Anda di halaman 1dari 35

PAP

Standar 2.4
A. EP A
- Panduan Pelayanan Resusitasi
- SPO BHD
- SPO RJP Dewasa
- SPO RJP Anak
- SPO ETT
- SPO DC SHOCK
- Foto Papan Jaga Petugas Code Blue
B. EP B
- Daftar Obat Emergency
- Bukti Foto Alat dan Obat Emergency
C. EP C
- SPO Code Blue
- SK Tim Code Blue
- Contoh CPPT Pasien dengan Resusitasi
- Video Simulasi Code Blue
D. EP D
- SPT Pelatihan ACLS Dokter Umum
- Sertifikat ACLS Dokter Umum
- Sertifikat BTCLS
- Uman BHD
EP A
- Panduan Pelayanan Resusitasi
- SPO BHD
- SPO RJP Dewasa
- SPO RJP Anak
- SPO ETT
- SPO DC SHOCK
- Foto Papan Jaga Petugas Code Blue
PANDUAN PELAYANAN RESUSITASI
RUMAH SAKIT ISLAM BANJARNEGARA

RUMAH SAKIT ISLAM BANJARNEGARA


Jl.Raya Bawang Km. 8
Banjarnegara
2022
YAYASANRUMAH SAKIT ISLAM BANJARNEGARA
RUMAH SAKIT ISLAM BANJARNEGARA
Jl. Raya Bawang Km. 8 Banjarnegara
Telp. Pely. (0286) 597034, IGD (0286) 5988848, Fax. (0286) 597015
Website. rsibanjarnegara.com, Email : rsi_banjarnegara@yahoo.co.id

PERATURAN DIREKTURRUMAH SAKIT ISLAM BANJARNEGARA


NOMOR : 1382 /Per/ RSIB/ IV/2022
TENTANG
PANDUAN PELAYANAN RESUSITASI RUMAH SAKIT ISLAM BANJARNEGARA
Bismillahirrohmanirrohim
Menimbang : a. bahwa dalam upaya meningkatkan mutu pelayanan diRumah Sakit diperlukan adanya
panduan pelayanan resusitasi di Rumah Sakit Islam Banjarnegara;
b. bahwa sehubungan dengan hal tersebut pada huruf a, diatas perlu ditetapkan panduan
pelayanan resusitasi Rumah Sakit Islam Banjarnegara dengan Surat Keputusan
Direktur Rumah Sakit Islam Banjanegara.
Mengingat : 1. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor : 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan
2. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor : 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit
3. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor : 29 tahun 2004 tentang Praktik
Kedokteran
4. Peraturan Mentri Kesehatan Nomor : 1691/Menkes/Per/VIII/2011 tentang
Keselamatan Pasien
5. Surat Keputusan Disnaker DMPTSP Nomor: 445/01 tahun 2021 tentang
Perpanjangan Izin Operasional Rumah Sakit Islam Banjarnegara
6. Surat Keputusan Yayasan Rumah Sakit Islam Banjarnegara Nomor :
002/SK/YRSIBA/2019 tentang Pengangkatan dr. Agus Ujianto, Msi,Med,Sp.B
sebagai Direktur Rumah Sakit Islam Banjarnegara
7. Peraturan Direktur RSI Banjarnegara Nomor : 826 / Per / RSIB / III / 2022 tentang
Pelayanan dan Asuhan Pasien Rumah Sakit Islam Banjarnegara
MEMUTUSKAN

Memutuskan: PERATURAN DIREKTUR RUMAH SAKIT ISLAM BANJARNEGARA TENTANG


PEMBERLAKUAN PANDUAN PELAYANAN RESUSITASI RUMAH SAKIT
ISLAM BANJARNEGARA
Kesatu : Mencabut Peraturan Direktur No : 370/Per/RSIB/IV/2022 Tentang Panduan Hak dan
Kewajiban Pasien dan Keluarga Rumah Sakit Islam Banjarnegara
Kedua : MengesahkanPanduan Pelayanan Resusitasi Rumah Sakit Islam Banjarnegara dimaksud
dalam poin kesatu sebagaimana tercantum dalam lampiran keputusan ini.
Ketiga : Pemberlakuan Panduan Pelayanan Resusitasi Rumah Sakit Islam Banjarnegara
sebagaimana dimaksud harus dijadikan acuan dalam tertib administrasi di lingkungan
Rumah Sakit Islam Banjarnegara.
Keempat : Peraturan Direktur ini berlaku sejak tanggal ditetapkannya dan apabila dikemudian hari
terdapat kekeliruan dalam penetapan ini, akan diadakan perbaikan sebagaimana
mestinya.
Ditetapkan di :Banjarnegara
Pada tanggal: 06 Mei 2022
Direktur

dr. Agus Ujianto M.Si, Med, Sp.B


Tembusan :
1. Ka. Bidang Yanmed
2. Unit terkait

ii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ............................................................................................................ i

SK DIREKTUR RSI BANJARNEGARA ……………………………………………… ii

DAFTAR ISI ……………………………………………………………………. iii

BAB I DEFINISI …………………………………………………..………… 1

BAB II RUANG LINGKUP …………………………………………………… 2

BAB IV KEBIJAKAN ...…………………………………………………............ 3

BAB III TATA LAKSANA ……………………………………………………. 4

A. BANTUAN HIDUP DASAR ……………………………………… 4

B. BANTUAN HIDUP LANJUTAN …………………………………. 8

C. PROSEDUR CODE BLUE ………………………………………… 11

BAB IV DOKUMENTASI …………………………………………………….. 14

iii
BABI
DEFINISI

BeberapadefinisiResusitasiJantung Paru
1. Resusitasi jantung paru merupakan usaha yang dilakukan untuk
mengembalikan fungsi pernafasan dan atau sirkulasi pada henti nafas
(respiratory arrest) dan atau henti jantung (cardiac arrest) pada orang
dimana fungsi tersebut gagal total oleh suatu sebab yang memungkinkan
untuk hidup normal selanjutnya bila kedua fungsi tersebut bekerja kembali.
2. Resusitasi jantung paru-paru atau CPR adalah tindakan pertolongan
pertama pada orang yang mengalami henti nafas karena sebab-sebab
tertentu.
3. Resusitasi jantung paru terdiri dari yaitu bantuan hidup dasar dan bantuan
hidup lanjutan yang masing-masing keduanya tidak terpisahkan.
4. Tujuan dari tindakan resusitasi adalah mengembalikan fungsi jantung dan
paru agar kembali seperti semula.

