Anda di halaman 1dari 6

Bab 2: Hierarki Perundang-undangan Indonesia

2.1 UUD 1945 sebagai Dasar segala Hukum di Indonesia


Undang Undang Dasar (UUD) 1945 merupakan sebuah acuan dasar mengenai peraturan
negara dan sebagai sebuah landasan hukum bagi Negara Kesatuan Republik Indonesia. UUD
1945 menjadi sumber hukum tertinggi di Indonesia dan menjadi perwujudan dari dasar
negara (ideologi) Indonesia, yaitu Pancasila, yang disebutkan dalam Pembukaan UUD 1945.

UUD 1945 dibentuk agar setiap warga negara mematuhi hukum dan menjadi sebuah landasan
hukum yang mengatur setiap aktivitas warga negara Indonesia. Seluruh peraturan perundang
undangan yang ada di Indonesia harus bersumber dari UUD 1945 ini.

Kedudukan UUD 1945


Dalam Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2012 tentang sumber hukum dan tata tertib
peraturan perundang-undangan, kedudukan UUD (1945) berada di garis depan peraturan
perundang-undangan yang ada:

Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945


Undang-undang/peraturan pemerintah sebagai pengganti undang-undang
Keputusan Presiden
Peraturan kewilayahan yang terdiri dari:
– Peraturan daerah provinsi
– Peraturan Daerah Kabupaten/Kota
– Peraturan desa atau peraturan yang setingkat
Fungsi UUD 1945
UUD 1945 memiliki dua bagian yaitu, pembuka dan batang tubuh. Pada bagian pembuka,
UUD 1945 akan terdiri dari empat alinea dan pada bagian pembuka ini juga tercantum lima
sila atau Pancasila. Sedangkan pada bagian batang tubuh akan berisi pasal-pasal yang
menjadi aturan bagi Bangsa Indonesia.

Hingga kini ada 21 Bab, 73 Pasal, 170 Ayat, 3 Pasal Aturan Peralihan, dan 2 Pasal Aturan
Tambahan. Sebagai hukum dasar, UUD 1945 memiliki sifat mengikat seluruh unsur negara di
Indonesia.
Jadi baik pemerintah, lembaga masyakarat, dan semua warga negara harus patuh pada
peraturan yang ada di dalam UUD 1945.

2.2 ketetapan dan tugas Majelis permusyawaratan Rakyat


MPR adalah lembaga negara. Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR), sekarang ini bukan
lagi merupakan lembaga tertinggi negara. Ia adalah lembaga negara yang sederajat dengan
lembaga negara lainnya. Dengan tidak adanya lembaga tertinggi negara maka tidak ada lagi
sebutan lembaga tinggi negara dan lembaga tertinggi negara. Semua lembaga yang
disebutkan dalam UUD 1945 adalah lembaga negara, dan MPR tidak diperbolehkan
mengubah peraturan yang telah ditetapkan dalam Undang-Undang Dasar 1945 dengan
alasan apapun.
Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) merupakan lembaga pelaksana kedaulatan rakyat
oleh karena anggota Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) adalah para wakil rakyat yang
berasal dari pemilihan umum. MPR bukan pelaksana sepenuhnya kedaulatan rakyat
sebagaimana tertuang dalam Pasal 1 Ayat (2) UUD 1945 ,perubahan ketiga bahwa kedaulatan
berada di tangan rakyat dan dilaksanakan menurut undang-undang dasar. Ketentuan
mengenai keanggotaan MPR tertuang dalam Pasal 2 Ayat (1) UUD 1945 sebagai berikut:
Tugas dan Wewenang MPR
Majelis Permusyawaratan Rakyat terdiri atas anggota Dewan Perwakilan Rakyat dan anggota
Dewan Perwakilan Daerah yang dipilih melalui pemilihan umum dan diatur lebih lanjut
dengan undang-undang. MPR mempunyai tugas dan wewenang, yaitu :

1. Mengubah dan menetapkan undang-undang dasar;


2. Melantik presiden dan wakil presiden berdasarkan hasil pemilihan umum dalam
sidang paripurna MPR;
3. Memutuskan usul DPR berdasarkan putusan Mahkamah Konstitusi untuk
memberhentikan presiden dan/atau wakil presiden dalam masa jabatannya setelah
presiden dan atau wakil presiden diberi kesempatan untuk menyampaikan penjelasan
di dalam sidang paripuma MPR;
4. Melantik wakil presiden menjadi presiden apabila presiden mangkat, berhenti,
diberhentikan, atau tidak dapat melaksanakan kewajibannya dalam masa jabatannya;
5. Memilih wakil presiden dari dua calon yang diajukan presiden apabila terjadi
kekosongan jabatan wakil presiden dalam masa jabatannya selambat-lambatnya dalam
waktu enam puluh hari;
6. Memilih presiden dan wakil presiden apabila keduanya berhenti secara bersamaan
dalam masa jabatannya, dari dua paket calon presiden dan wakil presiden yang
diusulkan oleh partai politik atau gabungan partai politik yang paket calon presiden
dan wakil presidennya meraih suara terbanyak pertama dan kedua dalam pemilihan
sebelumnya, sampai habis masa jabatannya selambat-lambatnya dalam waktu tiga
puluh hari;
7. Menetapkan peraturan tata tertib dan kode etik MPR
2.3 UU dalam hierarki hukum Indonesia

