Anda di halaman 1dari 18

LAPORAN PENDAHULUAN

KEBUTUHAN OKSIGENASI

Oleh :
Noormiliawati
NPM. 2314901210160

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH BANJARMASIN


FAKULTAS KEPERAWATAN DAN ILMU KESEHATAN
PROGRAM STUDI PROFESI NERS KEPERAWATAN
BANJARMASIN 2023
LAPORAN PENDAHULUAN
KEBUTUHAN OKSIGENASI

1. Konsep Kebutuhan Oksigenasi


1.1 Definisi/deskripsi kebutuhan oksigenasi
Kebutuhan oksigenasi merupakan kebutuhan dasar manusia yang digunakan
untuk mempertahankan kelangsungan metabolisme sel tubuh bagi individu
untuk mempertahan kelangsungan hidupnya.
Oksigenasi adalah memberikan aliran gas oksigen (O 2) lebih dari 21 % pada
tekanan 1 atmosfer sehingga konsentransi oksigen meningkat dalam tubuh
( Kristina (2013) dalam Saryono dan Widianti (2010).

1.2 Fisiologi sistem/ fungsi normal sistem pernafasan


Sistem pernafasan yang yang berperan dalam kebutuhan oksigenasi dimulai
dari:
1.2.1 Hidung yang merupakan rongga nasal/hidung, dimana proses
oksigenasi diawali dengan masuknya udara melalui hidung.
1.2.2 Faring/pharynx yang berhubungan dengan rongga buccal.
1.2.3 Laring/larynx yang merupakan tempat pita suara terletak, merupakan
saluran pernafasan setelah faring
1.2.4 Epiglotis, merupakan katup tulang rawan yang bertugas menutup
laring saat proses menutup.
1.2.5 Trakea atau batang tenggorok, merupakan kelanjutan dari laring
sampai kira-kira ketinggian vertebrae torakalis kelima.
1.2.6 Bronkus yang membentuk percabangan trakea dan masuk ke paru-
paru, merupakan kelanjutan dari trakea yang bercabang menjadi
bronkus kanan dan kiri.
1.2.7 Bronkioluss, merupakan saluran percabangan setelah bronkus
1.2.8 Alveoli, merupakan kantung udara tempat terjadinya pertukaran
oksigen dengan karbondioksida

Fisiologi pernafasan meliputi tiga tahapan proses oksigenasi yaitu ventilasi,


difusi, dan perfusi
1.2.1 Ventilasi
1.2.1.1 Ventilasi merupakan proses keluar dan masuknya oksigen dari
atmosfer ke dalam alveoli dan dari alveoli ke atmosfer
1.2.1.2 Proses ventilasi dipengaruhi oleh beberapa hal, yaitu adanya
perbedaan tekanan antara atmosfer dengan paru-paru.
1.2.1.3 Pengaruh proses ventilasi selanjutnya adalah complienci dan
recoil
1) Complienci merupakan kemapuan paru unutuk
mengembang
2) Recoil merupakan kemampuan CO2 atau kontraksi
menyempitnya paru
1.2.1.4 Pusat pernafasan yaitu medulla oblongata dan pons, dapat
dipengaruhi oleh ventilasi
1.2.1.5 Faktor-faktor yang mempengaruhi ventilasi meliputi
1) Tekanan udara atmosfer dan konsentrasi oksigen di atmosfer
2) Jjalan nafas yang bersih
3) Pengembangan paru yang adekuat, yaitu adanya
kemampuan toraks dan alveoli pada paru-paru dalam
melaksakn ekspansi paru atau kembang kempis.
1.2.2 Difusi
1.2.2.1 Difusi gas merupakan pertukaran antara oksigen di alveoli
dengan kapiler paru dan karbondioksida di kapiler dengan
alveoli
1.2.2.2 Faktor-faktor yang mempengaruhi difusi, antara lain:
1) Luas permukaan paru
2) Tebal membran respirasi atau permeabilitas yang terdiri atas
epitel aveoli dan interstisial ( keduanya dapat mempengaruhi
proses difusi apabila terjadi proses penebalan)
3) Jumlah darah
4) Keadaan/jumlah kapiler darah
5) Afinitas
6) Waktu adanya udara di alveoli

