Anda di halaman 1dari 11

Pengelolaan Anestesi untuk Eksisi Tumor Intradura Intramedula (IDIM) Setinggi Vertebra

Cervical 5-6 dengan Panduan Intraoperative Neurophysiological Monitoring

Dhania A. Santosa*), Bambang Harijono*), Hamzah*), Zafrullah K. Jasa**), Nancy Margarita Rehatta*)
Departemen Anestesiologi dan Reanimasi Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga–RSUD Dr. Soetomo
*)

Surabaya, **)Departemen Anestesiologi dan Terapi Intensif Fakultas Kedokteran Universitas Syahkuala – RSUD
dr. Zainoel Abidin Aceh

Abstrak

Eksisi tumor intradura intramedula (IDIM) dengan bantuan intraoperative neurophysiological


monitoring (IOM) merupakan suatu teknik pembedahan yang bertujuan agar eksisi tumor dilakukan
semaksimal mungkin, dengan meminimalkan defisit neurologis akibat pembedahan. Penanganan
anestesi pada eksisi tumor IDIM dengan bantuan IOM ini, seorang ahli anestesi perlu menguasai
ilmu dan keterampilan neuroanestesi untuk pembedahan tulang belakang, selain itu juga pemilihan
teknik, jenis dan dosis obat yang mendukung pelaksanaan pembedahan dengan IOM ini. Seorang
laki-laki usia 52 tahun dengan tumor IDIM setinggi vertebra cervical 5–6 menjalani pembedahan
eksisi tumor dengan bantuan IOM. Pembedahan dilakukan di bawah pengaruh anestesi umum
dengan induksi intravena. Laringoskopi dilakukan dengan video laryngoscope. Pembedahan
dilakukan dengan panduan IOM, selama anestesi diberikan total intravenous anesthesia tanpa
pemberian pelumpuh otot tambahan setelah intubasi. Pembedahan berlangsung selama enam jam
dan tumor dapat terangkat seluruhnya. Tantangan selama periode perioperatif adalah penilaian
dan persiapan prabedah yang teliti, posisi pasien dan pemilihan teknik anestesi yang tepat.

Kata kunci: eksisi tumor, tumor IDIM, IOM, penanganan anestesia


JNI 2018;7(3): 164–74

Anesthesia Management for Cervical 5-6 Intradural Intramedullary (IDIM) Tumor under
Intraoperative Neurophysiological Monitoring Guidance

Abstract

Excision of intradural intramedullary (IDIM) tumor using intraoperative neurophysiological monitoring


(IOM) is one surgical technique aiming to excise tumor as maximum as possible, with minimum
neurological deficit. In anesthesia management for IDIM tumor excision under IOM guidance, an
anesthesiologist is required to master neuroanesthesia knowledge and skill, especially for spine surgery.
Moreover, understanding the art of anesthesia technique, drug and dose supporting surgery with IOM. A
male patient, 52 years old, with IDIM tumor at the level of cervical 5-6th underwent surgery for tumor
excision using IOM. Surgery was done under general anesthesia, started with intravenous induction, and
intubation was done using video laryngoscope. Surgery was done under IOM guidance, total intravenous
anesthesia was implemented and no additional muscle relaxant was given after intubation. Surgery lasted
for six hours and tumor was resected completely. Challenges during perioperative period are meticulous
preoperative assessment and preparation, patient positioning and appropriate anesthesia technique.

Key words: tumor excision, IDIM tumor, IOM, anesthesia management

JNI 2018;7(3): 164–74

164
Pengelolaan Anestesi untuk Eksisi Tumor Intradura Intramedula
(IDIM) Setinggi Vertebra Cervical 5-6 dengan Panduan Intraoperative 165
Neurophysiological Monitoring

