Anda di halaman 1dari 47

LAPORAN PRAKTIKUM

KINETIKA KATALIS

Disusun Oleh:

Nama : Maria Herodia Kelmaskosu


NIM : 201420037
Kelas : REF 4A
Dosen Pengampu : 1. Pusparatu, Dra., M.T.,Dr.
2. Silvya Yusnica Agnesty, S.T., M.T.

PROGRAM STUDI TEKNIK PENGOLAHAN MIGAS

POLITEKNIK ENERGI DAN MINERAL AKAMIGAS

CEPU

Cepu, Desember 2023


PERCOBAAN 1:

KINETIKA REAKSI UNIMOLEKULER IRREVERSIBLE, PERSAMAAN


ARHENIUS DAN WAKTU PARUH

I. TUJUAN PERCOBAAN
Setelah melaksanakan percobaan ini diharapkan mahasiswa dapat:
1. Mengetahui cara menentukan konstanta kecepatan reaksi unimolekuler irreversible,
persamaan Arhenius dan cara mencari energi aktivasi.
2. Mengetahui cara menentukan kinetika reaksi dengan menggunakan waktu paruh.

II. DASAR TEORI

Persamaan kecepatan reaksi dapat di peroleh secara teoritis maupun secara


empirik yaitu dengan cara fiting kurva data eksperimen. Penentuan persamaan kecepatan
reaksi biasanya melalui dua langkah yaitu pertama dengan memperhatikan pengaruh
konsentrasi terhadap kecepatan reaksi pada temperatur konstan dan kedua pengaruh
temperatur terhadap konstanta kecepatan reaksi. Kedua langkah ini digabungkan
sehingga akan menghasilkan persamaan kecepatan reaksi yang lengkap.

Peralatan yang digunakan untuk memperoleh informasi empiris adalah reaktor.


Reaktor dibagi menjadi dua jenis yaitu reaktor batch dan reaktor alir. Reaktor batch
merupakan wadah yang berisi reaktan dan produk yang selama terjadinya proses reaksi
kedua komponen tersebut tetap berada didalamnya. Untuk mendapatkan data yang
diperlukan untuk mencari persamaan kecepatan reaksi, reaksi dilakukan dengan jangka
waktu yang berbeda-beda. Proses reaksi dapat diikuti dengan berbagai cara yaitu :

- Diikuti perubahan konsentrasi komponen tertentu.


- Diikuti perubahan beberapa properti fisik fluida seperti konduktivitas listrik atau
indeks refraktif.
- Diikuti perubahan tekanan total pada sistem volume konstan.
- Diikuti perubahan volume pada sistem tekanan konstan.

Eksperimen pada reaktor batch biasanya dilakukan pada kondisi isothermal dan
volume konstan karena akan mudah untuk menginterpretasikan hasilnya. Reaktor ini
merupakan peralatan yang relatif sederhana dan mudah diadaptasi pada skala
laboratorium serta tidak memerlukan banyak peralatan pendukung.

Reaktor alir biasanya digunakan untuk mempelajari kinetika reaksi heterogen.


Dengan reaktor ini reaksi yang sulit diikuti, reaksi dengan produk yang bervariasi, reaksi
sangat cepat dan reaksi phase gas mungkin akan lebih mudah dilakukan.

Ada dua metode yang dapat digunakan untuk analisa data eksperimen. Metode
integral dan metode diferensial. Metode integral mudah digunakan dan
direkomendasikan untuk digunakan untuk mengetes mekanisme yang spesifik atau
ekspresi kecepatan reaksi yang relatif sederhana. Metode ini dapat pula digunakan bila
data sangat menyebar sehingga hasil derivatifnya kurang bisa dipercaya. Metode
differensial akan sangat berguna pada situasi yang lebih rumit tetapi memerlukan data
yang lebih banyak dan akurat. Metode integral hanya dapat digunakan untuk mengetes
mekanisme atau bentuk persamaan reaksi tertentu. Sedang metode deferensial dapat
digunakan untuk membuat persamaan reaksi dengan fitting dari data.

Reaktor Batch Volume Konstan

Sistem ini sering juga disebut dengan sistem reaksi densitas konstan. Pada
volume konstan, persamaan kecepatan reaksi komponen i adalah

atau untuk gas ideal

Analisa Data dengan Metode Integral

Pada metode integral, persamaan kecepatan reaksi tertentu diintegrasikan


kemudian diprediksi kurva C vs t dan dibandingkan dengan data eksperimen. Bila hasil
fitting kurang memuaskan maka persamaan kecepatan reaksi yang lain dicoba dan dites.
Prosedur analisa data dengan metode integral ini adalah
1. Pada sistem konstan volume, persamaan kecepatan reaksi penghilangan reaktan A
akan mengikuti bentuk:

atau pada kasus yang lebih terbatas dapat dituliskan sebagai

2. Persamaan (4) disusun ulang menjadi

kemudian diintegrasikan menjadi

3. Fungsi konsentrasi proporsional dengan waktu dan diplot sehingga menghasilkan


garis lurus dengan slope k untuk persamaan kecepatan reaksi yang diuji.
4. Dari eksperimen tentukan nilai integrasi dari persamaan (5) dan plot.
5. Cek apakah data-data ini fit bagus dengan mekanisme yang diujikan. Bila tidak coba
mekanisme lain.
Berikut dua persamaan yang bisa digunakan pada metode integral

Reaksi Orde Pertama


Perhatikan reaksi berikut
A → Produk
Persamaan kecepatan reaksinya

Dikelompokkan dan diintegrasikan menjadi

Hasil integrasinya adalah


Bila digunakan ukuran konversi maka persamaannya akan menjadi:

Sehingga

Persamaan kecepatan reaksi pada persamaan (7) menjadi

Disusun ulang dan diintegrasikan

hasil integrasi

Untuk menguji data eksperimen apakah sesuai dengan orde satu ini atau tidak dilakukan
dengan cara memplot ln(CA/CA0) atau ln(1-XA) lawan t. Grafik yang diperoleh adalah
garis lurus dengan slope sebagai k.