1.2.3 Perfusi dan transportasi gas


1.2.3.1 Perfusi merupakan aliran darah ke dan dari membran kapiler
sehingga dapat berlangung pertukaran gas (oksigen
didistribusikan dari paru-paru ke darah dan karbondiokida dari
darah ke alveoli)
1.2.3.2 Transportasi gas merupakan proses pendistribusian oksigen
dari kapiler ke jaringan tubuh dan karbondioksida dari jaringan
tubuh ke kapiler.
1.2.3.3 Transportasi gas dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu:
1) Curah jantung (kardiak output)
2) Kondisi pembuluh darah
3) Latihan (exercise)
4) Perbandingan sel darah dengan darah secara keseluruhan
(hematokirt)
5) Eritosit dan kadar Hb (Anik, 2015)

1.3 Faktor-faktor yang mempengaruhi perubahan fungsi sistem pernafasan


1.3.1 Faktor fisiologi
1.3.1.1 Menurunnya kapasitas O2 seperti pada anemia
1.3.1.2 Menururnnya konsentrasi O2 yang diinspirasi seperti pada
obstruksi saluran nafas bagian atas
1.3.1.3 Hipovolemia sehingga tekanan darah menurun mengakibatkan
transpor O2 terganggu
1.3.1.4 Meningkatnya metabolisme seperti adanyya infeksi, demam,
ibu hamil, luka, dan lain-lain
1.3.1.5 Kondisi yang mempengaruhi pergerakan dinding dada seperti
pada kehamilan, obesitas, muskuloskeletal yang abnormal,
serrta penyakit kronis seperti TB paru
1.3.2 Faktor perkembangan
1.3.2.1 Bayi prematur yang disebabkan kurangnya pembentukan
surfaktan
1.3.2.2 Bayi dan toddler: adanya resiko infeksi saluran pernafasan akut
1.3.2.3 Anak-anak usia sekolah dan remaja: resiko infeksi saluran
pernafasan dan merokok.
1.3.2.4 Dewasa muda dan pertengahan: diet yangg tidak sehat, kurang
aktivitas, dan stress yang dapat mengakkibatkan penyakit
jantung dan paru-paru
1.3.2.5 Dewasa tua: adanya proses penuaan yaang mengakibatkan
kemungkinan arteriosklerosis, elastisitas menurun, dan
ekspansi paru menurun.
1.3.3 Faktor perilaku
1.3.3.1 Nutrisi: misalnya pada obesitas mengakibatkan penurunan
ekspansi paru, gizi yang buruk menjadi anemia sehingga daya
ikat oksigen berkurang, dite yang tinggi lemak menimbulkan
arteriosklerosis.
1.3.3.2 Latihan: dapat meningkaykan kebutuhan oksigen
1.3.3.3 Merokok: nikotin menyebabkan vasokonstriksi pembulu darah
perifer dan koroner.
1.3.3.4 Penyalahgunaan substansi (alkohol dan obat-obatan):
menyebabkan intake nutrisi Fe menurun mengakibatkan
penurunan hemoglobin, alkohol menyebabkan depresi pusat
pernafasan.

1.3.4 Faktor lingkungan


1.3.4.1 Tempat kerja (polusi)
1.3.4.2 Temperatur lingkungan
1.3.4.3 Ketinggian tempat dai permukaan laut (Tartowo dan Wartonah,
2015)

