Anda di halaman 1dari 11

MAKALAH

PERGERAKAN DAN PEMIKIRAN EKONOMI ISLAM DI MASA


PENJAJAHAN
Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Sejarah Pemikiran Ekonomi Syariah

Dosen Pengampu :
Prayogi Restia Saputra, S.IP, M.M

Di susun Oleh :
1. Syaiful Umar (22612061001)
2. Fitriyah Latifatus Sholihah (22612061011)
3. Sella Pertiwi (22622061015)

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS


PROGRAM STUDI PERBANKAN SYARIAH
UNIVERSITAS ISLAM RADEN RAHMAT (UNIRA) MALANG
2023
PENDAHULUAN

Pemikiran ekonomi sepanjang yang diketahui dimulai sejak jaman Yunani Kuno.
Dari sinilah kata ekonomi berasal, yaitu dari penggabungan dua suku kata Yunani oikos
dan nomos yang berarti pengaturan atau pengelolaan rumah tangga.Pada masa Yunani
Kuno pembahasan tentang ekonomi masih merupakan bagian dari filsafat.Pemikiran
tentang ekonomi pada waktu itu sering dikaitkan dengan rasa keadilan, kelayakan atau
kepatutan yang perlu diperhatikan dalam rangka penciptaan suatu masyarakat yang adil
dan makmur secara merata. Satu hal yang dilewatkan dalam pembahasan mengenai
pemikiran ekonomi adalah sering abainya para akademisi dalam melihat sumbangan
pemikiran para cendekiawan Muslim. Hal ini dikarenakan para pemikir ekonomi barat
tidak secara tegas menyebutkan rujukan-rujukannya yang berasal dari kitab-kitab klasik
keilmuan Islam. Josep Schumpeter menyebutnya sebagai “Great Gap” dalam sejarah
pemikir ekonomi selama 500 tahun (Euis Amalia : 2005, 69). Sejarah pemikiran ekonomi
timbul pertama kali pada abad 4 SM dan bangkit kembali pada abad 13 M ketika Thomas
Aquinas dari aliran Skolastik muncul.

Selain karena faktor “Great Gap” di atas, redupnya pemikiran ekonomi Islam
ditengarai akibat kolonialisme. Pada awal abad 19 dan 20 negara-negara Muslim
menghadapi tantangan-tantangan politik dan sosial yang berat, yaitu perjuangan untuk
melepaskan diri dari belenggu penjajahan. Perkembangan pemikiran di bidang ekonomi
bukanlah persoalan pokok sehingga gerakan dan pemikiran utama yang mengemuka
adalah bagaimana bisa lepas dari penjajahan dan menjadi merdeka. Dengan situasi jaman
yang seperti ini, pemikiran ataupun gagasan di bidang ekonomi yang muncul adalah
tentang ideologi politik dan cita-cita kemasyarakatan. Belum ada upaya untuk
merumuskan pemikiran ekonomi Islam yang bersifat komprehensif.