Reaksi Dekomposisi thermal urea

Telah lama diketahui bahwa bila urea didekomposisi secara thermal akan menjadi
asam cyanuric. Tetapi sebenarnya dekomposisi urea karena thermal adalah kompleks dan
tiap range temperature dekomposisi mempunyai produk sendirisendiri. Secara umum,
reaksi dekomposisi urea dapat dituliskan sebagai

H2N–CO–NH2 (m) → gas

Pada eksperimen kali ini akan dicari konstanta kinetika reaksi dekomposisi urea.

III. BAHAN

Bahan-bahan yang digunakan dalam praktikum ini yaitu:

- Urea (10 gr x 5, 5 gr, 15 gr, 20 gr, 25 gr)


IV. ALAT
Peralatan yang digunakan dalam praktikum ini yaitu:
- Gelas Beker 50 ml (10 buah)
- Termometer (3 buah)
- Erlenmeyer 250 ml (3 buah)

V. LANGKAH KERJA

VI. HASIL PRAKTIKUM


A. Mengetahui cara menentukan konstanta kecepatan reaksi unimolekuler irreversible,
persamaan Arhenius dan cara mencari energi aktivasi.
- Temperatur Reaktor : 140 OC
Berat Urea Awal : 4 gr
Berat Beaker : 32,2 gr
t Berat urea + beaker Berat urea
(menit) (gram) (gram)
5 36,2 4
10 36,1 3,9
15 36,07 3,87
20 36,02 3,82
25 35,98 3,78
30 35,93 3,73
35 35,86 3,66
40 35,76 3,56
45 35,68 3,48
50 35,6 3,4
55 35,55 3,35
60 35,47 3,27
65 35,46 3,26

- Temperatur Reaktor : 160 oC


Berat Urea Awal : 4 gr
Berat Beaker : 33,63 gr

t Berat urea + beaker Berat urea


(menit) (gram) (gram)
5 37,48 4
10 37,29 3,66
15 37,05 3,42
20 36,86 3,23
25 36,68 3,05
30 36,61 2,98
35 36,34 2,71
40 36,23 2,6
45 36,19 2,56
50 36,16 2,53
55 36,12 2,49
60 36,1 2,47

- Temperatur Reaktor : 100 oC


Berat Urea Awal : 4,05 gr
Berat Beaker : 34,02 gr

t Berat urea + beaker Berat urea


(menit) (gram) (gram)
5 38,07 4,05
10 38,01 3,99
15 37,73 3,71
20 37,39 3,37
25 37 2,98
30 36,69 2,67
35 36,6 2,58
40 36,51 2,49
45 36,48 2,46
50 36,45 2,43
55 36,43 2,41
B. Mengetahui cara menentukan kinetika reaksi dengan menggunakan waktu paruh.

Sampel = Urea

Berat Gelas Beaker dan Urea

Berat (gr)
Data
Beaker Urea Total
Sampel 1 33,07 5,06 38,13
Sampel 2 33,52 7,06 40,59
Sampel 3 32,09 9,06 42,15
Sampel 4 32,93 10,97 43,9
Sampel 5 33,68 12,91 46,59

1. Data Sampel
- Sampel 1

t pengambilan sampel Berat penimbangan


(menit) (gr)
0 38,73
4,5 37,84
6,8 37,1
8,4 36,77
10,3 36,23
12,2 36
15,4 35,16

- Sampel 2

t pengambilan sampel Berat penimbangan


(menit) (gr)
0 40,59
7,7 39
12,63 37,78
15,67 35,47
19,24 34,28
23,44 33,14
28,3 33

- Sampel 3

t pengambilan sampel Berat penimbangan


(menit) (gr)
0 42,15
15,5 40,03
22,65 38,88
25,43 36,78
28,72 35,42
35,64 34,89
40,1 34,5

- Sampel 4

t pengambilan sampel Berat penimbangan


(menit) (gr)
0 43,9
20,3 41,03
26,78 39,56
30,62 38,03
35,44 37
45,54 35,1
50 34,02

- Sampel 5

t pengambilan sampel Berat penimbangan


(menit) (gr)
0 46,59
30 43,15
45 40,26
50 38,4
60 37,67
75 35,2
81,5 34,3

VII. PEMBAHASAN

Praktikum ini bertujuan untuk mempelajari kinetika reaksi unimolekul


irreversible, persamaan Arrhenius dan waktu paruh dengan bahan baku urea. Urea adalah
senyawa organik dengan rumus molekul NH2CONH2. Urea terurai secara irreversible
menjadi amonia dan karbon dioksida. Reaksi penguraian urea dapat ditulis sebagai
berikut:

NH2CONH2 → 2NH3 + CO2

Untuk membahas kinetika katalis, kita dapat memulai dengan mengevaluasi


data eksperimen yang telah diberikan pada berbagai suhu (100°C, 140°C, dan 160°C)
dan mencari konstanta kecepatan reaksi, persamaan Arrhenius, serta energi aktivasi.

