Anda di halaman 1dari 15

LAPORAN SINGKAT PRAKTIKUM

MS2140 MATERIAL TEKNIK


Modul B
Uji Keras

Oleh:

Frenaldi Sam Faidiban


13122096

Shift 50
M. Zykhra Rauf 13122105
Fahrezy Rizky 13122042
Naufal Radithya 13122071
Frenaldi Sam Faidiban 13122096

Tanggal praktikum 06 Desember 2023


Tanggal pengumpulan laporan 13 Desember 2023
Asisten (NIM) Mohamad Viegho
Anthory (13720005)

LABORATORIUM TEKNIK MATERIAL


FAKULTAS TEKNIK MESIN DAN DIRGANTARA
INSTITUT TEKNOLOGI BANDUNG
2023
Tujuan Praktikum

1. Menentukan kekerasan baja bulat dengan menggunakan uji keras Rockwell, Brinell,
dan, Vickers
2. Menentukan kekerasan baja kotak dengan menggunakan uji keras Rockwell,
Brinell, dan Vickers
3. Menentukan kekerasan aluminium dengan menggunakan uji keras Rockwell,
Brinell, dan Vickers
Prosedur Praktikum

Gambar 1. Diagram alir (flowchart) pengujian kekerasan


Data

Spesimen
Spesimen yang digunakan dalam praktikum pengujian keras di antaranya adalah:
a. Baja bulat
b. Baja kotak
c. Aluminium

Bentuk Penampilan Indentasi


Bentuk penampilan indentasi dari hasil pengujian Brinell dan Rockwell adalah lingkaran
jika dilihat dari atas permukaan spesimen. Sedangkan pada pengujian Vickers, bentuk
penampilan indentasi dari hasil pengujian adalah persegi jika dilihat dari atas permukaan.
Hal tersebut terjadi dikarenakan pola yang dihasilkan dari indentasi mengikuti bentuk
permukaan indentornya, bola pada Brinell, kerucut intan pada Rockwell, dan piramida intan
pada Vickers.

Jarak antar Indentasi


Jarak antar indentasi yang diperoleh melalui ketiga jenis metode pengujian keras,
Rockwell, Brinell, dan Vickers, tidak berkaitan satu sama lain. Hal tersebut menunjukkan
bahwa pengujian keras dapat dilakukan dimanapun tidak bergantung pada indentasi dari
hasil pengujian lain. Hal yang terpenting dalam menentukan lokasi indentasi adalah untuk
memastikan bahwa spesimen yang akan diuji memiliki permukaan yang rata sehingga hasil
indentasi dapat terlihat dengan jelas pada jarak berapapun.

Jenis Indentor
Jenis indentor yang digunakan pada pengujian keras dengan metode Rockwell, adalah skala
C. Pengujian keras dengan skala C tersebut, dilakukan dengan indentor berupa intan
(diamond) berbentuk kerucut piramida dengan beban yang diberikan pada spesimen sebesar
150 Kg.
Uji Keras Rockwell
Tabel 1. Data Pengujian Keras Rockwell

No. Spesimen P (Kgf) Indenter Kekerasan

1. Baja kotak 150 Diamond cone 30,3 HRC

2. Baja Bulat 150 Diamond cone 30 HRC

3. Aluminium 60 1,8 in Steel 71 HRC

Catatan: Nilai kekerasan Rockwell didapat langsung dari mesin pengujian

Uji Keras Brinell


Tabel 2. Data Pengujian Keras Brinell

No. Spesimen P (Kgf) D (mm) d (mm)

