Anda di halaman 1dari 14

Kepada Yth : Tutorial Endokrin dan

Rencana Baca : Metabolik


Waktu/Tempat :

WATER DEPRIVATION TEST PADA DIABETES INSIPIDUS

Ismirawati, Nurahmi, Liong Boy Kurniawan


Program Studi Ilmu Patologi Klinik Program Pendidikan Dokter Spesialis
Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin / RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo

I. PENDAHULUAN
Diabetes insipidus merupakan suatu kondisi yang ditandai dengan defisiensi
produksi hormon arginine vasopressine (AVP) atau antidiuretic hormone (ADH)
dari hipotalamus atau aktivitas vasopresin di ginjal. Defisiensi hormon vasopresin
ditandai dengan produksi sejumlah besar diluted urin (poliuria) akibat
ketidakmampuan ginjal untuk mengabsorbsi cairan pada urin. Pada diabetes
insipidus sentral, kurangnya hormone vasopresin dilepaskan sebagai respon
terhadap stimulus fisiologis. Penyebab penyakit ini termasuk trauma kepala,
neoplasma atau inflamasi pada pituitari posterior, kelainan kongenital, dan
kelainan genetik, namun hampir setengah kasus merupakan kasus idiopatik. Pada
diabetes insipidus gestasional, peningkatan metabolisme plasma vasopresin oleh
aminopeptidase dihasilkan oleh plasenta yang menyebabkan defisiensi hormon
vasopresin selama kehamilan. Polidipsia primer menyebabkan insufisiensi
sekunder hormone vasopresin akibat inhibisi dari sekresi hormone vasopresin
karena intake cairan yang berlebihan. Diabetes insipidus nefrogenik dapat berasal
dari kelainan genetik atau didapat dari paparan obat – obatan (litium,
demeclocycline, amphotericin B), kondisi metabolik (hiperkalsemia) atau
kerusakan ginjal. 1-4
Hormon vasopresin atau ADH diproduksi di hipotalamus yang ada di
cerebrum seperti pada Gambar 1. Vasopresin akan disimpan di kelenjar pituitari
untuk dilepaskan jika dibutuhkan atau jika ada stimulasi seperti pada Gambar 2.
Kelenjar ini terdapat di belakang pangkal hidung di bawah cerebrum. Vasopresin
berfungsi untuk mengatur kadar cairan di dalam tubuh dengan cara mengontrol
kadar urin yang diproduksi oleh ginjal. Kelenjar pituitari akan melepaskan
hormon vasopresin ketika kadar air di dalam tubuh menurun sehingga tubuh bisa
menekan pengeluaran air dan menghentikan produksi urin. Diabetes insipidus
memiliki nama dan gejala yang hampir sama dengan diabetes melitus, namun
kedua kondisi ini sangat berbeda. Diabetes insipidus dan diabetes melitus sama –
sama menyebabkan gejala polidipsi dan poliuria, namun diabetes insipidus tidak
terkait dengan kadar glukosa dalam darah. Proses terjadinya kelainan ini juga
tidak berkaitan dengan pola makan atau gaya hidup seperti diabetes melitus pada
umumnya.5

Gambar 1. Jalur Hipothalamus – Pituitari 6

Diabetes insipidus dapat diklasifikasikan berdasarkan sistem yang terganggu


menjadi empat yaitu : 5,7
1. Diabetes insipidus kranial atau diabetes insipidus sentral (DIS),
disebabkan oleh defisiensi ADH /AVP akibat kerusakan hipotalamus atau
kelenjar pituitari.
2. Diabetes insipidus nefrogenik disebabkan oleh kelainan struktur ginjal
sehingga ginjal tidak dapat merespon ADH dengan baik.
3. Diabetes insipidus dipsogenik disebut juga polidipsi primer yang
disebabkan oleh asupan cairan yang berlebihan akibat gangguan
pengiriman sinyal rasa haus dari otak.
4. Diabetes insipidus gestasional disebabkan oleh enzim vasopressinase yang
dihasilkan oleh plasenta yang dapat merusak ADH.

