Anda di halaman 1dari 7

MODUL AKIDAH AKHLAK

99 Al-Asma Ul-Husna

Al-Asma Al-Husna berasal dari bahasa Arab yang terdiri dari dua kata Asma dan
Husna. Asma merupakan bentuk jamak dari kata al-ism yang berarti nama. Ia berakar dari
kata al-sumuuwwu yang berarti tinggi atau al-simah yang berarti tanda. Hal ini karena nama
memang merupakan tanda bagi segala sesuatu sekaligus eksistensinya harus dijunjung
tinggi.

Sementara Al-Husna merupakan bentuk mu’anst/ feminim dari kata ashan yang
berate terbaik. Memberikan sifat kepada allah dengan bentuk uperlative menunjukan
bawah nama-nama tersebut merupakan realitas terbaik. Demikiam pengertian Al-Asna Al-
Husna adalah nama- nama yang terbaik yang tidak ada kekurangannya sama sekali.

Sebagai seorang hamba, kita dianjurkan untuk mengetahui dan berdo’a kepada Allah
Swt dengan menyebut nama-nama-Nya itu. Dengan mnyebut nama-namaNya yang
terangkum dalam Al-Asma Al-Husna, hati akan menjadi tenang dan tentram karena kita
senantiasa merasa dekat dengan Allah.

Kompetensi Inti

1. Memahami dan mengamalkan ajaran Islam dengan baik dan benar.

2. Menerapkan nilai-nilai toleransi dalam kehidupan sehari-hari.

3. Memahami konsep Al-Hakim dalam Islam.

4. Mengolah, menalar, menyaji dan mencipta dalam ranah konkret dan ranah abstrak terkait
dengan pengembangan dari yang dipelajarinya di sekolah secara mandiri serta bertindak
secara efektif dan kreatif dan mampu menggunakan metode sesuai kaidah keilmuan.

Indikator Pencapaian

1. Siswa dapat menjelaskan makna Al-Hakim dalam Islam.

2. Siswa mampu memahami nilai-nilai toleransi dan mengaplikasikannya dalam kehidupan


sehari-hari.

3. Siswa dapat mengidentifikasi perilaku munafik dalam masyarakat.

4. Memahami makna tujuh Al-Asma Al-Husna: tawasuth, ukkuwah, nifaq,


Tujuan Pembelajaran
1. Menjelaskan konsep Al-Hakim dalam Islam.

2. Memahami dan mengaplikasikan nilai-nilai toleransi dalam kehidupan sehari-hari.

3. Mengidentifikasi perilaku munafik dalam masyarakat.

A. Pengertian Moderat (Tawasuth)


Kata tawasuth berasal dari kata wasatha berarti tengah atau pertengahan.
Kata tawasuth secara bahasa berarti moderat. Secara istilah tawasuth ialah sikap terpuji
di mana menghindarkan perilaku atau pengungkapan yang ekstrem dan memilih sikap
dengan berkecenderungan ke arah jalan tengah. Allah Swt. berfirman:

“Dan demikian pula kami telah menjadikan kamu (umat Islam)


‘umat pertengahan’ agar kamu menjadi saksi atas (perbuatan) manusia dan agar
Rasul (Muhammad) menjadi saksi atas (perbuatan) kamu” (QS. al-Baqarah [2]: 143)

Sikap tawasuth merupakan sikap yang paling esensial karena sikap ini tegak
lurus, tidak condong ke kanan atau ke kiri. Hal itu membentuk sikap bijaksana dalam
mengambil keputusan.

1. Tawasuth Dalam Islam


Islam menyatakan bahwa umat Islam merupakan umat yang tengah-tengah yaitu
dalam menyelesaikan sesuatu dengan tanpa kecondongan ke kanan atau pun ke kiri.
Rasulullah bersabda:

“Sebaik baik persoalan adalah sikap moderat.”

Dalam riwayat lain, Rasulullah bersabda:

“Dan sebaik baik amal perbuatan adalah yang pertengahan, dan agama Allah
itu berada di antara yang beku (konstan) dan mendidih (relatif).”

Dalam Islam, tawasuth terbagi menjadi tiga dimensi yaitu akidah, akhlak, dan syariat.

1. Dimensi akidah
Dalam dimensi akidah, ada setidaknya dua persoalan yaitu, Ketuhana
antara atheisme dan politheisme. Islam ada di antara atheisme yang
mengingkari adanya Tuhan dan poletheisme yang memercayai adanya banyak
Tuhan. Islam adalah Monotheisme, yakni paham yang memercayai Tuhan Yang
Esa. 2) Manusia di antara jabr dan ikhtiyār. Beberapa aliran mengatakan
bahwa perbuatan manusia adalah paksaan dari Allah, dan aliran lain
mengatakan perbuatan manusia adalah mutlak dari diri sendiri. Dalam Islam,
tidak ada keterpaksaan mutlak dan tidak ada kebebasan mutlak.