1.4 Macam-macam gangguan yang mungkin terjadi pada sistem pernafasan


1.4.1 Hipoksia
Hipoksia adalah kekurangan oksigen di jaringan. Hipoksia dapat
terjadi jika difusioksigen dari alveoli ke dalam darah arteri menurun,
seperti pada edema paru, dimana hal ini dapat diakibatkan dari
masalah-masalah suplai oksigen ke dalam jaringan (seperti anemia,
gagal jantung atau emboli).
Hipoksia dapat dibagi ke dalam empat kelompok yaitu:
1.4.1.1 Hipoksemia
Hipoksemia adalah kekurangan oksigen di dalam arteri.
Hipoksemia terdiri dari dua jenis yaitu hipoksemia hipotonik
dan hipoksemia isotonik.
1) Hipoksemia hipotonik terjadi dimana tekanan oksigen arteri
rendah karena karbondioksida dalam darah tinggi dan
hipoventilasi.
2) Hipoksemia isotonik terjadi dimana oksigen norml, tetapi
jumlah oksigen yang dapat diikat hemoglobin sedikit (hal
ini terdapat pada kondisi anemia, keracunan
karbondioksida).
1.4.1.2 Hipoksia hipokinetik (stagnant anoksia/anoksia bendungan)
Hipoksia hipokinetikn yaitu hipoksia yang terjadi akibat adanya
bendungan atau sumbatan. Hipoksia hipokinetik dibagi
kedalam dua jenis yaitu hipoksia hipokinetik iskemik dan
hipoksia hipokinetik kongestif.
1) Hipoksia hipokinetik iskeik terjadi dimana
kekuranganoksigen pada jaringan. Hal ini disebabkan karena
kurangnya suplai darah ke jaringan tersebut akibat
penyempitan arteri.
2) Hipoksia hipokinetik kongestif terjadi akibat penumpukan
darah secara berlebihan atau abnormal baik lokal maupun
umum. Hal ini mengakibatkan suplai oksigen ke jaringan
terganggu, sehingga jaringan kekurangan oksigen.
1.4.1.3 Overventilasi hipoksia
Overventilasi hipoksia yaitu hipoksia yang terjadi karena
aktivitas yang berlebihan. Hal ini menyebabkan kemampuan
penyediaan oksigen lebih rendah dari penggunaannya.
1.4.1.4 Hipoksia histotoksik
Hipoksia histotoksik yaitu keadaan dimana darah di kapiler
jaringan mencukupi, tetapi jaringan tidak dapat
menggunakanoksigen karena pengaruh racun sianida. Hal ini
mengakibatkan oksigen kembali ke darah vena dalah jumlah
yang lebih banyak daripada normal (oksigen darah vena
meningkat).
Tanda-tanda hipoksia
1) Nadi cepat
2) Pernafasan cepat dan dangkal
3) Gelisah meningkat atau sakit kepala ringan
4) Nafas cuping hidung
5) Retraksi pada substernal atau intercostal
6) Sianosis

1.4.2 Insufisiensi pernafasan


terdapat tiga kelompok utama penyebab insufisiensi pernafasan yaitu:
a. Kondisi yang menyebabkan hipoventilasi alveolus, seperti:
1) Kelumpuhan otot pernafasan, misalnya pada poliomielitis,
transeksi servikal.
2) Penyakit yang meningkatkan kerja ventilasi, seperti asma,
emfisema, TBC, dan lain-lain
b. Kelainan yang menurunkan kapasitas difusi paru:
1) Kondisi yang menyebabkan luas permukaan difusi berkurang,
misalnya kerusakan jaringan paru, TBC, kanker, dan lain-lain.
2) Kondisi yang menyebabkan penebalan membran pernafasan,
misalnya pada edema paru, pneumonia, dan lain-lain.
3) Kondisi yang menyebabkan rasiio ventilasi dan perfusi yang
tidak normal dalam beberapa bagian paru, misalnya pada
trombosis paru.
c. Kondisi paru yang menyebabkan terganggunya pengangkutan
oksigen dari paru-paru ke jaringan yaitu:
1) Anemia dimana berkurangnya jumlah total hemoglobin yang
tersedia untuk transpor oksigen
2) Keracunan karbondioksida dimana sebagian besar hemoglobin
menjadi tidak dapat mengangkut oksigen.
3) Penurunan aliran darah ke jaringan yang disebabakan oleh
karena curah jantung yang rendah.
1.4.3 Gangguan irama dan gangguan frekuensi pernafasan
a. Gangguan irama pernafasan
1) Pernafasan Cheyne-Stokes
Pernafasan cheyne-stokes yaitu siklus pernafasan yang
amplitudonya mula-mula dangkal, makin naik kemudian
menurun dan berhenti.
2) Pernafasan biot
Pernafsan biot yaitu pernafasan yang mirip dengan pernafasan
cheyne-stokes, tetapi amplitudonya rata dan di sertai apnea.
3) Pernafasan kussmaul
Pernafasan kussmaul yaitu pernafasan yang jumlah dan
kedalamannya meningkat sering melebihin 20 kali/menit.
b. Gangguan frekuensi pernafasan
1) Takipnea/hiperpnea yaitu frekuensi pernafasan yang jumlahnya
meningkat di atas frekuensi pernafasan normal
2) Bradipnea, dimana frekuensi pernafasannya yang jumlahnya
menurun di bawah frekuensi pernafasan normal.
3) Apnea adalah henti nafas.
4) Orthopnea adalah ketidakmampuan bernafas, kecuali bila pasien
dalam posisi berdiri atau setengah duduk.
5) Dispnea merupakan pernafasn yang sulit atau sesak nafas
(Tartowo dan Martonah, 2015).
1.4.4 Hiperventilasi
Upaya tubuh dalam meningkatkan jumlah O2 dalam paru-paru agar
pernafasan lebih cepat dandalam. Tanda dan gejala : Takikardia,
nafaspendek, nyeri dada ( chest pain ) , menurunnya konsentrasi,
disorientasi.
1.4.5 Hipoventilasi
Terjadi ketika ventilasialveolar tidak adekuat untukmemenuhi
penggunaan O2tubuh atau mengeluarkanCO2 dengan cukup.Biasanya
terjadi padaatelektasis (kolaps paru)

