Anda di halaman 1dari 4

Nama : Vira Varadiba

NIM : 2210211220155

Kelas E

Mata kuliah : Hukum Admininstrasi Negara

KASUS SUAP REKTOR UNILA DAN DUGAAN MAHASISWA TITIPAN PEJABAT

Rektor nonaktif Universitas Lampung, Karomani, didakwa menerima suap dan gratifikasi Rp 6,98
miliar dan 10.000 dollar Singapura sejak tahun 2020. Gratifikasi itu diberikan agar Karomani
meloloskan mahasiswa titipan di Universitas Lampung.

Hal itu terungkap dalam sidang dakwaan yang dipimpin ketua majelis hakim Lingga Setiawan
serta dua hakim anggota, Aria Veronica dan Edi Purbanus, di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi
pada Pengadilan Negeri Tanjung Karang, Bandar Lampung, Selasa (10/1/2023). Dalam dakwaan
yang dibacakan jaksa penuntut umum KPK, Agung Satrio Wibowo, uang Rp 6,98 miliar dan
10.000 dollar Singapura itu diterima Karomani kurun 2020-2022. Pada 2020, Karomani menerima
Rp 1,65 miliar dan 10.000 dollar Singapura yang bersumber dari orangtua mahasiswa yang telah
diloloskan sebagai mahasiswa Unila. Pada 2021, Karomani menerima Rp 4,38 miliar dan Rp 950
juta pada 2022. Uang suap dan gratifikasi itu ia terima langsung ataupun diserahkan melalui orang
lain.

Dalam sidang dakwaan terungkap, Karomani menerima uang untuk meloloskan enam mahasiswa
di Fakultas Kedokteran Unila melalui jalur seleksi masuk bersama perguruan tinggi negeri
(SBMPTN) tahun 2022. Calon mahasiswa baru titipan tersebut adalah MS, FR, EA, RM, MV, dan
FL. Mereka diubah statusnya dari sebelumnya tidak lulus menjadi lulus. Sementara itu, dari jalur
seleksi mandiri masuk perguruan tinggi negeri (SMMPTN) tahun 2022, terdakwa menerima uang
untuk meloloskan 11 mahasiswa di Fakultas Kedokteran, Fakultas Matematika dan Ilmu
Pengetahuan Alam (1), dan Fakultas Teknik (1). Pemberian uang kepada Karomani diberikan
setelah pengumuman kelulusan mahasiswa tersebut.
Menurut JPU, perbuatan terdakwa melanggar Pasal 12 B Ayat (1) Juncto Pasal 18 UU RI Nomor
31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan
UU RI Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas UU RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang
Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 65 Ayat (1) ke-1 KUHP.

Sumber : https://www.kompas.id/baca/nusantara/2023/01/10/karomani-didakwa-terima-
gratifikasi-rp-698-miliar-dan-10000-dollar-singapura

Dalam kasus diatas terdakwa Karomani yang pada saat itu berstatus sebagai Rektor Unila telah
melakukan penyalahgunaan wewenang dengan menerima gratifikasi dari berbagai pihak guna
meloloskan peserta calon mahasiwa baru.

Penerimaan gratifikasi yang dilakukan oleh Karomani ini telah dijelaskan dalam Pasal 12 B ayat
(1) UU No. 31/1999 juncto UU No. 20/2001 bahwa

"Setiap gratifikasi kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara dianggap pemberian
suap, apabila berhubungan dengan jabatannya dan berlawanan dengan kewajiban atau
negaranya."

Dengan menerima sejumlah uang dari para pihak yang menitipkan peserta calon mahasiswa baru
untuk diloloskan di Unila, maka menurut Undang Undang ini, Karomani terbukti melakukan
penyelahgunaan kekuasaan yang berlawanan dengan kewajibannya dalam menyelenggarakan
penerimaan mahasiswa baru secara adil sesuai dengan prosedur yang telah ditetapkan dari
Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia melalui Permendikbud No. 6/2020
Tentang Penerimaan Mahasiswa Baru dan Program Sarjana Pada Perguruan Tinggi Negeri, BAB
II Prinsip dan Jalur Penerimaan Mahasiswa Baru Pasal 2 huruf a yang berbunyi :

