Anda di halaman 1dari 16

TASHDIQ/PEMBENTUKAN KEPUTUSAN I

(PENGERTIAN QHADIYAH DAN PEMBAGIANNYA)


MAKALAH
Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memenuhi Tugas Mandiri
Mata Kuliah Ilmu Mantiq dan Teknik Komunikasi
Dosen Pengampu: Mujahid, M. M.Pd.

Disusun Oleh :

Kelompok 7_Kampus B

Wahyusman Fitro Romaddan ( 21130075 )


Fitria Qotrul Jannat ( 21130024 )

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM


FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS NAHDLATUL ULAMA INDONESIA
2023
KATA PENGANTAR

Bismillahirrohmanirrahim

Assalamu’alaikum Wr. Wb.

Puji syukur atas kehadirat Allah SWT, karena atas rahmat dan

petunjuknya kami dapat menyelesaikan penulisan makalah ini dengan baik

disertai dengan kelancaran. Adapun tujuan dalam pembuatan makalah ini

adalah untuk memenuhi tugas mata kuliah Mantiq dan Teknik Komunikasi.

Selain itu makalah ini juga bertujuan untuk menambah wawasan tentang

“Tashdiq/Pembentukan Keputusan I (Pengertian Qodhiyah dan Pembagiannya)

”bagi penulis maupun pembaca.

Penulis mengucapakan terima kasih kepada Bapak Mujahid, M. M.Pd

selaku dosen pengampu mata kuliah ini, yang mana telah memberikan tugas

kepada kami sehingga pengatahuan maupun wawasan kami bertambah.

Namun dengan demikian, Penulis menyadari bahwa makalah kami

banyak kekurangan serta dalam penggunaan bahasa belum sempurna dengan

segala kerendahan hati, Penulis meminta kritik serta saran dalam penulisan

makalah ini, sehingga dengan kritik maupun saran yang diberikan dapat

menjadi bahan perbaikan kedepannya dalam menulis makalah.

Wassalamualaikum Wr. Wb.

Bogor, 18 Oktober 2023

Hormat Kami,

(Penulis)

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.........................................................................................................ii
DAFTAR ISI......................................................................................................................iii
BAB I...................................................................................................................................4
A. Latar Belakang.....................................................................................................4
B. Rumusan Masalah................................................................................................5
C. Tujuan Penulisan..................................................................................................5
BAB II.................................................................................................................................6
A. Pengertian Qodariah............................................................................................6
B. Qodhiyah Syarthiyyah.........................................................................................8
C. Qodhiyah Hamliyyah.........................................................................................10
BAB III..............................................................................................................................14
A. Kesimpulan.........................................................................................................14
B. Saran...................................................................................................................14
DAFTAR PUSTAKA.......................................................................................................15

iii
BAB I
PENDAHULUAN

4
A. Latar Belakang

Dalam rancangan warga Islam, sistem hukum berperan selaku tiang

penting buat melindungi kesamarataan, menuntaskan bentrokan, serta membuat

norma-norma yang cocok dengan anutan Islam. Dalam kondisi ini, 2 rancangan

esensial yang memainkan kedudukan berarti merupakan Tashdiq, yang

melingkupi pengakuan serta persetujuan kepada sesuatu ketetapan, serta

Qhadiyah, yang merujuk pada ketetapan juri ataupun qadhi dalam menyudahi

masalah hukum. Saat sebelum kita menguasai akar Tashdiq serta cara pembuatan

Qhadiyah, kita butuh menjelajahi lebih lanjut penafsiran Qhadiyah itu sendiri dan

penjatahannya dalam ranah hukum Islam. Pertama-tama, Qhadiyah bukan semata-

mata pengumpulan ketetapan hukum, melainkan bayangan dari prinsip-prinsip Al-

Quran serta Hadits yang jadi injakan penting dalam hukum Islam. Lewat

kedudukan seseorang qadhi, sistem hukum Islam berupaya menghasilkan area

yang seimbang, merangkul nilai-nilai kesamarataan, serta menjunjung besar

norma-norma etika serta akhlak dalam kehidupan warga Mukmin. Ilmu mantiq

merupakan ilmu yang berhubungan dengan dialog yang masuk ide yang cocok

dengan kondisi serta realitas bersama argumentasi serta pula cocok dengan ajaran.

Ilmu ini ialah sesuatu tata cara dalam riset objektif alhasil dalam ulasan Ilmu

Mantiq tidak dapat dilepaskan dengan ulasan suatu yang doyong pada bukti

dzatnya yang legal diantara manathiqah. Percakapan itu ditatap dari bidang

percakapan itu sendiri yang bisa doyong kearah betul serta tidak betul, perihal ini

dalam ilmu mantiq diucap dengan“ qadhiyah” ataupun“ khobar”.

