Anda di halaman 1dari 29

library.uns.ac.

id 57
digilib.uns.ac.id

BAB III
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Penelitian
1. Pengaturan eksisting Currency Board System di Indonesia
Saat ini Indonesia belum pernah menerapkan sistem ini namun
Indonesia pernah mempertimbangkan untuk mengadopsi Currency
Board System dan mengapa kemudian memutuskan untuk tidak
membentuknya. Akan di jelaskan pertimbangan Currency Board
System di Indonesia
a. Tarik Ulur Penerapan Currency Board System di Indonesia
Era Presiden Soeharto
Pemerintah Indonesia pernah mempertimbangkan untuk
mengadopsi Currency Board System selama krisis ekonomi.
Alasan utama di balik pertimbangan ini adalah untuk
menemukan solusi cepat atas krisis tersebut. Currency
Board System dianggap sebagai tindakan perbaikan untuk
melawan serangan spekulatif nilai tukar. Karena Presiden
Soeharto beranggapan bahwa krisis hanyalah masalah nilai
tukar, ia mempertimbangkan untuk membentuk Currency
Board System guna menstabilkan nilai tukar. Dengan nilai
tukar yang stabil, tingkat inflasi dapat diturunkan menjadi
satu digit dan kemudian perekonomian mungkin mulai
tumbuh. Keyakinan ini seakan mengabaikan fakta bahwa
krisis ekonomi di Indonesia bukan hanya masalah nilai
tukar. Krisis tersebut melibatkan permasalahan ekonomi
yang lebih kompleks, baik di sektor keuangan maupun
sektor riil. Di awal resesi, Satu-satunya masalah memang
ketidakstabilan rupiah karena aksi spekulatif. Yang ada
hanya sektor keuangan yang mengalami krisis. Namun
karena lemahnyacommit to userperekonomian Indonesia,
fundamental
library.uns.ac.id 58
digilib.uns.ac.id

krisis keuangan kemudian berdampak pada sektor riil.


Pelarian modal yang sangat besar ini diakibatkan oleh
hilangnya kepercayaan investor yang ekstrem terhadap
perekonomian Indonesia, yang menyebabkan sektor riil
ambruk
Saat krisis finansial, nilai tukar memang sangat jatuh
segera. Pada tanggal 1 Juli 1997, tepat sebelum Thailand
mendevaluasi baht, rupiah berada pada 2.431 per dolar.
Rupiah kemudian mulai terdepresiasi, pertama pada tingkat
yang moderat, kemudian pada Januari 1998, turun drastis
dan mencapai titik terendah 17.000 per dolar. Pada akhir
Januari 1998, nilai tukar lebih dari 12.000 per dolar. Para
pendukung rezim nilai tukar tetap beralasan bahwa jatuhnya
rupiah karena bank sentral Indonesia (Bank Indonesia) tidak
lagi menjaga stabilitas nilai tukar dalam dolar AS. Di bawah
nilai tukar mengambang, tidak ada yang dapat mencegah
rupiah jatuh menjadi 15.000 atau 20.000 per dolar karena
hilangnya kepercayaan terhadap rupiah menjadi kepanikan
yang besar. Namun, penentang rezim nilai tukar tetap
berpendapat bahwa mematok nilai rupiah pada nilai tertentu
per dolar pada saat itu juga bukan solusi yang baik. Bank
Indonesia kehabisan cadangan devisa untuk
mempertahankan suku bunga tetap. Untuk menambah
cadangan devisa, Bank Indonesia meminjam dari IMF dan
negara lain yang memberikan pinjaman bilateral.
Akibatnya, utang luar negeri meningkat tajam. Penyelesaian
masalah nilai tukar dengan menggunakan nilai tukar yang
dipatok menghasilkan masalah baru, hutang luar negeri
pemerintah. (Suyanto, 2004:44)
Mematok rupiah pada nilai tertentu terhadap dolar AS
saat terjadi arus commit to useryang besar adalah mustahil.
keluar modal
library.uns.ac.id 59
digilib.uns.ac.id

Dengan membiarkan modal mengalir bebas, Bank


Indonesia tidak dapat memiliki independensi dalam
kebijakan moneter. Arus modal yang besar mempengaruhi
kebijakan moneter dan karenanya menimbulkan masalah
bagi pengelolaan ekonomi makro.(Suyanto, 2004:41)
Secara historis, depresiasi rupiah adalah cerita yang
familiar. Dalam hal dolar AS, nilai rupiah kurang dari
sepersejuta nilai aslinya pada tahun 1949. Pada November
1949, nilai tukar rupiah lama adalah 3,80 rupiah per dolar
atau 0,00380 rupiah saat ini per dolar. Bank Indonesia
mengganti rupiah lama dengan rupiah saat ini pada bulan
Desember 1965 dengan satu rupiah saat ini setara dengan
seribu rupiah lama. Tujuan penggantian itu untuk
membiayai defisit besar dalam anggaran pemerintah dan
membayar utang luar negeri. Pada tahun 1970, nilai rupiah
saat ini turun menjadi 378 per dolar. Pencetakan uang untuk
membiayai anggaran pemerintah adalah alasan utama
depresiasi rupiah hingga akhir 1980-an. Setelah itu,
depresiasi terus berlanjut tetapi hanya pada tingkat yang
rendah hingga tahun 1997. Ketika Bank Indonesia
mengambangkan rupiah pada akhir 1997, nilainya terasa
secara dramatis menjadi lebih dari 12.000 per dolar. Untuk
mencegah rupiah jatuh lebih jauh, Bank Indonesia turun
tangan di pasar uang, dan berusaha mempertahankan nilai
rupiah tidak lebih dari 10.000 per dolar masalah depresiasi
rupiah yang berkepanjangan mencerminkan kurangnya
kredibilitas bank sentral. Untuk mengatasi hal tersebut,
perlunya reformasi fundamental dengan melakukan
perubahan pada bank sentral. Ia menilai, sebaiknya Bank
Indonesia diganti dengan Currency Board System. Currency
commit
Board System ala Hong to usermungkin bisa membantu
Kong
library.uns.ac.id 60
digilib.uns.ac.id

untuk memperbaiki kerusakan yang diakibatkan oleh


depresiasi rupiah. Usul itu dipikirkan oleh Presiden
Soeharto pada awal 1998. Karena itu, ia menginstruksikan
sekelompok kecil pejabat Bank Indonesia dan Kementerian
Keuangan untuk menyusun rancangan undang-undang baru
untuk pelaksanaan Currency Board System. Tindakan
tersebut kemudian mengundang perdebatan sengit tentang
keuntungan dan kerugian mengadopsi Currency Board
System bagi Indonesia. Namun Currency Board System
gagal dibentuk di Indonesia setelah pemerintah dan direksi
Bank Indonesia memutuskan bahwa biaya penerapan
Currency Board System lebih besar daripada
keuntungannya.(Suyanto, 2004:42)
2. Problematik Hukum Penerapan Currency Board System
Jika Currency Board System di terapkan akan terdapat beberapa
problematik dikarenakan Indonesia belum pernah menerapkan sistem
tersebut. Ada beberapa hal yang akan di bahas tentang kendala yang
ada jika Currency Board System di terapkan.
a. Problematik Terhadap Regulasi Nilai Tukar Rupiah
Pemilihan sistem nilai tukar sangat memengaruhi
efektivitas kebijakan moneter. Dalam kondisi suatu negara
menerapkan sistem nilai tukar tetap, apabila terjadi aliran dana
luar negeri masuk/keluar, maka hal tersebut berpengaruh
langsung terhadap jumlah uang beredar di dalam negeri dan
sebagai akibatnya berpengaruh terhadap efektivitas kebijakan
moneter dalam memengaruhi kegiatan ekonomi dan inflasi.
Karena itu, sistem nilai tukar tetap biasanya disertai dengan
penerapan sistem devisa terkontrol, karena mobilitas aliran
dana dari dan ke luar negeri cenderung berkurang sehingga
dapat mendukung pelaksanaan kebijakan moneter yang lebih
efektif. commit to user
library.uns.ac.id 61
digilib.uns.ac.id

