Anda di halaman 1dari 11

ANALISIS PROSPEKTIF KEBIJAKAN PEMERINTAH INDONESIA TERKAIT

PROYEK LUMBUNG PANGAN NASIONAL (FOOD ESTATE) DI KALIMANTAN

Ujian Akhir Semester (UAS)


Mata Kuliah Politik Kebijakan Publik

Muhammad Iqbal Kurniawan (1906364445)


Program Studi Ilmu Politik

Dosen:
Prof. Amir Santoso, M. Sc., Ph.D.
Drs. Andrinof Achir Chaniago M.Si.
Drs. Julian Aldrin Pasha Rasjid M.A., Ph.D.

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK


UNIVERSITAS INDONESIA
2021
Latar Belakang
Pemerintahan Indonesia di bawah Presiden Jokowi konsisten mencanangkan wacana soal
pembangunan lumbung pangan nasional, demi menjawab tantangan dunia akan adanya ancaman
krisis pangan dan energi. Proyek Food Estate di era pemerintahan Jokowi ini diharapkan mampu
menyediakan cadangan pangan nasional, serta menjadi obat dalam mengantisipasi krisis pangan,
terlebih dengan adanya tambahan ancaman berupa pandemi Covid-191. Dalam Sidang Tahunan
MPR RI tahun 2020, Presiden menyatakan bahwa program ini dibangun dengan maksud untuk
memperkuat cadangan pangan nasional dari hulu hingga ke hilir, yang dikelola secara modern.
Implementasinya, sekitar pertengahan tahun 2020 kemarin, pemerintah bergerak cepat untuk
merealisasikan itikad ini. Pada bulan Juli tahun lalu, Presiden bersama dengan Menteri Pertahanan,
Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR), serta Menteri Pertanian, datang
menyambangi lokasi yang akan digunakan sebagai tempat megaproyek ini berlangsung, yaitu di
Kalimantan Tengah. Dalam kunjungan pada saat itu, Presiden Jokowi mencanangkan rencana
pembangunan lumbung pangan nasional (food estate) di bekas area Pengembangan Lahan Gambut
(PLG), proyek cetak sawah yang dibikin pemerintahan Presiden Soeharto pada 19952.
Proyek lumbung pangan nasional ini rencananya akan dibangun di kawasan seluas 1,46
juta hektar, dengan mengiris wilayah Kabupaten Pulang Pisau, Kabupaten Kapuas, dan Kabupaten
Barito Selatan3. Proyeksi awal adalah dengan menggarap 165 ribu hektar lahan untuk kebutuhan
tahap pertama produksi. Dari 165 ribu Ha lahan yang berpotensi untuk digarap tersebut, 85.000
hektar diantaranya merupakan lahan fungsional yang sudah digunakan untuk berproduksi setiap
tahun4. Nantinya, lumbung pangan nasional ini diharapkan mampu menghasilkan berbagai
komoditas pokok masyarakat seperti padi, jagung, hingga cabai 5. Hal ini selaras dengan apa yang
dikatakan oleh Presiden Jokowi ketika mengunjungi lokasi.
Terkait soal anggaran, pemerintah mengklaim telah mengalokasikan kurang lebih 9,6
Trilliun Rupiah untuk membangun megaproyek ini pada tahun 2021 6. Terbaru, proyek lumbung
pangan nasional a la Jokowi bahkan dikabarkan menjadi salah satu proyek yang diberikan suntikan
anggaran dari Satuan Tugas Pemulihan Ekonomi Nasional (Satgas PEN)7. Hal ini dikarenakan