Pemikiran ekonomi Islam pada saat itu bersifat pragmatis dan adaftif. Abad ke-19
Masehi adalah periode kebangkitan Islam (Islamic resurgence) setelah berabad-abad
mengalami stagnasi. Periode ini bertujuan untuk mengembalikan Islam sebagai cara
pandang dunia (worldview) di segala aspek kehidupan seperti politik, ekonomi,
Pendidikan, dan budaya. Diantara tokoh kebangkitan Islam dari Timur Tengah yaitu
Muhammad ibn ‘Abd al-Wahab dari Arab Saudi, Sayyid Muhammad ibn Ali al-Sanusi,
Jamaluddin al-Afgani, Sayyid al-Mawdudi, Muhammad Abduh, Sayyid Qutb, Shah
Waliullah, dan sebagainya. Di Asia Tenggara seperti Hasim al-‘Asyari, Ahmad Dahlan,
HOS Cokroaminoto, Syafruddin Parawiranegara, Muhammad Natsir, Muhammad Agus
Salim, Rasyidi, Muhammad Yunus, Khairuddin Yunus, Zainal Abidin Ahmad, Hamka,
Daud Patani, Tok Kenali, Sayyid Naquib al-Attas, dan sebagainya. Diantara tokoh-tokoh
dunia tersebut ada yang memberikan kontribusinya secara khusus dalam bidang ilmu
ekonomi islam yaitu Shah Waliullah dalam Hujjat- Allah al-Balighah, Sayyid al-
Mawdudi dengan judul Ma’ashiyat-i Islam (Dasar-Dasar Ekonomi Islam), antara tahun
1930 dan 1960, Keadilan Sosial dalam Islam oleh Sayyid Qutb antara tahun 1945-1948,
Muhammad Hamidullah dalam Anjuman-hae-bi-la-sudi ki Ahammiyat aur Hyderabad
mein uski halat (Pentingnya pinjaman masyarakat tanpa bunga di Hyderabad dan
Keadaannya), Mustafa al-Siba’I dalam al-Isytirak al-Islami (Sosialisme Islam),
Muhammad Tahir ibn Asyur dalam Usul al-Nizâm al-Ijtima’ fil Islam(Prinsip-Prinsip
Sistem Sosial dalam Islam), dan masih banyak lagi lainnya. Di Indonesia, beberapa tokoh
pergerakan Islam seperti HOS Cokroaminoto dalam Islam dan Sosialisme (1924),H.M.
Rasjidi dalam Islam dan Sosialisme (1966), Sjafruddin Parawiranegara dalam Apa Jang
Dimaksud dengan Sistem Ekonomi Islam (1967), Zainal Abidin Ahmad dalam Dasar-
Dasar Ekonomi Islam (1950), Kahruddin Yunus dalam Sistem ekonomi kemakmuran
bersama Bersamaisme (1955), dan Buya Hamka dalam Keadilan Sosial dalam Islam
(1951).

Dalam pengembangan ekonomi Islam ternyata para pemikir atau cendekiawan


Muslim Indonesia telah banyak memberikan kontribusinya namun pemikiran ekonomi
Islamnya tidak cukup dikenal oleh para cendekiawan Muslim dunia karena tidak ditulis
atau diterjemahkan dalam bahasa dunia misalnya Inggris dan Arab. Karya Khairuddin
Yunus merupakan salah satunya yang ditulis dalam bahasa Arab dan Inggris, seperti
economic system of Islam dan hadzihi hiya Indunisiya.Karena itu penting untuk
mengenalkan sistem ekonomi dan pemikiran ekonomi Islam yang berkembang di masa
pergerakan Islam dan kontemporer dalam sejarah Indonesia. Tujuan pembahasan bab ini
adalah untuk Kembali mengenalkan praktek ekonomi Islam dalam sejarah Indonesia di
masa penjajahan serta pemikiran-pemikiran cendekiawan Muslim terhadap
pengembangan ekonomi Islam di Indonesia.
PEMBAHASAN