I. Pendahuluan II. Kasus

Tumor intradura intramedula (IDIM) merupakan Seorang laki-laki berusia 52 tahun, berat badan 54
neoplasma yang jarang terjadi, hanya 2–4% dari kg, dengan tetraparese tipe upper motor neuron
seluruh tumor sistem saraf pusat.1 Pembedahan (UMN) et causa tumor intra dura intra medulla
untuk eksisi tumor IDIM masih membawa risiko (IDIM) setinggi vertebra C5–6 dilakukan eksisi
yang cukup signifikan untuk kerusakan akibat tumor dengan Intraoperative Monitoring (IOM).
pembedahan yang pada akhirnya menyebabkan
disfungsi neurologis. Pada awalnya, karena defisit Anamnesis
neurologis pascabedah cukup signifikan, banyak Pasien mengeluh kedua tangan dan tungkai
ahli bedah saraf merekomendasikan strategi melemah sejak 7 bulan yang lalu. Kedua kaki
konservatif dengan biopsi, cangkok dura dan pasien juga terasa tebal. Pada saat pasien dirawat
terapi radiasi, apa pun diagnosis histologisnya.1 di rumah sakit, pasien hanya bisa berbaring. Tidak
Seiring dengan berjalannya waktu, terjadi ada riwayat trauma sebelumnya. Pasien memiliki
kemajuan pesat dalam teknik pencitraan saraf dan riwayat hipertensi dengan terapi amlodipine 10
bedah mikro, sehingga modalitas terapi kemudian mg satu kali sehari per oral.
bergeser menuju ke arah pembedahan sebagai
modalitas utama. Namun demikian, pembedahan Pemeriksaan Fisik
untuk tumor IDIM tetap merupakan suatu Pada pemeriksaan prabedah didapatkan pasien
tugas yang menantang. Alasan digunakannya dengan kondisi jalan napas bebas, dengan
intraoperative neurophysiological monitoring pernapasan spontan torakal adekuat 16 kali per
(IOM) adalah untuk memenuhi target reseksi menit, gerak dada simetris, suara napas vesikuler
tumor maksimal dengan morbiditas neurologis kanan dan kiri, tidak terdapat suara napas
yang minimal.1 tambahan. Pulse oximetry terbaca 97% dengan
O2 udara bebas (FiO2 21%). Pada perabaan
Saat ini, penggunaan kombinasi somatosensory didapatkan perfusi hangat, kering dan merah,
evoked potential (SSEP) dan motor evoked dengan capillary refill time kurang dari 2 detik.
potential (MEP) pada pembedahan tumor Tekanan darah 140/90 dan MAP 107 mmHg
IDIM hampir menjadi suatu kewajiban karena dan nadi 87 kali per menit, nadi radialis teraba
kemungkinannya mendeteksi cedera secara teratur dan kuat angkat. Skor GCS E4V5M6,
selektif baik pada jalur somatosensorik maupun pupil bulat isokor diameter 3 mm dengan refleks
motorik.1 Tantangan bagi ahli anestesi dalam cahaya positif kanan dan kiri. Pada pemeriksaan
melakukan anestesi pada pembedahan untuk kekuatan motorik pasien didapatkan hasil yaitu
eksisi tumor IDIM dengan IOM tidaklah ringan. sampai dengan setinggi C7 kekuatan motorik
Ahli anestesi dituntut memiliki kejelian dalam 5/5, selanjutnya setinggi C8 1/2 dan setinggi
melakukan evaluasi prabedah yang menyeluruh; Th1 1/1. Sedangkan kekuatan motorik dari L2
bukan hanya untuk menilai kondisi pasien ke bawah 3/2. Sedangkan pada pemeriksaan
secara umum tetapi juga hal-hal khusus yang sensorik didapatkan normal pada ekstremitas
terjadi pada pasien dengan patologi pada tulang atas dan menurun pada kedua ekstremitas bawah.
belakang. Selain itu, ahli anestesi juga dituntut Dari pemeriksaan refleks fisiologis didapatkan +2
untuk menguasai dan menerapkan dengan baik pada ekstremitas atas kanan dan kiri dan +4 pada
teknik neuroanestesi pada pembedahan tulang ektremitas bawah kanan dan kiri. Pada pasien
belakang.2 Hal yang spesifik tentunya dalam ini tidak didapatkan inkontinesia urine maupun
hal penggunaan IOM selama pembedahan inkontinensia alvi.
adalah pemilihan teknik, jenis dan dosis obat
anestesi yang digunakan agar dapat mendukung Pemeriksaan Penunjang
terlaksananya pembedahan dengan baik agar Hemoglobin 13,5 g/dL, Hematokrit 42,6%,
tujuan akhir dapat tercapai. Leukosit 4.810/mm3, Trombosit 154.000 μL.
PPT 10,4 (kontrol 9–12), aPTT 27,3 (kontrol
166 Jurnal Neuroanestesi Indonesia

23-33). Natrium 139 mEq/L, Kalium 3,8 dengan nadi 100 kali per menit reguler kuat
mEq/L, Chlorida 106 mEq/L, gula darah acak angkat di arteri radialis. Skor GCS E4V5M6
97 mg/dL. BUN 10 mg/dL, kreatinin serum dengan pupil bulat isokor diameter 3 mm mata
0,8 mg/dL, SGOT 18 μ/L, SGPT 21 μ/L. Dari kanan dan kiri. Pasien tanpa distress napas dengan
pemeriksaan analisa gas darah dengan oksigen pulse oximetry 99% tanpa suplemen oksigen.
udara bebas didapatkan hasil pH 7,41, pCO2 39, Sebelum masuk kamar operasi, pasien diberi
pO2 157, HCO3- 24,7, BE 0,3, SaO2 99%. Dari premedikasi midazolam 2 mg intravena. Induksi
pemeriksaan foto toraks didapatkan cor prominen dilakukan dengan obat-obatan anestesi sebagai
dengan Cardio Thoracic Ratio (CTR) 50% dan berikut: midazolam 3 mg, fentanyl 50 mcg,
paru dalam batas normal. Dari pemeriksaan lidocaine 60 mg, propofol 100 mg dan atracurium
elektrokardiografi (EKG) didapatkan hasil irama 25 mg intravena kemudian dilakukan laringoskopi
sinus 80 kali per menit, aksis LAD, tanpa tanda dengan video laryngoscope dan intubasi dengan
iskemia maupun blok. pipa endotrakhea (endotracheal tube) non kink no.
7,5 dan difiksasi. Selama pembedahan dilakukan
Dari pemeriksaan MRI cervical dengan kontras dengan rumatan propofol 75–200 mg/jam dan
didapatkan homogenous enhancing solid mass dexmedetomidine 0,2–05 mcg/kg BB/menit.
intradura intramedula setinggi C5-6 dengan Kemudian dilakukan persiapan pemasangan IOM
syringomyelia setinggi vertebra C4-5 dan C7- dan setelahnya pasien diposisikan prone. Pada
Th2, kemungkinan besar spinal ependymoma, awal pembedahan, dilakukan pemasangan lateral
selain itu didapatkan bone marrow edema pada mass screw di vertebra C5,6,7 dan dilakukan
vertebra C6. total laminektomi pada vertebra C5,6,7. Setelah

