Anda di halaman 1dari 44

Clinicopathological Conference

PRIMARY PARATESTICULAR SEMINOMA


Oleh:
Belman Novenry Silalahi

Pembimbing I: Dr. dr. Lidya Imelda Laksmi, M.Ked (PA), Sp. PA


Pembimbing II: dr. Ramlan Nasution, Sp. U(K)

PROGRAM PENDIDIKAN DOKTER SPESIALIS


DEPARTEMEN PATOLOGI ANATOMIK
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2021
PENDAHULUAN
• Tumor paratestikular jarang
• 15% tumor intraskrotal pada dewasa dan < 2% pada anak-anak
• Tumor paratestikular sering kali menyerupai lesi non-neoplasma,
• Tumor ini umumnya jinak namun dapat juga ganas

• Tumor jinak  lipoma, adenomatoid, leiomioma, hemanqgioma, fibroma, dan


rhabdomioma
• Tumor ganas  rhabdomiosarkoma, liposarkoma, leiomiosarkoma,
fibrosarkoma, mesothelioma, limfoma, desmoplastic small round cell tumor,
neuroblastoma, dan metastasis

• Anak  rhabdomiosarkoma
• Dewasa  leiomiosarkoma dan liposarkoma.
• Seminoma di luar testis  germinoma  mediastinum, retroperitoneum,
dan. kelenjar pineal.
• Tumor sel germinal primer pada regio paratestikular/spermatic cord atau
pada epididimis sangat jarang dijumpai bbrp kasus  histologi tidak khas

• Secara histopatologi  sel-sel poligonal yang atipia, yang tersusun dalam


lembaran ataupun sarang-sarang yang dibatasi oleh septa fibrovaskular
dengan infiltrasi sel-sel radang yang banyak

Sangat ganas masih dapat ditata laksana dengan angka kesembuhan yang
sangat tinggi bersifat sangat radiosensitif dan kemosensitif
LAPORAN KASUS
• Seorang laki-laki berumur 27 tahun datang ke salah satu rumah
sakit swasta di Medan pada tanggal 29 Januari 2021
• Keluhan utama  ada benjolan seperti urat di dalam kantung
kemaluan sejak 3 bulan dengan ukuran diameter setengah jari
kelingking dewasa
• Pasien juga mengeluh nyeri di pinggang bagian bawah yang
menjalar ke paha hingga betis
• PF generalisata  dbN
• PF lokalisata :
 palpasi pada regio testis sinistra dijumpai adanya massa
dengan ukuran 5 cm x 1 cm, berbatas tegas dengan
konsistensi kenyal
 Testis dekstra (-)
 Hipospadi (+)
PEMERIKSAAN PENUNJANG
• Darah rutin  dbN
• LDH serum : 427 U/L (N < 480 U/L)
AFP serum 1,5 ng/mL (N < 10 ng/mL)
β-hCG 2,0 mIU/mL (N < 7 mIU/mL)
• Roentgen thoraks  dbN

Pemeriksaan MRI lower abdomen :