2. Dimensi akhlak
Salah satu persoalan dalam akhlak tasawuf ialah peribadatan antara
syariat dan hakikat. Dalam ibadah, Islam menggunakan kacamata syariat dan
hakikat. Karena syariat tanpa hakikat adalah kepalsuan dan hakikat tanpa
syariat merupakan omong kosong.

3. Dimensi syariat
Persoalan yang muncul pada dimensi syariat adalah antara
kemaslahatan individu dan kolektif. Dalam hal ini, Islam berorientasi pada
terwujudnya kemaslahatan induktif dan kolektif secara bersama sama. Akan
tetapi, kalau terjadi pertentangan maka didahulukan kepentingan kolektif

Membiasakan Berperilaku Tawasuth dalam Kehidupan Sehari-hari


Setelah mengetahui sikap tawasuth dalam Islam. Kita dituntut untuk
bersikap tawasuth. Hal yang perlu di perhatikan dalam penerapan tawasuth, yaitu

1. Menghindari perbuatan dan ungkapan ekstrim dalam menyebarluaskan ajaran


2. Menjauhi perilaku penghakiman terhadap seseorang karena perbedaan
3. Memegang prinsip persaudaraan dan toleransi dalam kehidupan

2. Pengertian Ukhuwah.

ukhuwah adalah persaudaraan. Sebagai umat Islam, tentu istilah ini sudah tak
asing lagi bagi kalian. Pelajaran untuk saling mengenal, menghargai, dan memberi
perhatian kepada sesama manusia memang perlu ditanamkan sejak dini. Dengan begitu,
anak-anak akan tumbuh sebagai orang yang adil dan tak membedakan sesama manusia
yang berasal dari berbagai golongan.

Sementara itu, berdasarkan istilahnya, ukhuwah berasal dari kata "akha" yang
berarti "memberi perhatian". Istilah ini kemudian berkembang menjadi kawan atau
saudara karena saling memberi perhatian. Kata ini cukup untuk menjelaskan bahwa
seluruh mukmin merupakan saudara. Selain itu, arti ukhuwah islamiyah juga bisa
dipahami sebagai jalinan persaudaraan yang didasari dengan keimanan pada Allah dan
RasulNya.
A. Jenis Ukhuwah Islamiyah
setelah mempelajari arti ukhuwah, kalian juga perlu menerapkan asas atau
cara untuk saling mengenal dan mewujudkan ukhuwah yang kokoh. Terdapat tiga
jenis ukhuwah yang dapat kalian pelajari dan terapkan dalam kehidupan

1. Ukhuwah Islamiyah

Ukhuwwah islamiyah adalah persaudaraan yang bersifat keislaman atau


persaudaraan antar sesama pemeluk Islam. Ukhuwah islamiyah mengandung ajaran
bahwa seluruh umat muslim merupakan saudara. Artinya, kalian sebagai umat
muslim harus menganggap setiap muslim merupakan saudara tanpa membedakan
latar belakang keturunan, kebangsaan, dan lain sebagainya.

2. Ukhwah Wathaniyah

Ukhuwah wathan adalah persaudaraan karena tanah air, tempat kelahiran,


tanah tumpah darah, atau kampung halaman. Kalian bisa menganggap seseorang
sebagai saudara sebangsa tanpa pandang agama atau suku.

3. Ukhuwah Insaniyah

Insan berarti manusia. Arti ukhuwah insaniyah dapat diartikan sebagai


persaudaraan yang cakupannya lebih luas, yaitu antarsesama umat manusia di
seluruh dunia. Sesungguhnya, setiap orang perlu menghindari sikap buruk dengan
mengolok-olok sesama. Terdapat ayat Al-Quran yang menjelaskan konsep ini secara
mendasar, yakni surat al-Hujurat ayat 11 yang artinya:

"Hai orang-orang yang beriman janganlah suatu kaum mengolok-olok kaum


yang lain (karena) boleh jadi mereka (yang diolok-olok) lebih baik dari mereka (yang
mengolok-olok) dan jangan pula wanita-wanita (mengolok-olok) wanita-wanita lain
(karena) boleh jadi wanita-wanita (yang diperolok-olokkan) lebih baik dari wanita
(yang mengolok-olok) dan janganlah kamu mencela dirimu sendiri dan janganlah
kamu panggil memanggil dengan gelar-gelar yang buruk. Seburuk-buruk panggilan
ialah (panggilan) yang buruk sesudah iman dan barang siapa yang tidak bertaubat,
maka mereka itulah orang-orang yang zalim".
3. Pengertian Nifaq (Munafik)

Dikutip dari buku Ihya Ulumiddin karya Imam Al-Ghazali, (2013) dijelaskan bahwa
pengertian nifaq adalah ketidaksamaan antara apa yang ada di dalam hati dengan
perbuatan yang dilakukan. Misalnya jika hatinya kafir akan tetapi mulut dan
perbuatannya beriman maka seorang muslim tersebut dapat dikatakan sebagai nifaq
atau munafik.