A. Menentukan Konstanta Kecepatan Reaksi Unimolekuler Irreversible

Dalam eksperimen untuk menentukan konstanta kecepatan reaksi unimolekuler


irreversible pada bahan baku urea dengan massa 4 gram, variasi suhu dilakukan pada
tingkat 100°C, 140°C, dan 160°C. Pada suhu 100°C, hasil percobaan menunjukkan
bahwa konstanta kecepatan reaksi (k) memiliki nilai 0,0039/Jam, menandakan bahwa
reaksi tersebut berada pada orde nol pada suhu tersebut. Peningkatan suhu menjadi
140°C menghasilkan nilai (k) sebesar 0,0129, menandakan adanya percepatan reaksi
seiring dengan kenaikan suhu. Hal serupa terjadi pada suhu 160°C, di mana nilai (k)
semakin meningkat menjadi 0,029.

Berdasarkan data yang diberikan, laju reaksi dekomposisi urea dapat ditentukan
dengan menghitung perubahan konsentrasi urea per satuan waktu. Misalnya, pada suhu
100 oC, laju reaksi urea dapat ditentukan sebagai berikut:
v = (4,05 – 2,41) / 5 = 0,328 mol/L.s

Dengan menggunakan konsentrasi urea awal sebesar 4,05 mol/L, konstanta


kecepatan reaksi pada suhu 100 oC dapat ditentukan sebagai berikut:

k = v / [A] = 0,328 mol/L.s / 4,05 mol/L = 0,08098 mol/L.s

Analisis tersebut menunjukkan bahwa suhu memiliki dampak signifikan


terhadap kecepatan reaksi. Peningkatan suhu menyebabkan peningkatan energi kinetik
molekul, yang secara langsung berkontribusi pada percepatan reaksi kimia. Grafik
konstanta kecepatan terhadap suhu dapat memberikan gambaran yang lebih jelas
tentang hubungan ini, dan mungkin memungkinkan identifikasi pola tertentu, seperti
kenaikan yang eksponensial. Hasil eksperimen ini dapat memberikan wawasan yang
berharga dalam mengoptimalkan kondisi reaksi untuk produksi urea, terutama dalam
konteks pengendalian suhu untuk mencapai reaksi yang efisien dan mengoptimalkan
rendemen produk.

Untuk lebih jelasnya dapat dilihat grafik yang didapatkan dari variasi
temperature dengan massa urea yang sama yaitu 4 gram.

1. Pada Temperatur 100 oC


2. Pada Temperatur 140 oC
3. Pada Temperatur 160 oC

B. Menentukan Kinetika Reaksi Dengan Menggunakan Waktu Paruh

Pada peneletian bahan urea dengan temperature sama yaitu 120 C dengan
variasi massa 4, 6, 8, 10 dan 12 gram. Waktu paruh adalah waktu yang diperlukan
untuk konsentrasi reaktan berkurang menjadi setengahnya. Waktu paruh
merupakan salah satu parameter yang dapat digunakan untuk menentukan kinetika
reaksi. Pada reaksi unimolekuler irreversible, waktu paruh dapat ditentukan dengan
menggunakan persamaan berikut:

t1/2 = ln (2) / k

Berdasarkan data yang diberikan, massa urea awal yang bervariasi akan
mempengaruhi konsentrasi urea awal. Hal ini akan mempengaruhi waktu paruh
reaksi. Waktu paruh merupakan parameter penting dalam analisis kinetika reaksi,
khususnya pada reaksi unimolekuler irreversible. Waktu paruh, yang didefinisikan
sebagai waktu yang diperlukan untuk konsentrasi reaktan berkurang menjadi
setengahnya, dapat memberikan wawasan yang berharga tentang kecepatan reaksi
dan karakteristik kinetika tertentu.
Pertama-tama, dalam konteks reaksi unimolekuler irreversible, di mana suatu
reaktan mengalami peluruhan tanpa kembalinya, waktu paruh dapat dihitung
dengan mengamati perubahan konsentrasi reaktan seiring waktu. Misalnya, jika
pada suatu titik waktu konsentrasi reaktan menurun menjadi setengah dari nilai
awalnya, waktu yang diperlukan untuk mencapai kondisi tersebut adalah waktu
paruh. Waktu paruh memiliki kegunaan praktis dalam memahami tingkat reaksi
dan memberikan parameter yang dapat dibandingkan antar eksperimen atau
kondisi reaksi yang berbeda. Selain itu, waktu paruh dapat digunakan untuk
menentukan orde reaksi, terutama pada reaksi unimolekuler, di mana orde reaksi
dapat diidentifikasi dari pola perubahan konsentrasi terhadap waktu. Pentingnya
waktu paruh dalam menentukan kinetika reaksi juga terkait dengan kemampuannya
untuk memberikan informasi mengenai stabilitas suatu reaktan atau produk.
Semakin lama waktu paruh, semakin stabil reaktan atau produk tersebut terhadap
peluruhan.
VIII. PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian kinetika reaksi unimolekuler irreversible,
persamaan Arrhenius, dan waktu paruh dari bahan baku urea, dapat disimpulkan
sebagai berikut:

1. Reaksi dekomposisi urea adalah reaksi unimolekuler irreversible. Hal ini


ditunjukkan oleh laju reaksi yang berbanding lurus dengan konsentrasi urea.
2. Waktu paruh reaksi dekomposisi urea akan semakin pendek seiring dengan
bertambahnya suhu atau konsentrasi urea. Hal ini menunjukkan bahwa suhu dan
konsentrasi urea memiliki pengaruh yang signifikan terhadap laju reaksi
dekomposisi urea.