Kondisi sebaliknya terjadi untuk sistem nilai tukar


mengambang dan sistem devisa bebas, ketika aliran dana luar
negeri yang lebih bebas dapat diserap melalui pergerakan nilai
tukar yang mengambang sesuai mekanisme pasar, sehingga
kebijakan moneter dapat lebih independen diarahkan pada
pencapaian sasaran pertumbuhan ekonomi dan inflasi di dalam
negeri. Dalam konteks Indonesia, sistem dan kebijakan nilai
tukar dan devisa yang dianut, selain ditujukan untuk
mendukung kesinambungan pelaksanaan pembangunan
ekonomi, juga diarahkan guna mendukung efektivitas
pelaksanaan kebijakan moneter. Sesuai dengan amanat
Undang-Undang No.23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia
yang diubah dengan Undang-Undang No. 3 Tahun 2004
Tentang Perubahan Atas Undang-Undang No 23 Tahun 1999
Tentang Bank Indonesia jo Undang-Undang No 6 Tahun 2009
Tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-
Undang Nomor 2 Tahun 2008 Tentang Perubahan Kedua Atas
Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1999 Tentang Bank
Indonesia Menjadi Undang-Undang (untuk selanjutnya
disebut Undang-Undang Bank Indonesia), maka Bank
Indonesia (Bank Indonesia) melaksanakan kebijakan nilai
tukar berdasarkan sistem nilai tukar yang telah ditetapkan.
undang-undang dimaksud juga memberikan kewenangan bagi
Bank Indonesia untuk mengelola cadangan devisa serta
menerima pinjaman luar negeri dalam rangka pengelolaan
cadangan devisa.(Syarifuddin, 2015:78)

Pengaturan lebih lanjut mengenai sistem nilai tukar dan


lalu lintas devisa dimuat dalam Undang-Undang No.24 Tahun
1999 tentang Lalu Lintas Devisa dan Sistem Nilai Tukar.
Undang-Undang ini menegaskan sistem devisa yang dianut di
commit to user
Indonesia adalah sistem devisa bebas, sementara sistem nilai
library.uns.ac.id 62
digilib.uns.ac.id

tukar ditetapkan oleh Pemerintah setelah mempertimbangkan


rekomendasi dari Bank Indonesia.

Dengan demikian, dalam hal pengelolaan nilai tukar dan


devisa, Bank Indonesia menjalankan wewenangnya dengan
berdasarkan pada Undang-Undang Bank Indonesia. Beberapa
hal penting yang terkandung dalam undang-undang tersebut
adalah:(Syarifuddin, 2015:79)

1). Tujuan kebijakan moneter adalah mencapai dan


memelihara kestabilan nilai rupiah, utamanya inflasi.
2). Bank Indonesia memiliki independensi dalam cara
mencapai inflasi (instrumen moneter), dan kelembagaan
(tidak ada campur tangan, intervensi dan anggaran).
Sementara sasaran inflasi ditetapkan oleh pemerintah
bekerja sama dengan Bank Indonesia.
3). Penguatan kerangka kebijakan melalui prinsip-prinsip
akuntabilitas dan transparansi.

4). Undang-Undang No. 24 Tahun 1999 Tentang Lalu


Lintas Devisa dan Sistem Nilai Tukar memberikan
landasan sistem nilai tukar (mengambang) dan lalu lintas
devisa (bebas) di Indonesia.
5). Tujuan kebijakan nilai tukar dan devisa.

6). Mendukung kesinambungan pelaksanaan pembangunan.

7). Mendukung efektivitas pelaksanaan kebijakan moneter.

Kewenangan Bank Indonesia atas cadangan devisa mencakup


beberapa hal seperti berikut: (Syarifuddin, 2015:79)

1). Pengelolaan cadangan devisa,

2). Pengembangan pasar valuta asing, dan

3). Pengelolaan nilai tukar.


commit to user
library.uns.ac.id 63
digilib.uns.ac.id

Semakin terintegrasinya perekonomian domestik dengan


perekonomian global serta derasnya aliran masuk modal asing
meningkatkan kompleksitas manajemen makroekonomi,
khususnya kebijakan moneter dan nilai tukar. Penguatan
pengelolaan dinamika arus modal dan nilai tukar dilakukan
dengan beberapa prinsip dasar sebagai berikut: (Syarifuddin,
2015:3)

Pertama, koordinasi penerapan bauran instrumen kebijakan


menjadi bagian strategi yang penting dalam menerapkan
possible trinity yang optimal.

Kedua, di sisi aliran modal, dengan tetap menganut rezim devisa


bebas, langkah-langkah makroprudensial di bidang arus modal
merupakan opsi kebijakan yang bertujuan untuk mengurangi
arus modal jangka pendek yang berlebihan. Memberikan
ruang/kemungkinan nilai tukar untuk menguat, akumulasi
cadangan devisa dan penggunaan kebijakan moneter dan fiskal
lainnya. Senantiasa mempertimbangkan kebijakan- kebijakan
yang bersifat prudensial dan struktural untuk mengelola aliran
modal masuk.

Ketiga, di sisi nilai tukar, menghadapi arus modal, nilai


tukar dikelola untuk tetap fleksibel dan memberi ruang gerak
untuk ter apresiasi, namun tetap dijaga agar jangan sampai
terlalu melenceng jauh dari nilai tukar fundamentalnya
(overvalued). Pengelolaan nilai tukar yang sejalan dengan
kondisi fundamental dilakukan melalui intervensi di pasar
valas secara simetris, yang memberikan ruang gerak apresiatif
dalam hal terjadi aliran modal asing yang tinggi. Di sisi
kebijakan moneter, kompleksitas kebijakan moneter melalui
suku bunga sebagian dapat teratasi dengan menerapkan
commit to user
kebijakan makroprudensial.
library.uns.ac.id 64
digilib.uns.ac.id

Keempat, kebijakan moneter didukung oleh kebijakan


makroprudensial yang bertujuan meminimalisir dampak aliran
modal masuk pada asset price bubble dan pertumbuhan kredit
yang berlebihan yang dapat menimbulkan risiko kestabilan
moneter dan kestabilan sistem keuangan, termasuk kebijakan
capital flow management (CFM).