Kata nifaq sendiri dalam bahasa Arab berasal dari akar kata nafaqa yunafiqu
nifaqan. Dimana kata ini diambil dari kata nafiqa yang berarti salah satu lubang tikus, jika
dicari melalui satu lubang, maka tikus itu akan lari dan keluar melalui lubang yang lain.

Dengan analogi tersebut dapat dijelaskan bahwa nifaq adalah seseorang yang memiliki
ucapan berbeda dengan perbuatannya, lahirnya tidak sama dengan hatinya yang tampak
bertentangan dengan apa yang disembunyikannya di dalam hati.

A. Macam-Macam Perilaku Munafik (Nifāq)


1. Nifaq ‘Amali/ ‘Urfi

Nifaq ‘amalī ialah sikap yang dimiliki seseorang dengan memperlihatkan sesuatu
yang tidak sesuai dengan yang sebenarnya sehingga dalam interaksi sosialnya dia sering
berperilaku atau menampakkan tanda-tanda kemunafikan.

Tanda-tanda kemunafikan adalah apabila seseorang berbohong dalam


perkataannya, ingkar tehadap janjinya, dan khianat dari kepercayaan kepadanya.

Rasulullah Saw. bersabda:

“Dari Abu Hurairah r.a., ia berkata: Rasulullah Saw. bersabda: Ada tiga tanda orang
munafik, apabila berbicara ia berbohong, apabila berjanji ia mengingkari dan apabila
dipercaya ia berkhianat” (HR. Muslim)

“Dari Abdullah bin Amru ra, ia berkata: Rasulullah SAW pernah bersabda: Ada empat sifat
yang bila dimiliki maka pemiliknya adalah munafik murni. Dan barang siapa yang memiliki
salah satu di antara empat tersebut, itu berarti ia telah menyimpan satu tabiat munafik
sampai ia tinggalkan. Apabila berbicara ia berbohong, apabila bersepakat ia berkhianat,
apabila berjanji ia mengingkari dan apabila bertikai ia berbuat curang”. (HR. Muslim)

Dalam membicarakan status hukum orang munafik seperti dalam hadis ini mayoritas ulama
berpendapat bahwa ciri-ciri kemunafikan dalam hadis ini yang umum terjadi dalam
masyarakat tidak dihukum kafir. Hanya sebagai suatu bentuk kemunafikan.
b. Nifāq Īmānī / Syar’ī
Nifāq Īmānī adalah suatu sikap yang dimiliki seseorang dengan memperlihatkan keimanan
dan menyembunyikan kekafirannya. Orang seperti ini diancam neraka, sebab orang sangat
berbahaya bagi umat dan agama Islam.

Contoh dari nifāq īmānī adalah sikap kemunafikan atas datangnya bulan Ramadan.
Rasulullah Saw. bersabda:

“Dari Abu Hurairah berkata, Rasulullah saw bersabda: Demi Rasulullah Saw. bahwasanya
tidak datang suatu bulan bagi orang-orang Islam lebih baik bagi mereka dari bulan
Ramadhan dan tidak datang suatu bulan bagi orang-orang munafik lebih buruk dari bulan
Ramadhan. Sebab di bulan Ramadhan orang- orang yang beriman mempersiapkan segala
kekuatan untuk beribadah. Adapun orang-orang munafik tidaklah mereka persiapkan
kecuali mempersiapkan untuk melalaikan manusia dan aib-aib mereka yaitu mereka jadikan
kesempatan, sementara orang beriman dipergunakan kesempatan oleh orang yang
menyimpang” (HR. Ahmad)

B. Cara Menghindari Perilaku Munafik (Nifāq)


2. Membiasakan berkata jujur

Jujur adalah sikap terpuji di mana seseorang mengatakan sesuatu sesuai dengan
kenyataan apa yang diketahui. Allah Swt. berfirman:

“Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kalian kepada Allah, dan jadilah kalian
beserta orang-orang yang jujur/benar” (QS. at-Taubah [9]: 119)

Rasulullah Saw. bersabda:

“Katakanlah kebenaran sekalipun itu pahit” (HR. Baihaqi)

2. Membiasakan diri untuk setia atau amanah


Setia atau amanah adalah sikap terpuji di mana seseorang berpegang teguh pada
janji, pendirian, dan kepercayaan. Allah Swt. berfirman:

“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengkhianati Allah dan Rasul
(Muhammad) dan (juga) janganlah kamu mengkhianati amanat-amanat yang dipercayakan
kepadamu, sedang kamu mengetahui”. (QS al-Anfāl [8]: 27)

Rasulullah Saw. bersabda:


“Tidak ada iman bagi orang yang tidak amanah dan tidak ada agama bagi yang tidak
memegang janji” (HR. Ahmad)

Anda mungkin juga menyukai