Tutorial Endokrin dan Metabolik 2


Gambar 2. Pengeluaran Hormon ADH dan Oksitosin dari Kelenjar Pituitari 6

Manifestasi klinis diabetes insipidus yaitu poliuria, rasa haus berlebih, dan
polidipsi, produksi urin 24 jam >50 (ml/kgBB/hari), osmolalitas urin kurang dari
serum (<300 mOsm/kg), berat jenis <1.010, hipernatremia.4
Pemeriksaan yang dapat dilakukan untuk menegakkan diagnosis diabetes
insipidus yaitu:4
1. Pemeriksaan volume urin 24 jam
2. Elektrolit dan kadar glukosa darah
3. Urinalisis (berat jenis) dan osmolalitas urin
4. Kadar ADH plasma
Selain itu, pemeriksaan yang juga dapat dilakukan adalah: 4,8,9
1. Water deprivation test (Miller-Moses) merupakan tes semikuantitatif
untuk membedakan diabetes insipidus sentral atau nefrogenik dengan
polidipsia primer pada pasien dengan poliuria.
2. MRI dan pengukuran kadar hormon – hormon pituitari.
Fungsi utama ADH adalah meningkatkan reabsorbsi air di tubulus ginjal dan
mengontrol tekanan osmotik cairan ekstraselular. Ketika produksi ADH menurun
secara berlebihan, tubulus ginjal tidak mereabsorbsi air, sehingga air banyak
diekskresikan menjadi urin. Urinnya menjadi sangat encer dan banyak (poliuria)

Tutorial Endokrin dan Metabolik 3


sehingga menyebabkan dehidrasi dan peningkatan osmalalitas serum. Peningkatan
osmolalitas serum akan merangsang kemoreseptor pada korteks serebral yang
menimbulkan sensasi haus sehingga akan meningkatkan intake cairan peroral
(polidipsi), akan tetapi bila mekanisme ini tidak adekuat atau tidak ada, dehidrasi
akan semakin memburuk.10
Secara biokimia DIS dapat juga terjadi karena tidak adanya sintesis ADH,
atau sintesis ADH yang kuantitatif tidak mencukupi kebutuhan, atau kuantitatif
cukup tetapi tidak berfungsi normal. Kerusakan osmoreseptor yang terdapat pada
hipotalamus anterior dan disebut Verney’s osmareseptor cells yang berada di luar
sawar daerah otak juga diklasifikasikan dalam DIS.11
Kelainan pada diabetes insipidus nefrogenik disebabkan oleh
ketidakmampuan ginjal merespon ADH dan kegagalan pembentukan dan
pemeliharaan gradient osmotik dalam medulla renalis. Ginjal menyaring 70-100
liter cairan dalam 24 jam, dan dari jumlah ini 85% direabsorbsi di tubulus bagian
proksimal tanpa pertolongan ADH. Sisanya direabsorbsi di tubulus bagian distal
di bawah pengaruh ADH. Vasopresin bekerja dengan memperbesar permeabilitas
jaringan terhadap air, peranan ADH pada ginjal ditunjukkan pada Gambar 3.10,12
Gangguan dari fisiologi vasopresin ini dapat menyebabkan pengumpulan air
pada collecting duct ginjal berkurang permeabilitasnya, yang akan menyebabkan
poliuria. Selain itu, peningkatan osmolalitas plasma akan merangsang pusat haus,
dan sebaliknya penurunan osmolalitas plasma akan menekan pusat haus. Ambang
rangsang osmotik pusat haus lebih tinggi dibandingkan ambang rangsang sekresi
vasopresin. Sehingga bila osmolalitas plasma meningkat, maka tubuh terlebih
dahulu akan mengatasinya dengan mensekresi vasopresin yang bila masih
meningkat akan merangsang pusat haus, yang akan berimplikasi orang tersebut
minum banyak (polidipsia).10

Tutorial Endokrin dan Metabolik 4


Gambar 3. Peranan ADH pada Ginjal 12

Penegakan diagnosis diabetes insipidus dapat dilakukan dengan algoritma


yang ditunjukkan pada Gambar 4.

