Anda di halaman 1dari 16

KONSEP TAUHIDD (ULUHIYYAH, RUBUBIYYAH, DAN MULKIYYAH)

DALAM KEHIDUPAN

MAKALAH AGAMA ISLAM

Diajukan untuk memenuhi tugas mata kuliah Agama

OLEH :

Agri Thael Pratama


(P17333119403)

PROGRAM STUDI D-IV

JURUSAN KESEHATAN LINGKUNGAN

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES

BANDUNG

2019
KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah yang telah mengutus RasulNya dengan petunjuk din al-Haq,
untuk memenangkannya atas seluruh dien, lalu menjadikannya sebagai saksi, pemberi kabar
gembira dan peringatan, serta menjadikannya sebagai penyeru kepada Allah dengan
izinNya, sebagai lentera yang bercahaya dan menjadikan padanya suri tauladan yang baik
bagi orang yang mengharapkan keridhaan Allah dan balasan di Hari Akhir serta banyak
berdzikir kepadaNya. Ya Allah sampaikan shalawat dan salam kepada beliau, berkahilah
diri beliau, keluarga, para sahabatnya dan orang-orang yang mengikuti mereka dengan baik
hingga Hari Kiamat serta pancarkanlah bagi mereka sumber-sumber rahmat dan keridhaan,
Wa Ba’du.

Sesungguhnya penulisan makalah bertema Tauhid merupakan hal esensial yang saya
diberikan segala kebaikan dan kemudahan dalam pengerjaannya. Makalah ini merupakan
salah satu syarat tugas yang harus dipenuhi oleh kami sebagai mahasiswa dalam
pembelajaran sebagai alat/instrumen untuk memperkaya diri dengan berbagi macam ilmu,
khususnya Tauhid dalam konteks agama sebagai dasar islam. Pada kesempatan ini, saya
memberikan penghargaan dan ucapan terima kasih kepada Bapak Nanang Rahmat
S.Pd.I.,MA.Pd yang telah memberikan arahan serta bimbingan dalam penulisan makalah
berjudul Konsep Tauhid (Uluhiyyah, Rububiyyah, dan Mulkiyyah) Dalam Kehidupan.

Saya berharap semoga pengetahuan dalam penulisan makalah ini dapat menjadi
manfaat bagi rekan-rekan, dan khususnya bagi saya tersendiri. Saya menyadari bahwa
makalah ini masih jauh dari kesempurnaan, seperti kata pepatah mengatakan Tak Ada
Gading Yang Tak Retak oleh karena itu penulis mengharapkan masukan , kritik dan saran
dari pembaca.
Cimahi, 29 Agustus 2019

Penulis

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ............................................................................................. ii

DAFTAR ISI ........................................................................................................ iii

BAB I PENDAHULUAN......................................................................................... 1

1.1 Latar Belakang ....................................................................................... 1


1.2 Identifikasi Masalah ............................................................................... 2
1.3 Rumusan Masalah ................................................................................... 2
1.4 Tujuan Penelitian .................................................................................... 2

BAB II PEMBAHASAN ......................................................................................... 3

1.1 Landasan Teori dan Landasan Teologis .................................................. 3


1.2 Bahasan Rumusan Masalah ..................................................................... 9

BAB III PENUTUP ................................................................................................. 12

3.1 Kesimpulan............................................................................................... 12
3.2 Saran......................................................................................................... 12