B. Saran

Berdasarkan hasil penelitian ini, dapat diberikan saran sebagai berikut:

1. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut untuk mengetahui pengaruh faktor-faktor


lain terhadap laju reaksi dekomposisi urea, seperti katalis dan pelarut.
2. Hasil penelitian ini dapat digunakan untuk mengembangkan metode produksi
urea yang lebih efisien.
IX. DAFTAR PUSTAKA
1. Darmadi, Darmadi. 2014. “Pengolahan Limbah Cair Pabrik Pupuk Urea
Menggunakan Advanced Oxidation Processes.” In.
2. Maryudi, Maryudi, and Anwaruddin Hisyam. 2013. “KINETIKA REAKSI
KHROM DAN KAPUR PADAM PADA PENGOLAHAN LIMBAH
PENYAMAKAN KULIT SECARA BATCH.” In
3. Atkins, P.W. & Jones, L. (2014). Chemistry. 9th ed. Oxford: Oxford University
Press.
4. Chang, R. (2010). Chemistry. 10th ed. New York: McGraw-Hill.
5. Petrucci, R.H., Harwood, W.S., Herring, F.G., & Madura, J.D. (2013). General
Chemistry. 9th ed. New York: Pearson.

X. LAMPIRAN
PERCOBAAN 2:

KINETIKA REAKSI BIMOLEKULER IRREVERSIBLE

I. Tujuan Percobaan
1. Mengetahui cara menentukan kinetika reaksi bimolekuler irreversible.

II. Dasar Teori

Perhatikan reaksi dibawah ini (Fessenden dkk, 1982)

Persamaan kecepatan reaksi

Jumlah A dan B yang bereaksi pada waktu t akan sama yaitu CA0XA = CB0XB
sehingga persamaan diatas ditulis ulang menjadi

Bila MB = CB0 / CA0 adalah rasio molar reaktan mula – mula, maka

Disusun ulang dan diintegrasikan


Diselesaikan menjadi

Reaksi Penyabunan

Pada eksperimen kinetika reaksi bimolekuler irreversible ini akan diuji sebuah
reaksi penyabunan antara minyak dengan NaOH (Riawan, 1990).

Rumus Trigliserida

Dalam rumus bangun trigliserida di atas R1, R2, R3 adalah asam-asam


karboksilat rantai panjang atau disebut juga asam lemak. Trigliserida dibagi menjadi 2
macam, yaitu trigliserida sederhana jika R1=R2=R3 dan trigliserida campuran, bila
ketiga R berlainan atau hanya dua R yang berlainan (Setyawardhani, dkk, 2013).
a. Kinetika Reaksi Bimolekuler Irreversible

Reaksi bimolekuler irreversible adalah reaksi melibatkan dua molekul reaktan


dan berlangsung hanya dalam satu arah. Dalam reaksi ini, dua molekul reaktan berubah
menjadi produk dan proses ini tidak dapat dibalik. Reaksi bimolekuler dapat dijelaskan
melalui persamaan yang merujuk pada reaksi orde kedua. Di sini, laku reaksi ini
sebanding dengan laju Ketika reaktan berada bersama.

Persamaan kecepatan reaksi dapat diperoleh secara teoritis maupun secara


empiris, yaitu dengan cara fitting kurva data eksperimen. Penentuan persamaan
kecepatan reaksi biasanya melalui dua langkah yaitu pertama dengan memperhatikan
pengaruh konsentrasi terhadap kecepatan reaksi pada tempreatur konstan dan kedua
pengaruh tempreatur terhadap konstanta kecepatan reaksi.

b. Persamaan Kecepatan Reaksi

Persamaan kecepatan reaksi untuk reaksi bimolekuler irreversible dapat ditulis


sebagai berikut:

𝑑[𝐴]
= −𝑘[𝐴][𝐵]
𝑑𝑡

Di mana:

• [A] dan [B] adalah konsentrasi dari reaktan A dan B


• K adalah konstanta laju reaksi
• t adalah waktu

Konstanta laju reaksi ini dapat dipengaruhi oleh berbagai faktor, termasuk suhu
dan kehadiran katalis. Katalis dapat meningkatkan laju reaksi dengan menurunkan energi
aktivasi, yang pada gilirannya dapat mempengaruhi waktu paruh reaksi.

c. Reaksi Penyabunan

Pada eksperimen kinetika reaksi bimolekuler irreversible ini akan diuji sebuah
reaksi penyabunan antara minyak dengan NaOH.
III. Alat dan Bahan
Alat:
1. Buret 25 ml (1 buah)
2. Erlenmeyer 100 ml (2 buah)
3. Magnetik Stirrer (1 buah)
4. Statif dan Klem (titrasi)
5. Gelas Ukur 10 ml dan 100 ml
6. Gelas beker 100 ml (1 buah)
7. Labu Ukur 250 ml (1 buah)
8. Alumunium Foil (Penutup Gelas Beaker)

Bahan:

1. Minyak Goreng
2. NaOH 5 M
3. HCl 1 M
IV. Langkah Kerja

Siapkan campuran 30 mL NaOH (5 M) dan


minyak tumbuhan dengan variasi 20 dan 25 ml
minyak tumbuhan pada gelas beker 50 ml.
gunakan batang pengaduk untuk mencegah
eksplosif campuran NaOH-minyak dan taruh
diatas hotplate lalu nyalakan hotplate.