-1-
BABII
RUANGLINGKUP

1. Panduan ini mengatur untuk melakukan tindakan resusitasi jantung paru


baik berupa bantuan hidup dasar maupun bantuan hidup lanjutan.
2. Panduan ini diterapkan kepada semua pasien yang mengalami kegawatan
berupa henti jantung dan henti nafas apapun penyebabnya baik dirawat
jalan maupun rawat inap.
3. Bantuan hidup dasar boleh dilakukan oleh semua petugas di Rumah Sakit
Islam Banjarnegara yang telah mendapatkan pelatihan Bantuan Hidup
Dasar (BHD) sedangkan bantuan hidup lanjutan hanya boleh dilakukan
oleh dokter dan perawat.
4. Panduan ini mengatur bagaimana pelaksanaan resusitasi, tim code blue dan
penanganan setelah resusitasi berhasil dilakukan.

-2-
BABIII
KEBIJAKAN

1. Undang-Undang RI Nomor 44 Tahun 2009 Tentang Rumah Sakit


2. Undang-undang Kesehatan Nomor : 36 tahun 2009 tentang Kesehatan
3. Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor : 1691/Menkes/Per/VIII/2011
Tentang Keselamatan Pasien Rumah Sakit
4. Undang Undang Republik Indonesia Nomor 36 tahun 2014 tentang Tenaga
Kesehatan
5. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 269 tahun 2008
tentang Rekam Medis
6. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1438 tentang
Standar Pelayanan Kedokteran
7. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 2052 tahun 20111
tentang Perubahan Atas Menteri Kesehatan Nomor 148 tahun 2010 tentang
Ijin dan Penyelenggaraan Praktik Perawat
8. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
755/Menkes/Per/IV/tahun 2011 tentang Penyelenggaraan Komite Medik

-3-
BAB IV
TATALAKSANA

A. BANTUAN HIDUP DASAR


1. Rumah Sakit Islam Banjarnegara harus memastikan semua petugas yang
ada dirumah sakit mampu melakukan bantuan hidup dasar kepada pasien
yang mengalami henti jantung dan henti nafas.
2. Setiap petugas di Rumah Sakit Islam Banjarnegara sebelum melakukan
bantuan hidup dasar diharuskan:
a. Memahami tanda-tanda henti jantung dan henti nafas
b. Teknik penilaian pernafasan dan pemberian ventilasi buatan yang baik
dan benar
c. Teknik kompresi yang baik serta frekuensi kompresi yang adekuat
d. Teknik mengeluarkan benda asing pada obstruksi jalan nafas
3. Bantuan hidup dasar yang dilakukan mengacu kepada rekomendasi yang
dikeluarkan oleh American Heart Association tahun 2015 yang dikenal
dengan lima rantai kelangsungan hidup,yaitu:
a. Pengenalan kejadian henti jantung dan aktivasi sistem gawat darurat
segera (Early Acces)
b. Resusitasi jantung paru segera (Early CPR)
c. Defibrilasi segera (Early Defibrilation)
d. Perawatan kardiovaskular lanjutan yang efektif (Effective ACLS)
e. Penanganan terintegrasi pasca henti jantung (Integrated Post Cardiac
Arrest Care)
4. Rantai kelangsungan hidup adalah:
a. Pengenalan kejadian henti jantung dan aktivasi system gawat darurat
segera. Apabila ditemukan kejadian henti jantung maka, petugas harus
melakukan hal-hal sebagai berikut :
1) Identifikasi kondisi penderita dan lakukan kontak kesistem gawat
darurat
2) Informasikan segera kondisi penderita sebelum melakukan RJP
-4-
3) Penilaian cepat tanda-tanda potencial henti jantung
4) Identifikasi henti jantung dan henti nafas.
a) Resusitasi jantung paru segera
Kompresi dada segera dilakukan jika penderita mengalami
henti jantung. Kompresi dada dilakukan dengan melakukan
tekanan dengan kekuatan penuh serta berirama ditengah tulang
dada. Tekanan ini dilakukan untuk mengalirkan darah serta
mengantarkan oksigen ke otak dan otot jantung.
Pernafasan bantuan dilakukan setelah melakukankompresi
dadadengan memberikan nafas dalam waktusatu detiksesuai
volume tidaldan diberikan setelah dilakukan 30 kompresi dada.
b) Defibrilasi segera
Defibrilasi sangat penting dalam memperbaiki rantai
kelangsungan hidup penderita. Waktu antara penderita kolaps
dan dilaksanakan defibrilasi merupakan saat kritis. Angka
keberhasilan menurun 7-10% setiap menit keterlambatan
penggunaan defibrilator.
c) Perawatan kardiovaskular lanjutan yang efektif
Pertolongan lebih lanjut oleh tim ACLS merupakan rantai
keberhasilan manajemen henti jantung dengan bantuan alat-alat
ventilasi, obat untuk mengontrol arritmia dan stabilisisasi
penderita. ACLS memiliki tiga tujuan dalam penyelamatan henti
jantung :
1) Mencegah terjadinya henti jantung dengan memaksimalkan
manajemen jalan nafas, pemberian bantuan nafas dan
pemberian obat-obatan
2) Terapi pada penderita yang tidak berhasil dengan defibrilasi
3) Memberikan defibrilasi jika terjadi Fibrilasi Ventrikel,
mencegah fibrilasi berulang dan menstabilkan penderita
setelah resusitasi.