1.5 Pemeriksaan Penunjang


Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan untuk mengetahui
adanya gangguan oksigenasi yaitu:

1.5.1 EKG: menghasilkan rekaman grafik aktivitas listrik jantung,


mendeteksi transmisi impuls dan posisi listrik jantung.
1.5.2 Pemeriksaan stres latihan, digunakan untuk mengevaluasi respond
jantung terhadap stres fisik. Pemeriksaan ini memberikan informasi
tentang respond miokard terhadap peningkatan kebutuhan oksigen dan
menentukan keadekuatan aliran darah koroner.
1.5.3 Pemeriksaan untuk mengukur keadekuatan ventilasi dan oksigenasi ;
pemeriksaan fungsi paru, analisis gas darah (AGD).

1.6 Metode pemberian oksigen

Dalam pemberian terapi oksigen dibagi menjadi 2 teknik yaitu:

1.6.1 Sistem Aliran Rendah


1.6.1.1 Kateter Nasal: alat sederhana yang dapat memberikan
oksigen secara kontinu dengan aliran 1-6 liter/menit dengan
konsentrasi 24%-44%.
Keuntungan: pemberian oksigen stabil, klien bebas bergerak,
makan dan berbicara, murah nyaman, dapat juga dipakai
sebagai kateter penghisap.
Kerugian: Tidak dapat memberikan konsentrasi oksigen yang
lebih dari 45%, tehnik memasukan kateter nasal lebih sulit dari
pada kanula nasal, dapat terjadi distensi lambung, dapat terjadi
iritasi selaput lendir nasofaring, aliran dengan lebih dari 6
liter/menit dapat menyebabkan nyeri sinus dan mengeringkan
mukosa hidung, serta kateter mudah terseumbat.
1.6.1.2 Kanula Nasal: suatu alat sederhana yang dapat memberikan
oksigen kontinu dengan aliran 1-6 liter/menit dengan
konsentrasi sama dengan kateter nasal
Keuntungan: Pemberian oksigen stabil dengan volume tidak
dan laju pernapasan teratur, pemasangannya mudah
dibandingkan kateter nasal, klien bebas makan, bergerak,
berbicara, lebih mudah ditolerir pasien dan terasa nyaman.
Kerugian: tidak dapat memberikan konsentrasi oksigen lebih
dari 44%, suplai oksigen berkurang bila klien bernapas melalui
mulut, mudah lepas karena kedalaman kanul hanya 1 cm,
dapat mengiritasi selaput lendir
1.6.1.3 Sungkup Muka Sederhana (simple face mask): pemberian
oksigen kontinu atau selang seling 5-8 liter/menit dengan
konsetrasi oksigen 40%-60%
Keuntungan: konsentrasi oksigen yang diberikan lebih tinggi
dari kateter dan kanula nasal, sistem humidifikasi dapat
ditingkatkan melalui pemilihan sungkup berlubang besar,
dapat digunakan dalam pemberian terapi aersol.
Kerugian: tidak dapat memberikan konsentrasi kurang dari
40%, dapat menyebabkan penumpukan karbon dioksida (CO2)
jika aliran rendah.
1.6.1.4 Sungkup muka dengan kantong rebreathing: teknik
pemberian oksigen dengan konsentrasi tinggi yaitu 60-80%
dengan aliran 8-12 liter/menit
Keuntungan: konsentrasi oksigen lebih tinggi dari sungkup muka sederhana, tidak
mengeringkan selaput lendir.
Kerugian: tidak dapat memberikan oksigen konsentrasi rendah, jika aliran lebih
rendah dapat menyebabkan penumpukan CO2, kantong oksigen bisa terlipat.
1.6.1.5 Sungkup muka dengan kantong Non
Rebreathing: pemberian oksigen dengan konsentrasi
mencapai 99% dengan aliran 8-12 liter/menit di mana udara
inspirasi tidak bercampur dengan udara ekspirasi
Keuntungan: konsentrasi oksigen yang diperoleh dapat mencapai 100%, tidak
mengeringkan selaput lendir.
Kerugian: kantong oksigen bisa terlipat
1.6.2 Sistem Aliran Tinggi