Sampling produk sebanyak 1 ml dan diencerkan


hingga 10 ml setiap 5 menit sampai airnya
menguap semua (perhitungan waktu dilakukan
sejak NaOH dicampur dengan minyak) dan
evaluasi konsentrasi NaOH-nya.

Titrasi 10 ml produk tadi (langkah no.2) dengan


HCl 1M, catat volume HCl yang digunakan.

Reaksi penyabunan komplet bila padatan seperti


lilin terbentuk dan bila didinginkan akan keras
dan getas. Reaksi penyabunan akan selesai
setelah 30 menit.

V. Hasil Pengamatan
1. Analisis Konsentrasi Trigliserida
- Volume Trigliserida 10 & 16 ml
- Densitas Trigliserida 0,87 g/ml
- Jumlah Mol Trigliserida 0,0102 & 0,0163 mol
- Mr Trigliserida 854 g/mol
- Volume NaOH 60 ml
- Molaritas NaOH 5M
- Temperatur Reaksi 80 oC

a. Volume Minyak 10 ml

𝑝𝑥𝑣
𝑛1 = 𝑚𝑟
𝑔
0,871 𝑥 10𝑚𝑙
𝑚𝑙
0,871𝑔/𝑚𝑙 = 854 𝑔/𝑚𝑜𝑙

= 0,0102 mol

b. Volume Minyak 16 ml

𝑝𝑥𝑣
𝑛2 = 𝑚𝑟

𝑔
0,871 𝑥 16𝑚𝑙
𝑚𝑙
= 854 𝑔/𝑚𝑜𝑙

= 0,0163 𝑚𝑜𝑙

2. Analisis Sampel
Beaker 1 (10mL) Minyak goreng
HCl = 1 M

Waktu Volume HCl yang digunakan [NaOH] ln


1/[NaOH]
(Menit) (mL) (M) [NaOH]
5 1,7 0,17 -1,7720 5,8824
10 1,2 0,12 -2,1203 8,3333
15 1,1 0,11 -2,2073 9,0909
20 1 0,1 -2,3026 10
25 1,2 0,12 -2,1203 8,3333
30 1,1 0,11 -2,2073 9,0909
35 1,1 0,11 -2,2073 9,0909
40 1,1 0,11 -2,2073 9,0909

Beaker 2 (16mL) Minyak goreng


HCl = 1 M

Waktu Volume HCl yang digunakan [NaOH] ln


1/[NaOH]
(Menit) (mL) (M) [NaOH]
5 1,8 0,18 -1,7148 5,5556
10 1,1 0,11 -2,2073 9,0909
15 1,1 0,11 -2,2073 9,0909
20 1,7 0,17 -1,7720 6
25 1,1 0,11 -2,2073 9,0909
30 1,1 0,11 -2,2073 9,0909
35 1,1 0,11 -2,2073 9,0909
40 1,1 0,11 -2,2073 9,0909
1. Perhitungan
- NaOH
gr 1000
M= 𝑥
Mr 500
gr
5= 𝑥 2 = 20
40
100 gr
gr = 500 ml

- HCl
C = 37%
P = 1,199/ml
Mr = 36,5
% (b/v) = 37% x 619
= 44,03 % dalam 100ml
% 44,03
M= 𝑥𝑣= 𝑥 0,1𝐿 = 12,0630𝑚𝑙
Mr 36,5

V1 x C1 = V2 x C2
V1 x 12,063 M = 500 x 5 M
500 x 5
v2 = 12,063
= 207,24 ml

VI. Analisa

Pada percobaan kali ini dilakukan percobaan kinetika reaksi bimolekuler


irreversible yang merupakan percobaan untuk mengamati kecepatan reaksi dan
mekanisme reaksi yang melibatkan dua molekul reaktan. Reaksi irreversible adalah
reaksi yang ketika produk sudah terbentuk, produk tersebut tidak dapat kembali lagi
menjadi reaktan. Tujuan percobaan ini adalah untuk mengetahui cara menentukan
kinetika reaksi bimolekuler irreversible yang dilakukan dengan menggunakan minyak
goreng, NaOH dan HCl. Disini, minyak goreng akan berperan sebagai asam lemak,
NaOH sebagai bahan pembuatan sabun dan HCl sebagai titran.

Reaksi yang terjadi adalah :

RCOOH (aq) + NaOH (aq) → RCOONa (aq) + H2O (aq)

Pada reaksi tersebut, dua molekul reaktan, yaitu asam lemak dan NaOH akan
bereaksi membentuk dua molekul produk, yaitu sabun dan air. Reaksi ini berlangsung
tidak dapat balik karena produk yang dihasilkan, yaitu sabun, tidak dapat bereaksi
kembali dengan reaktan untuk membentuk asam lemak dan NaOH.

VII. Penutup

Kesimpulan pada praktikum ini, yaitu :

1. Reaksi yang digunakan adalah reaksi penyabunan antara minyak goreng dan NaOH.
2. Reaksi bimolekuler irreversibel ini merupakan reaksi orde 2.
3. Semakin lama waktu yang dibutuhkan, semakin sempurna reaksi penyabunan yang
terjadi karena semakin sedikit reaktan yang bereaksi menjadi produk.