-5-
d) Penanganan terintegrasi pasca henti jantung
Dalam pedoman RJP yang dikeluarkan American Heart
Association tahun 2015 adanya kepentingan pelayanan sistematis
dan penatalaksanaan multi spesialistik bagi penderita setelah
mengalami kembalinya sirkulasi secara spontan (Return Of
Spontaneous Circulation).
5. Pelaksanaan bantuan hidup dasar
Tujuan utama pelaksanaan RJP adalah untuk mempertahankan
kehidupan, memperbaiki kehidupan, memperbaiki kesehatan, mengurangi
penderitaan dan membatasi disability tanpa melupakan hak dan keputusan
pribadi. Dalam pelaksanaanya keputusan untuk melakukan tindakan RJP
sering kali hanya diambil dalam hitungan detik oleh penolong yang
mungkin tidak mengenal penderita yang mengalami henti jantung atau tidak
mengerti ada permintaan lebih lanjut. Ketika akan melakukan pertolongan,
penolong harus mengetahui dan memahamihak penderita serta beberapa
keadaan yang mengakibatkan RJP tidak perlu dilakukan yaitu:
a. Ada permintaan dari penderita atau keluarga inti yang berhak secara
sah dan ditandatangani oleh penderita atau keluarga penderita.
b. Henti jantung terjadi pada penyakit dengan stadium akhir yang telah
mendapat pengobatan secara optimal.
c. Pada neonatus atau bayi dengan kelainan yang memilki angka
mortalitas tinggi, misalnya bayi sangat prematur, anensefali atau
kelainan kromosom.
6. Penghentian RJP
Bantuan RJP dapat dihentikan bila:
a. Penolong sudah melakukan BHD dan Bantuan Hidup Lanjut secara
optimal.
b. Penolong sudah mempertimbangkan apakah penderita terpapar bahan
beracun atau mengalami over dosis obat yang menghambat susunan
system saraf pusat.
-6-
c. Penolong sudah merekam melalui monitor adanya asistol yang menetap
selama 10 menit atau lebih.
7. Teknik pelaksanaan BHD
a. Sebelum melakukan BHD penolong harus memastikan bahwa
lingkungan sekitar penderita aman untuk melakukan pertolongan
dilanjutkan dengan memeriksa kemampuan respons penderita, sambil
meminta pertolongan untuk mengaktifkan system gawat darurat dan
menyediakan defibrilator.
b. Pengecekan pulsasi arteri
1) Pengecekan pulsasi dilakukan bila penderita mengalami pingsan
mendadak, tidak bernafas atau bernafas tidak normal. Penilaian
pulsasi sebaiknya dilakukan kurang dari 10 detik, jika dalam 10
detik tidak dapat meraba pulsasi maka segera lakukan kompresi
dada.
2) Kompresi dada dilakukan dengan pemberian tekanan secara kuat
dan berirama pada tulang dada, dengan kecepatan 100-120
kali/menit, kedalaman minimal 2 inci (5cm), berikan kesempatan
dada mengembang sempurna (recoil) setelah kompresi, seminimal
mungkin interupsi dan hindari pemberian nafas bantuan yang
berlebihan.
c. Pembukaan jalan nafas
Pembukaan jalan nafas dilakukan dengan teknik angkat kepala
angkat dagu pada penderita yang diketahui tidak mengalami cedera
leher, sedangkan untuk yang mengalami cedera leher dilakukan dengan
menarik rahang tanpa ekstensi kepala.
d. Pemberian nafas bantuan
Pemberain nafas bantuan dilakukan setelah jalan nafas aman
dengan memperhatikan pemberian nafas bantuan dalam waktu 1 detik
dengan volume tidal yang cukup untuk mengangkat dinding dada,
diberikan dua kali nafas setelah 30 kali kompresi.

-7-
e. Defibrilasi
Defibrilasi harus dilakukan secepat mungkin setelah perangkat
siap digunakan, misalnya bila pasiendengan fibrilasi ventrikel, ventrikel
takikardia tanpa nadi.

B. BANTUAN HIDUP LANJUTAN


1. Untuk membantu pertolongan pada kondisi kegawatan setelah bantuan
hidup dasar maka Rumah Sakit Islam Banjarnegara membentuk tim
bantuan hidup lanjutan yang disebut tim biru (code blue).
Code blue merupakan salah satu kode prosedur emergensi yang harus
segera diaktifkan jika ditemukan seseorang dalam kondisi cardiac
respiratory arrest di dalam area rumah sakit.Code blue response
team atau tim code blue adalah suatu tim yang dibentuk oleh rumah sakit
yang bertugas merespon kondisi code blue didalam area rumah sakit.
Tim ini terdiri dari dokter dan perawat yang sudah terlatih dalam
penanganan kondisi cardiac respiratory arrest.
Sistem respon cepat code blue dibentuk untuk memastikan bahwa semua
kondisi cardiacrespiratory arrest tertangani dengan resusitasi dan
stabilisasi sesegera mungkin. Sistem respon terbagi dalam 2 tahap, yaitu:
a. Respon awal (responder pertama) berasal dari petugas rumah sakit
baik medis ataupun non medis yang berada di sekitar korban.
b. Respon kedua (responder kedua) berasal dari tim code blue.
2. Zonasi/area penanganan cardiac respiratory arrestdi Rumah Sakit Islam
Banjarnegara dibagi menjadi dua yaitu :
a. Tim 1, terdiri dari dokter jaga IGD, perawat IGD, HCU dan
Darussalam. Area tim 1, meliputi :
─ Area parkir, masjid dan sekitarnya
─ Kantor sarana dan prasarana dan sekitarnya
─ Area admisi dan poliklinik
─ IGD dan sekitarnya
─ Area Radiologi
-8-
─ Area Laboratorium
─ Area Farmasi
─ Area IBS
─ Area Kantor ASKES
─ Ruang Al Zaitun dan VK
─ Ruang HCU
─ Ruang Darussalam
─ Ruang At Taqwa
b. Tim 2, terdiri dari dokter jaga ruang, perawat IGD, As Salam, dan
Assyfa. Area 2 meliputi :
─ Area kamar jenazah dan sekitarnya
─ Instalasi gizi
─ Ruang As Salam
─ Ruang Al Amin
─ Ruang Haji
─ Ruang Firdaus
─ Gudang Logistik
─ Laundry
─ IPAL
3. Timbiru terdiri dari dokter dan perawat terlatih yang bersertifikasi
BTCLS dan atau ACLS.
4. Leader tim biru adalah dokter umum bersertifikat ACLS.
5. Pemimpin tim biru bertanggung jawab untuk memastikan bahwa semua
dilakukan pada saat yang tepat dengan cara yang tepat dengan
memantau dan mengintegrasikan kinerja perorangan semua anggota tim.
6. Tugas ketua tim adalah:
a. Memimpin pelaksanaan code blue di area Rumah Sakit.
b. Ketua tim code blue di area satu adalah dokter jaga IGD.
c. Memimpin pelaksanaan Resusitasi Jantung Paru (RJP).
d. Menentukan tindak lanjut pasca resusitasi.