Dalam sejarah perekonomian Indonesia, sistem nilai tukar


tetap, sistem mengambang terkendali, dan sistem
mengambang bebas pernah diterapkan di Indonesia. Sistem
nilai tukar tetap dianut pada periode tahun 1973 hingga Maret
1983. Sementara itu, sistem nilai tukar mengambang terkendali
secara ketat diterapkan pada periode Maret 1983 – September
1986. Dalam periode ini, pemerintah pernah melakukan
beberapa kebijakan devaluasi atas nilai tukar rupiah sebagai
berikut:(Syarifuddin, 2015:81)
1). Devaluasi Nopember 1978 dari Rp. 425 per USD
menjadi Rp. 625 per USD;

2). Devaluasi Maret 1983 dari Rp. 625 per USD menjadi Rp.
825 per USD; dan

3). Devaluasi September 1986 dari Rp. 1134 per USD


menjadi Rp. 1644 per USD.

Selanjutnya, sistem nilai tukar mengambang terkendali


secara lebih fleksibel pernah diterapkan di Indonesia dari
September 1986 – Januari 1994 dan dengan mekanisme pita
intervensi dari Januari 1994 – Agustus 1997. Dalam periode ini
dilakukan kebijakan nilai tukar sebagai berikut:(Syarifuddin,
2015:81)

1). Bank Indonesia setiap hari mengeluarkan nilai tukar


(kurs) tengah harian;
commit to user
2). Pita intervensi pernah dilakukan pelebaran sebanyak 8
library.uns.ac.id 65
digilib.uns.ac.id

kali, yaitu dari Rp. 6 (0,25%) menjadi Rp. 10 (0,5%)


pada September 1992, menjadi Rp. 20 (1%) pada Januari
1994, menjadi Rp. 30 (1,5%) pada September 1994,
menjadi Rp. 44 (2%) pada Mei 1995, menjadi Rp. 66
(3%) pada Desember 1995, menjadi Rp. 118 (5%) pada
Juni 1996, menjadi Rp. 192 (8%) pada September 1996,
dan menjadi Rp. 304 (12%) pada Juli 1997;
3). Bank Indonesia melakukan intervensi di pasar valuta
asing untuk menjaga agar nilai tukar rupiah bergerak
dalam batas-batas pita intervensi yang ditetapkan,
dengan cara membeli valuta asing apabila nilai tukar
bergerak mendekati batas bawah dan menjual valuta
asing apabila nilai tukar mendekati batas atas dalam pita
intervensi yang telah ditetapkan.
Sementara itu, sistem nilai tukar mengambang diterapkan di
Indonesia sejak 14 Agustus 1997 hingga sekarang. Seperti telah
dijelaskan sebelumnya, sistem ini ditempuh sebagai reaksi
Pemerintah dalam menghadapi demikian besarnya gejolak dan
cepatnya pelemahan nilai tukar pada sekitar Juli – Agustus
1997. Serangan spekulasi terhadap rupiah yang dipicu oleh
dampak menjalar serangan spekulasi terhadap mata uang baht
Thailand telah menyebabkan gejolak dan pelemahan nilai tukar
rupiah, yang selanjutnya mendorong investor luar negeri
menarik dananya secara besar-besaran dan pada waktu
bersamaan dari Indonesia. Kepanikan kemudian terjadi di pasar
valuta asing karena perusahaan dan bank-bank di dalam negeri
memborong valuta asing untuk membayar atau melindungi
kewajiban luar negerinya dari risiko nilai tukar, sementara
sebagian para pelaku pasar berspekulasi untuk mencari
keuntungan pribadi. (Syarifuddin, 2015:82)
commit to user
Pada awalnya, pemerintah dan Bank Indonesia terus
library.uns.ac.id 66
digilib.uns.ac.id

berupaya menstabilkan nilai tukar rupiah, antara lain dengan


intervensi di pasar valuta asing dan beberapa kali memperlebar
kisaran pita intervensi nilai tukar rupiah sesuai sistem nilai
tukar mengambang terkendali yang dianut pada saat itu. Akan
tetapi, tekanan yang sangat besar dan demikian cepat terhadap
pelemahan nilai tukar rupiah yang disertai dengan penurunan
cadangan devisa yang terus berlangsung memaksa Pemerintah
mengubah sistem nilai tukar rupiah menjadi sistem
mengambang. Apabila sistem mengambang terkendali tetap
dipertahankan, maka cadangan devisa negara yang mulai
menipis dikhawatirkan dapat terkuras habis dan menimbulkan
krisis neraca pembayaran yang berat. Sejumlah negara
tetangga, seperti Korea Selatan dan Thailand, juga melakukan
hal yang sama dengan menerapkan sistem nilai tukar
mengambang. (Syarifuddin, 2015:82)

Selanjutnya, sistem nilai tukar mengambang tersebut


dikukuhkan dengan Undang-Undang Nomor 24 Tahun 1999
tentang Lalu Lintas Devisa dan Sistem Nilai Tukar. Sesuai
dengan undang-undang tersebut, sistem nilai tukar di
Indonesia ditetapkan oleh Pemerintah setelah
mempertimbangkan rekomendasi yang disampaikan oleh
Bank Indonesia. Hal ini mengingat perubahan sistem nilai
tukar akan berdampak sangat luas, tidak saja terhadap kegiatan
di bidang moneter dan sektor keuangan, tetapi juga terhadap
kegiatan ekonomi riil baik konsumsi, investasi maupun
perdagangan luar negeri. Karena itu, perubahan sistem nilai
tukar harus melalui pemikiran dan penelitian yang matang,
mempertimbangkan berbagai aspek, baik ekonomi, politik,
maupun sosial. Dalam hal ini, Bank Indonesia perlu
memberikan rekomendasi mengenai rencana perubahan sistem
commit to user
nilai tukar tersebut, apabila akan dilakukan, terutama karena
library.uns.ac.id 67
digilib.uns.ac.id

pengalaman dan pengetahuannya di bidang ini maupun karena


pengaruhnya terhadap kebijakan moneter, perbankan, dan
sistem pembayaran. (Syarifuddin, 2015:82)

Sesuai dengan Undang-Undang No. 23 Tahun 1999, Bank


Indonesia diberi kewenangan untuk melakukan kebijakan nilai
tukar sesuai dengan sistem nilai tukar yang ditetapkan
pemerintah tersebut. Secara umum kebijakan nilai tukar yang
ditempuh Bank Indonesia dapat berupa: (Syarifuddin,
2015:82)

1). Devaluasi atau revaluasi mata uang rupiah terhadap


mata uang asing dalam sistem nilai tukar tetap;

2). Intervensi di pasar valuta asing dalam sistem nilai tukar


mengambang;

3). Penetapan nilai tukar harian dan lebar kisaran intervensi


dalam system nilai tukar mengambang terkendali.

