Anda di halaman 1dari 10

IMAN, AKAL DAN WAHYU

(Perbandingan Konsep Asy’ariyah, Mu’tazilah & Maturidiyah)

Makalah
Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah
Sejarah Pemikiran Islam

Dosen Pengampu
Dr. Abad Badruzaman,Lc, M.Ag.
Dr. Ngainun Naim, M.Hi

Disusun Oleh
Moch. Luthfi Murtadlho
Nim. 12502184005
Program Magister – S2
Program Studi Hukum Ekonomi Syari’ah

Institut Agama Islam Negeri ( IAIN) Tulungagung


Tahun 2018
Kata Pengantar

Alhamdulillah segala puji syukur selalu kami haturkan kehadirat Allah SWT yang
senantiasa melimpahkan rahmat, taufik, hidayah, serta inayah-Nya kepada kami,
sehinggakami bisa menyelesaikan tugas penyusunan Makalah Sejarah Pemikiran Islam.
Kami selaku penyusun makalah menyampaikan ucapan terima kasih kepada Bapak
Dr. Abad Badruzaman,Lc, M.Ag. dan Dr. Ngainun Naim, M.Hi selaku dosen pengampu mata
kuliah Sejarah Pemikiran Islam Progam Studi Hukum Ekonomi Syari’ah Pascasarjana
Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Tulungagung yang telah memberikan arahan dan
bimbingan dalam pembuatan makalah ini.
Makalah Sejarah Pemikiran Islam dengan judul IMAN, AKAL DAN WAHYU
(Perbandingan Konsep Asy’ariyah, Mu’tazilah & Maturidiyah) ini disusun untuk memenuhi
salah satu tugas mata kuliah Sejarah pemikiran Islam yang dibimbing oleh Bpk Dr. Abad
Badruzaman,Lc, M.Ag. dan Dr. Ngainun Naim, M.HI.
Dalam makalah dengan tema Sejarah Pemikiran Islam dengan judul faham aliran
jabariyah ini, kami akan ajaran serta doktrin pemikiran aliran jabariyah.
Penyusunan makalah ini, kami menyadari masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu,
kami tidak menutup diri dari para pembaca akan saran dan kritik yang sifatnya membangun
demi perbaikan dan peningkatan kualitas penyusunan makalah dimasa yang akan datang.
Dan kami berharap, semoga makalah ini bisa memberikan suatu kemanfaatan bagi
kami penyusun dan para pembaca semuanya. Amin.

Tulungagung, 14 Nofember 2018

Penyusun
DAFTAR ISI

COVER ................................................................................................................. i
KATA PENGANTAR .......................................................................................... ii
DAFTAR ISI ........................................................................................................ iii
BAB I PENDAHULUAN.............................................................................. 1
1.1 Latar Belakang............................................................................. 1
1.2 Rumusan Masalah........................................................................ 1
1.3 Tujuan Penulisan......................................................................... 1
BAB II PEMBAHASAN................................................................................. 2
A. PENGERTIAN JABARIYAH................................................... 2
B. SEJARAH KEMUNCULAN ALIRAN JABARIYAH............. 3
C. TOKOH-TOKOH SERTA DOKTRIN AJARAN   .................. 8
D. CIRI-CIRI AJARAN JABARIYAH  ........................................ 8
E. PENOLAKAN TERHADAP PAHAM JABARIYAH.............. 9
BAB III KESIMPULAN.................................................................................. 11
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 13
IMAN, AKAL DAN WAHYU
(Perbandingan Konsep Asy’ariyah, Mu’tazilah & Maturidiyah)
Moch. Luthfi Murtadlho

Pascasarjana Hukum Ekonomi Syariah Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Tulungagung

