Disusun Oleh:
Assalamu’alaikum.wr.wb
Puji dan Syukur penulis ucapkan kehadiran Allah SWT, atas segala limpahan Rahmat dan
Hidayah-nya. Tidak lupa kami mengucapkan terimah kasih terhadap bantuan dari pihak yang
telah berkontribusi dengan memberikan sumbangan baik fikiran maupun materi. sehingga
penulis dapat menyelesaikan penyusunan makalah ini sebagai tugas mata kuliah
‘’Manajemen Perpajakan’’. Makalah ini berjudul “Pasar Pusat (Negara) dan Daerah”. Namun
tentunya sebagai manusia biasa tidak luput dari kesalahan dan kekurangan. Harapan penulis,
semoga bisa menjadi koreksi dimasa mendatang agar lebih baik lagi dari sebelumnya. Penulis
juga Ucapkan terima kasih kepada rekan- rekan dan semua pihak yang terkait dalam
penyusunan makalah ini. Semoga makalah ini bisa memberikan sumbangan pemikiran
sekaligus pengetahuan bagi para pembaca. Semoga Allah SWT. Selalu meridhoi usaha kita
untuk kesempurnaan tugas makalah ini.
Wassalamu’alaikum.wr.wb
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR 1
BAB I PENDAHULUAN 1
1.1 Latar Belakang 2
1.2 Rumusan Masalah 2
1.3 Manfaat Penelitian 2
1.4 Tujuan Penelitian 2
BAB II PEMBAHASAN 3
2.1 Pajak Negara 3
2.2 Pajak Daerah dan Retribusi Daerah 3
2.3 Dasar Hukum 3
2.4 Pajak Daerah 3
2.5 Jenis Pajak dan Objek Pajak 3
2.6 Tarif Pajak 3
2.7 Tata CaraPemungutan Pajak 3
2.8 Retribusi Daerah 3
2.9 Prinsip & Sasaran Penetapan Tarif Retribusi Daerah 3
2.10 Tata Cara Pemungutan Retribusi 3
DAFTAR PUSTAKA 5
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pasar adalah tempat bertemunya pembeli dan penjual untuk melakukan transaksi jual
beli barang atau jasa. Menurut ilmu ekonomi, pasar berkaitan dengan kegiatannya bukan
tempatnya. Ciri khas sebuah pasar adalah adanya kegiatan transaksi atau jual beli. Para
konsumen datang ke pasar untuk berbelanja dengan membawa uang untuk membayar
harganya. Dalam arti yang lebih luas, merupakan orang-orang yang mempunyai keinginan
untuk puas, uang untuk berbelanja, dan kemauan untuk membelanjakannya
(vanadiraha.wordpress.com). Jadi dalam pengertian tersebut terdapat faktor-faktor yang
menunjang terjadinya pasar yakni: keinginan, daya beli, dan tingkah laku dalam pembelian
sehingga timbullah permintaan dan penawaran dalam sebuah transaksi. Dalam kehidupan
sehari-hari kita sebagai umat muslim tidak luput dari transaksi jual-beli untuk memenuhi
kebutuhan sehari-hari.
Kebutuhan manusia sangat beragam, sehingga secara pribadi kita tidak mampu untuk
memenuhinya dan harus berhubungan dengan orang lain. Dalam hubungan satu manusia
dengan manusia lain untuk memenuhi kebutuhan harus terdapat aturan yang menjelaskan hak
dan kewajiban keduanya berdasarkan kesepakatan. Jual beli adalah akad yang umum
digunakan oleh masyarakat karena akad jual beli tidak bisa terlepas dalam kehidupan
manusia dalam pemenuhan kebutuhannya, misalnya seseorang ingin memiliki barang tetapi
dia tidak bisa memenuhi kebutuhannya tersebut sehingga membutuhkan perantara orang lain
dan pasar adalah salah satu tempat untuk melakukan semua itu. Jadi, pasar berperan penting
dalam bertransaksi termasuk bertransaksi dengan menggunakan timbangan apa lagi pedagang
sayur-sayuran, ikan, buah-buahan dan barang harian semua pedagang ini tak luput dari
timbangan (Septyarani, 2009).