1. Baja kotak 187,5 2,5 1,08

2. Baja bulat 187,5 2,5 0,99

3. Aluminium 187,5 2,5 1,81

Uji Keras Vickers


Tabel 3. Data Pengujian Keras Vickers

No. Spesimen P (Kgf) d1 (mm) d2 (mm) Kekerasan

1. Baja kotak 2 132,4 148,3 200 HV 2

2. Baja bulat 2 98,1 96,6 392 HV 2

3. Aluminium 2 176,8 191,5 109 HV 2

Catatan: Nilai kekerasan Vickers didapat langsung dari mesin pengujian

Pengolahan Data Praktikum


Berdasarkan hasil pengujian kekerasan dengan metode Rockwell, Brinell, dan Vickers,
diperoleh beberapa data berupa indentor, indentasi, dan nilai kekerasan dari masing-masing
spesimen berupa baja kotak, baja bulat, dan aluminium. Terkecuali pada pengujian keras
dengan metode Brinell, nilai kekerasan tidak didapat langsung dari mesin pengujian, tetapi
diperlukan perhitungan secara teoritis untuk mendapatkan nilai tersebut. Untuk menghitung
nilai kekerasan Brinell, diperlukan rumus:
2𝑃
BHN =
2 2
𝝅𝐷(𝐷− 𝐷 −𝑑 )

Di mana BHN (Brinell hardness number) adalah nilai kekerasan Brinell, P adalah beban
yang diberikan pada spesimen dalam Kg, D adalah diameter indentor dalam mm, dan d
adalah diameter indentasi dalam mm.

Setelah masing-masing spesimen memiliki nilai kekerasan dari ketiga jenis metode
pengujian keras, data tersebut kemudian dapat diolah ke dalam Tabel 4.

Tabel 4. Pengolahan Data Praktikum

Spesim Metode Beban Indenter Dimensi Keker Kekeras Standar Skala


en Uji [Kgf] Indentasi asan an Deviasi
Keras (d) [mm] Rata-Rat [%]

Baja Rockw 150 Diamon - 30,3 30,3 0 HRC


Kotak ell C d HRC HRC
pyramid
cone

Brinell 187,5 2,5 mm 1,08 194,6 194,633 0 BHN


steel 33 BHN
ball BHN

Vickers 2 Diamon 132,4 dan 200 200 HV 0 HV


pyramid 148,3 HV 2 2

Baja Rockw 150 Diamon - 30 30 HRC 0 HRC


Bulat ell C d HRC
pyramid
cone

Brinell 187,5 2,5 mm 0,99 233,6 233,623 0 BHN


steel 23 BHN
ball BHN

Vickers 2 Diamon 98,1 dan 392 392 HV 0 HV


pyramid 96,6 HV 2 2

Alumin Rockw 150 Diamon - 71 71 HRC 0 HRC


ium ell C d HRC
pyramid
cone

Brinell 187,5 2,5 mm 1,81 61,56 61,569 0 BHN


steel 9 BHN
ball BHN

Vickers 2 Diamon 176,8 dan 109 109 HV 0 HV


pyramid 191,5 HV 2 2

Berdasarkan hasil pengolahan data, baja bulat memiliki kekerasan Rockwell, Brinell, dan
Vickers secara berturut-turut 30 HRC, 233,623 BHN, dan 392 HV 2. Sedangkan baja kotak
memiliki kekerasan Rockwell, Brinell, dan Vickers secara berturut-turut 30,3 HRC,
194,633 BHN, dan 200 HV 2. Dari data tersebut, baja bulat memiliki kekerasan yang lebih
besar dari baja kotak pada pengujian Brinell dan Vickers. Sedangkan pada pengujian
Rockwell baja kotak dinilai lebih keras dari baja bulat. Apabila ditarik asumsi bahwa
perbedaan kekerasan pada metode Rockwell dinilai memiliki perbedaan yang tidak begitu
signifikan, maka dapat disimpulkan bahwa baja bulat memiliki kekerasan yang lebih besar
dari baja kotak.

Analisis Data

Sebelum dilakukan pengujian keras dengan metode Rockwell [1], Brinell [2], dan Vickers
[3], ketiga sampel (baja kotak, baja bulat, dan aluminium) telah dipersiapkan terlebih
dahulu dengan cara diamplas untuk menghasilkan permukaan spesimen yang halus dan
mengkilap. Persiapan permukaan spesimen uji pada pengujian kekerasan material penting
untuk dilakukan agar hasil pengukuran dapat akurat dan konsisten. Persiapan dengan cara
diamplas menggunakan kertas amplas dilakukan untuk mendapatkan bentuk dan
permukaan yang rata [4]. Hal tersebut menjamin validitas hasil uji keras yang dilakukan.
Persiapan pada spesimen material uji perlu untuk dilakukan karena uji keras sendiri
memiliki prinsip kerja di mana suatu indenter akan ditekan atau ditabrakan pada suatu
permukaan spesimen dengan beban tertentu untuk kemudian diukur jejaknya [5]. Apabila
permukaan spesimen tidak rata, maka hal tersebut dapat mengurangi akurasi dari hasil
indentasi. Hal tersebut terbukti saat pengujian dilakukan, di mana ketika spesimen tidak
diamplas terlebih dahulu, hasil indentasi yang diperoleh terlihat kurang jelas, kabur, dan
melebur dengan tekstur kasar dari spesimen material uji.

