Anda di halaman 1dari 9

TUGAS 1

DRUG DISCOVERY AND DEVELOPMENT


Oral Dissolving Films (ODF) Of Natrium Diklofenak

DOSEN PENGAMPU:
Prof. Dr. apt. Almahdy A., M.Si.

OLEH:
apt. MIFTAHUL JANNAH, S. Farm
NIM: 2221012012

PASCA SARJANA FAKULTAS FARMASI


UNIVERSITAS ANDALAS
PADANG
2022
1
DRUG DISCOVERY AND DEVELOPMENT
Oral Dissolving Films (ODF) Of Natrium Diklofenak

1. NATRIUM DIKLOFENAK
A. Uraian Bahan
Rumus bangun :

Gambar 2.1 Struktur kimia natrium diklofenak


Rumus molekul : C14H10Cl2NNaO2
Nama kimia :Sodium [2-(2,6-dichloroanilino)phenyl]acetate
Sinonim : - Natrii diclofenacum
- Diclofenac sodium
Berat molekul : 318,1
Pemerian : Serbuk berwarna putih dan higroskopis.
Kelarutan : Sedikit larut dalam air, larut dalam alkohol, praktis tidak
larut dalam klorofom dan eter, sedikit larut dalam aseton,
mudah larut dalam metil alkohol (Sweetman, 2009)
pKa : 4,2
B. Farmakologi natrium diklofenak
a. Farmadinamik
Diklofenak adalah turunan asam fenilasetat sederhana yang menyerupai
flurbiprofen maupun meklofenamat. Obat ini adalah penghambat siklooksigenase
yang kuat dengan efek anti inflamasi, analgesik dan antipiretik. Diklofenak cepat
diabsorbsi setelah pemberian oral dan mempunyai waktu paruh yang pendek. Seperti
flurbiprofen, obat ini berkumpul di cairan sinovial. Potensi diklofenak lebih besar
dari pada naproksen. Obat ini dianjurkan untuk kondisi peradangan kronis seperti
artritis rematoid dan osteoartritis serta untuk pengobatan nyeri otot rangka akut.
Seperti obat-obat golongan NSAIDs (Non-Steroidal Anti-Inflammatory
Drugs) lainnya, natrium diklofenak bekerja dengan menghambat sintesa
prostaglandin, dimana kedua jenis cyclo-oxygenasediblokir. Prostaglandin ialah
hormon jaringan yang memiliki rumus asam lemak tak-jenuh yang dihidroksilasi.
2
Prostaglandin disintesa bila membran sel mengalami kerusakan oleh suatu
rangsangan kimiawi, fisik, atau mekanis, maka enzim fosfolipase diaktifkan untuk
mengubah fosfolipida menjadi asam arachidonat. Asam lemak poli-tak jenuh
kemudian untuk sebagian diubah oleh enzim cyclo-oksygenase menjadi asa,
endoperoksida dan seterusnya menjadi prostaglandin. Cyclo-oksygenase terdiri dari
dua iso-enzim, yaitu COX-1 (tromboksan dan prostasiklin) dan COX-2
(prostaglandin). Kebanyakan COX-1 terdapat di jaringan, antara lain dipelat-pelat
darah, ginjal dan saluran cerna. Zat ini berperan dalam pemeliharaan perfusi ginjal,
homeostase vaskuler, dan melindungi lambung dengan jalan membentuk bikarbonat
dan lendir, serta menghambat produksi asam. COX-2 dalam keadaan normal tidak
terdapat di jaringan, tetapi dibentuk selama proses peradangan oleh sel-sel radang.
Penghambatan COX-2 lah yang memberikan efek anti-radang dari obat NSAIDs.
NSAID yang ideal hanya menghambat COX-2 (peradangan) dan tidak COX-1
(perlindungan mukosa lambung).
Diklofenak merupakan obat NSAIDs (Non Steroidal Anti Inflammatory
Drugs) yang bersifat tidak selektif dimana kedua jenis COX di blokir. Dengan
dihambatnya COX-1, dengan demikian tidak ada lagi yang melindungi mukosa
lambung, usus dan ginjal sehingga terjadi iritasi dan efek toksik pada ginjal.
b. Farmakokinetik
Farmakokinetik obat natrium diklofenak diabsorpsi baik setelah konsumsi per
oral. Obat selanjutnya akan mengikuti siklus enterohepatik, berakhir di urine dan
feses.
Absorpsi
Penyerapan natrium diklofenak adalah 100% setelah konsumsi per oral, dan
konsentrasi puncak obat tercapai dalam waktu 2 jam. Makanan tidak memengaruhi
proses absorpsi obat. Meski demikian, makanan dapat memperlambat absorpsi obat,
yaitu sekitar 1‒4,5 jam, dan juga terjadi penurunan kadar puncak obat dalam
plasma darah, yaitu sekitar 30%. Obat sediaan lepas lambat dan salut selaput
memerlukan waktu sekitar 2‒5 jam untuk mencapai konsentrasi puncak.
Distribusi
Sekitar lebih dari 99% obat natrium diklofenak ini terikat pada protein serum,
terutama albumin. Volume distribusi obat adalah 1,4 L/kg. Distribusi obat yang
masuk ke dalam cairan sinovial adalah dengan cara berdifusi, dan dapat dideteksi dua