Dengan dianutnya sistem nilai tukar mengambang sejak


Agustus 1997, pergerakan nilai tukar rupiah pada dasarnya
ditentukan oleh kekuatan penawaran dan permintaan valuta
asing di pasar. Dalam kaitan ini, kebijakan nilai tukar yang
ditempuh Bank Indonesia berupa intervensi di pasar valuta asing
lebih diarahkan untuk menstabilkan atau menghindari gejolak
nilai tukar rupiah di pasar. Intervensi dimaksud tidak
dimaksudkan untuk mencapai atau mengarahkan pergerakan
nilai tukar rupiah pada tingkat atau kisaran tertentu.
(Syarifuddin, 2015:83)

Dari peraturan tersebut perlunya perubahan Undang-Undang


No. 23 Tahun 1999 untuk menerapkan Currency Board System
dikarenakan Pasal 12 Undang-Undang No. 23 Tahun 1999 yang
di perjelas dalam penjelasan nya yaitu
commit to user
Bank Indonesia melaksanakan kebijakan nilai tukar
library.uns.ac.id 68
digilib.uns.ac.id

berdasarkan kebijakan nilai tukar yang ditetapkan sesuai dengan


sistem nilai tukar yang dianut, antara lain berupa:

1). Dalam sistem nilai tukar tetap berupa devaluasi atau


revaluasi terhadap mata uang asing;

2). Dalam sistem nilai tukar mengambang berupa intervensi


pasar;

3). Dalam sistem nilai tukar mengambang terkendali berupa


penetapan nilai tukar harian serta lebar pita intervensi.

Bank Indonesia hanya bisa menjalankan perintah berdasarkan


undang-undang terhadap kebijakan sistem nilai tukar seperti
mengatur laju arah apresiasi atau depresiasi rupiah dan
intervensi lainya, Namun Bank Indonesia dapat memberikan
rekomendasi sesuai Pasal 5 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 24
Tahun 1999 “Bank Indonesia mengajukan Sistem Nilai Tukar
untuk ditetapkan oleh Pemerintah.” Yang di perjelas dalam
penjelasannya yaitu:

Penetapan Sistem Nilai Tukar sebagaimana dimaksud dalam


Ayat ini dilakukan dengan Keputusan Presiden Republik
Indonesia. Bank Indonesia mengkaji Sistem Nilai Tukar yang
diajukan kepada Pemerintah secara hati-hati.

Sistem Nilai Tukar tersebut antara lain berupa :

1). Sistem Nilai Tukar tetap; atau

2). Sistem Nilai Tukar mengambang; atau

3). Sistem Nilai Tukar mengambang terkendali.


b. Kebijakan Currency Board System di Indonesia
Currency Board System memiliki inflasi yang lebih rendah,
pertumbuhan ekonomi yang lebih tinggi, dan defisit fiskal yang
lebih rendah dibandingkan dengan rezim nilai tukar yang dipatok
commit
dan rezim nilai tukar to user Dari pengalaman Hong Kong
mengambang.
library.uns.ac.id 69
digilib.uns.ac.id

dan Argentina, terlihat bahwa negara-negara tersebut akan


mencapai kinerja ekonomi yang stabil jika secara konsisten
mempertahankan Currency Board System. Ketika mereka mulai
tidak konsisten, pasar akan merespons, dan mengakibatkan
kemerosotan nilai tukar dan kinerja ekonomi.
Dalam kasus Indonesia, Sempat ingin menggunakan Currency
Board System selama krisis akan tetapi menghasilkan biaya yang
lebih besar daripada keuntungan. Manfaat akan diperoleh jika
Indonesia mengadopsi Currency Board System yang didukung
penuh. Namun, kondisi yang diperlukan untuk mengoperasikan
Currency Board System yang didukung penuh tidak terpenuhi
selama krisis. Indonesia tidak memiliki cukup cadangan untuk
mendukung basis moneternya dan sistem perbankan belum siap
menerima tidak adanya lender of last resort. Manfaat Currency
Board System bagi Indonesia adalah: mata uang yang stabil,
kondisi keuangan yang lebih baik bagi bank umum, penghapusan
ketergantungan bank umum di Bank Indonesia, dan inflasi yang
lebih rendah dan pertumbuhan yang lebih tinggi. Biayanya adalah
Kebijakan tarik ulur yang di lakukan pemeritah pada era
Suharto untuk mengadopsi Currency Board System untuk
Indonesia didasarkan pada persepsi bahwa krisis ekonomi tidak
lebih dari krisis keuangan atau lebih spesifiknya adalah masalah
nilai tukar. Dengan menstabilkan nilai tukar, menurutnya krisis
ekonomi akan segera berakhir. Inilah alasan utama mengapa ia
kemudian mengundang Hanke untuk datang ke Indonesia dan
meminta Dr. Steve Hanke sebagai penasehat untuk perencanaan
Currency Board System di Indonesia, tidak lama pemerintah
Indonesia mengumumkan bahwa Currency Board System akan
segera diperkenalkan. Di sisi lain, IMF tidak setuju dengan
penerapan Currency Board System di Indonesia selama krisis.
commit
Direktur Pelaksana to user Camdessus, menilai Indonesia
IMF, Michel
library.uns.ac.id 70
digilib.uns.ac.id

belum waktunya mengadopsi Currency Board System. Beberapa


kondisi yang diperlukan harus dipenuhi sebelum Indonesia
mengadopsi pengaturan ini. Diantaranya adalah kebutuhan
Indonesia untuk memperoleh cadangan dolar yang cukup besar dan
memperkuat sistem perbankan negara. Tanpa kemampuan untuk
mempertahankan nilai tukar tetap, mengadopsi Currency Board
System tidak akan menghasilkan stabilitas nilai tukar. Kesulitan
untuk mempertahankan Currency Board System yang didukung
penuh, tingkat ketidakpastian nilai "yang benar" untuk nilai tukar,
kepanikan lebih lanjut dan likuidasi besar-besaran bank-bank
komersial, dan penundaan dana bailout dari IMF. Yang akhirnya
untuk menyelamatkan Indonesia dari krisis ekonomi, Bank
Indonesia meminjam dari IMF dan negara lain yang memberikan
pinjaman bilateral. Akibatnya, utang luar negeri meningkat tajam.
Penyelesaian masalah nilai tukar dengan menggunakan nilai tukar
yang dipatok menghasilkan masalah baru, hutang luar negeri
pemerintah. (Suyanto, 2004:46-47)
Currency Board System yang didukung penuh tidak mungkin
dibentuk karena Indonesia tidak memiliki cukup cadangan untuk
mendukung basis moneter. Ide untuk meluncurkan Currency
Board System yang didukung sebagian akan menyebabkan
Indonesia tidak dapat memperoleh manfaat dari Currency Board
System. Selain itu, Currency Board System yang didukung
sebagian tidak akan berhasil melawan serangan spekulatif.
Namun dengan penerapan Currency Board System di Indonesia
menimbulkan beberapa masalah yaitu: (Suyanto, 2004:45)
1) Menghilangkan ketergantungan bank umum pada
Bank Indonesia
Secara teoritis, bank sentral adalah lender of last
resort. Ini hanya meminjamkan kepada bank
komersial commit to user
(atau kadang-kadang ke perusahaan
library.uns.ac.id 71
digilib.uns.ac.id

keuangan lain) dan hanya dalam keadaan darurat.