1
bbc.com, “Food Estate: Proyek lumbung pangan di hutan lindung, pegiat lingkungan peringatkan bencana dan
konflik dengan masyarakat adat ‘tidak terhindarkan’,” https://www.bbc.com/indonesia/indonesia-54990753
(akses 10 Januari 2021).
2
Khairul Anam, Agoeng Wijaya, Karana W.W, “Daur Ulang Proyek Pangan,” Tempo, edisi 10-16 Agustus, 2020, hal.
80
3
Ibid.
4
Lidya Yuniartha, Syamsul Azhar, “Anggaran ketahanan pangan 2021 mencapai Rp 104,2 triliun, termasuk untuk
food estate,” https://nasional.kontan.co.id/news/anggaran-ketahanan-pangan-2021-mencapai-rp-1042-triliun-
termasuk-untuk-food-estate (akses 10 Januari 2021)
5
Haris Prabowo, “Prabowo Subianto, Menhan ‘Rasa’ Mentan yang Urusi Lumbung Pangan,”
https://tirto.id/prabowo-subianto-menhan-rasa-mentan-yang-urusi-lumbung-pangan-fQVc (akses 10 Januari 2021)
6
Dimas Jarot Bayu, “Pemerintah Alokasikan Rp 9,6 T untuk Bangun Lumbung Pangan hingga 2021,”
https://katadata.co.id/agustiyanti/berita/5f3a4d20b3818/pemerintah-alokasikan-rp-9-6-t-untuk-bangun-lumbung-
pangan-hingga-2021 (akses 10 Januari 2021)
7
Giri Hartomo, “Food Estate Didanai Anggaran PEN, Ini Kata Wamen BUMN,”
https://economy.okezone.com/read/2020/11/25/320/2316142/food-estate-didanai-anggaran-pen-ini-kata-
wamen-bumn?page=1 (akses 10 Januari 2021)
proyek food estate merupakan salah satu representasi dari suksesnya sektor pertanian bertahan,
bahkan tetap tumbuh di tengah pandemi Covid-19. Berbicara soal anggaran, pemerintah memang
tampaknya tak pernah main-main soal mengurus ketahanan pangan nasional. Pada tahun 2018,
anggaran ketahanan pangan dialokasikan sebesar Rp89,5 triliun, yang mana meningkat pada 2021
dengan alokasi sebesar Rp104,2 triliun8. Anggaran yang bisa dikatakan besar memang, walaupun
belum terlalu berdampak signifikan kepada peningkatan produksi padi tahunan.
Selanjutnya, proyek lumbung pangan nasional ini menjadi isu strategis yang sangat
‘hangat’ untuk diperbincangkan. Selain memang benar-benar menyasar kepada hal strategis yang
langsung berhubungan dengan masyarakat, yakni pangan, proyek food estate garapan
pemerintahan Jokowi ini menjadi menarik untuk dibahas, karena ada nama Menteri Pertahanan,
Prabowo Subianto di dalamnya. Kementerian Pertahanan ditunjuk langsung oleh Presiden Jokowi
sebagai leading sector dalam megaproyek kali ini, yang mana itu berarti Menteri Pertahanan,
Prabowo Subianto, menjadi orang yang memegang ‘tongkat komando’. Sebelumnya, proyek ini
berada di bawah pengawasan langsung Kementerian Koordinator Perekonomian9.
Penunjukan Kementerian Pertahanan sebagai leading sector tentunya menuai banyak
kecaman. Banyak pihak menganggap bahwa penunjukan Kementerian Pertahanan, ‘salah alamat’.
Sebagian mengkhawatirkan penunjukan ini karena merasa bahwa Kementerian Pertahanan
‘bukanlah ahlinya’. Namun, Presiden Jokowi bukannya tak bergeming. Ia menjawab respon publik
dengan mengatakan bahwa “yang namanya pertahanan itu bukan hanya urusan alutsista, tetapi
juga ketahanan di bidang pangan menjadi salah satu bagian dari itu.” 10. Sehingga, menurutnya
wajar saja apabila seorang Menhan mengurusi masalah ketahanan pangan nasional.
Selain soal leading sector, sebagian kalangan juga mempertanyakan soal lahan yang
digunakan dalam megaproyek lumbung pangan nasional ini. Sebagian publik mengkhawatirkan
soal Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS) yang dikeluarkan seolah-olah sangat cepat11.
Publik khawatir, pemerintah tidak memiliki basis akademis yang kuat. Selain itu, publik juga
mengkhawatirkan keseluruhan proyek ini. Ada trauma masa lalu dari pemerintahan SBY dan
Soeharto, yang hampir memiliki program kerja yang serupa dengan kondisi food estate Jokowi,
namun tidak terealisasikan dengan baik, bahkan cenderung merusak lingkungan.
Dari uraian latar belakang di atas, kita dapat menimbulkan berbagai pertanyaan soal
preferensi dari adanya kebijakan ini. Kita dapat mempertanyakan soal apa yang akan terjadi dan
apa yang harus dilakukan, jika kebijakan food estate ini benar-benar diimplementasikan. Penulis
menggunakan pendekatan analisis prospektif kebijakan publik dari William Dunn dalam makalah
kali ini.

8
Marihot Nasution, Ollani Vabiola Bangun, “Tantangan Program Food Estate dalam Menjaga Ketahanan Pangan,”
Buletin APBN, Vol. V, Edisi 16 (September, 2020), hal. 7-8
9
Khairul Anam, Agoeng Wijaya, Karana W.W, Loc. Cit. hal. 83
10
Bachtiarudin Alam, “Pengamat Curiga Ada Deal Politik Jokowi-Prabowo di Balik Lumbung Pangan Nasional,”
https://www.merdeka.com/politik/pengamat-curiga-ada-deal-politik-jokowi-prabowo-di-balik-lumbung-pangan-
nasional.html?page=4 (akses 10 Januari 2021)
11
Khairul Anam, Agoeng Wijaya, Karana W.W, Loc. Cit. hal. 82
Sekilas tentang Analisis Prospektif dalam Kebijakan Publik
Makalah kali ini bertujuan untuk mengetahui, serta mendeskripsikan prospek dari
kebijakan pemerintah soal pengembangan lumbung pangan nasional di Kalimantan Tengah.
Dalam menganalisis, penulis menggunakan perspektif analisis prospektif kebijakan publik.
Menurut Walter Williams, dalam Dunn, analisis kebijakan (prospektif) merupakan suatu alat untuk
mensintesakan informasi untuk dipakai dalam merumuskan alternatif dan preferensi kebijakan
yang dinyatakan secara komparatif, diramalkan dalam bahasa kauntitatif dan kualitatif sebagai
landasan penuntun dalam pengambilan keputusan kebijakan 12. Inti dari adanya sudut pandang
analisis prospektif kebijakan publik ini adalah untuk memproduksi dan mentransformasi berbagai
sumber dan informasi terkait sebelum benar-benar diimplementasikan. Dalam tahapannya, analisis
prospektif kebijakan publik dilakukan untuk menemukan: masalah-masalah yang
melatarbelakangi masalah tersebut; meramalkan konsekuensi masa depan dari kebijakan publik
yang sedang dianalisis; merekomendasikan suatu alternatif pilihan dalam memperbaiki suatu
kebijakan publik, apabila perlu diperbaiki.
Lebih lanjut, penulis akan menjabarkan secara spesifik mengenai bagian apa saja yang akan
menjadi fokus analisis penulis dalam makalah kali ini. Penulis akan coba memaparkan informasi
terkait informasi lahan yang akan menjadi lokasi pengembangan lumbung pangan nasional di
Kalimantan Tengah, serta informasi terkait berbagai infrastruktur yang harus dipersiapkan oleh
pemerintah. Selanjutnya, penulis akan memaparkan soal “gaduh politik” yang sempat terjadi pada
pertengahan tahun yang lalu terkait penunjukan Kementerian Pertahanan sebagai leading sector
dalam megaproyek lumbung pangan nasional kali ini.

Kritik terhadap Kondisi Lahan dan Kesiapan Infrastruktur


Proyek lumbung pangan nasional sejatinya bukan hanya berbasis di Kalimantan. Presiden
Jokowi juga menargetkan beberapa wilayah seperti Sumatera Utara, Sumatera Selatan, Papua,
NTT, hingga Maluku untuk dijadikan daerah penghasil cadangan pangan nasional13. Namun, untuk
tahap awal ini, pemerintah memfokuskan pengembangan di Kalimantan Tengah. Lahan bekas
megaproyek PLG era Soeharto dipilih menjadi lokasi awal pengembangan food estate. Sebagian
pihak tentunya meragukan keputusan ini, karena ditakutkan merupakan semacam program cetak
sawah. Akan tetapi, pemerintah mengklaim bahwa program ini bukan cetak sawah baru lantaran
dibangun dari lahan yang dulunya pernah menjadi sawah14. Selain itu, pemerintah mengatakan
bahwa proyek ini bukan hanya berfokus pada komoditas beras, tetapi juga mengintegrasikan

12
William Dunn, Pengantar Analisis Kebijakan Publik. Edisi Kedua (Yogyakarta: Gadjah Mada University Press,
2003), hal. 117-119.
13
Adrianus Revi Dwiguna, Adis Imam Munandar, “ANALISIS NARATIF KEBIJAKAN PANGAN NASIONAL MELALUI
PROGRAM FOOD ESTATE,” Publica: Jurnal Administrasi Pembangunan dan Kebijakan Publik, Vol. 11, No. 2
(Agustus, 2020), hal. 277
14
Vincent Fabian Thomas, “Merencanakan Kegagalan: Lumbung Pangan di Lahan Gambut Kalteng,”
https://tirto.id/merencanakan-kegagalan-lumbung-pangan-di-lahan-gambut-kalteng-fQVt (akses 11 Januari 2021)
tanaman lain seperti tanaman pangan, holtikultura, perkebunan, bahkan hingga peternakan 15 Lebih
lanjut, akhir tahun 2020 kemarin, pemerintah telah menggarap 30.000 hektar lahan dengan
menanam komoditas padi. 20.000 di Kabupaten Kapuas, sementara 10.000 hektar lainnya di
Kabupaten Pulang Pisau 16.
Untuk masalah pemilihan lahan ini, pemerintah menuai begitu banyak kritik. WALHI
Kalteng, misalnya, mereka menilai bahwa sejatinya, belum ada keterdesakan pembangunan food
estate di Kalimantan Tengah17. Mereka juga menilai bahwa konsep ketahanan pangan pemerintah
saat ini hanya berbasis proyek, tanpa memerhatikan kondisi para peladang yang ada 18. Sementara
itu, Faisal Basri, seorang ekonom senior, menganggap bahwa seharusnya pengembangan industri
pertanian lebih mengarah kepada manufaktur, dibandingkan padat karya 19.
Selain itu, Pakar bioteknologi tanah dan genetika molekuler dari Institut Pertanian Bogor,
Dwi Andreas Santosa, beranggapan bahwa lahan eks PLG era Soeharto, yang dipilih menjadi
lokasi pengembangan food estate, masuk ke dalam kelas N alias non-suitable, yang mana itu
berarti lahan tersebut sulit untuk ditanami apapun20. Pilihan terbaik yang bisa dilakukan terhadap
lahan berkelas N hanya satu, yaitu ‘menghutankannya kembali’. Lebih lanjut, Dwi mengkritik soal
lemahnya kaidah ilmiah dalam proyek pemerintah kali ini. Kajian Lingkungan Hidup dan Strategis
diselesaikan oleh KLHK dalam waktu yang relatif cepat, yakni kurang lebih satu bulan 21.
Menurutnya, ini bisa jadi merupakan salah satu alasan mengapa proyek kali ini bisa dikatakan
‘lemah kaidah ilmiah’. Selain itu, Dwi menilai bahwa proyek sejenis tidak dapat menggenjot
produksi pertanian Indonesia selama kurang lebih 20 tahun terakhir 22. Alih-alih mengembangkan
lahan baru untuk peningkatan cadangan pangan, Dwi lebih menyarankan pemerintah untuk
meningkatkan produksi dengan cara lebih memerhatikan kesejahteraan petani dan memastikan
hasil produksi mereka menguntungkan23.
Selanjutnya, kritik juga datang dari parlemen. Komisi IV DPR RI mengkritik kebijakan
KLHK soal izin yang memperbolehkan kawasan hutan lindung menjadi lahan food estate24. Dalam
Peraturan Menteri tersebut, hutan lindung disebutkan dapat diubah menjadi lahan food estate
asalkan sudah tidak berfungsi sepenuhnya sebagai hutan lindung. Wakil Ketua Komisi IV DPR

15
Muhammad Ahsan Ridhoi, “Mengenal Program Food Estate Pemerintah dan Kritiknya,”
https://katadata.co.id/muhammadridhoi/berita/5ef468ee985b8/mengenal-program-food-estate-pemerintah-dan-
kritiknya (akses 11 Januari 2021)
16
Mery Handayani, Didi Kurniawan, “Faisal Basri Tidak Setuju Konsep Food Estate ala Jokowi: Itu Tidak Sesuai Peta
Masalah Pertanian,” https://voi.id/berita/21084/faisal-basri-tidak-setuju-konsep-i-food-estate-i-ala-jokowi-itu-
tidak-sesuai-peta-masalah-pertanian (akses 11 Januari 2021)
17
Lusia Arumingtyas, Richardo Hariandja, Sapariah Saturi, “Food Estate Melaju di Tengah Banjir Kritik,”
https://www.mongabay.co.id/2020/09/30/food-estate-melaju-di-tengah-banjir-kritik/ (akses 11 Januari 2021)
18
Ibid.
19
Mery Handayani, Didi Kurniawan, Loc. Cit.
20
Khairul Anam, Agoeng Wijaya, Karana W.W, Loc. Cit, hal. 83
21
Ibid.
22
Vincent Fabian Thomas, Loc. Cit
23
Ibid.
24
Nur Azizah Rizki Astuti, “Kritik Hutan Lindung Jadi Food Estate, Komisi IV Bicara Kerusakan Lingkungan,”
https://news.detik.com/berita/d-5257904/kritik-hutan-lindung-jadi-food-estate-komisi-iv-bicara-kerusakan-
lingkungan/1 (akses 11 Januari 2021)
RI, Daniel Johan, mengkritik bahwa sampai saat ini saja, tafsiran dan data soal hutan lindung yang
tidak berfungsi itu masih tidak jelas, dan bahkan belum ada 25. Selain itu, kritik juga datang dari
mereka yang secara politik, berasal dari ‘koalisi’ pemerintah. Endang Setyawati misalnya,
Anggota Komisi IV DPR RI dari Fraksi Gerindra, mengingatkan bahwa tanah gambut memiliki
PH di bawah 5, sedangkan untuk komoditas padi sendiri, memerlukan PH netral di sekitar 6-726.
Anggota Komisi IV DPR RI dari Fraksi PDIP, Mindo Sianipar, juga mengkritik kebijakan food
estate ini karena kondisi tanah di lokasi pengembangan menurutnya sulit untuk ditanami
komoditas27. Menurutnya, tanah di lokasi membutuhkan sekitar 3 ton dolomit untuk meningkatkan
kadar keasamannya28.
Di lain pihak, KLHK menjawab berbagai kritik terhadap rencana megaproyek tersebut.
Menurut Dirjen Planalogi Kehutanan dan Tata Lingkungan KLHK, Sigit Hardwinarto, terbitnya
Permen dibutuhkan untuk memberikan pedoman regulasi penyediaan kawasan hutan untuk
pembangunan food estate yang mana merupakan program strategis nasional dalam rangka
mendukung ketahanan pangan nasional yang cukup mendesak 29. Ia menegaskan bahwa pengajuan
pemanfaatan kawasan hutan untuk keperluan food estate hanya dapat dilakukan oleh pemerintah.
Sehingga, pihak swasta tidak bisa mengajukan usul pengubahan manfaat kawasan seperti yang
terdapat dalam Peraturan Menteri tersebut.
Kekhawatiran lain, masyarakat takut bahwa proyek ini nantinya akan berakhir seperti
proyek-proyek serupa di masa lalu. PLG era Soeharto dan proyek Merauke Integrated Food Energy
Estate (MIFEE) era SBY tidak memberikan hasil signifikan terhadap peningkatan produksi
tahunan sektor pangan. MIFEE yang pada awalnya dikembangkan untuk meningkatkan produksi
pangan, justru berakhir menjadi penyedia lahan bagi industri perkebunan sawit dan hutan tanaman
industri30. Selain itu, publik khawatir terhadap proyek ini karena sampai sekarang, pemerintah
tidak mengeluarkan kajian resmi soal evaluasi kegagalan PLG era 90-an. Menurut analisis penulis
dari sudut pandang prospektif, apabila pemerintah tidak dapat mengidentifikasi permasalahan
yang menghampiri proyek ini di masa lalu, maka bukan tidak mungkin kesalahan serupa terjadi.
Alih-alih meningkatkan lahan untuk produktivitas pangan, jangan sampai yang timbul justru
kerusakan lahan gambut—entah yang memang sudah rusak atau belum. Apabila urusan lahan ini
belum memiliki basis akademis dan analisis ilmiah yang kuat, publik—dan penulis sendiri
tentunya—khawatir proyek food estate justru bisa menjadi sumber ‘tungku api’ baru bagi bencana
kebakaran hutan dan lahan yang tak kunjung berhenti menghantui Indonesia.

25
Ibid.
26
CNN Indonesia, “DPR Ingatkan Kementan Potensi Kegagalan Food Estate Kalteng,”
https://www.cnnindonesia.com/ekonomi/20200707190239-92-521986/dpr-ingatkan-kementan-potensi-
kegagalan-food-estate-kalteng (akses 11 Januari 2021)
27
Ibid.
28
Ibid.
29
Nur Azizah Rizki Astuti, Loc. Cit.
30
Taufiq Hidayatullah, “Lumbung pangan Jokowi, konsep usang rusak lingkungan?,”
https://lokadata.id/artikel/lumbung-pangan-jokowi-konsep-usang-rusak-lingkungan (akses 11 Januari 2021)
‘Gaduh Politik’ Gara-Gara Kemenhan
Selain kritik soal lahan dan lingkungan, persoalan dalam proyek food estate lainnya yang
menarik untuk dibahas adalah soal penunjukan Kementerian Pertahanan sebagai leading sector
dalam proyek kali ini. Presiden Jokowi menunjuk Kementerian Pertahanan sebagai pimpinan
dalam megaproyek food estate di Kalimantan Tengah31. Presiden beranggapan bahwa urusan
ketahanan pangan juga merupakan bagian dari urusan Kementerian Pertahanan.
Hal ini tentunya menimbulkan berbagai spekulasi dan pertanyaan. Semula, megaproyek
food estate ini dimulai di bawah koordinasi Kementerian Koordinator Perekonomiaan 32. Bahkan
hingga bulan Juni 2020, sebulan sebelum kunjungan Jokowi ke lokasi, proyek ini masih berada di
dalam lingkaran kewenangan Kementerian Pertanian, dengan dibantu kementerian terkait seperti
Kementerian BUMN dan Kementerian PUPR33. Kementerian Pertahanan tergolong ‘pemain baru’
dalam megaproyek ini. Penunjukan Kementerian Pertahanan sebagai leading sector membuat
publik bertanya-tanya soal konsep yang akan dibawa pemerintah untuk membangun lumbung
pangan nasional ini.
Akan tetapi, berdasarkan laporan utama dari Majalah Tempo, Menteri Koordinator
Perekonomian, Airlangga Hartato menyebutkan bahwa persiapan proyek lumbung pangan di
Kalimantan Tengah ini akan tetap berjalan sebagaimana rencana awal 34. Dengan rincian;
Kementerian PUPR akan mengurusi persoalan rehabilitasi irigasi; Kementerian Pertanian akan
bertugas untuk memetakan kebutuhan teknis dan persiapan lahan; Kementerian Agraria dan Tata
Ruang (ATR) akan memeriksa soal status kepemilikan lahan; Kementerian BUMN bertugas untuk
menyiapkan proyek percontohan pertanian modern; KLHK bertugas untuk merampungkan Kajian
Lingkungan Hidup dan Strategis (KLHS); sementara Kementerian Perencanaan Pembangunan
Nasional bertugas untuk menyusun dokumen rencana induk 35. Kendati demikian, Kementerian
Pertahanan tetap menjadi pimpinan utama megaproyek ini.
Kritik tentu saja datang dari berbagai arah. Wakil Ketua MPR RI, Syariefuddin Hasan,
menganggap bahwa seharusnya pemerintah bukan menunjuk Prabowo (Menhan) sebagai
pimpinan proyek36. Ia mengatakan bahwa seharusnya pemerintah menunjuk pimpinan yang benar-
benar mengerti soal pertanian, agar hasilnya sesuai dengan yang diharapkan Presiden sendiri 37.
Sementara itu, publik juga mengkhawatirkan soal adanya kecenderungan ‘tentara masuk sawah’
dalam megaproyek kali ini. Hal ini serupa dengan apa yang disampaikan oleh Safrudin Mahendra,
Direktur Perkumpulan Save Our Borneo, yang mengungkapkan kekhawatirannya soal penunjukan
Kementerian Pertahanan. Menurutnya hal ini berbahaya karena bisa jadi maksud adanya ‘tentara’
dalam proyek ini adalah untuk mengamankan proses pembukaan kawasan-kawasan baru yang

31
Haris Prabowo, Loc. Cit.
32
Khairul Anam, Agoeng Wijaya, Karana W.W, Loc. Cit, hal. 81
33
Ibid.
34
Ibid.
35
Ibid.
36
Erick Tanjung, “Wakil Ketua MPR Kritik Proyek Food Estate Dikomandoi Prabowo,”
https://www.suara.com/news/2020/08/14/175422/wakil-ketua-mpr-kritik-proyek-food-estate-dikomandoi-
prabowo?page=all (akses 11 Januari 2021)
37
Ibid.
sebelumnya merupakan tutupan hutan di lahan eks PLG38. Direktur Eksekutif Institute for Security
and Strategic Studies (ISESS) juga menilai bahwa seharusnya, pemerintah tidak perlu melibatkan
Kementerian Pertahanan dan TNI39. Menurutnya, dalam persoalan pangan, pemerintah cukup
melibatkan Kementerian Pertanian, Kementerian Perindustrian, Kementerian Perdagangan,
Kementerian PUPR, serta Bulog.
Menurut analisis penulis, penunjukan Kementerian Pertahanan sebagai leading sector
dalam megaproyek kali ini perlu dijelaskan dan disampaikan secara transparan di publik.
Pemerintah harus mampu menjelaskan secara rinci dan detil soal tugas dan alasan beserta konsep
yang jelas mengapa memilih Kementerian Pertahanan. Penunjukan Kementerian Pertahanan ini
harus kita kawal dan kritisi secara bersama-sama, karena jangan sampai penujukan Kementerian
Pertahanan justru membuka kembali luka lama era Orde Baru, ketika pada saat itu tentara masuk
ke dalam setiap sendi-sendi kehidupan masyarakat. Produktivitas pangan memang bisa dikatakan
cukup baik dan tinggi ketika ‘ada tentara di sawah’. Pada saat-saat itu, bukan hanya ketahanan
pangan yang negeri kita capai, tapi juga berhasil menyentuh tingkat swasembada beras. Namun,
tekanan bagi petani pada saat-saat itu bisa dikatakan sangat luar biasa. Adanya militer dalam
megaproyek ini jangan sampai disalah gunakan untuk hal-hal yang sifatnya hegemoni kekuasaan.
Entah itu untuk ‘pemaksaan’ terhadap petani dan masyarakat, ataupun pengamanan proses
pembukaan lahan baru yang sejatinya bisa dijaga untuk kelestarian hutan.

Kesimpulan
Analisis prospektif yang penulis lakukan bertujuan untuk mengetahui soal informasi terkait
proses kebijakan megaproyek pembangunan lumbung pangan nasional (food estate) ini. Analisis
yang penulis lakukan bertujuan untuk menemukan masalah, meramalkan konsekuensi masa depan,
serta memberikan rekomendasi terhadap suatu kebijakan, yang mana dalam kesempatan kali ini,
megaproyek food estate yang menjadi subjeknya.
Dalam kaitannya soal kesiapan lahan dan infrastruktur, kita dapat menemukan bahwa
sebagian besar publik khawatir dikarenakan berbagai alasan. Kurang jelas, serta terburu-burunya
penyusunan kajian ilmiah (akademis) dari pemerintah membuat sebagian besar kalangan,
khususnya dari sektor akademis, meragukan proyek ini. Selain itu, keniscayaan bahwa lahan yang
menjadi lokasi pengembangan proyek food estate ini tidak dapat memaksimalkan produksi
komoditas pangan membuat sebagian pihak, termasuk dari parlemen, khawatir. Sebagai
rekomendasi, penulis menyarankan bahwa pemerintah seharusnya benar-benar merampungkan
persiapan soal lahan dan infrastruktur dari segi konsep, bukan hanya ujuk-ujuk soal teknis.
Pemerintah seharusnya menjawab keraguan publik dengan melakukan kajian ilmiah secara
mendalam dan komprehensif terkait kesiapan lahan dan infrastruktur. Dikarenakan lokasi yang
dipilih ialah lahan eks PLG era Soeharto yang gagal, pemerintah seharusnya mampu membuat
refleksi mengapa megaproyek masa lalu tersebut tak terealisasikan. Selain itu, refleksi akademis
terhadap kegagalan proyek MIFEE ala SBY pun juga harus dilakukan. Hal ini menjadi penting

38
Lusia Arumingtyas, Richardo Hariandja, Sapariah Saturi, Loc. Cit.
39
Haris Prabowo, Loc. Cit
karena masyarakat memiliki semacam ‘trauma’ tersendiri terhadap berbagai janji soal proyek
lumbung pangan.
Dari segi politik, kita bisa melihat bahwa terdapat kegaduhan soal penunjukan
Kementerian Pertahanan sebagai leading sector. Apabila melihat rencana awal, proyek ini
seharusnya hanya melibatkan Kementerian Pertanian, Kementerian BUMN, Kementerian ATR,
KLHK, serta BAPPENAS, di bawah koordinasi Kementerian Koordinator Perekonomian. Akan
tetapi, masuknya nama Kementerian Pertahanan sebagai leading sector membuat publik heran dan
bertanya-tanya soal apa yang dimaksud oleh Presiden. Otomatis, Menteri Pertahanan, Prabowo
Subianto, menjadi orang yang memegang ‘tongkat komando’ dalam megaproyek ini. Sebagian
kalangan tentu mempertanyakan keputusan ini. Kementerian Pertahanan dianggap bukan institusi
yang pas untuk memimpin proyek cadangan pangan nasional. Sebagian kalangan juga
mengkhawatirkan adanya hegemoni kekuasaan dengan melibatkan TNI. Trauma Orde Baru yang
menghantui menjadi salah satu alasan akan kekhawatiran ini.
Menurut analisis penulis, terlepas dari adanya niat ‘politis’ atau tidak dari penunjukan
Kementerian Pertahanan sebagai leading sector dalam proyek lumbung pangan nasional,
pemerintah tetap harus menjabarkan secara rinci kepada publik urusan dari hadirnya peran
Kementerian Pertahanan itu sendiri. Hal ini penting untuk dilakukan, mengingat adanya sejarah
kelam masyarakat Indonesia ketika tentara memasuki sendi-sendi kehidupan mereka. Pemerintah
harus dapat menjamin bahwa Kementerian Pertahanan bukan menjadi jembatan untuk
‘memperalat tentara’ demi memuluskan proyek ini. Apabila tidak ada garis tugas yang jelas,
penulis khawatir dengan adanya tentara, pemerintah akan melakukan hegemoni kekuasaan seperti
pengamanan untuk membuka lahan yang sejatinya bisa dilestarikan sebagai hutan sahaja. Ataupun,
penggunaan kekuasaan tentara untuk menekan petani demi mengejar angka produktivitas. Sejarah
kelam bangsa ini cukup menjadi pelajaran. Ketika era Orde Baru, ‘ABRI Masuk Desa’ memang
terbukti efektif untuk meningkatkan angka produktivitas padi, bahkan hingga menyentuh angka
swasembada beras. Namun, petani Indonesia merasakan tekanan yang cukup luar biasa pada saat
itu. Jangan sampai hal tersebut terulang demi memuluskan megaproyek yang secara kajian
akademis saja, belum terlalu kokoh untuk dikatakan ‘besar kemungkinan berhasil’ ini.
REFERENSI

Alam, B. (2020, July 15). Pengamat Curiga Ada Deal Politik Jokowi-Prabowo di Balik Lumbung Pangan
Nasional. Retrieved from merdeka.com: https://www.merdeka.com/politik/pengamat-curiga-
ada-deal-politik-jokowi-prabowo-di-balik-lumbung-pangan-nasional.html?page=4

Alika, R. (2020, July 13). Lumbung Pangan Dikritik Belum Berbasis Kajian Ilmu Pengetahuan. Retrieved
from katadata.co.id: https://katadata.co.id/ekarina/berita/5f0c963a5bca6/lumbung-pangan-
dikritik-belum-berbasis-kajian-ilmu-pengetahuan

Arumingtyas, L., Hariandja, R., & Saturi, S. (2020, September 30). Food Estate Melaju di Tengah Banjir
Kritik. Retrieved from mongabay.co.id: https://www.mongabay.co.id/2020/09/30/food-estate-
melaju-di-tengah-banjir-kritik/
Astuti, N. A. (2020, November 17). Kritik Hutan Lindung Jadi Food Estate, Komis IV Bicara Kerusakan
Lingkungan . Retrieved from detik.com: https://news.detik.com/berita/d-5257904/kritik-hutan-
lindung-jadi-food-estate-komisi-iv-bicara-kerusakan-lingkungan/1

Bardan, A. B. (2020, October 25). Serikat Petani Indonesia (SPI) tolak food estate untuk atasi krisis
pangan. Retrieved from kontan.co.id: https://nasional.kontan.co.id/news/serikat-petani-
indonesia-spi-tolak-food-estate-untuk-atasi-krisis-pangan

Bayu, D. J. (2020, August 17). Pemerintah Alokasikan Rp 9,6 T untuk Bangun Lumbung Pangan hingga
2021. Retrieved from katadata.co.id:
https://katadata.co.id/agustiyanti/berita/5f3a4d20b3818/pemerintah-alokasikan-rp-9-6-t-
untuk-bangun-lumbung-pangan-hingga-2021

bbc.com. (2020, November 19). Food estate: Proyek lumbung pangan di hutan lindung, pegiat
lingkungan peringatkan bencana dan konflik dengan masyarakat adat 'tidak dihindarkan'.
Retrieved from bbc.com: https://www.bbc.com/indonesia/indonesia-54990753

CNN Indonesia. (2020, July 7). DPR Ingatkan Kementan Potensi Kegagalan Food Estate Kalteng .
Retrieved from cnnindonesia.com: https://www.cnnindonesia.com/ekonomi/20200707190239-
92-521986/dpr-ingatkan-kementan-potensi-kegagalan-food-estate-kalteng

Dunn, W. (2003). PENGANTAR ANALISIS KEBIJAKAN PUBLIK. EDISI KEDUA. Yogyakarta: Gadjah Mada
University Press.

Dwiguna, A. R., & Munandar, A. I. (2020). ANALISIS NARATIF KEBIJAKAN PANGAN NASIONAL MELALUI
PROGRAM FOOD ESTATE. Publica: Jurnal Administrasi Pembangunan dan Kebijakan Publik, 273-
281.

Gayatri, M. D. (2020, October 6). Mentan pastikan proyek lumbung pangan berkonsep korporasi petani.
Retrieved from antaranews.com: https://www.antaranews.com/berita/1767781/mentan-
pastikan-proyek-lumbung-pangan-berkonsep-korporasi-petani

Hajer, M. A., & Wagenaar, H. (2003). Deliberative Policy Analysis. Understanding Governance in the
Network Society. Cambridge, United Kingdom: Cambridge University Press.
Handayani, M., & Kurniawan, D. (2020, November 26). Faisal Basri Tidak Setuju Konsep Food Estate ala
Jokowi: Itu Tidak Sesuai Peta Masalah Pertanian. Retrieved from voi.id:
https://voi.id/berita/21084/faisal-basri-tidak-setuju-konsep-i-food-estate-i-ala-jokowi-itu-tidak-
sesuai-peta-masalah-pertanian

Hartono, G. (2020, November 25). Food Estate Didanai Anggaran PEN, Ini Kata Wamen BUMN.
Retrieved from okezone.com:
https://economy.okezone.com/read/2020/11/25/320/2316142/food-estate-didanai-anggaran-
pen-ini-kata-wamen-bumn?page=1

Hidayatullah, T. (2020, October 23). Lumbung pangan Jokowi, konsep usang rusak lingkungan?
Retrieved from lokadata.id: https://lokadata.id/artikel/lumbung-pangan-jokowi-konsep-usang-
rusak-lingkungan

Khaidir, A. (2017). PENGANTAR ANALISIS KEBIJAKAN PUBLIK. dan Implementasinya dalam Bidang
Pendidikan. Jakarta: Direktorat Jenderal Sumberdaya Pengetahuan, Teknologi dan Pendidikan
Tinggi Kementrian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi.

Kurnia, A. W., Sundari, S., & Purwanto, D. A. (2020). IMPLEMENTASI KEBIJAKAN CADANGAN PANGAN
NASIONAL DALAM KONDISI KEADAAN DARURAT DI BADAN KETAHANAN PANGAN GUNA
MENDUKUNG PERTAHANAN NEGARA. Manajemen Pertahanan, 73-97.

Nasution, M., & Bangun, O. V. (2020). Tantangan Program Food Estate dalam Menjaga Ketahanan
Pangan. Buletin APBN, 7-10.

Prabowo, H. (2020, July 15). Prabowo Subianto, Menhan 'Rasa' Mentan yang Urusi Lumbung Pangan.
Retrieved from tirto.id: https://tirto.id/prabowo-subianto-menhan-rasa-mentan-yang-urusi-
lumbung-pangan-fQVc

Ridhoi, M. A. (2020, June 25). Mengenal Program Food Estate Pemerintah dan Kritiknya. Retrieved from
katadata.co.id: https://katadata.co.id/muhammadridhoi/berita/5ef468ee985b8/mengenal-
program-food-estate-pemerintah-dan-kritiknya

Tanjung, E. (2020, August 14). Wakil Ketua MPR Kritik Proyek Food Estate Dikomandoi Prabowo.
Retrieved from suara.com: https://www.suara.com/news/2020/08/14/175422/wakil-ketua-
mpr-kritik-proyek-food-estate-dikomandoi-prabowo?page=all

Thomas, V. F. (2020, July 15). Merencanakan Kegagalan: Lumbung Pangan di Lahan Gambut Kalteng.
Retrieved from tirto.id: https://tirto.id/merencanakan-kegagalan-lumbung-pangan-di-lahan-
gambut-kalteng-fQVt

Anda mungkin juga menyukai