Kewenangan Presiden dalam pembentukan Perpu dapat dilihat dari dua sudut pandang.
Melihat kewenangan presiden itu dari teori hukum tata darurat negara dan dari teori
pembatasan kekuasaan. Dalam hukum tata negara darurat ada yang disebut dengan “
kekuasaan berdaulat ”. Hal ihwal Kegentingan yang Memaksa dari Perpu memaknai bahwa
Perpu merupakan sutau produk hukum tata negara darurat. Dalam UUD 1945, darurat itu
adalah Bahaya dan Genting. Kewenangan untuk menanggulangi, mengatasi, dan mengelola
keadaan darurat terletak di tangan kepala negara. Di Indonesia yang menganut sistem
presidensial, kewenangan tersebut berada di tangan Presiden.

Selanjutnya melihat dari sudut pandang yang lain yakni batasan teori kekuasaan.
Kewenangan Presiden dalam pembentukan Perpu merupakan kewenangan derivatif yang
bersumber dari kewenangan legislatif. Presiden seharusnya hanya memangku kekuasaan
eksekutif. Namun dalam keadaan darurat, fungsi legislasi diberikan untuk mengambil
tindakan-tindakan yang diperlukan dalam menyelesaikan permasalahan bangsa dan negara
yang ada hanya dapat dilakukan dengan menggunakan fungsi legislasi tersebut. UUD 1945
menunjukkan bahwa kewenangan presiden dalam pembentukan Perpu merupakan kekuasaan
turunan dari kekuasaan legislatif yang didelegasikan melalui UUD dan UUD 1945
mensyaratkan hal ihwal Kegentingan yang Memaksa dalam penggunaan kekuasaan tersebut
meskipun Perpu hanya berlaku sampai persetujuan di DPR dan untuk selanjutnya
keberlakuannya ditentukan oleh DPR.

Dalam praktek pembentukan Perpu sepanjang sejarah pemerintahan Presiden Republik


Indonesia dari masa ke masa, kewenangan Presiden dipergunakan terlalu luas dalam
menafsirkan hal ihwal Kegentingan yang Memaksa karena murni hanya bersandar pada
subyektivitas Presiden semata. Meskipun kewenangan presiden dalam pembentukan Perpu
dapat dikatakan merupakan hak subyektif presiden namun seharusnya tetap bersandar pada
keadaan obyektif Kegentingan yang Memaksa. Pemenuhan keadaan Kegentingan yang
Memaksa ini yang seringkali dikesampingkan, bahkan cenderung tidak menjadi prasyarat
dalam pembentukan Perpu. Pembentukan Perpu yang merupakan hak subyektif presiden
inilah yang harus mengatur penggunaaannya dalam suatu peraturan-undangan agar negara ini
tidak menjadi negara penguasa kecuali negara hukum sebagaimana mestinya.

Dalam sejarah pembentukan Perpu di Indonesia, dari tujuh presiden yang menggunakan
kewenangan tersebut, Perpu-Perpu yang dibentuk pada umumnya melakukan pengaturan di
bidang ekonomi dan menunjukkan kriteria-kriteria antara lain: bersifat mendesak karena
keterbatasan waktu, mengandung unsur terjadinya krisis, adanya persyaratan hukum, adanya
aturan yang tidak mampu sehingga perlu penyempurnaan, serta berkepanjangannya
pemberlakuan suatu ketentuan undang-undang. Kriteria-kriteria yang menjadi alasan dalam
pembentukan Perpu ini tidak terpenuhi secara kumulatif dan cenderung lebih menampakkan
unsur kemendesakan semata dan sangat sedikit menunjukkan unsur terjadinya krisis.

Kegentingan yang Memaksa pada umumnya hanya mengkonversi pada persoalan


kemendesakan semata-mata bagi Presiden untuk menyelesaikan suatu permasalahan atau
kebutuhan hukum. Bahkan pada beberapa Perpu, unsur kemendesakan pun tidak terpenuhi,
apalagi berharap terdapat unsur krisis di dalamnya atau bahkan apakah permasalahan tersebut
dapat diselesaikan dengan menggunakan instrumen hukum biasa. Berdasarkan hasil
penelitian tersebut, maka kriteria Kegentingan yang Memaksa minimal harus memenuhi
unsur kemendesakan untuk mengatasi suatu permasalahan yang mengancam nyawa dan atau
harta, bangsa dan negara yang bersifat masif dan atau suatu permasalahan hukum yang
mengancam sistem hukum yang berlaku.