Dengan mengadopsi Currency Board System, tidak
akan ada lagi perbedaan dalam kebijakan moneter.
Bank sentral akan digantikan oleh Currency Board
System yang hanya berfungsi sebagai gudang
cadangan devisa untuk mendukung mata uang yang
beredar. Tidak akan ada lagi lender of first resort.
Bank umum harus mencari sumber uang tunai lain,
terutama dari pelanggan. Dalam hal ini bank umum
akan menjadi lebih efisien karena bersaing secara
bebas untuk menarik nasabah.
1) Cadangan devisa yang didukung penuh
Currency Board System yang didukung penuh
akan sangat mahal bagi Indonesia untuk
mempertahankannya. Karena Indonesia berkomitmen
untuk menjamin simpanan dalam sistem
perbankannya, Currency Board System harus
mencakup ukuran uang yang jauh lebih luas daripada
hanya basis moneter. Bahkan mungkin perlu
menggunakan jumlah uang beredar luas, yang mana
akan menelan biaya US $ 66 miliar dengan nilai tukar
Rp 5.000. Saat Presiden Soeharto mempertimbangkan
Currency Board System, Indonesia hanya memiliki
cadangan devisa US $ 8 miliar, yang bahkan tidak
cukup untuk mendukung basis moneter. Padahal,
Indonesia membutuhkan pinjaman dana talangan dari
IMF untuk membiayai program pemulihannya. Jadi,
tidak mungkin untuk meluncurkan Currency Board
System yang didukung penuh. Para pendukung
Currency Board System kemudian sampai pada
commit
gagasan bahwa to user Board System Indonesia
Currency
library.uns.ac.id 72
digilib.uns.ac.id

dapat diluncurkan dengan dukungan parsial.


Masalahnya adalah jika Currency Board System
diluncurkan dengan hanya sebagian dukungan, dewan
tidak akan memiliki sumber daya yang cukup untuk
melawan serangan spekulatif, dan serangan semacam
itu dapat menjatuhkan Currency Board System.
Hilangnya kepercayaan terhadap rupiah akan terus
berlanjut. Karenanya, Currency Board System tidak
akan menyelesaikan masalah nilai tukar.
Keputusan untuk tidak membentuk Currency Board System
setelah pertimbangan panjang merupakan keputusan terbaik bagi
pemerintah Indonesia saat itu. Perselisihan mengenai rezim
moneter, apakah akan mengadopsi Currency Board System atau
tidak, telah berdampak buruk bagi perekonomian Indonesia.
Bahkan IMF menilai sengketa tersebut akan menyeret negara-
negara lain di kawasan Asia Tenggara ke dalam krisis ekonomi
yang lebih dalam.
Pada periode saat ini dimana keuangan Indonesia lebih baik
pasca krisis moneter 97 namun dalam peraturannya Undang-
Undang Nomor 24 tahun 1999 tentang Lalu Lintas Devisa dan
Sistem Nilai Tukar dimana dalam Undang-Undang Bank Indonesia
lah yang mengatur nilai tukar rupiah yang nanti nya di ajukan ke
pemerintah dalam bentuk rekomendasi yang artinya jika ingin
menerapkan Currency Board System perlu adanya kemauan dari
Bank Indonesia.
3. Kondisi Hukum Perbankan Sekarang Terkait Sistem Nilai Tukar
a. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 6 tahun 2009
Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 23 tahun 1999
tentang Bank Indonesia Sebagai Lembaga Negara Yang
Mengatur Nilai Tukar Rupiah
commit to user
Dalam Pasal 7 Ayat (1) Undang-Undang Bank Indonesia
library.uns.ac.id 73
digilib.uns.ac.id

secara tegas memberikan landasan tujuan bagi independensi


Bank Indonesia dalam mencapai target yang ditetapkan, yaitu
“mencapai dan memelihara kestabilan nilai rupiah dengan
menggunakan berbagai instrumen kebijakan yang
ditetapkan”. Tujuan tersebut merupakan single objective
Bank Indonesia yang dimaksudkan untuk memperjelas
sasaran yang akan dicapai dan batas tanggung jawab yang
harus dipikul oleh Bank Indonesia. Berbeda dengan De
Javashe Bank Nv yang merupakan embrio dari Bank
Indonesia selain berfungsi sebagai Bank Sentral sekaligus
sebagai bank umum, fungsi komersial sudah dihilangkan dari
tugas Bank Indonesia. (Goraahe, 2016:143)
Hal tersebut dimaksudkan agar Bank Indonesia hanya
mempunyai tujuan tunggal, yaitu menjaga kestabilan nilai
rupiah. Harapannya adalah agar Bank Indonesia dapat lebih
fokus dalam melaksanakan tugasnya sebagai pemegang
kewenangan moneter. Pelaksanaan tugas pokok Bank
Indonesia tersebut diarahkan dalam rangka mencapai
kestabilan nilai rupiah.
Kestabilan nilai rupiah yang dimaksud dalam undang-
undang tersebut adalah kestabilan nilai rupiah terhadap
barang dan jasa yang diukur berdasarkan atau tercermin pada
perkembangan laju inflasi, serta terhadap mata uang negara
lain yang diukur berdasarkan atau tercermin pada
perkembangan nilai rupiah (kurs) terhadap mata uang negara
lain. Penetapan tujuan tunggal di atas menjadi sasaran dan
batas tanggung jawab Bank Indonesia akan semakin jelas dan
terfokus. Selanjutnya, sebagai implikasi terfokusnya tujuan
tersebut,
Bank Indonesia perlu mengarahkan kebijakannya untuk
menyeimbangkancommit
kondisitoekonomi
user internal, khususnya
library.uns.ac.id 74
digilib.uns.ac.id

keseimbangan antara permintaan dan penawaran neraca


pembayaran. Perwujudan keseimbangan internal adalah
terjaganya inflasi pada tingkat yang rendah, sementara dari
sisi eksternal adalah terjaganya nilai rupiah pada tingkat
perkembangan yang cukup kuat dan stabil. Dengan
terjaganya keseimbangan internal dan eksternal tersebut
maka sasaran tunggal kebijakan moneter yaitu kestabilan
nilai rupiah akan dapat tercapai. Untuk mencapai tujuan
sebagaimana dimaksud pada Pasal 7 Ayat (1) Undang-
Undang Bank Indonesia maka Bank Indonesia melaksanakan
kebijakan moneter sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7
Ayat (2) Undang-Undang Bank Indonesia yang menyatakan:
“untuk mencapai tujuan sebagaimana dimaksud pada Ayat
(1), Bank Indonesia melaksanakan kebijakan moneter secara
berkelanjutan, konsisten, transparan, dan harus
mempertimbangkan kebijakan pemerintah dibidang
perekonomian”.
Sebagaimana dijelaskan dalam Penjelasan Pasal 7 Ayat (2)
Undang-Undang Bank Indonesia tersebut, dimaksudkan agar
kebijakan moneter yang ditetapkan oleh Bank Indonesia
diambil oleh Bank Indonesia telah mempertimbangkan
dampaknya terhadap negara dan perkembangan di sektor riil.
Dalam rangka mencapai tujuan Bank Indonesia, sebagaimana
yang ditentukan dalam Pasal 7 Undang-Undang Bank
Indonesia, yakni mencapai dan memelihara nilai rupiah,
maka Bank Indonesia mempunyai tugas pokok sebagaimana
diamanatkan dalam Pasal 8 Undang-Undang Bank Indonesia
yang menyatakan bahwa untuk mencapai tujuan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 7, Bank Indonesia mempunyai tugas
sebagai berikut:
1) Menetapkancommit to user
dan melaksanakan kebijakan moneter,
library.uns.ac.id 75
digilib.uns.ac.id