Gambar 1. MRI cervical dengan kontras Grafik 1. Kondisi Hemodinamik Pasien selama
didapatkan homogenous enhancing solid mass Pembedahan
intradura intramedulla setinggi C5-6 dengan
syringomyelia setinggi vertebra C4-5 dan C7-
Th2, kemungkinan besar spinal ependymoma dan dilakukan insisi arachnoidmater, dilakukan
didapatkan bone marrow edema pada vertebra C6. identifikasi midline myelum dan dilakukan
insisi. Tampak massa kemerahan, dilakukan
diseksi tumor dan dipisahkan dari myelum.
Pengelolaan Anestesi
Dilakukan identifikasi pole atas dan bawah tumor
Selama persiapan untuk pembedahan
dan dievaluasi dengan IOM. Dilakukan debulking
elektif, pasien dipuasakan dan diberikan
tumor dan dapat terangkat seluruhnya. Setelahnya
cairan infus berupa NaCl 0,9% 80 mL/jam.
dilakukan evaluasi akhir neurofungsional dengan
Kondisi pasien sebelum induksi anestesi adalah:
IOM, dilakukan pemasangan drain kemudian
tekanan darah 120/80 mmHg, MAP 93 mmHg
Pengelolaan Anestesi untuk Eksisi Tumor Intradura Intramedula 167
(IDIM) Setinggi Vertebra Cervical 5-6 dengan Panduan Intraoperative
Neurophysiological Monitoring

ditutup. Selama pembedahan tekanan darah (IDIM) setinggi vertebra C5-6 dilakukan eksisi
berkisar 100–120/62–80 mmHg dengan MAP tumor dengan Intraoperative Monitoring (IOM).
75–90 mmHg. Nadi berkisar antara 55–100 kali Tumor medulla spinalis IDIM merupakan
per menit dan pulse oximetry 100%. Pembedahan neoplasma yang jarang ditemui, hanya sekitar
berlangsung kurang lebih selama 6 jam dengan 2–4% dari seluruh tumor sistem saraf pusat.1
keseimbangan cairan yaitu input NaCl 0,9% 500 Tumor IDIM muncul di suatu tempat antara
mL, ringerfundin 500 mL. Perkiraan perdarahan perbatasan cervicomedula sampai dengan filum
300 mL, produksi urine selama pembedahan 300 terminale dari medula spinalis dan umumnya
mL. menyebabkan defisit neurologis yang berat.2 Dari
semua tumor IDIM, ependymoma adalah yang
Pengelolaan Pascabedah paling sering (60–70%) diikuti oleh astrositoma
Pasca bedah pasien diobservasi di ICU dengan (30–40%).2 Tumor IDIM lainnya yang lebih
dukungan ventilator mekanik. Setelah pasien jarang terjadi di antaranya hemangioblastoma,
sadar baik dilakukan pemeriksaan neurologis metastase dan limfoma.2
dan setelah napas adekuat kemudian dilakukan
ekstubasi. Perfusi hangat kering merah dengan Pembedahan untuk eksisi tumor IDIM
tekanan darah 112/78, MAP 89 mmHg. Nadi 61 membawa risiko terjadinya kerusakan akibat
kali per menit suhu timpanik 36,2oC. Produksi pembedahan yang pada akhirnya menyebabkan
urine 50 mL/jam. Terapi yang diberikan di disfungsi neurologis.1 Kemajuan teknologi telah
antaranya ringerfundin 1500 mL/ 24 jam, injeksi menggeser modalitas terapi tumor IDIM. Hal ini
ondansetron 3 x 4 mg iv, omeprazole 1 x 40 mg terlihat dari perubahan terapi tumor IDIM yang
iv, paracetamol 3 x 1 g iv, fentanyl bila VAS > dahulu berupa strategi konservatif dengan biopsi,
3 dan dexmedetomidine 0,1 mcg/kg/jam sampai cangkok dura dan terapi radiasi, apapun diagnosis
dengan 24 jam pasca bedah. Hasil pemeriksaan histologisnya, sedangkan saat ini terapi radiasi
laboratorium pascabedah di antaranya Hb 11,1 hanya dilakukan untuk tumor yang muncul
g/dL, hematokrit 32,9%, leukosit 10.080/mm3, kembali atau ganas.1 Sebagian besar tumor IDIM
trombosit 134.000 μL. sifatnya jinak3 dan oleh karenanya eksisi tumor
total berakibat pasien dapat bertahan hidup
Pasien kemudian diekstubasi pada pagi hari dalam jangka panjang,4 sehingga pada akhirnya
pertama pascabedah. Kondisi pasien setelah perlu melakukan pembedahan yang ‘aman’.
ekstubasi adalah sebagai berikut: jalan napas Bagaimanapun, pembedahan pada neoplasma
bebas dengan pernapasan spontan 15–16 kali ini tetap memberikan tantangan dan latar
per menit, suara nafas vesikuler kedua lapang belakang penggunaan monitoring neurofisiologi
paru tanpa suara napas tambahan, pulse oximetry intraoperatif (IOM) adalah untuk memaksimalkan
terbaca 100% dengan suplemen nasal prong 2 reseksi tumor dan meminimalkan morbiditas
lpm. Tekanan darah 131/77 mmHg dengan MAP neurologi. IOM oleh karenanya tidak hanya
95 mmHg. Nadi 68 kali per menit, teraba reguler diharapkan dapat memprediksi defisit neurologis
dan kuat angkat pada arteri radialis. Suhu timpanik pascabedah, tetapi, yang paling penting, dapat
36,8°C. Kondisi kesadaran pasien dengan GCS mengidentifikasi cedera yang mungkin terjadi
E4 V5 M6 dengan pupil bulat isokor 3 mm mata pada medula spinalis pada waktu yang tepat
kanan dan kiri dan refleks cahaya positif. Pasien sehingga dapat diambil tindakan korektif.
kemudian dipindahkan ke ruangan perawatan
biasa pada hari pertama pascabedah. Pasien ini adalah seorang laki-laki yang masih
berada pada usia produktif dengan jenis tumor
III. Pembahasan yang dicurigai ependymoma yang sifatnya jinak.
Oleh karena itu, pasien ini tentu akan sangat
Seorang laki-laki berusia 52 tahun, berat badan 54 terbantu dan kualitas hidupnya sangat mungkin
kg, dengan tetraparese tipe upper motor neuron membaik bila teknik pembedahan eksisi sebanyak
(UMN) et causa tumor intradura intramedulla mungkin tanpa menimbulkan defisit neurologis
168 Jurnal Neuroanestesi Indonesia