VIII. Daftar Pustaka

1. Fessenden, R. J. dan Fessendenm J.S. 1982. Kimia Organik Edisi Ketiga, Jilid 2.
Jakarta : Erlangga.
2. Riawan, S. 1990. Kimia Organik Edisi 1. Jakarta : Erlangga.
3. Setyawardhani, Dwi Ardiana, dkk. 2013. Penggeseran Reaksi Kesetimbangan
Hidrolisis Minyak Dengan Pengambilan Gliserol Untuk Memperoleh Asam Lemak
Jenuh dari Minyak Biji Karet. E-Journal Teknik Kimia Universitas Sebelas Maret
Vol. 12 No. 2 Hal : 63-67.
IX. Lampiran
PERCOBAAN 3:

PENENTUAN KINETIKA PROSES PERENGKAHAN ATMOSFERIK RESIDU


BESAR

I. Tujuan Percobaan
1. Mengetahui konstanta kecepatan reaksi kompleks irreversible dan reversible pada
proses perengkahan residu dengan metode thermal cracking.
2. Mencari energi aktivasi dengan persamaan Arhenius pada proses perengkahan residu
dengan metode thermal cracking.

II. Dasar Teori


a. Konstanta Kesetimbangan Reaksi Reversible

Konstanta kesetimbangan dari suatu reaksi kimia adalah nilai dari hasil bagi
reaksinya pada kesetimbangan kimia. Kesetimbangan kimia tercapai Ketika laju reaksi
maju sama dengan laju reaksi balik dan konsentrasi dari reaktan-reaktan dan produk-
produk tidak berubah lagi. Konstanta kesetimbangan tidak bergantung terhadap
konsentrasi analitis awal dari spesi reaktan dan produk dalam campuran. Dengan
demikian, dengan adanya konsentrasi awal dari suatu sistem, nilai konstanta
kesetimbangan yang diketahui dapat digunakan untuk menentukan komposisi sistem
pada kesetimbangan. Konstanta kesetimbangan reaksi reversible adalah perbandingan
konsentrasi produk dan konsentrasi reaktan pada keadaan kesetimbangan yang biasanya
dilambangkan dengan Kc. Persamaan untuk menentukan konstanta kesetimbangan reaksi
reversible adalah sebagai berikut:

[𝑝𝑟𝑜𝑑𝑢𝑘]𝑛
𝐾𝑐 =
[𝑟𝑒𝑎𝑘𝑡𝑎𝑛]𝑚

Dimana:

- Kc adalah konstanta kesetimbangan reaksi reversible


- [produk] adalah konsentrasi produk pada keadaan kesetimbangan.
- [reaktan] adalah konsentrasi reaktan pada keadaan kesetimbangan.
- N adalah orde reaksi produk
- M adalah orde reaksi reaktan.
b. Pengaruh Katalis

Katalis adalah suatu zat yang dapat mempercepat terjadinya reaksi kimia tanpa
dikonsumsi atau dipakai oleh reaksi tersebut. Katalis mempercepat reaksi dengan
menyediakan jalur alternatif yang memiliki energi lebih rendah. Ketika energi aktivasi
diturunkan, maka akan lebih banyak tumbukan yang menyediakan energi yang cukup
bagi reaktan untuk membentuk produk. Selama reaksi, katalis tidak dapat berubah atau
dikonsumsi.

c. Pengaruh Feed

Feed atau aliran masuk dalam konteks reaksi kimia merujuk pada laju aliran
bahan masuk ke dalam reaktor. Pengaruh laju alir feed gas terhadap penyerapan CO2
memiliki nilai R2 sebesar 0,9 dengan nilai korelasi yang diperoleh sebesar 0,97 yang
artinya berpengaruh kuat dalam menyerap CO2. Variabel yang digunakan meliputi
perbandingan feed flowrate dan suhu reaksi pada reaktor.

III. Alat dan Bahan

Alat:

1. Rangkaian simulasi catalytic cracking


2. Hot plate
3. Vacum Pump
4. Erlenmeyer
5. Labu tiga leher
6. Apar
Bahan:

1. Residu
2. Katalis
IV. Langkah Kerja

V. Hasil Pengamatan

Volume Residu : 1,5L


Suhu reaktor : 350 °C - 400 °C
Massa Penampung gas kosong : 1792,769
VI. Perhitungan

Tidak ada data untuk perhitungannya.

VII. Analisa

Percobaan gagal, dikarenakan reaktor mengalami kebocoran. Sehingga


Naphta/fraksi ringan yang berhasil dicrack losses keluar dari reaktor.

VIII. Penutup
a. Kesimpulan
Dari praktikum ini dapat disimpulkan bahwa:
1. Praktikum tidak dapat dilakukan sesuai prosedur
2. Praktikkan terkendala pada alat simulasi
3. Praktikkan berhasil memperbaiki simulasi peralatan

b. Saran
1. Perlu diadakannya perawatan alat secara berkala
2. Adanya perbaikan komponen pada peralatan
3. Perlu diadakannya pengawasan dan antisipasi bahaya pada saat simulasi

IX. Daftar Pustaka

A. A. Al-Janabi, A. A. Al-Ghazali, and A. A. Al-Amiri, "Kinetic Study of Vacuum


Residuum Cracking Over Catalysts Modified with Cerium and Cobalt," Journal of
Petroleum Science and Engineering, vol. 156, pp. 104-111, 2017.
PERCOBAAN 4:

PENENTUAN KINETIKA DAN PENGARUH KATALIS DALAM PROSES


PERENGKAHAN ATMOSFERIK RESIDU

I. Tujuan Percobaan
1. Mengetahui konstanta kecepatan reaksi kompleks irreversible dan irreversible pada
proses perengkahan residu dengan metode thermal cracking dan metode katalitik
cracking dan membandingkan hasilnya.
2. Mencari energi aktivasi dengan persamaan Arrhenius pada proses perengkahan
residu dengan metode thermal cracking dan metode katalitik cracking dan
membandingkan hasilnya.