2) Mengatur dan menjaga kelancaran sistem pembayaran,


3) Mengatur dan mengawasi bank
Guna mendukung tercapainya tujuan Bank Indonesia
secara efektif dan efisien, maka ketiga tugas pokok Bank
Indonesia sebagaimana tersebut di atas harus saling
mendukung. Hal tersebut mengingat bahwa untuk mencapai
kebijakan moneter yang efektif dan efisien yang dilakukan
dengan mengendalikan jumlah uang yang beredar, diperlukan
suatu sistem pembayaran yang efisien, cepat, aman, dan
handal. Sementara itu, sistem pembayaran yang efisien,
cepat, aman dan handal tersebut juga tidak terlepas dari
kondisi sistem perbankannya yaitu sistem perbankan yang
sehat. Apabila Pasal 8 Undang-Undang Bank Indonesia
dihubungkan dengan tujuan Bank Indonesia , maka tujuan
Bank Indonesia adalah mencapai dan memelihara kestabilan
nilai rupiah, dengan cara melaksanakan kebijakan moneter
yang berkelanjutan, konsisten, transparan, dan
mempempertimbangkan kebijakan umum pemerintah
dibidang perekonomian.
Kestabilan nilai rupiah dan nilai tukar yang wajar
merupakan sebagian prasyarat bagi tercapainya pertumbuhan
ekonomi berkesinambungan yang pada gilirannya akan
meningkatkan kesejahteraan rakyat. Informasi mengenaik
kebijakan moneter sebagai salah satu faktor yang dapat
mempengaruhi keadaan ekonomi masyarakat, disampaikan
kepada masyarakat agar masyarakat mengetahui secara
terbuka. Dengan pertimbangan, independensi Bank
Indonesia merupakan upaya untuk menjadikan Bank
Indonesia lebih efisien dalam melaksanakan tugasnya
sehingga independensi Bank Indonesia tidak meninggalkan
committentang
landasan konstitusional to userpengaturan ekonomi yang
library.uns.ac.id 76
digilib.uns.ac.id

disusun sebagai usaha bersama berdasarkan asas


kekeluargaan.
Kebijakan yang dipilih untuk memberikan independensi
kepada Bank Indonesia adalah sebagai satu kebijakan yang
dianggap merupakan penjabaran dari Pasal 33 Undang-
Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945,
artinya bahwa independensi yang diberikan kepada Bank
Indonesia didasarkan pada jiwa Pasal 33 Undang-Undang
Dasar 1945 dan merupakan penjabaran lebih lanjut dari
ketentuan Pasal 33 Undang-Undang Dasar 1945.
1). Menetapkan dan Melaksanakan kebijakan Moneter
2). Mengatur dan Menjaga Kelancaran Sistem
Pembayaran
3). Mengatur dan Mengawasi Perbankan
Guna mendukung tercapainya tujuan Bank Indonesia
secara efektif dan efisien, maka ketiga tugas pokok Bank
Indonesia sebagaimana tersebut di atas harus saling
mendukung. Hal tersebut mengingat bahwa untuk mencapai
kebijakan moneter yang efektif dan efisien yang dilakukan
dengan mengendalikan uang yang beredar, diperlukan suatu
sistem pembayaran yang efisien, cepat, aman, dan handal.
Sementara itu, sistem pembayaran yang efisien, cepat, aman
dan handal tersebut juga tidak terlepas dari kondisi sistem
perbankannya yaitu sistem perbankan yang sehat. Apabila
Pasal 8 Undang-Undang Bank Indonesia dihubungkan
dengan tujuan Bank Indonesia sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 7 Undang-Undang Bank Indonesia, maka tujuan Bank
Indonesia adalah mencapai dan memelihara kestabilan nilai
rupiah, dengan cara melaksanakan kebijakan moneter yang
berkelanjutan, konsisten, transparan, dan mempertimbangkan
commit to user
kebijakan umum pemerintah di bidang perekonomian.
library.uns.ac.id 77
digilib.uns.ac.id

Kestabilan nilai rupiah dan nilai tukar yang wajar


merupakan sebagian prasyarat bagi tercapainya pertumbuhan
ekonomi yang berkesinambungan yang pada gilirannya akan
meningkatkan kesejahteraan rakyat. Kebijakan moneter
merupakan salah satu kebijakan penting dari kebijakan
pembangunan ekonomi nasional. Artinya, tujuan Bank
Indonesia diharapkan dapat memperkuat pertumbuhan
ekonomi dan pada akhirnya akan mendatangkan
kemakmuran bagi masyarakat.
Sesuai dengan Pasal 54 Ayat (2) Undang-Undang Bank
Indonesia wajib memberikan pendapat dan pertimbangan
kepada pemerintah mengenai Rancangan APBN serta
kebijakan lain, dan Pasal 58 Ayat (6) huruf b Undang-Undang
Bank Indonesia, Bank Indonesia wajib menyampaikan
informasi kepada masyarakat secara terbuka melalui media
massa yang memuat rencana kebijakan moneter dan
penetapan sasaran moneter.
Hal ini memberikan pengertian bahwa Bank Indonesia
ikut serta dalam rangka penyusunan perekonomian
berdasarkan asas kekeluargaan untuk sebesar-besarnya
mencapai kemakmuran rakyat. Informasi mengenai
kebijakan moneter sebagai salah satu faktor yang dapat
mempengaruhi keadaan ekonomi masyarakat, disampaikan
kepada masyarakat agar masyarakat mengetahui secara
terbuka. Dengan pertimbangan, independensi Bank Indonesia
merupakan upaya untuk menjadikan Bank Indonesia lebih
efisien dalam melaksanakan tugasnya, sehingga independensi
Bank Indonesia tidak meninggalkan landasan konstitusional
tentang pengaturan ekonomi yang disusun sebagai usaha
memberikan independensi kepada Bank Indonesia adalah
commit
sebagai satu kebijakan to user
yang dianggap merupakan penjabaran
library.uns.ac.id 78
digilib.uns.ac.id

dari Pasal 33 Undang-Undang Dasar 1945.


Dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 6
tahun 2009 Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 23 tahun
1999 tentang Bank Indonesia ini, Bank Indonesia mempunyai
satu tujuan, yaitu mencapai dan memelihara kestabilan nilai
rupiah. Kestabilan nilai rupiah dan nilai tukar yang wajar
merupakan sebagian dari prasyarat bagi tercapainya
pertumbuhan ekonomi yang berkesinambungan yang pada
gilirannya akan meningkatkan kesejahteraan rakyat.
Reorientasi sasaran Bank Indonesia tersebut merupakan
bagian dari kebijakan pemulihan dan reformasi
perekonomian untuk keluar dari krisis ekonomi yang tengah
melanda Indonesia. Hal itu sekaligus meletakkan landasan
yang kukuh bagi pelaksanaan dan pengembangan
perekonomian Indonesia di tengah-tengah perekonomian
dunia yang semakin kompetitif dan terintegrasi. Sebaliknya,
kegagalan untuk memelihara kestabilan nilai rupiah seperti
tercermin pada kenaikan harga-harga dapat merugikan karena
berakibat menurunkan pendapatan riil masyarakat dan
melemahkan daya saing perekonomian nasional dalam
kancah perekonomian dunia
Demi mencapai kestabilan nilai rupiah dalam menetapkan
dan melaksanakan kebijakan moneter, Bank Indonesia
berwenang menetapkan sasaran-sasaran moneter dan
melakukan pengendalian moneter dengan cara-cara yang
ditetapkan dalam Undang-undang ini. Berkaitan dengan hal
tersebut, Bank Indonesia melaksanakan kebijakan nilai tukar
berdasarkan sistem nilai tukar yang ditetapkan, mengelola
cadangan devisa untuk memenuhi kewajiban luar negeri,
memelihara keseimbangan neraca pembayaran dan dapat
commit luar
juga menerima pinjaman to user
negeri. Pinjaman luar negeri
library.uns.ac.id 79
digilib.uns.ac.id