DAFTAR PUSTAKA............................................................................................... 13

iii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Pokok agama ini adalah Tauhid yang dengan misi ini Allah mengutus semua rasul-
Nya dan menurunkan semua kitab-Nya. Bahkan karena tujuan tauhid pula Allah
menciptakan jin dan manusia maupun semua makhluk-Nya. Dengan tauhid pula seorang
kafir menjadi muslim, dan dengan sebab mengingkarinya atau mengolok-oloknya
seorang muslim menjadi kafir. Dengan tauhid pula Allah mempersatukan hamba-
hamba-Nya di dunia dan memasukkan mereka ke dalam surga di akhirat, dengan dasar
tauhid pula semua perkataan dan amalan shalih diterima di sisi Allah.
Barang siapa mati diatas tauhid, maka dijamin masujk ke dalam surga, dan barang
siapa mati diluar tauhid maka dimasukkan ke dalam neraka, kekal didalamnya. Orang
yang berjumpa dengan Allah membawa dosa-dosa sepenuh bumi, tetapi ia juga
membawa tauhid maka Allah akan mendatangkan ampunan yang sepenuh bumi pula.
Orang-orang yang bertauhid yang masuk neraka karena dosa-dosanya dikeluarkan
darinya dengan sebab tauhid. Maka segala pujian hanya milik Allah nyang dengan
nikmat-Nya saja segala kebaikan menjadi sempurna.
Adapun syirik, lawan dari tauhid, maka ia merupakan sebab yang paling besar bagi
segala kejelekan dan bencana di dunia dan di akhirat. Sebagaimana tauhid adalah
perkara paling besar yang Allah perintahkan kepada hamba-hamba-Nya, mka kesyirikan
adalah perkara paling besar yang Dia larang.
Al-Allamah Ibnu Al-Qayyim mengatakan, “Adapaun tauhid yang didakwahkan oleh
para rasul dan yang terdapat dalam kitab-kitab yang diturunkan dari Allah ada dua
macam : Tauhid dalam hal ma’rifah dan itsbat, dan tauhid dalam hal thalab dan qashdu.
Tauhid jenis yang pertama adalah penetapan tentang hakkikat dzat Allah, sifat-sifat-
Nya, perbuatan-perbuatan-Nya, nama-nama-Nya, kalam-Nya dalam kitab-kitab-Nya,
dan pembicaraan-Nya, dengan siapa saja diantara hamba-hamba-Nya yang dikehendaki.
Juga penetapan tentang keumuman qadha dan qadar serta hikmah-Nya.

1
1.2 Identifikasi Masalah
Realisasi tauhid dalam kehidupan manusia adalah pokok atau landasan awal dari
beri-islam atau menjadi seorang muslim seutuhnya. Kebutuhan dalam menjadikan
seseorang sebagai manusia yang ber-Tuhan adalah esensial, dimana pada dasarnya
keimananan menjadi tolak ukur untuk dasar ibadah, tauhid dan impelemntasinya pada
jaman ini menjadi hal yang sangat jarang dipahami oleh masyarakat muslim.
Lebih jauh lagi, ketika seseorang ditanya definisi dari tauhid maka seseorang
tersebut memiliki kesulitan dalam menjawab pertanyaan. Permasalahan inti dari konsep
tauhid dalam kehidupan adalah ketidaktahuan akan pengertian dan makna oleh para
masyarakat muslim, menjadikan hal ini sebagai pemahaman yang salah, simpang siur,
dan merupakan kebodohan tersendiri. Maka, pemahaman, pengertian secara bahasa dan
istilah terhadap tauhid untuk kehidupan manusia sangatlah dibutuhkan, bahkan
mencapai level darurat (urgent).

1.3 Rumusan Masalah


1. Mengapa manusia perlu mengerti Tauhid?
2. Fungsi Tauhid dalam kehidupan
1.4 Tujuan Penelitian
Tujuan dari penilitian ini menimplementasikan, menganlisis, memberikan pemaran
dalam pemaknaan Tauhid dalam kehidupan manusia. Menjadikan sebuah kerangka
penting dalam pemikiran ruang lingkup ilmu rasional dan ilmu agama. Konsentrasi
penelitian ditujukan sebagai pencarian bahan pembelajaran dan penerapan fungsi
esensial tauhid.

2
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Landasan Teori dan Landasan Teologis

Tauhid (Arab: ‫ )توحيد‬adalah konsep dalam aqidah Islam yang menyatakan keesaan
Allah.[1] Pembahasan dalam ilmu Tauhid dibagi menjadi 3 macam yakni tauhid
rububiyah, uluhiyah dan Asma wa Sifat. Mengamalkan tauhid dan menjauhi syirik
merupakan konsekuensi dari kalimat syahadat yang telah diikrarkan oleh seorang
muslim.