Tabel 1. Pemeriksaan Prabedah yang Dianjurkan sebelum Pembedahan Tulang Belakang Mayor
Pemeriksaan minimal Pemeriksaan opsional
Jalan napas Foto polos cervical lateral dengan CT scan
tampilan fleksi/ekstensi (untuk
pasien dengan artritis rematoid)
Sistem pernapasan Foto polos dada Tes faal paru (bronchodilator
reversibility)
Analisa gas darah Kapasitas difusi paru
Spirometri (FEV1, FVC
Sistem Kardiovaskular Elektrokardiografi Ekokardiografi dobutamine-stress
Ekokardiografi Dypiridamole/thallium
scintigraphy
Pemeriksaan darah Darah lengkap Tes fungsi liver
Faal hemostasis
Cross match darah
Urea, elektrolit
Albumin, kalsium (penyakit
neoplastic)
Disadur dari Raw DA, Beattie JK, Hunter JM. Anaesthesia for spinal surgery in adults. Br J Anaesth 2003; 91: 886-904.

baru dapat berhasil. Pada kasus ini keputusan modalitas penilaian lainnya seperti klasifikasi
untuk dilakukan eksisi tumor dengan bantuan Mallampatti, pergerakan leher, bukaan mulut
IOM sangat tepat. Tugas ahli anestesi dalam dan lainnya harus juga dinilai.6 Vertebra cervical
hal ini selain menguasai dan aplikasi teknik dapat dinilai secara klinis (adanya nyeri atau
neuroanestesi untuk pembedahan tulang belakang, defisit neurologis) dan secara radiografi (foto
tentunya adalah mendukung pelaksanaan polos lateral atau fleksi/ekstensi, CT scan dan
penggunaan IOM. Penilaian prabedah untuk MRI). Stabilitas vertebra cervical bergantung
pasien yang akan menghadapi pembedahan pada elemen ligamen dan vertebra. Hancurnya
tulang belakang, perhatian khusus harus diberikan elemen-elemen ini mungkin tidak terdeteksi
pada sistem pernapasan, kardiovaskular dan dengan foto polos saja. Pada akhirnya harus
neurologi; yang mana ketiganya dipengaruhi diputuskan apakah pasien akan diintubasi dalam
oleh kondisi patologis tulang belakang yang kondisi awake atau asleep. Evaluasi jalan napas
akan dilakukan pembedahan.5 Selain itu perlu pada pasien ini diprediksi tidak sulit mengingat
dilakukan diskusi yang menyeluruh dengan walaupun tumor terletak pada vertebra cervical,
ahli bedah mengenai jenis pembedahan yang tetapi vertebra cervical dalam kondisi stabil,
akan dilakukan dan kemungkinan perdarahan selain itu juga gerak leher pasien tidak mengalami
yang terjadi serta stabilitas tulang belakang.6 keterbatasan, sedangkan penilaian jalan napas
Potensi kesulitan pengelolaan jalan napas harus lainnya dalam batas normal. Namun demikian
selalu dipertimbangkan, khususnya pada pasien kemungkinan terjadi cedera pada saat manuver
yang akan menjalani pembedahan cervical laringoskopi dan intubasi tentu harus dipikirkan
atau torakal atas. Penilaian yang teliti harus dengan baik. Pasien yang akan dilakukan
dilakukan untuk riwayat kesulitan intubasi, pembedahan tulang belakang sering mengalami
keterbatasan gerak leher dan stabilitas cervical. gangguan fungsi pernapasan. Pasien yang
Stabilitas didefinisikan sebagai kemampuan mengalami trauma pada cervical atau torakal
tulang belakang, dengan beban fisiologis mampu tinggi atau dengan banyak cedera mungkin
menahan terjadinya pergeseran yang dapat sudah diventilasi mekanik sebelum pembedahan.
menyebabkan cedera neurologis.5 Selain itu, Pasien-pasien lain mungkin mengalami infeksi
Pengelolaan Anestesi untuk Eksisi Tumor Intradura Intramedula 169
(IDIM) Setinggi Vertebra Cervical 5-6 dengan Panduan Intraoperative
Neurophysiological Monitoring

Tabel 2. Masalah Terkait Posisi Telungkup12


Potensi Masalah Keterangan
Mata
Abrasi korena Pastikan mata tertutup dan diplester
Neuropati optik Peningkatan tekanan intraokuler
Penurunan tekanan perfusi
Kurangi risiko dengan menghindari penekanan pada mata, hipotensi,
hematokrit rendah
Oklusi arteri renalis Hindari penekanan pada mata
Kepala dan Leher Pasien diposisikan dengan hati-hati untuk meminimalisir sumbatan aliran
vena
Fiksasi kepala Insersi pin pada kepala dapat menyebabkan respons hipertensi yang sulit
dikendalikan
Penekanan abdomen Hindari penekanan abdomen
Gangguan ventilasi output Bantal lebih baik dibandingkan rangka pendukung atau posisi knee chest
Kerusakan pada pembuluh darah
besar
Aorta dan vena cava Kerusakan yang tidak disengaja setelah terjadi perforasi ligamentum
longitudinal anterior dapat menyebabkan perdarahan hebat. Tekanan darah
mendadak turun dan terjadi disosiasi elektromekanik
Mortalitas tinggi
Pembuluh darah iliaca Kondisi menurun lebih perlahan. Kewaspadaan yang tinggi dapat
menghindari terjadinya diagnosis yang terlambat
Disadur dari Samantaray A. Anaesthesia for spine surgery. The Indian Anaesthetists’ Forum 2006; Online ISSN 0973-0311.

