Anda di halaman 1dari 13

Melirik Potensi Wisata Lomba Dayung Perahu Naga dan Bidar

Kompasiana.com

Regu Dayung Perahu Naga peserta lomba berpacu menuju garis finish. Sumber: Koleksi Pribadi

Indonesia memiliki banyak sungai. Namun, sungai tersebut kurang dikenal sebagai obyek wisata
terutama pada tingkat internasional dibanding dengan sungai di Eropa, bahkan Asia Tenggara,
seperti Chaw Pra Ya di Thailand dan Sungai Sarawak di Malaysia (Sarawak Menata Sungai).
Alih-alih menjadi sumber penghasilan sebagai tujuan wisata, masih banyak sungai di Indonesia
yang kurang terurus dan banyak sampah seperti sungai di Kota Singkawang ini (Di sini). Padahal
sungai adalah bagian dari kehidupan yang tak terpisahkan dari sebagian besar penduduk
Indonesia.

Di beberapa daerah, sungai sudah lama dikenal sebagai pusat kemeriahan dengan
dilaksanakannya lomba dayung, khususnya antar penduduk lokal. Hal ini bisa dilihat dari lomba
dayung perahu tradisional di Sungai Musi di Sumatera Selatan (Di sini) dan Sungai Sambas dan
Mempawah di Kalimantan Barat.

Bagi penduduk yang tinggal di sekitar sungai, renang dan dayung sudah dikenal sejak anak-anak.
Di beberapa daerah bahkan penduduk menggunakan sampan untuk jarak dekat seperti ke pasar
atau mengunjungi tetangga.

Sungai menjadi pelabuhan dan alat transportasi yang penting untuk mencapai daerah pedalaman.
Tidak heran ketika kemarau panjang, kapal yang mengangkut keperluan pokok tidak dapat
berlayar, baik karena sungai yang dangkal maupun kabut asap. Hal tersebut menyebabkan harga
di pedalaman menjadi semakin mahal.

Sungai juga tempat sebagian penduduk menggantungkan nafkah. Penduduk bahkan membuat
keramba di sungai untuk budi daya ikan. Air sungai menjadi sumber air minum dan mandi
sampai tempat buang hajat.
Kehidupan yang terkait dengan sungai sangat dinamis. Sungai yang dikelola dengan serius dan
profesional mendatangkan lebih banyak manfaat. Sangat disayangkan, sungai di Indonesia belum
dapat mencapai tahapan pembangunan tersebut.

Indonesia tertinggal dibandingkan dengan negara lain terutama dalam mengemas sungai sebagai
obyek wisata dan menjadikan dayung sebagai olahraga bergengsi. Indonesia hanya mengirim dua
pendayung pada olimpiade 2016 di Brazil, yaitu La Memo dari Kabupaten Seram Bagian Barat,
Maluku dan Dewi Yuliawati dari Tangerang ( Di sini ). Walau sudah mampu menjadi peserta
Olimpiade 2016 dengan mengalahkan beberapa negara, mereka berdua belum berhasil
memperoleh medali. Juara dayung pada Olimpiade 2016 adalah dari Kuba, Australia dan
Norwegia.

Salah satu provinsi yang memiliki banyak sungai adalah Kalimantan Barat. Sungai Kapuas
merupakan sungai terpanjang di Indonesia dengan panjang sekitar 1.143 Kilometer (Di sini)
yang melintasi Kota Pontianak dan beberapa kabupaten. Mengingat potensi tersebut, rektor
Universitas Tanjungpura (Untan), Prof. Dr. Thamrin Usman menjadikan lomba dayung sebagai
bagian dari kegiatan Dies Natalis Untan yang jatuh setiap bulan Mei sejak 2012 dengan nama
Dragon Boat and Bidar Race.

Dilihat dari nama Dragon Boat and Bidar Race, jenis perahu yang digunakan terdiri dari perahu
yang berasal dari Negara Tiongkok (Dragon Boat, Duan Wu Jie-Bahasa Mandarin- atau Perahu
Naga) dan perahu tradisional Indonesia (Bidar/sampan). Beda dengan Bidar, Perahu Naga
berukuran panjang dan ramping, berkepala naga dan memiliki genderang yang ditabuh ketika
didayung.

Spanduk di Taman Alun Kapuas. Sumber: Koleksi Pribadi


Perahu Naga dan Bidar di Sungai Kapuas. Sumber: Dr. Rini Sulistyawati, Wakil Rektor 2 Untan

Bidar/Sampan. Sumber: Dr. Rini Sulistyawati, Wakil Rektor 2 Untan.

Festival perahu naga di Tiongkok sudah berumur lebih dari 2000 tahun dan dilaksanakan setiap
tanggal 5 bulan 5 kalender Lunar. Lomba perahu naga pertama kali dilaksanakan di Yueyang
Tiongkok pada 1995. Lomba perahu naga tidak hanya diselenggarakan di negara asalnya tetapi
juga di negara baik yang banyak dihuni penduduk keturunan Tionghoa maupun yang tidak
seperti Eropa (Sejarah Perahu Naga, Sejarah Perahu Naga).