Terdapat beberapa kegagalan dalam pengujian keras yang telah dilakukan, sebelum pada
akhirnya mendapatkan hasil terkini yang lebih akurat dan telah mengalami pengulangan.
Berdasarkan pengujian kekerasan yang telah dilakukan, beberapa bekas indentasi yang
dinilai gagal atau tidak valid didapatkan dalam berbagai keadaan. Pertama, ketika
permukaan spesimen material uji diamplas kurang merata. Hasil yang didapatkan adalah
bekas indentasi yang kurang jelas dan kabur sehingga cukup sulit untuk menentukan
diameter dari jejak indentasi. Hal tersebut terjadi pada spesimen baja kotak dan aluminium
yang memiliki permukaan berserat yang cukup kasar ketika dilakukan pengujian keras
metode Brinell sehingga diperlukan pengamplasan ulang. Kedua, ketika indenter
ditempatkan di lokasi yang kurang tepat sehingga bekas indentasi berada di titik yang
kurang optimal. Hasil yang didapatkan adalah bekas indentasi yang bentuknya tidak
regular, cenderung oval. Hal tersebut terjadi pada spesimen aluminium ketika pengujian
keras metode Brinell berlangsung yang mana lokasi indentasi berdekatan dengan serat
permukaan spesimen yang kurang rata sehingga diperlukan pengujian ulang. Dari
pengujian tersebut, masing-masing dari kedua keadaan yang menghasilkan pengujian
dengan bekas indentasi yang tidak regular akan membuat hasil pengujian tidak valid
sehingga perlu untuk dilakukan persiapan ulang. Persiapan yang dimaksud meliputi
pengamplasan dan pengujian keras.
Berdasarkan hasil pengujian yang telah dilakukan, tingkat kemudahan dalam preparasi
spesimen dan tingkat kesulitan masing-masing pengujian bergantung pada metode
pengujian yang dilakukan. Pada pengujian Brinell dan Vickers, dibutuhkan spesimen
dengan permukaan yang halus dan rata agar hasil pengujian yang didapatkan lebih akurat
dan konsisten. Untuk menghasilkan permukaan spesimen yang diinginkan, diperlukan
preparasi berupa pengamplasan dengan kertas amplas terlebih dahulu. Tingkat kemudahan
dalam mempersiapkan spesimen tersebut dapat dikatakan relatif mudah dikarenakan
praktikan hanya perlu untuk menunggu beberapa saat sembari mengamplas spesimen pada
alat amplas dengan kertas amplas yang berputar secara otomatis. Kendala minor yang
terjadi dalam preparasi hanya berupa ketidakkonsistenan praktikan saat menahan spesimen
pada alat amplas sehingga seringkali spesimen terlempar dan terputar dari alat. Pada
pengujian keras metode Brinell, tingkat kesulitan pengujian dapat dikatakan cukup mudah
walaupun pengerjaannya manual karena prosedur untuk menggunakan alat uji tidak begitu
sulit sehingga praktikan mudah untuk mempelajarinya dengan singkat. Pada pengujian
keras metode Vickers, tingkat kesulitan pengujian dapat dikatakan sedikit sulit karena
pengujian ini dilakukan dengan alat yang bekerja secara otomatis di mana praktikan tidak
dapat dengan sembarang menyentuh dan menekan tombol yang terdapat pada alat uji.
Dalam melakukan pengamatan dan pengukuran spesimen pada kedua metode pengujian
dapat dikatakan relatif mudah karena dilakukan secara manual meskipun memerlukan
waktu beberapa saat untuk dapat mengerti cara menggunakannya.