1. Tauhid Rububiyah

Beriman bahwa hanya Allah satu-satunya Rabb yang memiliki, merencanakan,


menciptakan, mengatur, memelihara, memberi rezeki, memberikan manfaat, menolak
mudharat serta menjaga seluruh Alam Semesta. Sebagaimana terdapat dalam Al Quran
yang berbunyi:

Allah menciptakan segala sesuatu dan Dia memelihara segala sesuatu.


(Az-Zumar 39:62)

Hal yang seperti ini diakui oleh seluruh manusia, tidak ada seorang pun yang
mengingkarinya. Orang-orang yang mengingkari hal ini, seperti kaum atheis, pada
kenyataannya mereka menampakkan keingkarannya hanya karena kesombongan
mereka. Padahal, jauh di dalam lubuk hati mereka, mereka mengakui bahwa tidaklah
alam semesta ini terjadi kecuali ada yang membuat dan mengaturnya. Mereka hanyalah
membohongi kata hati mereka sendiri. Hal ini sebagaimana firman Allah:

Apakah mereka diciptakan tanpa sesuatu pun ataukah mereka


yang menciptakan? Ataukah mereka telah menciptakan langit dan
bumi itu? sebenarnya mereka tidak meyakini (apa yang mereka
katakan). (Ath-Thur: 35-36)

3
Namun pengakuan seseorang terhadap Tauhid Rububiyah ini tidaklah menjadikan
seseorang beragama Islam karena sesungguhnya orang-orang musyrikin Quraisy yang
diperangi rasulullah mengakui dan meyakini jenis tauhid ini. Sebagaimana firman
Allah,

Katakanlah: ‘Siapakah Yang memiliki langit yang tujuh dan Yang memiliki
Arsy yang besar?’ Mereka akan menjawab: ‘Kepunyaan Allah.’ Katakanlah:
‘Maka apakah kamu tidak bertakwa?’ Katakanlah: ‘Siapakah yang di tangan-Nya
berada kekuasaan atas segala sesuatu sedang Dia melindungi, tetapi tidak ada yang
dapat dilindungi dari -Nya, jika kamu mengetahui?’ Mereka akan menjawab:
‘Kepunyaan Allah.’ Katakanlah: ‘Maka dari jalan manakah kamu ditipu?' (Al-
Mu’minun: 86-89)

Tauhid rububiyah adalah mengesakan Allah Ta’ala dalam pekerjaan-Nya seperti


mencipta, menguasai, mengatur, memberi rizki, menghidupkan, mematikan,
menurunkan hujan dan semisal itu. maka seorang hamba tidak sempurna tauhidnya
sampai mengakui bahwa Allah Ta’ala itu Tuhan segala sesuatu, Pemilik, Pencipta,
Pemberi rizki, bahwa Dia Yang Menghidupkan dan Mematikan, Pemberi Manfaar dan
Mudharat, Satu-satunya yang mengabulkan doa. Milik-Nya semua masalah, ditangan-
Nya semua kebaikan, Dia Yang Maha Mampu atas segala sesuatu. Termasuk dalam hal
ini keimanan terhadap takdir, baik maupun buruk.

Tauhid macam ini tidak diingkari orang-orang musyrik saat Rasul sallallahu’alaihi
wa sallam diutus pada mereka, bahkan mereka mengakuinya secara global.

Sebagaimana Firman Allah:

)9 :‫ولئن سألتهم من خلق السماوات واألرض ليقولن خلقهن العزيز العليم (سورة الزخرف‬

“Dan sungguh jika kamu tanyakan kepada mereka: "Siapakah yang menciptakan
langit dan bumi?", niscaya mereka akan menjawab: "Semuanya diciptakan oleh Yang
Maha Perkasa lagi Maha Mengetahui." (QS. Az-Zukhruf: 9)

4
Mereka mengakui bahwa Allah adalah yang mengatur semua urusan. Ditangan-Nya
semua kekuasaan langit dan bumi. Dengan demikian, dapat diketahui bahwa pengakuan
terhadap Rububiyah Allah Ta’ala tidak cukup bagi seorang hamba untuk menunjukkan
keislamannya, bahkan dia harus mewujudkan sesuatu yang harus menyertainya
sekaligus kandungannya, yaitu Tauhid Uluhiyah; Mengesakan Allah Ta’ala dalam
beribadah.