Gambar 4. Algoritma Diagnosis Diabetes Insipidus 3

Tutorial Endokrin dan Metabolik 5


II. TUJUAN
Tutorial ini bertujuan untuk mengetahui prosedur pemeriksaan retriksi cairan
pada pasien dengan keluhan poliuria sehingga diagnosis diabetes insipidus dapat
dibedakan antara diabetes insipidus kranial, nefrogenik, dan polidipsia primer. Tes
ini diindikasikan pada pasien poliuria dengan tingkat natrium serum yang normal.
Pemeriksaan water deprivation test (WDT) dikenal juga dengan nama tes
dehidrasi. Pada pemeriksaan ini, pasien dipuasakan dari makan dan minum sekitar
8 jam atau hingga berat badan berkurang 3%. Pada pasien dengan fungsi hipofisis
posterior dan ginjal yang normal, osmolalitas urin meningkat menjadi 800–1200
mOSm/kg atau sekitar 2 – 4 kali dari osmolalitas plasma.4
Pada pasien yang dengan diabetes insipidus, urin tetap tidak dapat
terkonsentrasi, meskipun tubuh dalam keadaan dehidrasi. Pada pasien diabetes
insipidus, nilai osmolalitas <300 mOsm/kg, dengan osmolalitas plasma >300
mOsm/kg atau nilai natrium >146 mmol/L.13,14
Water Deprivation Test biasanya diikuti dengan pemberian desmopressin 2
mikrogram, untuk membedakan antara central diabetes insipidus (CDI)
dan nephrogenic diabetes insipidus (NDI). Pada CDI, setelah pemberian
desmopressin, osmolalitas urin akan meningkat di atas 300 mOsm/kg. Sedangkan
pada NDI, osmolalitas urin tetap tidak meningkat sebab ginjal tidak merespon
efek desmopressin. 13,14
Desmopresin merupakan obat yang bekerja pada reseptor vasopressin pada
tubuh. Desmopresin dapat digunakan pada kondisi – kondisi seperti enuresis
nokturnal hingga hemofilia. Obat ini merupakan analog sintesis dari vasopresin
yang digunakan pada banyak kondisi seperti poliuria nokturnal, hemofilia A,
diabetes insipidus, Willebrand disease, uremic bleeding. Desmopresin bisa
digunakan untuk membedakan diabetes insipidus sentral dengan diabetes
insipidus nefrogenik, hasil positif didapatkan pada diabetes insipidus sentral yang
artinya ginjal berespon baik dengan cara meningkatkan reabsorpsi cairan.15
Desmopresin merupakan vasopresin V2 receptor agonist yang bersifat
selektif yang terdapat di sepanjang duktus kolektivus dan tubulus distal ginjal.
Reseptor V2 merupakan Gs-protein yang ketika teraktivasi bisa mempercepat