Pada dasarnya, baja merupakan logam paduan dengan besi sebagai unsur dasar dan karbon
sebagai unsur paduan utamanya. Kandungan karbon pada baja bervariasi dengan persentase
yang berkisar antara 0,2% sampai 2,1% beratnya [6]. Karbon berperan penting dalam baja
untuk meningkatkan kekuatan, kekerasan, dan sifat mudah dibentuk. Kandungan karbon
yang besar dalam baja dapat mengakibatkan peningkatan kekerasan, tetapi baja tersebut
akan mengalami degradasi kekuatan dan kemudahannya untuk dibentuk [7]. Berdasarkan
komposisinya, baja dapat diklasifikasikan menjadi beberapa macam, salah satunya adalah
baja karbon yang terdiri dari baja karbon rendah, baja karbon sedang, dan baja karbon
tinggi [8]. Baja karbon rendah memiliki persentase karbon yang lebih sedikit dari baja
karbon tinggi. Hal tersebut mengindikasikan bahwa, baja karbon tinggi memiliki kekerasan
yang lebih besar dari baja karbon rendah, begitupun dengan baja karbon sedang.
Berdasarkan simpulan pada pengolahan data hasil pengujian keras, baja bulat memiliki nilai
kekerasan yang lebih besar dari baja kotak. Artinya, persentase karbon yang terdapat pada
baja bulat lebih banyak dari baja kotak. Apabila ditarik asumsi bahwa baja kotak
merupakan baja karbon rendah dan baja bulat merupakan baja karbon sedang, maka
persentase karbon pada baja kotak adalah kurang dari 0,3% dan baja bulat berkisar antara
0,3% hingga 0,6%.

Berdasarkan hasil pengujian keras yang telah dilakukan, spesimen baja kotak dan baja bulat
memiliki nilai kekerasan yang berbeda. Terdapat berbagai faktor yang dapat mempengaruhi
nilai kekerasan pada baja sehingga hasil yang diperoleh tersebut berbeda. Pertama, seperti
yang sudah disinggung sebelumnya di mana kandungan karbon yang terdapat pada baja
merupakan salah satu faktor utama yang dapat mempengaruhi hasil yang diperoleh ketika
pengujian keras dilakukan. Pada umumnya, baja yang memiliki kandungan karbon lebih
tinggi akan memiliki nilai kekerasan yang lebih tinggi juga, begitupun sebaliknya. Jenis
baja yang berbeda mengandung proporsi yang berbeda dari bahan yang juga berbeda,
variasi tersebut dapat berdampak secara signifikan pada seberapa keras produk jadinya.
Kedua, faktor yang juga berpengaruh terhadap nilai uji keras yang dilakukan adalah
perlakuan panas (heat treatment) yang digunakan dalam proses manufaktur baja [9]. Pada
umumnya, nilai kekerasan pada uji keras dengan metode Rockwell akan meningkat setelah
melalui proses perlakuan panas dengan metode tempering dengan variasi temperatur 100oC
hingga 400oC dengan besar peningkatan berkisar antara 40 HRC hingga 54 HRC [10]. Hal
tersebut terjadi dikarenakan pada temperatur variasi, struktur mikro pada baja menunjukkan
struktur martensit. Adapun peningkatan temperatur karburasi dan proses pengarbonan yang
juga memberikan peningkatan terhadap kekerasan permukaan. Hal tersebut dapat terjadi
karena atom karbon semakin banyak yang terperangkap pada bagian permukaan spesimen
seiring dengan semakin besarnya ketebalan lapisan karburasi yang mengakibatkan
terbentuknya martensit dan austenit sisa sehingga lapisan menjadi keras [11]. Ketiga, faktor
lain yang mempengaruhi perbedaan kekerasan pada baja saat pengujian keras adalah
komposisi kimia dan struktur mikro yang saling berkaitan satu sama lain. Komposisi kimia
yang berpengaruh dalam uji kekerasan berasal dari unsur paduan yang terkandung di
dalamnya. Unsur paduan yang pada umumnya terkandung dalam baja salah satunya adalah
kromium. Peningkatan kadar kromium pada paduan dapat meningkatkan nilai kekerasan
dengan mekanisme pembentukan karbida dan solid solution hardening juga mempengaruhi
struktur mikronya dengan membentuk fasa karbida, sementit, dan fasa ferit [12]. Selain
unsur kromium, adapun unsur nikel yang dapat berpengaruh terhadap baja apabila
dipadukan. Penambahan nikel (Ni) dapat menstabilkan fasa austenit disaat yang sama juga
meningkatkan kekerasan material [13]. Dapat disimpulkan bahwa perbedaan nilai
kekerasan yang diperoleh melalui pengujian keras pada baja dapat dipengaruhi oleh
faktor-faktor yang meliputi kandungan karbon, perlakuan panas material, komposisi kimia,
dan struktur mikro.