Kajian tentang timbangan dalam jual beli perdagangan sangat bervariatif, seperti
halnya yang dilakukan oleh para penjual di pasar tradisional yang tidak bisa jauh dari
timbangan atau alat ukur berat, dewasa ini sering kita temukan adanya tindakan kecurangan
yang dilakukan oleh pedagang dengan tujuan untuk mendapatkan laba yang lebih sehingga
secara tidak sadar pembeli dirugikan hal ini sangat dibenci oleh Allah karena hal itu adalah
riba sesuai dengan surat Alquran yang artinya “Allah menghalalkan jual-beli dan
mengharamkan riba”(AlBaqarah:275) dan “Kecuali dengan jalan perniagaan yang dilakukan
suka sama suka” (QS An-Nisa‟:29). Di dalam ayat itu dijelaskan bahwa pedagang yang
melakukan kecurangan dalam menakar dan menimbang akan mendapatkan azab sehingga
ditempatkan di lembah neraka Jahannam. Oleh karena itu, setiap pedagang hendaknya
berhati-hati dalam melakukan penakaran dan penimbangan agar ia terhindar dari azab dan
kehidupan di muka bumi jauh dari sifat yang merugikan manusia (Mujahidin, 2005).
Kecurangan pedagang juga ditemukan di Pasar Kota Palembang karena warga setempat
mengeluh dengan terkait maraknya pencurian dengan cara mengurangi berat barang yang
dijual di sejumlah pasar tradisional. Sehingga Wali Kota Palembang, H. Romi Herton angkat
bicara bahwa pihaknya akan melakukan tera ulang kepasar-pasar tradisional. Menurutnya,
praktik pengurangan timbangan untuk keuntungan pelaku tersebut tentunya tidak dibenarkan.
Oleh sebab itu, pihaknya mengimbau pedagang tidak berbuat curang dan memastikan
timbangan sesuai dengan berat barang yang dibeli masyarakat.
Adapun manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah sebagai berikut:
a) Bagi Peneliti
Penelitian ini diharapkan dapat digunakan oleh peneliti sebagai media untuk
mengaplikasikan ilmu yang telah diperoleh diperkuliahan.
b) Bagi Peneliti Lain
Penelitian ini diharapkan dapat dijadikan referensi bagi penelitian selanjutnya.
c) Bagi Pembaca
Penelitian ini diharapkan dapat menjadi sumber informasi bagi pembaca mengenai
analisis akurasi timbangan pedagang terhadap uji akurasi dari sisi pembeli.
d) Bagi Masyarakat
Penelitian ini diharapkan dapat menjadi sumber informasi bagi masyarakat ataupun
instansi-instansi yang berkaitan sehingga dapat mengetahui dan juga sebagai referensi
pengetahuan untuk dapat diimplementtasikan dikehidupan sehari-hari.
1.4 Tujuan Penelitian
Adapun yang menjadi tujuan penelitian ini adalah untuk menjawab beberapa pertanyaan,
diantaranya sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui apa itu Pasar Pusat dan Daerah, gimana kinerja dan
perkembangan-nya didunia Digital. Dan aturan hukum yang mengatur-nya se-
demikian apa itu Retribusi Daerah dan Pusat.
BAB II PEMBAHASAN
Pajak Negara (Pajak Pusat) merupakan pajak yang dipungut oleh pemerintah pusat dan
digunakan untuk membiayai seluruh kebutuhan rumah tangga. Pemungutan pajak Negara
memiliki tujuan pemerataan penghasilan bagi pemerintah daerah di Indonesia. Bagi hasil
diperlukan untuk menjaga kelangsungan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI)
sebagai wujud keseimbangan penerimaan antara pusat dan daerah atas pajak yang dipungut
oleh Negara (pusat) dan bersumber berada di daerah.
Pajak Negara yang sampai saat ini masih berlaku adalah;
2. Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPN & PPn BM)
Dasar hukum pengenaan PPN & PPn BM adalah Undang-Undang No. 8 Tahun 1983
sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-Undang No. 42 Tahun 2009.
Undang-Undang PPN & PPn BM efektif mulai berlaku sejak tanggal 1 April 1985
dan merupakan pengganti UU Pajak Penjualan 1951.
3. Bea Meterai
Dasar hukum pengenaan Bea Meterai adalah Undang-Undang No. 13 Tahun 1985.