3
jam setelah obat masuk ke dalam tubuh. Namun, konsentrasi obat tersebut lebih
rendah daripada konsentrasinya dalam plasma darah.
Metabolisme
Natrium diklofenak dimetabolisme di hepar menjadi beberapa metabolit,
dengan metabolit utamanya adalah 4-hydroxydiclofenac. Obat dan metabolitnya akan
menjalani proses glukuronidasi dan sulfasi, kemudian disalurkan ke cairan empedu.
Eliminasi
Waktu paruh terminal obat dalam bentuk tidak berubah adalah sekitar 2 jam.
Sekitar 65% dari dosis obat yang masuk ke dalam tubuh diekskresikan ke urine dan
sekitar 35% ke feses melalui sistem bilier.
C. Efek samping
Efek samping yang dapat terjadi meliputi distress gastrointestinal, pendarahan
gastrointestinal dan timbulnya ulserasi lambung. Sekalipun timbulnya ulkus lebih
jarang daripada dengan antiinflamasi non-steroid (AINS) lainnya. Peningkatan serum
aminotransferase lebih umum terjadi dengan obat ini daripada dengan AINS lainnya.
D. Dosis
a. Oral, 75-150 mg/hari dalam 2-3 dosis, sebaiknya setelah makan.
b. Injeksi intramuskular dalam ke dalam otot panggul, untuk nyeri pascabedah dan
kambuhan akutnya, 75 mg sekali sehari (pada kasus berat dua kali sehari) untuk
pemakaian maksimum 2 hari.
c. Kolik ureter, 75 mg kemudian untuk 75 mg lagi 30 menit berikutnya bila perlu
Infus intravena.
d. Rektal dengan supositoria, 75-150 mg per hari dalam dosis terbagi Dosis
maksimum sehari untuk setiap cara pemberian 150 mg.
e. ANAK 1-12 tahun, juvenil artritis, oral atau rektal, 1-3 mg/kg bb/hari dalam dosis
terbagi (25 mg tablet salut enterik, hanya supositoria 12,5 mg dan 25 mg).
E. Bentuk Sediaan
Diklofenak umumnya tersedia dalam bentuk garam dengan natrium atau
kalium. Walau demikian, sediaan yang umum terdapat di Indonesia adalah natrium
diklofenak. Di Indonesia, natrium diklofenak tersedia dalam bentuk oral, topikal, dan
parenteral.
a. Oral
Sediaan diklofenak oral yang tersedia adalah sebagai berikut:
Tablet: 25 mg, 50 mg