Tauhid ini –yakni tauhid rububiyah- tidak ada yang mengingkari mereka yang tahu
dari kalangan bani Adam. Tidak ada seorang pun dari makhluk mengatakan, ‘Bahwa
alam ini ada dua pencipta yang sama. Tidak seorang pun yang mengingkari tauhid
rububiyah. Kecuali yang terjadi pada Fir’aun, maka dia mengingkari karena
kesombongan dan pembangkangan. Bahkan dia (semoga Allah melaknatnya) mengaku
sebagai Tuhan. Allah berfirman menceritakan tentang dia.

"(Seraya) berkata: "Akulah tuhanmu yang paling tinggi." (QS. An-Nazi’at: 24(

"Aku tidak mengetahui tuhan bagimu selain aku." (QS. Al-Qashash: 38)

Ini adalah bentuk kesombongan darinya, karena dia tahu bahwa Tuhan adalah selain
dia. Sebagaimana Firman Allah Ta’ala:

)14 :‫وجحدوا بها واستيقنتها أنفسهم ظلما ً وعلواً (سورة النمل‬

“Dan mereka mengingkarinya karena kezaliman dan kesombongan )mereka) padahal


hati mereka meyakini )kebenaran(nya.” )QS. An-Naml: 14)

Allah berfirman bercerita tentang Nabi Musa ketiak berdialog dengannya,

"Musa menjawab: "Sesungguhnya kamu telah mengetahui, bahwa tiada yang


menurunkan mukjizat-mukjizat itu kecuali Tuhan Yang memelihara langit dan bumi.”
(QS. Al-Isra: 102)

Padahal diri sendiri mengakui bahwa Tuhan adalah Allah Azza Wa jalla.
5
Sebagaimana pengingkaran tauhid rububiyah dengan cara menyekutukan dilakukan
kaum Majusi. Mereka mengatakan, ‘Sesungguhnya alam ada dua pencipta yaitu
kegelapan dan cahaya. Meskipun begitu tidak menjadikan dua pencipta ini sama.
Mereka mengatakan, ‘Bahwa cahaya itu lebih baik dari kegelapan. Karena ia
menciptakan kebaikan, dan kegelapan menciptakan kejelekan. Yang menciptakan
kebaikan itu lebih baik dibandingkan yang menciptakan keburukan. Begitu juga
kegelapan itu tidak ada dan tidak menyinari, sementara cahaya itu ada dan menyinari.
Maka ia lebih sempurna pada zatnya.

Pengakuan orang-orang musyrik dengan tauhid rububiyah tidak berarti bahwa


mereka telah mewujudkan keimanan yang sempurna. Mereka memang mengakui secara
global sebagaimana yang diceritakan tentang mereka dalam banyak ayat tadi. Akan
tetapi mereka terjerumus dalam keyakinan dan perbuatan yang membatalkannya. Di
antara hal itu adalah menyandarkan hujan ke bintang-bintang. Serta keyakinan mereka
kepada dukun dan tukang sihir yang mengaku mengetahui perkara ghaib atau perkara
kesyirikan dan rububiyah lainnya. Keyakinan rububiah mereka tinggal sedikit dan
sangat terbatas jika dibandingkan kesyirikan mereka dalam uluhiyah dan ibadah.

Tauhid Rubbubiyah adalah keyakinan yang bulat dan utuh bahwa Alloh SWT adalah
satu-satunya Rabb. Yaitu satu-satunya Dzat yang memiliki kekuasaan Rubbubiyah
seperti menciptakan, memberi rizki (Qs. 10/31-32), pendidik dan pengasuh,
memutuskan perkara dan memiliki segala sesuatu.

2. Tauhid Uluhiyah/Ibadah

Beriman bahwa hanya Allah semata yang berhak disembah, tidak ada sekutu
bagiNya. "Allah menyatakan bahwa tidak ada Tuhan (yang berhak disembah) selain
Dia yang menegakkan keadilan. Para malaikat dan orang orang yang berilmu (juga
menyatakan demikian).