NIM; 12502184005

Abstrak

Pemikiran Islam sebagai suatu kebenaran yang subyektif dengan sendirinya akan mengalami
perubahan sesuai dengan perkembangan informasi disekitar pemahaman pesan Ilahi yang
dikuasai oleh seseorang, baik dalam pengetahuan maupun dalam pengalaman. Demikian pula
otoritas rasio (yang dipelopori Mu’tazilah) dan tradisi (yang dipelopori Asy’ariyah dan
sebagian Maturidi) mungkin akan mengalami perubahan yang bertentangan, tetapi
kenyataannya bahwa suatu pemikiran itu tidaklah dengan sendirinya menjadi objek kutukan
dan penghargaan atau menjadi jaminan kebenaran atau kepalsuan.
Otoritas rasio dan tradisi hanyalah merupakan alat, jalan dan cara untuk mendapatkan
pengetahuan, walaupun otoritas tradisi selamanya tidak dapat dipisahkan dari rasio. Tetapi
kenyataannya bahwa sesuatu itu merupakan nilai syari’at, tak dapat dipertentangkan secara
utuh dengan sesuatu yang rasional, oleh karena itu setiap lontaran pemikiran Islam
seharusnya diperlakukan sebagai karya ijtihadi dalam rangka menggapai kehendak Tuhan dan
bukan sebagai firman itu sendiri. Maka patutlah kita renungkan bahwa:‫ اختالف العلماء رحمة‬,
perbedaan pendapat dikalangan ulama adalah suatu rahmat.

