Anda di halaman 1dari 9

MPPKI

1
((Desember 2021)

ISSN 2597– 6052


DOI: https://doi.org/10.56338/mppki.
MPPKI
Media Publikasi Promosi Kesehatan
Indonesia
The Indonesian Journal of Health Promotion
Research / Review Articles Open Access
ANALISIS SUBSISTEM PEMBIAYAAN KESEHATAN DENGAN PEMBIAYAAN PENDIDIKAN DI
INDONESIA

ANALYSIS OF HEALTH FINANCING SUBSYSTEMS WITH EDUCATION FINANCING IN INDONESIA


Icha Tiara Devi Febrianti 1
bayu Bagas Putra, Politeknik Medica Farma Husada Mataram
1

2
moh Tanziila Rahman, Politeknik Medica Farma Husada Mataram
3Riki, Politeknik Medica Farma Husada Mataram

Abstrak
Latar belakang:
Pembiayaan merupakan faktor penting dalam pembangunan nasional, khususnya pada sektor kesehatan dan pendidikan. Pada kedua sektor
tersebut, terdapat ketimpangan pembiayaan atas dasar tingkatan peraturan yang mengatur sistem, anggaran pembiayaan yang tidak seimbang,
dan alokasi diperuntukannya. Sektor kesehatan dan pendidikan sangat berhubungan erat saling mempengaruhi, sehingga ketimpangan yang ada
dapat mempengaruhi pembangunan kesehatan dan pembangunan pendidikan.
Tujuan:
Untuk mengetahui bagaimana subsistem pembiayaan kesehatan dengan pembiayaan pendidikan di Indonesia
Metode:
Penelitian ini menggunakan metode kajian pustaka dengan penyajian deskriptif
Hasil:
Undangundang pendidikan berpengaruh pada pembiayaan pendidikan yang lebih tinggi dibandingkan pembiayaan kesehatan yang peraturannya
masih berupa Peraturan Presiden. Selain itu, alokasi pembiayaan pendidikan diperuntukkan hanya untuk sebagian masyarakat (usia sekolah),
sedangkan pembiayaan kesehatan untuk seluruh masyarakat.
Kesimpulan:
Undan-gundang pendidikan berpengaruh pada pembiayaan pendidikan yang lebih tinggi dibandingkan pembiayaan kesehatan yang
peraturannya masih berupa Peraturan Presiden. Selain itu, alokasi pembiayaan pendidikan diperuntukkan hanya untuk sebagian masyarakat
(usia sekolah), sedangkan pembiayaan kesehatan untuk seluruh masyarakat. Hal tersebut menunjukkan bahwa pemerintah lebih
memprioritaskan sektor pendidikan dibandingkan dengan sektor kesehatan.
Kata Kunci:
Pembangunan Nasional, Pembiayaan Kesehatan, Pembiayaan Pendidikan

Publisher: Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Muhammadiyah Palu


MPPKI
Abstract
Introduction:
Financing is an important factor in national development, especially in the health and education sectors. In both sectors, there is a financing
gap based on the level of regulations governing the system, an unbalanced financing budget, and the allocation for it. The health and education
sectors are closely related and influence each other, so that existing inequalities can affect health development and education development.
Objective:
The education law has a higher effect on education financing than health financing whose regulations are still in the form of a Presidential
Regulation. In addition, the allocation of education funding is intended only for a portion of the community (school age), while health financing
is for the entire community.
Method:
This research design uses a literature review method with descriptive presentations
Result:
The education law has a higher effect on education financing than health financing whose regulations are still in the form of a Presidential
Regulation. In addition, the allocation of education funding is intended only for a portion of the community (school age), while health financing
is for the entire community. This shows that the government prioritizes the education sector over the health sector.
Keywords: National Development, Health Financing, Education Financing