Tutorial Endokrin dan Metabolik 6


peningkatan cyclic adenosine monophosphate (cAMP) pada tubulus renal
sehingga permeabilitas air meningkat. Hal ini menyebabkan penurunan volume
urin dan peningkatan osmolalitas urin.15
Desmopresin dapat diberikan secara inravena, injeksi subkutaneus, intranasal
spray, dan dalam bentuk sublingual terlarut. Dosis diberikan 0.3 µg/kg.
Konsentrasi tertinggi dalam darah pada pemberian secara intravena tercapai dalam
30 – 60 menit setelah pemberian dan pada pemberian secara subkutan tercapai
dalam waktu 60 – 90 menit setelah pemberian. 15
Pemberian vasopresin secara intranasal lebih sering dilakukan pada
pemberian di rumah. Setiap semprotan mengeluarkan 150 µg yang diperkirakan
sesuai untuk berat badan 50 kg, diberikan setiap 12 – 24 jam. Waktu paruh obat
dicapai dalam waktu 60 – 90 menit. Pemberian secara sublingual diberikan dalam
bentuk sediaan tablet 120 µg, yang biasanya diberikan pada populasi pediatrik. 15
Efek samping terbesar pemberian desmopresin adalah hiponatremia. Obat ini
bisa meningkatkann konsentrasi urin sehingga bisa menyebabkan hiponatremia
sistemik dengan gambaran fisiologis menyerupai syndrome of inappropriate
antidiuretic hormone (SIADH). Kondisi hiponatremia ini bisa memicu terjadinya
kejang. Efek samping ringan pada pemberian desmopresin adalah nyeri kepala,
takikardi, dan flushing pada wajah. 15
Hiponatremia merupakan kontraindikasi absolut pemberian desmopresin.
Obat ini bekerja pada nefron sehingga tidak boleh diberikan pada pasien dengan
gangguan ginjal. Pemberian obat ini juga harus hati – hati pada lansia dan yang
usia muda, terutama anak umur di bawah 2 tahun, dan pada penderita yang
hipersensitif terhadap desmopresin asetat. 15

III. METODE
A. Pra Analitik 3,16
1. Persiapan Pasien:
a. Sebelum dan saat pelaksanaan tes, intake oral (makan dan minum)
dihentikan, tidak merokok, dan tidak mengkonsumsi kafein.

Tutorial Endokrin dan Metabolik 7


b. Penggunaan obat harus dihentikan 24 jam sebelum tes. Obat – obat
yang harus dihentikan adalah obat yang bisa mempengaruhi produksi
urin seperti diuretik, desmopresin, carbamazepine, chlorpropamide,
glukokortikoid, NSAID.
c. Sehari sebelum tes, pasien boleh makan dan minum seperti biasa. Pada
pagi hari sebelum tes, pasien boleh sarapan dan minum air
secukupnya.
d. Selama tes, pasien harus dimonitor secara ketat untuk menghindari
terjadinya efek samping seperti hipotensi, dehidrasi.
2. Alat dan Bahan
a. Alat:
1) Timbangan digital
2) Gelas takar urin
3) Tabung vakum
4) Pot Urin
5) Spoit 3cc
6) DDAVP (D-Desmopressin Acetat VasoPressin)
b. Bahan:
1) Sampel urin
2) Sampel darah (serum)

B. Analitik
1. Prinsip Kerja
Pembatasan air pada individu normal menghasilkan sekresi AVP dari
hipofisis posterior untuk menyerap kembali air dari tubulus distal dan
mengkonsentrasikan urin. Kegagalan mekanisme ini menghasilkan
peningkatan osmolalitas plasma karena kehilangan air dan urin menjadi
encer. Pada kondisi normal, tes ini menyebabkan peningkatan sekresi
hormone AVP yang mengakibatkan meningkatnya osmolalitas urin. 16

2. Cara Kerja

Tutorial Endokrin dan Metabolik 8


Water deprivation test dilakukan sekitar pukul 08.00 Pagi. Adapun
langkah – langkah yang dilakukan pada tes ini adalah sebagai berikut: 3,16
a. Sebelum pengujian dimulai, pasien diminta untuk mengosongkan
kandung kemihnya, volume urin dicatat dan diperiksa osmolalitasnya.
Timbang berat badan, tekanan darah dan nadi diperiksa.
b. Pasien dipasangkan conecta selama tes untuk memudahkan pengambilan
sampel darah dan dilakukan pengambilan sampel darah untuk memeriksa
osmolalitas dan kadar natrium serum.
c. Pasien diposisikan berbaring terlentang, intake cairan dihentikan, duduk
atau berdiri hanya saat berkemih dan pengukuran berat badan.
d. Pasien diminta buang air kecil sesering mungkin paling sedikit setiap jam
dan timbang berat badan.
e. Osmolalitas dan kadar natrium serum diperiksa setiap 2 jam.
f. Setiap sampel urin sebaiknya diperiksa osmolalitasnya dalam keadaan
segar.
g. Ulangi langkah di atas hingga 8 jam, tes dihentikan jika salah satu
kondisi ini muncul:
1) Berat badan pasien turun lebih dari 3%
2) Osmolalitas serum meningkat > 300mOsm/kg
3) Osmolalitas urin meningkat > 750 mOsm/kg
4) Kadar natrium serum meningkat (> 146 – 150 mmol/l)
5) Terjadi hipotensi ortostatik, pasien merasa pusing atau haus yang
tidak tertahankan.
h. Jika osmolalitas urin < 750 mOsm/kg setelah 8 jam atau tidak meningkat
> 30 mOsm/kg setelah 3x pengukuran osmolalitas urin, tes dilanjutkan
dengan tes desmopresin. Tes ini bertujuan untuk membedakan diabetes
insipidus sentral dan diabetes insipidus nefrogenik dengan menggunakan
vasopresin sintesis yaitu DDAVP.
i. Pasien harus diobservasi setelah pemberian desmopresin.
j. Setelah tes desmopresin, pasien tidak boleh mengkonsumsi cairan > 500
ml selama 8 jam.