Kata kunci: Iman, Akal Dan Wahyu


A. AKAL DAN WAHYU
Polemik penting mengenai akal dan wahyu terjadi antara aliran-aliran teologi islam, terutama
antara Mu’tazilah, Asy’ariyah dan Maturidiyah. Yang dipermasalahkan adalah kesanggupan
akal dan fungsi wahyu terhadap dua persoalan pokok dalam agama, yaitu adanya tuhan serta
kebaikan dan kejahatan, dengan permasalahan:
1. Dapatkan akal mengetahui adanya Tuhan ?
2. Dapatkan akal mengetahui kewajiban berterima kasih kepada Tuhan ?
3. Dapatkan akal mengetahui apa yang baik da apa yang buruk ?
4. Dapatkan akal mengetahui bahwa wajib bagi manusia berbuat baik dan wajib baginya
mengetahui perbuatan buruk ?
Dengan adanya permasalahan di atas, terjadi perbedaan pendapat dikalangan mutakallimin.
a. Mu’tazilah
Golongan ini berpendapat bahwa keempat masalah tersebut dapat diketahui oleh akal. Semua
pengetahuan dapat diperoleh dengan akal dan kewajiban-kewajiban dapat diketahui dengan
pemikiran yang mendalam. Dengan demikian berterimakasihlah pada Tuhan sebelum
turunnya wahyu wajib. Kebaikan dan kejahatan wajib diketahui akal, demikian pula
mengerjakan yang baik dan menjauhi yang jahat.1
b. Asy’ariyah
Berbeda dengan kaum Mu’tazilah yang menggunakan akal sebagai modal utama dalam
memecahkan masalah di atas (rasional). Golongan Asy’ariyah mengatakan bahwa akal dapat
mengetahui hanya satu dari keempat masalah itu, yaitu adanya Tuhan. Menurut Asy’ariyah
semua kewajiban dapat diketahui hanya melalui wahyu, akal tidak dapat menentukan sesuatu
menjadi wajib dan dengan demikian tak dapat mengetahui bahwa mengerjakan perbuatan
baik dan menjauhi perbuatan jahat adalah wajib.
Akal dapat mengetahui adanya Tuhan, tetapi mengetahui tentang kewajiban terhadap Tuhan
diperoleh hanya melalui wahyu.
c. Maturidiyah
Dalam masalah ini pendapat Maturidiyah terbagi menjadi dua golongan, yaitu Maturidiyah
Samarkhan dan Maturidiyah Bukhara.
Maturidiyah Samarkhan memberi jawaban bahwa hanya satu, yaitu kewajiban berbuat baik
dan menjauhi perbuatan jahat yang tidak dapat diketahui oleh akal, sementara ketiga masalah
lainnya adalah dalam jangkauan akal. Akal dapat mengetahui adanya Tuhan, wajibnya
manusia berterima kasih kepada Tuhan dan kebaikan serta kejahatan.
1
Sedangkan kaum Maturidiyah Bukhara tidak sepaham dengan Samarkhan. Bukhara
berpendapat hanya pengetahuan-pengetahuan yanga dapat diketahui akal. Adapun kewajiban-
kewajiban itu, wahyu Allah yang menentukannya. Jadi yang dapat diketahui akal hanya dua
dari empat masalah di atas, yaitu adanya Tuhan dan kebaikan serta kejahatan.
Jika diadakan perbandingan antara keempat golongan ini, mengenai akal dan wahyu, akan
dijumpai ada dua golongan yang memberi daya kuat kepada akal, yaitu aliran Mu’tazilah dan
Maturidiyah Samarkhan, dan kedua aliran lainnya memandang akal manusia lemah, yaitu
aliran Asy’ariyah dan Maturidiyah Bukhara.
Mengenai penilaian terhadap akal golongan Mu’tazilah memberi angka 4, Maturidiyah
Samarkhan memberi angka 3, Maturidiyah Bukhara memberi angka 2 dan Asy’ariyah
memberi angka 1.
Golongan Mu’tazilah dan Maturidiyah Samarkhan adalah aliran yang mengatakan bahwa
manusia mempunyai kebebasan dalam menentukan kemauan dan perbuatannya (Qadariyah,
free will and free act) sedangkan Asy’ariyah dan Maturidiyah Bukhara berpendapat bahwa
manusia tidak mempunyai kebebasan dalam kemauan dan perbuatannya (Jabariyah,
predestination).
Kaum Mu’tazilah dalam membela kaum Qadariyah menggunakan dalil:
} 29 :‫فَ َم ْن َشآ َء فَ ْليُْؤ ِم ْن َو َم ْن َشآ َء فَ ْليَ ْكفُرْ { الكهف‬
“Maka barang siapa yang ingin (percaya) hendaklah ia percaya, dan barang siapa yang ingin
(tidak percaya) biarlah ia tidak percaya.” (QS. 18: 29)
Sementara itu kaum Asy’ariyah membawa ayat Al-Qur’an untuk memperkuat argumen
rasional mereka
} 96 :‫َوهللاُ خَ لَقَ ُك ْم َو َما تَ ْع َملُوْ نَ { الصافّات‬
yang mereka artikan
“Tuhan menciptakan kamu dan perbuatan kamu” (QS. 37: 96)
Fenomena tersebut dapat digambarkan dalam ilustrasi sebagai berikut:
Keterangan:
MT : Mengetahui Tuhan
KMT : Kewajiban Mengetahui tuhan
MBJ : Mengetahui Baik dan Jahat
KMBJ : Kewajiban Mengetahui Baik dan Jahat