-9-
e. Melakukan koordinasi dengan Dokter Penanggung Jawab Pelayanan
(DPJP).
f. Sebagai pengambil keputusan dalam kondisi emergensi atau kondisi
jika DPJP tidak ada di tempat atau sulit dihubungi.
g. Memberikan informasi dan edukasi kepada keluarga pasien.
7. Peran anggota tim adalah :
Berkoordinasi dengan perawat ruangan atau first responder dalam hal:
a. Mempertahankan kepatenan jalan nafas (Airway):
1) Tekan dahi angkat dagu (head tilt-chin lift) bila tidak ada trauma.
2) Mendorong rahang bawah (jaw thrust) bila ada trauma.
3) Pemasangan Oropharyngeal airway.
b.Bertanggung jawab terhadap keadequatan pernafasan pasien (Breathing).
1) Memberikan bantuan pernafasan melalui Bag-Valve-Mask.
2) Memberikan oksigen sesuai kebutuhan pasien.
c. Perawat pelaksana code blue bertugas :
1) Bertanggung jawab terhadap sirkulasi (circulation) pasien.
2) Memasang monitor EKG/Defibrilator.
3) Monitoring tekanan darah dan nadi.
4) Bertanggung jawab membawa “resusitasi kit”.
5) Bertanggung jawab dalam persiapan pemasangan defibrilator.
6) Bertanggung jawab dalam penggunaan obat-obatan emergensi.
7) Bertanggung jawab terhadap penggunaan peralatan emergensi
termasuk defibrilator.
8) Bertanggung jawab terhadap dokumentasi semua kegiatan dalam
rekam medis pasien dan melakukan koordinasi dengan ruangan
pasca resusitasi..
8. Tim biru terdiri dari perawat IGD, HCU, Darussalam, As Salam, dan
Assyfa
9. Untuk kelancaran operasional maka Rumah Sakit Islam Banjarnegara
melengkapi pelaksanaan tim biru dengan Alur Kerja dan Standar Prosedur
Operasional (SPO) code blue, SPO BHD, SPO RJP,SPO intubasi.
- 10 -
10. Bantuan hidup lanjutan mengacu pada algoritma yang dikeluarkan oleh
American Heart Association tahun 2015.
C. PROSEDUR CODE BLUE
1. Jika didapatkan seseorang atau pasien dalam kondisi cardiac respiratory
arrest maka perawat ruangan atau first responder berperan dalam tahap
pertolongan, yaitu:
a. Segera melakukan penilaian dini kesadaran korban, pastikan
lingkungan penderita aman untuk dilakukan pertolongan.
b. Lakukan cek respon penderita dengan memanggil nama atau
menepuk bahu.
c. Meminta bantuan pertolongan perawat lain atau petugas yang
ditemui di lokasi untuk mengaktifkan code blue.
d. Lakukan Resusitasi Jantung Paru (RJP) sampai dengan tim code
bluedatang.
2. Perawat ruangan yang lain atau penolong kedua, segera menghubungi
operator telepon “0/100” untuk mengaktifkan code blue, dengan prosedur
sebagai berikut:
a. Perkenalkan diri.
b. Sampaikan informasi untuk mengaktifkan code blue.
c. Sebutkan nama lokasi terjadinya cardiac respiratory arrest dengan
lengkap dan jelas, yaitu: nama lokasi atau ruangan, korban (usia,
jenis kelamin, jumlah korban), contohnya :
“ Assalamualaikum,,,operator, saya Nur, petugas cleaning service,,
ada code blue di ruang laundry, korban dewasa, jumlah satu orang,
mohon bantuan, terima kasih.” (pastikan operator sudah menerima
informasi dengan jelas).
d. Jika lokasi kejadian di ruangan rawat inap maka informasikan :
“ nama ruangan ….. nomor …. “, contohnya:
“ Assalamualaikum,,,operator, saya Buyung, perawat Haji,, ada code
blue di ruangan/kamar Haji nomor 4, pasien anak jumlah satu orang,

- 11 -
mohon bantuan, terima kasih.” (pastikan operator sudah menerima
informasi dengan jelas).

e. Waktu respon operator menerima telepon “0/100” adalah harus


secepatnya diterima, kurang dari 3 kali deringan telepon.
3. Jika lokasi kejadian berada di area ruang rawat inap ataupun rawat
jalan,setelah menghubungi operator, perawat ruangan lain segera
membawa troli emergensi (emergency trolley) ke lokasi dan membantu
perawat ruangan melakukan resusitasi sampai dengan tim code blue
datang. Operator menggunakan pengeras suara mengatakan code blue
dengan prosedur sebagai berikut:
4. “Code Blue, Code Blue, Code Blue, di area …., nama lokasi atau ruangan,
korban (usia, jenis kelamin, jumlah korban), kepada tim (1/2) segera
menuju lokasi…..”, contohnya: “ Code blue, Code blue, Code blue di
ruang laundry, korban dewasa, jumlah satu orang, kepada tim 2 segera
menuju lokasi code blue.” (diulangi 3X).
5. Jika lokasi kejadian diruangan rawat inap maka informasikan: “Code
Blue, Code Blue, Code Blue, nama ruangan ….. nomor kamar …..”,
contohnya : “Code Blue, Code Blue, Code Bluedi ruangan/kamar Haji
nomor 4, pasien anak jumlah satu orang, kepada tim 2 segera menuju
lokasi code blue. “(diulangi 3X).
6. Setelah tim code blue menerima informasi tentang aktivasi code blue,
mereka segera menghentikan tugasnya masing-masing, mengambil
resusitasi kit dan menuju lokasi terjadinya cardiac respiratory
arrest. Waktu respon dari aktivasi code blue sampai dengan kedatangan
timcode blue di lokasi terjadinya cardiac respiratory arrest adalah 5
menit.
7. Jika lokasi terjadinya cardiac respiratory arrest adalah lokasi yang padat
manusia (public area) maka petugas keamanan (security) segera menuju