paru yang berulang. Pada pemeriksaan prabedah, terdapat gangguan ventilasi dan oksigenasi pada
fungsi pernapasan harus dinilai mulai dari pasien serta pada pemeriksaan foto toraks juga
anamnesis yang teliti, berfokus pada gangguan didapatkan paru dalam kondisi bersih dan tidak
fungsi, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan infeksi. Namun demikian apabila dilengkapi
tambahan yang diperlukan (tabel 1). Prinsipnya, dengan pemeriksaan faal paru atau minimal
selama masa prabedah, semua kondisi yang spirometri pada pasien ini tentu lebih baik
reversible harus dikoreksi, seperti, mengendalikan sehingga dapat diperoleh gambaran mengenai
infeksi paru dengan antibiotika yang adekuat dan kondisi pasien dengan lebih detil. Kondisi
optimalisasi kondisi paru dengan fisioterapi napas awal pasien ini memberikan gambaran bahwa
dan bronkodilator.6 Pasien yang berisiko tinggi dukungan ventilasi mekanik pascabedah pada
membutuhkan ventilasi mekanik pasca bedah pasien ini seharusnya tidak perlu berlangsung
di antaranya adalah pasien dengan kapasitas terlalu lama.
vital 30-35% lebih rendah dari nilai prediksi,
prabedah sudah menggunakan ventilasi mekanik Evaluasi sistem kardiovaskular penting untuk
dan pasien yang memerlukan tekanan jalan napas melihat ada tidaknya disfungsi jantung yang
positif lewat hidung pada waktu malam hari.6 diakibatkan langsung oleh patologi primer yang
Secara klinis, pemeriksaan prabedah terhadap terjadi, khususnya pada pasien dengan distrofi otot
kondisi sistem pernapasan pasien ini cukup dan skoliosis. Profilaksis tromboemboli penting
baik. Pernapasan pasien dalam kondisi dominan pada pembedahan tulang belakang karena risiko
torakal dengan gerak naik-turunnya dada cukup terjadinya besar mengingat waktu pembedahan
adekuat, 16 kali per menit. Pada pemeriksaan lama, posisi prone, keganasan dan kemungkinan
analisa gas darah juga dapat dipastikan tidak tirah baring lama setelah pembedahan.
170 Jurnal Neuroanestesi Indonesia

Direkomendasikan untuk menggunakan seperti pemberian opioid, cedera medula spinalis


compression stocking dan/atau pneumatic boots.5 tinggi atau cedera traumatik yang baru terjadi.7
Penggunaan antikoagulan dikaitkan dengan Dalam kondisi-kondisi seperti ini, penting untuk
komplikasi perdarahan, termasuk peningkatan memberikan premedikasi pasien dengan antagonis
perdarahan dan hematom epidural.5 Pemeriksaan reseptor histamine-2 atau proton pump inhibitor.
kardiovaskular pada pasien ini sebaiknya Beberapa pasien mungkin menggunakan pipa
dilengkapi dengan ekokardiografi, mengingat nasogastrik, yang dapat menurunkan kompetensi
bahwa pasien ini ada riwayat penyakit penyerta sfinkter esophagus atas.
yaitu hipertensi. Walaupun tampaknya tidak
terlalu parah, namun kemungkinan hipertensi Secara umum, induksi menggunakan pelumpuh
berlangsung cukup lama, terlihat dari gambaran otot berdurasi pendek, dilanjutkan dengan
EKG yang sudah ada gambaran pergeseran aksis pemberian kontinu propofol dan fentanyl
jantung ke arah kiri. Sehingga bila dilakukan serta dosis kecil nitrous oxide (tidak lebih dari
pemeriksaan ekokardiografi maka gambaran 50%) penting untuk monitoring Motor Evoked
mengenai kondisi jantung pasien tentunya Potential (MEP). Pada pemerikaan prabedah
dapat lebih jelas. Hal ini penting sebagai modal harus diputuskan apakah intubasi dilakukan
untuk menghadapi kondisi selama dan setelah dalam kondisi awake atau asleep dan apakah
pembedahan yang mungkin mengalami gejolak laringoskopi dengan fiber-optic mungkin
hemodinamik baik karena kondisi medula diperlukan. Pasien harus diberitahu mengenai
spinalisnya sendiri maupun dari manuver keputusan intubasi ini. Terdapat kontroversi
pembedahan. apakah laringoskopi direk dapat memperburuk
cedera neurologis pada pasien dengan vertebra
Pemeriksaan neurologis lengkap harus dilakukan cervical yang tidak stabil, namun demikian
pra bedah. Hasil pemeriksaan ini harus kontribusi faktor lain seperti hipotensi dan posisi
didokumentasikan untuk tiga alasan. Alasan pasien juga sama pentingnya.8 Laringoskopi direk
pertama, pasien yang menjalani pembedahan dengan stabilisasi in-line manual atau dengan
cervical, ahli anestesi bertanggungjawab untuk hard collar dapat dilakukan pada banyak pasien
menghindari perburukan kondisi neurologis karena dapat dilakukan tanpa menggerakan leher.
lebih jauh selama manuver intubasi dan Deformitas fleksi yang kaku, yang melibatkan
pemosisian pasien. Alasan kedua, distrofi otot vertebra cervical dan torakal atas membuat
mungkin melibatkan otot-otot bulbar sehingga laringkopi direk tidak mungkin dilakukan. Pada
meningkatkan risiko aspirasi pascabedah. pasien ini dapat dilakukan laringoskopi fiber-
Alasan ketiga, tingkat ketinggian cedera dan optic atau dengan intubating LMA.5
waktu yang berlalu sejak kejadian merupakan
prediktor gangguan fisiologis pada sistem Beberapa studi telah dilakukan untuk
kardiovaskular dan pernapasan yang terjadi pada membandingkan laringoskop Macintosh
periode perioperatif. Bila pembedahan dilakukan dengan laringoskop Bullard, ventilasi dengan
dalam 3 minggu setelah cedera, syok spinal masker, combitube esophagus, LMA, intubating
mungkin masih ada. Setelah periode waktu ini, LMA dan intubasi nasal dengan panduan fiber
dapat terjadi disrefleksia otonom.5 Penggunaan optic atau intubasi oral dalam hal pergerakan
obat bronkodilator mungkin berguna untuk vertebra cervical dan disimpulkan bahwa
mengoptimalisasi fungsi pernapasan prabedah. intubasi fiber optic adalah metode intubasi
Pada pasien dengan lesi medula spinalis yang yang menyebabkan paling sedikit gerakan pada
tinggi, atau pada pasien yang akan dilakukan vertebra cervical.6 Namun demikian, beberapa
intubasi dengan fiber-optic, pemberian obat studi belakangan menyatakan bahwa penggunaan
antikolinergik seperti atropine atau glikopirolat video laryngoscope pada pasien dengan vertebra
harus dipertimbangkan. Banyak pasien yang cervical yang tidak stabil ternyata merupakan
memiliki faktor-faktor yang meningkatkan alternatif yang baik bila tidak tersedia fiber optic.9
risiko regurgitasi dan aspirasi isi lambung, Penggunaan dexmedetomidine perioperatif tidak
Pengelolaan Anestesi untuk Eksisi Tumor Intradura Intramedula 171
(IDIM) Setinggi Vertebra Cervical 5-6 dengan Panduan Intraoperative
Neurophysiological Monitoring