Tidak ada Tuhan (yang berhak disembah) selain Dia yang


Mahaperkasa lagi Maha Bijaksana. ('Al 'Imran 3:18)

6
Beriman terhadap uluhiyah Allah merupakan konsekuensi dari keimanan terhadap
rububiyahNya. Mengesakan Allah dalam segala macam ibadah yang kita lakukan.
Seperti salat, doa, nadzar, menyembelih, tawakkal, taubat, harap, cinta, takut dan
berbagai macam ibadah lainnya. Di mana kita harus memaksudkan tujuan dari kesemua
ibadah itu hanya kepada Allah semata. Tauhid inilah yang merupakan inti dakwah para
rasul dan merupakan tauhid yang diingkari oleh kaum musyrikin Quraisy. Hal ini
sebagaimana yang difirmankan Allah mengenai perkataan mereka itu

Mengapa ia menjadikan sesembahan-sesembahan itu Sesembahan


Yang Satu saja? Sesungguhnya ini benar-benar suatu hal yang sangat
mengherankan. (Shaad 38:5)

Dalam ayat ini kaum musyrikin Quraisy mengingkari jika tujuan dari berbagai
macam ibadah hanya ditujukan untuk Allah semata. Oleh karena pengingkaran inilah
maka mereka dikafirkan oleh Allah dan rasul-Nya walaupun mereka mengakui bahwa
Allah adalah satu-satunya Pencipta alam semesta.

3. Tauhid Mulkiyah

Yang dimaksud dengan tauhid Mulkiyah adalah mengakui dan meyakini Allah SWT
sebagai satu-satunya Raja. Seseorang diwajibkan, sepanjang syari’at Islam, memiliki
keyakinan bahwa satu-satunya Maharaja beserta seluruh aturan-aturannya yang wajib
ditaati dlohir bathin, hanyalah Mulkiyah Allah (Malikinnas). Pengingkaran terhadap
Tauhid Mulkiyah, diaman seseorang mengingkari Allah sebagai satu-satunya Raja,
maka ia jatuh kedalam Kufur Mulkiyah. Adapun seseorng yang menganggap bahwa ada
pihak lain selain Allah sebagai Raja, maka ia terjatuh dalam Musyrik Mulkiyah.

Realisasi dari Tauhid Mulkiyah

adalah mengakui Allah sebagai satu-saTunya Raja. Dan bila dikatakan Raja atau
Kerajaan (Mulkiyah), maka tidak terlepas dari unsur-unsur (a) aparatur, (b) aturan/
undang-undang/ hukum, (c) wilayah dan (d) Rakyat, karena tidak bisa disebut kerajaan
jika tidak memiliki empat unsur diatas. Keempat unsur Mulkiyah ini membentuk suatu
tatanan system, yang dalam ilmu politik disebut dengan Dawlah Islamiyah.

7
Termasuk dalam Tauhid Mulkiyah adlah meyakini bahwa perwujudan Mulkiyatullah
di dunia adalah melalui hadirnya lembaga kepemimpinan bermanhaj risalah, persis
seperti halnya lembaga kepemimpinan khilafah pasca nubuwah yang dipimpin Abu
Bakar Ash-Shidiq. Ketaatan kepada ulim amri dalam lembaga ini berkedudukan sana
dengan ketaatan kepada Rasul, perhatikan hadits-hadits Rasulullah tentang amir.

Didalam Qs. 2:107 dinyatakan bahwa milik Allah SWT kerajaan langit dan kerajaan
bumi, annalloha mulku-ssamawati wal ardhi.

“tiadakah kamu mengetahui bahwa kerajaan langit dan bumi adalah kepunyaan
Allah? Dan tiada bagimu selain Allah seorang pelindung maupun seorang penolong.”
Qs. 2/107

Demikian halnya didalam Qs. 25:2 lebih jauh dinyatakan disana bahwa tidak pernah
ada sekutu didalam kerajaann-Nya, walam yakunlahu syarikun fil-mulki.

“Yang kepunyaan-Nyalah kerajaan langit dan bumi, dan Dia tidak mempunyai anak,
dan tidak ada sekutu bagi-Nya dalam kekuasaan (Nya), dan Dia telah menciptakan
segala sesuatu, dan Dia menetapkan ukuran-ukurannya dengan serapi-rapinya.” Qs. 25/2

4. Tauhid Asma wa sifat

Beriman bahwa Allah memiliki nama dan sifat baik (asma'ul husna) yang sesuai
dengan keagunganNya. Umat Islam mengenal 99 asma'ul husna yang merupakan nama
sekaligus sifat Allah.