Publisher: Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Muhammadiyah Palu


MPPKI
PENDAHULUAN
2
(September 2020) Vol VIII. No. 4
Pembiayaan adalah salah satu aspek penting dalam menyokong pembangunan nasional. Pembiayaan diartikan
sebagai suatu produk atas keputusan pemerintah dalam memprioritaskan akselerasi pembangunan nasional melalui
kebijakan fiskal atau keputusan yang diambil pemerintah guna menjaga stabilitas perekonomian secara makro.
Pembiayaan sudah sepatutnya dilaksanakan secara sehat, berkesinambungan, dan menyeluruh sebagai pendorong dari
kegiatan perekonomian masyarakat (Kementerian Keuangan, 2017).
Pembiayaan dilakukan pemerintah untuk kebutuhan berbagai pembangunan di Indonesia, khususnya terkait
infrastruktur, pendidikan, dan kesehatan. Pembangunan sektor pendidikan dan kesehatan merupakan sektor penting
yang saling bersinergi. Menurut WHO (2015), berinvestasi dalam pendidikan sama saja berinvestasi terhadap
kesehatan seumur hidup. Pendidikan berperan dalam pembentukan masyarakat dan populasi yang lebih sehat.
Begitupun sebaliknya kesehatan berpotensi relevan terhadap pendidikan.
Berdasarkan Suhrcke, M and Carmen, D (2011), kesehatan dan pendidikan berinteraksi dalam tiga cara yaitu: 1) Pendidikan
dapat menentukan kesehatan, 2) Satu atau lebih faktor lain dapat memengaruhi kesehatan dan pendidikan secara
bersamaan, serta 3) Kesehatan dapat menentukan pendidikan. Pendidikan sebagai penentu kesehatan dapat dilihat dari
efek yang diberikannya, yakni sebagai investasi jangka panjang, yang menunjukkan bahwa tingkat pendidikan
masyarakat (SDM) yang lebih tinggi berpengaruh pada kesadaran masyarakat untuk memeriksakan diri dan
menjalankan perilaku sehat sehingga mampu mengurangi kejadian penyakit kronis yang membutuhkan pembiayaan
yang tidak sedikit. Selain itu, tingkat pendidikan yang mumpuni dapat membantu individu untuk mepertahankan dan
meningkatkan kesehatannya melalui peningkatan pengetahuan terkait permasalahan kesehatan, ketersediaan
informasi, dan keterampilan berpikir kritis terhadap permasalahan kesehatan.
Faktor lain yang mampu pengaruhi pendidikan dan kesehatan secara bersamaan yaitu faktor ekonomi.
Pendidikan yang lebih tinggi berpengaruh pada perolehan pendapatan individu karena memiliki pekerjaan dan
jaringan sosial yang lebih luas sehingga mampu mendapatkan akses pelayanan yang lebih baik. Sebaliknya, terbelit
permasalahan ekonomi menjadi tantangan bagi kesehatan masyarakat, karena ketidakmampuan untuk mengonsumsi
makanan yang bergizi, pola hidup buruk, serta berada pada lingkungan tinggal yang tidak sehat. Rendahnya status
kesehatan masyarakat akan berimplikasi pada tidak mampunya anak-anak atau individu untuk mencapai pendidikan
yang lebih tinggi dan memilih untuk putus sekolah agar bisa bekerja guna memperbaiki perekonomian keluarga.
Kesehatan sebagai penentu hasil pendidikan diperantarai oleh kemiskinan yang dapat mempengaruhi perkembangan
intelektual anak-anak dan berdampak pada pencapaian sekolah yang lebih rendah, serta tidak optimal. Pengaruh
kesehatan yang buruk (sakit ataupun disabilitas) terhadap pendidikan juga menyebabkan terhambatnya perkembangan
keterampilan kognitif (berpikir) dan pembelajaran yang optimal sehingga mengalami kemunduran dan mengganggu
pelaksanaan sekolah. Selain itu, faktor diskriminasi oleh teman sebaya juga berpengaruh pada kesehatan khususnya
kesehatan mental anak-anak yang berdampak pada pendidikannya seperti anak tidak hadir kelas, berhenti sekolah, dan
sebagainya. Status morbiditas (kesakitan) masyarakat yang lebih tinggi, menandakan bahwa berkurangnya
produktivitas masyarakat khususnya anak-anak dalam melaksanakan kegiatan pendidikan.
Maka dari itu kesehatan dan pendidikan merupakan faktor penting dalam pembangunan nasional yang perlu
dibiayai dengan optimal. Namun dalam pelaksanaannya antara pendidikan dan kesehatan di Indonesia, terdapat
ketimpangan pada tingkatan peraturan yang mengatur sistem, anggaran pembiayaan yang tidak seimbang, dan alokasi
diperuntukkannya. Menurut Murillo, R and Christopher (2011), hubungan kausal sangat penting dalam desain
kebijakan. Dalam kasus ini, jika pendidikan berpengaruh besar pada tingkat kesehatan yang lebih baik, maka
kebijakan untuk meningkatkan pendidikan menjadi lebih efektif dalam memperbaiki status kesehatan penduduk.
Namun, jika hubungan antara pendidikan dan kesehatan ada, karena alasan status kesehatan yang lebih baik sehingga
memungkinkan seseorang untuk mencapai pendidikan yang lebih tinggi. Maka korelasi yang dihasilkan yaitu terdapat
faktor lain yang mendukung peningkatan kesehatan (misalnya pendapat orang tua atau ekonomi), dengan begitu dapat
diartikan bahwa pada kondisi ini, kebijakan peningkatan pendidikan tidak efektif dalam meningkatkan status
kesehatan. Kebijakan terkait sistem pendidikan nasional sudah diatur dalam undangundang, sedangkan pada sistem