• (+) septated soft tissue mass ± 5,1 x 3,2 cm di daerah paratestikular kiri
• testis kiri normal (± 2,7 cm x 2,3 cm) dan tampak sedikit fluid dalam skrotum.
• tidak tampak soft tissue mass yang berdensitas seperti testis di daerah abdomen bagian
bawah.
• kanalis inguinalis kanan tidak tampak dan skrotum kanan sangat mengecil dan tidak
tampak testis di dalamnya
• vesika urinaria berdindng licin dan tidak tampak abnormal signal di dalamnya
• tidak tampak pembesaran kelenjar limfe pelvis
 Kesan suatu paratesticular soft tissue tumor kiri dengan sedikit fluid collection
dalam skrotum kiri. Tidak tampak soft tissue mass yang berdensitas seperti testis di
daerah lower abdomen maupun di dalam skrotum kanan.
• Kemudian dilakukan tindakan eksplorasi testis sinistra, biopsi, dan chordectomy
• Jaringan hasil biopsi dikirim ke laboratorium PA FK USU untuk dilakukan
pemeriksaan histopatologi dengan nomor slaid H/21.012
• Makroskopis  diterima satu potong jaringan berasal dari epididimis berwarna
keabuan, permukaan tidak rata, konsistensi kenyal. Berat jaringan 0, 35 gram
dengan ukuran 1,5 cm x 1 cm x 0,4 cm.
Pada pemeriksaan mikroskopis  sediaan jaringan dari massa di
epididimis yang terdiri dari sel-sel tumor yang pleomorfik yang
tersusun solid. Inti sel membesar, bentuk bulat dan oval,
hiperkromatik, sitoplasma eosinofilik dan sebagian jernih. Stroma
terdiri dari jaringan ikat fibrous dengan infiltrasi sel-sel radang
limfosit yang sedang. Invasi limfovaskular (-).
Tampak sel-sel tumor yang tersusun solid
Tampak inti sel berbentuk bulat dan oval dan hiperkromatik
Tampak inti sel berbentuk bulat dan oval dan hiperkromatik
Sitoplasma eosinofilik pucat dan sebagian jernih. Stroma terdiri dari jaringan
ikat fibrous dengan infiltrasi sel-sel radang limfosit yang mencolok. Tidak
dijumpai invasi limfovaskular.
Berdasarkan gambaran klinis dan histopatologi, maka
kasus ini didiagnosis sebagai tumor paratestikular
dengan diagnosis banding adalah karsinoma embrional,
seminoma, dan desmoplastic small round cell tumor.
PEMERIKSAAN IMUNOHISTOKIMIA
• CD20 : negatif
• CD3 : negatif
• CD30 : negatif
• CD1a : negatif
• CD138 : negatif
• Calretinin : negatif
• Cytokeratin : negatif
• CD68 : positif normal
• CD117 : positif
• Ki67 : positif

Kesimpulan : Seminoma paratestikular, ICD-O 9061/3


Pemeriksaaan imunohistokimia CD117 menunjukkan hasil positif
DISKUSI
Secara anatomi, regio paratestikular terdiri dari :
• spermatic cord beserta isisnya
• tunika testis
• epididimis, dan
• epididimal/testicular appendages.
• Sebanyak 20-25% dari seluruh tumor paratestikular pada dewasa adalah
ganas dan sarkoma adalah jenis yang terbanyak
• Germ cell tumor (GCT) primer pada regio paratestikular/spermatic cord atau
pada epididimis bisa saja terjadi namun sangat jarang, salah satunya
adalah seminoma

• Seminoma adalah GCT malignan di mana selnya dianggap sama dengan


sel pada neoplasma dari sel germinal primordial (gonosit) yang tumbuh
selama embriogenesis tahap awal.
• Epitel germ cell pada seminoma berasal dari tubulus seminiferus.
• Kode ICD-O seminoma adalah 9061/3

• Seminoma primer yang terjadi di ekstra gonad dan di gonad yang disgenetik
disebut dengan germinoma, sedangkan di ovarium disebut dengan
disgerminoma.
• Seminoma paratestikular sangat jarang terjadi. Pada tahun 2018, Palicelli et
al. melaporkan kasus seminoma paratestikular keempat di dunia.
• Seminoma merupakan jenis GCT testis yang paling umum dijumpai  sekitar 50%
dari seluruh GCT
• Rentang usia penderita seminoma  30-49 tahun dengan usia rerata 37-41 tahun
• Tumor ini jarang dijumpai pada usia di atas 70 tahun dan hampir tidak pernah terjadi
pada anak-anak prepubertas, kecuali anak tersebut mengalami gangguan
perkembangan seksual.