1. PEMIKIRAN EKONOMI ISLAM DI INDONESIA


Gagasan tentang ekonomi Islam di Indonesia telah muncul sejak awal abad 20
ketika Haji Samanhudi mendirikan Syarikat Dagang Islam (SDI).Pendirian SDI ini
mengisyaratkan keinginan umat merealisasikan ajaran ekonomi menurut Islam dan
sekaligus menentang kebijakan ekonomi yang dikembangkan oleh kolonialisme
Belanda dan kompetisi perdagangan Cina. Sistem ekonomi yang dikembangkan
kolonialisme Belanda saat itu merepresentasikan sistem ekonomi Kapitalis, yang
dalam banyak hal bertentangan dengan ajaran Islam (Syahbudi : 2013). Pemikiran
ekonomi Islam memiliki corak pemikirannya yang khas pada jaman yang berbeda.Hal
ini disebabkan oleh suasana jaman ketika pemikiran itu dilontarkan.Pemikiran
ekonomi Islam di masa Pra-Kemerdekaan dan masa Orde Lama memiliki corak yang
berbeda dengan pemikiran ekonomi Islam yang muncul pada masa Orde Baru.
Demikian juga pemikiran ekonomi Islam yang muncul pada masa Orde Baru
berbeda dengan pemikiran ekonomi Islam yang muncul pasca Orde Baru berakhir Di
jaman Pra-Kemerdekaan dan Orde Lama pemikiran ekonomi Islam di Indonesia lebih
dekat kepada ideologi kiri. Hingga muncul istilah “Sosialisme Religius”, suatu istilah
yang dipakai oleh H.O.S Tjokroaminoto dan Sjafruddin Prawiranegara untuk
membedakan dengan Sosialisme Marxis. H.O.S Tjokroaminoto dan Sjafruddin
Prawiranegara berupaya untuk mempertemukan gagasan-gagasan sosialisme dengan
ide-ide ke-Islaman dalam konteks Indonesia. Sementara itu, pada masa Orde Baru
bermunculan pemikiran-pemikiran tandingan (counter ideas) terhadap pemikiran
Orde Lama.
Dalam pandangan pendukung Orde Baru, orientasi pemikiran sosial-politik Orde
Lama dianggap bersifat ideologis dan politis (Emil Salim : 2005, 66-67) Persoalan-
persoalan praktis namun secara langsung bisa mengatasi masalah-masalah kebutuhan
rakyat banyak tidak diperhatikan. Oleh para pendukung Orde Baru, pola pemikiran
sosial-politik Orde Lama dianggap menjadikan “politik sebagai panglima”. Pada
masa Orde Baru ini pemikiranpemikiran yang mengemuka dan menjadi program kerja
pemerintah adalah persoalan pembangunan.
Saat ini, kondisinya berbeda. Perkembangan gagasan atau pemikiran ekonomi
Islam sudah menapaki tahap discourse karena telah memasuki tahap institusionalisasi
gagasan dan tahap regulasi dalam bentuk Undang-Undang, Peraturan Pemerintah
tingkat nasional dan kebijakan ekonomi pembangunan.Ditengah maraknya industri
perbankan syariah, pemikiran ekonomi Islam yang muncul merupakan
pemikiranpemikiran yang sedikit banyak menjadi penyangga industri tersebut atau
berupa pemikiran yang mengkritik operasional perbankan syariah yang dianggap lari
dari citacita ekonomi Islam dan tidak ada bedanya dengan perbankan konvensional.