Publisher: Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Muhammadiyah Palu


MPPKI
kesehatan nasional masih setingkat peraturan presiden. Perbedaan tingkatan kebijakan tersebut berpengaruh kuat pada
alur kuasa pembiayaan.
Menurut Kementerian Keuangan (2017), menyebutkan bahwa pemerintah berkomitmen untuk tetap
mempertahankan alokasi dasar anggaran pendidikan pada angka 20 persen dan anggaran kesehatan pada angka 5
persen. Hal tersebut menunjukkan ketimpangan yang sangat jauh secara persentase anggaran. Selain itu, berdasarkan
alokasi kebutuhan pengelolaan satuan pendidikan hanya diperuntukkan untuk usia sekolah saja yaitu anak usia dini,
pendidikan dasar, pendidikan menengah, dan seterusnya atau dapat diartikan hanya sebagian dari penduduk. Pada
kesehatan, alokasi kebutuhan diperuntukkan untuk seluruh penduduk tanpa terkecuali agar mendapatkan hak sehat.
Permasalahan yang ada seharusnya menjadi fokus yang perlu diperhatikan karena melalui pembiayaan yang baik,
negara akan mampu mencapai pembangunan nasional.
Dengan demikian, penulisan ini ditujukan untuk menganalisis subsistem pembiayaan kesehatan dengan
pembiayaan pendidikan di Indonesia.