• Pada kasus ini, usia penderita tidak sesuai secara


epidemiologi seminoma pada umumnya.
• Penelitian untuk mendapatkan gambaran distribusi
usia penderita seminoma paratestikular belum
pernah dilakukan
• Seperti halnya GCT, seminoma juga dapat diturunkan  25%
kasus berhubungan dengan kerentanan genetik  hampir tidak
pernah dijumpai gen rentan dengan high-penetrance.
• Mikrodelesi gr/gr pada pada regio AZF kromosom Y diketahui
sebagai alel dengan kerentanan low-penetrance  2-3% kasus
• Kerentanan genetik  >>> risiko terjadinya seminoma 2-3 kali
dan berhubungan dengan infertilitas
• Ayah dan anak laki-laki (+)  risko menjadi 4 kali, sedangkan
2 orang saudara laki-laki (+)  risiko meningkat menjadi 6-10
kali.
• Kelainan-kelainan genetik yang berkaitan dengan peningkatan risiko terjadinya
seminoma umumnya berhubungan dengan gangguan perkembangan seksual,
seperti :
 aneuploidi kromosom mosaik (45, X/46,XY)
 mutasi gen AR
 mutasi gen SRY
• Sebanyak 20 gen yang telah teridentifikasi yang berkaitan dengan biomolekuler
seminoma termasuk KIT, KITLG, yang terlibat dalam proliferasi dan apoptosis sel-sel
germinal dini, pemeliharaan telomer, diferensiasi testis, dan determinasi seks
 >>> risiko sebanyak 15% untuk saudara laki-laki dan 22% untuk keturunannya
yang laki-laki

Kelainan genetik yang mendasari seminoma pada pasien ini


tidak diketahui karena tidak diperiksa.
• Faktor risiko lainnya :
 seperti riwayat keluarga,
 pernah menderita GCT sebelumnya,
 subfertilitas,
 undescended testis (UDT)
 mikrolitiasis testis
 faktor risiko perinatal  perdarahan maternal, urutan kelahiran, jumlah saudara
kandung, kriptorkidisme, hernia inguinal, kembar, dan berat lahir rendah
 paparan terhadap dietilstilbestrol
 faktor lingkungan pekerjaan  pemadam kebakaran, petugas bandara udara,
dan terpapar pestisida organoklorin.

Pada kasus ini --> dijumpai adanya kriptorkidisme yang dapat


menjadi faktor risiko terjadinya seminoma yang diderita oleh
pasien tersebut
• Germ cell neoplasia in situ (GCNIS)  prekursor umum seminoma.
• GCNIS diduga berasal dari sel germinal primordial (gonosit) yang gagal
berdiferensiasi menjadi spermatogonia.
• Morfologi sel yang sangat mirip + sel GCNIS dan sel gonosit sama-sama
mengekspresikan marker embrionik yang sama dan memiliki profil transkripsi yang
sama.
• GCNIS  gangguan perkembangan seksual seperti sindrom disgenesis testikular
 (kriptorkidisme
 hipospadi,
perkembangan gonad yang
 Infertilitas aberan saat janin
 gangguan perkembangan testis
 testicular GCT)

Pada kasus ini, dijumpai adanya sindrom disgenesis testikular,


sehingga diiduga seminoma yang diderita pasien ini
sebelumnya didahului oleh suatu GCNIS.
Letak epidimis dan testis yang sangat berdekatan secara anatomis
 migrasi jaringan testis ke dalam epididimis selama proses
embriogenesis akibat adanya perkembangan gonad yang aberan