- 12 -
lokasi terjadinya untuk mengamankan lokasi tersebut sehingga tim code
blue dapat melaksanakan tugasnya dengan aman dan sesuai prosedur.
8. Tim code blue melakukan tugasnya sampai dengan diputuskannya bahwa
resusitasi dihentikan oleh ketua tim code blue.

9. Ketua tim code blue memutuskan tindak lanjut pasca resusitasi, yaitu:
a. Jika resusitasi berhasil dan pasien stabil maka dipindahkan
secepatnya ke ruang perawatan intensif untuk mendapatkan
perawatan lebih lanjut jika keluarga pasien setuju.
b. Jika keluarga pasien tidak setuju atau jika ruang perawatan
intensifpenuh maka pasien dirujuk ke rumah sakit yang mempunyai
fasilitas memadai.
c. Jika keluarga pasien menolak dirujuk dan meminta dirawat di ruang
perawatan biasa, maka keluarga pasien menandatangani surat
penolakan.
d. Jika resusitasi tidak berhasil dan pasien meninggal, maka lakukan
koordinasi dengan bagian bina rohani, kemudian pasien dipindahkan
ke kamar jenazah.

- 13 -
BAB V
DOKUMENTASI

Dokumentasi yang dilakukan dalam tindakan resusitasi adalah;


1. Tim biru mencatat segala kejadian, tindakan dan obat-obatan yang diberikan
dalam form codeblue.
2. Perawat dan petugas kesehatan lain yang memberikan layanan asuhan
mencatat didalam form catatan terintegrasi.
3. Bila pasien tertolong dan memerlukan tindakan perawatan intensif, maka
dokter dan perawat mencatat rencana selanjutnya dalam form catatan
terintegrasi dan selanjutnya pasien dikirim keruang rawat intensif setelah
mendapat persetujuan dari keluarga pasien.
4. Bila pasien tidak tertolong dan dinyatakan meninggal harus dicatat kapan
pasien tersebut dinyatakan meninggal serta penyebab pasien meninggal
dalam form catatan terintegrasi.

Ditetapkan di : Banjarnegara
Pada tanggal : 06 Mei 2022
Direktur

dr Agus Ujianto M.Si, Med, SpB

- 14 -
BANTUAN HIDUP DASAR

Nomor Dokumen : Revisi Ke : Halaman :

RUMAH SAKIT A\01\O\159 2 1\1


ISLAM
BANJARNEGARA
Tanggal Terbit : Ditetapkan
Standar Direktur,
Prosedur
Operasional 09 Agustus 2021

dr. Agus Ujianto. Msi. Med. Sp.B


Pengertian Bantuan hidup dasar atau basic life support
adalah sekumpulan rangkaian tindakan yang dilakukan bertujuan untuk
merangsang, mengembalikan dan mempertahankan fungsi jantung
maupun paru pada korban henti jantung dan henti nafas
Tujuan 1. Mempertahankan dan mengembalikan aliran oksigenasi ke organ-
organ vital (otak,jantung dan paru )
2. Mencegah berhentinya sirkulasi atau berhentinya pernafasan
3. Memberikan bantuan dari luar untuk sirkulasi dan ventilasi pada
korban dengan melakukan resusitasi jantung paru.
Kebijakan Peraturan Direktur Rumah Sakit Islam Banjarnegara No :
258/SK/RSIB/III/2019 tentang panduan pelayanan dan asuhan pasien
rumah sakit Islam Banjarnegara
Prosedur 1. Aman diri (APD), Amankan Lingkungan, Aman Pasien
2. Cek Respon dengan Menepuk/ mengguncang, Merangsang nyeri
3. Meminta bantuan secara tepat, cepat dan efektif
4. Memeriksa nadi carotis selama 5 – 10 detik
5. Bila tidak ada nadi lakukan kompresi 30 kali dengan cara :
- Duduk disamping korban
- Letakan dua telapak tangan pada pertengahan dada ( seperdua
bawah sternum )
- Lengan tegak lurus di atas dada
- Kedalaman kompresi 5 – 6 cm
- Kecepatan kompresi 100 – 120 kali / menit
6. Buka jalan nafas dengan cara tengadahkan kepala korban (Head tild
– chin lift / jaw trust ) dan bersihkan jalan nafas bila ada sumbatan
7. Berikan ventilasi 2 kali
8. Lakukan RJP selama 5 siklus / 2 menit
9. Lakukan evaluasi RJP dengan cara
- Memeriksa nadi carotis
- Memeriksa nafas look-listen-feel
- Bila nadi ( - ) Lanjutkan RJP 5 siklus / 2 menit
- Bila nafas ( - ) Lanjutkan ventilasi 10 – 12/mnt
- Bila nadi (+) nafas (+) Recovery position
10. Hentikan Bantuan Hidup Dasar apabila :
- Ada tanda – tanda kehidupan
- Penolong kelelahan
- Permintaan keluarga untuk menghentikan
Unit Terkait Seluruh Unit Kerja
RESUSITASI JANTUNG PARU PADA PASIEN DEWASA

Nomor Dokumen : Nomor Revisi : Halaman :