METODE
Metode yang digunakan dalam penulisan ini adalah literature review atau kajian pustaka, dengan penyajian deskriptif
untuk mendapatkan informasi mendalam terkait subsistem pembiayaan kesehatan dengan pembiayaan pendidikan di
Indonesia. Penelusuran dalam penelitian ini menggunakan data sekunder berupa artikel ilmiah, buku, peraturan
kebijakan kesehatan dan pendidikan, serta sumber lain yang relevan sesuai bidang penelitian, dengan bantuan
program di komputer seperti google search. Pencarian dillakukan dengan menggunakan kata kunci topik penelitian
diantaranya “Pembangunan Nasional”, “Pembiayaan Kesehatan”, dan “Pembiayaan Pendidikan”. Pokok bahasan
kajian pustaka meliputi konsep subsistem pembiayaan kesehatan dan konsep pembiayaan pendidikan di Indonesia.
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Konsep Subsistem Pembiayaan Kesehatan
Berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan, kesehatan
diartikan sebagai kondisi sehat, baik secara fisik, mental, spiritual, dan sosial, serta mampu untuk hidup produktif
guna memenuhi kebutuhannya secara sosial ataupun ekonomi. Kesehatan juga merupakan hak asasi bagi setiap
manusia, sekaligus melambangkan unsur kesejahteraan yang harus diwujudkan guna mencapai cita-cita bangsa
Indonesia dan pembangunan kesehatan, misalnya pencapaian universal health coverage melalui pemanfaatan Jaminan
Kesehatan Nasional (JKN) sehingga seluruh masyarakat dapat memperoleh pelayanan kesehatan yang sama (tanpa
diskriminasi) dan berkualitas.
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 17 Tahun 2007 Tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang
Nasional Tahun 2005-2025, menyebutkan pembangunan kesehatan adalah upaya dalam meningkatkan kesadaran,
kemauan, dan kemampuan masyarakat untuk hidup sehat guna mencapai peningkatan derajat kesehatan masyarakat
setinggi-tingginya. Pembangunan kesehatan diselenggarakan dengan beberapa upaya diantaranya: upaya kesehatan,
pembiayaan kesehatan, peningkatan kualitas sumber daya manusia kesehatan, obat dan alat kesehatan, peningkatan
pengawasan, pemberdayaan masyarakat, dan manajemen kesehatan. Pembangunan nasional harus berwawasan
kesehatan dengan memperhatikan dampak setiap kebijakan publik terhadap kesehatan.
Subsistem pembiayaan kesehatan merupakan bagian dari Sistem Kesehatan Nasional (SKN) yang
menjadi komponen pembangunan kesehatan dan telah diatur didalam Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor
72 Tahun 2012. Dalam peraturan tersebut, subsistem pembiayaan kesehatan didefinisikan sebagai proses pengelolaan
berbagai upaya penggalian, pengalokasian, dan pembelanjaan anggaran kesehatan yang diselenggarakan guna
memastikan anggaran mencukupi, teralokasi secara adil dan merata, tepat guna dan berdaya guna, serta terdistribusi
sesuai kebutuhannya dalam menjamin pembangunan kesehatan.
Unsur-unsur subsistem pembiayaan kesehatan dibagi menjadi tiga, yaitu:
a. Dana, yaitu berasal dari lima sumber dana. Pembiayaan kesehatan dijamin oleh pemerintah dengan bersumber
dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN), kemudian Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah
Publisher: Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Muhammadiyah Palu
MPPKI
(APBD) dari pemerintah daerah, serta bantuan dari masyarakat berupa sistem pembiayaan asuransi kesehatan
atau JKN, swasta berupa pembiayaan asuransi kesehatan komersial, ataupun sumber lainnya. Utamanya, dana
harus mencukupi kebutuhan dan terjamin akuntabilitasnya, serta transparansinya,
b. Sumber daya, dapat berupa SDM pengelola, sarana dan prasarana, standar atau ukuran, kebijakan, serta
kelembagaan yang berdaya guna dalam upaya penggalian, pengalokasian, dan belanja anggaran,
c. Pengelolaan dana kesehatan, yaitu regulasi yang disepakati dan digunakan oleh aktor subsistem pembiayaan
kesehatan seperti pemerintah, pemerintah daerah, lintas sektor, swasta, maupun masyarakat Pembiayaan
kesehatan menerapkan prinsip kecukupan, efektif, dan efisien, ekonomis, adil, transparan dan berkelanjutan
agar penyelenggaraan pelayanan kesehatan berjalan sesuai dengan tujuan. Berdasarkan UndangUndang
Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan, besar anggaran yang dialokasikan pemerintah
pada sektor kesehatan yaitu minimal sebesar 5% dari APBN di luar gaji (setelah dikurangi gaji). Pada daerah
provinsi dan kabupaten/kota, pemerintah daerah mengalokasikan anggaran minimal 10% dari APBD di luar
gaji (setelah dikurangi gaji). Daerah diperbolehkan mengalokasikan anggaran kesehatan lebih dari 10%,
kemudian bagi daerah yang belum mampu mengalokasikan anggaran sesuai aturan dapat dilakukan secara
bertahap.
Anggaran yang ada pada sektor kesehatan diprioritaskan pada kepentingan pelayanan publik/public goods yang
terdiri dari layanan preventif, promotif, kuratif, dan rehabilitatif, dengan sekurang-kurangnya ⅔ (dua pertiga) dari
anggaran kesehatan dalam APBN dan APBD dipergunakan sebagai pelayanan publik yang dapat berupa Upaya
Kesehatan Perseorangan (UKP) sebesar 40% dan Upaya Kesehatan Masyarakat (UKM) sebesar 3 12%, sedangkan ⅓
(satu pertiga) dari alokasi kesehatan disepakati untuk pengelolaan dan penguatan sistem kesehatan di pusat dan daerah
berupa tata kelola kesehatan.
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2009, menjelaskan bahwa alokasi pembiayaan
kesehatan diperuntukkan untuk seluruh masyarakat termasuk bagi penduduk miskin, kelompok lanjut usia, dan anak
terlantar tanpa terkecuali. Berdasarkan Tim Kementerian Keuangan (2021), anggaran kesehatan ditujukkan pada
akselerasi pemulihan kesehatan dengan peningkatan akses dan mutu layanan melalui penguatan sistem kesehatan.
Berikut gambaran anggaran kesehatan Indonesia dari tahun 2016 2021 (Gambar 1).

Gambar 1. Anggaran Kesehatan Indonesia Tahun 2016 2021


Sumber: Tim Kementerian Keuangan (2021)

Berdasarkan gambar 1, anggaran pembiayaan kesehatan di Indonesia sejak tahun 2016 2020 mengalami
peningkatan realisasi anggaran pada fungsi kesehatan secara keseluruhan sebesar 3,8%, namun secara jumlah
anggaran masih tergolong kecil jika dibandingkan dengan anggaran pembiayaan sektor lain. Peningkatan pendanaan
dari tahun 2019 ke tahun 2020 terjadi karena ada alokasi dana untuk penyesuaian premi iuran JKN. Pemerintah
melakukan beberapa terobosan kebijakan dengan memperluas cakupan peserta bantuan iuran JKN bagi 96,8 juta
jiwa masyarakat miskin, sehingga tetap mendapatkan layanan kesehatan yang berkualitas (Kementerian Keuangan,
2020). Pada tahun 2021, anggaran kesehatan mengalami penurunan sebesar 20,1% dibandingkan anggaran di tahun
2020. Anggaran tersebut sebesar Rp. 169,7 triliun atau sama dengan 6,2 persen dari APBN yang diperuntukkan guna
peningkatan dan pemerataan pasokan pengadaan vaksin, perbaiki nutrisi ibu hamil, ibu menyusui, dan balita,
mitigasi penyakit menular, dan percepatan penurunan kasus stunting, serta perbaikan jaminan kesehatan nasional,
dan lain sebagainya (Presiden RI, 2021).