5
Suatu itu hendak memiliki mungkin 2 mungkin ialah betul serta salah,

perihal itu dibuktikan dengan sesuatu penelitian buat membenarkan kebenarannya.

Begitu juga yang sudah kita tahu, tashdiqi merupakan evaluasi serta

penghukuman atas suatu dengan suatu yang lain (semacam: gunung itu bagus;

orang itu bukan nanai serta lain serupanya). Atas bawah itu, tashdiq berhubungan

dengan 2 perihal: maudhu’ serta mahmul(“ gunung” selaku maudhu’ serta“ bagus”

selaku mahmul). Kombinasi dari 2 suatu itu diucap qadhiyyah (prasaran).

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah di atas, rumusan yang masalah yang

akan ditulis adalah sebagai berikut:

a. Apa itu Qodhiyah?

b. Apa itu Qodhiyah Syarthiyyah?

c. Qodhiyah Hamliyyah?

C. Tujuan Penulisan

Adapun Tujuan penulisan dari pembahasan makalah ini sebagai berikut:

a. Untuk Mengetahui Apa itu Qodhiyah

b. Untuk Mengetahui Apa itu Qodhiyah Syarthiyyah

c. Untuk Mengetahui Qodhiyah Hamliyyah

BAB II
PEMBAHASAN

6
A. Pengertian Qodariah

Menurut Kamus Al-Munawwir qadhiyah berarti memeriksa ataupun

menghukumi di antara 2 masalah. Apabila dalam ilmu mantiq qadhiyah bawa erti

jumlah (mufidah) dalam ilmu Nahu. Bila beberapa susunan perkata digabungkan

jadi satu hingga beliau hendak membuat perkata yang tertata sekalian

mengandungi arti tertentu yang gampang difahami. Ilustrasinya:

i. Hal ini melelahkan.

ii. Sebahagian mahasiswa tidak muncul kuliah.

Qadhiyah merupakan:

‫َقْو ٌلُم فْيٌد َيْح َثِم اُل لِّص ْدَقَو الِكْذ َبَلَذ اِتِه‬

Maksudnya: Statment yang sempurna, yang isinya mengandungi mungkin betul

ataupun salah.

Dalam suatu masalah ataupun peristiwa ada 2 mungkin iaitu apakah ada ianya

betul ataupun salah. Ilustrasinya:

i. Tahun depan aku hendak jadi graduan.

ii. Gedung KUPUSB yang terkini dijangka sedia dalam tempoh 2 tahun.

Insiden semacam ini belum bisa ditentukan apakah ada ianya hendak terjalin atau

tidak. Bersumber pada arti di atas, qadhiyah yakni menghukumkan antara 2

masalah yang tidak dikenal kesahihannya betul ataupun salah. Bila salah satu dari

masalah itu betul-betul terjalin, hingga ianya bukan diakibatkan oleh qadhiyah

(perkata) itu, hendak namun ianya diakibatkan oleh orang yang mengatakannya

7
kerana perkata itu tidak hendak terjalin dengan sendirinya melainkan terdapat

yang melaksanakannya. Sedemikian itu pula kebalikannya, bila salah satu dari

masalah itu tidak legal, hingga beliau tidaklah salah qadhiyah itu melainkan orang

yang mengatakannya kerana beliau tidak melaksanakannya ataupun berdalih

mengenai masalah itu. Inilah kenapa masalah ataupun qadhiyah itu dibilang

memiliki 2 mungkin.

Tiap qadhiyyah terdiri dari 3 faktor: 1) maudhu’, 2) mahmul serta 3) rabithah

(ikatan antara mawdhu’ serta mahmul). (Sukriadi, 2009: 69-70)

1. Maudhu’ (poin), dalam ilmu nahwu diucap mubtada’, fa’ il ataupun na’

ibul fa’ il ataupun mahkum alaih bila diamati dari bidang cara engambilan

kerputusan

2. Mahmul (sebutan) dalam ilmu nahwu diucap khabar ataupun fi’ il, diucap

pula al-mahkumbih bila diamati dari bidang pengumpulan ketetapan.

3. Rabith (calo), berbentuk tutur ubah (dhamir al-fashl) byang mengaitkan

antara poin serta sebutan.

Ilustrasi:

Zaid itu berdiri, hingga yang awal ialah Zaid diucap maudhu’, berdiri dikenal

mahmul ialah hukum yang diletakkan pada zaid serta itu diucap rabithah.