RUMAH SAKIT ISLAM A/09/O/480


BANJARNEGARA 03 1/1

Tanggal Terbit : Ditetapkan,


Direktur
Standar Prosedur 26 April 2022
Operasional

dr. Agus Ujianto, Msi. Med., SpB


Pengertian Memberikan pertolongan pertama pada kondisi henti napas dan henti
jantung dengan teknik kombinasi kompresi pada dada dan bantuan napas
pada pasien dewasa
Tujuan 1. Sirkulasi spontan meningkat
2. Gangguan ventilasi meningkat
Kebijakan Surat Keputusan Direktur Rumah Sakit Islam Banjarnegara Nomor :
1178/Per/RSIB/IV/2022 Tentang Panduan Asuhan Keperawatan Rumah
Sakit Islam Banjarnegara
Prosedur Tetap 1. Aman diri (APD), Aman lingkungan, Aman pasien
2. Periksa respons pasien dengan memanggil, menepuk bahu dan/atau
memberikan rangsangan nyeri
3. Aktifkan Emergency Medical System atau berteriak meminta tolong
4. Pasang sarung tangan bersih, jika memungkinkan
5. Posisikan pasien di tempat datar dan keras
6. Atur posisi penolong berlutut di samping dada pasien (jika pasien di
lantai) atau berdiri di samping dada pasien (jika pasien di tempat tidur)
7. Periksa nadi karotis dan napas secara bersamaan dalam waktu <10
detik
8. Lakukan rescue breathing jika nadi karotis teraba tapi tidak ada napas
9. Lakukan kompresi dada jika nadi karotis tidak teraba:
a. Posisikan tumit telapak tangan menumpuk di atas telapak tangan
yang lain tegak lurus pada pertengahan dada atau seperdua bawah
sternum
b. Lakukan kompresi dada dengan kecepatan 100-120 kali/menit dan
kedalaman 5-6 cm
10. Buka dan bersihkan jalan napas dengan teknik head tilt - chin lift atau
jaw thrust (jika curiga cedera servikal)
11. Berikan bantuan napas (ventilasi) 2 kali dengan menggunakan BVM
12. Lakukan kompresi dan ventilasi dengan kombinasi 30:2 sebanyak 5
siklus atau sekitar 2 menit
13. Periksa nadi karotis dan napas setiap 2 menit atau 5 siklus
a. Lakukan RJP kembali jika nadi karotis belum teraba
b. Lakukan rescue breathing 10-12 kali/menit jika nadi karotis teraba
dan napas tidak ada
14. Berikan posisi pemulihan (recovery position) jika nadi karotis teraba
dan napas ada tetapi belum sadar (jika pasien di lantai) atau berikan
posisi semi Fowler (jika pasien di tempat tidur)
15. Lepaskan sarung tangan
16. Lakukan kebersihan tangan 6 langkah
17. Dokumentasikan prosedur yang telah dilakukan dan respons pasien
Unit Terkait Instalasi Gawat Darurat
Instalasi Rawat Inap
Instalasi Rawat Jalan
HCU/ICU
IBS
RESUSITASI JANTUNG PARU PADA PASIEN ANAK

Nomor Dokumen : Nomor Revisi : Halaman :

A/09/O/479 03 1/1
RUMAH SAKIT ISLAM
BANJARNEGARA

Tanggal Terbit : Ditetapkan,


Standar Prosedur Direktur
Operasional 26 April 2022

dr. Agus Ujianto, Msi. Med., SpB


Pengertian Memberikan pertolongan pertama pada kondisi henti napas dan henti
jantung dengan teknik kombinasi kompresi pada dada dan bantuan napas
pada pasien anak.
Tujuan 1. Sirkulasi spontan meningkat
2. Gangguan ventilasi meningkat
Kebijakan Surat Keputusan Direktur Rumah Sakit Islam Banjarnegara Nomor :
1178/Per/RSIB/IV/2022 Tentang Panduan Asuhan Keperawatan Rumah
Sakit Islam Banjarnegara
Prosedur Tetap 1. Aman diri (APD), Aman lingkungan, Aman pasien
2. Periksa respons pasien dengan memanggil, menepuk bahu dan/atau
memberikan rangsangan nyeri
3. Aktifkan Emergency Medical System atau berteriak meminta tolong
4. Pasang sarung tangan bersih, jika memungkinkan
5. Posisikan pasien di tempat datar dan keras
6. Atur posisi penolong berlutut di samping dada pasien (jika pasien di
lantai) atau berdiri di samping dada pasien (jika pasien di tempat tidur)
7. Periksa nadi karotis dan napas secara bersamaan dalam waktu <10
detik
8. Lakukan rescue breathing jika nadi karotis teraba tapi tidak ada napas
9. Lakukan kompresi dada jika nadi karotis tidak teraba:
a. Posisikan tumit telapak tangan pada pertengahan dada atau
seperdua bawah sternum
b. Lakukan kompresi dada dengan kecepatan 100-120 kali/menit dan
kedalaman 4 cm atau sepertiga ketinggian dada
10. Buka dan bersihkan jalan napas dengan teknik head tilt - chin lift atau
jaw thrust (jika curiga cedera servikal)
11. Berikan bantuan napas (ventilasi) 2 kali dengan menggunakan BVM
12. Lakukan kompresi dan ventilasi dengan kombinasi 30:2 (untuk 1
orang penolong) atau 15:2 (untuk 2 penolong) sebanyak 5 siklus atau
sekitar 2 menit
13. Periksa nadi karotis dan napas setiap 2 menit atau 5 siklus
a. Lakukan RJP kembali jika nadi karotis belum teraba
b. Lakukan rescue breathing 10-12 kali/menit jika nadi karotis teraba
dan napas tidak ada
14. Berikan posisi pemulihan (recovery position) jika nadi karotis teraba
dan napas ada tetapi belum sadar (jika pasien di lantai) atau berikan
posisi semi Fowler (jika pasien di tempat tidur)
15. Lepaskan sarung tangan
16. Lakukan kebersihan tangan 6 langkah
17. Dokumentasikan prosedur yang telah dilakukan dan respons pasien
Unit Terkait Instalasi Gawat Darurat
Instalasi Rawat Inap
Instalasi Rawat Jalan
HCU/ICU
IBS
INTUBASI ENDOTRAKEAL

No. Dokumen No. Revisi Halaman


RUMAH SAKIT ISLAM
BANJARNEGARA A/01/0/1068 1/6

Tanggal terbit Ditetapkan


Direktur
Standar Prosedur Operasional 8 Juni 2022

dr Agus Ujianto Msi,Med,SpB

Pengertian Intubasi adalah tindakan pemasangan pipa endotrakea dalam


saluran nafas (trakea). Tindakan ini bisa dilakukan di ruang
emergensi (IGD), IBS, ICU/HCU oleh dokter atau perawat
yang kompeten dan terlatih.