Publisher: Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Muhammadiyah Palu


MPPKI
Anggaran pembiayaan pada sektor kesehatan sangatlah minim, padahal beban pembiayaan yang
ditanggung sangat besar yaitu diperuntukkan untuk seluruh masyarakat Indonesia. Terlepas dari pembiayaan
anggaran yang bukannya meningkat tetapi terus menurun, upaya pemerintah untuk menaikkan jumlah cakupan
penerima jaminan kesehatan nasional tidak diimbangi dengan anggaran pembiayaan yang diberikan. Tentunya,
perencanaan peningkatan layanan yang bemutu bukan hanya sekedar rencana saja tetapi sudah seharusnya
terealisasikan dengan didorong pembiayaan yang mendukung guna mencapai pembangunan kesehatan.

Anggaran yang minim berimplikasi pada penyelenggaraan subsistem pembiayaan kesehatan yang lemah
akibat permasalahan pembiayaan, dijelaskan dalam Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 72 Tahun 2012,
yang menyebutkan permasalahan dari sistem pembiayaan terdiri dari: belum meratanya perlindungan dan jaminan
masyarakat terhadap beban pembiayaan kesehatan, minimnya dana operasional puskesmas untuk menjalankan
kegiatan, terbatasnya peraturan perundangundangan yang mendorong pencapaian jaminan kesehatan, minimnya
kemampuan manajemen pembangunan kesehatan, dan lain sebagainya. Dalam alokasi dana dan kebijakan,
stakeholder menganggap kesehatan bukan sebagai kebutuhan esensial dan investasi berharga untuk pembangunan
karena peraturan yang mengikat Sistem Kesehatan Nasional masih berupa
Peraturan Presiden, dan belum menjadi UndangUndang. Akibatnya sistem dasar pembiayaan kesehatan tidak kuat,
begitupun dalam penganggaran pembiayaannya.
Upaya promotif dan preventif dengan tidak mengabaikan upaya kuratif dan rehabilitatif sangat penting guna
menciptakan pelayanan kesehatan yang bermutu, efektif, dan efisien, terlepas dari ketersediaan pembiayaan kesehatan
yang rendah. Pembiayaan yang betumpu pada UKM memiliki biaya yang lebih murah karena menjaga kesehatan
tidak hanya pada tingkat individu tetapi juga populasi masyarakat, sedangkan UKP pembiayaannya lebih mahal
karena biaya kesehatannya lebih tinggi yakni membutuhkan alat kesehatan dan obat-obatan, gedung atau fasilitas
kesehatan, tindakan kesehatan, dan lain sebagainya. Penting untuk mencegah daripada mengobati, karena berpengaruh
pada pembiayaan kesehatan khususnya berkaitan dengan universal health coverage melalui pemanfaatan Jaminan
Kesehatan Nasional (JKN).
1. Konsep Pembiayaan Pendidikan
Berdasarkan Undang-Undang RI No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, Pendidikan adalah
upaya yang dilakukan untuk menciptakan lingkungan dan proses pembelajaran yang dapat mengembangkan potensi
diri sehingga memiliki kekuatan spiritual dan akhlak yang berbudi pekerti, kontrol diri, kepribadian, kecerdasan,
serta keterampilan yang dibutuhkan untuk dirinya sendiri, masyarakat, bangsa, dan negara. Fungsi dari pendidikan
nasional yakni mengembangkan kemampuan, membentuk watak, dan peradaban yang mencerdaskan kehidupan
bangsa dengan menciptakan generasi penerus bangsa yang sehat dan berkualitas. Pelaksanaan pendidikan nasional
dilandasi oleh Pancasila, Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD 1945), serta diatur
dalam Undang-Undang RI No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional.
Pendidikan menjadi salah satu aspek yang tercantum dalam tujuan negara sehingga perlu bertanggung
jawab terhadap terselenggaranya pendidikan yang layak dan berkualitas, serta dapat diterima oleh semua
masyarakat melalui kesempatan memperoleh pendidikan dan kehidupan yang layak.