Beberapa organisasi perahu naga pada tingkat internasional adalah International Dragon Boat
Federation (IDBF), ASEAN Dragon Boat Federation (ADBF) dan European Dragon Boat
Federation (EDBF) (Sejarah Perahu Naga, Sejarah Perahu Naga). Pada beberapa negara seperti
Singapura, lomba perahu naga sudah menjadi obyek wisata dunia dan menarik banyak
wisatawan asing (Perahu Naga Di Singapura).

Tradisi perahu naga di Tiongkok dilakukan untuk mengenang Qu Yuan (340-278 SM). Qu Yan
adalah seorang menteri yang jujur dan setia pada zaman Kerajaan Chu, yang dipecat karena
intrik politik. Beliau kemudian menjadi penyair yang terkenal di Tiongkok. Kerajaan Chu
akhirnya kalah perang akibat perilaku pejabat lainnya. Sebagai bentuk protes, Qu Yan akhirnya
bunuh diri dengan terjun ke Sungai Miluo di Provinsi Hunan.

Rakyat yang sangat mencintai mantan menteri tersebut mencari jasadnya dengan menggunakan
perahu. Agar jasad Qu Yan tidak dimakan ikan, genderang pun dibunyikan dan nasi ketan
berbentuk segitiga yang dibungkus daun pandan yang dikenal dengan bak cang dilempar ke
sungai. Dalam perkembangan selanjutnya, perahu naga digunakan untuk mengalahkan naga di
sungai dan berkembang menjadi olahraga pada zaman Dinasti Han (Sejarah Perahu Naga,
Sejarah Perahu Naga).

Penduduk keturunan Tionghoa yang banyak di Kalimantan Barat, demikian juga sungai, tepat
untuk mengembangkan lomba perahu naga di Pontianak. Sampai saat ini, lomba perahu naga dan
bidar masih bersifat lokal. Peserta tidak hanya berasal dari Kota Pontianak tetapi juga daerah
lainnya di Kalimantan Barat seperti Kabupaten Sambas, Landak dan Kubu Raya.

Regu Kabupaten Sambas bersiap menuju perahu. Sumber: Koleksi Pribadi

Regu Kabupaten Sambas sedang beristirahat. Sumber: Koleksi Pribadi


Regu Kabupaten Landak bersiap menuju perahu. Sumber: Koleksi Pribadi

Regu dayung menuju tempat istirahat setelah menyelesaikan lomba. Sumber: Koleksi Pribadi

Walau sudah lima kali dilaksanakan sejak 2012, lomba dayung masih kurang juga gaungnya.
Pada peresmian lomba dayung 13 Mei 2017 Walikota Kota Pontianak, Sutarmidji menyatakan
akan menjadikan lomba tersebut sebagai agenda wisata nasional. Jumlah peserta tahun ini cukup
banyak, yaitu 48 regu.

Terdapat 4 kategori lomba, yaitu Sampan Bidar 8 pendayung (20 regu), Perahu Naga dengan 22
anggota (11 regu), dan 12 anggota (14 regu) yang masing-masing terdiri dari satu penabuh
genderang dan satu penunjuk arah, sedangkan lainnya adalah pendayung serta Perahu Naga
dengan 22 anggota untuk Eksibisi yang diikuti 3 regu. Jarak yang ditempuh oleh peserta lomba
dari 500 sampai dengan 1.000 meter (Sumber: Panitia Pelaksana Dragon Boat and Bidar Race
Untan).
Rektor Untan, Prof. Dr. Thamrin Usman (Gambar Kiri) dan Walikota Pontianak Sutarmidji
(Gambar Kanan), dalam acara pembukaan Dragon Boat and Bidar Race 2017. Sumber: Dr. Rini
Sulistyawati, Wakil Rektor 2 Untan.

Terjun payung dalam rangka Acara Pembukaan lomba dayung. Sumber: Dr. Rini Sulistyawati,
Wakil Rektor 2 Untan.
Wakil Rektor 2 Untan (kerudung warna jingga kedua dari kanan) bersama beberapa tamu dan
panitia pada Acara Pembukaan. Sumber: Dr. Rini Sulistyawati, Wakil Rektor 2 Untan.

Salah satu regu peserta lomba adalah Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM) Dayung Untan. UKM ini
didirikan pada 2013 dengan tujuan mengembangkan kegiatan dayung dan cinta pada lautan
melalui cinta lingkungan hidup, peningkatan mutu pendayung dan olahraga dayung dan wisata
air. Pada awalnya UKM Dayung dimotori oleh Program Studi Ilmu Keolahragaan Untan
Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan. Anggota UKM Dayung saat ini sudah berasal dari
berbagai fakultas di lingkungan Untan baik putra maupun putri.