Pemerintah dengan tujuan untuk memperkuat perekonomian


nasional, harus dilaksanakan oleh Pemerintah dengan
persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat. Sedangkan pinjaman
luar negeri swasta merupakan tanggung jawab yang
bersangkutan dan monitoringnya dilakukan oleh Bank
Indonesia secara fungsional dan transparan.
b. Undang-Undang Nomor 24 Tahun 1999 tentang Lalu Lintas
Devisa dan Sistem Nilai Tukar Dalam Perspektif Rupiah
Nilai tukar yang lazim disebut kurs, mempunyai peran
penting dalam rangka tercapainya stabilitas moneter dan dalam
mendukung kegiatan ekonomi. Nilai tukar yang stabil diperlukan
untuk terciptanya iklim yang kondusif bagi peningkatan kegiatan
dunia usaha.(Solang, 2013:20) Dalam Undang-Undang Nomor 24
tahun 1999 dijelaskan untuk memperlancar lalu lintas
perdagangan, investasi dan pembayaran dengan luar negeri perlu
diadakan pembaharuan, sehingga Undang-Undang yang berlaku
sebelumnya yaitu Undang-Undang Nomor 32 Tahun 1964 tentang
Peraturan Lalu Lintas Devisa karena sudah tidak sesuai lagi
tuntutan dan perkembangan keadaan, untuk itu perlu diadakan
pembaruan. Selanjutnya pelaksaaan kebijakan sistem Devisa dan
Sistem Nilai Tukar dilakukan oleh Bank Indonesia sebagai
otoritas moneter yang bertanggungjawab dalam memelihara
kestabilan nilai rupiah. Upaya itu perlu didukung oleh suatu
sistem pemantauan Lalu Lintas Devisa yang efektif. Untuk itu,
Bank Indonesia diberi wewenang meminta keterangan dan data
mengenai kegiatan Lalu Lintas Devisa dan menetapkan ketentuan
mengenai kegiatan Devisa yang didasarkan atas prinsip kehati-
hatian.
Pasal 5 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 24 Tahun 1999
menetapkan bahwa sistem nilai tukar ditetapkan oleh pemerintah
commit
atas usulan dari Bank to userdan pelaksanaan sistem nilai tukar
Indonesia
library.uns.ac.id 80
digilib.uns.ac.id

dilakukan oleh Bank Indonesia sebagai bank sentral yang


bertanggung jawab terhadap kestabilan nilai rupiah. Kurs atau
nilai tukar merupakan sebuah kunci bagi suatu negara untuk
bertransaksi dengan dunia luar. Sistem pembayaran yang
dilakukan baik di dalam negeri maupun luar negeri mau tidak mau
harus terikat dengan nilai tukar atau kurs. Sebagaimana
disebutkan bahwa pada dasarnya ada 3 (tiga) sistem nilai tukar
yang disebutkan dalam Undang-Undang Nomor 24 tahun 1999
pada penjelasan Pasal 5 Ayat (1) tersebut yaitu:
Pertama, Sistem Nilai Tukar tetap; atau
Kedua, Sistem Nilai Tukar mengambang; atau
Ketiga, Sistem Nilai Tukar mengambang terkendali.

c. Respons Bank Indonesia Terhadap Currency Board System


Dalam wawancara yang di kutip dari Hukumonline.com pada
Jumat, 04 Agustus 2000 di dapat respons dari Bank Indonesia yaitu
Deputi Gubernur Bank Indonesia Dono Iskandar menyatakan
memberikan opini yang negatif tentang Currency Board System
bahwa saat ini dari sekitar 200 negara di dunia, hanya 11 negara
yang menerapkan Currency Board System. Itu pun negara-negara
kecil, seperti Granada dan Guatemala. "Negara-negara itu bisa
berhasil karena, selain negaranya kecil, juga memiliki cadangan
devisa yang besar," ujar Dono.(Hukumonline.Com, 2000) Menurut
Dono, Currency Board System adalah sistem membagi uang kartal
dengan devisa. Dalam kasus Indonesia, uang kartal yang beredar
sebesar Rp 52 triliun dan cadangan devisa AS$ 16 miliar. Dengan
demikian, nilai tukar dolar AS terhadap rupiah adalah Rp
3.250.Bila Currency Board System ingin diterapkan, Bank
Indonesia harus menerima setiap orang yang ingin menukar
rupiahnya dengan dolar, yaitu 1 AS$ = Rp 3.250. Dengan kondisi
commit to user
library.uns.ac.id 81
digilib.uns.ac.id

saat ini, Dono pesimistis Currency Board System bisa diterapkan.


Dimana kendala nya adalah banyaknya uang yang beredar,
Namun pada saat ini pada Desember 2020 bahwa uang beredar
di uang kartal yang beredar sebesar Rp 760 triliun Rupiah (BPS,
2020) dan cadangan devisa sebesar AS$ 138 miliar (Bank
Indonesia, 2020). Dengan demikian, nilai tukar dolar AS terhadap
rupiah adalah 1 AS$ = Rp 5,507. Artinya Indonesia sanggup
melaksanakan Currency Board System, dikarenakan nilai tukar
rupiah terhadap dolar AS saat ini adalah Rp 14.129 per 1 USD
(Bank Indonesia, 2021) yang artinya nilai rupiah jika
menggunakan sistem Currency Board System menjadi lebih tinggi.
Namun saat ini pemerintah dan Bank Indonesia saat ini belum ada
wacana tekait penerapan Currency Board System lagi. Padahal
banyak negara yang sudah sukses contohnya Hong Kong yang
sudah di jelaskan sebelumnya

