DISUSUN OLEH :
Indah Siti Rahayu
2350347122
DOSEN TUTOR
Bdn. Ati Nurwita., SST., M. Keb
i
KATA PENGANTAR
Dengan menyebut nama Allah yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang,
kami panjatkan puji dan syukur atas kehadirat-Nya yang telah melimpahkan
rahmat dan hidayahNya sehingga dapat menyelesaikan Laporan Tutorial Asuhan
Kebidanan Nifas. Laporan ini telah disusun dengan semaksimal mungkin dan
mendapatkan bantuan dari berbagai sumber sehingga dapat memperlancar dalam
pembuatan laporan ini.
Terlepas dari ini semua kami menyadari bahwa kami masih banyak
kekurangan baik dari segi susunan kalimat, maupun tata bahasanya. Oleh karena
itu kami mohon maaf atas segala kekurangan kami dan kami menerima segala
kritik dan saran dari pembaca agar kami dapat memperbaiki laporan tutorial ini.
Akhir kata kami berharap semoga Laporan Tutorial Asuhan Kebidanan
Nifas dapat memberikan manfaat kepada pembaca.
Penyusun
ii
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI.......................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN....................................................................1
A. Latar Belakang..........................................................................1
B. Rumasan Masalah.....................................................................2
C. Tujuan .......................................................................................2
DAFTAR PUSTAKA........................................................................70
iii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Masa nifas merupakan masa setelah persalinan yaitu terhitung dari
setelah plasenta keluar, masa nifas disebut juga masa pemulihan, dimana alat-
alat kandungan akan kembali pulih seperti semula. Masa nifas merupakan
masa ibu untuk memulihkan kesehatan ibu yang umumnya memerlukan waktu
6-12 minggu (Nugroho, Nurrezki, Desi, & Wilis, 2014).
Asuhan masa nifas diperlukan dalam periode ini karena merupakan masa
kritis baik ibu maupun bayinya. Masa nifas merupakan masa yang rentan bagi
ibu postpartum, sekitar 60 % kematian ibu terjadi setelah melahirkan dan
hampir 50% dari kematian pada masa nifas terjadi pada 24 jam pertama
setelah melahirkan, diantaranya disebabkan oleh adanya komplikasi pada
masa nifas (Walyani & Purwoastuti, 2015). AKI akibat dari komplikasi
selama kehamilan dan bersalin, 25% dan selama masa post partum juga.
Kematian ibu pada masa nifas biasanya disebabkan oleh infeksi nifas (10%),
kemungkinan ini terjadi karena kurangnya perawatan pada luka, perdarahan
(42%) (akibat robekan jalan lahir, sisa placenta dan atonia uteri), eklampsi
(13%), dan komplikasi masa nifas (11%).
Salah satu penyebab terjadinya penyulit masa nifas sampai pada kematian
puerperium adalah terjadinya infeksi pada luka perineum karena kurangnya
perawatan pada luka sehingga menimbulkan perdarahan sekunder kala nifas,
dan dapat memicu terjadinya infeksi yang bersifat lokal maupun general.
Untuk menjaga agar tidak terjadi infeksi pada luka jahitan perineum maka
sangatdibutuhkan peranan aktif ibu untuk tetap menjaga kebersihan dirinya
sendiri. Perawatan perineum yang tidak benar dapat mengakibatkan kondisi
perineum yang terkena lokhea dan lembab akan sangat menunjang
perkembangbiakan bakteri yang dapat menyebabkan timbulnya infeksi pada
perineum dan berakibat pada munculnya infeksi pada perineum maupun
kandung kemih. Rawannya derajat kesehatan ibu post partum memberi
1
dampak yang bukan hanya pada ibu saja, akan tetapi berpengaruh juga pada
derajat kesehatan bayi pada minggu pertama kehidupannya. Dengan demikian,
upaya peningkatan kesehatan perinatal tak dapat dipisahkan dengan upaya
kesehatan ibu.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana Konsep Dasar Nifas?
2. Apa saja Adaptasi Fisiologis pada ibu nifas?
3. Apa saja Adaptasi Psikologis pada ibu nifas?
4. Apa saja Kebutuhan Dasar Ibu Nifas?
5. Bagaimana Anemia pada ibu nifas?
6. Bagaimana Bendungan ASI pada ibu nifas?
7. Apa saja Perawatan payudara masa nifas?
8. Bagaimana Teknik Menyusui Yang Baik Dan Benar?
9. Apa itu postpartum blues?
10. Bagaimana Asuhan Holistic masa nifas?
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui Anemia pada masa nifas
2. Untuk mengetahui Adaptasi Fisiologis pada masa nifas
3. Untuk mengetahui Adaptasi Psikologis pada masa nifas
4. Untuk mengetahui Kebutuhan Dasar Ibu Nifas
5. Untuk mengetahui Anemia pada masa nifas
6. Untuk mengetahui Bendungan ASI pada ibu nifas
7. Untuk mengetahui Perawatan payudara masa nifas
8. Untuk mengetahui Teknik Menyusui Yang Baik Dan Benar
9. Untuk mengetahui postpartum blues
10. Untuk mengetahui Asuhan Holistic masa nifas
2
BAB II
KERANGKA TEORI
3
3. Frekuensi Kunjungan Masa Nifas
Tabel 2.1 Frekuensi Kunjungan Masa Nifas Kunjungan
Kunjunga Waktu Tujuan
n
1 6-8 jam setelah a. Mencegah perdarahan masa nifas karena
persalinan atonia uteri.
b. Mendeteksi dan merawat penyebab lain
perdarahan; rujuk jika perdarahan
berlanjut.
c. Memberikan konseling pada ibu atau
salah satu anggota keluarga bagaimana
mencegah perdarahan masa nifas karena
atonia uteri.
d. Pemberian ASI awal.
e. Melakukan hubungan antara ibu dan
bayi baru lahir.
f. Menjaga bayi tetap sehat dengan cara
mencegah hipotermia.
g. Jika petugas kesehatan menolong
persalinan, ia harus tinggal dengan ibu dan
bayi baru lahir untuk 2 jam pertama setelah
kelahiran, atau sampai ibu dan bayi dalam
keadaan stabil.
2 6 hari setelah a. Memastikan involusi uterus berjalan
persalinan normal: uterus berkontraksi, fundus
dibawah umbilicus, tidak ada perdarahan
abnormal, tidak bau.
b. Menilai adanya tanda-tanda demam,
infeksi, atau perdarahan abnormal.
c. Memastikan ibu menapatkan cukup
makanan, cairan, dan istirahat.
4
d. Memastikan ibu menyusui dengan baik
dan tidak memperlihatkan adanya tanda-
tanda penyulit.
e. Memberikan konseling pada ibu
mengenai asuhan pada bayi, tali pusat,
menjaga bayi tetap hangat dan merawat
bayi sehari-hari.
3 2 minggu setelah a. Sama seperti diatas (6 hari setelah
persalinan persalinan
4 6 minggu setelah a. Menanyakan pada ibu tentang
persalinan penyulitpenyulit yang ia atau bayi alami. b.
Memberikan konseling untuk KB secara
dini.
Sumber: Saefudin, 2013
5
B. Adaptasi Fisiologis Pada Ibu Nifas
Reaksi seorang ibu yang telah melahirkan akan memengaruhi
sikap, perilaku dan tingkat emosional (Nova & Zagoto, 2020). Pada
masa nifas akan terjadi suatu perubahan-perubahan balik khususnya
secara fisiologis maupun secara psikologis pada sistem tubuh wanita,
akan mengalami suatu perubahan pada masa nifas di antaranya sistem
pencernalan, sistem perkemihan, sistem musculoskeletal, sistem
endokrin, perubahan tanda-tanda vital, sistem kardiovaskuler dan
perubahan sistem hematologi. Perubahan-perubahan tersebut akan
kembali seperti awal saat masa kehamilan, dalam proses adaptasi pada
masa post partum terdapat 3 periode yang meiputi “immediate
puerperium” yaitu 24 jam pertama setelah melahirkan, “eary
puerperium “ yaitu setelah 24 jam hingga 1 minggu dan “ ate puerperium”
yaitu setelah 1 minggu sampai dengan 6 minggu postpartum (Wati &
Ratnasari, 2016).
Faktor terjadinya cemas adalah adanya ancaman terhadap yang
dapat menurunkan kemampuan untuk melakukan aktivitals sehari-hari.
Ibu post partum yang mengalami kecemasan karena harus menerima
penyesluaian yaitu bertambahnya tanggung jawab, ada anggota baru
dalam keluarga yang harus dirawat, jadwal tidur yang tidak teratur
sehingga dapat membebani fisik dan psikologi ibu (Istiqomah, Viandika,
& Khoirunnisa, 2021).
1. Perubahan Sistem Reproduksi
a. Uterus
Involusi adalah suatu proses kembalinya uterus ke kondisi
sebelum hamil. Perubahannya dapat diketahui dengan melakukan
pemeriksaan TFU secara palpasi.
b. Lokhea
Lokhea merupakan ekresi cairan rahim selama masa nifas.
Lokhea dibedakan menjadi 4 yaitu:
1) Lokhea Rubra
6
Lokhea rubra akan keluar pada hari ke 1-4 postpartum,
warnanya merah yang mengandung darah segar, jaringan sisa
plasenta, dinding rahim, lemak bayi, lanugo dan mekonium.
2) Lokhea Sanguenolenta
Warnanya kecoklatan serta berlendir, dan keluar pada hari
ke 4-7 post partum.
3) Lokhea Serosa
Warna lokhea ini yaitu kuning kecoklatan karena
mengandung serum, leukosit dan robekan plasenta, lokhea ini
keluar pada hari ke 7-14 post partum.
4) Lokhea Alba
Kandungan dalam lokhea ini yaitu leukosit, sel desidua, sel
epitel, selaput lender serviks dan serabut jaringan yang mati,
lokhea ini berlangsung selama 2-6 minggu post partum.
c. Endometrium
Perubahan endometrium yaitu timbulnya thrombosis,
degenerasi dan nekrosis ditempat implantasi plasenta. Tebal
endometrium pada hari pertama 2,5 mm, permukaannya kasar
akibat pelepasan desidua dan selaput janin, setelah 3 hari mulai
rata, sehingga tidak ada pembentukan jaringan parut.
d. Servik
Perubahan yang ada pada serviks postpartum yaitu bentuk
serviks yang akan menganga menyerupai corong. Perubahan ini
disebabkan oleh korpus uteri yang dapat menyebabkan
kontrakaksi, serviks berwarna merah kehitaman karena pembuluh
darah.
e. Perineum
Perineum berubah menjadi kendor karena sebelumnya
teregang oleh tekanan bayi yang bergerak maju. Pada hari ke 5
perineum sudah mendapatkan kembali sebagian tonusnya.
f. Vagina
7
Pada vulva dan vagina yaitu mengalami penekanan serta
peregangan yang sangat besar selama proses melahirkan bayi.
Setelah 3 minggu, vulva dan vagina akan kembali pada keadaan
tidak hamil serta rugae dalam vagina secara berangsur-angsur
akan muncul dan labia menjadi lebih menonjol.
g. Payudara
Proses laktasi akan terjadi secara alami pada semua wanita
yang telah melahirkan.
2. Perubahan Sistem Pencernaan
Ibu biasanya akan mengalami konstipasi setelah melahirkan.
Karena pada waktu melahirkan alat pencernaan akan mendapat
tekanan yang akan menyebabkan kolon kosong, pengeluaran cairan
yang berlebih pada waktu bersalin, kurangnya asupan makan,
hemoroid atau kurangnya aktivitas tubuh.
3. Perubahan Sistem Perkemihan
Setelah proses bersalin, biasanya ibu akan merasa sulit untuk
BAK dalam 24 jam pertama. Penyebabnya karena terdapat spasme
sfinkter dan odema leher kandung kemih setelah mengalami
tekanan antara kepala janin dan tulang pubis selama persalinan
berlangsung.
4. Perubahan System Muskulusketal
Segera setelah persalinan otot-otot uterus akan segera
berkontraksi, pembuluh darah yang berada diantara otot-otot uterus
akan terjepit dan akan menghentikan perdarahan. Ligament,
diafragma pelvis dan fasia yang meregang secara berangsur-angsur
akan ciut dan pulih. Proses ini akan terjadi pada 6-8 minggu setelah
melahirkan.