Tutorial Endokrin dan Metabolik 9


Tes DDAVP dilakukan dengan cara sebagai berikut:
a. Injeksikan 2 µg DDAVP secara intramuscular.
b. Pada tes ini, pasien sudah diperbolehkan makan dan minum.
c. Setelah pemberian desmopresin, pemeriksaan osmolalitas urin dilakukan
setelah 2 jam, 4 jam, dan keesokan harinya.
d. Lakukan interpretasi.

C. Pasca Analitik 3,16


1. Pada kondisi normal urin yang dikeluarkan sedikit dan konsentrasinya
lebih pekat, osmolalitas urin > 750 mOsm/kg maka diabetes insipidus
dapat disingkirkan.
2. Jika setelah tes didapatkan volume urin yang dikeluarkan lebih banyak,
osmolalitas urin <300 mOsm/kg dan osmolalitas serum meningkat (> 300
mOsm/kg), maka hal ini mengindikasikan ketidakmampuan ginjal untuk
memekatkan urin, dan jika tidak ditemukan adanya penyakit lain pada
tubulus ginjal, maka kelainan mengarah pada diabetes insipidus.
3. Pada polidipsi primer, urin dapat dikonsentrasikan secara adekuat
(osmolalitas urin > 750 mOsm/kg dan osmolalitas serum meningkat
sedikit), hal ini dikaitkan dengan penurunan osmolalitas di medulla
renalis dan tidak berhubungan dengan ADH. Hal ini bisa menghasilkan
respon lambat berupa peningkatan osmolalitas urin > 400 mOsm/kg
namun tidak lebih dari 750 mOsm/Kg selama water deprivation test
dilakukan.

Post DDAVP:
1. Pada diabetes insipidus sentral, osmolalitas urin harus naik hingga > 750
mOsm/kg.
2. Pada diabetes insipidus nefrogenik, osmolalitas urin sebelum dan setelah
pemberian DDAVP sebesar < 300 mOsm/kg.

Tutorial Endokrin dan Metabolik 10


3. Pada polidipsia primer, didapatkan osmolalitas urin sebesar < 750
mOsm/kg.

Tabel 1. Interpretasi Hasil Water Deprivation Test 16


Post – Dehydration Post DDAVP osmolality
Osmolality (mOsm/kg) (mOsm/kg) Diagnosis
Serum Urine Urine
<300 >750 >750 Normal
>300 <300 <300 DI Nefrogenik
>300 <300 >750 DI Kranial
<300 300 – 750 <750 Polidipsia Primer

Hasil pengukuran selama tes dilakukan dapat dicatat pada tabel seperti pada
Tabel 2 dan Tabel 3.