Jaringan yang bermigrasi tersebut kemudian mengalami transformasi


malignan menjadi seminoma paratestikular (epididimal)
 (=) kasus
• Gejala seminoma umumnya berupa massa pada testis yang
kadang-kadang disertai nyeri yang terlokalisir
• 3%  gejala sekunder dari seminoma yang telah
bermetastasis  nyeri punggung bagian bawah yang
diakibatkan adanya keterlibatan kelenjar getah bening (KGB)
retroperitoneal.
• Ukuran tumor seminoma yang telah bermetastasis umumnya
lebih kecil.
• Gejala paraneoplastik bisa terjadi namun jarang 
hiperkalsemia, polisitemia, anemia hemolitik autoimun,
eksoftalmus, ensefalopati, dan glomerulonefritis membranosa
• Kenaikan kadar α-fetoprotein (AFP) serum tidak signifikan pada seminoma.
• Kadar human chorionic gonadotropin sering meningkat pada campuran
seminoma dengan sel-sel sinsitiotrofoblas (10-20%) namun tidak sampai
melebihi 1000 mIU/mL, meskipun pada seminoma yang berukuran besar
dengan sel sinsitiotrofoblas yang melimpah.
• Kadar lactate dehydrogenase meningkat pada 80% kasus seminoma dengan
stadium lanjut..

Pada kasus ini, kadar AFP, LDH, dan β-hCG serum dalam batas
normal, suatu keadaan yang masih relevan untuk kasus
seminoma
• Seminoma umumnya berbentuk solid, relatif homogen, sering berlobus,
berwarna krem hingga coklat, dan pada pemotongan terlihat nodul-nodul
berwarna kuning pucat yang menonjol di antara jaringan parenkim.
• Daerah nekrosis dan perdarahan (+)  tidak luas. Konsistensi
• Biasanya lunak dan pada tumor yang berukuran kecil kadang dapat dijumpai
jaringan parut.

• Sekitar 10% seminoma dijumpai pada testis yang berukuran normal atau lebih
kecil
• 10%  meluas sampai keluar testis dan melibatkan struktur paratestikular
Gambaran umum seminoma :
• Sel-sel pucat yang tersebar difus yang dibatasi oleh septa fibrovaskular yang
mengandung limfosit
• Pertumbuhan intertubuler (+)  khususnya di bagian tepi tumor  tidak
predominan
• Inti poligonal dengan kromatin bergranul halus dan tepi rata
• Inti berukuran besar dan terletak di tengah serta bisa lebih dari satu.
• Sitoplasma pucat hingga jernih dengan membran sitoplasma yang tegas.
• Sitoplasma yang jernih disebakan oleh partikel glikogen yang banyak yang
dapat tertampil dengan pewarnaan periodic acid-Schiff (PAS).
• Sitoplasma dapat melimpah meskipun inti bertumpuk ataupun berjarak.
• Meskipun jarang, namun dapat dijumpai sitoplasma yang pekat dengan inti
yang ramai, yang dikenal sebagai gambaran plasmasitoid
Tampak sel-sel pucat yang tersebar difus yang dibatasi oleh septa fibrovaskular yang
mengandung limfosit. Inti poligonal dengan kromatin bergranul halus. Sitoplasma
eosinofilik pucat dan sebagian jernih.
Gambaran histopatologi pada kasus ini tidak sesuai
dengan gambaran khas seminoma, di mana tidak
dijumpai septa fibrovaskular yang jelas, inti tidak
poligonal dan tidak terletak di tengah, serta infiltrasi
limfosit tidak terlalu mencolok.
 Untuk membantu menegakkan diagnosis,
dilakukan pemeriksaan tambahan berupa
imunohistokimia
Imunohistokimia pada seminoma akan mewarnai antigen-antigen dengan
ciri fetal-type germ cell (gonosit) yang imatur, antara lain:
• Placental alkaline phosphatase (86-95%, membran sitoplasma)
• KIT (90-100%, membran sitoplasma)
• OCT3/4 (100%, inti)
• SAlL4 (100%, inti)
• SOX17 (95%, inti)
IHK lainnya:
• Podoplanin (100%, membran sitoplasma)
• Cytokeratin AE1/AE3 (20-36%) dengan imunoreaktivitas yang bervariasi.
Biasanya negatif atau mewarnai sitoplasma sebagian kecil sel tumor yang
menunjukkan dot-like pattern di sekitar inti.
• CD30 biasanya negatif
• AFP selalu negatif