Teknik pemberian oksigen di mana FiO2 lebih stabil dan tidak


dipengaruhi oleh tipe pernapasan, sehingga dengan teknik ini dapat
menambahkan konsentrasi oksigen yang lebih cepat dan teratur.

1.6.2.1 Sungkup muka dengan Ventury. Aliran udara pada alat ini
sekitar 4-14 liter/menit dengan konsentrasi 30-50%.
Keuntungan: konsentrasi oksigen yang diberikan konstan
sesuai dengan petunjuk pada alat dan tidak dipengaruhi
perubahan pola nafas terhadap FiO2, suhu dan kelembaban gas
dapat dikontrol serta tidak terjadai penumpukan CO2
Kerugian: Tidak dapat memberikan konsentrasi rendah, jika
aliran lebih rendah dapat menyebabkan penumpukan CO2,
kantong oksigen bisa terlipat.
1.7 Diagnosa Keperawatan
1.7.1 Bersihan Jalan Nafas tidak Efektif
Definisi :
Ketidakmampuan untuk membersihkan sekresi atau obstruksi dari
saluran pernafasan untuk mempertahankan kebersihan jalan nafas
Batasan Karakteristik :
- Dispneu, Penurunan suara nafas
- Orthopneu
- Cyanosis
- Kelainan suara nafas (rales, wheezing)
- Kesulitan berbicara
- Batuk, tidak efekotif atau tidak ada
- Mata melebar
- Produksi sputum
- Gelisah
- Perubahan frekuensi dan irama nafas
Faktor-faktor yang berhubungan:
- Lingkungan : merokok, menghirup asap rokok, perokok pasif-POK,
infeksi
- Fisiologis : disfungsi neuromuskular, hiperplasia dinding bronkus,
alergi jalan nafas, asma.
- Obstruksi jalan nafas : spasme jalan nafas, sekresi tertahan,
banyaknya mukus, adanya jalan nafas buatan, sekresi bronkus,
adanya eksudat di alveolus, adanya benda asing di jalan nafas.

1.7.2 Pola Nafas tidak efektif


Definisi :
Pertukaran udara inspirasi dan/atau ekspirasi tidak adekuat
Batasan karakteristik :
- Penurunan tekanan inspirasi/ekspirasi
- Penurunan pertukaran udara per menit
- Menggunakan otot pernafasan tambahan
- Nasal flaring
- Dyspnea
- Orthopnea
- Perubahan penyimpangan dada
- Nafas pendek
- Assumption of 3-point position
- Pernafasan pursed-lip
- Tahap ekspirasi berlangsung sangat lama
- Peningkatan diameter anterior-posterior
- Pernafasan rata-rata/minimal
 Bayi : < 25 atau > 60
 Usia 1-4 : < 20 atau > 30
 Usia 5-14 : < 14 atau > 25
 Usia > 14 : < 11 atau > 24
- Kedalaman pernafasan
 Dewasa volume tidalnya 500 ml saat istirahat
 Bayi volume tidalnya 6-8 ml/Kg
- Timing rasio
- Penurunan kapasitas vital

Faktor yang berhubungan :


- Hiperventilasi
- Deformitas tulang
- Kelainan bentuk dinding dada
- Penurunan energi/kelelahan
- Perusakan/pelemahan muskulo-skeletal
- Obesitas
- Posisi tubuh
- Kelelahan otot pernafasan
- Hipoventilasi sindrom
- Nyeri
- Kecemasan
- Disfungsi Neuromuskuler
- Kerusakan persepsi/kognitif
- Perlukaan pada jaringan syaraf tulang belakang
- Imaturitas Neurologis