B. KONSEP IMAN
Dalam aliran-aliran yang berpendapat bahwa akal dapat sampai kepada kwajiban mengetahui
Tuhan, iman tidak bisa mempunyai arti pasif, iman tidak bisa mempunyai arti tasdiq, yaitu
menerima apa yang katakan atau disampaikan orang sebagai benar.Bagi aliran-lairan ini iman
mesti mempunyai arti aktif, karena manusia akalnya mesti dapat sampai kepada kewajiban
mengetahui Tuhan.
Adapun pendapat-pendapat golongan ahli kalam:
a. Mu’tazilah
Golongan ini berpendapat bahwa iman bukanlah tasdiq dan iman dalam arti mengetahuipun
belum cukup.
Menurut Abd. Al-Jabbar orang yang tahu Tuhan tetapi melawan kepadanya, bukanlah orang
yang mu’min, dengan demikian iman bagi mereka bukanlah tasdiq bukan pula ma’rifat, tetapi
amal yang timbul sebagai akibat dari mengetahui Tuhan. Tegasnya iman bagi mereka adalah
pelaksanaan perintah-perintah Tuhan. Manurut Abu Huzail yang dimaksud dengan perintah-
perintah Tuhan bukanlah hanya yang wajib saja, tetapi juga yang sunnah. Sedangkan An-
Najjah berpendapat bahwa Iman adalah menjauhi dosa-dosa besar. Walaupun berbda paham,
kaum Mu’tazilah sependapat bahwa iman bukanlah tasdiq, tetapi suatu hal yang lebih tinggi
dari itu.
b. Asy’ariyah
Iman tidak bisa merupakan ma’rifat atau amal, oleh karena itu iman bagi kaum Asy’ariyah
adalah tasdiq dan batasan iman adalah ‫ التصديق باهلل‬yaitu menerima sebagai benar khabar
adanya Tuhan.
c. Maturidiyah Bukhara
Golongan ini mempunyai faham yang sama dengan Asy’ariyah. Iman tidak bisa mengambil
bentuk ma’rifat atau amal, tetapi haruslah merupakan tasdiq. Batasan yang diberikan Al-
Bazdawi tentang iman adalah menerima dalam hati dengan lidah bahwa tidak ada tuhan
selain Allah dan bahwa tidak ada yang serupa dengan Dia.
d. Maturidiyah Samarkhan
Golongan ini berpendapat bahwa iman mestilah lebih dari tasdiq karena bagi mereka akal
dapat sampai kepada kewajiban mengetahui Tuhan.
Bagaimanapun batasan iman dengan tasdiq hanya dapat sesuai dengan aliran Asy’ariyah dan
aliran Matiridiyah Bukhara. Adapun bagi aliran Mu’tazilah dan aliran Maturidiyah
Samarkhan iman mestilah lebih dari tasdiq, yaitu ma’rifat dan amal.
C. SIFAT-SIFAT TUHAN
Adanya perbedaan pendapat tentang sifat-sifat Tuhan, karena penilaian aliran/golongan
terhadap paham kekuasaan dan kehendak mutlah Tuhan. Sifat mengandung arti tetap dan
kekal serta kuat. Sedangkan keadaan/kehendak dapat berubah dan mengandung arti lemah.
Dengan melihat konsep di atas terdapat perbedaan pendapat dikalangan ahli kalam
a. Mu’tazilah
Karena tidak berpendapat bahwa Tuhan mempunya kekuasaan dan kehendak yang betul-betul
mutlak, tetapi kekuasaan dan kehendak mutlak yang mempunyai batas-batas tertentu dapat
menerima paham bahwa Tuhan tidak mempunyai sifat.
Tuhan tidak mempunyai sifat, karena Tuhan tidak mempunyai pengetahuan, kekuasaaan,
tidak mempunyai hajat dan sebagainya. Maksudnya tidak berarti bahwa Tuhan tidak
mengetahui, tidak berkuasa, tidak hidup dan sebagainya. Tuhan tetap mengetahui, berkuasa
dan sebagainya tetapi mengatahui, berkuasa dan sebagainya bukanlah sifat dalam arti kata
yang sebenarnya. Arti Tuhan mengetahui dengan perantara pengetahuan, dan pengetahuan itu
adalah Tuhan sendiri. Tegasnya, kekalnya sifat-sifat akan membawa kepada paham-paham