Menurut Ketua UKM Dayung UNTAN, Arif Dwi Wibowo, beberapa kejuaraan berhasil mereka
raih antara lain juara umum tingkat Internasional antar perguruan tinggi se-Borneo yang
dilaksanakan di Universiti Malaysia Sarawak pada 2015. Pada April 2017, UKM Dayung
UNTAN juga berhasil menjadi juara Seguni Dragon Boat Race yang dilaksanakan oleh
Universitas Hang Tuah Surabaya.

Pada Dies Natalis UNTAN pada 2017, regu ini menjuarai Eksibisi dengan mengalahkan regu
dayung Polda Kalbar dan Satpol PP Kota Pontianak. Anggota UKM Dayung UNTAN memiliki
beberapa perahu naga dan kayak serta kano yang rutin digunakan untuk berlatih tiga kali dalam
seminggu.
Regu UKM Dayung Untan bersiap menuju perahu. Sumber: Koleksi Pribadi

Regu campuran putera puteri UKM Dayung Untan. Sumber: Koleksi Pribadi

Pendayung putri Regu UKM Dayung Untan bersama penulis. Sumber: Koleksi Pribadi
Untuk memeriahkan suasana, Panitia Pelaksana menyediakan Tanjidor yang didatangkan dari
Kabupaten Sambas. Tanjidor tersebut dimainkan ketika peserta sudah mendekati garis
finish yang membuat suasana semakin meriah.

Tanjidor Kijang Berantai dari Kabupaten Sambas sedang beristirahat. Sumber: Koleksi Pribadi

Pelaksanaan Lomba Perahu Naga dan Bidar dipusatkan di Taman Alun Kapuas, Pontianak.
Dengan kondisi taman yang belum lama direnovasi, harusnya lomba tahun ini mampu menarik
banyak jumlah pengunjung. Beberapa pengunjung yang diwawancarai mengatakan bahwa
mereka pergi ke Taman Alun Kapuas karena ada kawan atau keluarga yang ikut bertanding atau
berkunjung ke taman tanpa mengetahui ada lomba dayung sebelumnya.

Penonton yang tidak terlalu ramai. Sumber: Koleksi Pribadi


Taman Alun Kapuas, Pontianak. Sumber: Koleksi Pribadi

Pepohonan rindang di Taman Alun Kapuas. Sumber: Koleksi Pribadi

Miniatur Tugu Khatulistiwa di Taman Alun Kapuas. Sumber: Koleksi Pribadi


Penonton di kapal wisata Sungai Kapuas. Sumber: Koleksi Pribadi

Lomba Dayung Perahu Naga dan Bidar yang diselenggarakan Untan sesungguhnya sangat
berpotensi untuk menjadi agenda wisata bukan hanya nasional tetapi juga internasional. Untuk
itu diperlukan promosi terutama melalui media daring (online) jauh hari sebelum hari
pelaksanaan. Mengingat Perahu Naga berasal dari Tiongkok, perlu lebih banyak melibatkan
Yayasan Tionghoa.

Agar acara lebih meriah, lomba dayung dirangkaikan dengan parade kapal hias baik untuk
perahu naga maupun bidar serta pameran kuliner tradisional Melayu dan Tionghoa halal. Jika
negara tetangga Singapura mampu menarik wisatawan dengan festival perahu naga, Kalimantan
Barat harusnya juga mampu karena memiliki banyak sungai dan pendayung bukan hanya untuk
perahu naga tetapi juga bidar.

Lokasi Taman Alun Kapuas memang sangat strategis karena terletak di pusat kota. Namun,
karena letaknya berdampingan dengan pelabuhan Kota Pontianak, lalu lintas kapal besar bisa
mengganggu kegiatan lomba. Untuk kelancaran lomba, lokasi lomba perlu dialihkan ke tempat
yang agak sepi lalu lintas sungainya kecuali Pelabuhan Pontianak sudah dialihkan ke lokasi lain
yang lebih luas karena lokasi yang sekarang sudah cukup padat. Untuk kenyamanan, perilaku
pengunjung terhadap kebersihan mau tidak mau harus diperbaiki. Perlu kerja cerdas untuk
mewujudkan itu semua.
Sampah berserakan di Taman Alun Kapuas pada saat lomba. Sumber: Koleksi Pribadi

Perahu tradisional yang tetap mencari penumpang pada saat lomba. Sumber: Koleksi Pribadi

Kapal di Pelabuhan Pontianak dekat arena lomba. Sumber: Dr. Rini Sulistyawati, Wakil Rektor 2
Untan.
Ferry yang menghubungkan antara Pontianak Kota dan Pontianak Utara yang dekat arena lomba.
Sumber: Koleksi Pribadi

Anda mungkin juga menyukai