Imam Syafi’i meletakkan kaidah dasar ketika berbicara tentang nama-nama dan
sifat-sifat Allah sebagai berikut:

“Aku beriman kepada Allah dan apa-apa yang datang dari Allah dan sesuai dengan
apa yang dimaukan oleh Allah. Aku beriman kepada Rasulullah dan apa-apa yang
datang dari Rasulullah sesuai dengan apa yang dimaukan oleh Rasulullah”.

2.2 Bahasan Rumusan Masalah

8
Beriman kepada Allah ditunjukan dan dibuktikan dengan berbagai dalil baik secara
fitrah, akal, syar’i dan juga panca indera. Pada asalnya setiap insan memiliki fitrah
tentang keyakinan kepada sang pencipta tanpa harus berifpikir atau belajar. Tidak akan
menyimpang dari fitrahnya ini kecuali orang-orang yang memang di dalam hatinya
memiliki sesuatu yang menyimpangkannya.

Rasulullah bersabda “seseorang tidaklah dilahirkan kecuali dilahirkan dalam


keadaan fitrah. Kedua orangtuanyalah yang menjadikan dia Yahudi atau Nasrani atau
Majusi” )HR. Al-bukhori).

Dari sisi akala bahwa seluruh makhluk yang ada pasti ada yang menciptakan dan
mengadakannya. Tidak mungkin mereka menciptakan dirinya sendiri karena
sebelumnya mereka tidak ada dan tidak mungkin pula tercipta secara kebetulan dan
tiba-tiba. Sesuatu yang tercipta dan tersusun rapi sangat mustahil apabila terjadi secara
kebetulan karena sesuatu yang timbul secara spontanitas pada awalnya pasti tidak
teratur.

Dari sisi syar’i bahwa seluruh kitab suci yang diturunkan serta hukum-hukum dan
kabar-kabar yang terdapat dalam kitab-kitab tersebut menunjukan akan keberadaan
Allah dan memand datang dari sisi Rabb yang Maha Kuasa. Adapun dari sisi panca
indera bahwa terkabulkannya do’a dan permintaan seeseorang yang dipanjatkan inipun
menjadi bukti nyata akan adanya Allah.

Beriman dengan rububiyah Allah bermakna beriman bahwa Allah adalah satu-
satunya Rabb, tidak ada sekutu baginya dan tidak ada satu penologpun yang
membantu-Nya. Rabb disini bermakna dzat yang memiliki hak penciptaan, kekuasaan
dan perintah. Dengan demikian maka tidak ada pencipta Allah, tidak ada yang
menguasai dan memiliki selain Allah dan tidak ada perintah selain milik-Nya.

Allah berfirman :

9
Sesungguhnya Tuhan kamu ialah Allah yang telah menciptakan langit dan bumi
dalam enam masa, lalu Dia bersemayam di atas 'Arsy[548]. Dia menutupkan malam
kepada siang yang mengikutinya dengan cepat, dan (diciptakan-Nya pula) matahari,
bulan dan bintang-bintang (masing-masing) tunduk kepada perintah-Nya. Ingatlah,
menciptakan dan memerintah hanyalah hak Allah. Maha Suci Allah, Tuhan semesta
alam. (Qs. Al-A’raf :54)

Beriman dengan Uluhiyyah Allah bermakna bahwa Allah adalah satu-satunya Ilah
yang benar, tidak ada sekutu bagi-Nya. Ilah bermakna ma’luh yakni dzat yang
diibadahi dengna penuh kecintaan dan pengagungan. Allah berfirman :

Dan Tuhanmu adalah Tuhan Yang Maha Esa; tidak ada Tuhan melainkan Dia Yang
Maha Pemurah lagi Maha Penyayang (Qs. Al-Baqarah : 163)

Sehingga segala sesuatu yang dijadikan sembahan selain Allah maka sifat
uluhiyyahnya adalah uluhiyyah yang bathil.