4
Tablet salut selaput: 25 mg, 50 mg, 75 mg
Kapsul lepas lambat: 75 mg, 100 mg
Sirup tetes: 15 mg/mL
b. Topikal
Sediaan diklofenak topikal tersedia dalam bentuk berikut ini:
Tetes mata: 1 mg/mL
Topikal: gel 1%
Transdermal: 140 mg
Supositoria: 25 mg, 50 mg, 75 mg
c. Parenteral
Sediaan parenteral diklofenak tersedia dalam bentuk sebagai berikut:
Serbuk infus 50 mg
Cairan injeksi 25 mg/mL, 75 mg/3 mL.
2. Oral Dissolving Films (ODF)
A. Pengertian
Rute pemberian obat secara oral adalah rute paling umum dan nyaman
digunakan oleh pasien. Bentuk sediaan padat banyak digunakan karena mudahnya
pemberian, memliki dosis yang akurat dan dapat digunakan sendiri tanpa adanya rasa
sakit (Ansel, 2005). Tablet dan kapsul merupakan bentuk sediaan obat solid (padat)
yang paling banyak digunakan saat ini, termasuk di dalamnya tablet konvensional
dan pelepasan terkontrol, hingga kapsul gelatin keras dan lunak. Namun, ada hal-hal
yang tidak menguntungkan pada rute pemberian secara oral, seperti respon obat yang
lambat (bila dibandingkan dengan obat-obat yang diberikan secara parenteral);
kemungkinan absorbsi obat yang tidak teratur (faktor jumlah atau jenis makanan
dalam saluran cerna); perusakan beberapa obat di saluran cerna maupun saat
dimetabolisme; serta adanya kemungkinan ketidakmampuan pasien untuk menelan
obat (pasien pediatri dan geriatri; pasien tidak sadar maupun muntah-muntah).
ODF merupakan sediaan obat berbentuk lembaran tipis yang didesain agar
cepat larut ketika kontak dengan permukaan yang basah (seperti pada lidah), hal ini
memungkinkan konsumen dapat mengkonsumsinya tanpa memerlukan tambahan air.
Obat akan langsung diabsorbsi ke sirkulasi sistemik, sehingga degradasi obat pada
saluran cerna dan metabolisme lintas pertama dapat dihindari. Selain itu, sediaan
dengan bentuk ODF dapat meningkatkan kepatuhan pasien dalam mengkonsumsi
obat, terutama bagi pasien yang mengalami kesulitan dalam menelan obat.

5
Karakteristik sediaan ODF:
a. Sediaan berbentuk film tipis
b. Tersedia dalam berbagai bentuk dan ukuran
c. Dapat menempel dengan mudah dalam mukosa mulut
d. Segera hancur ketika kontak dengan saliva
e. Bahan aktif obat cepat dilepas dari bentuk sediaan
B. Kelebihan dan kekurangan ODF
Sediaan ODF memiliki beberapa kelebihan dan kekurangan. Kelebihan dari
sediaan ODF diantaranya adalah:
a. Luas permukaan yang besar memungkinkan sediaan film cepat terbasahi
oleh saliva, sehingga dapat segera hancur dan larut. Obat langsung
diabsorbsi pada sirkulasi sistemik tanpa mengalami metabolisme lintas
pertama di hati sehingga bioavaibilitas obat meningkat dan efek samping
obat berkurang.
b. Bentuk sediaan obat yang praktis dan cepat larut dalam mulut dapat
meningkatkan kepatuhan pasien dalam mengkonsumsi obat.
c. Cocok untuk pasien yang mengalami kesulitan dalam menelan obat seperti
pasien disfagia, emesis berulang, geriatrik dan pediatrik.
Sediaan ODF juga memiliki beberapa kekurangan, diantaranya adalah:
a. Obat dengan dosis yang tinggi tidak dapat diformulasikan menjadi
sediaan ODF. Rentang dosis obat yang dapat diformulasi sekitar 1-30 mg.
b. Tantangan lain dalam pembuatan sediaan ini adalah memperoleh
keseragaman dosis dalam setiap film.
c. Harus disimpan di tempat yang kering karena bersifat higroskopis.
C. Bahan formulasi ODF
Sediaan Oral Dissolving Films (ODF) merupakan bentuk sediaan obat yang
tipis dengan luas film sekitar 1-20 cm 2 (bergantung kandungan obat yang terdapat
dalam film). Dosis obat yang dapat diformulasi dalam film maksimal hingga
30mg.Komposisi bahan dalam sediaan ODF:
a. Bahan aktif obat :1 – 30%
b. Polimer pembentuk film :40 – 50%
c. Plastisaizer :0 – 20%
d. Penstimulasi saliva :2 – 6%
6
e. Pemanis :3 – 6%
f. Pewarna dan essens :q.s
Setiap bahan yang digunakan dalam formulasi harus aman dan berkualitas
baik. Setiap pemilihan jenis bahan yang digunakan akan sangat mempengaruhi
karakteristik dari film
D. Bahan aktif obat
Sediaan ODF memungkinkan berbagai bahan aktif obat untuk diformulasi,
namun karena sediaan ini berukuran kecil dan tipis maka obat dengan dosis yang
besar tidak dapat diformulasi, hanya obat dengan dosis sekitar 5 mg – 30 mg dapat
diformulasi menjadi sediaan ODF. Obat yang sukar larut atau tidak dapat larut juga
dapat diformulasi dengan didispersisecara merata dalam film.
Bahan aktif obat yang ideal untuk formulasi ODF, yaitu:
a. Obat memiliki rasa yang baik.
b. Obat dengan dosis yang kecil atau dosis paling besar 30 mg.
c. Obat dengan berat molekul kecil atau sedang.
d. Obat harus stabil dan dapat larut dalam saliva.
e. Tidak terionisasi parsial dalam pH rongga mulut
3. ALASAN PEMILIHAN NATRIUM DIKLOFENAK DIJADIKAN SEDIAAN ODF
Oral Dissolving Films (ODF) merupakan bentuk sediaan obat yang berbentuk
seperti perangko, padat dan tipis. Bentuk sediaan ini diformulasi dengan menggunakan
polimer hidrofilik yang akan segera larut jika kontak dengan saliva. Jika sediaan ODF
ditempatkan di atas lidah akan langsung terhidrasi oleh saliva sehingga sediaan
segera larut dan hancur, kemudian diikuti proses pelepasan bahan aktif obat dari
bentuk sediaan.
Manfaat dari bentuk sediaan ODF yaitu, luas permukaan sediaan besar yang
menyebabkan sediaan cepat larut dan cepat diabsorbsi di area mukosa mulut sehingga
efek obat lebih cepat dan dapat mengurangi efek samping obat. Sediaan ini juga mudah
dibawa kemana saja, dosis yang diberikan lebih akurat, dan lebih mudah dikonsumsi
bagi pasien yang mengalami kesulitan dalam menelan obat.
Natrium diklofenak merupakan obat turunan fenilasetat yang memiliki
aktivitas antiradang yang kuat. Obat ini sering digunakan untuk segala macam nyeri,
migrain dan juga encok. Namun, natrium diklofenak dikontraindikasikan untuk pasien
tukak lambung karena dapat menyebabkan iritasi lambung.