1.7.3 Gangguan Pertukaran gas


Definisi :
Kelebihan atau kekurangan dalam oksigenasi dan atau pengeluaran
karbondioksida di dalam membran kapiler alveoli
Batasan karakteristik :
- Gangguan penglihatan
- Penurunan CO2
- Takikardi
- Hiperkapnia
- Keletihan
- somnolen
- Iritabilitas
- Hypoxia
- kebingungan
- Dyspnoe
- nasal faring
- AGD Normal
- sianosis
- warna kulit abnormal (pucat, kehitaman)
- Hipoksemia
- hiperkarbia
- sakit kepala ketika bangun
- frekuensi dan kedalaman nafas abnormal

Faktor faktor yang berhubungan :


- ketidakseimbangan perfusi ventilasi
- perubahan membran kapiler-alveolar

Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi


1. Bersihan jalan nafas tidak efektif
NOC : NIC :
 Respiratory status : Ventilation Airway suction
 Respiratory status : Airway  Pastikan kebutuhan oral / tracheal
patency suctioning
 Aspiration Control  Auskultasi suara nafas sebelum dan
sesudah suctioning.
Kriteria Hasil :  Informasikan pada klien dan keluarga
 Mendemonstrasikan batuk efektif tentang suctioning
dan suara nafas yang bersih, tidak ada  Minta klien nafas dalam sebelum
sianosis dan dyspneu (mampu suction dilakukan.
mengeluarkan sputum, mampu  Berikan O2 dengan menggunakan
bernafas dengan mudah, tidak ada nasal untuk memfasilitasi suksion
pursed lips) nasotrakeal
 Menunjukkan jalan nafas yang  Gunakan alat yang steril sitiap
paten (klien tidak merasa tercekik, melakukan tindakan
irama nafas, frekuensi pernafasan  Anjurkan pasien untuk istirahat dan
dalam rentang normal, tidak ada suara napas dalam setelah kateter dikeluarkan
nafas abnormal) dari nasotrakeal
 Mampu mengidentifikasikan dan  Monitor status oksigen pasien
 Ajarkan keluarga bagaimana cara
mencegah factor yang dapat
melakukan suksion
menghambat jalan nafas  Hentikan suksion dan berikan oksigen
apabila pasien menunjukkan bradikardi,
peningkatan saturasi O2, dll.

Airway Management
 Buka jalan nafas, guanakan teknik
chin lift atau jaw thrust bila perlu
 Posisikan pasien untuk
memaksimalkan ventilasi
 Identifikasi pasien perlunya
pemasangan alat jalan nafas buatan
 Pasang mayo bila perlu
 Lakukan fisioterapi dada jika perlu
 Keluarkan sekret dengan batuk atau
suction
 Auskultasi suara nafas, catat adanya
suara tambahan
 Lakukan suction pada mayo
 Berikan bronkodilator bila perlu
 Berikan pelembab udara Kassa basah
NaCl Lembab
 Atur intake untuk cairan
mengoptimalkan keseimbangan.
 Monitor respirasi dan status O2

2. Pola Nafas tidak efektif


NOC : NIC :
 Respiratory status : Ventilation Airway Management
 Respiratory status : Airway  Buka jalan nafas, guanakan teknik
patency chin lift atau jaw thrust bila perlu
 Vital sign Status  Posisikan pasien untuk
Kriteria Hasil : memaksimalkan ventilasi
 Mendemonstrasikan batuk efektif  Identifikasi pasien perlunya
dan suara nafas yang bersih, tidak ada pemasangan alat jalan nafas buatan
sianosis dan dyspneu (mampu  Pasang mayo bila perlu
mengeluarkan sputum, mampu  Lakukan fisioterapi dada jika perlu
bernafas dengan mudah, tidak ada  Keluarkan sekret dengan batuk atau
pursed lips) suction
 Menunjukkan jalan nafas yang  Auskultasi suara nafas, catat adanya
paten (klien tidak merasa tercekik, suara tambahan
irama nafas, frekuensi pernafasan  Lakukan suction pada mayo
dalam rentang normal, tidak ada suara
 Berikan bronkodilator bila perlu
nafas abnormal)
 Berikan pelembab udara Kassa basah
 Tanda Tanda vital dalam rentang
NaCl Lembab
normal (tekanan darah, nadi,  Atur intake untuk cairan
pernafasan) mengoptimalkan keseimbangan.
 Monitor respirasi dan status O2