Pendidikan nasional tidak akan berjalan jika tidak adanya proses pembiayaan. Pembiayaan pendidikan adalah
elemen penting dalam proses belajar megajar guna membentuk sumber daya yang berkualitas. Pemanfaat anggaran
yang efektif dan efisien dalam pembiayaan pendidikan memberikan luaran sumber daya manusia yang berhasil dan
tepat guna, serta berkualitas tinggi (Ferdi, W, 2013)
Undang-Undang RI No. 20 Tahun 2003 menjelaskan pembiayaan pendidikan adalah tanggung jawab dari
pemerintah, pemerintah daerah, dan masyarakat sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Dalam
hal ini, pemerintah adalah aktor yang berperan untuk menyediakan anggaran pendidikan. Sumber pembiayaan atau
pendanaan tersebut dilandasi atas dasar prinsip keadilan, ketersediaan, dan keberlanjutan, sedangkan pada
pengelolaan dananya harus dilandasi oleh prinsip keadilan, efisiensi, dan akuntabilitas publik. Penerapan pembiayaan
pendidikan yang sehat dan berkesinambungan tentunya berpengaruh pada pembangunan pendidikan di Indonesia.
Menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 17 Tahun 2007 Tentang Rencana Jangka Panjang
Nasional (RPJPN) tahun 2005 2025, menyebutkan pembangunan pendidikan merupakan suatu upaya penyediaan

Publisher: Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Muhammadiyah Palu


MPPKI
pelayanan pendidikan yang bermutu sehingga mampu meningkatkan jumlah penduduk yang dapat menyelesaikan
pendidikan wajibnya, turunnya jumlah penduduk yang buta aksara, serta meminimalisir ketimpangan tingkat
pendidikan yang cukup tinggi antarkelompok masyarakat, misalnya antara penduduk kaya dengan miskin ataupun
pendidikan di perkotaan dan pedesaan, dan lain sebagainya.
Menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 17 Tahun 2007, pembangunan pendidikan mendukung
pembangunan nasional yang secara menyeluruh, memberikan kebanggaan kebangsaan, menciptakan akhlak mulia,
juga keterampilan yang bermutu sehingga memiliki daya saing yang tinggi. Pembangunan pendidikan diharapkan
mampu menyediakan pelayanan pendidikan dengan memanfaatkan bonus demografi. Ukuran tingkat kualitas
pendidikan tersebut ditandai dengan menurunnya tingkat pendidikan terendah, meningkatnya kontribusi pendidikan,
jumlah tenaga ahli, serta profesional yang dihasilkan oleh sistem pendidikan. Investasi peningkatan mutu sumber
daya manusia sangat penting dalam peningkatan pertumbuhan ekonomi, menurunkan kemiskinan, dan
pengangguaran.
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 17 Tahun 2007 menyebutkan bahwa pelayanan pendidikan
berdasar jalur, jenis, dan jenjang pendidikan disediakan oleh pemerintah dengan pendidikan dasar yang berkualitas
dan terjangkau diikuti dengan pembebasan biaya pendidikan. Penyediaan layanan pendidikan disiapkan sesuai
kebutuhan pembangunan sosial ekonomi Indonesia di masa depan. Berdasarkan Undang-Undang RI No. 20 Tahun
2003, alokasi dana pendidikan di Indonesia, selain gaji pendidik dan biaya pendidikan kedinasan dialokasikan
sekurang-kurangnya 20% dari APBN, dan minimal 20% dari APBD. Untuk gaji guru dan dosen dialokasikan dari
APBN, sedangkan untuk dana pendidikan dari pemerintah dan pemerintah daerah bagi satuan pendidikan disalurkan
dalam bentuk hibah.
Pengelolaan sistem pendidikan nasional yang tercantum dalam Undang-Undang RI No. 20 Tahun 2003,
merupakan tanggung jawab menteri terhadap satuan pendidikan yang terdiri dari penduduk usia sekolah atau hanya
sebagian dari keseluruhan penduduk meliputi anak usia dini, anak dengan pendidikan dasar, pendidikan menengah,
dan pendidikan tinggi, yang diterapkan berdasarkan standar pelayanan minimal dengan prinsip manajemen berbasis
sekolah atau madrasah.
Berdasarkan Tim Kementerian Keuangan (2021), anggaran pendidikan ditujukkan guna meningkatkan mutu
hasil pendidikan melalui peningkatan skor Programme for International Student Assessment (PISA) dan penguatan
pelaksanaan Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD), serta peningkatan kompetensi dan keterampilan guru. Berikut
anggaran pembiayaan pendidikan Indonesia dari tahun 2016 2021 (Gambar 2).