5. Perubahan Sistem Endokrin
a. Oksitosin
Selama tahap ketiga persalinan, hormone oksitosin akan
berperan dalam pelepasan plasenta dan mempertahankan
8
kontraksi sehingga akan mencegah perdarahan. Isapan bayi juga
dapat merangsang ASI dan sekresi oksitoin yang dapat membantu
uterus untuk kembali kebentuk semula.
b. Prolaktin
Penurunan kadar esterogen yang menimbulkan
terangsangnya kelenjar pituitary bagian belakang untuk
mengeluarkan prolaktin, hormone ini berperan dalam
pembesaran payudara guna merangsang produksi air susu.
c. Esterogen Dan Progesterone
Selama kehamilan volume darah normal akan meningkat.
Diperkirakan bahwa tingkat esterogen yang tinggi akan
memperbesar hormon anti deuritik yang meningkatkan volume
darah. Progesteron akan mempengaruhi otot halus yang akan
mengurangi perangsangan dan peningkatan pembuluh darah.
Hal ini akan mempengaruhi saluran kemih, ginjal, usus, dinding
vena, dasar panggul, perineum, vulva dan vagina.
6. Perubahan Tanda-Tanda Vital
a. Suhu Badan
Hari pertama post partum suhu badan akan sedikit naik
yaitu 37,5-38 °C akibat dari waktu melahirkan, kehilangan
cairan dan kelelahan.
b. Nadi
Normalnya denyut nadi pada orang dewasa 60-80x/menit.
Denyut nadi setelah melahirkan biasanya akan melebihi
100x/menit, kemungkinan bisa dehidrasi, infeksi atau
perdarahan postpartum.
c. Tekanan Darah
Kemungkinan tekanan darah lebih rendah setelah ibu
melahirkan karena ada perdarahan, atau bisa jadi tidak berubah.
Tekanan darah tinggi pada saat postpartum menandakan
terjadinya preeklampsi postpartum.
9
d. Pernafasan
Pernafasan, suhu dan denyut nadi selalu berhubungan. Bila
suhu dan nadi tidak normal, pernafasan juga akan mengalami
hal yang sama, kecuali jika ada gangguan pada saluran nafas.
Jika pernafasan cepat kemungkinan terjadi tanda-tanda syok.
7. Perubahan Sistem Hematologic Dan Kardiovaskuler
Setelah proses persalinan, shunt akan hilang tiba-tiba dan
volume darah akan bertambah, sehingga akan menimbulkan
dekompensasi kordis pada penderita vitum cordia. Hal ini dapat
diatasi dengan mekanisme kompensasi dengan timbulnya
hemokonsentrasi sehingga volume darah akan kembali seperti
semula. Hal ini akan terjadi pada hari ke 3-5 postpartum.
10
ibu meningkat. Gangguan psikologis yang mungkin dirasakan ibu
adalah:
1) Kekecewaan karena tidak mendapatkan apa yang
diinginkan tentang bayinya misal jenis kelamin tertentu,
warna kulit, jenis rambut dan lain-lain.
2) Ketidaknyamanan sebagai akibat dari perubahan fisik yang
dialami ibu misal rasa mules karena rahim berkontraksi
untuk kembali pada keadaan semula, payudara bengkak,
nyeri luka jahitan.
3) Rasa bersalah karena belum bisa menyusi bayinya.
4) Suami atau keluarga yang mengkritik ibu tentang cara
merawat bayi dan cenderung melihat saja tanpa membantu.
Ibu akan merasa tidak nyaman karena sebenarnya hal
tersebut bukan hanya tanggung jawab ibu semata.
b. Fase Taking Hold
Fase ini berlangsung antara 3-10 hari setelah melahirkan.
[ada fase taking hold ibu merasa khawatir akan ketidakmampuan
dan rasa tanggungjawabnya merawat bayi. Selain itu perasaannya
sangat sensitif sehingga mudah tersinggung jika komunikasinya
kurang hati-hati. Oleh karena itu ibu memerlukan dukungan
karena saat ini merupakan kesempatan yang baik untuk menerima
berbagai penyuluhan dalam merawat diri dan bayinya sehingga
tumbuh rasa percaya diri.
c. Fase Letting Go
Fase ini merupakan fase menerima tanggungjawab yang
berlangsung 10 hari setelah melahirkan. Ibu sudah mulai
menyesuaikan diri dengan ketergantungan bayinya. Keinginan
untuk merawat diri dan bayinya meningkat pada fase ini.
2. Rooming In
11
Rooming in plan adalah rencana perawatan ibu dan bayi
merupakan perawatan bersama. Artinya ibu dirawat bersama-sama
dengan bayinya di dalam satu kamar, jadi tempat tidur anak akan
terdapat disamping tempat tidur ibu, agar anak tinggal disamping
ibunya dan ibunya dapat melihat anaknya setiap saat yang iakehendaki.
Keuntungan-keuntungan Rooming-in adalah:
a. Fisik
1) Menyusui anak akan mudah dilaksanakan, dan mudah
berhasil, karena anak berada disamping ibunya, ibu tahu
betul waktu menyusui dan waktu anak lapar.
2) Bahaya dari croos-in infeksi dari bayi-bayi lain dapat
dikurangi, karena bayi terpisah dari bayi yang lain, karena
bayi dalam satu kamar dalam ibunya. Selain dari itu croos-
in infeksi ini dapat dikurangi karena alat-alat untuk merawat
bayi terpaksa ada, dimana dalam rencana Rooming-in ini
tiap kamar harus tersedia alat-alat yang khusus untuk
merawat.
3) Jadi dengan Rooming-in ini mengurangi croos infeksi
dengan jalan :
a) Memisahkan bayi dari bayi yang lain.
b) Menggunakan alat-alat perawatan bayi yang terpisah
dan khusus bagi satu bayi. Hubungan perawat atau
bidan dengan bayi berkurang, karena bayi kebanyakan
dirawat oleh ibunya.
b. Psikologis
1) Bayi akan menerima rasa keibuan lebih besar dari pada
dirawat di ruang bayi. Di dalam satu ruang, bayi akan
mendapatkan rasa hangat dan sentuhan ibunya lebih sering.
Hal ini diperlukan anak sebagai rasa kasih sayang yang
penting, untuk menimbulkan rasa aman bagi bayi.
12
2) Menilbulkan kepuasan bagi ibu dan bayi karena hubungan
antara mereka dapat selalu dijalin.
3) Ibu akan merasa gembira karena dapat melihat anaknya
sewaktu-waktu dan dapat memperkembangkan mother
instinctnya lebih cepat.
4) Membentuk temperamen yang baik bagi bayi, karena bayi
tidak perlu cepat marah dan menangis lama lapar atau
karena kurang perhatian, sebab sewaktu-waktu ibu dapat
menolong dan memperhatikannya.
5) Waktu kunjungan, kedua orangtua yaitu ibu dan ayah akan
lebih gembira karena merasa dapat bertemu dalam satu
kesatuan keluarga.
c. Educational (Pendidikan)
1) Bagi ibu-ibu yang belum berpengalaman, dengan adanya
Rooming-in ini dapat mempelajari bayinya, menammbah
pengetahuan dan pengalaman dalam merawat anak sehingga
dia merasa pasti dalam merawat anak di rumah nanti.
2) Dengan mengamati tingkah laku anaknya, ia akan
mengetahui hal-hal yang perlu mendapat pertolongan,
misalnya bila warna muka anaknya pucat, pernafasan
dangkal dan tidak teratur, buang air encer, berwarna hijau
dan sebagainya.
3) Ia akan melihat bagaimana bayinya dirawat, diganti
popoknya, dimandikan, yang menambah pengetahuannya
bila ia sudah meras kuat.
4) Pertanyaan-pertanyaan yang ingin diketahui jawabannya
dapat ditanyakan dengan bebas, kepada perawat atau bidan,
atau olehnya sendiri berdasarkan pengalaman yang telah
didapat.
13
5) Rooming-in merupakan situasi kehidupan yang nyata, yaitu
seperti dirumahnya sendiri, dan merupakan lingkungan
proses belajar yang baik.
14
Ibu nifas membutuhkan tiga porsi protein perhari slama
menyusui protein sangat diperlukan untuk peningkatan
produksi air susu. Misalnya: telur, dada ayam, daging sapi,
ikan segar, udang, susu murni, kacang kedelai, tahu,
brokoli, tempe, keju, bayam, dll.
3) Vitamin C
Karena bayi tidak dapat memperoleh kebuthan vitamin
C selain dari air susu ibu, maka ibu menyusui perlu makan
dua porsi makanan segar yang mengandung vitamin C
perhari, untuk menjamin bahwa air susu merupakan
merupakan sumber vitamin C bagi bayinya. Misalnya :
jeruk, buah pepaya, buah paprika merah, brokoli stroberi,
jambu iji, dll.
4) Kalsium
Selama menyusui kebutuhan kalsium akan meningkat
satu porsi per sehari, melebihi kebutuhan selama kehamilan,
dengan total lima porsi sehari. Misalnya : keju, yogurt,
sayuran hijau, kacang kedelai, ikan salmon, buah-buahan
kering, kacang putih, susu kedelai, jeruk, ikan sarden,
pisang, dll.
5) Sayuran dan Buah-Buahan
Selama menyusui, kebutuhan sayuran dan buah-buahan
meningkat, untuk menjamin adanya vitamin A dan vitamin
yang esensial lain dalam air susu. Jumlah kebutuhan adalah
tiga porsi sehari, baik sayuran berwarna hijau maupun dan
buah0buahan berwarna kuning. Misalnya : pisang, jeruk,
buah pepaya, jambu biji brokoli dll.
6) Karbohidrat
Karbohidrat kompleks adalah salah satu sumber
vitamin B dan mineral terbaik untuk pertumbuhan bayi.
Dengan demikian selama menyusui harus menkonsumsi
15
makanan yang banyak mengandung karbohidrat kompleks.
Misalnya : nasi, kentang, biji-bijian, semangka, ubi jalar,
kacang-kacangan, sereal, pisang, roti, dll.
7) Zat besi
Ibu nifas memerlukan pergantian simpanan darah yang
hilang setelah melahirkan, dan untuk keperluan bayi. Untuk
itu selama menyusui makanlah makanan yang kaya akan zat
besi setiap hari. Karena tidak mungkin didapatkan hanya
dari makanan, maka ibu menyusui perlu mendapat
suplemen zat besi sedikitnya 30-60 mg per hari. Misalnya:
ikan, kentang, bayam, jagung, kangkung, buah jeruk,
kacang tanah, kacang hijau dan kacang kedelai, dll.
8) Lemak,
Lemak merupakan komponen penting dalam air susu,
sebagian kalori yang dikandungnya berasal dari lemak.
Lemak bermanfaat untuk pertumbuhan bayi. Kebutuhan
lemak berkaitan dengan beray badan, apabila berat badan
ibu menyusui turun, maka tingkatkan asupan lemak sampai
empat porsi sehari. Misalnya:buah alpukat, kacang kenari,
kacang kedelai, mentega shea, minyak kelapa, minyak ikan,
ikan laut, daging, telur, susu.
9) Garam
Garam untuk pembentukan air susu gunakan garam
dalam jumlah secukupnya, penambahan garam meja agak
dikurangi. Garam yang digunakan harus mengandung
yodium, karena yodium sangat dibutuhkan oleh bayi.
Hindari makanan olahan, dan makanan cepat saji dalam
jumlah yang banyak, karena makanan tersebut mengandung
garam lebih banyak dari yang ibutuhkan. Misalnya :
sayuran atau daging, produk daging olahan, kaldu dan saus
siap pakai, camilan, makanan instan, dll.
16
10) Cairan
Ibu nifas sangat membutuhkan cairan agar dapat
menghasilkan air susu dengan cepat, hampir 90% air susu
ibu terdiri dari air. Minumlah delapan gelas air per hari,
atau lebih jika udara panas, banyak berkeringat dan demam,
terrlalu banyak minum lebih dari 12 gelas per hari juga
tidak baik karena dapat menurunkan pembentukan air susu.
Waktu minum yang paling baik adalah pada saat bayi
sedang menyusui atau sebelumnya, sehingga cairan yang
diminum bayi dapat diganti(Erna, 2013).
c. Perilaku akan Pada Ibu Nifas
Perilaku makan ibu nifas secara kualitatif dapat diketahui dari
frekuensi, jenis, dan porsi makan ibu selama menyusui
bayinya.Frekuensi makan ibu nifas yang dianjurkan yaitu makan
3 kali sehari (pagi, siang dan malam) dan sesuai dengan
porsinya.Sedangkan jenis makanan yang dianjurkan adalah semua
makanan yang mengandung semua unsur utama dalam tubuh
terutama karbohidrat, protein, dan lemak yang mana dikonsumsi
secara seimbang dan tidak berlebihan dengan porsi makan 2 kali
porsi makan waktu hamil. Ibu menyusui diwajibkan menambah
konsumsi protein hewani hingga 1,5 kali dengan jumlah normal
(Erna, 2013).
d. Pola Makan Yang Sehat Selama Masa Nifas
1) Petunjuk pola makan yang sehat adalah makanan yang
dikonsumsi memiliki jumlah kalori dan zat gizi yang sesuai
dengan kebutuhan seperti karbohidrat, lemak, protein,
vitamin, mineral, serat dan air. Selain itu, pola makan harus
diatur secara rasional, yaitu 3 kali sehari (pagi,siang dan
malam). Selain makanan utama ibu nifas harus
mengkonsumsi cemilan dan jus buah-buahan sebagai
makanan selingan.