4. Kondisi Hukum Perbankan Sekarang Terkait Sistem Nilai Tukar


a. Risiko Hukum Normatif
Salah satu karakteristik penting dari Currency Board
System adalah bahwa nilai tukar tetap ditetapkan dalam Undang-
Undang. Ini berarti bahwa akan membutuhkan waktu untuk
membentuk Currency Board System. Risiko yang di timbulkan
adalah tidak berlakunya dan atau memerlukan perubahan
terhadap Undang-Undang yang berhubungan dengan sistem
nilai tukar yaitu:
1). Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 6 Tahun
2009 Tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang
Nomor 23 Tahun 1999 Tentang Bank Indonesia
2). Undang-Undang Nomor 24 Tahun 1999 tentang Lalu
Lintas Devisa dan Sistem Nilai Tukar
commit to user
Maka di perlukan undang-undang yang baru dan atau
library.uns.ac.id 82
digilib.uns.ac.id

perubahan terhadap undang-undang yang lama tersebut


dikarenakan undang-undang tersebut hanya menerapkan sistem
yang sekarang di gunakan yaitu sistem nilai tukar mengambang
dan tidak mengakomodir Currency Board System dimana dalam
pembuatan undang-undang baru perlu melibatkan dewan
perwakilan rakyat, presiden dan mungkin juga media dan publik
ke dalam proses pembuatan pembaharuan undang-undang
tersebut. Oleh karena itu, pihak berwenang harus membuat
kajian dan naskah akademik untuk menjelaskan tujuan Currency
Board System dan membuat masyarakat setuju untuk
penerapanya. Ini demi membuat kredibilitas yang tinggi
terhadap sistem Currency Board System, Karena Currency
Board System harus di jalankan dengan disiplin.(Enoch &
Guide, 1997:8)
Minimal, undang-undang perlu menentukan nilai tukar
tetap, Otoritas yang menjalankan (dalam hal ini Bank Indonesia)
dan cadangan devisa negara akan cukup untuk menanggulangi
Liabilitas domestik. undang-undang harus menentukan baik
cadangan maupun kewajiban domestik yang akan menutupinya.
Beberapa negara juga menetapkan beberapa kendala tambahan
pada pengoperasian Currency Board System dalam undang-
undang juga perlu mengatur seberapa kakunya peraturan
tersebut semakin banyak elemen tambahan ini ditentukan dalam
undang-undang, semakin transparan operasi Currency Board
System. Di samping itu, hukum yang terlalu kaku dapat
mengurangi kemampuan Bank Indonesia untuk mengelola
Currency Board System secara fleksibel, dalam beberapa
keadaan dapat berkurang kepercayaan dalam keberlanjutan
pengaturan dan karenanya mempengaruhi kredibilitasnya.
Tampaknya hanya ada sedikit alasan untuk menentukan
commitditomana
secara eksplisit kondisi userpatokan nilai tukar dapat
library.uns.ac.id 83
digilib.uns.ac.id

diubah. Currency Board System dimaksudkan untuk


menciptakan pengaturan tetap untuk masa mendatang, jika ada
celah untuk mengubah nilai tukar Currency Board System ini
mungkin menunjukkan bahwa pihak berwenang tidak
sepenuhnya berkomitmen untuk mempertahankan pengaturan,
dan dengan demikian dapat merusak kredibilitas dalam
pengaturan Currency Board System, Dimana jika terlalu mudah
di atur sistem patokan terhadap nilai tukar maka makin mirip
dengan sistem nilai tukar kurang sesuai dengan sistem Currency
Board System yang sebenarnya. Pemerintah mungkin dapat
membuat peraturan yang ekstrem misalnya dengan menetapkan
undang-undang Currency Board System sebagai bagian dari
konstitusi, atau merancang beberapa mekanisme lain yang akan
membutuhkan, untuk memaksimalkan kepercayaan publik
bahwa pengaturan akan dipertahankan.
Dalam beberapa kasus, penerapan undang-undang
Currency Board System digunakan sebagai peluang untuk
meninjau aspek lain dari undang-undang bank sentral, misalnya
untuk meningkatkan tata kelola bank sentral atau untuk
memberikan otonomi yang lebih besar. Hal ini dapat membantu
membangun kredibilitas Currency Board System di awal,
terutama jika Currency Board System dibentuk sebagai reaksi
atas kegagalan bank sentral di masa lalu.

b. Risiko Non Hukum


Jika di terapkan Currency Board System akan menimbulkan
beberapa risiko yaitu:
Pertama, aturan tidak fleksibel dalam menanggapi
guncangan tak terduga seperti kehancuran pasar saham yang
parah, krisis modal, atau rusaknya hubungan antara aktivitas
commituang.
ekonomi dan persediaan to user
(Setiawan, 2003:134)
library.uns.ac.id 84
digilib.uns.ac.id

Kedua, dari perspektif empiris, tingkat inflasi yang rendah


telah diamati dalam banyak situasi di mana kebijakan moneter
tidak diputuskan menurut aturan tetap. (Setiawan, 2003:134)
Tidak fleksibelkan Nilai tukar nominal di Currency Board
System ditetapkan dan diresmikan oleh hukum.
Konsekuensinya, penyesuaian terhadap perubahan kondisi
ekonomi yang mempengaruhi keseimbangan nilai tukar riil,
harus dilakukan dengan cara lain, seperti pergerakan tingkat
harga domestik dan pendapatan agregat.
Nilai tukar nominal yang sangat bervariasi dapat
menunjukkan ketidakstabilan dalam struktur ekonomi yang
mendasarinya. Namun, menghilangkan indikator ini dengan
menetapkan nilai tukar nominal pada tingkat yang tetap tidak
menyelesaikan masalah inti dan hanya membuat penyesuaian
alternatif menjadi lebih menyakitkan. Misalnya, nilai tukar
nominal yang dinilai terlalu tinggi menyiratkan bahwa nilai
tukar riil berada di atas ekuilibriumnya; upaya penyesuaian
terjadi melalui penurunan harga domestik atau deflasi.
Kemudian, tingkat fleksibilitas yang berbeda dalam harga dapat
menciptakan distorsi dalam penyesuaian, misalnya upah sangat
tidak fleksibel untuk diturunkan, sehingga tingkat pengangguran
akan meningkat.
Ketidakstabilan Keuangan Currency Board System
mengharuskan memiliki cadangan devisa yang cukup untuk
memastikan konvertibilitas kewajiban moneter. Oleh karena itu,
bank komersial harus bergantung pada cadangan terbatas
mereka sendiri dan akibatnya sistem perbankan mungkin rentan
dalam kasus penarikan deposito besar-besaran. Kemunculannya
dapat menyebabkan bank run, karena Currency Board System
bukanlah lender of last resort (Currency Board System murni
commit
melarang fungsi ini). to user
Risiko ini khususnya signifikan di negara-
library.uns.ac.id 85
digilib.uns.ac.id

negara di mana mobilitas modal tinggi tetapi bank memiliki


akses terbatas ke dana asing, (Setiawan, 2003:136)
Selain itu, pemerintah harus mendukung seluruh saham dari
utang nominal, tidak hanya mata uang apa pun yang saat ini
beredar seperti dalam kasus Currency Board System.
Berdasarkan pandangan ini, semua utang pemerintah harus
ditulis di sisi kiri, bukan hanya mata uang atau basis moneter.
Alasan yang mendasari hal ini adalah jika mata uang yang
beredar didukung penuh, tetapi ada sejumlah besar hutang
nominal yang jatuh tempo relatif terhadap aset riil dan surplus
anggaran riil saat ini dan di masa depan, janji dukungan atau
penetapan tidak dapat dipercaya. Dengan demikian, mendukung
penuh basis moneter dengan mata uang cadangan seperti yang
terjadi di Currency Board System tidak cukup untuk
memberikan kredibilitas, jika hutang nominal yang belum
dibayar dan surplus fiskal saat ini dan masa depan diabaikan.
(Setiawan, 2003:138)

commit to user

Anda mungkin juga menyukai