Tujuan 1. Untuk menjaga dan mempertahankan kepatenan jalan


nafas
2. Menjamin terpenuhinya kebutuhan oksigenasi
3. Mencegah terjadinya aspirasi
4. Mempermudah penghisapan sekresi
5. Sebagai sarana untuk memudahkan pemasangan ventilator,
pengambilan spesimen dari saluran nafas

Kebijakan 1. Peraturan Direktur Rumah Sakit Islam Banjarnegara


No:826/Per/RSIB/III/2022 tentang pelayanan dan asuhan
pasien.
2. Peraturan Direktur Rumah Sakit Islam Banjarnegara
No:1382/Per/RSIB/IV/2022 tentang panduanpelayanan
resusitasi.
1. DPJP/dokter melakukan penilaian klinis pada pasien dan
Prosedur
menyatakan indikasi untuk dilakukan intubasi
2. Pemberian informed consent pada pasien (bila
memungkinkan) dan keluarga pasien tentang alasan
prosedur dan resiko tindakan intubasi termasuk juga
kemungkinan dilakukan restrain untuk mencegah pasien
mencabut ET.
INTUBASI ENDOTRAKEAL

No. Dokumen No. Revisi Halaman


RUMAH SAKIT ISLAM
BANJARNEGARA A/01/0/1068 2/6

Tanggal terbit Ditetapkan


Direktur
Standar Prosedur Operasional 8 Juni 2022

dr Agus Ujianto Msi,Med,SpB

3. Keluarga diminta menandatangani surat persetujuan


tindakan (informed consent) jika keluarga menyetujui
tindakan tersebut, bila tidak setuju diminta untuk
menandatangani formulir penolakan tindakan
4. Perawat penanggung jawab pasien, mengklarifikasi
indikasi intubasi kepada DPJP/dokter anestesia dan
mempersiapkan alat-alat yang dibutuhkan untuk tindakan
dan juga mempersiapkan pasien
5. DPJP/dokter anestesia melakukan tindakan intubasi pada
pasien
6. Siapkan alat-alat yang dibutuhkan :
a. S = Scope = Laryngoscope
b. T = Tube = Endotracheal tube
c. A=Airway = Face Mask, Guedel/Mayo
d. T = Tape = Plester
e. I = Introducer = Stylet/Mandrin
f. C = Connectors = Konektor
g. S=Suction=Alatpenghisapdengan kateternya
7. Gunakan laryngoscope yang sesuai dengan ukuran pasien.
Ukuran ETT yang biasa digunakan
a. Pria dewasa : 7,5-8
b. Wanita dewasa : 7-7,5
c. Wanita hamil : 6-6,5
d. Anak-anak > 2 tahun : 4 + (umur dalam tahun /4)
e. Anak-anak < 2 tahun : 2,5-4
INTUBASI ENDOTRAKEAL

No. Dokumen No. Revisi Halaman


RUMAH SAKIT ISLAM
BANJARNEGARA A/01/0/1068 3/6

Tanggal terbit Ditetapkan


Direktur
Standar Prosedur Operasional 8 Juni 2022

dr Agus Ujianto Msi,Med,SpB

8. Pasien berbaring terlentang/supine.


9. Pada dewasa biasanya digunakan bilah lengkung/
Macintosh ukuran 3 atau 4
a. Pada anak-anak digunakan Macintosh 2
b. Pada bayi digunakan Macintosh 1 atau bilah lurus/
miller ukuran 1 dan 2
c. Untuk Neonatus digunakan Miller 0 atau 1
d. Ukuran ETT yang biasa digunakan
1) Pria dewasa : 7,5- 8
2) Wanita dewasa : 7- 7,5
3) Wanita hamil : 6- 6,5
4) Anak- anak>2th : 4 + ( umur dalam th/4)
5) Anak- anak<2th : 2,5- 4
6) Gunakan bantal kepala
10. Lakukan pemasangan infus bila belum terpasang.
12. Pasang monitor tekanan darah, irama jantung(EKG) dan
saturasi oksigen (pulse oxymeter)
13. Lakukan pre oksigenasi menggunakan masker dan O2
dengan flow>= 7 liter/menit selama 3-5 menit
14. Berikan obat-obatan premedikasi IV
a. Midazolam 0,5-1 mg/kg BB
b. Fentanyl 1-2 mg/kg BB
c. Pethidine 1-2 mg/kg BB
INTUBASI ENDOTRAKEAL

No. Dokumen No. Revisi Halaman


RUMAH SAKIT ISLAM
BANJARNEGARA A/01/0/1068 4/6

Tanggal terbit Ditetapkan


Direktur
Standar Prosedur Operasional 8 Juni 2022

dr Agus Ujianto Msi,Med,SpB

16. Berikan obat-obatan induksi IV


a. Propofol 2-2,5 mg/kg BB (Hemodinamik baik)
b. Ketamine 1-2 mg/kg BB
17. Pastikan dapat dilakukan ventilasi dan oksigenasi
18. Berikan pelemas otot IV
a. Atracurium 0,4-0,6 mg/kg BB
b. Rocuronium 0,9-1,2 mg/kgBB
20. Lakukan ekstensi kepala pada atlanto-occipital joint
sambil menekan kepala kebelakang (sniffing position)
21. Buka mulut dengan menggunakan 2 jari tangan kanan (ibu
jari dan jari telunjuk yang disilangkan)
22. Pegang laryngoscope denga tangan kiri dan masukkan
melalui sudut kanan mulut sambil mendorong lidah kekiri.
23. Jaga agar bibir tidak terjepit diantara bilah laryngoscope
dan gigi
24. Masukan laryngoscope menyusur lidah sampai tampak
plica vocalis dan tempatkan ujung laryngoscope pada
pangkal anterior epiglotis. Pada bayi atau anak kecil
laryngoscope ditempatkan pada pangkal posterior
epiglotis.
25. Angkat laryngoscope dengan bertumpu pada mandibula
sehingga pita suara berwarna putih terlihat jelas.
26. Bila perlu lakukan penekanan pada kartigo tiroid (Sellick
manuever)
INTUBASI ENDOTRAKEAL