2. PERGERAKAN DAN PEMIKIRAN EKONOMI ISLAM DI MASA


PENJAJAHAN
Dampak dari penjajahan terhadap Islam dan orang-orang Muslim sangat
berpengaruh terhadap politik, ekonomi, budaya dan agama. Hukum Islam dan
Syari’at dibirokratisasikan oleh para penjajah dengan cara mengatur, membuat
standard dan mengawasinya (Mutalib, p. 9).841 Dapat dikatakan terjadinya
sekularisasi disegala bidang aspek kehidupan sosial, ekonomi, politik, dan budaya.
Dalam ekonomi, beberapa sistem ekonomi telah diterapkan seperti sistem ekonomi
monopolistic ala VOC (1600 – 1800), sistem ekonomi komando ala Tanam Paksa
(1830 – 1870), dan sistem ekonomi kapitalis liberal sejak 1870. Pada 200 tahun
pertama masa kolonialisme (1600-1800), Persatuan Pedagang Belanda (VOC)
menerapkan sistem monopoli (monopsoni) dalam membeli komoditi-komoditi
perdagangan seperti rempah-rempah (lada dan pala, cengkeh, kopi dan gula),
sehingga harganya tertekan karena ditetapkan sepihak oleh VOC.842 Penindasan dan
eksploitasi ekonomi ini mendapatkan perlawanan dari umat Islam yaitu perang Jawa
terbesar (Perang Diponegoro 1825-1830), dan Perang Paderi di Sumatera Barat
(1821-1837) yang menyebabkan kebangkrutan pada tahun 1830.
Pergerakan umat yang khusus di bidang ekonomi yaitu Sarekat Dagang Islam
(SDI), yang lahirnya sebagai lanjutan perjuangan umat Islam menantang penjajah
Belanda pada abad ke-19. Serikat Islam nama awalnya berdiri pada tahun 1911 dan
menetapkan tujuan-tujuan program kerjanya di tahun 1912, yaitu memajukan
perdagangan dan meluaskannya, memberikan pertolongan kepada anggota-anggota
yang memerlukan, memajukan penduduk dalam lapangan moral dan material, dan
memajukan kehidupan secara beragama Islam.844Pendirinya adalah Haji Samanhudi,
seorang saudagar batik yang kaya di Solo, Jawa Tengah.845 Pada tahun 1915 dibentuk
lah Central Sarikat Islam (CSI), yang terdiri dari Haji Samanhudi sebagai ketua
kehormatan, Haji Oemar Said Tjokroaminoto sebagai ketua dan Raden Gunawan
sebagai wakil ketuanya.
HOS Tjokroaminoto selain sebagai ketua pergerakan ekonomi Islam pada masa
itu, beliau juga aktif menulis terkait dalam ekonomi Islam seperti Islam dan
Sosialisme yang pertama kalinya pada tahun 1924. Menurutnya sosialisme itu satu
peraturan tentang urusan harta benda berasaskan pada agama dan falsafah, karena itu
sosialisme yang wajib dituntut dan dilakukan oleh umat Islam itu bukan lah
socialisme yang lain, melainkan sosialisme yang berdasar kepada asas-asas Islam
semata.846 Dalam bukunya ia menjelaskan dengan detil bagaimana sosialisme dalam
Islam yang merujuk kepada al-Qur’an dan Sunnah, perbuatan para sahabat Rasulullah
Saw, dan contoh-contoh sosialisme dalam Islam. Ia menyebutkan dalil al-Qur’an
dalam Surat al-Baqarah ayat 213 , yang artinya Manusia itu (dahulunya) satu umat.
Sesungguhnya seluruh umat manusia itu bersaudara/Bersatu, begitulah pengajaran di
dalam al-Qur’an yang suci, yang menjadi dasar sosialisme.Konsep persaudaraan ini
merupakan konsep inti dari sosialisme Islam. Hal ini pun yang dilakukan oleh
Rasulullah Saw ketika mempersaudarakan kaum anshar dan muhajirin.
Contoh lain yang dicontohkan oleh Rasulullah Saw dengan membebaskan Zain
bin tsabit dari perbudakan. Ini juga menandakan bahwa persaudaraan itu tidak
mengenal ras, suku atau bangsa, tetapi tentang kemanusiaan. Contoh-contoh
gambaran praktek sosialisme yang ia gambarkan diantaranya kisah kepekaan dan
kepeduliaan Umar bin Khattab kepada seorang perempuan dengan anak-anaknya
yang kelaparan. Nampaknya, Tjokroaminoto tidak melihat sosialisme Islam sebagai
penggabungan antara 2 ideologi sosialisme yang berasal dari Barat dan ajaran Islam.
Baginya, Sosialime Islam adalah sosialisme yang berbeda dengan sistem sosialisme
yang ada, karena merujuk pada sumber-sumber Islam, al-Qur’an dan Sunnah. Islam
dan Sosialismenya ada yang mengatakan merupakan plagiasi dari tulisan Mushir
Hosain Kidwai yang ditulis tahun 1912. Dari 10 pembahasan bukunya hanya bab
terakhir yang berisi sebagian besar materi asli dari Tjokroaminoto; itu memiliki tiga
halaman terjemahan di antara enam halaman materi asli yang memberikan informasi
tentang Sarekat Islam sebagai sebuah organisasi.Dalam banyak kasus, Tjokroaminoto
memparafrasekan, meringkas, atau menyusun ulang karya Kidwai, terutama ketika
dihadapkan pada kutipan panjang dari sumber-sumber Eropa, jadi ini bukanlah
terjemahan yang murni dan langsung.
Tulisan keduanya banyak mengsinspirasi cendekiawan Muslim lainnya untuk
menulis dengan topik yang sama yaitu Islam dan Sosialisme seperti Khalid
Muhammad Khalid di tahun 1950 dan Mustafa al-Shibai’ di tahun 1959. Banyak
karya-karya inteletual Muslim yang mencoba menyandingkan Islam dan sosialisme
merupakan bentuk perlawanan terhadap penjajahan yang terlalu menonjolkan
kapitalisme nya dalam menguasai sumber daya yang dimiliki di wilayah-wilayah
jajahannya.