hanya memberikan efek sedasi dan analgesia ini terkait dengan lama dan jenis pembedahan,
tetapi juga memberikan kestabilan hemodinamik tekanan perfusi medula spinalis, patologi medula
perioperatif dan hilangnya episode menggigil spinalis yang mendasari dan tekanan pada
secara signifikan.10,11 Indikasi untuk intubasi jaringan saraf selama pembedahan. Risiko ini
awake termasuk risiko pengosongan lambung dapat diminimalkan dengan pemosisian yang
lambat, perlunya menilai neurologi setelah baik, menjaga tekanan perfusi medula spinalis,
intubasi dilakukan (pada kasus di mana tulang pemberian methylprednisolone kurang dari 8
vertebra cervical tidak stabil) atau adanya jam setelah cedera, antagonis NMDA (ketamine,
alat stabilisasi leher (traksi halo) yang tidak magnesium) dan pencegahan pembentukan
memungkinkan rumatan jalan napas yang adekuat bekuan darah (pengendalian perdarahan yang
pada pasien yang tidak sadar. Bila tidak, induksi baik, penghentian obat anti-platelet sebelum
intravena diikuti dengan obat pelumpuh otot non- pembedahan dan tunda pembedian heparin segera
depolarisasi merupakan teknik terpilih.5 setelah pembedahan).12

Intubasi awake dengan fiber-optic diperlukan Posisi pasien untuk pembedahan cervical
untuk pasien yang mengenakan alat stabilisasi umumnya kaki dekat dengan mesin anestesi.
semacam rompi halo, yang menyebabkan akses Hal ini memungkinkan akses pembedahan
jalan napas konvensional tidak mungkin dan terhadap kepala dan leher. Perlu diperkirakan
pada pasien yang diperkirakan akan sulit intubasi keperluan perpanjangan sirkuit pernapasan dan
karena alasan anatomis, misalnya mikrognatia, jalur intravena dan mungkin perlu memasang
bukaan mulut yang kecil. Pada pasien dengan kanula intravena pada kaki pasien. Pipa trakea
vertebra cervical yang tidak stabil, pemberian harus diamankan sedemikian rupa tanpa
anestesi lokal pada jalan napas untuk membantu mengganggu lapangan pembedahan. Penting
intubasi awake dapat menyebabkan batuk hebat. untuk menempatkan kepala pada alas yang lunak
Pada kasus demikian, lebih baik menggunakan dan menjaga agar mata, nervus orbita superior
lidokain yang dinebulisasi dibandingkan injeksi dan kulit di sekitar maxila agar tidak mengalami
krikotiroid atau pemberian anestesi lokal melalui cedera iskemia, yang bisa terjadi bila pemosisian
fiber-optic scope. Pada pasien ini diputuskan untuk pasien tidak tepat. Monitor standar digunakan
melakukan intubasi dengan teknik asleep apneu selama pembedahan yaitu elektrokardiografi,
dengan pertimbangan kondisi vertebra cervical pengukur tekanan darah non invasif, pulse
yang stabil, namun demikian teknik laringoskopi oximetry, kapnograf dan temperatur. Monitoring
yang dipilih adalah dengan video laryngoscope, khusus seperti pengukur tekanan darah arteri,
hal ini didasari atas pertimbangan bahwa dengan tekanan vena sentral dan produksi urine
bantuan video laryngoscope, pergerakan vertebra bergantung lama prosedur, kemungkinan
cervical selama laringoskopi cukup minimal kehilangan banyak cairan, risiko emboli
sehingga diharapkan tidak menambah cedera udara vena, riwayat penyakit pasien, kondisi
neurologi akibat manuver laringoskopi. Setelah hemodinamik tidak stabil prabedah (syok spinal)
dilakukan induksi, pasien diposisikan telungkup dan teknik anestesi khusus seperti hipotensi
(prone). Ada beberapa hal yang harus diwaspadai terkendali dan pembedahan endoskopik.12
terkait posisi telungkup ini, terutama karena
pembedahan tulang belakang umumnya berjalan Terapi cairan selama pembedahan medula
cukup lama.9 spinalis pada dasarnya sama dengan penanganan
cairan pada pasien bedah saraf lainnya
Yang perlu menjadi perhatian adalah risiko yaitu mempertahankan normovolemia dan
kerusakan medula spinalis. Kerusakan neurologis menghindari penurunan osmolaritas serum yang
selama pembedahan dan anestesia tidak hanya dapat berujung pada edema otak.13 Selama
terbatas pada tempat pembedahan. Paraplegia prosedur medula spinalis yang menggunakan
dan quadriplegia juga telah dilaporkan sebagai IOM, idealnya dilakukan monitoring terhadap
hasil pemosisian pasien yang buruk. Risiko baik ¬somatosensory evoked potentials (SSEP)
172 Jurnal Neuroanestesi Indonesia