Beriman dengan asma’ )nama-nama) dan sifat-sifat Allah, hal ini bermakna
menetapkan seluruh nama dan sifat yang telah Allah tetapkan bagi diri-Nya sendiri baik
di dalam Al-Qur’an ataupun sunnah nabi-Nya sesuai dengan cara yang benar tanpa
disertai dengan tahrif )penyelewengan makna(, ta’thil )menolak makna yang benar),
takyif (membayangkan, menanyakan kaifiyah) dan tamtsil (menyerupakan dengan
makhluk).

Konsep tauhid dalam kehidupan seorang muslim, secara tegas adalah pengenalan
awal untuk meletakkan dasar-dasar pengetahuan akan diri terhadap Tuhan-Nya. Tauhid
sebagai pengatur utama syarat-syarat peribadahan, dan sebagai jalan seorang muslim
bahwa gagasan dasar ilmu agama tidaklah hanya mengacu kepada kaifiyah atau tata cara
seseorang itu beribadah, sebarapa lama dia beribadah, seberapa bagus maupun seberapa
10
rajin dia beribadah. Namun, yang paling krusial adalah bagaimana seseorang tersebut
menunjukan peribadahannya, kepada siapa dia beribadah, keselerasan hati dan jiwa
seorang hamba dalam beriabadah terhadap paduka/raja yang berarti kepada Allah, tidak
menjadikan ibadah yang salah dengan merujuk kepada sesembahan selain Allah atau
thagut.

Apa yang kita ketahui tentang ketuhanan adalah bukan berarti kita mengetahu dan
faham akan makna tauhid dalam islam. Islam mengajarkan bagaimana cara mengenal
tuhannya secara lahir, dan lebih dalam secara jiwa. Pada masa sekarang permasalahan
yang kerap muncul adalah kebodohan masyarakat muslim terhadap konsep tauhid,
seseorang yang mengaku muslim tidaklah dikatakan muslim apabila dia tidak faham
akan tauhid, dan lebih jauh lagi dapat dikatakan dia seorang kafir apabila meninggalkan
dan mengingkari syarat dan cara peribadahan kepada Allah azza wa jala’.

11
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Tauhid adalah mengesakan Allah dengan secara tegas mengakui bahwa Allah adalah
tuhan semesta alam, pengatur, pencipta, raja, dan segala sesuatu yang ada Dia lah yang
menciptakan. Indikasi seseorang melaksanakan konsep tauhid adalah dengan
melaksanakan ketaatan yang disyariatkan, seperti do’a, nadzar, qurban, raja’ )berharap(,
takut, tawakal, raghbah (senang), rahbah (takut), dan inabah (kembali/taubat). Dan jenis
tauhid yang seperti ini adalah inti dari dakwah para rasul, mulai rasul pertama hingga
rasul terakhir.

Tauhid adalah inti, karena ia adalah asas dan pondasi tempat dibangunnya seluruh
amal. Tanpa merealisasikannya, semua amal ibadah tidak akan diterima, apabila tauhid
tidak diwujudkan maka muncul perlawanan yang dinamakan syirik’.

Konsekuensi dari ber-Tauhid adalah menerima setiap ketentuan Allah, menjalankan,


dan mengerti bahwa hanya Allah dan segala sesuatu harus digantungkan kepada Allah.

3.2 Saran

Berdasarkan penulisan makalah dengan tema Tauhid, perlu diakannya penelitian dan
pengkajian kitab-kitab Tauhid, membuka ruang diskusi, mempelajari atsar-atsar
rasulullah, mendatangi kajian ilmu dimana ulama dapat menjelaskan lebih mendetail
terhadap materi yang berkaitan, agar menciptakan kondisi dimana muncul potensi
kesadaran terhadap pentingya memahami dan merealisasikan tauhid dalam kehidupan.

12
DAFTAR PUSTAKA

Majmu Fatawa ; Syaikh Ibn Taimiyah

Fathul Majid ; Syaikh Abdurrahman bin Hasan Alu Syaikh

Penjelasan Mendasar Dua Kalimat Syahadat ; Syaikh Ds. Shalih Fauzan al-Fauzan

Buletin Al-Ilmu ; Beriman Kepada Allah, Pembatal-pembatal wudhu

http://wikipedia.org/tauhid

13

Anda mungkin juga menyukai