Bersumber pada rabithah-nya, qadhiyyah dipecah jadi 2: qadiyyah hamliyyah

(prasaran definit) serta qadiyyah syarthiyyah (prasaran anggapan).

8
B. Qodhiyah Syarthiyyah
Ialah qadhiyah yang menerangkan ketergantungannya sesuatu hukum,

dimana ketetapan sesuatu hukum itu digantungkan oleh terdapatnya suiatu

hukum yang lain (Cholil, 1893: 32), ilustrasi:

Jika saya memiliki duit, saya berangkat haji.

Jika mentari keluar, terjadilah siang.

Qadhiyah syarthiyyah dipecah jadi 2 berbagai:

a. Syarthiyyah muttashilah, ialah qadhiyah yang mewajibkan terdapatnya silih

senantiasa memutuskan antara juznya. semacam: jika saya memiliki duit, saya

jadi berangkat (Cholil, 1893: 36-37).

Diamati dari bidang pemakaian“ adat Sur” (tutur yang membuktikan jumlah),

Qadhiyah Syarthiyah Muttashilah dibagi jadi 4 berbagai (Sukriadi, 2009: 85-

88):

1. Al-Sur al-Kulli fi al-Ijab ialah tutur depan yang membuktikan terdapatnya

penentuan atas ikatan antara muqaddam serta taliy dalam seluruh suasana serta

situasi, Ilustrasi: bila pengunjung tiba ke rumahku, saya hendak menemuinya.

2. Al-Sur al-Kulli fi al-Salabi ialah tutur depan yang membuktikan penentuan

dengan meniadakan tetapnya ikatan kausalitas antara muqaddam serta taliy

dalam seluruh suasana serta situasi. Ilustrasi: bukanlah serupa sekali, bila

pemikiran warga itu bersuatu, mereka kandas dalam perjuangannya.

9
3. Al-Sur al-Juz’ I fi al-Ijab ialah tutur depan yang membuktikan penentuan

terdapatnya beberapa ikatan kausalitas antara muqaddam serta taliy tanpa

memastikan suasana serta situasi. Ilustrasi; sering-kali terjalin, bila mahasiswa

itu giat, beliau hendak mendapatkan apresiasi.

4. Al-Sur al-Juz’ I fi al-Salab maksudnya tutur depan yang membuktikan

tetapnya beberapa dengan memindahkan tetapnya ikatan sdebab-akibat antara

muqaddam serta taliy tanpa memastikan suasana serta situasi. Ilustrasi: sering-

kali tidak terjalin, manusi berpendidikan, mengamalkan ilmunya.

Syarthiyyah munfashilah, ialah qadhiyah yang memutuskan terdapatnya

perlawanan antara 2 juznya. Semacam: Zaid terdapat kalanya berangkat,

terdapat kalanya tidur. Qadhiyah ini dipecah jadi 3 berbagai:

a. Benih’ ul jami’, ditolak kumpulnya maksudnya tidak bisa terkumpul

serta tidak ditolak sepinya maksudnya tidak bisa terjalin kedua-duanya.

Andai: Umar adakalanya berdiri, adakalanya bersandar; ini benih’ ul

jami’ sebab berdiri serta bersandar tidak dapat dicoba dengan cara

berbarengan. Namun jika sekalian tidak berdiri serta tidak bersandar itu

bisa jadi terjalin, ini yang diartikan ditolak sepinya (bisa tidak terjalin

kedua-duanya).

b. Benih’ ul huluwwi, ditolak sepinya (tidak bisa tidak terjalin kedua-

duanya), tidak ditolak berkumpulnya (bisa terkumpul kedua-duanya

sekalian), misalnya: Aisyah terdapat kalanya terletak dilautan,

10
adakalanya tidak karam, ini bisa jadi (sebab bersampan misalnya)

(Sukriadi, 2009: 85-88).

c. Benih’ ul jami’ wal huluw, ialah yang dikenal qadhiyyah syarthiyyah

munfashilah haqiqqiyah, maksudnya kedua-duanya berkumpulnya

serta sepinya (tidak terjalin) itu ditolak, keduanya terjalin sekalian

tidak bisa jadi. Ilustrasinya, Muhammad adakalanya mati serta

adakalanya hidup, andaikata Muhammad sekjaligus mati serta hidup itu

tidak bisa jadi terjalin, kebalikannya beliau tidak mati serta tidak hidup

pula tidak bisa jadi Qadhiyah syarthiyyah tentu memiliki 2 bagian (2

bab) perkataan. Apabila mentari keluar (bagian ke satu atau

muqaddam) siang hari terjalin (bagian bab kedua atau taalie).