Gambar 2. Anggaran Pendidikan di Indonesia Tahun 2016-2021


Berdasarkan gambar 2. anggaran pembiayaan pendidikan di Indonesia sejak tahun 2016 2021 selalu meningkat
dengan stabil dan konsisten. Pada tahun 2020, pembiayaan pendidikan yang disediakan yaitu sebesar 547,8 triliun,
dengan pemanfaatan dana terbesar pada bantuan operasional sekolah sebesar 64 triliun (Kementerian Keuangan,
2020). Pada tahun 2021, anggaran pembiayaan yang disediakan yaitu sebesar 550 triliun, dengan pemanfaatan
terbesar pada transfer ke daerah dan dana kesehatan sebesar 299,1 triliun guna meningkatkan dan memperluas
ketersediaan akses dan mutu layanan pendidikan yang efektif, serta mampu mendukung program merdeka belajar.
Jika dibandingkan dengan anggaran pembiayaan sektor lain, sektor pendidikan memiliki anggaran tertinggi pertama
(Rp. 550 triliun), disusul dengan anggaran infrastruktur di urutan kedua (Rp. 417,4 triliun), anggaran perlindungan
sosial (Rp. 408,8 triliun), anggaran alokasi subsidi seperti UMKM dan Koperasi (Rp. 175,4 triliun), selanjutnya
anggaran kesehatan (Rp. 169,7 triliun).
Pemerintah mengalokasikan anggaran pendidikan dengan tujuan untuk meningkatkan kualitas SDM,
kemampuan beradaptasi dengan perkembangan teknologi, dan meningkatnya produktivitas SDM sejalan dengan
pengetahuan ekonomi di era industri 4.0. Dengan pembiayaan yang ada dilakukan reformasi pendidikan dengan

