Anda di halaman 1dari 2

NIM : P3.73.20.1.22.

035
Nama : Nurhikmah
Kelas : 1A - D3 Keperawatan
Hari/tanggal : Jumat, 16 September 2022
Tugas : Studi Kasus Penyimpangan Etika Politik

PELANGGARAN ETIKA PEJABAT PUBLIK


STUDI KASUS KORUPSI BUPATI PROBOLINGGO: PUPUT TANTRIANA

Pelanggaran etika pejabat publik dalam melakukan tugas dan wewenangnya sebagai
administrator di administrasi publik merupakan hal yang merugikan pemerintah dan
masyarakat. Kasus suap jual beli jabatan dan korupsi bupati nonaktif probolinggo merupakan
salah satu bentuk pelanggaran etika pejabat publik, sehingga perlunya penguatan
pengawasan pada badan pemerintahan.
Berawal dari kemunduran agenda Pemilihan Kepala Desa (Pilkades) tahap II di
Kabupaten Probolinggo yang seharusnya diselenggarakan pada tanggal 27 Desember 2021.
Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK, Karyoto, menerangkan bahwa di Kabupaten
Probolinggo terhitung sebanyak 252 kepala desa dari 24 kecamatan telah menyelesaikan
masa tugasnya sejak tanggal 9 September 2021. Akibatnya, kursi jabatan kepala desa
mengalami kekosongan sementara.
Untuk mengatasi hal tersebut, para pejabat dari ASN Pemkab Probolinggo dengan
usulan camat dipilih sebagai kepala desa. Namun dalam prosesnya, terdapat persyaratan
khusus bahwa nama yang diajukan oleh camat harus memperoleh persetujuan terlebih dahulu
dari Hasan Aminuddin yaitu salah satu Anggota DPR RI dan juga merupakan suami dari
Bupati Probolinggo Puput Tantriana Sari. Persetujuan tersebut berupa paraf Hasan
Aminuddin sebagai representasi Bupati Puput Tantriana yang diberikan pada nota dinas
pengusulan.
Dengan dugaan tindak pidana korupsi jual beli jabatan, KPK mengadakan operasi
tangkap tangan (OTT) kepada Bupati Puput Tantriana, Hasan Aminudin, serta beberapa pihak
lainnya yang terlibat. KPK menahan 19 orang serta menetapkan 22 orang sebagai tersangka
dengan dugaan 18 orang sebagai pihak pemberi dan 4 orang sebagai penerima
(nasional.sindonews.com, 2021). Para pemberi diduga telah melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf
a atau huruf b atau Pasal 13 UU No 31 Tahun 1999, sedangkan para penerima diduga
melanggar Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 UU No 31 Tahun 1999
(Hantoro, 2021). Dalam kasus ini, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengungkapkan
bahwa Bupati Probolinggo Puput Tantriana memberlakukan tarif jabatan kepala desa di
Probolinggo. Setiap ASN yang ingin duduk di posisi tersebut maka akan diminta uang upeti
sebesar Rp20 juta dan tanah kas desa sebesar Rp5 juta per hektar.
Respons/Komentar/Tanggapan
Berdasarkan standar etika pejabat publik di atas, sudah jelas bahwa Puput Tantriana
ini menyelewengkan kekuasaannya dan melanggar standar etika pejabat publik. Etika bagi
para pejabat publik sudah seharusnya menjadi dasar atau landasan dalam bertindak,
berperilaku, serta melayani seluruh masyarakat dengan baik dan penuh tanggung jawab.
Pejabat publik atau para pemimpin ini juga nantinya akan menjadi contoh atau patron yang
akan menjadi teladan banyak orang mulai dari bawahan hingga masyarakat dalam
berkelakuan dan bertindak. Berkaca dari kasus korupsi pada kasus ini, Bupati Nonaktif Puput
Tantriana sudah tidak lagi dinilai sebagai sosok pemimpin yang bisa dijadikan panutan atau
contoh yang baik.
Namun, Puput Tantriana tidak memegang teguh amanah dari masyarakat sebagai
Bupati Probolinggo. Selanjutnya, pejabat publik mampu meningkatkan kepercayaan publik
(public trust) yang menjadikan jabatannya lebih efektif. Lain halnya yang dilakukan Bupati
Nonaktif Puput Tantriana dalam kasus ini, ia terbukti melanggar peraturan perundang-
undangan serta tidak berperilaku jujur dengan menerima suap jual-beli jabatan, gratifikasi,
serta tindak pidana pencucian uang (TPPU) terkait seleksi jabatan di Pemerintah Kabupaten
Probolinggo pada tahun 2021 yang akan menurunkan kepercayaan publik akan seorang
pejabat publik dalam menjalankan tugas dan mengemban wewenangnya. Secara otomatis,
pelanggaran sumpah jabatan juga terjadi demi kepentingan pribadi.
Disamping itu, sanksi dari pelanggaran etika yang ada hingga kini belum bisa
memberikan efek jera, sehingga pada kenyataannya kini terus bermunculan kabar terkuaknya
kasus pejabat publik yang melanggar etika. Kasus korupsi yang kini sedang hangat
diperbincangkan yaitu kasus korupsi oleh Bupati Nonaktif Puput Tantriana. Oleh sebab itu,
terlihat bahwa pemerintah kurang maksimal dalam memanifestasikan etika publik, sehingga
etika pejabat publik yang urgensinya tergolong penting ini harus terus dioptimalisasi untuk
meminimalisir tindakan melanggar etika publik ke depannya.

Anda mungkin juga menyukai