAN STUNTING
2022. Secara umum, ketersediaan keempat data tersebut diukur periode tahunan
bukan semesteran. Dengan demikian, pada laporan tahun 2023 nanti, semua data
layanan intervensi sensitif dapat disajikan data capaiannya.
37
SINERGI EKONOMI DAN PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN
LAPORAN PENDAHULUAN
TERKAIT PROGRAM PENANGANAN STUNTING
38
SINERGI EKONOMI DAN PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN
LAPORAN PENDAHULUAN
TERKAIT PROGRAM PENANGANAN STUNTING
Rendahnya capaian indikator ini terhadap target indikator calon PUS yang
memperoleh pemeriksaan kesehatan sebagai bagian dari pelayanan nikah
disebabkan oleh beberapa faktor, diantaranya 1) belum kuatnya regulasi pemerintah
daerah terkait pemeriksaan kesehatan calon PUS melalui Aplikasi Elsimil 2) belum
optimalnya informasi pendampingan 3 bulan pra nikah bagi calon pengantin oleh
Tim Pendamping Keluarga, 3) Banyak Catin yang sudah melakukan pemeriksaan
kesehatan tetapi tidak melakukan registrasi pada aplikasi Elsimi, 4) Registrasi Elsimil
belum menjadi kebiasaan bagi Catin, 5) Jaringan komunikasi yang lemah di
beberapa daerah remote area, 6) Beberapa kabupaten-kota menggunakan aplikasi
daerah sebagai pengganti Elsimil, dan sebagainya.
39
SINERGI EKONOMI DAN PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN
LAPORAN PENDAHULUAN
TERKAIT PROGRAM PENANGANAN STUNTING
Disamping itu perlu edukasi kepada keluarga untuk memahami air layak minum
adalah bebas dari sumber pencemaran, seperti binatang yang membawa penyakit,
logam atau bahan kimia lainnya.
40
SINERGI EKONOMI DAN PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN
LAPORAN PENDAHULUAN
TERKAIT PROGRAM PENANGANAN STUNTING
41
SINERGI EKONOMI DAN PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN
LAPORAN PENDAHULUAN
TERKAIT PROGRAM PENANGANAN STUNTING
Data capaian indikator ini hanya berskala nasional tidak tersedia pada level provinsi.
42
SINERGI EKONOMI DAN PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN
LAPORAN PENDAHULUAN
TERKAIT PROGRAM PENANGANAN STUNTING
43
SINERGI EKONOMI DAN PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN
LAPORAN PENDAHULUAN
TERKAIT PROGRAM PENANGANAN STUNTING
Capaian provinsi terhadap indikator jumlah keluarga miskin dan rentan memperoleh
bantuan tunai bersyarat:
44
SINERGI EKONOMI DAN PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN
LAPORAN PENDAHULUAN
TERKAIT PROGRAM PENANGANAN STUNTING
4.2.10. Indikator Sensitif 10: Jumlah Keluarga Miskin dan Rentan yang
Menerima Bantuan Sosial Pangan
Capaian jumlah keluarga miskin dan rentan yang menerima bantuan sosial pangan
pada semester pertama tahun 2023 telah mencapai 18.533.065 keluarga atau 103%
dari target 18 juta keluarga. Indikator ini merupakan satu dari 2 indikator layanan
sensitif yang telah mencapai target yang ditetapkan. Dengan cakupan yang sudah
melampaui target, diharapkan keluarga miskin dan rentan yang menerima bantuan
45
SINERGI EKONOMI DAN PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN
LAPORAN PENDAHULUAN
TERKAIT PROGRAM PENANGANAN STUNTING
Data capaian indikator ini hanya berskala nasional tidak tersedia pada level provinsi.
4.2.11. Indikator Sensitif 11: Persentase Desa/Kelurahan Stop Buang Air Besar
Sembarangan (BABS) atau Open Defecation Free (ODF)
Indikator Desa/Kelurahan Stop BABS atau Open Defecation Free (ODF) memiliki
capaian 59,66% pada semester pertama tahun 2023 dari target 70%. Capaian ini
mengonfirmasi bahwa indikator penting yang mempengaruhi kesehatan publik dan
dapat menjadi factor berpengaruh tinggi terhadap terjadinya stunting perlu
diupayakan untuk mencapai target pada semester kedua tahun 2023. Program
sanitasi komunitas dan kampanye kesadaran masyarakat akan kebersihan dan Pola
Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) perlu ditingkatkan dengan melibatkan semua
pemangku kepentingan untuk merubah perilaku masyarakat dalam kebiasaan
BABS. Edukasi dan komunikasi perubahan perilaku masyarakat harus dilakukan
oleh secara terus-menerus oleh berbagai pihak, karena merubah kebiasaan
masyarakat memerlukan upaya yang optimal dan berkelanjutan.
46
SINERGI EKONOMI DAN PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN
LAPORAN PENDAHULUAN
TERKAIT PROGRAM PENANGANAN STUNTING
47
SINERGI EKONOMI DAN PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN
LAPORAN PENDAHULUAN
TERKAIT PROGRAM PENANGANAN STUNTING
Lampiran-lampiran:
Daftar kebutuhan data dan informasi dari K/L Pusat dan Pemerintah Daerah
48