C. Qodhiyah Hamliyyah

Ialah qadhiyah yang menerangkan terbentuknya ketetapan hukum,

tidak terkait pada sesuatu yang lain (Cholil, 1893: 33). Qadhiyah ini terdapat 2

berbagai:

Qadhiyah syahshiyyah; ialah qadhiyah yang menerangkan

terbentuknya ketetapan hukum atas bagian yang khusus. Semacam: Ahmad

banyak, Dani itu ahli catat, ditetapkannya hukum (banyak serta ahli catat) atas

Ahmad serta Dani ialah beberapa dari hakekat Ahmad serta Dani. Ataupun

Ahmad serta Dani itu merupakan beberapa saja dari sesuatu tipe (orang).

Qadhiyah kulliyah ataupun bersumber pada maudhu’ nya dipecah jadi

2 berbagai, ialah:

11
Kulliyah musyawwaroh ataupun mahshurah; ialah qadhiyah yang diawali

dengan“ Soer”, misalnya seluruh anak didik pada tidur, tutur“ seluruh” itu

dikenal“ soer” yang bahasa Arabnya“ Kullu”. Seluruh, tiap, semua merupakan“

soer”. Semacam ilustrasi, tiap orang itu binatang, seluruh anak didik berolah

badan, semua penunggu mes tidur.

Kulliyah Muhmalah; ialah qadhiyah yang tidak diawali dengan“ soer”. Andai:

orang itu binatang, anak didik berolah badan, penunggu mes tidur.

Suer yang berbentuk kully serta bab’ i itu bisa diamati dari 4 bagian

sur, terdapat kalanya dengan lafadz kullin ataupun dengan lafadz ba’ dlin

ataupun dengan lafadz laa syai’ in serta lafadz laisa ba’ dlu ataupun sesamanya

yang sudah nyata. (Cholil, 1893: 34)

Soer itu terdapat kalanya kulli (umum atau totalitas) serta terdapat kalanya bab’

i (beberapa), kulli dipecah jadi 2 ialah mujibah yang mewajibkan, kejelasan,

keharusan. Ilustrasi: semacam orang itu binatang. Serta salibah yang

menghapuskan, mentiadakan, serta menyangkal. Ilustrasi: bukanlah seluruh

dari orang itu batu. Bab’ i pula dipecah jadi 2 ialah mujibah, ilustrasi: beberapa

dari binatang itu orang serta salibah, ilustrasi: bukanlah beberapa dari binatang

itu orang.

Sur qadhiyah merupakan:

‫الَّلْفُظالَّد اُلَع َليَك ِمَيِةَم اُوِقَعَع َلْيِهالُح ْك ُمِم ْنَأْفَر اِد الَم ْو ُضْو ِع‬

‘Kata yang membuktikan jumlah suatu yang padanya diresmikan ketetapan

dari individu-individu maudhu’.

12
Adat sur ataupun sur qadhiyah merupakan tutur yang membuktikan enumerasi

(jumlah). Qadhiyah yang memakai adat sur ini diucap masrurat ataupun

mahshurat (Sukriadi, 2009: 74-75).

Adat sur terdapat terdapat 4 berbagai, antara lain:

1. Al-sur al-Kulli fi al-ijabi, ialah tutur yang membuktikan tetapnya mahmul pada

semua orang maudhu’, ilustrasi tutur: ‫ُك ٌّل‬,‫َجِم ْيٌع‬,‫َعاَّم ٌة‬,‫َك اَّفٌة‬

2. Al-sur al-Kulli fi al-Ijabi, ialah tutur yang membuktikan tidak tetapnya mahmul

dari orang maudhu’. Semacam tutur ‫اَل َش ْي ٌء‬, ‫اَل َأَح ٌد‬

1. tidak satupun).

2. Al-Sur al-juz’ I fi al-Ijabi, ialah tutur yang membuktikan tetapnya mahmul

untuk beberapa orang maudhu’. Semacam tutur: ‫َبْعٌض‬,‫َك ِثْيٌر‬, ‫ُم ْع َظٌم‬,‫َقِلْيٌل‬

3. Al-Sur al-Juz’ I fi al-Salab, ialah tutur yang membuktikan tidak tetapnya

mahmul dari beberapa individu-individu maudhu’. Semacam tutur:

‫َلْيَسَبْعٌض‬,‫َلْيَسَجِم ْيٌع‬, ‫َلْيَس ُك ٌّل‬

Dengan mencermati penjelasan Qadhiyyah Hamiliyah dari bidang kualitatif

(mujabah, salibah, maudhu-nya) serta kuantitatif (kuliyah, bab’ iyah) dan

kletika tidak memakai tutur kuantitatif, hingga jumlah keseluruhannya

merupakan 8 berbagai, antara lain:

1. Qadhiyah Hamliyah Kulliyah Masrurah bi al-Sur al-Kulli Wajibah ilustrasi tiap

orang merupakan binatang yang berasumsi..