"Penerimaan mahasiswa baru program sarjana pada PTN harus diselenggarakan dengan prinsip:

a. ADIL, yaitu tidak membedakan agama, suku, ras, jenis kelamin, umur, kedudukan sosial,
kondisi fisik, dan tingkat kemampuan ekonomi calon mahasiswa dengan tetap
memperhatikan potensi dan prestasi akademik calon mahasiswa dan kekhususan Program
Studi di PTN yang bersangkutan."
Dapat dilihat bahwa dengan merubah status beberapa peserta calon mahasiswa baru yang tadinya
berstatus tidak lulus menjadi lulus hanya karna adanya pemberian sejumlah uang dan pengaruh
relasi kuasa serta tanpa mempertimbangkan kompetensi akademik yang dimiliki para peserta calon
mahasiswa baru, membuktikan bahwa Karomani telah melakukan pengabaian akan peraturan
peraturan yang ada dan tentunya telah menggunakan kekuasaannya dengan sewenang wenang.
Dalam melaksanakan tugasnya, ia sama sekali tidak mengikuti dan terkesan menghiraukan prinsip
prinsip yang telah diatur oleh Undang Undang.

Meskipun pada kenyataannya saat ini Permendikbud No.6/2020 ini sudah dicabut, dinyatakan
tidak berlaku dan diganti dengan Permendikbud No.48/2022 tentang Penerimaan Mahasiswa Baru
Program Diploma dan Program Sarjana Pada Perguruan Tinggi, namun tetap saja sebagai seorang
aparatur penyelenggara negara, Karomani hendaknya menjalankan setiap tugas dan
tanggungjawabnya dengan semestinya. Perbuatan Karomani yang telah melakukan kecurangan
dalam penyelenggaraan seleksi penerimaan mahasiswa baru dengan memberikan perlakuan
khusus kepada para camaba berdasarkan relasi kuasa, status sosial dan kondisi ekonominya ini
juga telah melanggar nilai nilai keadilaan sosial yang tertuang dalam Pancasila. Sebagai aparatur
negara, Karomani hendaknya menjamin terlaksananya kepentingan umum yakni memberikan
pemenuhan hak pendidikan kepada siapa saja tanpa membeda bedakan golongannya dengan
menjunjung tinggi kejujuran, keadilan dan berpegang pada prinsip prinsip yang telah diatur oleh
Undang Undang.

Akibat tindakan penerimaan gratifikasi yang dilakukan oleh Karomani, ia dapat diancam dengan
sanksi pidana penjara minimal 4 tahun dan maksimal seumur hidup serta denda minimal Rp.
200.000.000,00 dan maksimal Rp. 1.000.000.000,00 sebagaimana telah diatur dalam Pasal 12
huruf (a) UU Nomor 20 Tahun 2001 yang berbunyi :

"Dipidana dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 4
(empat) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan pidana denda paling sedikit Rp.
200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp. 1.000.000.000,00 (satu miliar
rupiah)

a. Pegawai negeri atau penyelenggara negara yang menerima hadiah atau janji,
padahal diketahui atau patut diduga bahwa hadiah atau janji tersebut diberikan
untuk menggerakkan agar melakukan atau tidak melakukan sesuatu dalam
jabatannya yang bertentangan dengan kewajibannya.

Selain sanksi tegas berupa pidana penjara yang diberlakukan kepada Karomani mantan Rektor
Unila selaku penerima gratifikasi dalam penyelenggaraan penerimaan mahasiswa baru, kiranya
perlu adanya sanksi administratif terhadap para mahasiswa baru yang telah melakukan gratifikasi
demi bisa lolos ke Universitas Lampung itu. Mengingat hal yang telah dilakukan oleh pihak
mahasiswa pemberi gratifikasi ini merupakan tindakan yang ilegal dan telah menciderai nilai nilai
kejujuran dan keadilan yang ada dalam institusi pendidikan tersebut serta demi memberikan efek
jera kepada siapa saja sehingga kasus serupa tak terulang kembali.

Adanya kasus gratifikasi yang melibatkan Rektor Unila ini kiranya menjadi sebuah tintah gelap
yang mencoreng nama baik perguruan tinggi negeri tersebut. Tindakan yang dilakukan oleh kedua
belah pihak yang terlibat dalam kecurangan penyelenggaraan penerimaan mahasiswa baru ini
tentunya mengecewakan hati para peserta calon mahasiswa baru yang benar benar serius dalam
mengikuti setiap tahapan seleksi penerimaan dengan baik dan jujur. Hanya karena perbedaan
kondisi ekonomi dan kedudukan sosial rasanya tidak patut untuk dijadikan tolak ukur dalam
penyelenggaraan seleksi.

Ini juga menjadi sebuah pemebelajaran agar pihak-pihak terkait bisa terus melakukan pengawasan
dan pencegahan terjadinya bibit bibit korupsi kolusi dan nepotisme di lingkungan pendidikan demi
menjamin terpenuhinya hak hak kepentingan umum dengan berpegang pada prinsip keadilan.

Anda mungkin juga menyukai