3. PEMIKIRAN SOSIALISME DAN ISLAM PASCA KEMERDEKAAN


REPUBLIK INDONESIA
Fakta bahwa satu negara, baik yang baru lahir atau yang sudah mapan, tidak ada
dalam ruang hampa, sehingga harus hati-hati dalam mengelola potensinya
berdasarkan ideologi ekonomi murni atau campuran yang berlawanan dengan
ideologi ekonomi Kapitalisme dan Komunisme yang saat itu adalah realitas yang
tersedia bagi pemerintah Indonesia yang baru. Beberapa tawaran ideologi ekonomi
yang ditawarkan oleh para tokoh Indonesia pada masa itu. Tawaran pola kebijakan
ekonomi tahun 1950-an terlihat terjadinya benturan ideologis (yaitu ekonomi koperasi
oleh Hatta, Sosialisme Religius oleh Sjafruddin, dan Sumitro dengan inisiasi
kapitalistik modernnya (Wie, 2009, p. 35-36).Hatta dan Parawiranegara berangkat
dari ideologi yang sama yaitu sosialisme Islami yang tujuannya untuk merelevansikan
nilainilai sosial dalam ajaran Islam yang sesuai konsep-konsep Sosialisme.
Setelah Kemerdekaan Indonesia tercapai, mulailah terjadi konflik tentang
perbedaan dan persaingan untuk memperoleh kemerdekaan. Beberapa konflik yang
terjadi pada waktu itu umumnya merupakan gerakan belum membahayakan dan
bermunculan partaipartai antara lain: Pertentangan diantara partai-partai (1950-1955)
Pertarungan pada fase ini lebih tajam lagi ditandai dengan perpecahan diantara partai
karena ketidakpuasan dan perbedaan pemahaman. Yaitu sejumlah anggota Masyumi
yang dipimpin Wondoami Seno dan Aruzi Kartawinata memisahkan diri dengan
mendirikan partai Serikat Islam Indonesia (PSII) yang lama agar dapat duduk dalam
kabinet, pecahnya Partai Masyumi yang sosialis agama dengan kelompok konservatif,
pada bulan April 1952 Nahdhatul Ulama (NU) keluar dari Masyumi sebagai partai
politik yang dasarnya perebutan jabatan kementrian agama di kabinet dan bulan April
1955 PKI membuat persetujuan dengan PSII sebagai pencegahan pandangan
masyarakat bahwa PKI anti agama (BJ. Boland, 1985: 46).