II. Dasar Teori

Perengkahan Atmosferik Residu (PAR) adalah proses konversi residu minyak bumi
menjadi produk bernilai lebih tinggi, seperti bensin, solar, dan gasoline. Proses ini
dilakukan dengan mengalirkan residu diatas katalis pada suhu dan tekanan atmosferik.
Kinetika perengkahan atmosferik residu merupakan suatu proses yang kompleks dan
dipengaruhi oleh berbagai faktor, seperti komposisi residu, suhu, tekanan, dan jenis
katalis. Pengaruh katalis dalam proses PAR sangat penting, karena katalis dapat
meningkatkan konversi residu dan menghasilkan produk yang lebih berkualitas.

a. Kinetika Perengkahan Atmosferik Residu


Kinetika perengkahan atmosferik residu dapat digambarkan oleh persamaan berikut:
𝐴→𝐵+𝐶
Dimana:
A adalah residu minyak bumi
B dan C adalah produk perengkahan

Persamaan tersebut menunjukkan bahwa residu minyak bumi (A) terurai menjadi
dua produk (B dan C). Kinetika perengkahan atmosferik residue dapat dipelajari dengan
menggunakan berbagai metode, seperti Metode Isotermal, Isokhorik, dan Isokinetik.
b. Pengaruh Katalis Dalam Proses Perengkahan Atmosferik Residu

Katalis berperan penting dalam proses perengkahan atmosferik residu. Katalis


dapat meningkatkan konversi residu dan menghasilkan produk yang lebih berkualitas.
Pengaruh katalis dalam proses perengkahan atmosferik residu dapat dijelaskan dengan
menggunakan teori aktivasi. Teori aktivasi menyatakan bahwa reaksi kimia dapat
berlangsung jika molekul-molekul reaktan memiliki energi yang cukup untuk melewati
energi aktivasi.

Katalis dapat menurunkan energi aktivasi reaksi perengkahan atmosferik residu,


sehingga reaksi dapat berlangsung lebih cepat. Hal ini menyebabkan konversi residu
meningkat dan produk yang dihasilkan lebih berkualitas. Jenis katalis yang dapat
digunakan dalam proses perengkahan atmosferik residu biasanya adalah katalis asam,
katalis basa, dan katalis zeolite.

Kinetika perengkahan atmosferik residu merupakan suatu proses yang kompleks


dan dipengaruhi oleh berbagai faktor. Pengaruh katalis dalam proses PAR sangat penting,
karena katalis dapat meningkatkan konversi residu dan menghasilkan produk yang lebih
berkualitas.

III. Alat dan Bahan


Alat:
- Reaktor
- Furnace
- Seperangkat Alat Rotary Evaporator
- Seperangkat Alat Pompa Vacuum
- Gelas Beaker
- Erlenmeyer
- Kertas Saring

Bahan:

- Residu Furnace
- Toluena
- N-Heptane
IV. Langkah Kerja

Timbang reactor
Masukkan ke dalam Panaskan reaktor pada
kosong beserta
reactor 5 gram residu suhu 350 oC
penutupnya

Buka reaktor agar


Dinginkan reaktor Timbang reaktor +
gasnya keluar dari
hingga suhu kamar distilat + gas
reaktor

Timbang coke kering


Tambahkan toluena Saring coke yang didapatkan pada
kertas saring

Lakukan rotary
evaporator untuk me- Tambahkan n-Heptana Saring asphaltene
recovery toluena

Timbang asphaltene
Lakukan rotary
kering yang Timbang sisa larutan
evaporator untuk me-
didapatkan pada (Maltena)
recovery n-Heptana
kertas saring
V. Hasil Pengamatan

Nama Alat/Feed/Produk Berat


No Kode
(g)

1 Reaktor 525,04 A

2 Reaktor + Tutup 947,81

3 Feed (Residu) 5,9

4 Reaktor + Produk + Tutup 963,8 D

5 Toluena 94,9 F

6 Krus Coke 36,39 G

7 Krus + Kertas saring coke 36,7702 H

Krus + Kertas saring coke basah


8 36,87 I
(sebelum dioven)

Krus + Kertas saring coke basah


9 36,82 J
(setelah dioven)

10 Kertas saring coke 0,3802

11 Labu Evaporator 500mL 157,34 K

12 Labu Penampung 250 mL 103,06 N

13 Labu Penampung + Recovery Toluena 197,96 O

14 n-Heptana 98,44 P

15 Labu Penampung + Recovery n-Heptana 201,50 Q

16 Krus Asphaltene 21,96 R

17 Krus + Kertas Saring Asphaltene 22,27 S

18 Kertas Saring Asphaltene 0,319

Krus + Kertas Saring + Asphaltene Kering


19 24,48 T
(Sebelum dioven)

Krus + Kertas Saring + Asphaltene Kering


20 22,43 U
(Setelah dioven)
VI. Analisa

Pada percobaan kali ini, praktikkan ingin menentukan berapa banyak jumlah
jumlah residu yang dapat direngkahkan dengan menggunakan proses thermal cracking.
Praktikum ini bertujuan agar praktikan mampu untuk mengetahui bagaimana cara kerja
atau implementasi mengenai thermal cracking atmosferik residu yang ada di industri
pengolahan migas secara sederhana. Dengan menggunakan reaktor yang diisi dengan
residue dari laboratorium diambil kurang lebih sebanyak 5,9gram dan lakukan
pemanasan didalam furnace sederhana yang ada dilaboratorium selama pada suhu 350
O
C selama kurang lebih 3 jam sekaligus lakukan pendinginan didalam alat tersebut
hingga suhu ruang. Guna pemanasan didalam reaktor ini merupakan suatu
pengimplementasian dari kinerja thermal cracking yang ada didalam industri pengolahan
migas dengan tekanan vakum yang dalam praktikum ini terjadi didalam reaktor besi yang
tertutup rapat hingga dianggap tekanan didalam reaktor tersebut adalah vakum.