Tabel 2. Hasil Pemeriksaan Water Deprivation Test 16


URINE SERUM URINE
TIME WEIGHT (kg)
VOLUME (ml) OSMOLALITY OSMOLALITY
08.00
09.00
10.00
11.00
12.00
13.00
14.00
15.00
16.00

Tabel 3. Hasil Pemeriksaan Desmopressin Test 16


TIME WEIGHT (kg) URINE URINE

Tutorial Endokrin dan Metabolik 11


VOLUME (ml) OSMOLALITY
16.00
20.00

Jenis – jenis diabetes insipidus dapat ditentukan setelah melakukan water


dehydration test dan tes desmopresin, seperti grafik yang ditunjukkan pada
Gambar 5.

Gambar 5. Perbedaan Diabetes Insipidus Berdasarkan Hasil Water Deprivation Test dan Tes
Desmopresi 3

Sensitifitas dan Spesifisitas


Ketika dilakukan dengan benar, water deprivation test memiliki sensitivitas
dan spesifisitas 95% untuk mendiagnosis dan membedakan diabetes insipidus
sentral dan diabetes insipidus nefrogenik. Insiden hasil positif palsu dan negatif
palsu untuk polidipsia primer atau diabetes insipidus sentral / diabetes insipidus
nefrogenik adalah 30-40% .16

DAFTAR PUSTAKA

Tutorial Endokrin dan Metabolik 12


1. Fauci S Anthony, et al. Harrison’s Manual of Medicine Edisi 19. McGraw Hill
Medical. 2016.
2. Kumar Vinay, et al. Robbins and Cotran Pathologic Basic of Disease 9 th
Edition. Elsevier. 2015.
3. Gubbi Sriram, et al. Diagnostic Testing for Diabetes Insipidus.
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK537591/. November 2022
4. Khardori Romesh. Diabetes Insipidus.
https://emedicine.medscape.com/article/117648. Januari 2022.
5. Tim Promkes RSST – RSUP dr. Soeradji Tirtonegoro Klaten.
https://yankes.kemkes.go.id/. Juli 2022.
6. https://pressbooks-dev.oer.hawaii.edu/anatomyandphysiology/chapter/the-
pituitary-gland-and-hypothalamus/
7. National Institute of Diabetes and Digestive and Kidney Diseases.
https://www.niddk.nih.gov/health-information/kidney-disease/diabetes-
insipidus. September 2021.
8. Christ Crain Mirjam. Diabetes Insipidus: New Concepts for Diagnosis.
https://karger.com/nen/article/110/9-10/859/227416/Diabetes-Insipidus-New-
Concepts-for-Diagnosis. Januari 2020
9. Cambridge University Hospital. Water Deprivation Test.
https://www.cuh.nhs.uk/patient-information/water-deprivation-test/. Februari
2023.
10. Smif P. Defence of body osmolarity: The Role of the Kidney. Available at
http://pcwww.liv.ac.uk/ Accesed on: July 2018.
11. Wirawan R. Diabetes Insipidus dan Manajemennya. Departemen Ilmu
Penyakit Dalam FKUI Edisi VI. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia, 2017.
12. Mundt LA, Shanahan K. Graff’s Textbook of Routine Urinalyisis and Body
Fluids The 2nd Edition. Lippicont Williams & Wilkins. 2011.
13. Mutter CM, Smith T, Menze O, Zakharia M, Nguyen H. Diabetes Insipidus:
Pathogenesis, Diagnosis, and Clinical Management. Cureus. Februari 2021.
14. Gubbi S, Hannah-Shmouni F, Koch CA, et al. Diagnostic Testing for Diabetes
Insipidus. StatPearls. https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK537591/.
2019.
15. Troy S. McCarty and Preeti Patel. Desmopressin. Naval Medical Center San
Diego.https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK554582/#__NBK554582_ai_
_. Juni 2023.
16. Hayden Katharine. Endocrine Dynamic Function Test Protocols: Water
Deprivation Test. Manchester University. NHS Foundation Trust.
https://mft.nhs.uk/app/uploads/2023/03/Water-deprivation-test-Adults.pdf

Tutorial Endokrin dan Metabolik 13


Tutorial Endokrin dan Metabolik 14

Anda mungkin juga menyukai