Proses pembentukan Perpu dilihat dari unsur kegentingan yang memaksa harus dapat
mengawasi dan membatasi penggunaan hak subyektif Presiden, sehingga perlu dirumuskan
undang-undang yang tidak hanya menjelaskan mengenai kriteria minimum yang diperlukan
untuk membentuk Perpu, namun juga harus mengikat DPR dalam pertimbangannya
memberikan persetujuan atau tidak terhadap Perpu yang digunakan. Ini digunakan untuk
menghindari Despotisme. Depotisme berasal dari kata dasar despot yang berarti penguasa
tunggal yang melakukan sekehendak hati; kepala negara atau raja yang menjalankan
kekuasaan dengan sewenang-wenang. Despotisme berarti pemerintahan seorang lalim; sistem
pemerintahan dengan kekuasaan tidak terbatas dan sewenang-wenang.
2.4 Peraturan pemerintah dalam lingkup hukum Indonesia

Peraturan Pemerintah adalah peraturan perundang-undangan yang ditetapkan oleh presiden


untuk menjalankan undang-undang sebagaimana mestinya.

Dalam hierarki peraturan perundang-undangan Indonesia, Peraturan Pemerintah terletak di


bawah Undang-Undang/Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang dan di atas
Peraturan Presiden.

Peraturan Pemerintah merupakan peraturan yang bersifat administratiefrechtelijk karena tidak


boleh mengatur atau menciptakan kaidah ketatanegaraan.

Peraturan ini tidak boleh menciptakan suatu wewenang kecuali yang telah diatur dalam
undang-undang.

Dapat dikatakan, fungsi Peraturan Pemerintah adalah sebagai instrumen untuk mengadakan
pengaturan lebih lanjut untuk melaksanakan undang-undang.

Peraturan ini ditetapkan untuk melaksanakan perintah undang-undang atau untuk


menjalankan undang-undang sepanjang diperlukan dengan tidak menyimpang dari materi
yang diatur dalam undang-undang yang bersangkutan.

Muatan Peraturan Pemerintah pun berisi materi untuk menjalankan undang-undang


sebagaimana mestinya.

PP Nomor 8 Tahun 2022 tentang Koordinasi Penyelenggaraan Ibadah Haji,

PP Nomor 13 Tahun 2022 tentang Penyelenggaraan Keamanan, Keselamatan, dan Penegakan


Hukum di Wilayah Perairan Indonesia dan Wilayah Yurisdiksi Indonesia,

PP Nomor 12 Tahun 2022 tentang Forum Koordinasi Pimpinan di Daerah,

PP Nomor 1 Tahun 2022 tentang Register Nasional dan Pelestarian Cagar Budaya,

PP Nomor 9 Tahun 2021 tentang Perlakuan Perpajakan untuk Mendukung Kemudahan


berusaha

Dan lain sebagainya


2.5 Perpres/ Peraturan Presiden

Perpres adalah peraturan perundang-undangan yang ditetapkan oleh presiden untuk


menjalankan perintah peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi atau dalam
menyelenggarakan kekuasaan pemerintahan. Peraturan presiden pun masuk jenis dan hierarki
peraturan perundang-undangan. Peraturan presiden biasanya hanya dibuat oleh presiden dari
periode-periode yang membutuhkan aturan tambahan

2.6 Perda/Peraturan Daerah dalam pemgetahuan umum

Secara umum, pengertian peraturan daerah dapat disebut juga sebagai instrumen aturan yang
diberikan kepada pemerintah daerah dalam rangka penyelenggaraan pemerintahan daerah di
masing-masing daerah otonom dari masing-masing bagian yang telah ditentukan. Menurut
Prof. Dr. Jimmly Asshiddiqie, SH., pengertian peraturan daerah adalah sebagai salah satu
bentuk aturan pelaksana undang-undang sebagai peraturan perundang-undangan yang lebih
tinggi. Kewenangan peraturan daerah bersumber dari kewenangan yang telah ditentukan
suatu undang-undang. Meski demikian, peraturan daerah juga dapat dibentuk untuk mengatur
hal-hal yang kewenangan untuk mengatur hal-hal tersebut tidak diatur secara eksplisit oleh
suatu undang-undang. Hal tersebut dapat dilakukan sesuai dengan ketentuan ketentuan UUD
1945 sebagaimana dimaksud dalam pasal 18 ayat (3) dan (4).

2.7 pengertian peraturan daerah kota

Peraturan Daerah adalah Peraturan Perundang-undangan yang dibentuk oleh Dewan


Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi dengan persetujuan bersama Kepala Daerah (gubernur
atau bupati/wali kota) disadurkan dalam Undang-undang No 15 Tahun 2019 atas perubahan
Undang-undang No 12 Tahun 2011. Peraturan Daerah terdiri atas: Peraturan Daerah Provinsi
dan Peraturan Daerah Kabupaten/Kota Di Provinsi Aceh, Peraturan Daerah dikenal dengan
istilah Qanun. Sementara di Provinsi Papua, dikenal istilah Peraturan Daerah Khusus.

Anda mungkin juga menyukai