Konsep utama TRA adalah sikap dan normal social mempengaruhi niat dasar
perilaku, sedangkan TPB adalah sikap dan norma sosial dan ditambahkan dengan
persepsi terhadapa pengendalian perilaku. Kemudian ilmu pengetahuan,
keterampilan, hambatan lingkungan dan kebiasaan ditambahkan didalamnya
sehingga menjadi Integrated behavior Model. Berdasarkan konsep TRA sebagai
contoh seseorang yang ingin menurunkan berat badan karena menyadari dirinya
gemuk dan tidak sehat (sikap terhadap perilaku) sehingga perlu menurunkan berat
badan dengan perbaikan pola makan dan olahraga diyakini dapat membantu dirinya
mencapai tujuannya ( keyakinan terhadap perilaku) berdasarkan beberapa literatur
dan testimoni serta pengalaman dari rekan/teman sekerja yang berhasil menurunkan
berat badan dengan menerapkan pola hidup sehat ( evaluasi hasil perilaku ). Masalah
kegemukan juga identik dengan penampilan sehingga pada orang gemuk
menurunkan berat badan merupakan salah satu cara untuk meningkatkan penampilan
(norma subjektif), keyakinan inilah yang menjadi factor pemicu untuk menunrunkan
berat badan bagi orang yang gemuk ( keyakinan normatif). Selanjutnya dilanjutkan
dengan TPB maka dengan adanya factor dorongan tersebut maka seseorang yang
gemuk yakin bisa untuk melakukan Upaya penurunan berat badan dengan perubahan
pola hidup (keyakinan untuk mengendalikan) serta komitmen dan kepatuhan dalam
penerapan pola hidup sehat (persepsi terhadapa kekuatan).
Berdasarkan penjelasan diatas maka terlihat perbedaan antara Teori TRA dan
TPM ialah:
Perilaku dihasilkan melalui Niat terhadap perilaku dimana terbagi menjadi sikap
terhadap perilaku ( keyakinan terhadap perilaku, evaluasi akhir perilaku), Norma
subjektif ( keyakinan normative dan motivasi untuk mematuhi) hal ini merupakan
teori TRA, dan Persepsi untuk pengendalian perilaku (keyakinan mengendalikan dan
perepsi terhadap kekuatan) merupana TPB.
3. Menurut TransTeoritikal Model (TTM) pada tahapan apa individu siap berubah
terkait pernurunan berat badan.
Seseorang siap berubah terkait penurunan berat badan menurut transteoritikal
model ialah pada tahapan Preparasi dimana tahap ini seseorang sudah menetapkan
rencana untuk melakukan perubahan dalam 30 hari kedepan.
Contoh :
Prioritas pemerintah dalam penanganan stunting tetap difokuskan pada pelayanan
kesehatan dan gizi pada 1000 Hari Pertama Kehidupan (HPK). Strategi nasional
yang dilakukan untuk percepatan pencegahan stunting tahun 2018 – 2024 meliputi
5 pilar, yaitu:
8. Sebutkan dan jelaskan secara singkat syarat” yang harus dipenuhi agar
terjadi/tercipta komunikasi Kesehatan yang efektif
Syarat agar tercipta komunikasi Kesehatan yang efektif ialah:
a. Akurasi
Pesan yang disampaikan berbasis bukti tanpa kesalahan fakta,interpretasi
ataupun penilaian.
b. Ketersediaan
Pesan atau informasi dapat diakses oleh semua orang yang menjadi sasaran
kita.
c. Imbang
Isi informasi seimbang antara manfaat dan resikonya
d. Konsistensi
Informasi konsisten dari waktu ke waktu, serta konsisten sesuai dengan literatur atau
sumber lain.
e. Kompetensi Budaya
Proses merancang, implementasi dan evaluasi memperhitungakan masalah khusus
dalam setiap populasi dan tingkat Pendidikan dan kecatatan.
f. Berbasis bukti
Informasi yang disampaikan bisa dipertanggungjawabkan karena berbasis bukti ilmiah
yang relevan
g. Jangkauan
Informasi bisa menjangkau banyak orang dalam populasi target
h. Keandalan
Sumber dari informasi dapat dipercaya dan selalu diperbaharui
i. Pengulangan
Informasi diakses atau diberitahukan dari waktu ke waktu untuk meperkuat dampak
tujuan pada sasaran
j. Ketepatan waktu
Isi informasi selalu tersedia saat sasaran populasi target ingin membutuhkan infromasi
lebih spesifik
k. Dapat dimengerti
Informasi yang disampaikan dapat dimengerti sesuai dengan format, tingkat dan
Bahasa setiap target.