Undang-Undang Bea Meterai berlaku mulai tanggal 1 Januari 1986 menggantikan
peraturan dan Undang-Undang Bea Meterai yang lama (Aturan Bea Meterai 1921)
Sebagai salah satu wujud dari pelaksanaan desentralisasi fiskal adalah pemberian sumber-
sumber penerimaan bagi daerah yang dapat digali dan digunakan sendiri sesuai dengan
potensinya masing-masing. Sumber-sumber penerimaan tersebut dapat berupa pajak atau
retribusi. Sesuai dengan amanat Undang-Undang Dasar 1945, setiap pungutan yang
membebani masyarakat baik berupa pajak atau retribusi harus diatur dengan UndangUndang
(UU).
Pajak Provinsi;
1. Pajak Kendaraan Bermotor dan Kendaraan di Atas Air;
2. Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor dan Kendaraan di Atas Air; 3.
3. Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor; dan 4.
4. Pajak Pengambilan dan Pemanfaatan Air Bawah Tanah dan Air Permukaa
Pajak Kabupaten/Kota;
1. Pajak Hotel;
2. Pajak Restoran;
3. Pajak Hiburan;
4. Pajak Reklame;
5. Pajak Penerangan Jalan;
6. Pajak Pengambilan Bahan Galian Golongan C; dan
7. Pajak Parkir
Besarnya tarif, untuk pajak provinsi ditetapkan secara seragam di seluruh Indonesia
sebagaimana diatur dalam PP No. 65 Tahun 2001. Besarnya tarif definitif untuk pajak
kabupaten/kota ditetapkan dengan Peraturan Daerah (Perda), namun tidak boleh lebih tinggi
dari tarif maksimum yang telah ditentukan dalam UU.
Retribusi Daerah;
Retribusi daerah terdiri atas 3 golongan, yaitu:
a. Retribusi Jasa Umum, yaitu retribusi atas jasa yang disediakan atau diberikan oleh
pemerintah daerah (pemda) untuk tujuan kepentingan dan kemanfaatan umum serta
dapat dinikmati oleh orang pribadi atau badan;
b. Retribusi Jasa Usaha, yaitu retribusi atas jasa yang disediakan oleh pemda dengan
menganut prinsip komersial karena pada dasarnya dapat pula disediakan oleh sektor
swasta; dan
c. Retribusi Perizinan Tertentu, yaitu retribusi atas kegiatan tertentu pemda dalam
rangka pemberian izin kepada orang pribadi atau badan yang dimaksudkan untuk
pembinaan, pengaturan, pengendalian, dan pengawasan atas kegiatan pemanfaatan
ruang, penggunaan sumber daya alam, barang, prasarana, sarana, atau fasilitas tertentu
guna melindungi kepentingan umum dan menjaga kelestarian lingkungan
Retribusi Jasa Umum;
1. Retribusi Pelayanan Kesehatan;
2. Retribusi Pelayanan Persampahan/ Kebersihan;
3. Retribusi Penggantian Biaya Cetak Kartu Tanda Penduduk dan Akte Catatan Sipil;
4. Retribusi Pelayanan Pemakaman dan Pengabuan Mayat;
5. Retribusi Pelayanan Parkir di Tepi Jalan Umum;
6. Retribusi Pelayanan Pasar;
7. Retribusi Pengujian Kendaraan Bermotor;
8. Retribusi Pemeriksaan Alat Pemadam Kebakaran;
9. Retribusi Penggantian Biaya Cetak Peta; dan 10. Retribusi Pengujian Kapal
Perikanan.
Persyaratan PDRB;
Kriteria Pajak Daerah, ialah;
a. Bersifat pajak, dan bukan retribusi;
b. Obyek pajak terletak atau terdapat di wilayah daerah kabupaten/kota yang
bersangkutan dan mempunyai mobilitas cukup rendah serta hanya melayani
masyarakat di wilayah daerah kabupaten/kota yang bersangkutan;
c. Obyek dan dasar pengenaan pajak tidak bertentangan dengan kepentingan umum;
d. Potensinya memadai. Hasil penerimaan pajak harus lebih besar dari biaya
pemungutan;
e. Tidak memberikan dampak ekonomi yang negatif. Pajak tidak mengganggu alokasi
sumber-sumber ekonomi dan tidak merintangi arus sumber daya ekonomi antar
daerah maupun kegiatan ekspor-impor;
f. Memperhatikan aspek keadilan dan kemampuan masyarakat; dan
g. Menjaga kelestarian lingkungan, yang berarti bahwa pengenaan pajak tidak
memberikan peluang kepada pemda atau Pemerintah atau masyarakat luas untuk
merusak lingkungan.