4. PERKEMBANGAN LEMBAGA PENDIDIKAN ISLAM INDONESIA PASCA


KEMERDEKAAN
Pemikiran pendidikan Islam periode Indonesia merdeka diwarnai dengan model
pendidikan dualistis: pertama, sistem pendidikan dan pengajaran pada sekolah-
sekolah umum yang sekuler, tidak mengenal ajaran agama, yang merupakan warisan
dari pemerintah kolonial Belanda. Kedua, sistem pendidikan dan pengajaran Islam
yang tumbuh dan berkembang di kalangan masyarakat Islam, baik yang bercorak
isolatif-tradisional maupun yang bercorak sintesis dengan berbagai variasi pola
pendidikannya (Wirjosukarto, 1985: 82).
Kedua sistem pendidikan tersebut sering dianggap saling bertentangan serta
tumbuh dan berkembang secara terpisah. Sistem pendidikan dan pengajaran yang
pertama, pada mulanya hanya Jurnal HISTORIA Volume 3, Nomor 2, Tahun 2015,
ISSN 2337-4713 79 menjangkau dan dinikmati oleh sebagian kalangan masyarakat,
terutama kalangan atas saja. Sedangkan yang kedua (sistem pendidikan dan
pengajaran Islam), tumbuh dan berkembang secara mandiri di kalangan rakyat dan
berakar dalam masyarakat. Sistem pendidikan Islam yang ada dan telah berkembang
pada masa itu, sebagai salah satu bentuk dan usaha pelaksanaan syariat Islam,
mendapatkan kesempatan dan jaminan untuk tetap berlangsung dan berkembang,
serta mendapatkan perhatian dan bantuan dari pemerintah.
Pendidikan Islam sebagai lembaga tumbuh dan berkembang pada masa
kemerdekaan dengan pesat, seperti; pesantren, sekolah, madrasah dan perguruan
tinggi. Pesantren yang sudah tumbuh ratusan tahun, pada era kemerdekaan mendapat
tempat untuk berkembang. Sedangkan sekolah ini terbagi menjadi dua, yaitu sekolah
negeri dan swasta. Sekolah swasta ini juga terbagi menjadi dua yaitu sekolah Islam
dan sekolah non Islam. Kemudian madrasah ini diberlakukan sejak SK 3 Menteri
tahun 1975 yang berlangsung sampai 1990. SK 3 Menteri itu adalah Menteri Agama,
MENDIKBUD dan menteri Dalam Negeri, yang isinya adalah sekolah madrasah
memiliki persamaan dan kedudukan yang setara dengan sekolah, sehingga disebut
madrasah itu adalah sekolah yang berciri khas Islam.
Pendidikan Islam sebagai mata Pelajaran Pendidikan Islam secara formal telah
dimasukkan ke sekolah-sekolah sejak tahun 1946, sejak dimulainya pelajaran agama
di sekolah-sekolah umum. Terakhir tercantum dengan jelas dalam UUD No. 20 Tahun
2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Dengan undang-undang tersebut, posisi
pendidikan Islam sebagai subsistem pendidikan nasional semakin mantap, baik pada
lembaga pendidikan umum maupun keagamaan (Azra, 2002: 57). Berdasarkan dari
undang-undang tersebut bahwa perhatian pemerintah terhadap pendidikan Islam
sudah baik di mana lembaga-lembaga tersebut sudah disetarakan dengan sekolah
umum sehingga tidak lagi terdapat perbedaan antara satu lembaga dengan lembaga
pendidikan lainnya.
Salah satu bukti bahwa Pendidikan Islam sudah mendapat perhatian pemerintah,
dapat dilihat dari pengaruh ide-ide pembaharuan yang berkembang di dunia Islam dan
kebangkitan bangsa Indonesia, sedikit demi sedikit pelajaran umum masuk ke dalam
kurikulum madrasah.
PENUTUP
KESIMPULAN
Peradaban Islam di Indonesia pasca kemerdekaan telah mengalami keguncangan
