Anda di halaman 1dari 3

Nama : Yuli Yulianti

NIM : 1703730
Mata Kuliah : Historiografi

a) Bagaimana menulis "historiografi alternatif" dalam menghadapi


industry 4.0 dan society 5.0
Dihadapkan dengan tantangan zaman yang semakin hari semakin
pesat nan berat terutama saat menjalani revolusi industry 4.0 dan
society 5.0 yang telah dilakukan oleh Jepang. Maka, perlunya
revitalisasi ilmu pengetahuan yang lebih aplikatif untuk membantu
masyarakat memahami masa kini. Termasuk ilmu sejarah, yang
distreotipkan sebagai ilmu yang hanya membicarakan masa lampau
tanpa ada kaitannya dengan masa kini dan masa depan. Kritik terhadap
hal ini juga dikemukakan oleh Bambang Purwanto dalam seminar
nasional “Sejarah dan Pendidikan Sejarah” bahwa sejarah telah
kehilangan nilai sosial dan kulturalnya. Hal ini didasarkan pada karya
sejarawan akademis tidak memiliki akar- akar persoalan dari
masyarakatnya sehingga tidak mampu mencerahkan masyarakat dan
tidak memberikan sumbangan bagi pemecahan persoalan actual apalagi
untuk masa yang akan datang.
Maka muncul alternative penulisan ilmu sejarah yang dikenal
sebagai historiografi alternative atau historiografi pembebasan.
Sebagai solusi dari masalah diatas. Historiografi alternative mengacu
pada karya sejarah yang tidak hanya sebagai pelipur lara dan pengisi
waktu senggang, tetapi sebuah karya sejarah yang mampu
membangkitkan kesadaran terhadap masalah actual yang sedang
dihadapi oleh masyarakat (Sulistiyono, 2016, hlm. 12). Dengan kata
lain, historiografi alternative memiliki fungsi yang signifikan dalam
ikut memecahkan persoalan yang sedang dialami masyarakat. Lantas,
bagaimana menulis historiografi alternative tersebut. Menurut
Bambang Purwanto langkah yang dapat dilakukan dalam menulis
historiografi alternative diantaranya:
a. Mengembangkan kesadaran dekonstruktif dalam historiografi guna
mendobrak kebekuan dan disorientasi historiografi. Dalam hal ini
karya historiografi yang ada harus dipandang sebagai sebagai teks
yang diragukan kebenarannya dan dikritik
b. Penggunaan pendekatan teori kritis dalam hal ini yaitu konteks
ilmu sosial di dalam penulisan sejarah. Hal tersebut sebagai
pendorong penyadaran masyarakat agar menghadapi kondisi
structural yangmendominasi dan mengeksploitasi dalam rangka
terwujudnya kesetaraan dan kemajuan dalam kehidupan sosial di
masyarakat.
sehingga muncul pemikiran kritis dan memungkinkan penulisan
kembali sejarah (re-writing history) sehingga hal tersebut bukan hal
tabu yang dapat dipaksakn atau dipolitis.
c. Penulisan sejarah yang menekankan pada fenomena historis yang
saat ini memp-pre-kondisikan terjadinya persoalan sosial seperti
kemiskinan, penindasan, dan ketidakadilan dan tidak hanya
berfokus pada sejarah orang besar atau elite saja. Sehingga
membangkitkan kesadaran masyarakat yang sedang menghadapi
persoalan sosial masa kini dan masa depan.
d. Pengggunaan titik tolak kekinian untuk mengkaji masa lampau
sehingga kejian sejarah tidak terputus dengan kepentingan masa
kini.
e. Penulisan sejarah sosial, yaitu penulisan sejarah kelompok sosial
yang berkaitan dengan persolan eksploitasi dan ketidakadilan
dalam masyarakat.
Dalam konteks ini perpaduan antara kesadaran sejarah dan
kesadaran actual akan mendorong semangat masyarakat untuk
melakukan suatu langkah perbaikan dalam menhadapi tantangan
revolusi industry 4.0 bahkan society era 5.0.

b) Bagaimana agar pendidikan sejarah mampu menjadi materi yang


dibutuhkan pada era Revolusi Industri 4.0 dan era menuju Society
5.0 yang membuat keseimbangan antara dunia maya dan dunia
nyata

Era revolusi 4.0 dan society era 5.0 telah membawa dampak
besar dalam pendidikan terkait media, metode, berbagai model
pembelajaran, dan materi pembelajaran yang tidak hanya terdapat
dalam buku- buku cetak tetapi juga di internet bahkan media sosial.
Perubahan percepatan media pendidikan ini perlu disambut dengan
baik oleh pengajar. Terutama dalam konteks ini adalah oleh pendidikan
sejarah lebih spesifiknya pendidik/ pengajar sejarah. Kondisi diatas dapat
menjadi peluang peningkatan kualitas pembelajaran sejarah apabila dapat
dimanfaatkan dengan baik oleh pengajar sejarah selektif dan terus
meningkatkan kompetensinya. Namun di sisi lain dapat menjadi
boomerang bagi pengajar sejarah apabila sebaliknya.
Selain itu, perlunya pembelajaran sejarah yang aplikatif dan
meningkatkan kemampuan yang dibutuhkan di era revolusi 4.0 dan society
era 5.0 serta diintegrasikan dengan teknologi. Seperti telah diketahui
kemampuan yang dibutuh pada abad 21 ini meliputi kemampuan
memecahkan masalah, beradaptasi, kolaborasi, kepemimpinan, kreatif, dan
inovatif. Kemampuan tersebut dalam dikembangkan melalui pembelajaran
sejarah yang dengan pendekatan pembelajaran yang menuntut siswa
berpikir kritis seperti contohnya pengembangan soal HOTS (High Order
Thinking Skills). Kemudian dalam pengembangan kemampuan inovatif
dan adaptif dalam pembelajaran sejarah lebih jauh perlu adanya desain
kurikulum yang menekankan pada pendekatan human digital dan keahlian
berbasis digital. Hal ini dapat diimplementasikan dengan integrasi
pembelajaran virtual dan tatap muka yang seimbang (blended learning).

Sumber
Sulistiyono. (2016). Historiografi Pembebasan: Sautu Alternatif.
Jurnal Agastya. 6 (1), hlm. 9-14.

Anda mungkin juga menyukai