2. Qadhiyah Hamliyah Kulliyah Masrurah bi al-Sur al-Kulli Salibah. ilustrasi:

tidak satupun dari orang itu batu.

13
3. Qadhiyah Hamliyah Kulliyah Masrurah bi al-Sur al-Juz’ I Mujabah. Ilustrasi:

beberapa orang merupakan pengarang.

4. Qadhiyah Hamliyah Kulliyah Masrurah bi al-Sur al-Juz’ I Salibah. Ilustrasi:

beberapa binatang merupakan orang.

5. Qadhiyah Hamliyah Kulliyah Mahmulah Mujabah. Ilustrasi: orang merupakan

tercantum binatang.

6. Qadhiyah Hamliyah Kulliyah Mahmulah Salibah. Ilustrasi: orang itu bukan

batu.

7. Qadhiyah Hamliyah Syahshiyah Mujabah. Ilustrasi: amar merupakan

mahasiswa.

8. Qadhiyah Hamliyah Syahshiyah Salibah. Ilustrasi: Syahroni bukan mahasiswa.

9. Hukum-Hukum Qadhiyyah.

14
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan penafsiran Qadhiyah serta penjatahannya dalam kondisi

linguistik serta hukum Islam, bisa disimpulkan kalau Qadhiyah merujuk pada

statment ataupun ketetapan yang bawa mungkin betul ataupun salah. Bagi Kamus

Al-Munawwir, Qadhiyah merupakan statment yang sempurna, memiliki mungkin

betul ataupun salah, serta bisa muat data yang berguna ataupun relevan. Dalam

ilmu mantiq, Qadhiyah pula mempunyai arti lain, ialah jumlah (mufidah) dalam

ilmu Nahu. Bila susunan perkata digabungkan jadi satu, hingga hendak membuat

perkata yang tertata serta memiliki arti tertentu yang gampang dimengerti.

Contoh-contoh semacam" Hal ini melelahkan" ataupun" Sebahagian mahasiswa

tidak muncul kuliah" ialah coretan dari Qadhiyah dalam kondisi ini. Rancangan

Qadhiyah dalam hukum Islam mempunyai relevansi berarti dengan pembuatan

ketetapan Qhadiyah. Dalam tiap Qadhiyah, ada 2 mungkin, ialah betul ataupun

salah. Misalnya, statment" Tahun depan aku hendak jadi graduan" ataupun"

Gedung KUPUSB yang terkini dijangka sedia dalam tempoh 2 tahun"

membuktikan 2 mungkin yang belum bisa ditentukan.

B. Saran

Kami sebagai penulis menyadari kurangnya referensi dan kelengkapan

dalam makalah kami, maka saya mengharapkan kritik dan sarannya sehingga

makalah ini dapat disempurnakan dengan lebih baimaka kami mengharapkan

kritik dan sarannya sehingga makalah ini dapat disempurnakan dengan baik.

15
DAFTAR PUSTAKA

Abdul Munib, Atnawi.(2020). DINAMIKA PESANTRAN DAN LOGICA.

JURNAL PENDIDIKAN DAN PEMIKIRAN KEISLAMAN. Vol 7 No.2

Bisyri, cholil. 1893. Ilmu Manthiq. Rembang: Al-Ma’arif offset.

Ibrahimi, al, Muhammad Nur, Ilmu alMantiq, Jakarta: Pustaka „Azam, 1961.

Muhammad Roy Purwanto. (2019). Ilmu Mantiq. Universitas Islam Indonesia

Mu‟in, Abdul, K. H. M. Taib Thohir, Ilmu Mantiq, Jakarta: Wijaya, 1964.

Sambas, sukriadi. 2009. Mantiq Kaidah Berfikir. Bandung: Remaja Rosdakarya.

Supandi, S. (2019). Perenan Pendidikan Orang Tua dalam Meningkatkan Mutu

Pendidikan Agama Anak di MTs Nasyrul Ulum Pamekasan. Al-Ulum

Jurnal Pemikiran Dan Penelitian Ke Islaman, 6(1), 60-71.

16

Anda mungkin juga menyukai