17
2) Ibu nifas hendaknya mengusahakan mengkonsumsi daging
khususnya daging sapi agar penurunana berat badan
berjalan lebih cepat. Dan produksi ASI tetap lancar, karena
daging sapi memiliki banyak serat yag dapat memperlancar
buang air besar. Sehingga tanpa diet ibu tetap memiliki
badan yang ideal. Selain itu sayur dan buah pun juga
mengandung banyak serat yang dapat memperlancar air
besar pula.
18
Penurunan kesehatan fisik dan psikologis dapat terjadi pada ibu
postpartum, sehingga perlu dukungan terhadap penyesuaian ibu dalam
menghadapi aktivitas dan peran barunya sebagai ibu (Reeder dkk,
2011). Menurut Mousavi dkk (2013) menemukan bahwa kualitas
hidup ibu post seksio sesarea lebih rendah dibandingkan dengan ibu
postpartum normal. Hal ini dipengaruhi oleh adanya faktor psikologis
depresi seperti kurang ada dukungan dari keluarga maupun faktor
kelemahan fisik seperti kelelahan, sehingga menghambat aktivitas dan
kualitas hidup ibu. Kualitas hidup pasien seharusnya menjadi
perhatian penting bagi para profesi kesehatan karena dapat menjadi
acuan keberhasilan dari suatu tindakan intervensi atau terapi.
Salah satu auhan masa nifas adalah pelaksanaan aktivitas oleh ibu
masa nifas. Manuaba cit Oktavia (2009), menyatakan bahwa aktivitas
dapat mengurangi bendungan lochea dalam rahim, meningkatkan
peredaran darah sekitar alat kelamin, mempercepat mobilisasi alat
kelamin ke keadaan semula. Anggraini (2010) menyatakan aktifitas
yang dapat dilakukan ibu yaitu pada 2 jam pertama dengan istirahat di
tempat tidur (miring kanan dan miring ke kiri).
Aktivitas ibu masa nifas:
a. Ambulasi dini
1) Kegiatan menggerakkan badan seperti miring kekanan dan
kekiri
2) Aktivitas turun dari tempat tidur setelah 2 jam melahirkan
3) BAB dan BAK dilakukan dikamar mandi. Kegiatan
ambulasi dini lain yaitu BAB dan BAK sendiri di kamar
mandi
4) Melakukan senam kegel
b. Istirahat
1) Kegiatan tidur siang
2) Tidur kurang lebih 8 jam dalam sehari
3) Sering terbangun di malam hari
19
4) Melakukan kegiatan sehari-hari seperti menyapu, memasak,
dan mencuci.
c. Latihan senam nifas
d. Olahraga
Latihan fisik mengurangi tekanan emosional dan
meningkatkan selfconfidence. Latihan aerobik postpartum 6
sampai 8 minggu, 4 sampai 5 kali per minggu, akan menjadi
kunci faktor dalam mempertahankan normal dan maksimum
fungsi otot, mencegah disfungsi otot dasar, postur tubuh yang
salah, penurunan motilitas usus, nyeri bahu dan sakit punggung,
kelelahan, masalah menyusui, dan gangguan citra diri (Draper,
1997). Sementara itu, meningkatkan kualitas gizi dan tidur,
membentengi otot-otot dan tulang dan mencegah osteoporosis
(Sampselle et al., 1999). Faktor suami dapat memhubungani
aktivitas fisik, aktivitas ibu nifas dihubungani oleh pekerjaan
suami. Hal ini sejalan dengan Downs dan Hausenblas (2004)
bahwa suami adalah faktor yang paling efektif dalam aktivitas
selama masa hamil dan masa nifas
Pelaksanaan aktivitas yang teratur pada ibu nifas perlu
dilaksanakan bagi ibu nifas, sehingga bidan sebagai tenaga kesehatan
lini depan di masyarakat perlu mengawasi dan memberikan edukasi
tentang bentuk aktivitas yang tepat.
3. Pola Istirahat Pada Ibu Nifas
Kebutuhan dasar manusia adalah unsur - unsur yang dibutuhkan
oleh manusia dalam mempertahankan keseimbangan fisiologis maupun
psikologis, yang bertujuan untuk mempertahankan kehidupan dan
kesehatan (Asmadi, 2008). Tidur merupakan salah satu kebutuhan
dasar manusia yang bisa dipengaruhi oleh berbagai macam faktor
mempengaruhi gangguan pemenuhan tidur pada seseorang. Potter dan
Perry (2010), mengemukakan faktor yang mempengaruhi tidur seperti
faktor fisiologis, psikologis, dan lingkungan sering mengubah kualitas
20
dan kuantitas tidur. Faktor fisiologis, psikologis, dan lingkungan yang
bisa mempengaruhi kualitas tidur salah satunya adalah pada ibu
postpartum (Walyani & Purwoastuti, 2015).
Masa postpartum, ibu membutuhkan istirahat dan tidur yang
cukup. Istirahat sangat penting untuk ibu menyusui, serta untuk
memulihkan keadaannya setelah hamil dan melahirkan. (Bahiyatun,
2009). Kebutuhan istirahat bagi ibu menyusui minimal 8 jam sehari,
dapat dipenuhi melalui istirahat malam dan siang (Sulistyawati, 2009).
Kurang istirahat/tidur pada ibu postpartum akan mengakibatkan
kurangnya suplai ASI, memperlambat proses involusi uterus,
menyebabkan ketidakmampuan merawat bayi serta depresi (Suhana,
2010).
Selain itu, kurang istirahat/tidur pada ibu postpartum bisa
berkembang menjadi insomnia kronis, mengakibatkan rasa kantuk di
siang hari, mengalami penurunan kognitif, kelelahan, cepat marah serta
mempunyai masalah dengan tidur merupakan salah satu gejala
postpartum blues (Dorheim, Bondevik, Eberhard-Gran, & Bjorvatn,
2009a). Dorheim, Bondevik, Eberhard-Gran, & Bjorvatn (2009a)
mengemukakan penyebab ibu postpartum mengalami gangguan
kualitas tidur adalah karena sulit menemukan waktu tidur di bulan
pertama postpartum, depresi, masalah tidur sebelumnya, primipara,
tidak memberikan ASI eksklusif, dan memiliki bayi laki-laki.
Penelitian yang dilakukan Mindel, Sadeh, Kwon, & Goh (2013)
diberbagai negara menunjukkan bahwa lebih dari setengah (54%) ibu
postpartum memiliki kualitas tidur yang buruk, dengan rentang 50.9%
(di Malaysia) hingga 77.8% (di Jepang).
a. Pengaruh Pola Istirahat Terhadap Produksi ASI
Didapatkan kesimpulan bahwa terdapat hubungan yang
signifikan antara pola istirahat terhadap produksi ASI. Istirahat
merupakan kebutuhan dasar yang dibutuhkan oleh semua orang,
untuk dapat berfungsi secara maksimal, oleh karena itu setiap
21
orang memerlukan istirahat serta tidur. Hasil penelitian ini sejalan
dengan penelitian yang dilakukan oleh Deswita (2018) dimana
pola istirahat mempengaruhi produksi ASI serta responden yang
memiliki pola istiharat cukup memiliki 6,545 kali lebih baik
memproduksi ASI dibandingkan responden dengan pola istirahat
tidak cukup.
Dalam masa nifas ibu membutuhkan waktu istirahat 6-8
jam perhari, tetapi bukan hanya pemenuhan banyaknya waktu
yang dibutuhkan tetapi juga berkaitan dengan kualitas istirahat
yang dilakukan ibu. Fungsi istirahat adalah untuk menjaga
keseimbangan baik mental, maupun kesehatan emosional,
menjaga kondisi organ – organ tubuh seperti kardiovaskuler,
paru-paru, sistem endokrin pulih setelah seharian digunakan
sedemikain rupa.
1) adanya penyakit,
2) nyeri nifas,
3) frekuensi menyusui,
4) stress psikologis,
5) keletihan aktifitas fisik,
6) nutrisi,
7) konsumsi obat – obatan tertentu,
8) kondisi lingkungan,
9) serta motivasi keluarga ketika istirahat.
22
Kebersihan diri ibu membantu mengurangi sumber infeksi dan
meningkatkan perasaan nyaman pada ibu. Anjurkan ibu unutuk
menjaga kebersihan diri dengan cara mandi yang teratur minimal2 kali
sehari, mengganti pakaian dan alas tempat tidur serta lingkungan
dimana ibu tinggal. Ibu harus tetap bersih, segar dan wangi. Merawat
perineum dengan baik dengan menggunakan antiseptik dan selalu
diingat bahwa membersihkan perineum dari arah depan ke belakang.
Jaga kebersihan diri secara keseluruhanuntuk menghindari infeksi,
baik pada luka jahitan maupun kulit.
a. Pakaian
Sebaiknya pakaian terbuat dari bahan yang mudah
menyerap keringat karena produksi keringatmenjadi banyak.
Produksi keringat yang tinggi berguna untuk menghilangkan
ekstra volume saathamil. Sebaiknya, pakaian agak longgar di
daerah dada sehingga payudara tidak tertekan dankering.
Demikian juga dengan pakaian dalam, agar tidak terjadi iritasi
(lecet) pada daerahsekitarnya akibat lochea.
b. Kebersihan rambut
Setelah bayi lahir, ibu mungkin akan mengalami
kerontokan rambut akibat gangguan perubahanhormon sehingga
keadaannya menjadi lebih tipis dibandingkan keadaan normal.
Jumlah danlamanya kerontokan berbeda-beda antara satu wanita
dengan wanita yang lain. Meskipundemikian, kebanyakan akan
pulih setelah beberapa bulan. Cuci rambut dengan conditioner
yangcukup, lalu menggunakan sisir yang lembut. Hindari
penggunaan pengering rambut.
c. Kebersihan kulit
Setelah persalinan, ekstra cairan tubuh yang dibutuhkan
saat hamil akan dikeluarkan kembalimelalui air seni dan keringat
untuk menghilangkan pembengkakan pada wajah, kaki, betis,
dantangan ibu. oleh karena itu, dalam minggu-minggu pertama
23
setelah melahirkan, ibu akanmerasakan jumlah keringat yang
lebih banyak dari biasanya. Usahakan mandi lebih sering dan jaga
agar kulit tetap kering.
d. Kebersihan vulva dan sekitarnya.
1) Mengajarkan ibu membersihkan daerah kelamin dengan cara
membersihkan daerah disekitar vulva terlebih dahulu, dari
depan ke belakang, baru kemudian membersihkan daerah
sekitar anus. Bersihkan vulva setiap kali buang air kecil atau
besar.
2) Sarankan ibu untuk mengganti pembalut atau kain pembalut
setidaknya dua kali sehari. Kain dapat digunakan ulang jika
telah dicuci dengan baik dan dikeringkan di bawa hmatahari
atau disetrika.
3) Sarankan ibu untuk mencuci tangan dengan sabun dan air
sebelum dan sesudah membersihkan daerah kelaminnya.
4) Jika ibu mempunyai luka episiotomi atau laserasi, sarankan
kepada ibu untuk menghindari menyentuh luka, cebok dengan
air dingin atau cuci menggunakan sabun. Perawatan luka
perineum bertujuan untuk mencegah infeksi, meningkatkan
rasa nyamandan mempercepat penyembuhan. Perawatan luka
perineum dapat dilakukan dengan cara mencuci daerah genital
dengan air dan sabun setiap kali habis BAK/BAB yang dimulai
dengan mencuci bagian depan, baru kenudian daerah anus.
Sebelum dan sesudahnya ibu dianjurkan untuk mencuci
tangan. Pembalut hendaknya diganti minimal 2 kali sehari.