Terapi Oksigen
 Bersihkan mulut, hidung dan secret
trakea
 Pertahankan jalan nafas yang paten
 Atur peralatan oksigenasi
 Monitor aliran oksigen
 Pertahankan posisi pasien
 Onservasi adanya tanda tanda
hipoventilasi
 Monitor adanya kecemasan pasien
terhadap oksigenasi

Vital sign Monitoring


 Monitor TD, nadi, suhu, dan RR
 Catat adanya fluktuasi tekanan darah
 Monitor VS saat pasien berbaring,
duduk, atau berdiri
 Auskultasi TD pada kedua lengan dan
bandingkan
 Monitor TD, nadi, RR, sebelum,
selama, dan setelah aktivitas
 Monitor kualitas dari nadi
 Monitor frekuensi dan irama
pernapasan
 Monitor suara paru
 Monitor pola pernapasan abnormal
 Monitor suhu, warna, dan kelembaban
kulit
 Monitor sianosis perifer
 Monitor adanya cushing triad (tekanan
nadi yang melebar, bradikardi,
peningkatan sistolik)
 Identifikasi penyebab dari perubahan
vital sign

3. Gangguan Pertukaran gas


NOC : NIC :
 Respiratory Status : Gas exchange Airway Management
 Respiratory Status : ventilation  Buka jalan nafas, guanakan
 Vital Sign Status teknik chin lift atau jaw thrust bila perlu
Kriteria Hasil :  Posisikan pasien untuk
 Mendemonstrasikan peningkatan memaksimalkan ventilasi
ventilasi dan oksigenasi yang adekuat  Identifikasi pasien perlunya
 Memelihara kebersihan paru paru pemasangan alat jalan nafas buatan
dan bebas dari tanda tanda distress  Pasang mayo bila perlu
pernafasan  Lakukan fisioterapi dada jika
 Mendemonstrasikan batuk efektif perlu
dan suara nafas yang bersih, tidak ada  Keluarkan sekret dengan batuk
sianosis dan dyspneu (mampu atau suction
mengeluarkan sputum, mampu  Auskultasi suara nafas, catat
bernafas dengan mudah, tidak ada adanya suara tambahan
pursed lips)  Lakukan suction pada mayo
 Tanda tanda vital dalam rentang  Berika bronkodilator bial perlu
 Barikan pelembab udara
norma
 Atur intake untuk cairan
mengoptimalkan keseimbangan.
 Monitor respirasi dan status O2

Respiratory Monitoring
 Monitor rata – rata, kedalaman,
irama dan usaha respirasi
 Catat pergerakan dada,amati
kesimetrisan, penggunaan otot tambahan,
retraksi otot supraclavicular dan
intercostal
 Monitor suara nafas, seperti
dengkur
 Monitor pola nafas : bradipena,
takipenia, kussmaul, hiperventilasi,
cheyne stokes, biot
 Catat lokasi trakea
 Monitor kelelahan otot
diagfragma (gerakan paradoksis)
 Auskultasi suara nafas, catat area
penurunan / tidak adanya ventilasi dan
suara tambahan
 Tentukan kebutuhan suction
dengan mengauskultasi crakles dan
ronkhi pada jalan napas utama
 auskultasi suara paru setelah
tindakan untuk mengetahui hasilnya
DAFTAR PUSTAKA

1. Asuhan Keperawatan Praktis, Nanda Nic Noc 2016


2. Heriana, Pelapina. (2014). Buku Ajar Kebutuhan Dasar Manusia. Tangerang:
Binarupa Aksara Publisher
3. Tartowo dan Martonah. (2015). Kebutuhan Dasar Manusia dan Proses
Keperawatan. Jakarta: Salemba Medika.

Barabai, 29 September 2023

Preseptor Akademik Ners Muda

(Rida Miliati, Ns., M. Kep) (Noormiliawati, S.Kep)

Anda mungkin juga menyukai