Nilai kekerasan aluminium dan baja yang diperoleh melalui pengujian keras memiliki nilai
yang jauh berbeda yang dapat disebabkan oleh perbedaan sifat fisik, dan mekanik serta
struktur mikro yang dimiliki oleh keduanya. Baja memiliki sifat fisik dengan massa jenis
sebesar 7,86 g/cm3 pada suhu kamar sedangkan aluminium hanya 2,7 g/cm3 [14]. Hal
tersebut menunjukkan bahwa baja memiliki kepadatan yang cukup jauh lebih besar
dibandingkan aluminium. Aluminium memiliki struktur kristal berbentuk FCC. Baja sendiri
memiliki struktur kristal BCC (body-centered cube) pada fasa alpha (ferit) dan FCC
(face-centered cube) pada fasa gamma atau austenit. Pada baja karbon, struktur mikro baja
didominasi oleh ferit dan perlit. Apabila baja diproses dengan perlakuan panas tertentu,
baja akan menghasilkan struktur mikro martensit yang merupakan struktur yang memiliki
kekuatan dan kekerasan yang cukup tinggi.

Seperti yang sudah disinggung sebelumnya, baja karbon terdiri dari tiga jenis berdasarkan
kandungan paduannya dengan karbon, baja karbon rendah, baja karbon sedang, dan baja
karbon tinggi. Baja karbon rendah mengandung paduan karbon dengan persentase kurang
dari 0,2% karbon. Sifat mekanik yang dimiliki oleh baja karbon rendah cenderung tidak
begitu keras, tetapi memiliki ketangguhan dan kekuatan yang baik. Baja karbon sedang
mengandung paduan karbon dengan komposisi karbon berkisar antara 0,2% hingga 0,6%.
SIfat mekanik yang dimiliki oleh baja karbon sedang cenderung lebih keras dibandingkan
dengan baja karbon rendah, kekuatan serta ketangguhannya relatif sedang. Sementara baja
karbon tinggi, memiliki kandungan karbon dengan persentase yang berkisar antara 0,6%
hingga 2,1%. Baja karbon tinggi memiliki sifat mekanik dengan kekerasan yang jauh lebih
tinggi dibandingkan dengan baja karbon rendah dan sedang, tetapi ketangguhan serta
kekuatannya lebih rendah. Salah satu contoh baja karbon rendah adalah AISI 1018 yang
memiliki nilai kekerasan sekitar 131 HV (nilai kekerasan Vickers), sedangkan contoh untuk
baja karbon tinggi adalah AISI 4130 yang memiliki nilai kekerasan sebesar 443,28 HV
(nilai kekerasan Vickers) [15]. Berdasarkan sumber lain yang diperoleh, aluminium
memiliki nilai kekerasan dengan nilai Vickers sebesar 131,9 HV [16]. Berdasarkan sumber
literatur yang diperoleh, apabila dibandingkan dengan hasil pengujian keras yang dilakukan
dengan metode Vickers, tidak banyak deviasi yang terjadi yang mengindikasikan bahwa
pengujian yang dilakukan sudah sesuai dengan standar dan nilai yang diperoleh konsisten
serta akurat.

