KINETIKA KATALIS
Disusun Oleh:
CEPU
I. TUJUAN PERCOBAAN
Setelah melaksanakan percobaan ini diharapkan mahasiswa dapat:
1. Mengetahui cara menentukan konstanta kecepatan reaksi unimolekuler irreversible,
persamaan Arhenius dan cara mencari energi aktivasi.
2. Mengetahui cara menentukan kinetika reaksi dengan menggunakan waktu paruh.
Eksperimen pada reaktor batch biasanya dilakukan pada kondisi isothermal dan
volume konstan karena akan mudah untuk menginterpretasikan hasilnya. Reaktor ini
merupakan peralatan yang relatif sederhana dan mudah diadaptasi pada skala
laboratorium serta tidak memerlukan banyak peralatan pendukung.
Ada dua metode yang dapat digunakan untuk analisa data eksperimen. Metode
integral dan metode diferensial. Metode integral mudah digunakan dan
direkomendasikan untuk digunakan untuk mengetes mekanisme yang spesifik atau
ekspresi kecepatan reaksi yang relatif sederhana. Metode ini dapat pula digunakan bila
data sangat menyebar sehingga hasil derivatifnya kurang bisa dipercaya. Metode
differensial akan sangat berguna pada situasi yang lebih rumit tetapi memerlukan data
yang lebih banyak dan akurat. Metode integral hanya dapat digunakan untuk mengetes
mekanisme atau bentuk persamaan reaksi tertentu. Sedang metode deferensial dapat
digunakan untuk membuat persamaan reaksi dengan fitting dari data.
Sistem ini sering juga disebut dengan sistem reaksi densitas konstan. Pada
volume konstan, persamaan kecepatan reaksi komponen i adalah
Sehingga
hasil integrasi
Untuk menguji data eksperimen apakah sesuai dengan orde satu ini atau tidak dilakukan
dengan cara memplot ln(CA/CA0) atau ln(1-XA) lawan t. Grafik yang diperoleh adalah
garis lurus dengan slope sebagai k.
Telah lama diketahui bahwa bila urea didekomposisi secara thermal akan menjadi
asam cyanuric. Tetapi sebenarnya dekomposisi urea karena thermal adalah kompleks dan
tiap range temperature dekomposisi mempunyai produk sendirisendiri. Secara umum,
reaksi dekomposisi urea dapat dituliskan sebagai
Pada eksperimen kali ini akan dicari konstanta kinetika reaksi dekomposisi urea.
III. BAHAN
V. LANGKAH KERJA
Sampel = Urea
Berat (gr)
Data
Beaker Urea Total
Sampel 1 33,07 5,06 38,13
Sampel 2 33,52 7,06 40,59
Sampel 3 32,09 9,06 42,15
Sampel 4 32,93 10,97 43,9
Sampel 5 33,68 12,91 46,59
1. Data Sampel
- Sampel 1
- Sampel 2
- Sampel 3
- Sampel 4
- Sampel 5
VII. PEMBAHASAN
Berdasarkan data yang diberikan, laju reaksi dekomposisi urea dapat ditentukan
dengan menghitung perubahan konsentrasi urea per satuan waktu. Misalnya, pada suhu
100 oC, laju reaksi urea dapat ditentukan sebagai berikut:
v = (4,05 – 2,41) / 5 = 0,328 mol/L.s
Untuk lebih jelasnya dapat dilihat grafik yang didapatkan dari variasi
temperature dengan massa urea yang sama yaitu 4 gram.
Pada peneletian bahan urea dengan temperature sama yaitu 120 C dengan
variasi massa 4, 6, 8, 10 dan 12 gram. Waktu paruh adalah waktu yang diperlukan
untuk konsentrasi reaktan berkurang menjadi setengahnya. Waktu paruh
merupakan salah satu parameter yang dapat digunakan untuk menentukan kinetika
reaksi. Pada reaksi unimolekuler irreversible, waktu paruh dapat ditentukan dengan
menggunakan persamaan berikut:
t1/2 = ln (2) / k
Berdasarkan data yang diberikan, massa urea awal yang bervariasi akan
mempengaruhi konsentrasi urea awal. Hal ini akan mempengaruhi waktu paruh
reaksi. Waktu paruh merupakan parameter penting dalam analisis kinetika reaksi,
khususnya pada reaksi unimolekuler irreversible. Waktu paruh, yang didefinisikan
sebagai waktu yang diperlukan untuk konsentrasi reaktan berkurang menjadi
setengahnya, dapat memberikan wawasan yang berharga tentang kecepatan reaksi
dan karakteristik kinetika tertentu.
Pertama-tama, dalam konteks reaksi unimolekuler irreversible, di mana suatu
reaktan mengalami peluruhan tanpa kembalinya, waktu paruh dapat dihitung
dengan mengamati perubahan konsentrasi reaktan seiring waktu. Misalnya, jika
pada suatu titik waktu konsentrasi reaktan menurun menjadi setengah dari nilai
awalnya, waktu yang diperlukan untuk mencapai kondisi tersebut adalah waktu
paruh. Waktu paruh memiliki kegunaan praktis dalam memahami tingkat reaksi
dan memberikan parameter yang dapat dibandingkan antar eksperimen atau
kondisi reaksi yang berbeda. Selain itu, waktu paruh dapat digunakan untuk
menentukan orde reaksi, terutama pada reaksi unimolekuler, di mana orde reaksi
dapat diidentifikasi dari pola perubahan konsentrasi terhadap waktu. Pentingnya
waktu paruh dalam menentukan kinetika reaksi juga terkait dengan kemampuannya
untuk memberikan informasi mengenai stabilitas suatu reaktan atau produk.
Semakin lama waktu paruh, semakin stabil reaktan atau produk tersebut terhadap
peluruhan.
VIII. PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian kinetika reaksi unimolekuler irreversible,
persamaan Arrhenius, dan waktu paruh dari bahan baku urea, dapat disimpulkan
sebagai berikut:
B. Saran
X. LAMPIRAN
PERCOBAAN 2:
I. Tujuan Percobaan
1. Mengetahui cara menentukan kinetika reaksi bimolekuler irreversible.
Jumlah A dan B yang bereaksi pada waktu t akan sama yaitu CA0XA = CB0XB
sehingga persamaan diatas ditulis ulang menjadi
Bila MB = CB0 / CA0 adalah rasio molar reaktan mula – mula, maka
Reaksi Penyabunan
Pada eksperimen kinetika reaksi bimolekuler irreversible ini akan diuji sebuah
reaksi penyabunan antara minyak dengan NaOH (Riawan, 1990).
Rumus Trigliserida
𝑑[𝐴]
= −𝑘[𝐴][𝐵]
𝑑𝑡
Di mana:
Konstanta laju reaksi ini dapat dipengaruhi oleh berbagai faktor, termasuk suhu
dan kehadiran katalis. Katalis dapat meningkatkan laju reaksi dengan menurunkan energi
aktivasi, yang pada gilirannya dapat mempengaruhi waktu paruh reaksi.
c. Reaksi Penyabunan
Pada eksperimen kinetika reaksi bimolekuler irreversible ini akan diuji sebuah
reaksi penyabunan antara minyak dengan NaOH.
III. Alat dan Bahan
Alat:
1. Buret 25 ml (1 buah)
2. Erlenmeyer 100 ml (2 buah)
3. Magnetik Stirrer (1 buah)
4. Statif dan Klem (titrasi)
5. Gelas Ukur 10 ml dan 100 ml
6. Gelas beker 100 ml (1 buah)
7. Labu Ukur 250 ml (1 buah)
8. Alumunium Foil (Penutup Gelas Beaker)
Bahan:
1. Minyak Goreng
2. NaOH 5 M
3. HCl 1 M
IV. Langkah Kerja
V. Hasil Pengamatan
1. Analisis Konsentrasi Trigliserida
- Volume Trigliserida 10 & 16 ml
- Densitas Trigliserida 0,87 g/ml
- Jumlah Mol Trigliserida 0,0102 & 0,0163 mol
- Mr Trigliserida 854 g/mol
- Volume NaOH 60 ml
- Molaritas NaOH 5M
- Temperatur Reaksi 80 oC
a. Volume Minyak 10 ml
𝑝𝑥𝑣
𝑛1 = 𝑚𝑟
𝑔
0,871 𝑥 10𝑚𝑙
𝑚𝑙
0,871𝑔/𝑚𝑙 = 854 𝑔/𝑚𝑜𝑙
= 0,0102 mol
b. Volume Minyak 16 ml
𝑝𝑥𝑣
𝑛2 = 𝑚𝑟
𝑔
0,871 𝑥 16𝑚𝑙
𝑚𝑙
= 854 𝑔/𝑚𝑜𝑙
= 0,0163 𝑚𝑜𝑙
2. Analisis Sampel
Beaker 1 (10mL) Minyak goreng
HCl = 1 M
- HCl
C = 37%
P = 1,199/ml
Mr = 36,5
% (b/v) = 37% x 619
= 44,03 % dalam 100ml
% 44,03
M= 𝑥𝑣= 𝑥 0,1𝐿 = 12,0630𝑚𝑙
Mr 36,5
V1 x C1 = V2 x C2
V1 x 12,063 M = 500 x 5 M
500 x 5
v2 = 12,063
= 207,24 ml
VI. Analisa
Pada reaksi tersebut, dua molekul reaktan, yaitu asam lemak dan NaOH akan
bereaksi membentuk dua molekul produk, yaitu sabun dan air. Reaksi ini berlangsung
tidak dapat balik karena produk yang dihasilkan, yaitu sabun, tidak dapat bereaksi
kembali dengan reaktan untuk membentuk asam lemak dan NaOH.
VII. Penutup
1. Reaksi yang digunakan adalah reaksi penyabunan antara minyak goreng dan NaOH.
2. Reaksi bimolekuler irreversibel ini merupakan reaksi orde 2.
3. Semakin lama waktu yang dibutuhkan, semakin sempurna reaksi penyabunan yang
terjadi karena semakin sedikit reaktan yang bereaksi menjadi produk.
1. Fessenden, R. J. dan Fessendenm J.S. 1982. Kimia Organik Edisi Ketiga, Jilid 2.
Jakarta : Erlangga.
2. Riawan, S. 1990. Kimia Organik Edisi 1. Jakarta : Erlangga.
3. Setyawardhani, Dwi Ardiana, dkk. 2013. Penggeseran Reaksi Kesetimbangan
Hidrolisis Minyak Dengan Pengambilan Gliserol Untuk Memperoleh Asam Lemak
Jenuh dari Minyak Biji Karet. E-Journal Teknik Kimia Universitas Sebelas Maret
Vol. 12 No. 2 Hal : 63-67.
IX. Lampiran
PERCOBAAN 3:
I. Tujuan Percobaan
1. Mengetahui konstanta kecepatan reaksi kompleks irreversible dan reversible pada
proses perengkahan residu dengan metode thermal cracking.
2. Mencari energi aktivasi dengan persamaan Arhenius pada proses perengkahan residu
dengan metode thermal cracking.
Konstanta kesetimbangan dari suatu reaksi kimia adalah nilai dari hasil bagi
reaksinya pada kesetimbangan kimia. Kesetimbangan kimia tercapai Ketika laju reaksi
maju sama dengan laju reaksi balik dan konsentrasi dari reaktan-reaktan dan produk-
produk tidak berubah lagi. Konstanta kesetimbangan tidak bergantung terhadap
konsentrasi analitis awal dari spesi reaktan dan produk dalam campuran. Dengan
demikian, dengan adanya konsentrasi awal dari suatu sistem, nilai konstanta
kesetimbangan yang diketahui dapat digunakan untuk menentukan komposisi sistem
pada kesetimbangan. Konstanta kesetimbangan reaksi reversible adalah perbandingan
konsentrasi produk dan konsentrasi reaktan pada keadaan kesetimbangan yang biasanya
dilambangkan dengan Kc. Persamaan untuk menentukan konstanta kesetimbangan reaksi
reversible adalah sebagai berikut:
[𝑝𝑟𝑜𝑑𝑢𝑘]𝑛
𝐾𝑐 =
[𝑟𝑒𝑎𝑘𝑡𝑎𝑛]𝑚
Dimana:
Katalis adalah suatu zat yang dapat mempercepat terjadinya reaksi kimia tanpa
dikonsumsi atau dipakai oleh reaksi tersebut. Katalis mempercepat reaksi dengan
menyediakan jalur alternatif yang memiliki energi lebih rendah. Ketika energi aktivasi
diturunkan, maka akan lebih banyak tumbukan yang menyediakan energi yang cukup
bagi reaktan untuk membentuk produk. Selama reaksi, katalis tidak dapat berubah atau
dikonsumsi.
c. Pengaruh Feed
Feed atau aliran masuk dalam konteks reaksi kimia merujuk pada laju aliran
bahan masuk ke dalam reaktor. Pengaruh laju alir feed gas terhadap penyerapan CO2
memiliki nilai R2 sebesar 0,9 dengan nilai korelasi yang diperoleh sebesar 0,97 yang
artinya berpengaruh kuat dalam menyerap CO2. Variabel yang digunakan meliputi
perbandingan feed flowrate dan suhu reaksi pada reaktor.
Alat:
1. Residu
2. Katalis
IV. Langkah Kerja
V. Hasil Pengamatan
VII. Analisa
VIII. Penutup
a. Kesimpulan
Dari praktikum ini dapat disimpulkan bahwa:
1. Praktikum tidak dapat dilakukan sesuai prosedur
2. Praktikkan terkendala pada alat simulasi
3. Praktikkan berhasil memperbaiki simulasi peralatan
b. Saran
1. Perlu diadakannya perawatan alat secara berkala
2. Adanya perbaikan komponen pada peralatan
3. Perlu diadakannya pengawasan dan antisipasi bahaya pada saat simulasi
I. Tujuan Percobaan
1. Mengetahui konstanta kecepatan reaksi kompleks irreversible dan irreversible pada
proses perengkahan residu dengan metode thermal cracking dan metode katalitik
cracking dan membandingkan hasilnya.
2. Mencari energi aktivasi dengan persamaan Arrhenius pada proses perengkahan
residu dengan metode thermal cracking dan metode katalitik cracking dan
membandingkan hasilnya.
Perengkahan Atmosferik Residu (PAR) adalah proses konversi residu minyak bumi
menjadi produk bernilai lebih tinggi, seperti bensin, solar, dan gasoline. Proses ini
dilakukan dengan mengalirkan residu diatas katalis pada suhu dan tekanan atmosferik.
Kinetika perengkahan atmosferik residu merupakan suatu proses yang kompleks dan
dipengaruhi oleh berbagai faktor, seperti komposisi residu, suhu, tekanan, dan jenis
katalis. Pengaruh katalis dalam proses PAR sangat penting, karena katalis dapat
meningkatkan konversi residu dan menghasilkan produk yang lebih berkualitas.
Persamaan tersebut menunjukkan bahwa residu minyak bumi (A) terurai menjadi
dua produk (B dan C). Kinetika perengkahan atmosferik residue dapat dipelajari dengan
menggunakan berbagai metode, seperti Metode Isotermal, Isokhorik, dan Isokinetik.
b. Pengaruh Katalis Dalam Proses Perengkahan Atmosferik Residu
Bahan:
- Residu Furnace
- Toluena
- N-Heptane
IV. Langkah Kerja
Timbang reactor
Masukkan ke dalam Panaskan reaktor pada
kosong beserta
reactor 5 gram residu suhu 350 oC
penutupnya
Lakukan rotary
evaporator untuk me- Tambahkan n-Heptana Saring asphaltene
recovery toluena
Timbang asphaltene
Lakukan rotary
kering yang Timbang sisa larutan
evaporator untuk me-
didapatkan pada (Maltena)
recovery n-Heptana
kertas saring
V. Hasil Pengamatan
1 Reaktor 525,04 A
5 Toluena 94,9 F
14 n-Heptana 98,44 P
Pada percobaan kali ini, praktikkan ingin menentukan berapa banyak jumlah
jumlah residu yang dapat direngkahkan dengan menggunakan proses thermal cracking.
Praktikum ini bertujuan agar praktikan mampu untuk mengetahui bagaimana cara kerja
atau implementasi mengenai thermal cracking atmosferik residu yang ada di industri
pengolahan migas secara sederhana. Dengan menggunakan reaktor yang diisi dengan
residue dari laboratorium diambil kurang lebih sebanyak 5,9gram dan lakukan
pemanasan didalam furnace sederhana yang ada dilaboratorium selama pada suhu 350
O
C selama kurang lebih 3 jam sekaligus lakukan pendinginan didalam alat tersebut
hingga suhu ruang. Guna pemanasan didalam reaktor ini merupakan suatu
pengimplementasian dari kinerja thermal cracking yang ada didalam industri pengolahan
migas dengan tekanan vakum yang dalam praktikum ini terjadi didalam reaktor besi yang
tertutup rapat hingga dianggap tekanan didalam reaktor tersebut adalah vakum.
Kemudian dari pemanasan residu yang terjadi didalam reaktor tersebut lakukan
penimbangan terhadap isi reaktornya (distilat dan gas) setelah dioven. Terjadi
penyusutan berat yang terjadi didalam reaktor. Hal ini karena terjadi perubahan bentuk
residue menjadi gas yang terdapat didalam reaktor. Dari keterangan ini membuktikan
bahwa residu tersebut masih bisa dilakukan perubahan bentuk asal dengan dilakukan
pengoperasian dengan tekanan vakum dalam tempreatur yang tinggi. Dalam praktikum
ini perubahan bentuk tersebut bisa dikategorikan menjadi beberapa produk seperti gas,
asphaltene, maltene, coke dan distillate tergantung dari apa yang ingin praktikkan
perlakukan pada residue.
Untuk gas setelah reaktor dibuka, gas akan direlease dan produk gas akan
terbuang ke udara. Dari hasil yang praktikkan dapatkan, didapat massa gasnya adalah
sebanyak 5% dari total cokenya. Untuk produk asphaltene perlu dilakukan beberapa
tahapan. Ambil coke dari reaktor dan tambahkan larutan toluene kedalam coke dan saring
coke tadi. Gunanya adalah untuk mereaksikan atau membentuk asphaltene dari coke
tersebut dengan bantuan toluene dan n-heptane. Disini menggunakan alat bantu rotary
evaporator untuk menghilangkan toluene dan n-heptane yang dicampurkan pada coke
tadi agar menghasilkan produk asphaltene murni. Dari pengujian kami ini didapat sekitar
5% produk asphaltene. Setelah didapat asphaltene, praktikkan ingin merecovery produk
maltene dari residue yang masih terkandung didalamnya. Yaitu dengan melakukan hal
yang sama pada produk residue tetapi dengan jumlah toluene yang berbeda (lebih
banyak). Hal ini karena maltene memiliki fraksi yang lebih ringan daripada produk
asphaltene. Dari pengujian ini praktikkan mendapatkan massa maltene sebanyak 72%.
Dan sisa dari produk residue cracking ini adalah distilat yang sudah tidak bisa lagi diolah
menjadi produk lainnya dengan jumlah sebanyak 15% distilat yang diperoleh.
Dari hasil pengujian ini sudah sesuai dengan teori yang diajarkan. Sebagaimana
produk residue yang dicracking akan menghasilkan beberapa produk yang berbeda yaitu
gas, asphaltene, maltene, dan distilat dengan persenan yang berbeda-beda. Peningkatan
produk ini bisa dilakukan dengan cara menaikkan suhu operasi pada furnace tempat
terjadinya pembentukan, tergantung dari produk apa yang hendak dihasilkan oleh
praktikkan.
Kesalahan yang sering terjadi dalam pengujian ini adalah kurang telitinya
praktikkan dalam menimbang dan mengukur massa dan waktu yang dipraktikkan dalam
pengujian ini. Sehingga ada indikasi bahwa hasil yang tercipta ini kurang tepat/kurang
teliti. Oleh karena itu diharapkan kedepannya agar lebih teliti dalam melakukan
pengukuran atau penimbangan tersebut. Dan selebihnya pengujian sudah sesuai dengan
teori.
VII. Penutup
a. Kesimpulan
- Pada pengujian ini dilakukan perengkahan secara atmosferik thermal cracking
dengan feed yang digunakan adalah residue dengan menghasilkan beberapa
produk seperti asphaltene, maltene, gas, dan distillate.
- Produk yang ingin dihasilkan itu tergantung dari bagaimana pengaplikasian
mengenai tempreatur operasinya.
- Dari pengujian ini didapat sekitar 5% asphaltene, 5%gas, 72% maltene, dan 15%
menjadi distillate yang sudah tidak bisa lagi diolah.
b. Saran
- Praktikkan diharapkan lebih teliti dalam melakukan pengukuran baik itu
penimbangan berat bahan maupun penimbangan peralatan karena akan
mempengaruhi hasil akhirnya.
- Lebih berhati-hati dalam melakukan pengujian. Dan selalu gunakan APD
lengkap.
al, S. e. (2019). The Conversion of Expanded polystyrene waste to liquid fuel using Cu-Al2O3
by the thermal catalytic cracking process. J. Phys: Conf. Ser, 1-6.
Ekky, W. Z. (2016). Pengolahan Limbah Plastik Polipropilena (PP) menjadi Bahan Bakar
Minyak dengan Metode Perengkahan Katalitik menggunakan Katalis Sintetis. Jurnal
Rekayasan Kimia dan Lingkungan Vol.11, 17-23.
IX. Lampiran