Publisher: Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Muhammadiyah Palu


MPPKI
transformasi kepemimpinan kepala sekolah, transformasi pendidikan dan pelatihan guru, dan sebagainya. Selain itu,
20% anggaran APBN akan dipergunakan sepenuhnya untuk penguatan program vokasi dan kartu prakerja, penguatan
penyelenggaraan PAUD, peningkatan efektivitas bantuan pendidikan, peningkatan pelayanan pendidikan pada
wilayah 3T (tertinggal, terdepan, dan terluar), dan lain sebagainya (Presiden RI, 2021).
Melihat pembiayaan pendidikan yang didukung penuh oleh pemerintah dibandingkan kesehatan, tentunya
sangat berpengaruh pada pembangunan nasional. Padahal pendidikan dan kesehatan merupakan satu kesatuan yang
saling mendukung, tetapi secara pembiayaan terlihat sangat tidak seimbang, yakni pembiayaan pendidikan sebesar
550 triliun dan pembiayaan kesehatan sebesar 169,7 triliun di tahun 2021. Di sisi lain, negara masih dilanda pandemi
Covid-19 dan memerlukan dukungan biaya yang besar agar pelaksanaan sektor kesehatan dapat berjalan lancar (Tim
Kementerian Keuangan, 2021) Pembiayaan pendidikan yang lebih tinggi dipengaruhi karena secara dasar sistem
kebijakan dan peraturan yang mengaturnya sudah kuat dibandingkan kesehatan. Pada sektor pendidikan, peraturan
yang mengatur sistem pendidikan nasional berupa undang-undang, yaitu UndangUndang RI No. 20 Tahun 2003
Tentang Sistem Pendidikan Nasional, sedangkan peraturan sistem kesehatan nasional (SKN) pada sektor kesehatan
hanya berupa peraturan presiden, yaitu Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 72 Tahun 2012 Tentang Sistem
Kesehatan Nasional. Hal ini perlu ditindaklanjuti oleh pemerintah karena sektor kesehatan juga menjadi sektor
penting dalam pembangunan. Jika dasar peraturan atau pijakan sektor kesehatan tidak kuat, maka akan menghambat
pencapaian pembangunan nasional secara menyeluruh.
Selain itu, Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 17 Tahun 2007, menjelaskan bahwa keadilan dan
kesejahteraan harus diterapkan pada semua aspek kehidupan, yang mana semua masyarakat memiliki kesempatan
yang sama untuk meningkatkan taraf kehidupan, termasuk pendidikan, kesehatan, dan lain sebagainya. Peningkatan
kualitas pendidikan yang didukung dengan pembiayaan, diharapkan mampu menghasilkan peningkatan SDM yang
berkualitas. Efektivitas dalam pembiayaan pendidikan harus terkoordinir dengan baik agar alokasi anggaran yang
tersedia dapat terarah pemanfaatannya.
KESIMPULAN
Undan-gundang pendidikan berpengaruh pada pembiayaan pendidikan yang lebih tinggi dibandingkan pembiayaan kesehatan yang
peraturannya masih berupa Peraturan Presiden. Selain itu, alokasi pembiayaan pendidikan diperuntukkan hanya untuk sebagian masyarakat
(usia sekolah), sedangkan pembiayaan kesehatan untuk seluruh masyarakat. Hal tersebut menunjukkan bahwa pemerintah lebih
memprioritaskan sektor pendidikan dibandingkan dengan sektor kesehatan.
SARAN
Program kerja tanpa adanya pembiayaan maka tidak akan berjalan. Subsistem pembiayaan dalam pembangunan
nasional sangatlah penting perannya. Pemerintah sebagai aktor yang berperan dalam menyediakan anggaran perlu
mempertimbangkan untuk peningkatan kenaikan anggaran bagi sektor kesehatan. Hal tersebut seharusnya dilakukan
karena pembiayaan kesehatan berdampak luas pada seluruh masyarakat di Indonesia, bukan hanya sebagian
masyarakat seperti pembiayaan pendidikan.
DAFTAR PUSTAKA
1. Ferdi, W. (2013). PEMBIAYAAN
PENDIDIKAN : SUATU KAJIAN TEORITIS FINANCING OF
EDUCATION : A THEORITICAL STUDY. Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan, 19(4), pp. 565–578. Available
at:
https://www.google.com/url?sa=t&rct=j&q= &esrc=s&source=web&cd=&cad=rja&uact
=8&ved=2ahUKEwjTs6uxtYH1AhUQSmw
GHXdPCIsQFnoECAgQAQ&url=http%3A %2F%2Fjurnaldikbud.kemdikbud.go.id%2F
index.php%2Fjpnk%2Farticle%2Fdownload
%2F310%2F212%2F&usg=AOvVaw3YvAi
07ZX67stJgwIrqTxS
2. Kementerian Keuangan (2017). Pembiayaan Untuk Percepatan Pembangunan. Media Keuangan, Transparansi
Informasi Kebijakan Fiskal, XII(113), pp. 1–30.
Available at:
https://www.kemenkeu.go.id/media/4969/m edia-keuangan-edisi-februari-2017-finalrev.pdf
3. Kementerian Keuangan (2020). APBN 2020.
Available at:
https://www.kemenkeu.go.id/apbn2020
4. Murillo, R and Christopher, J. (2011). Which Came First-Better Education Or Better
Publisher: Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Muhammadiyah Palu
MPPKI
Health?. Available at: https://www.stlouisfed.org/publications/regi onal-economist/april-2011/which-
camefirstbetter-education-or-better-health
5. Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 72 Tahun 2012. (2012). pp. 1–89.
Available at:
https://jdihn.go.id/files/4/2012pr072.pdf
6. Presiden RI. (2021). Alokasi Belanja Negara
2021 Untuk Sektor Kesehatan dan Pendidikan. Available at:
https://www.presidenri.go.id/siaranpers/alokasi-belanja-negara-2021-untuksektor-kesehatan-dan-pendidikan/
7. Suhrcke, M. and Carmen, D. (2011). The impact of health behaviours educational outcomes high income
countries. Who Regional Office for Europe, pp. 1–48.
Available at:
https://www.euro.who.int/__data/assets/pdf_ file/0004/134671/e94805.pdf
8. Tim Kementerian Keuangan. (2021). Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara 2021. Kementerian Keuangan
Direktorat Jenderal Anggaran, pp. 1–48. Available at: https://www.kemenkeu.go.id/media/16835/i nformasi-
apbn-2021.pdf
9. 9. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan. (2009). pp. 1–111. Available
at:
https://peraturan.bpk.go.id/Home/Details/38
778/uu-no-36-tahun-2009
10. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 17
Tahun 2007 Tentang Rencana Pembangunan Jangka
Panjang Nasional Tahun 2005-2025. (2007).
Available at:
https://peraturan.bpk.go.id/Home/Details/39
830
11. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20
Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional.
(2003). Available at:
https://pmpk.kemdikbud.go.id/assets/docs/U
U_2003_No_20_-
_Sistem_Pendidikan_Nasional.pdf
12. WHO. (2015). Health 2020: Education and Health
Through The Life-Course. World Health
Organization, 1–8 (July 2015).
Available at:
https://www.euro.who.int/__data/assets/pdf_ file/0007/324619/Health-2020-Educationand-
health-through-the-life-course-en.pdf

Publisher: Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Muhammadiyah Palu

Anda mungkin juga menyukai