I. PENDAHULUAN
Diabetes insipidus merupakan suatu kondisi yang ditandai dengan defisiensi
produksi hormon arginine vasopressine (AVP) atau antidiuretic hormone (ADH)
dari hipotalamus atau aktivitas vasopresin di ginjal. Defisiensi hormon vasopresin
ditandai dengan produksi sejumlah besar diluted urin (poliuria) akibat
ketidakmampuan ginjal untuk mengabsorbsi cairan pada urin. Pada diabetes
insipidus sentral, kurangnya hormone vasopresin dilepaskan sebagai respon
terhadap stimulus fisiologis. Penyebab penyakit ini termasuk trauma kepala,
neoplasma atau inflamasi pada pituitari posterior, kelainan kongenital, dan
kelainan genetik, namun hampir setengah kasus merupakan kasus idiopatik. Pada
diabetes insipidus gestasional, peningkatan metabolisme plasma vasopresin oleh
aminopeptidase dihasilkan oleh plasenta yang menyebabkan defisiensi hormon
vasopresin selama kehamilan. Polidipsia primer menyebabkan insufisiensi
sekunder hormone vasopresin akibat inhibisi dari sekresi hormone vasopresin
karena intake cairan yang berlebihan. Diabetes insipidus nefrogenik dapat berasal
dari kelainan genetik atau didapat dari paparan obat – obatan (litium,
demeclocycline, amphotericin B), kondisi metabolik (hiperkalsemia) atau
kerusakan ginjal. 1-4
Hormon vasopresin atau ADH diproduksi di hipotalamus yang ada di
cerebrum seperti pada Gambar 1. Vasopresin akan disimpan di kelenjar pituitari
untuk dilepaskan jika dibutuhkan atau jika ada stimulasi seperti pada Gambar 2.
Kelenjar ini terdapat di belakang pangkal hidung di bawah cerebrum. Vasopresin
berfungsi untuk mengatur kadar cairan di dalam tubuh dengan cara mengontrol
kadar urin yang diproduksi oleh ginjal. Kelenjar pituitari akan melepaskan
hormon vasopresin ketika kadar air di dalam tubuh menurun sehingga tubuh bisa
menekan pengeluaran air dan menghentikan produksi urin. Diabetes insipidus
memiliki nama dan gejala yang hampir sama dengan diabetes melitus, namun
kedua kondisi ini sangat berbeda. Diabetes insipidus dan diabetes melitus sama –
sama menyebabkan gejala polidipsi dan poliuria, namun diabetes insipidus tidak
terkait dengan kadar glukosa dalam darah. Proses terjadinya kelainan ini juga
tidak berkaitan dengan pola makan atau gaya hidup seperti diabetes melitus pada
umumnya.5
Manifestasi klinis diabetes insipidus yaitu poliuria, rasa haus berlebih, dan
polidipsi, produksi urin 24 jam >50 (ml/kgBB/hari), osmolalitas urin kurang dari
serum (<300 mOsm/kg), berat jenis <1.010, hipernatremia.4
Pemeriksaan yang dapat dilakukan untuk menegakkan diagnosis diabetes
insipidus yaitu:4
1. Pemeriksaan volume urin 24 jam
2. Elektrolit dan kadar glukosa darah
3. Urinalisis (berat jenis) dan osmolalitas urin
4. Kadar ADH plasma
Selain itu, pemeriksaan yang juga dapat dilakukan adalah: 4,8,9
1. Water deprivation test (Miller-Moses) merupakan tes semikuantitatif
untuk membedakan diabetes insipidus sentral atau nefrogenik dengan
polidipsia primer pada pasien dengan poliuria.
2. MRI dan pengukuran kadar hormon – hormon pituitari.
Fungsi utama ADH adalah meningkatkan reabsorbsi air di tubulus ginjal dan
mengontrol tekanan osmotik cairan ekstraselular. Ketika produksi ADH menurun
secara berlebihan, tubulus ginjal tidak mereabsorbsi air, sehingga air banyak
diekskresikan menjadi urin. Urinnya menjadi sangat encer dan banyak (poliuria)
III. METODE
A. Pra Analitik 3,16
1. Persiapan Pasien:
a. Sebelum dan saat pelaksanaan tes, intake oral (makan dan minum)
dihentikan, tidak merokok, dan tidak mengkonsumsi kafein.
B. Analitik
1. Prinsip Kerja
Pembatasan air pada individu normal menghasilkan sekresi AVP dari
hipofisis posterior untuk menyerap kembali air dari tubulus distal dan
mengkonsentrasikan urin. Kegagalan mekanisme ini menghasilkan
peningkatan osmolalitas plasma karena kehilangan air dan urin menjadi
encer. Pada kondisi normal, tes ini menyebabkan peningkatan sekresi
hormone AVP yang mengakibatkan meningkatnya osmolalitas urin. 16
2. Cara Kerja
Post DDAVP:
1. Pada diabetes insipidus sentral, osmolalitas urin harus naik hingga > 750
mOsm/kg.
2. Pada diabetes insipidus nefrogenik, osmolalitas urin sebelum dan setelah
pemberian DDAVP sebesar < 300 mOsm/kg.
Hasil pengukuran selama tes dilakukan dapat dicatat pada tabel seperti pada
Tabel 2 dan Tabel 3.
Gambar 5. Perbedaan Diabetes Insipidus Berdasarkan Hasil Water Deprivation Test dan Tes
Desmopresi 3
DAFTAR PUSTAKA