11. Jelaskan dimensi dan konsep sosial, budaya dan gender dalam permasalahan
Kesehatan di Sulawesi utara.
Konsep sehat-sakit dalam perspektif social budaya dan gender
Keadaan Kesehatan individua tau masyarkat tidak dapat dicapai secara optimal
karena adanya aspek social, budaya dan gender yang membatasinya. Dalam dimensi
social dan budaya, individu cenderung tidak dapat memilih pelayanan Kesehatan
terstandart, sebagai contoh seseorang meminum jamu-jamuan saat dia sakit karena
diusulkan ataupun bahkan telah diberikan oleh teman / saudara yang sungkan untuk
ditolaknya. Sedangkan jika dilihat dari dimensi social biasanya pergi ke dokter hanya
untuk Masyarakat menengah ke atas, sedangkan pada budaya tertentu pergi ke tukang
urut atau ahli obat ramuan merupakan pilihan awal bagi Masyarakat yang sakit,
bahkan ada beberapa kelompok orang yang menganggap bahwa sakit yang
dideritanya ialah akibat diguna-guna oleh orang lain sehingga mencari dukun atau
seseorang yang dianggap mampu menyembuhkan. Contoh lain ialah penyakit jantung
dianggap hanya diderita oleh orang dengan kondisi social ekonomi atas, padahal
penyakit jantung bisa diderita siapa saja yang memiliki pola hidup tidak sehat. Begitu
pula jika dilihat pada perspektif gender terhadap penyakit jantung, dimana ditemukan
gender laki-laki memiliki angka morbiditas dan mortalitas yang tinggi dibandingkan
dengan Perempuan. Perempuan lebih rentan untuk menerima diskriminasi dalam
bidang pelayanan Kesehatan ataupun konsep sehat dan sakit. Salah satu contoh kasus
yang lain ialah mengenai keterbatasan alat kontrasepsi pada suatu kabupaten karena
kebijakan daearah itu sendiri untuk meningkatkan jumlah penduduk, sehinggan WUS
mencari akses untuk alat kontrasepsi ke daerah lain ataupun ke pelayanan Kesehatan
swasta yang berbayar. Contoh lainnya ialah disuatu daerah dimana mengharuskan
untuk memiliki anak dengan jenis kelamin laki-laki dalam suatu keluarga, sehingga
walaupun jumlah anak sudah lebih dari 3 namun belum memiliki anak dengan jenis
kelamin laki-laki maka ibu tidak boleh menggunakan kontrasepsi sampai memiliki
anak laki-laki, sehingga berbagai resiko dalam kehamilan sering terjadi.
12. Jelaskan dan berikan contoh pengaruh sosial budaya serta gender yang positif
untuk Kesehatan masyarakat di Provinsi Sulawesi Utara.
Konsep sosial, budaya dan gender juga mempengaruhi keadaan kesehatan
individu maupun masyarakat di Sulawesi Utara. Dalam dimensi sosial dan budaya,
individu di Sulawesi Utara lebih cenderung mengakses pelayanan Kesehatan di
fasilitas pelayanan Kesehatan yang ada dan sudah semakin menyadari tentang
pentingnya akses pada pelayanan Kesehatan walaupun tidak bisa dipungkiri bahwa
pengobatan alternatif juga masih menjadi pilihan pendamping pengobatan medis, hal
ini terlihat dari penurunan angka kesakitan penduduk sesuai data BPS tahun 2019-
2021, pada tahun 2019 angka kesakitan 15,32%, kemudian terjadi peningkatan pada
saat covid di 24,98% dan Kembali menurun di 2021 yaitu 9,90%. Selain itu juga
terkait social budaya memberikan dampak positif terlihat dalam data BPS mengenai
presentasi penggunaan jamban sendiri di setiap rumah tangga di Sulawesi Utara,
dimana penduduk di Sulawesi Utara 83,04% menggunakan jamban sendiri. Selain itu
perubahan aktivitas fisik juga dengan adanya sarana olahraga, jogging track, publikasi
kegiatan fun run dan beberapa kegiatan olahraga semakin meningkatkan minat
masyarakat manado. Jika dilihat dari segi gender perempuan dan laki-laki mendapat
akses pelayanan Kesehatan yang sama.