7
Diharapkan sediaan ODF natrium diklofenak memiliki efek obat yang lebih
cepat dan dapat mengurangi resiko iritas lambung karena sejumlah besar zat aktif sudah
diabsorbsi di daerah mukosa mulut.

8
REFERENSI:

Ansel, H.C. (2005). Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi. Edisi Keempat. Jakarta:
Penerbit UI Press. Halaman 96-101.
Bala, R., Pravin P., Sushil, K., dan Sandeep A. (2013). Orally Dissolving Strips: A
New Approach to Oral drug Delivery System. International Journal of
Pharmaceutical Investigation. 3(2): 67-78.
Pujaatmaka, A.H. Edisi ke V. Jakarta: Erlangga. Halaman 396-403.

Ditjen POM RI.(1979). Farmakope Indonesia. Edisi Ketiga. Jakarta: Departemen


Kesehatan Republik Indonesia. Halaman 755.

Ditjen POM RI. (1995). Farmakope Indonesia. Edisi Keempat. Jakarta: Departemen
Kesehatan Republik Indonesia. Halaman 210, 654, 1124.
Kalyan, S., dan Mayank, B. (2012). Recent Trends in the Developement of Oral
Dissolving Film. International Journal of PharmaTech Research. 4(2):725-733.
Katzung, B.G. (2007). Farmakologi Dasar dan Klinik. Edisi Ke-10. Jakarta: Buku
Kedokteran EGC. Halaman 559-567.
Tan, H.T., dan Rahardja, K. (2002). Obat-obat Penting. Edisi Kelima. Jakarta: PT.
Elex Media Komputindo. Halaman 309-310.
Tan, H.T., dan Rahardja, K. (2007). Obat-obat Penting Khasiat, Penggunaan dan Efek-
efek Sampingnya. Edisi Keenam. Jakarta: PT. Elex Media Komputindo.
Halaman 134-135.
https://pionas.pom.go.id/monografi/natrium-diklofenak (Diakses 24 September 2022,
12.52).
https://www.alomedika.com/analgesik/analgesik-non-narkotik-antipiretik/diklofenak/
farmakologi (Diakses 24 September 2022, 13.56).

Anda mungkin juga menyukai