No. Dokumen No. Revisi Halaman


RUMAH SAKIT ISLAM
BANJARNEGARA A/01/0/1068 5/6

Tanggal terbit Ditetapkan


Direktur
Standar Prosedur Operasional 8 Juni 2022

dr Agus Ujianto Msi,Med,SpB

27. Masukan ETT diantara pita suara sampai ujung proksimal


balon (cuff) tidak terlihat lagi dan berada di bawah pita
suara. Beberapa jenis ETT dilengkapi dengan garis hitam
yang melingkar ditepi proksimal balon (cuff) sebagai tanda
atau batas kedalam pemasukan ETT.
28. Kembangkan cuff dengan spuit 20cc berikan udara 5-10cc
atau hingga tidak terdengar kebocoran udara saat dilakukan
ventilasi kendali.
29. Hubungkan ETT dengan sirkuit anestesi dan lakukan
ventilasi kendali
30. Pastikan posisi ETT telah tepat dengan cara melihat
pengembangan dada yang simetris dan ventilasi.
31. Lakukan auskultasi di kedua lapang paru dan di atas
lambung.
32. Bila bunyi nafas hanya terdengar di satu sisi paru, ETT
harus ditarik sampai terdengar bunyi nafas yang simetris di
kedua paru.
33. Setelah dipastikan antara kedua paru simetris, fixasi/plester
ETT.
34. Catat panjang ETT yang masuk dengan melihat tanda
ukuran pada posisi gigi/bibir.
INTUBASI ENDOTRAKEAL

No. Dokumen No. Revisi Halaman


RUMAH SAKIT ISLAM
BANJARNEGARA A/01/0/1068 6/6

Tanggal terbit Ditetapkan


Direktur
Standar Prosedur Operasional 8 Juni 2022

dr Agus Ujianto Msi,Med,SpB

35. Dokter memastikan endotrakeal sudah terpasang dengan


baik dan benar secara klinis dan dikonfirmasi dengan
melakukan auskultasi dan juga memeriksa kembali tanda-
tanda vital pasien
36. ETT disambungkan dengan ambubag bila akan dilakukan
bantuan ventilasi secara manual.
37. Monitoring setelah intubasi dan dokumentasi pada status
pasien dilakukan oleh perawat PJ pasien.
Unit Terkait 1. HCU/ICU
2. IGD
3. OK
4. IRNA
PENGGUNAAN DC SYOK
Nomor Dokumen Nomor Revisi Halaman

Rumah Sakit A/01/0/1088 1/2


Islam
Banjarnegara
Tanggal Terbit : Ditetapkan
Direktur,
Standar Proedur 02 Juli 202
Operasional

dr.Agus Ujianto.Msi,Med,SpB.
Pengertian Memberikan tindakan arus listrik searah pada otot jantung melalui
dinding dada dengan menggunakan defibrilator
Tujuan Menghilangkan aritmia ventrikel yang spesifik pada henti jantung
dan kelainan organic jantung lainnya
Kebijakan Peraturan Direktur No.1266/Per/RSIB/IV/2022, tentang Akses dan
kesinambungan Pelayanan
Prosedur A. Alat dan bahan
1. Alat Defibrilator
2. Jelly
3. Elektroda
4. Obat-obat sedasi bila perlu (dormikum atau analgesic
lainnya)
B. Penatalaksanaan
1. Memberikan penjelasan kapada keluarga tentang tindakan
yang akan dilakukan
2. Mengatur posisi pasien sesuai kebutuhan
3. Memberikan sedative, atau analgesic bila perlu
4. Hidupkan alat dengan memutar tombol ON
5. Memasang elektrode dan menyalakan EKG monitor
6. Cek ulang gambaran EKG dan print gambaran EKG
tersebut untuk mencegah kekeliruan
7. Set kebutuhan joule sesuai indikasi (untuk defibrilasi mulai
dengan 150 joule untuk cardioversi mulai dengan 50 joule)
8. Pegang peddic 1 dengan tangan kiri, letakkan pada daerah
mid sternum dan paddle 2 dengan tangan kanan pada
daerah mid aksila
9. Sambil mengatur letak kedua paddle, beri aba-aba agar
staff yang lain tidak ada yang menyentuh pasien ataupun
bad pasien
10. Bila terdengar tanda ready dan mesin defibrilator, tekan
tombol DC shock dengan jempol agar arus masuk dengan
baik.
11. Amati EKG monitor, bila tidak ada perubahan lanjutkan
dengan memberi watt second yang lebih tinggi
12. Bila gambaran EKG sudah sinus dan stabil, hentikan
tindakan.
PENGGUNAAN DC SYOK
Nomor Dokumen Nomor Revisi Halaman

Rumah Sakit A/01/0/1088 2/2


Islam
Banjarnegara
Tanggal Terbit : Ditetapkan
Direktur,
Standar Proedur 02 Juli 2022
Operasional

dr.Agus Ujianto.Msi,Med,SpB.
13. Lakukan evaluasi dengan melihat monitor
14. Set energi pada posisi 0 dan putar tobol power jika DC
Syok selesai digunakan

C. Hal-hal yang perlu diperhatikan


1. Bila terjadi asistole, lakukan segera tindakan RJP
2. Tindakan-tindakan DC shock dihentikan bilamana tidak ada
respon
3. Setiap perubahan gambaran EKG harus di print

Unit Terkait Semua Unit Pelayanan

Anda mungkin juga menyukai