Pada kasus ini, CD117 atau c-kit dan Ki-67 positif serta
CD30 dan cytokeratin negatif sehingga menguatkan
dugaan ke arah seminoma.
• Seminoma sering dikelirukan dengan karsinoma embrional dengan pola solid.
• Gambaran histopatologi yang dapat digunakan untuk membedakannya adalah :
 membran sitoplasma yang tegas, inti yang teratur dan tidak terlalu ramai, septa
fibrous, dan infiltrasi limfosit yang masif.
 sel tumor pada karsinoma embrional lebih anaplastik dengan mitosis atipikal
dan apoptotic body yang banyak.
• Pemeriksaan imunohistokimia yang positif dengan KIT, podoplanin, dan SOX17,
serta negatif dengan CD30, SOX2, dan cytokeratin AE1/AE3 mendukung suatu
seminoma.

Pada kasus ini, CD30 negatif sehingga karsinoma embrional


dapat disingkirkan. Imunohistokimia CD30 umumnya positif
pada karsinoma embrional sehingga sering digunakan untuk
membedakannya dengan GCT lainnya
• Desmoplastic small round cell tumor (DSRCT )  dapat
disingkirkan karena cytokeratin negatif.
• DSRCT merupakan sarkoma dengan pertmbuhan epitelial dalam
stroma yang desmoplastik.
• Pemeriksaan imunohistokimia cytokeratin umumnya postif pada
tumor ini.
• Tumor yolk sac yang solid dapat menyerupai
seminoma namun dapat dibedakan berdasarkan :
 campurannya dengan tumor yolk sac
lainnya,
 infiltrasi limfosit yang tidak masif,
 tidak adanya septa fibrous.
 negatif dengan OCT3/4 dan positif dengan
AFP dan glypican 3, serta terekspresi kuat
dengan cytokeratin AE1/AE3.

• Large B-cell lymphoma  mirip dengan seminoma.


• Perbedaannya adalah :
 pertumbuhan intertubuler yang lebih menonjol,
 bentuk inti yang lebih ireguler,
 tidak adanya GCNIS
 positif dengan panel imunohistokimia limfoma.
Penentuan stadium seminoma menggunakan klasifikasi TNM menurut American Joint
Committeee on Cancer (AJCC)
Stadium seminoma pada kasus ini adalah IA
(pT1N0M0S0), di mana tumor terbatas pada
epididimis tanpa adanya keterlibatan KGB dan
metastasis jauh serta serum marker dalam batas
normal.
• Secara keseluruhan, prognosis seminoma adalah baik namun tergantung
pada stadiumnya.
• Penderita seminoma stadium 1 dapat memiliki overall 5-year survival rate
sekitar 95-98% dengan terapi radiasi adjuvan atau agen kemoterapi tunggal.
• Hampir 80% stadium 1 tidak membutuhkan terapi tambahan setelah
orkiektomi
• Pada stadium lanjut (IIC-IIIC), disease-specific survival rate dapat mencapai
83% jika diterapi dengan cisplatin
• Radiasi adjuvant dapat meningkatkan risiko terjadinya keganasan sekunder.
• Prediktor akan kekambuhan seminoma adalah :
 ukuran tumor > 4cm
 keterlibatan rete testis dan epididimal
 serta adanya invasi vaskular.
SIMPULAN

Telah dilaporkan sebuah kasus dari seorang pria berusia 27 tahun


dengan keluhan benjolan di dalam kantung kemaluan disertai nyeri
pinggang bagian bawah yang menjalar ke tungkai. Berdasarkan
data klinis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan histopatologi, dan
imunohistokimia, ditegakkan diagnosis primary paratesticular
seminoma dengan ICD-O 9061/3.
TERIMA KASIH

Anda mungkin juga menyukai