di mana perseteruan antara kelompok nasionalis dan kelompok Islam dan kelompok
lainnya masing-masing berpegang teguh pada misi mereka untuk menjadikan negara
Indonesia menjadi Negara Islam Negara Pancasila. Dengan timbulnya masalah ini, maka
timbullah pergerakan-pergerakan, partai-partai dan pemberontakan yang dilakukan oleh
kelompok Islam. Hal tersebut dilakukan oleh Islam karena mereka kecewa dengan hasil
keputusan presiden yang menjadikan dasar Negara Indonesia sebagai Negara Pancasila.
Ketika penjajahan datang ke Indonesia oleh bangsa-bangsa Eropa praktek
ekonomi Islam yang dilakukan di tingkat mikro maupun makro digantikan dengan
ekonomi ala Kapitalisme. Penjajah mengeksploitasi sumber daya manusia dan alam
Indonesia dengan sistem kerja paksa dan kekerasan. Hal itu mendapat perlawanan oleh
Sarekat Dagang Islam (SDI), yang lahirnya sebagai lanjutan perjuangan umat Islam
menantang penjajah Belanda pada abad ke-19.
Perjuangan SDI pun diikuti oleh studi tentang sosialisme relijius oleh HOS
Cokroaminoto, HM. Rasyidi, Agus Salim, Moh Hatta, dan Syafruddin Parawiranegara.
Karya-karya mereka tentang sosialisme relijius sebagai bentuk perlawanan terhadap
penjajahan yang terlalu menonjolkan kapialisme nya dalam menguasai sumber daya yang
dimiliki di wilayah-wilayah jajahannya.
Terlihat pada tahapan itu para penulis sosialisme relijius belum mampu
menghadirkan suatu ‘model’ baru dari ekonomi Islam dan mencoba menawarkan
ekonomi sosialisme yang mempunyai prinsip dan nilai Islami. Tahun 1950 an merupakan
awal diskursus ekonomi Islam yang komprehensif yang mencoba menawarkan sistem
ekonomi baru yang lepas dari bayang-bayang Kapitalisme dan Sosialisme. Dasar-Dasar
Ekonomi Islam Zainal Abidin Ahmad dan Sistem Ekonomi Menurut Islam Bersamaisme
Kahruddin Yunus, dua karya ekonomi Islam yang dijelaskan dengan secara komprehensif
dan sesuai dengan realitas ekonomi di masanya. Era 1990 an adalah era ekonomi Islam
dalam ranah praktis institusi perbankan dan keuangan Syarī’ah di Indonesia, yang dimulai
dengan berdirinya Baitul wal Tamwil dan BPRS dan dilanjuti dengan Bank Muamalat
Indonesia tahun 1992. Keberhasilan Bank Muamalat Indonesia memengaruhi berdirinya
entitas bisnis lainnya untuk konversi kepada Syarī’ah seperti asuransi Syarī’ah, gadai
Syarī’ah, pasar modal Syarī’ah, pasar uang Syarī’ah, dan sebagainya.
DAFTAR PUSTAKA
"Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam di Indonesia", Klik untuk baca:
https://www.kompasiana.com/efriyansyah5391/637de3e8c57afb767d5c1852/sejarah-
pemikiran-ekonomi-islam-di-indonesia

Saefuddin, A.M, dkk. (1988). Nilai-Nilai Ekonomi Islam. dalam Islam


dan Kemiskinan. Bandung: Penerbit Pustaka.

Susanto, Ari, and Yusdani. (2019) “Rekontekstualisasi Pemikiran


Kahrudin Yunus Tentang Distribusi Dalam Sistem Ekonomi Bersamaisme Di Era
Industri 4.0.”. Universitas Islam Indonesia. Yogyakarta.

Thaba, A. A. (1996). Islam and the State in New Order Politics. Gema
Insani Press. Jakarta.

Yunus, Mahmud. 1996. Sejarah Pendidikan Islam di Indonesia. Jakarta: Hidakarya

Agung. Zuhairini. 1986. Sejarah Pendidikan Islam di Indonesia. Jakarta: Proyek


Pembinaan Prasarana dan Sarana Perguruan Tinggi Agama/IAIN Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai