Anda di halaman 1dari 3

Pentingnya Keteladanan dan Meneladani

Oleh: Salman Akif Faylasuf *


Sudah mafhum bahwa guru adalah aktor penting kemajuan peradaban bangsa ini.
Dialah yang diharapkan mampu membentuk kepribadian, karakter, moralitas, dan kapabilitas
intelektual generasi muda bangsa ini. Inilah tugas besar yang diharapkan dari seorang guru.
Bahwa tugas peradaban yang sangat berpengaruh terhadap masa depan bangsa.
Berawal dari gurulah seorang murid mengenal ilmu, nilai, etika, moral, semangat, dan dunia
luar yang masih asing bagi dirinya, khususnya mereka yang tinggal jauh dari pusat-pusat
kota.
Dengan demikian, seorang guru tidak cukup hanya sekadar transfer of knowledge
(memindah ilmu pengetahuan) dari sisi luarnya saja, tapi juga transfer of value (memindah
nilai) dari sisi dalamnya. Perpaduan dalam dan luar inilah yang akan mengokohkan bangunan
pengetahuan, moral, dan kepribadian murid dalam menyongsong masa depannya.
Dalam hal ini, kalau sekadar memindah ilmu pengetahuan, masa depan murid akan
terancam. Sebab, moralitas dan integritas mereka rapuh, mudah terombang-ambing badai
topan modernisasi yang menghalalkan segala cara demi memuaskan nafsu hedonisme.
Begitupun, jika hanya memindah nilai saja tanpa mentransfer keilmuan yang
memadai, mereka terancam pada gelombang salju dan tembok tebal kemiskinan,
pengangguran, dan keterbelakangan. Keduanya penting, dan harus berjalan seiring, tidak
boleh ada yang dimarginalkan dari yang lain.
Artinya, seorang guru yang selama ini hanya berpikir sesaat saja, dalam arti hanya
sekadar memberikan pengajaran, tanpa peduli terhadap perubahan sikap, perilaku, dan
moralitas anak didiknya, maka sejak saat ini, jiwa raganya harus terpanggil untuk
memperbaiki moralitas anak didiknya secara komprehensif.
Tak hanya itu, guru tidak boleh melempar tanggung jawabnya dengan berbagai alasan
dan argumentasi yang absurd dan klise. Misalnya, itu bukan tanggung jawabnya, itu tanggung
jawab kepala sekolah, tanggung jawab bagian penyuluh sekolah, tanggung jawab guru
agama, tanggung jawab komite sekolah, dan lain-lain.
Kenapa demikian? Karena masyarakat akan melihat dan memantau sikap perilaku
seorang guru. Kalau sikap perilakunya bisa menjadi cermin bagi anak didik, maka
masyarakat akan semakin mencintainya. Namun, jika tidak, maka tidak menutup
kemungkinan, masyarakat akan protes dan melaporkan kepada kepala sekolah karena bisa
mencemarkan nama baik sekolah.
Lalu apa pentingnya keteladanan dan meneladani ?
Syahdan. Tugas seorang guru adalah mengajar sekaligus mendidik, maka keteladanan
dari seorang guru menjadi harga mati yang tidak bisa ditawar-tawar. Keteladanan adalah
senjata mematikan yang sulit untuk dilawan. Keteladanan bagaikan anak panah yang
langsung mengenai sasaran. Keteladanan menjadi senjata ampuh yang tidak bisa dilawan
dengan kebohongan, rekayasa, dan tipu daya.
Lebih dari itu, betapapun, bahwa keteladanan adalah suatu yang dipraktikkan,
diamalkan bukan hanya dikhutbahkan, diperjuangkan, diwujudkan, dan dibuktikan. Krena itu,
keteladanan menjadi perisai budaya yang sangat tajam yang bisa mengubah sesuatu secara
cepat dan efektif.
Keteladanan adalah perilaku yang sesuai dengan norma, nilai, dan aturan yang ada
dalam agama, adat istiadat, dan aturan negara. Dalam kehidupan sehari-hari, ketiga hal
tersebut tidak bisa dipisahkan. Sebagai pemeluk agama, guru berkewajiban menaati aturan-
aturan yang ada pada agama. Sebagai bagian dari penduduk suatu daerah, guru berkewajiban
menghormati norma yang ada. Dan, sebagai warga negara, guru berkewajiban mematuhi
aturan negara yang ada.
Bahkan, tanggung jawab menaati ketiga aturan tersebut bagi guru menjadi lebih,
karena ia adalah sosok yang digugu dan ditiru. Bagaimana tidak! Ucapannya digugu, dan
sikap tugas agung dan mulia inilah, seorang guru menjadi pahlawan mengantarkan bangsa
yang sangat besar jasanya dalam anak didik menjadi kader-kader andal yang siap memajukan
bangsa ini ke arah yang lebih produktif dan kompetitif, bersanding dengan negara-negara
maju lainnya.
Alih-alih keteladanan guru sangat diharapkan bagi anak didik, seorang guru harus
benar-benar mampu menempatkan diri pada porsi yang benar. Porsi yang benar yang
dimaksudkan, bukan berarti bahwa guru harus membatasi komunikasinya dengan siswa atau
bahkan dengan sesama guru, tetapi yang penting bagaimana seorang guru tetap secara
intensif berkomunikasi dengan seluruh warga sekolah, khususnya anak didik, namun tetap
berada pada jalur dan batas-batas yang jelas.
Menjadi sahabat sejati
Untuk menjadi sahabat sejati, seorang guru bahkan harus mampu membuka diri untuk
menjadi teman bagi siswanya, dan tempat siswanya berkeluh-kesah terhadap persoalan
belajar yang dihadapi. Namun, dalam porsi ini, ada satu hal yang mesti diperhatikan, bahwa
dalam kondisi apa pun, siswa harus tetap menganggap guru sebagai sosok yang wajib ia
teladani, meski dalam praktiknya diperlakukan siswa layaknya sebagai teman.
Dalam hal ini, berkomunikasi secara intensif dengan seluruh siswa sangat penting
bagi guru dalam upaya menggali potensi yang dimiliki masing-masing siswa. Sebab, setiap
siswa memiliki latar belakang berbeda dan potensi diri yang tentu berbeda pula.
Dan tentunya, potensi itu bisa saja tersimpan rapi, jika guru tidak berupaya
menggalinya. Dengan demikian, seorang guru harus mampu mendapatkan informasi itu dari
siswanya agar bisa diarahkan untuk hal-hal yang positif yang menunjang karier dan prestasi
siswa.
Banyak indikator tingkah laku yang harus ditunjukkan dalam sikap dan perkataan,
baik di lingkungan sekolah maupun di lingkungan masyarakat. Meski tidak mudah, bukan
berarti mustahil dilakukan. Untuk itu, setiap guru harus senantiasa berupaya menjadi teladan
bagi setiap siswanya, sehingga keteladanan yang diberikan akan mampu membawa
perubahan yang berarti bagi anak didik dan juga bagi sekolah tempat ia mengabdi.
Dalam konteks keteladanan ini, kita patut belajar kepada para ulama, khususnya
mereka yang mengasuh sebuah pesantren misalnya. Kita tahu, dalam pesantren, aspek
tarbiyah (pendidikan) lebih ditekankan dari pada aspek ta’lim (pengajaran). Aspek tarbiyah
berlangsung selama 24 jam. Kiai tidak hanya mengajarkan ilmu agama, tapi juga memberikan
keteladanan dalam sikap perilaku yang bisa diamati dan diteladani santri-santrinya. Dari
Interaksi lingkungan sini, internalisasi moral berjalan secara efektif.
Di sinilah pentingnya keteladanan dalam segala hal, sehingga perilaku seorang guru
menjadi sumber inspirasi bagi perubahan anak didik ke arah yang lebih baik sesuai dengan
cita- cita agama, masyarakat, dan bangsa. Wallahu a’lam bisshawaab.

*) Alumni PP Salafiyah Syafi’iyah Sukorejo Situbondo dan PP Nurul Jadid Paiton


Probolinggo. Penulis juga kontributor tetap di E-Harian Aula digital daily news Jawa
Timur.

Anda mungkin juga menyukai