banyak yang kekal ( ‫ القدماء‬x‫ تع ّدد‬, multiplicity of eternals) konsekuensinya membawa pula
kepada paham syirik atau polytheisme.
b. Asy’ariyah
Golongan Asy’ariyah mengatakan bahwa Tuhan mempunyai sifat (kebalikan dari golongan
Mu’tazilah), karena perbuatan-perbuatannya di samping menyatakan bahwa Tuhan
mengetahui, menghendaki, berbuat dan sebagainya, juga menyatakan bahwa ia mempunyai
pengetahuan, kemauan dan daya. Dan menurut Al-Bagdadi terdapat konsensus dikalangan
kaum Asy’ariyah bahwa daya, pengetahuan, hayat, kemauan, pendengaran, penglihatan dan
kalam Tuhan adalah kekal. Sifat-sifat ini, menurut Al-Ghazali tidaklah sama dengan, malahan
lain dari esensi Tuhan, tetapi berwujud dalam esensi itu sendiri
Uraian-uraian ini juga membawa paham banyak yang kekal, dan untuk mengatasinya kaum
Asy’ariyah mengatakan bahwa sifat-sifat itu bukanlah Tuhan tetapi tidak pula lain dari
Tuhan. Karena sifat-sifat tidak lain dari Tuhan, adanya sifat-sifat tidak membawa kepada
paham banyak yang kekal.
c. Maturidiyah Bukhara
Golongan ini memiliki persamaan dengan golongan Asy’ariyah, karena mempertahankan
kekuasaan mutlak Tuhan, berpendapat bahwa Tuhan mempunyai sifat-sifat. Persoalan
tentang banyak yang kekal, mereka selesaikan dengan mengatakan bahwa sifat-sifat Tuhan
kekal melaui kekekalan yang terdapat dalam esensi Tuhan dan bukan melalui kekekalan sifat-
sifat itu sendiri; juga dengan mengatakan bahwa Tuhan bersama-sama sifatnya kekal, tetapi
sifat-sifat itu tidaklah kekal.
d. Maturidiyah Samarkhan
Golongan Samarkhan dalam hal ini kelihatannya tidak sepaham dengan Mu’tazilah karena
Al-Maturidi mengatakan bahwa sifat bukanlah Tuhan tetapi pula tidak lain dari Tuhan.
Itulah pendapat-pendapat golongan aliran teologi, yang berpendapat tentang sifat-sifat Tuhan.
Ringkasnya yaitu: Golongan Mu’tazilah meniadakan bilangan bagaimanapun juga
macamnya, kerana sifat-sifat itu adalah hakekat zat, sedang zt Tuhan satu, esa sehingga tidak
mungkin yang qadim berbilang. Sedangkan golongan Asy’ariyah berpendapat bahwa sifat-
sifat itu lain daripada zat.
KESIMPULAN
Walaupun semua aliran teologi ini dalam memperkuat pendapat mereka masing-masing, di
samping membawa argumen-argumen rasional tanpa ditopang oleh ayat-ayat Al-Qur’an
belum cukup kuat. Demikian juga semua aliran itu, termasuk Mu’tazilah dalam pemikiran
teologis mereka tidak menentang nash atau teks Al-Qur’an, hanya nash itu diberi interpretasi
yang lebih liberal dari golongan Asy’ariyah. Dengan kata lain penafsiran Asy’ariyah dekat
kepada arti lafzhi sedangkan penafsiran Mu’tazilah jauh dari arti lafzhi, tetapi bagaimanapun
semua aliran itu termasuk Asy’ariyah mempergunakan akal dalam memahami ayat-ayat Al-
Qur’an.

DAFTAR PUSTAKA
ABU ZAHRAH, Imam Muhammad, Prof. Dr., Aliran Politik Dan Akidah Dalam Islam,
Logos, 1996
NASUTION, Harun, Prof. Dr., Teologi Islam; Aliran-aliran Sejarah Analisa Perbandinga,
Jakarta, UI Press, 1986
Anwar ,amir, akal dan wahyu , Jakarta, UI Press, 1999
A. HANAFI, MA., Teologi Islam, Jakarta, Bulan Bintang, 1996
DAHLAN, Abdul Aziz, Drs., Sejarah Perkembangan Pemikiran Dalam Islam, Jakarta,
Bennebi Cipta, 1998

Anda mungkin juga menyukai