maupun motoric evoked potential (MEP) IOM. Selain itu pelaksanaan pembedahan
mengingat kemungkinan terjadinya cedera dengan IOM didukung oleh tidak diberikannya
selektif hanya pada jalur somato sensorik saja pelumpuh otot rumatan, tetapi hanya diberikan
atau jalur motorik saja.1 Baik SSEP maupun MEP pada awal saja untuk memfasilitasi intubasi.
dipengaruhi oleh berbagai faktor farmakologis Pemberian dexmedetomidine dalam hal ini
dan fisiologis. Obat atau parameter fisik yang agar dapat menjadi sparring terhadap propofol
mempengaruhi konduksi listrik sepanjang sehingga dosis propofol tidak terlalu besar yang
akson dapat merubah bentuk gelombang evoked dapat berefek pada kondisi hemodinamik pasien
potential.13 Secara umum, makin panjang dan dan SSEP pada IOM. Selain itu pemberian
makin banyak sinaps, sebuah traktus akan dexmedetomidine pada pasien ini diteruskan
makin sensitif. Lebih jauh lagi, lebih mudah sampai dengan pascabedah di ICU selama
untuk mendapatkan sinyal dari ekstremitas atas pasien dalam proses pemulihan dalam dukungan
dibanding ekstremitas bawah. Hal ini disebabkan ventilasi mekanik.11
karena area tangan menempati representasi lebih
besar pada korteks motorik.14 Anestesia hipotensi mungkin digunakan untuk
membuat lapangan pembedahan lebih baik
Teknik anestesi konvensional dengan obat dan mengurangi kehilangan darah selama
anestesi volatil berhalogen dapat mengganggu pembedahan tulang belakang mayor. Beberapa
SSEP15 dan MEP1 tergantung dosis pada tingkat teknik di antaranya obat anestesi volatil,
korteks dan spinal.2 Hal ini disebabkan karena calcium channel blocker, sodium nitroprusside,
obat anestesi inhalasi mengurangi amplitudo nitogliserin. MAP dijaga pada kisaran 60 mmHg.
dan meningkatkan latensi, sedangkan obat MAP umumnya tidak dibiarkan di bawah 60
anestesi intravena memiliki efek yang sama mmHg karena pada titik ini SSEP tidak dapat
tetapi dengan tingkat yang lebih rendah.13 Obat terdeteksi dan cedera iskemia dapat terjadi.5
anestesi berhalogen atau berbasis nitrous oxide Terdapat hanya sedikit bukti menunjukkan obat
mempengaruhi amplitudo dan latensi SSEP.13 mana yang lebih superior, tetapi menghindari
MEP secara umum lebih sensitif terhadap obat takikardia adalah bagian penting untuk teknik
anestesi dibanding SSEP.13 anestesia yang baik.5 Propofol memberikan
efek penekanan yang kuat pada cortical
Pemberian kontinu propofol (umumnya dosis evoked responses, menyebabkan pengurangan
100–150 mcg/kg/menit) dan fentanyl (umumnya yang bergantung pada dosis pada amplitude
sekitar 1 mcg/kg/jam) dapat digunakan untuk respons. Dosis bolus propofol 2 mg/kg dapat
rumatan.1 Dosis diatur sedemikian rupa sehingga menghilangkan MEP cortical.11 Obat anestesi
tekanan darah yang dimonitor secara invasif volatil juga mempunyai efek menekan cortical
berada pada kisaran normotensi (kisaran evoked MEP yang kuat. Midazolam dan etomidat
MAP 70-100 mmHg)2 atau ketika pasien menyebabkan reduksi amplitudo respons yang
belum ditidurkan dan dalam posisi telentang.15 adekuat tetapi lebih kecil. Opioid seperti fentanyl
Pelumpuh otot berdurasi pendek dapat diberikan juga dilaporkan mengurangi amplitudo respons
untuk intubasi tapi tidak setelahnya sehingga atau tidak berefek.16 Pada akhirnya pemberian
memungkinkan monitoring MEP.1,15 Pasien juga kontinu propofol dan fentanyl atau remifentanil
dipertahankan normotermi selama pembedahan.2 memberikan perekaman MEP yang adekuat
Selama pembedahan pada pasien ini, rumatan pada 97% pasien yang secara neurologis intak.17
dilakukan dengan pemberian kontinu propofol Komplikasi pascabedah dini setelah pembedahan
dan dexmedetomidine. Hal ini dilakukan atas tulang belakang mayor di antaranya adalah kurang
pertimbangan propofol pada kisaran dosis cairan, difungsi neurologis, cedera dura sehingga
tertentu tidak terlalu banyak mengganggu SSEP terjadi kebocoran cairan serebrospinal, mual,
dibandingkan anestesi inhalasi sehingga hal ini muntah, atelektasis, pneumonia dan thrombosis
mendukung kelancaran reseksi tumor seradikal vena.6 Proses ekstubasi dapat sulit dilakukan
mungkin tetapi tetap menjaga terkontrol dengan dan sebaiknya dilakukan ketika pasien sadar dan
Pengelolaan Anestesi untuk Eksisi Tumor Intradura Intramedula 173
(IDIM) Setinggi Vertebra Cervical 5-6 dengan Panduan Intraoperative
Neurophysiological Monitoring

dapat mempertahankan jalan napasnya sendiri. surgical resection of intra-medullary spinal