Bila pembalut yang dipakai ibu bukan pembalut habis pakai,
pembalut dapat dipakai Kembali dengan dicuci, dijemur
dibawah sinar matahari dan disetrika.
e. Akibat Kurangnya atau tidak Menjaga Personal Hygiene:
1) Ibu Mudah Sakit
2) Ibu terlihat kotor/ kurang bersih
24
E. Anemia Pada Ibu Nifas
1. Definisi Anemia
Anemia adalah suatu kondisi tubuh dimana kadar hemoglobin (Hb)
dalam darah lebih rendah dari normal (WHO, 2011). Hemoglobin
adalah salah satu komponen dalam sel darah merah/eritrosit yang
berfungsi untuk mengikat oksigen dan menghantarkannya ke seluruh
sel jaringan tubuh. Oksigen diperlukan oleh jaringan tubuh untuk
melakukan fungsinya. Kekurangan oksigen dalam jaringan otak dan
otot akan menyebabkan gejala antara lain kurangnya konsentrasi dan
kurang bugar dalam melakukan aktivitas. Hemoglobin dibentuk dari
gabungan protein dan zat besi dan membentuk sel darah merah/eritrosit.
Anemia merupakan suatu gejala yang harus dicari penyebabnya dan
penanggulangannya dilakukan sesuai dengan penyebabnya.
Berdasarkan WHO, anemia pada kehamilan ditegakkan apabila
kadar hemoglobin (Hb) <11 g/dL atau hematokrit (Ht) <33%, serta
anemia pasca salin apabila didapatkan Hb <10 g/dL. Center for disease
control and prevention mendefinisikan anemia sebagai kondisi dengan
kadar Hb <11 g/dL pada trimester pertama dan ketiga, Hb <10,5 g/dL
pada trimester kedua, serta <10 g/dL pada pasca persalinan.
2. Kategori Anemia
25
Untuk mendiagnosis anemia defisiensi besi (ADB) dapat
dilakukan beberapa parameter pemeriksaan Konsentrasi hemoglobin
(Hb) Hemoglobin merupakan protein dalam darah yang dapat
merepresentasikan kadar besi di sirkulasi. WHO tahun 2016
mengklasifikasikan derajat keparahan anemia pada ibu pasca salin
sebagai berikut:
26
hemoglobin atau anemia postpartum, penting untuk membedakan
antara:
1) Masa awal postpartum dimana hemostatis tubuh berubah
bentuk dan dapat mengganggu proses penilaian kadar zat
besi.
2) Masa akhir postpartum dimana sirkulasi menjadi lebih stabil
dan tekanan oksidatif serta penurunan proses peradangan.
27
Setelah persalinan normal dengan jumlah perdarahan sedikit atau
sedang, kadar serum eritropoitin ibu menurun, yang mana mengurangi
perangsangan eritropoisis. Alhasil, massa eritrosit menurun seperti
saat kehamilan, dan kadar hemoglobin besi yang berasal dari eritrosit
yang rusak dibuang untuk digantikan oleh zat besi baru. Dalam
praktik, pemeriksaan darah lengkap termasuk kadar serum feritin
sebaiknya dilakukan pada minggu pertama postpartum (Garrido,
2017).
28
4. Faktor yang Mempengaruhi Timbulnya Anemia
Menurut Prawirohardjo (2013), faktor yang mempengaruhi anemia
pada masa nifas adalah persalinan dengan perdarahan, ibu hamil
dengan anemia, nutrisi yang kurang, penyakit virus dan bakteri.
Anemia dalam masa nifas merupakan lanjutan daripada anemia yang
diderita saat kehamilan, yang menyebabkan banyak keluhan bagi ibu
dan mengurangi presentasi kerja, baik dalam pekerjaan rumah sehari-
hari maupun dalam merawat bayi (Wijanarko, 2010).
Pengaruh anemia pada masa nifas adalah terjadinya subvolusi uteri
yang dapat menimbulkan perdarahan post partum, memudahkan
infeksi puerperium, pengeluaran ASI berkurang dan mudah terjadi
infeksi mamae (Prawirohardjo, 2013).
Praktik ASI tidak eksklusif diperkirakan menjadi salah satu
prediktor kejadian anemia setelah melahirkan (Departemen Gizi dan
Kesehatan Masyarakat, 2008). Pengeluaran ASI berkurang, terjadinya
dekompensasi kordis mendadak setelah persalinan dan mudah terjadi
infeksi mamae. Di masa nifas anemia bisa menyebabkan rahim susah
berkontraksi, ini dikarenakan darah tidak cukup untuk memberikan
oksigen ke rahim.
Faktor lain yang menyebabkan kekurangan zat besi pasca
kehamilan ialah kehilangan darah selama persalinan, baik sedang
maupun banyak. Kasus-kasus yang menyebabkan ibu kehilangan darah
sedang hingga banyak termasuk tindakan selama persalinan seperti
episiotomi, penggunaan vakum, rupture perineum derajat ketiga atau
keempat dan operasi caesar. Di antara tindakan selama persalinan,
segmen sesar pada dasarnya memperluas terjadinya perdarahan pasca
kehamilan. (Pergialiotis, 2014).
Penyebab utama anemia pada wanita adalah kurang memadahinya
asupan makanan sumber Fe, meningkatnya kebutuhan Fe saat hamil
dan menyusui (perubahan fisiologi), dan kehilangan banyak darah.
Anemia yang disebabkan oleh ketiga faktor itu terjadi secara cepat saat
29
cadangan Fe tidak mencukupi peningkatan kebutuhan Fe. Wanita usia
subur (WUS) adalah salah satu kelompok resiko tinggi terpapar
anemia karena mereka tidak memiliki asupan atau cadangan Fe yang
cukup terhadap kebutuhan dan kehilangan Fe. Dari kelompok WUS
tersebut yang paling tinggi beresiko menderita anemia adalah wanita
hamil, wanita nifas, dan wanita yang banyak kehilangan darah saat
menstruasi. Pada wanita yang mengalami menopause dengan defisiensi
Fe, yang menjadi penyebabnya adalah perdarahan gastrointestinal
(Departemen Gizi dan Kesehatan Masyarakat, 2008). Penyebab
tersering anemia adalah kekurangan zat gizi yang diperlukan untuk
sintesis eritrosit, terutama besi, vitamin B12 dan asam folat.
Selebihnya merupakan akibat dari beragam kondisi seperti perdarahan,
kelainan genetik, dan penyakit kronik (Nugraheny, 2014).
Secara garis besar penyebab terjadinya anemia gizi dikarenakan
sebagai berikut:
a. Riwayat Perdarahan saat Persalinan
Penyebab anemia juga dikarenakan terlampau banyak besi
keluar dari badan misalnya perdarahan pada persalinan
(Prawirohardjo, 2013).
b. Riwayat Ibu hamil dengan anemia
Ibu nifas dengan riwayat anemia pada saat hamil memiliki
risiko tinggi terjadinya anemia pada saat nifas (Prawirohardjo,
2013).
c. Status ekonomi yang Rendah
Anemia gizi juga lebih sering terjadi pada golongan
ekonomi yang rendah, karena kelompok penduduk ekonomi
rendah kurang mampu untuk membeli makanan sumber zat besi
tinggi yang harganya relatif mahal. Pada keluarga-keluarga
berpenghasilan rendah tidak mampu mengusahakan bahan
makanan hewani dan hanya mengkonsumsi menu makanan
30
dengan sumber zat besi yang rendah (Departemen Gizi dan
Kesehatan Masyarakat, 2008).
d. Tidak mengkonsumsi Tablet Fe
Zat besi adalah tablet tambah darah untuk menanggulangi
anemia gizi besi yang diberikan kepada ibu nifas. Disamping itu
ibu nifas membutuhkan tambahan zat besi untuk meningkatkan
jumlah sel darah merah dan membentuk sel darah merah. Makin
sering seorang mengalami kehamilan dan melahirkan, akan makin
banyak kehilangan zat besi dan menjadi makin anemis. Konsumsi
tablet besi (Fe) sangat berpengaruh terhadap terjadinya anemia
khususnya pada masa nifas. Hal ini disebabkan kebutuhan zat besi
pada masa ini lebih besar dibandingkan sebelum hamil.
Pentingnya pemberian tablet besi (Fe) untuk mencegah terjadinya
anemia pada masa nifas (Departemen Gizi dan Kesehatan
Masyarakat, 2008).
e. Penyakit virus dan bakteri
Beberapa infeksi penyakit memperbesar resiko menderita
anemia. Infeksi itu umumnya adalah kecacingan dan malaria.
Kecacingan jarang sekali menyebabkan kematian secara
langsung, namun sangat mempengaruhi kualitas hidup
penderitanya. Infeksi cacing akan menyebabkan malnutrisi dan
dapat mengakibatkan anemia defisiensi besi. Infeksi malaria dapat
menyebabkan anemia. Beberapa fakta menunjukkan bahwa
parasitemia yang persisten atau rekuren mengakibatkan anemia
defisiensi besi, walaupun mekanismenya belum diketahui dengan
pasti. Pada malaria fase akut terjadi penurunan absorpsi besi,
kadar heptoglobin yang rendah, sebagai akibat dari hemolisis
intravaskuler, akan menurunkan pembentukan kompleks
haptoglobin hemoglobin, yang dikeluarkan dari sirkulasi oleh
hepar, berakibat penurunan availabilitas besi (Departemen Gizi
dan Kesehatan Masyarakat, 2008).
31
5. Patofisiologi
Anemia terjadi akibat defisiensi zat besi secara berangsur-angsur.
Tak tersebut ditandai dengan semakin berkurangnya cadangan zat besi,
penurunan zat besi akan diikuti dengan penurunan proses pembentukan
sel darah merah, dan akhirnya akan mengalami anemia atau
kekurangan sel darah merah. Anemia pada masa nifas yang terjadi juga
merupakan ketidakseimbangan tubuh dalam melakukan produksi sel
darah merah. Ketidak seimbangan tersebut terjadi karena sumsum
tulang belakang mengalami kegagalan dalam pembentukan sel darah
merah ataupun kehilangan sel darah merah secara berlebihan.
menyatakan bahwa Kondisi umum yang terjadi pada ibu dalam masa
nifas adalah buruknya asupan gizi, adanya invasi penyakit lain yang
tidak terdeteksi. Kehilangan sel darah merah secara berlebihan ini
dapat melalui pendarahan yang berlebihan dan tidak kunjung berhenti
pada masa setelah kelahiran
6. Tanda gejala
Gejala anemia yang dialami ibu pada masa nifas adalah cepat lelah,
sering pusing, mata sering berunangkunang, nafsu makan turun drastis,
terdapat luka pada lidah, hilang konsentrasi, nafas pendek dan
tersengal, sering 17 merasakan mubah dan muntah berlebihan, serta
wajah nampak pucat. (Depkes R.I, 2017).
Kekurangan Fe dapat menyebabkan anemia mikrosistik. Anemia
jenis ini paling banyak terdapat di dunia, dimana sekitar 60-70 persen
anemia disebabkan oleh kekurangan Fe. Dalam hemoglobin. Fe akan
mengikat empat oksigen, sehingga gejala kekurangan Fe akan
menyebabkan rendahnya peredaran oksigen dalam tubuh sehingga
mengakibatkan:
a. Lesu, lemah, letih, lelah, lalai (5L).
b. Sering mengeluh pusing dan mata berkunang-kunang.
c. Gejala lebih lanjut adalah kolopak mata, bibir, lidah, kulit dan
telapak tangan menjadi pucat.
32
Akibat anemia pada wanita yang dihubungkan dengan defisiensi
Fe, anemia dapat menimbulkan efek kematian. Severe anemia (anemia
tingkat berat) Hb < 4 gr/dl dikaitkan dengan peningkatan kematian,
umumnya terjadi pada kondisi stres pada pasca persalinan karena
fungsi oksigen dan jantung terganggu oleh menurunnya kadar Hb.
(Depkes R.I, 2017).
33
Pada kala uri dan kala empat akan mengalami pendarahan postpartum
akibat atonia teri serta pendarahan sekunder.
Dampak anemia pada masa nifas berikutnya juga akan
mempengaruhi menurunnya jumlah pengeluaran ASI, kelenjar mamae
mudah terjadi infeksi, terjadinya sub involusio teri yang menyebabkan
pendarahan postpartum, serta terjadinya decompensasiocordis yang
mendadak setelah masa persalinan.
Tidak hanya itu anemia pada masa nifas juga akan berdampak bagi
Janin di masa kehamilan berikutnya, dampak tersebut dapat
mengakibatkan kematian intrauterin, berat badan lahir rendah,
kelahiran anak dengan anemia, adanya cacat bawaan, dan bayi akan
mudah terinfeksi penyakit hingga kematian perinatal.
8. Pencegahan
Langkah-langkah yang diambil dalam mencegah anemia pada ibu
nifas adalah dengan memberikan konseling gizi pada pada ibu nifas:
a. Langkah Pertama: menentukan apakah ibu mempunyai penyakit
kronis yang mungkin menjadi penyebab anemia.
b. Langkah kedua: memberi penjelasan bahwa ada banyak penyebab
kurang gizi, menanyakan kepada ibu beberapa pertanyaan untuk
mengetahui kondisi ibu yang sesungguhnya dan dengan bantuan
ibu menentukan penyebab masalahnya.
c. Langkah ketiga: menayakan kepada ibu makan lebih sedikit dari
biasanya.
d. Langkah keempat: tanyakan kepada ibu tentang perawatan
kesehatan ibu
e. Langkah kelima: menanyakan kepada ibu apakah sering lelah atau
sering sakit (diare, batuk dan demam)
f. Langkah keenam: kajilah faktor penyebab masalah (sosial dan
lingkungan) yang mempunyai pengaruh yang merugikan pada
perawatan dan pemberian makanan.
34
g. Langkah ketujuh: bersama-sama dengan ibunya, identifikasi
penyebab yang paling utama masalah anemia.
h. Langkah kedelapan: memberikan konseling tentang bagaimana
mengatasi penyebab anemia (Septanto, 2012. hal 11 - 12)
9. Penatalaksanaan anemia berdasarkan tingkatannya
a. Anemia Ringan : meningkatkan gizi dan menambah suplemen zat
besi
b. Anemia Sedang : suplemen zat besi, kesehatan lingkungan
diperbaiki, transfusi darah, tingkatkan gizi
c. Anemia Berat: suplemen zat besi (konsumsi tablet Fe dosis 2 x 1),
kesehatan lingkungan diperbaiki transfusi darah (ulangi apabila
kadar Hb masih tetap sama atau rendah), tingkatkan gizi
(Manuaba. 2007. hal 39)
10. Penanganan anemia dalam nifas adalah sebagai berikut:
a. Lakukan pemeriksaan Hb post partum, sebaiknya 3-4 hari setelah
anak lahir. Karena hemodialisis lengkap setelah perdarahan
memerlukan waktu 2-3 hari.
b. Tranfusi darah sangat diperlukan apabila banyak terjadi
perdarahan pada waktu persalinan sehingga menimbulkan
penurunan kadar Hb < 5 gr (anemia pasca perdarahan).
c. Anjurkan ibu makan makanan yang mengandung banyak protein
dan zat besi seperti telur, ikan, dan sayuran.
Pengobatan anemia dapat dilakukan dengan mengkonsumsi
makanan yang kaya akan zat besi dan makanan yang dapat
membantu penyerapan zat besi. Makanan yang banyak
mengandung zat besi dari bahan makanan hewani seperti daging,
ikan, dan lain-lain. Bahan makanan yang dapat membantu proses
penyerapan seperti sayur-sayuran dan buahbuahan yang banyak
mengandung vitamin C seperti daun katuk, daun singkong,
bayam, jambu biji, tomat, jeruk, dan nanas (Fathonah, 2016)
35
Penyerapan zat besi sangat dipengaruhi oleh adanya vitamin
C yang dapat membantu mereduksi besi ferri menjadi ferro di
dalam usus halus, sehingga mudah diserap oleh tubuh. Proses
reduksi tersebut akan semakin besar apabila pH didalam lambung
semakin asam. Vitamin C dapat meningkatkan penyerapan besi
non-heme sebesar empat kali lipat dan dengan jumlah 200 mg
yang akan meningkatkan absorbsi zat besi obat sedikitnya 30%.
Buah jambu biji mengandung asam askorbat dua kali lipat dari
jeruk yaitu sebesar 87 mg/100gram jambu biji (Fathonah, 2016).
Jambu biji mengandung vitamin C dan Vitamin A dengan kadar
yang cukup tinggi.
Dibandingkan dengan buah lainnya, seperti jeruk yang
mengandung vitamin C sebesar 49 mg/100 gram, kandungan
vitamin C jambu Biji adalah 2 kali lipatnya. Sebagian besar
vitamin C jambu biji terdiplosit pada kulit dan daging bagian
luarnya yang lunak dan tebal. Vitamin C juga berperan dalam
pembentukan kolagen yang sangat bermanfaat untuk
menyembuhkan luka. Selain itu, buah jus jambu biji merah juga
dipercaya menambah kadar trombosit dalam darah (Suwarto,
2010).
Fungsi vitamin C yaitu membantu penyerapan zat besi
dalam darah sehingga mencegah terjadinya anemia, memperkuat
pembuluh darah dan mencegah pendarahan, mengurangi rasa
sakit sekitar 50% saat bekerja, mengurangin resiko infeksi setelah
melahirkan, membantu pembentukan tulang dan persendian janin,
mengaktifkan kerja sel-sel darah putih dan meningkatkan sistem
kekebalan tubuh, dan memperbaiki sistem kekebalan tubuh
(Wibisono dan Dewi, 2009 dalam Fathonah, 2016).
Vitamin C berperan penting dalam pencegahan anemia
(kekurangan zat besi di dalam darah) (Prasetyono, 2010).
Menurut Kurnela (2017) upaya penanganan yang dilakukan
36
secara non farmakologi dalam mengatasi anemia adalah buah-
buahan, karena buah mengandung vitamin, mineral, dan berbagai
antioksidan yang berguna untuk meningkatkan kadar hemoglobin
dalam darah. Menurut Sekarindah (2006) buah yang baik untuk
terapi anemia salah satunya adalah jambu biji.
Penelitian Pitasari (2017), setelah dilakukan penerapan
mengkonsumsi jus jambu biji merah selama 15 hari, terbukti
kadar hemoglobin ibu post partum meningkat dengan nilai rata-
rata Hb 1,4 g/dL. Dengan kesimpulan mengkonsumsi jus jambu
biji merah terbukti efektif mampu meningkatkan kadar
hemoglobin pada ibu post partum. Sari buah jambu biji dapat
meningkatkan kadar hemoglobin (Ulung, 2014). Kandungan zat
gizi yang cukup tinggi dalam jus jambu biji merah merangsang
produksi hemoglobin dalam darah bagi penderita anemia
(Hidayah, 2011). Jus jambu biji merah (Psidium guajava L)
memiliki pengaruh dalam meningkatkan kadar hemoglobin darah
(Sambou, 2014 dalam Desti, 2018). Adalah penting untuk
memperhatikan apa yang diminum bersamaan dengan tablet besi.
Mengkonsumsi makanan yang kaya vitamin C bersama dengan
zat besi akan meningkatkan penyerapan zat besi. Namun,
mengkonsumsi minuman berkafein seperti kopi dan teh dapat
mengurangi jumlah besi yang diserap oleh tubuh (Proverawati,
2011).
Hb akhir kehamilan
Vitamin Absorpsi Fe
37
Perubahan
kadar HB
Gambar 2.2. Kerangka Teori
F. Bendungan ASI
1. Pengertian
Bendungan ASI adalah pembendungan air susu karena
penyempitan duktus laktiferi atau oleh kelenjar-kelenjar tidak
dikosongkan dengan sempurna atau karena kelainan pada putting
susu. Bendungan air susu adalah terjadinya pembengkakan pada
payudara karena peningkatan aliran vena dan limfe sehingga
menyebabkan bendungan ASI dan rasa nyeri disertai kenaikan suhu
badan. (Sarwono, 2005).
Pembendungan ASI menurut Pritchar (1999) adalah
pembendungan air susu karena penyempitan duktus lakteferi atau oleh
kelenjar-kelenjar tidak dikosongkan dengan sempurna atau karena
kelainan pada puting susu (Buku Obstetri Williams).
Bendungan ASI adalah pembendungan air susu karena
penyempitan duktus laktiferi atau oleh kelenjar-kelenjar tidak
dikosongkan dengan sempurna atau kelainan pada putting susu
(Mochtar, 1998).
Pembendungan ASI menurut Pritchar (1999) adalah
pembendungan air susu karena penyempitan duktus lakteferi atau oleh
38
kelenjar-kelenjar tidak dikosongkan dengan sempurna atau karena
kelainan pada puting susu (Buku Obstetri Williams)
Keluhan ibu menurut Prawirohardjo, (2005) adalah payudara
bengkak, keras, panas dan nyeri. Penanganan sebaiknya dimulai
selama hamil dengan perawatan payudara untuk mencegah terjadinya
kelainan.
Bila terjadi juga, maka berikan terapi simptomatis untuk sakitnya
(analgetika), kosongkan payudara, sebelum menyusui pengurutan dulu
atau dipompa, sehingga sumbatan hilang. Kalau perlu berikan
stilbestrol atau lynoral tablet 3 kali sehari selama 2-3 hari untuk
membendung sementara produksi ASI.
Kepenuhan fisiologis menurut Rustam (1998) adalah sejak hari
ketiga sampai hari keenam setelah persalinan, ketika ASI secara
normal dihasilkan, payudara menjadi sangat penuh. Hal ini bersifat
fisiologis dan dengan penghisapan yang efektif dan pengeluaran ASI
oleh bayi, rasa penuh tersebut pulih dengan cepat. Namun dapat
berkembang menjadi bendungan.
Pada bendungan, payudara terisi sangat penuh dengan ASI dan
cairan jaringan. Aliran vena limpatik tersumbat, aliran susu menjadi
terhambat dan tekanan pada saluran ASI dengan alveoli meingkat.
Payudara menjadi bengkak, merah dan mengkilap.
Jadi dapat diambil kesimpulan perbedaan kepenuhan fisiologis
maupun bendungan ASI pada payudara adalah :
a. Payudara yang penuh terasa panas, berat dan keras. Tidak
terlihat mengkilap. ASI biasanya mengalir dengan lancar dengan
kadang-kadang menetes keluar secara spontan.
b. Payudara yang terbendung membesar, membengkak dan sangat
nyeri. Payudara yang terbendung membesar, membengkak dan
sangat nyeri. Payudara terlihat mengkilap dan puting susu
teregang menjadi rata. ASI tidak mengalir dengan mudah dan
bayi sulit menghisap ASI sampai bengkak berkurang.
39
2. Etiologi
Bendungan air susu dapat terjadi pada hari ke dua atau ke tiga
ketika payudara telah memproduksi air susu. Bendungan disebabkan
oleh pengeluaran air susu yang tidak lancar, karena bayi tidak cukup
sering menyusu, produksi meningkat, terlambat menyusukan,
hubungan dengan bayi (bonding) kurang baik dan dapat pula karena
adanya pembatasan waktu menyusui. (Sarwono, 2009)
Pada bendungan ASI payudara yang terbendung membesar,
membengkak dan sangat nyeri. Payudara terlihat mengkilap dan
puting susu teregang menjadi rata. ASI tidak mengalir dengan mudah
dan bayi sulit menghisap ASI sampai bengkak berkurang.
Beberapa faktor yang dapat menyebabkan bendungan ASI, yaitu:
a. Pengosongan mamae yang tidak sempurna (Dalam masa laktasi,
terjadi peningkatan produksi ASI pada Ibu yang produksi ASI-nya
berlebihan. apabila bayi sudah kenyang dan selesai menyusu, &
payudara tidak dikosongkan, maka masih terdapat sisa ASI di
dalam payudara. Sisa ASI tersebut jika tidak dikeluarkan dapat
menimbulkan bendungan ASI).
b. Faktor hisapan bayi yang tidak aktif (Pada masa laktasi, bila Ibu
tidak menyusukan bayinya sesering mungkin atau jika bayi tidak
aktif mengisap, maka akan menimbulkan bendungan ASI).
c. Faktor posisi menyusui bayi yang tidak benar (Teknik yang salah
dalam menyusui dapat mengakibatkan puting susu menjadi lecet
dan menimbulkan rasa nyeri pada saat bayi menyusu. Akibatnya
Ibu tidak mau menyusui bayinya dan terjadi bendungan ASI).
d. Puting susu terbenam (Puting susu yang terbenam akan
menyulitkan bayi dalam menyusu. Karena bayi tidak dapat
menghisap puting dan areola, bayi tidak mau menyusu dan
akibatnya terjadi bendungan ASI).
e. Puting susu terlalu panjang (Puting susu yang panjang
menimbulkan kesulitan pada saat bayi menyusu karena bayi tidak
40
dapat menghisap areola dan merangsang sinus laktiferus untuk
mengeluarkan ASI. Akibatnya ASI tertahan dan menimbulkan
bendungan ASI).
3. Tanda dan gejala bendungan ASI
a. Mamae panas serta keras pada saat perabaan dan nyeri.
b. Puting susu bisa mendatar sehingga bayi sulit menyusu.
c. Pengeluaran air susu kadang terhalang oleh duktus laktifer
menyempit.
d. Payudara bengkak, keras, panas.
e. Nyeri bila ditekan.
f. Warnanya kemerahan.
g. Suhu tubuh sampai 38oc
4. Patofisiologi
Sesudah bayi lahir dan plasenta keluar, kadar estrogen dan
progesteron turun dalam 2-3 hari. Dengan ini faktor dari hipotalamus
yang menghalangi prolaktin waktu hamil, dan sangat di pengaruhi
oleh estrogen tidak dikeluarkan lagi, dan terjadi sekresi prolaktin oleh
hipofisis.
Hormon ini menyebabkan alveolus-alveolus kelenjar mammae
terisi dengan air susu, tetapi untuk mengeluarkan dibutuhkan refleks
yang menyebabkan kontraksi sel-sel mioepitel yang mengelilingi
alveolus dan duktus kecil kelenjar-kelenjar tersebut. Refleks ini timbul
bila bayi menyusui. Apabila bayi tidak menyusu dengan baik, atau
jika tidak dikosongkan dengan sempurna, maka terjadi bendungan air
susu.
Gejala yang biasa terjadi pada bendungan ASI antara lain payudara
penuh terasa panas, berat dan keras, terlihat mengkilat meski tidak
kemerahan. ASI biasanya mengalir tidak lancar, namun ada pula
payudara yang terbendung membesar, membengkak dan sangat nyeri,
puting susu teregang menjadi rata. ASI tidak mengalir dengan mudah
dan bayi sulit mengenyut untuk menghisap ASI. Ibu kadang-kadang
41
menjadi demam, tapi biasanya akan hilang dalam 24 jam
(wiknjosastro,2005)
5. Diagnosis
1) Cara inspeksi.
Hal ini harus dilakukan pertama dengan tangan di samping dan
sesudah itu dengan tangan keatas, selagi pasien duduk kita akan
melihat dilatasi pembuluh-pembuluh balik di bawah kulit akibat
pembesaran tumor jinak atau ganas di bawah kulit.perlu
diperhatikan apakah kulit pada suatu tempat menjadi merah.
2) Cara palpasi
Ibu harus tidur dan diperiksa secara sistematis bagian medial
lebih dahulu dengan jari-jari yang harus kebagian lateral.palpasi ini
harus meliputi seluruh payudara,dari parasternal kearah garis aksila
belakang,dan dari subklavikular kearah paling distal.untuk
pemeriksaan orang sakit harus duduk.tangan aksila yang akan
diperiksa dipegang oleh pemeriksa dan dokter pemeriksa
mengadakan palpasi aksila dengan tangan yang kontralateral dari
tangan si penderita.misalnya kalau aksila kiri orang sakit yang akan
diperiksa,tangan kiri dokter mengadakan palpasi (prawirohardjo,
2005)
42
g. Perawatan payudara pasca (obserti patologi 169)
h. Menyusui yang sering
i. Hindari tekanan local pada payudara
7. Penatalaksanaan
a. Penatalaksanaan untuk bendungan ASI secara umum yaitu:
1) Kompres hangat payudara agar menjadi lebih lembek
2) Keluarkan sedikit ASI sehingga puting lebih mudah ditangkap
dan dihisap oleh bayi.
3) Sesudah bayi kenyang keluarkan sisa ASI
4) Untuk mengurangi rasa sakit pada payudara, berikan kompres
dingin
5) Untuk mengurangi statis di vena dan pembuluh getah bening
lakukan pengurutan (masase) payudara yang dimulai dari putin
kearah korpus. (Sastrawinata, 2004)
Sebaiknya selama hamil atau dua bulan terakhir dilakukan masase atau
perawatan puting susu dan areola mamae untuk mencegah terjadinya
puting susu kering dan mudah mencegah terjadinya payudara bengkak.
43
3) Lanjutkan dengan mengeluarkan ASI dari payudara itu setiap
kali selesai menyusui jika bayi belum benar-benar
menghabiskan isi payudara yang sakit tersebut
4) Tempelkan handuk halus yang sudah dibasahi dengan air
hangat pada payudara yang sakit beberapa kali dalam sehari
(atau mandi dengan air hangat beberapa kali), lakukan
pemijatan dengan lembut di sekitar area yang mengalami
penyumbatan kelenjar susu
5) Dan secara perlahan-lahan turun kearah putting susu
6) Kompres dingin pada payudara di antara waktu menyusui.
7) Bila diperlukan berikan parasetamol 500 mg per oral setiap 4
jam.
8) Lakukan evaluasi setelah 3 hari untuk mengevaluasi hasilnya.
c. Penataksanaan bagi ibu yang tidak menyusui :
1) Sangga payudara
2) Kompres dingin payudara untuk mengurangi pembengkakan
dan rasa sakit
3) Bila di perlukan berikan PCT 500 mg per Oral setiap 4 jam
4) Jangan di pijat atau memakai kompres hangat payudara
5) Pompa dan kosongkan payudara
d. Terapi dan pengobatan menurut prawirohardjo (2005) adalah:
1) Anjurkan ibu untuk tetap menyusui bayinya
2) Anjurkan ibu untuk melakukan post natal breast care
3) Lakukan pengompresan dengan air hangat sebelum menyusui
dan kompres dingin sesudah menyusui untuk mengurangi rasa
nyeri
4) Gunakan BH yang menopang
5) Berikan parasetamol 500 mg untuk mengurangi rasa nyeri dan
menurunkan panas.
Penanganan sebaiknya dimulai selama hamil dengan perawatan
payudara untuk mencegah terjadinya kelainan. Bila terjadi juga, maka
44
berikan terapi simptomatis untuk sakitnya (analgetika), kosongkan
payudara, sebelum menyusui pengurutan dulu atau dipompa, sehingga
sumbatan hilang. Kalau perlu berikan stilbestrol 1 mg atau lynoral
tablet 3 kali sehari selama 2-3 hari untuk sementara waktu mengurangi
pembendungan dan memungkinkan air susu dikeluarkan dengan
pijatan.
G. Perawatan Payudara
Perawatan payudara dilakukan atas berbagai indikasi, antara lain puting
tidak menonjol atau bendungan payudara. Tujuannya adalah memperlancar
pengeluaran ASI saat masa menyusui. untuk pasca persalinan, laukan sedini
mungkin yaitu 1 sampai 2 hari dan dilakukan 2 kali sehari, berikut langkah-
langkah perawatan payudara:
45
d. Pengurutan ketiga sokong payudara kiri dengan satu tangan,
sedangkan tangan lainnya mengurut dengan sisi kelingking dari
arah tepi ke arah putting susu. Lakukan skitar 30 kali
e. Pengosongan ASI Pengosongan ini dimaksudkan untuk mencegah
terjadinya bendungan ASI, caranya keluarkan ASI dengan
meletakkan ibu jari dan telunjuk kira-kira 2 sampai 3 cm dari
putting susu dan tamping ASI yang telah di keluarkan. Tekan
payudara kearah dada dan perhatikan agar jari-jari jangan di
regangkan. Angkat payudara yang agak besar untuk menekan dan
mengosongkan tempat penampungan susu pada payudara tanpa
rasa sakit. Ulamgi untuk masing-masing payudara.
46
susu tidak lecet, perlekatan menyusu pada bayi kuat, bayi menjadi
tenang dan tidak terjadi gumoh (Wahyuningsih, 2019).
Hasil penjelasan diatas, dapat disimpulkan teknik menyusui itu
yaitu ccara ibu memberikan ASI kepada anaknya dengan
memperhatikan perlekatan dan posisi yang benar, sehingga putting
susu ibu tidak lecet atau luka saat menyusui dan bayi menyusu dengan
nyaman dan tidak gumoh.
2. Teknik menyusui yang benar
a. Sebelum menyusui, ibu harus cuci tangan terlebih dahulu.
b. Payudara dibersihkan dengan kapas basah supaya bersih dari debu
dan keringat
c. ASI dikeluarkan sedikit untuk membasahi putting dan areola
d. Posisi ibu duduk bersandar, pada kursi yang rendah sehingga
punggung ibu bersandar di sandaran kursi agar ibu bisa duduk
nyaman dalam menyusui.
e. Bayi digendong dengan satu lengan, posisi kepala bayi berada
dilengkung siku ibu dan bokong bayi disangga dengan telapak
tangan ibu.
f. Posisi tangan bayi, satu dibelakang badan ibu dan satu di depan.
g. Perut bayi dan perut ibu menempel, kepala bayi menghadap
payudara ibu.
h. Lengan dan telinga bayi harus lurus atau sejajar.
i. Ibu melihat bayi dengan tatapan penuh kasih saying
j. Ibu memegang payudara bagian atas dan jari yang lain memegang
payudara bagian bawah sehingga membentuk huruf C
k. Sentuhkan putting ibu ke pipi bayi, ini adalah cara merangsang
bayi untuk membuka mulutnya
l. Setelah mulut bayi terbuka, kepala bayi dekatkan ke payudara
ibu, kemudia putting dan areola dimasukkan ke mulut bayi.
m. Ketika menyusui bayi, usahakan hamper semua bagian areola
masuk ke mulut bayi.
47
n. Menyusui dengan bergantian, payudara satu dengan payudara satu
lainnya.
o. Selesai bayi menyusui, hisapan bayi dilepas dengan cara menekan
dagu bayi kebawah.
p. Agar bayi bisa bersendawa dapat dilakukan dengan cara, bayi
digendong tegak dan bersandar pada bahu ibu, atau
ditengkurapkan dipangkuan ibu sambil ditepuk pelan – pelan
punggungnya.
3. Cara pengamatan teknik menyusui yang benar
Mulyani (2013) menggungkapkan ada beberapa tanda untuk
mengethaui bayi telah menyusu dengan teknik yang benar, yaitu
sebagai berikut:
a. Badan bayi menempel dengan perut ibu.
b. Mulut bayi terbuka lebar.
c. Dagu bayi menempel dengan payudara ibu.
d. Sebagian besar areola masuk ke dalam mulut bayi, areola bagian
bawah lebih banyak yang masuk.
e. Bayi Nampak menghisap kuat dengan irama perlahan.
f. Putting ibu tidak terasa nyeri.
g. Telinga dan lengan bayi terletak pada satu garis lurus.
h. Kepala bayi agak menengadah.
4. Dampak yang timbul jika tidak menyusui dengan benar
Wahyuningsih (2019) menyebutkan dampak yang terjadi pada
ibu dan bayi jika tidak menyusui dengan benar yaitu putting susu
lecet, ASI tidak keluar secara optiml sehingga mempengaruhi
produksi ASI, bayi enggan menyusu, dan perut bayi menjadi
kembung.
Meihartati dan Sari (2018) menyebutkan teknik menyusui yang
tidak benar dapat menyebabkan putting susu ibu lecet dan ASI tidak
dikeluarkan secara optimal. Hal ini menimbulkan gangguan dalam
proses menyusui sehingga pemberian ASI tidak adekut yang
48
mengakibatkan payudara bengkak karena sisa – sisa ASI pada
ductus.
5. Posisi menyusui
Posisi menyusui ada beberapa jenis, menurut Mulyani (2013)
menyebutkan posisi menyusui ada 8, antara lain:
a. Posisi berdiri
49
1) Saat posisi rebahan ibu dapat duduk di atas tempat tidur
dan punggung bersandar pada sandaran tempat tidur atau
dapat di ganjal dengan bantal.
2) Kaki ibu dengan posisi lurus di atas tempat tidur.
3) Saat menyusui bayi menghadap ke payudara ibu atau perut
ibu.
4) Pada saat menyusui posisi tangan ibu menyangga bayi
secara merata dari kepala, bahu hingga pantatnya.
5) Posisikan pada ibu untuk turut membantu menyangga
tubuh bayi, namun kalua kurang dapat ditambah dengan
bantal.
c. Posisi duduk
50
4) Posisi perut bayi menempel ke badan ibu dan kepala
menghadap ke payudara ibu.
5) Telinga dan lengan bayi terletak pada sat ugaris lurus.
d. Posisi menggendong (the cradle hold)
51
yang besar sementara mulut bayi yang kecil dan posisi ini juga
baik untuk bayi yang sedang sakit. Cara posisi menggendong
menyilang yaitu:
1) Posisi ini dengan cara telapak tangan menyangga kepala
bayi.
2) Jika menyusui pada payudara kanan maka menggunakan
tangan kiri untuk memegang bayi.
3) Memeluk bayi sehingga kepala, dada dan perut bayi untuk
menghadap ibu.
4) Arahkan mulutnya ke putting susu dengan ibu jari dengan
tangan ibu dibelakang kepala dan bawah telinga bayi.
5) Ibu menggunakan tangan sebelahnya untuk mememgang
peyudara jika diperlukan.
52
untuk posisi menyusui bayi kembar. Cara menyusui posisi
football dengan cara yaitu:
1) Telapak tangan menyangga kepala bayi dan bayi
diselipkan dibawah tangan ibu seperti memegang bola
atau tas pada tangan.
2) Menyusui dengan payudara kanan maka memegang
dengan payudara kanan, demikian pula sebaliknya.
3) Arahkan mulut bayi ke putting susu ibu, mula-mula dagu
bayi atau dengan tindakan ini harus dilakukan dengan hati-
hati, jika mendorong bayi dengan keras kea rah payudara
bayi akan menolak menggerakan kepalanya atau melawan
tangan ibu.
4) Dengan lengan bawah dan tangan ibu menyangga bayi dan
bayi menggunakan tangan sebelahnya untuk memegang
payudara jika diperlukan.
Posisi berbiring miring ini baik untuk ibu yang oertama kali
menyusui atau ibu merasakan lelah atau nyeri. Ini biasanya
dilakukan pada ibu menyusui yang melahirkan melalui operasi
Caesar. Hal ini harus diperhatikan dengan posisi berabring
miring adalah pertahankan jalan nafas bayi agar tidak tertutup
oleh payudara ibu. Adapun cara menyusui dengan posisi
berbaring miring adalah:
1) Posisi dilakukan dengan posisi berbaring di tempat tidur.
53
2) Mintalah bantuan pasangan untuk meletakkan bantal
dibawah kepala dan dahu, serta diantara lutut. Hal ini akan
membuat punggung dan pinggung pada posisi yang lurus.
3) Muka ibu dan bayi berhadapan dan bantu menempelkan
mulut bayi ke putting susu.
4) Letakkan bantal kecil atau lipatan selimut di bawah kepala
bayi agar bayi tidak mengeangkan lehernya untuk
mencapai putting dan ibu tidak perlu membungkukkan
badan kea rah bayinya, sehingga bayi akan tidak
cepatlelah.
h. Posisi menyusui dengan kondisi khusus
Posisi-posisi yang dapat dilakukan untuk posisi menysusui
dengan kondisi khusu yaitu:
1) Posisi menyusui pasca operasi Caesar bisa menggunakan
dua posisi yaitu:
a. Posisi dengan berbaring miring
b. Posisi double footballatau mengepit
2) Posisi double footballatau mengepit sama dengan ibu yang
melahirkan melalui section caesaria, posisi football juga
tepat untuk bayi yang kembar, dimana kedua bayi disusui
bersamaan kiri dan kanan dengan cara:
a) Kedua tangan ibu memeluk masing-masing satu
kepala bayi, seperti memegang bola.
b) Letakkan tepat di bawah payudara ibu.
c) Membiarkan posisi kaki menjuntai keluar
d) Untuk memudahkan, kedua bayi diletakkan pada satu
bidan datar yang memiliki ketinggian kurang lebih
sepinggang ibu.
e) Dengan demikian, ibu cukup emmegang kepala kedua
bayi kembarnya saja
f) Cara lain adalah dengan meletakkan bantal diatas
pangkuan ibu.
54
3) Posisi menyusui dengan ASI berlimpah, biasanya
dilakukan untuk ibu yang memiliki ASI yang berlimpah
dan memancar secara penuh dan alirannya deras, posisi
mengurangi resiko tersedak pada bayi dengan cara ibu
tidur terlentang lurus ditempat tidur dan sementara bayi
diatas perut ibu dalam posisi berbaring lurus dengan
kepala menghadap ke payuadara ibu atau bayi dengan
posisi tengkurap diatas dada ibu, tangan ibu sedikit
menahan kepala bayi dengan posisi ini bayi tidak akan
tersedak
I. Postpartum blues
1. Definisi Postpartum Blues
55
Post partum blues merupakan kesedihan atau kemurungan setelah
melahirkan, biasanya hanya muncul sementara waktu, yakni sekitar dua
hari hingga dua minggu sejak kelahiran bayi. Tanda dan gejalanya
antara lain cemas tanpa sebab, menangis tanpa sebab, tidak sabar, tidak
percaya diri, sensitif atau mudah tersinggung, serta merasa kurang
menyayangi bayinya. Peningkatan dukungan mental atau dukungan
keluarga sangat di perlukan dalam mengatasi gangguan psikologis yang
berhubungan dengan masa nifas ini (Susilawati & Trisnawati, 2019).
Postpartum blues (PPB) sudah dikenal sejak lama yaitu ibu yang
mengalami kesedihan atau kemurungan setelah melahirkan, hal ini
disebabkan oleh perubahan hormon dalam tubuh seorang wanita selama
kehamilan, dan juga perasaan sedih yang berkaitan dengan bayinya
setelah melahirkan, sudah dikenal sejak 460 tahun sebelum Maschi,
oleh Hippocrates PPB atau sering juga disebut martenity blues atau
baby blues. Ini ditandai seperti gejala cemas tanpa sebab, menangis
tanpa sebab, tidak sabar, tidak percaya diri, mudah tersinggu, merasa
kurang menyanyangi bayinya (Marmi, 2012).
56
Faktor internal lainnya yang dapat mendukung terjadinya
postpartum blues adalah kondisi kesehatan ibu selama periode
perinatal, penyakit yang menyertai ibu sebelum dan sesudah
kehamilan dapat membuat ibu merasa takut, cemas dan penuh
ketegangan dan kekhawatiran sehingga dapat memicu peningkatan
hormon-hormon kortikosteroid. Perubahan hormon kortikosteroid
dapat memunculkan gejala perubahan denyut jantung, nadi, pusing
dan mudah lelah. Faktor psikologis dan kepribadian juga dapat
mempengaruhi terjadinya postpartum blues. Karakteristik ibu, kondisi
bayi dan dukungan suami merupakan faktor resiko terjadinya
postpartum blues (Mansyur dalam Dwi, dkk 2019).
3. Gejala Post Partum Blues
Gejala post partum blues menurut Desy (2018):
a. Reaksi depresi/sedih/disforia
b. Sering menangis
c. Mudah tersinggung
d. Cemas
e. Labilitas perasaan
f. Cenderung menyalahkan diri sendiri
g. Kelelahan
h. Gangguan tidur dan gangguan nafsu makan
i. Mudah sedih
j. Cepat marah
k. Mood mudah berubah, cepat menjadi sedih, dan cepat
pulamenjadi gembira.
l. Perasaan terjebak dan juga marah terhadap pasangannya, serta
bayinya
m. Perasaan bermasalah
n. Pelupa
57
relaksasi dari rangsang tubuh dan lingkungan. Reaksi tersebut seperti
mudah menangis, sedih, cemas, iritabilitas atau mudah tersinggung,
tidak nafsu makan, dan tidak dapat tidur pulas.
58
akan membantu memulihkan kondisi fisik dan mental ibu. Dalam
penelitian Kusumastuti (2019).
Depresi postpartum merupakan suatu keadaan dimana ibu
mengalami perasaan sedih yang diakibatkan oleh berbagai peristiwa
kehidupan yang bersifat stressor, seperti masalah perkawinan,
keuangan, pekerjaan, maupun dalam hal perawatan bayi Ambarwati
(2009). Upaya penanganan depresi postpartum massage terapi
Eflleurage (Fitelson, dkk., 2011). Eflleurage (menggosok) adalah
bentuk masase dengan menggunakan telapak tangan yang memberi
tekanan lembut ke atas permukaan tubuh dengan arah sirkular secara
berulang (Reeder, 2011). Teknik ini bertujuan untuk meningkatkan
sirkulasi darah, memberi tekanan, dan menghangatkan otot abdomen
serta meningkatkan relaksasi fisik dan psikologis ibu nifas.
J. Asuhan Holistic pada ibu nifas
Upaya yang dapat dilakukan untuk menurunkan intervensi dalam
pelayanan kebidanan adalah dilakukannya asuhan kebidanan holistik.
Asuhan holistik merupakan asuhan dengan menggunakan konsep
menyeluruh sehingga dapat mendeteksi dini serta mencegah kemungkinan
komplikasi yang akan terjadi dengan segera. (Setyowati A, 2019) Paradigma
pelayanan kesehatan termasuk pelayanan kebidanan tengah mengalami
pergeseran, perkembangan yang jelas terlihat adalah terjadinya kombinasi
pelayanan kebidanan yang bersifat holistik. Asuhan kebidanan holistik telah
menjadi bagian penting dari praktik kebidanan yang ada saat sekarang ini.
Asuhan holistik merupakan asuhan dengan menggunakan konsep
menyeluruh, yaitu keterpaduan antara jiwa dan raga dengan metode alamiah
yang ilmiah serta ilahiah dimana tubuh manusia merupakan keterpaduan
sistem yang sangat kompleks dan saling berinteraksi satu sama lainnya
dengan sangat kompak dan otomatis terganggunya satu fungsi/ elemen/
unsur tubuh manusia dapat mempengaruhi fungsi yang lainnya. (Uppal E,
Davies S, Knowles H, 2014)
59
Seorang bidan menganut filosofis yang mempunyai keyakinan di dalam
dirinya bahwa semua manusia adalah makhluk bio-psiko-sosio-kultural dan
spiritual yang unik merupakan satu kesatuan jasmani dan rohani yang utuh
dan tidak ada individu yang sama. Praktik kebidanan dilakukan dengan
menempatkan perempuan sebagai partner dengan pemahaman holistik
terhadap perempuan, sebagai satu kesatuan fisik, psikis, emosional, sosial,
budaya, spiritual serta pengalaman reproduksi. Pernyataan tersebut ada
dalam falsafah kebidanan yang menjadi panduan dalam menjalankan praktik
kebidanan yang termuat dalam Standar Profesi Bidan Indonesia. Profesi
bidan berperan dalam memberikan asuhan yang aman, bersifat holistik, dan
berpusat pada individu di segala batasan usia dan berbagai seting kehidupan.
(Sylvana F, 2018).
Pendekatan holistik merupakan pendekatan yang paling komprehensif
dalam pelayanan kesehatan, termasuk kebidanan. Dalam pendekatan ini,
seorang individu merupakan sebuah kesatuan yang terdiri dari dimensi fisik,
mental, emosional, sosio kultural dan spiritual, dan setiap bagiannya
memiliki hubungan dan ketergantungan satu sama lain. Untuk
mempertahankan seorang individu sebagai satu kesatuan, pemenuhan
kebutuhan spiritual merupakan salah satu aspek yang harus diperhatikan
disamping pemenuhan terhadap kebutuhan lain. (Sylvana F, 2018)
Kemajuan teknologi menyebabkan perubahan di semua sektor termasuk
dalam pelayanan kebidanan. Bidan sebagai ujung tombak dalam pemberian
pelayanan pada perempuan, bayi, balita dan orang tua serta perannya dalam
pemberdayaan masyarakat harus memiliki inovasi layanan baru pada praktik
mandiri yang diselenggarakannya untuk meningkatkan kualitas pelayanan
prima, sehingga perlu meningkatkan kemampuan dalam berinovasi
khususnya dalam memberikan asuhan kebidanan holistik. (Herdiani TN,
2020)
Metode terapi holistik yang bisa diterapkan dalam asuhan kebidanan
menurut Permenkes RI No.15 Tahun 2018 diantaranya intervensi tubuh dan
pikiran (hypnobirthing, hypnolaktasi, prenala yoga, dll), sistem pelayanan
60
pengobatan alternatif (akupresur, akupuntur, aromaterapi), cara
penyembuhan manual (pijat bayi, pijat oksitosin, pijat laktasi, dll),
pengobatan farmakologi & biologi (terapi herbal dalam praktik kebidanan),
diet dan nutrisi, dan lain sebagainya. (Permenkes RI, 2018)
1. Asuhan Holistic Care Kebidanan Nifas berdasarkan Kunjungan
Menurut Kementerian Kesehatan RI (2020), jadwal kunjungan
pada masa nifas dan asuhan yang harus diberikan yaitu sebagai berikut.
a. Kunjungan nifas pertama/KF1 (6 jam – 2 hari postpartum)
b. Pada kunjungan pertama, asuhan yang perlu dilakukan adalah
melakukan pencegahan perdarahan dan meberikan konseling
pencegahan akibat atonia uteri, mendeteksi dan perawatan penyebab
lain perdarahan serta melakukan rujukan jika diperlukan, pemberian
ASI awal, memberikan edukasi tentang cara mepererat hubungan ibu
dan bayi, menjaga bayi agar tetap sehat dan mencegah hipotermi
(Sari & Rimandini, 2014)
c. Kunjungan nifas kedua/KF2 (3 - 7 hari postpartum)
d. Pada kunjungan kedua, asuhan yang dilakukan meliputi memastikan
involusi uteri tetap berjalan normal, kontraksi uterus baik, TFU di
bawah umbilicus, dan tidak ada perdarahan yang abnormal, menilai
adanya infeksi dan demam, memastikan ibu dapat beristirahat
dengan baik, mengonsumsi nutrisi dan cairan yang cukup, dan dapat
menyusui bayinya dengan baik, serta memberikan konseling tentang
perawatan bayi baru lahir (Sari & Rimandini, 2014)
e. Kunjungan nifas ketiga/KF3 (8 hari – 28 hari postpartum)
f. Asuhan yang diberikan pada kunjungan ketiga sama dengan asuhan
yang diberikan pada kunjungan kedua
g. Kunjungan nifas keempat (29 hari – 42 hari postpartum)
h. Pada kunjungan keempat, asuhan yang diberikan adalah memberikan
konseling KB secara dini dan menanyakan hal-hal yang menyulitkan
ibu selama masa nifas (Sari & Rimandini, 2014).
2. Asuhan Holistic Ibu Nifas dengan Anemia Sedang
61
a. Menjelaskan kepada ibu tentang anemia masa nifas. Anemia
didefinisikan sebagai kadar hemoglobin kurang dari 10 gr/dl.
Anemia dalam masa nifas adalah lanjutan daripada anemia yang
diderita saat kehamilan. Pada saat persalinan dan pada awal masa
nifas, terjadi kehilangan darah yang menyebabkan jumlah
haemoglobin didalam tubuh menurun. Penyebab anemia lainnya
adalah kurang memadainya asupan makanan sumber Fe,
meningkatnya kebutuhan Fe saat menyusui (perubahan fisiologi),
dan kehilangan banyak darah.
b. Menjelaskan pada ibu mengenai komplikasi anemia pada masa nifas
yaitu terjadinya subinvolusi uterus (terhambatnya proses uterus
untuk kembali kekeadaan sebelum hamil) yang dapat menimbulkan
perdarahan postpartum, mudah terkena infeksi puerperium (infeksi
nifas), pengeluaran ASI yang tidak lancar, dan mudah terjadinya
infeksi mamae.
c. Menjelaskan maksud dan tujuan dilakukannya asuhan kebidanan
nifas pada ibu, yaitu untuk memantau kondisi kesehatan ibu dan
bayinya, mencegah terjadinya komplikasi akibat anemia nifas,
memperbaiki kadar Hb ibu, dan mengurangi keluhan kesehatan ibu
akibat anemia yang dialami.
d. Menjelaskan kepada ibu bahwa keluhan lemas dan pusing yang ibu
alami adalah salah satu gejala dari anemia. Hal ini dapat terjadi
karena kurangnya kadar haemoglobin pada sel darah merah, yang
dibutuhkan untuk menjaga pasokan oksigen keseluruh jaringan
tubuh. Sel-sel yang tidak mendapatkan pasokan oksigen dengan
optimal akan membuat tubuh kekurangan energy. Pada akhirnya,
tubuh akan terasa lemas dan mudah lelah, sehingga tidak dapat
menjalani aktifitas sehari-hari dengan optimal
e. Menjelaskan kepada ibu mengenai kebutuhan nutrisi untuk
menanggulangi anemia. Meningkatkan konsumsi makanan yang
banyak mengandung zat besi, terutama sumber hewani yang mudah
62
diserap seperti hati, ikan, dan daging. Meningkatkan konsumsi
makanan yang banyak mengandung vitamin C dan vitamin A seperti
brokoli, bayam, wortel, jambu biji, dan jeruk. Vitamin C dan vitamin
A dapat membantu penyerapan besi dan membantu proses
pembentukan Hb dalam darah
f. Menganjurkan untuk mengkonsumsi tablet Fe (tiap kapsul
mengandung Ferrous Gluconate 250 mg, Manganese Sulfate 0,2 mg,
Copper Sulfate 0,2 mg, Vitamin C 50 mg, Folic Acid 1 mg, Vitamin
B12 7,5 mcg) dengan frekuensi 2x60 mg sehari
3. Asuhan Holistic Ibu Nifas dengan Bendungan Asi
a. Menganjurkan ibu menyusui secara on demand .
b. Keluarkan asi dengan tangan atau pompa bila produksi melebihi
kebutuhan bayi.
c. Mengajarkan ibu melakukan perawatan payudara pasca persalinan
(masa nifas) menurut Depkes, RI (2013), adalah dengan tangan yang
sudah dilicinkan dengan minyak (Baby oil) lakukan pengurutan 3
macam cara:
1) Tempatkan kedua telapak tangan diantara ke 2 payudara
kemudian urut ke atas, terus ke samping, ke bawah dan melintang
hingga tangan menyangga payudara, kemudian lepaskan tangan
dari payudara.
2) Telapak tangan kiri menopang payudara kiri dan jari– jari tangan
saling dirapatkan, kemudian sisi kelingking tangan kanan
mengurut payudara dari pangkal ke arah puting, demikian pula
payudara kanan.
3) Telapak tangan menopang payudara pada cara ke -2 kemudian jari
tangan kanan dikepalkan kemudian buku jari tangan kanan
mengurut dari pangkal ke arah puting.
4) Hindari tekanan local pada payudara (Wiknjosastro, 2012).
5) Pijat oketani
6) Kompres daun kol dingin
63
BAB III
SEKENARIO KASUS DAN MIND MAP
64
1. Identifikasi istilah yang belum diketahui! Tidak ada
2. Tentukan identifikasi data dasar dan masalah berdasarkan kasus tersebut!
a. Data dasar
1) Perempuan 35 tahun
2) PMB
3) Melahirkan 1 minggu lalu
4) Riwayat keguguran, P3A1
b. Masalah
1) Pusing
2) Mules saat menyusui
3) Sakit pada payudara
4) Bayi sering rewel karena tidak kenyang dengan ASI
5) Ibu terkadang murung bahkan menangis tiba-tiba
6) Anak pertama cemburu dengan kehadiran adiknya
3. Apa saja informasi yang masih dibutuhkan untuk penyelesaian masalah
pada kasus tersebut?
a. Anamnesa lanjutan
1) Riwayat obstetri : Riwayat kehamilan,
2) Dukungan keluarga
3) Pola nutrisi, pola istirahat, pola aktivitas
4) Pantangan makanan dan kepercayaan
5) Cara ibu menyusui
65
b. Pemeriksaan fisik
1) Pemeriksaan TTV
2) Pemeriksaan mata
3) Pemeriksaan payudara
4) Pemeriksaan abdomen
5) Pemeriksaan ekstremitas
6) Pemeriksaan genetalia
c. Pemeriksaan penunjang
1) Pemeriksaan Hb
4. Bagaimana penjelasan secara ilmiah terkait dengan identifikasi masalah
yang ditemukan berdasarkan scenario kasus tersebut?
a. Ketidaknyaman pada ibu nifas
b. Pengaruh hormone oksitosin dalam proses menyusui
c. Adanya peningkatan hormone prolactin
d. Sakit payudara karena kurang adanya pelekatan yang baik
e. Ibu murung dan menangis tiba-tiba karena kurangnya dukungan dari
keluarga
f. Sibling rivalry karena jarak kehamilan
g. Ada pengaruh postpartum blues pada ibu karena sering murung dan
menangis tiba-tiba
5. Pemeriksaan apa yang dibutuhkan untuk menegakkan diagnose
berdasarkan kasus tersebut?
a. Pemeriksaan fisik
b. Pemeriksaan penunjang : Hb
c. Pemeriksaan psikologis SCQ
66
1. Identifikasi istilah yang belum diketahui! Tidak ada
2. Tentukan identifikasi masalah berdasarkan kasus tersebut?
a) Manual plasenta karena tidak lahir normal (retensio plasenta)
b) Episiotomy
c) Pola istirahat 3-4 jam
d) Pantangan makanan : menghindari telur dan ikan
e) TTV tidak normal: Tensi: 90/70 mmHg, S: 38 ℃
f) Konjungtiva pucat
g) Kedua payudara bengkak, teraba keras dan sakit saat palpasi
h) Putting susu lecet
i) IMT underweight
j) Hb: 9,3 g/dl
3. Diagnosis apakah yang bias ditegakkan berdasarkan data-data pada
kasus tersebut!
P3A1 postpartum 1 minggu dengan anemia sedang
Masalah: bendungan ASI
67
Anemia sedang: 8 – 10,9 g/dl (WHO, 2011)
4. Bagaimana penjelasan ilmiah terkait dengan identifikasi masalah yang
ditemukan berdasarkan kedua scenario kasus tersebut? Kaji berdasarkan
hipotesis yang sudah dibuat?
a) Anemia pada ibu nifas
b) Bendungan ASI disebabkan posisi menyusui, cara menyusui dan
adanya peningkatan tekanan di dalam ductus atau saluran ASI
c) Anemia dikarenakan manual plasenta dan episotomi
d) Pengaruh pola istirahat terhadap anemia
e) Putting lecet dikarena perlekatan saat menyusui
f) Pengaruh pola nutrisi terhadap anemia dan IMT underweight
g) Pengaruh dukungan keluarga terhadap psikologis ibu
5. Asuhan kebidanan apa saja yang diberikan berdasarkan kasus tersebut?
Kaji berdasarkan hasil penegakan diagnose, masalah dan kebutuhan ibu
berdasarkan kasus tersebut?
a) Memberitahu hasil pemeriksaan dan penyebab masalah
b) Memberikan tablet tambah darah 2x1
c) Memberikan KIE mengenai Pola nutrisi
d) Memberikan KIE mengenai Gizi seimbang dan PHBS
e) Melakukan penimbangan badan
f) Memberikan KIE cara menyusui
g) Melakukan perawatan payudara
h) Memberikan KIE mengenai pola istirahat
i) Memberikan dukungan psikologis baik suami, keluarga, tenaga
medis
j) Menjadwalkan ibu untuk kunjungan ulang 2 minggu kedepan
k) Mendokumentasikan tindakan
6. LO
a) Anemia pada ibu nifas
b) Bendungan ASI
c) Pola Nutrisi dan multivitamin pada ibu nifas
68
d) Pola istirahat pada ibu nifas
e) Adaptasi atau perubahan psikologis pada ibu nifas
f) Adaptadi fisiologis pada ibu nifas
g) Postpartum Blues
h) Perawatan Payudara
i) Personal Hygiene pada ibu nifas
j) Cara menyusui yang baik dan benar
k) Pola aktivitas pada ibu nifas
l) Asuhan Holistic pada ibu nifas
69
1
DAFTAR PUSTAKA
Astutik, Y. R. 2015. Buku Ajar Asuhan Kebidanan Masa Nifas dan Menyusui.
Jakarta: Trans Info Media Cunningham M. 2015. Williams Obstetrics. New
York: McGraw Hil
Astuti, Dwi. Indana. Rahayu, Erna. (2019). Hubungan Dukungan Sosial dan
Kondisi Bayi dengan Kejadian Post Partum Blues Pada Ibu Nifas di Rumah
Sakit Permata Bunda Purwodadi. Jurnal Urecol. Universitas
Muhammadiyah Purworejo
1
Hisano M, Suzuki R, SagoH, Murashima A, Yamaguchi K. Vitamin B6
deficiency and anemia in pregnancy. Eur J Clin Nutr. 2010;64(2):221–3. 16.
Nurul Azizah, N. A. (2019). Buku Ajar Mata Kuliah Asuhan Kebidanan Nifas
dan Menyusui. In Buku Ajar Mata Kuliah Asuhan Kebidanan Nifas dan
Menyusui. https://doi.org/10.21070/2019/978-602-5914-78-2
Nugroho, Nurrezki, Desi Warnaliza, Wilis. 2014. Buku Ajar Asuhan Kebidanan
I. Yogyakarta : Nuha Medika
Pallister CJ, Watson MS. Haematology. 2ed ed. United Kingdom: Scion; 2011.
Pinho-Pompeu M, Surita FG, Pastore DA, Paulino DSM, Pinto e Silva JL.
Anemia in pregnant adolescents: impact of treatment on perinatal outcomes.
J Matern Neonatal Med. 2017;30(10):1158–62
Proverawati, A., & Wati, E. K. 2011. Ilmu Gizi untuk keperawatan dan Gizi
kesehatan.Yogyakarta: Nuha Medika.
2
DI RSUD Dr. Soedirman Kebumen. Jurnal Urecol. STIKES
Muhammadiyah Gombong