Kesimpulan

1. Nilai kekerasan baja bulat dengan menggunakan uji keras Rockwell, Brinell, dan
Vickers secara berturut-turut adalah 30 HRC, 233,623 BHN, dan 392 HV 2.
2. Nilai kekerasan baja kotak dengan menggunakan uji keras Rockwell, Brinell, dan
Vickers secara berturut-turut adalah 30,3 HRC, 194,633 BHN, dan 200 HV 2.
3. Nilai kekerasan aluminium dengan menggunakan uji keras Rockwell, Brinell, dan
Vickers secara berturut-turut adalah 71 HRC, 61,569 BHN, dan 109 HV 2.
Daftar Pustaka

[1] American Standard Testing and Material International, ASTM E18-22 : Standard Test
Methods for Rockwell Hardness of Metallic Materials

[2] American Standard Testing and Material International, ASTM E10-18 : Standard Test
Methods for Brinell Hardness of Metallic Materials.

[3] American Standard Testing and Material International, ASTM E92-17 : Standard Test
Methods for Vickers Hardness and Knoop Hardness of Metallic Materials.

[4] Rauf, Fentje Abdul, Frans P. Sappu, Arwanto M. A. Lakat, 2018, “Uji Kekerasan
dengan Menggunakan Alat Microhardness Vickers pada Berbagai Jenis Material Teknik,”
dalam Jurnal Tekno Mesin, Vol. 5, No. 1, Manado

[5] Callister Jr., William D., 2014, Materials Science and Engineering an Introduction 9th
Ed., John Wiley & Sons, Inc, New York

[6] Amanto, H., dan Daryanto, 1999, Ilmu Bahan, cetakan pertama, Bumi aksara.

[7] Davis, H, E., 1982, The Testing of Engineering Materials, McGraw Hill Inc., Auckland

[8] ASM International, 1993, ASM handbook vol. 1:329

[9] Firman, Muhammad, Firda Herlina, dan Muhammad Hatif Martadinata, 2016, “Analisa
Kekerasan Baja ST 42 dengan Perlakuan Panas Menggunakan Metode Taguchi,” dalam
Jurnal Teknik Mesin UNISKA, Vol. 01, No. 02, Banjarmasin.

[10] Haryadi, G. D., 2012. “Pengaruh Suhu Tempering terhadap Kekerasan, Kekuatan
Tarik dan Struktur Mikro pada Baja K-460,” dalam ROTASI , Vol. 8, No. 2, 1-8.

[11] Iqbal, Muhammad, 2008, “Pengaruh Temperatur terhadap Sifat Mekanis pada Proses
Pengarbonan Pada Baja Karbon Rendah,” dalam Jurnal SMARTek, Vol. 6, No. 2, 104-112.

[12] Perdana, Hafidh Frian, 2016, Pengaruh Komposisi Kromium (Cr) terhadap Struktur
Mikro dan Kekerasan Baja Perkakas Kecepatan Tinggi AISI M10 melalui Metode
Pengecoran. Institut Teknologi Sepuluh November, Surabaya.
[13] Ardhyananta, Hosta, Ainun Zulfikar, Agung Purniawan, Amaliya Rasyida, dan
Widyastuti, 2020, “Pengaruh Komposisi Nikel (Ni) terhadap Kekerasan dan Struktur Mikro
Paduan Baja Tahan Karat Kekuatan Tinggi Fe-C-Mn-Cr-Ni melalui Metode Proses
Pengecoran Menggunakan Tungku Pembakaran Gas,” dalam MESIN, Vol. 11, No. 1,
20-26.

[14] Siregar, Suryadi Putra, 2014, Sifat Fisik dan Kimia dari Baja, Medan.

[15] Aminudin, Ilham Rizqi dan Sovian Aritonang, 2022, “Pengaruh Tempering pada Baja
AISI 4130 terhadap Kinerja Balistik dan Struktur Mikro,” dalam ELEMEN, Vol. 9, No. 2,
73-79.

[16] Iswahyudi, Didik. 2011. Analisa Sifat Fisis dan Mekanis Perubahan Material Baja dan
Aluminium pada Rocker Arm, Surakarta.
Lampiran

Gambar 2. Spesimen material uji keras

Anda mungkin juga menyukai