Kemudian dari pemanasan residu yang terjadi didalam reaktor tersebut lakukan
penimbangan terhadap isi reaktornya (distilat dan gas) setelah dioven. Terjadi
penyusutan berat yang terjadi didalam reaktor. Hal ini karena terjadi perubahan bentuk
residue menjadi gas yang terdapat didalam reaktor. Dari keterangan ini membuktikan
bahwa residu tersebut masih bisa dilakukan perubahan bentuk asal dengan dilakukan
pengoperasian dengan tekanan vakum dalam tempreatur yang tinggi. Dalam praktikum
ini perubahan bentuk tersebut bisa dikategorikan menjadi beberapa produk seperti gas,
asphaltene, maltene, coke dan distillate tergantung dari apa yang ingin praktikkan
perlakukan pada residue.

Untuk gas setelah reaktor dibuka, gas akan direlease dan produk gas akan
terbuang ke udara. Dari hasil yang praktikkan dapatkan, didapat massa gasnya adalah
sebanyak 5% dari total cokenya. Untuk produk asphaltene perlu dilakukan beberapa
tahapan. Ambil coke dari reaktor dan tambahkan larutan toluene kedalam coke dan saring
coke tadi. Gunanya adalah untuk mereaksikan atau membentuk asphaltene dari coke
tersebut dengan bantuan toluene dan n-heptane. Disini menggunakan alat bantu rotary
evaporator untuk menghilangkan toluene dan n-heptane yang dicampurkan pada coke
tadi agar menghasilkan produk asphaltene murni. Dari pengujian kami ini didapat sekitar
5% produk asphaltene. Setelah didapat asphaltene, praktikkan ingin merecovery produk
maltene dari residue yang masih terkandung didalamnya. Yaitu dengan melakukan hal
yang sama pada produk residue tetapi dengan jumlah toluene yang berbeda (lebih
banyak). Hal ini karena maltene memiliki fraksi yang lebih ringan daripada produk
asphaltene. Dari pengujian ini praktikkan mendapatkan massa maltene sebanyak 72%.
Dan sisa dari produk residue cracking ini adalah distilat yang sudah tidak bisa lagi diolah
menjadi produk lainnya dengan jumlah sebanyak 15% distilat yang diperoleh.

Dari hasil pengujian ini sudah sesuai dengan teori yang diajarkan. Sebagaimana
produk residue yang dicracking akan menghasilkan beberapa produk yang berbeda yaitu
gas, asphaltene, maltene, dan distilat dengan persenan yang berbeda-beda. Peningkatan
produk ini bisa dilakukan dengan cara menaikkan suhu operasi pada furnace tempat
terjadinya pembentukan, tergantung dari produk apa yang hendak dihasilkan oleh
praktikkan.

Kesalahan yang sering terjadi dalam pengujian ini adalah kurang telitinya
praktikkan dalam menimbang dan mengukur massa dan waktu yang dipraktikkan dalam
pengujian ini. Sehingga ada indikasi bahwa hasil yang tercipta ini kurang tepat/kurang
teliti. Oleh karena itu diharapkan kedepannya agar lebih teliti dalam melakukan
pengukuran atau penimbangan tersebut. Dan selebihnya pengujian sudah sesuai dengan
teori.

VII. Penutup
a. Kesimpulan
- Pada pengujian ini dilakukan perengkahan secara atmosferik thermal cracking
dengan feed yang digunakan adalah residue dengan menghasilkan beberapa
produk seperti asphaltene, maltene, gas, dan distillate.
- Produk yang ingin dihasilkan itu tergantung dari bagaimana pengaplikasian
mengenai tempreatur operasinya.
- Dari pengujian ini didapat sekitar 5% asphaltene, 5%gas, 72% maltene, dan 15%
menjadi distillate yang sudah tidak bisa lagi diolah.

b. Saran
- Praktikkan diharapkan lebih teliti dalam melakukan pengukuran baik itu
penimbangan berat bahan maupun penimbangan peralatan karena akan
mempengaruhi hasil akhirnya.
- Lebih berhati-hati dalam melakukan pengujian. Dan selalu gunakan APD
lengkap.

VIII. Daftar Pustaka

al, S. e. (2019). The Conversion of Expanded polystyrene waste to liquid fuel using Cu-Al2O3
by the thermal catalytic cracking process. J. Phys: Conf. Ser, 1-6.

D. Houshmand., B. R. (2013). Thermal and Catalytic Degradation of Polystyrene with a Novel


Catalyst. Int. J Sci Emerging Tech, 234-236.

Ekky, W. Z. (2016). Pengolahan Limbah Plastik Polipropilena (PP) menjadi Bahan Bakar
Minyak dengan Metode Perengkahan Katalitik menggunakan Katalis Sintetis. Jurnal
Rekayasan Kimia dan Lingkungan Vol.11, 17-23.

IX. Lampiran

Anda mungkin juga menyukai