Namun demikian, salah satu komplikasi yang cord tumours with intra-operative neuro-
mungkin terjadi pascabedah di antaranya adalah monitoring. Proceedings of Singapore
sumbatan jalan napas pasca ekstubasi. Rentannya Healthcare 2013; 22(3): 183–90.
jalan napas pascabedah ini dapat terjadi karena
adanya bekuan darah atau defisit neurologis. 3. Constantini S, Miller DC, Allen JC, Rorker
Sedasi dan ventilasi pascabedah sebaiknya LB, Freed D, Epstein FJ. Radical excision of
tidak dipertahankan telalu lama karena dapat intramedullary spinal cord tumors: Surgical
mengaburkan gejala dan tanda penurunan kondisi morbidity and long-term follow up evaluation
neurologis pascabedah. Oleh karenanya keputusan in 164 children and young adults. J Neurosurg
untuk melakukan ekstubasi atau mempertahankan (Spine) 2000; 93:183–193
sedasi dan ventilasi mekanik pascabedah harus
melalui pertimbangan keuntungan dan kerugian 4. Epstein FJ, Farmer J-P, Freed D. Adult
yang matang dan telah dilakukan persiapan intramedullary spinal cord ependymoma: the
untuk mengantisipasi apa pun konsekuensi dari result of surgery in 38 patients. J Neurosurg
pilihan yang diambil. Perawatan pascabedah 1993; 79: 204–09.
pada pasien ini dilakukan di ICU dengan sedasi
dan dukungan ventilasi mekanik sampai dengan 5. Raw DA, Beattie JK, Hunter JM. Anaesthesia
dapat dilakukan evaluasi kesadaran dan fungsi for spinal surgery in adults. Br J Anaesth
neurologi, kemudian dilakukan ekstubasi. Hal 2003; 91: 886–904.
ini didasari pertimbangan agar pasien pulih sadar
secara perlahan dan bertahap dalam pengawasan 6. Bajwa SJ, Kuslrestha A. Spine surgeries:
ketat. challenging aspects and implications for
anaesthesia. J Spine Neurosurg 2013; 2(3):
IV. Simpulan 1–8.

Eksisi tumor IDIM dengan bantuan IOM 7. Engelhardt T, Webster NR. Pulmonary
merupakan suatu modalitas pembedahan yang aspiration of gastric contents in anaesthesia.
dapat mengurangi defisit neurologis akibat Br J Anaesth 1999; 83: 453–60.
pembedahan. Teknik pembedahan ini bertujuan
agar tumor terambil sebanyak mungkin tanpa 8. McLeod AD, Calder I. Spinal cord injury and
membuat defisit neurologis baru. Pendekatan direct laryngoscopy – the legend lives on. Br
pembedahan ini menuntut ahli anestesi tidak J Anaesth 2000; 84: 705–09.
hanya menguasai ilmu dan keterampilan
neuroanestesi untuk pembedahan tulang 9. Bathory I, Frascarolo P, Kern P, Schoettker
belakang saja, tetapi juga teknik anestesi untuk P. Evaluation of the GlideScope for tracheal
memungkinkan dilakukannya monitoring IOM intubation in patients with cervical spine
selama pembedahan. immobilization by a semi-rigid collar.
Anaesthesia 2009; 64: 1337–41.
Daftar Pustaka
10. Bajwa SJ, Kaur J, Singh A, Parmar SS,
1. Sala F, Bricolo A, Faccioli F, Lanteri P, Singh G, Kulshrestha A, dkk. Attenuation
Gerosa M. Surgery for intramedullary spinal of pressor response and dose sparing of
cord tumors: the role of intraoperative opioids and anaesthetics with pre-operative
(neurophysiological) monitoring. Eur Spine J dexmedetomidine. Indian J Anaesth 2012;
2007; 16 (Suppl 2): S130-S139. 56: 123–28.

2. Tiruchelvarayan R, Tang MH, Perera S, 11. Bajwa SJ, Gupta S, Kaur J, Singh A, Parmar
Lo YL. Outcomes following aggressive S. Reduction in the incidence of shivering
174 Jurnal Neuroanestesi Indonesia

with perioperative dexmedetomidine: A 15. Brotchi J, Bruneau M, Lefranc F, Baleriaux


randomized prospective study. J Anaesthesiol D. Surgery of intraspinal cord tumor. Clinical
Clin Pharmacol 2012; 28: 86–91. Neurosurgery 2006; 53: 209–16.

12. Samantaray A. Anaesthesia for spine surgery. 16. Kalkman CJ, Drummond JC, Ribberink AA,
The Indian Anaesthetists’ Forum 2006; Patel PM, Sano T, Bickford RG. Effects of
Online ISSN 0973–0311. propofol, etomidate, midazolam and fentanyl
on motor evoked responses to transcranial
13. Park JH, Hyun SJ. Intraoperative electrical or magnetic stimulation in humans.
neurophysiological monitoring in spinal Anesthesiology 1992; 76: 502–09.
surgery. World J Clin Cases 2015; 3(9): 765–
73. 17. Pelosi L, Stevenson M, Hobbs GJ,
Jardine A, Webb JK. Intraoperative motor
14. Deiner S. Highlights of anesthetic evoked potentials to transcranial electrical
considerations for intraoperative stimulation during two anaesthetic regimens.
neuromonitoring. Semin Cardiothorac Vasc Clin Neurophysiol 2001; 112: 1076–87.
Anesth 2010; 14: 51–3.

Anda mungkin juga menyukai