Anda di halaman 1dari 6

Resume Bab 2

Buku Pendidikan Karakter Memalui PPKn


Itah Miftahul Ulum, S.Ag. M.Ag.

Dosen Pengampu :
Itah Miftahul Ulum, S.Ag. M.Ag.

Disusun Oleh :
Dewi Sri S 123040052
Fansa Refina 123040053
M Francisko U S G 123040054

PROGRAM STUDI AKUNTANSI


FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS SWADAYA GUNUNG JATI

Jl. Pemuda Raya No.32, Sunyaragi, Kec. Kesambi, Kota Cirebon, Jawa Barat 45132
2023
BAB II
IDENTITAS NASIONAL

A. Pengertian Identitas Nasional


Identitas nasional adalah kepribadian nasional bangsa dan yang
membedakannya dengan bangsa yang lain. Di antara faktor yang membedakan
identitas bangsa (Indonesia) dengan bangsa lain, karena letak geografi,
kebudayaan, dan agama yang dianutnya. Faktor inilah yang mendominasi
pembentukan karakter, jati diri, dan kepribadian bangsa.
Adapun identitas nasional Indonesia dalam konteks negara sudah ada
ketentuannya di dalam undang-undang, semisal dasar negara Pancasila
(Pembukaan UUD 1945), bendera negara merah putih (Pasal 35), lambang negara
Garuda Pancasila dengan semboyan Bhinneka Tunggal Ika (UUD 1945 Pasal
36A), bahasa negara yaitu Bahasa Indonesia (UUD 1945 Pasal 3), dan Lagu
Kebangsaan Indonesia Raya (UUD 1945 Pasal 36B).
Berdasarkan argumentasi di atas, Bangsa Indonesia yang tinggal di satu
wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia, dengan latar belakang geografi,
kebudayaan, dan agama yang berbeda, menuntut semua warga untuk berpikir
filosofis dan bertindak realistis. Secara filosofis, di dalam agama samawi di
Indonesia yaitu Islam dan Nashrani dengan alirannya Katolik dan Protestan, telah
meyakini manusia pertama di dunia adalah Adam dan Hawa. Kemudian, dari
Adam dan Hawa manusia berkembang biak menjadi banyak, bersuku-suku, dan
berbangsa- bangsa. Dalam kontek manusia Indone-sia, yang menganut banyak
agama dengan suku dan kebuda-yaan yang berbeda, masing-masing dari mereka
memiliki hak untuk hidup.
Menurut Zarzur, masyarakat dan kehidupan adalah sejarah tempat
menerapkan kebudayaan, dan kebudayaan itu tidak mengalami perkembangan,
tetapi mengalami perubahan dalam penerapan nilai. Dalam kasus sebagian nilai-
nilai kebudayaan Barat yang bernilai buruk tidak akan diadopsi oleh bangsa
Indonesia. Jadi, bangsa Indonesia yang majemuk di dalam agama, budaya, etnis,
bahasa, dan suku menuntut bangsa Indonesia untuk toleran terhadap perbedaan.
Toleran adalah sikap seseorang di dalam menghargai, membiarkan, dan
membolehkan pendirian, pandangan, kepercayaan, kebiasaan, kelakuan yang
berbeda atau bertentangan dengan pendirian sendiri.
Sikap toleran seperti ini, akan melahirkan nasionalisme Indonesia.
Perwujudan negara Indonesia, tidak lain karena adanya kesamaan pandangan dan
cita-cita yang sama dari penganut agama dan budaya, etnis, bahasa, dan suku
yang berbeda di dalam mengusir penjajah, sampai lahir sebuah kekuatan yang
disebut nasionalisme.
Mulkhan, memberikan pengertian nasionalisme sebagai sebuah gagasan
yang melahirkan kesatuan bangsa dalam sebuah wilayah politik kenegaraan.
Menurut Mestoko, nasionalisme adalah cara pandang suatu bangsa di dalam
membentuk sebuah negara yang didasarkan kepada adanya kesamaan sejarah,
dalam upaya membentuk sebuah kejayaan bangsa.

B. Identitas Nasional adalah Karakter Bangsa


Merujuk kepada bahasan di atas, bisa dipahami bahwa identitas nasional
adalah jati diri bangsa. Bangsa Indonesia adalah bangsa yang majemuk karena
memiliki agama, budaya, etnis, ras, dan suku yang beragam. Bagi bangsa
Indonesia yang beragama tertentu tidak bisa memaksa bangsa Indonesia lain yang
menganut agama berbeda agar masuk agama yang dianutnya. Sebagaimana,
pemeluk budaya tertentu tidak bisa memaksakan budayanya agar dipeluk oleh
pemeluk budaya yang berbeda, begitu seterusnya.
Karakter atau akhlak, budi pekerti, tabiat, dan watak bangsa Indonesia
tersebut bisa menjadi pembeda dengan karakter bangsa lain. Karakter seperti
inilah yang harus ditanamkan kepada setiap bangsa Indonesia. Sebab itu, identitas
nasional yang sudah menjadi karakter ini, merupakan upaya untuk membangun
persatuan dan kesatuan bangsa Indonesia.
Bila kita mencoba membangun persatuan dan kesatuan dilatar belakangi
letak geografi akan menemukan kesulitan. Hal ini telah ditegaskan oleh Soekarno
pada 1 Juni 1945, Dari kutipan pidato Soekarno tersebut, diketahui bahwa bila
masing-masing suku membangun kekuasaan sendiri-sendiri, akan menemukan
kesulitan untuk membangun persatuan dan kesatuan. Ternyata, yang mampu
untuk mempersatukan bangsa Indonesia adalah ideologi, karena ideologi itu
adalah seperangkat tujuan dan ide-ide yang mengarahkan pada satu tujuan,
harapan, dan tindakan. Ideologi yang telah disepakati adalah ideologi Pancasila
yang memberi kesempatan kepada semua agama, budaya, ras, suku, dan etnis
untuk bersama-sama membangun bangsa berdasarkan realitas, dan sudah berjalan
sebagai ideologi resmi Negara Republik Indonesia mendekati satu abad.
Ideologi Pancasila itu adalah ketuhanan, kemanusiaan, persatuan,
kerakyatan dan keadilan. Dengan ideologi Pacasila, semua mendapat perlakuan
yang sama. Ideologi Pancasila tidak membeda-bedakan agama, bahkan budaya,
suku, ras, dan etnis. Ini adalah hakikat hubungan sesama manusia, yang sudah
menjadi ajaran agama untuk membangun hubungan baik dengan sesama manusia
berdasarkan ajaran Tuhan.
Adapun karakter bangsa di dalam nilai persatuan, bisa dilihat mulai dari
perjalanan sejarah bangsa Indonesia dalam membentuk negara Indonesia, sampai
persatuan dan kesatuan saat ini. Adapun kerakyatan (demokrasi) yang menjadi
karakter bangsa Indonesia, akan tetap menjunjung nilai-nilai ketuhanan, tidak
seperti kerakyatan yang berlaku di Barat, sehingga terwujud rasa keadilan
berdasarkan ketuhanan.

C. Nasionalisme Indonesia
Keberadaan bangsa Indonesia terbentuk melalui usaha dengan proses yang
panjang. Menurut Kaelan, nilai-nilai nasionalisme yang berakar dari nilai-nilai
budaya sudah tampak pada abad ke VII, yaitu ketika timbulnya Kerajaan Sriwi-
jaya di Palembang, dan Kerajaan Airlangga dan Majapahit di Jawa Timur.
Adapun nasionalisme modern, menurut para pakar sejarah dimulai tahun
1928, yaitu pada saat didirikan Boedi Oetomo, dicetuskannya Soempah Pemoeda
Tahun 1928, sampai proklamasi kemerdekaan Negara Republik Indonesia 17
Agustus 1945. Sejak saat ini, secara resmi kerajaan-kerajaan dari belahan bumi
Indonesia yang menguasai wilayah tertentu bernaung dalam satu Negara
Kesatuan Republik Indonesia.
1. Proses Berbangsa
Menurut Bakry, proses berbangsa Indonesia, dibagi menjadi empat
tahapan. Pertama, pada tahun 683 di dalam prasasti kedukan bukit, ditulis
dalam bahasa Melayu Kuno dengan huruf Pallawa yaitu, “marvuat vanua
Sriwijaya siddha- yatra subhiksa”, berarti membentuk negara Sriwijaya
yang jaya, adil, makmur, sejahtera dan sentosa. Kerajaan Sriwijaya yang
dipimpin oleh Syailendra telah mengembangkan pendidikan agama yaitu
dengan didirikan Universitas Agama Budha.
Kedua, Kerajaan Majapahit (1293-1525) pada masa pemerintahan
Raja Hayam Wuruk dengan Mahapatih Gadjah Mada dalam sumpah
Palapa pada sidang Ratu dan Menteri- menteri di paseban Keprabuan
Majapahit Tahun 1331 berujar "Saya baru akan berhenti berpuasa makan
palapa, jikalau selu- ruh Nusantara takluk di bawah kekuasaan negara,
jikalau Gu- run, Seram, Tanjungpura, Haru, Pahang, Dempo, Bali, Sunda,
Palembang dan Tumasik sudah dikalahkan."
Ketiga, Sutomo pada 20 Mei 1908 mendirikan orga-nisasi
pergerakan nasional, yaitu Boedi Oetomo melalui gerakan sosio kultural
telah merintis kebangkitan nasional menuju cita- cita Indonesia merdeka.
Keempat, pada 28 Okto-ber 1928 di Jakarta diikrarkan Soempah Pemoeda
yang ber-bunyi, "Kami putra dan puteri Indonesia mengaku berbangsa
yang satu, bangsa Indonesia; Kami putra dan puteri Indonesia mengaku
bertanah air yang satu, tumpah darah Indonesia; Kami putra dan puteri
Indonesia menjunjung bahasa persa-tuan, bahasa Indonesia."
Keempat sejarah proses berbangsa yang diabadikan seperti itu, tidak
boleh dibatasi dengan makna yang sempit yakni kumpulan kejadian,
melainkan harus dipahami mengapa kejadian itu terjadi.
2. Proses Bernegara
Dari sejarah proses berbangsa tersebut, ditinjak lanjuti kepada
proses bernegara. Tujuannya, adalah untuk melepaskan bangsa dari
penjajah. Upaya untuk membentuk negara ini, adalah agar bisa mandiri
mengurus bangsa dan memakmurkan alam semesta yang telah
diamanahkan kepada manusia.
Ada dua peristiwa penting yang telah dilakukan oleh para pendiri
negara untuk mewujudkan Negara Kesatuan Republik Indonesia, yaitu
dengan dibentuknya Badan Penyelidik Usaha-usaha Persiapan
Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI) dan Panitia Persiapan Kemerdekaan
Indonesia (PPKI). Pembentukan BPUPKI adalah merupakan janji
pemerintah Jepang yang direalisasikan pada 29 April 1945 dan dilantik
pada 28 Mei 1945 yang diketuai oleh K.R.T. Radjiman Wedyodiningrat.
Lalu, pada 7 Agustus 1945 dibentuk PPKI yang dipimpin oleh Soekarno
sebagai ketua dan Mohamad Hatta sebagai wakil ketua. Kemudian,
dilakukan pembubaran BPUPKI pada tanggak 9 Agustus 1945. Akhirnya,
pada 17 Agustus 1945 diproklamasikan kemerdekan Republik Indonesia,
dan menetapkan UUD Negara Republik Indonesia 1945 pada sidang PPKI
tanggal 18 Agustus 1945.

D. Politik Identitas
Menurut Budiarjo, politik identitas berarti kegiatan sistem politik yang
menyangkut proses penentuan tujuan dan pelaksanaan untuk mencapai tujuan itu
sendiri, yang menjadi ciri yang melekat pada politik itu dan yang
membedakannya dengan politik lain. Adapun Buchari, memahami politik
identitas sebagai alat untuk mencapai tujuan, yang didorong oleh adanya
ketidakadilan yang dirasakan oleh penganut politik identitas, sehingga menuntut
mereka harus memperjuangkan tujuan tersebut melalui kegiatan politik.
Jadi, dengan merujuk kepada definisi politik identitas di atas, bisa ditarik
simpulan bahwa politik identitas Indonesia adalah kegiatan politik bangsa
Indonesia di dalam menetapkan tujuan berpolitik yang berdasarkan nilai-nilai
Pancasila yang telah disepakati bersama. Tujuan berpolitik ini diperjuangkan
melalui proses kegiatan politik, sehingga bisa memperoleh hasil sesuai dengan
yang dicita-citakan bersama dan memberikan kepuasan bersama bangsa
Indonesia.
Bangsa Indonesia yang beragam agama, budaya, suku, ras, dan etnis
setelah memiliki negara yang merdeka, telah memiliki identitas tersendiri di
dalam berpolitik. Kebebasan berpolitik seperti itu terjadi karena undang- undang
membuka peluang kepada warga untuk berpolitik. Oleh karena itu, untuk
menjaga keutuhan bangsa dan negara, maka politik identitas yang berdasarkan
Pancasila menjadi sebuah keharusan yang tidak bisa ditawar lagi. Artinya, segala
kebijakan terkait politik tidak boleh lepas dan keluar dari UUD 1945 yang
mengakui adanya perbedaan

Kesimpulan
Identitas nasional Indonesia tidak hanya bersumber dari faktor-faktor
geografis dan budaya, tetapi juga memerlukan sikap toleran dan semangat
nasionalisme untuk menjaga persatuan dalam keragaman. Identitas nasional
Indonesia yang terdiri dari keberagaman dan kesatuan ini tidak hanya menjadi
pembeda, tetapi juga menjadi fondasi yang kuat untuk membangun persatuan dan
kesatuan di tengah kompleksitas masyarakat Indonesia.
Politik identitas Indonesia tidak hanya menjadi alat untuk mencapai tujuan,
tetapi juga menjadi cermin dari keberagaman yang dihormati dan diakui. Dengan
kebebasan berpolitik yang terjaga dalam batasan nilai-nilai Pancasila.
Demikian, sejarah proses berbangsa dan bernegara Indonesia menunjukkan
evolusi yang panjang dan kompleks, melibatkan perjuangan dan komitmen
tokoh-tokoh bangsa untuk mencapai kemerdekaan dan membentuk negara yang
merdeka, bersatu, dan berdaulat.

Anda mungkin juga menyukai