Pengawasan PDRD;
Represif (UU 34 Tahun 2000)
1. Dalam rangka pengawasan, Perda-perda tentang Pajak dan Retribusi yang diterbitkan
oleh pemda harus disampaikan kepada Pemerintah paling lambat 15 hari sejak
ditetapkan.
2. Dalam hal Perda-perda dimaksud bertentangan dengan kepentingan umum dan/atau
peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi, Menteri Keuangan
merekomendasikan kepada Menteri Dalam Negeri untuk dapat membatalkan perda
dimaksud. Pemda dapat mengajukan keberatan kepada Mahkamah Agung (MA)
segera setelah mengajukan keberatannya kepada Pemerintah.
Pemungutan Pajak Daerah dan Retribusi Daerah adalah Undang-Undang N0.28 Tahun 2009
tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah.
Unsur-Unsur Pajak;
1. Iuran wajib pada negara.
2. Bersifat memaksa.
3. Dipungut berdasarkan undang-undang
4. Tidak mendapat balas jasa.
5. Digunakan untuk membiayai kepentingan umum.
Jenis-Jenis Pajak di Indonesia dibedakan Manjadi;
1. Berdasarkan sifatnya, pajak digolongkan menjadi:
Pajak langsung, yaitu pajak yang harus dipikul sendiri oleh wajib pajak dan tidak
dapat dilimpahkan kepada orang lain. Contoh Pajak Penghasilan (PPh), Pajak Bumi
Bangunan (PBB), Pajak Kendaraan Bermotor.
Pajak tidak langsung, yaitu pajak yang harus dibayar pihak tertentu dan dapat
dilimpahkan seluruhnya atau sebagian kepada pihak lain. Contoh Pajak
Penjualan, Pajak Pertambahan Nilai (PPN), dan Bea Impor.
2. Berdasarkan sasarannya/objeknya, digolongkan menjadi:
Pajak subjektif, yaitu pajak yang pemungutannya berdasarkan subjeknya
(orangnya), dengan memperhatikan keadaan diri wajib pajak. Contoh Pajak
Penghasilan.
Pajak objektif, yaitu pajak yang pemungutannya berdasarkan objeknya, tanpa
memperhatikan keadaan diri wajib pajak. Contoh Pajak Bumi dan Bangunan,
Pajak Pertambahan Nilai, Pajak Penjualan Barang Mewah.
3. Berdasarkan siapa yang memungut, pajak digolongkan menjadi:
Pajak pusat yaitu pajak yang dipungut oleh pemerintah pusat melalui
aparatnya yaitu Dirjen Pajak, Kantor Inspeksi Pajak, Dirjen Bea Cukai.
Contoh Pajak Penghasilan, Pajak Penjualan Barang Mewah.
Pajak daerah, yaitu pajak yang dipungut oleh pemerintah daerah, baik oleh
pemerintah Provinsi maupun pemerintah Kota/Kabupaten. Contoh Pajak
Kendaran Bermotor, Pajak Hotel dan Restoran, Pajak Reklame.
4. Berdasarkan sistem pemungutan pajak daerah dibagi menjadi 2 yaitu (Official
Assesment) atau Dibayar Sendiri (Self Assesment) oleh Wajib Pajak;
a. Pajak Provinsi
1. Jenis Pajak Provinsi yang dipungut berdasarkan penetapan Kepala Daerah
(official assesment) terdiri dari :
Pajak Kendaraan Bermotor
Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor, dan
Pajak Air Permukaan.
2. Jenis Pajak Provinsi yang Dibayar Sendiri (self assessment) berdasarkan
penghitungan oleh Wajib Pajak terdiri atas :
Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor
Pajak Rokok
b. Jenis Kabupaten/Kota
1. Jenis Pajak Kabupaten/Kota yang dipungut berdasarkan penetapan Kepala
Daerah (official asessment), terdiri dari :
Pajak Reklame
Pajak Air, Tanah, dan
PBB-P2
2. Jenis Pajak Kabupaten/Kota yang Dibayar Sendiri (self assessment)
berdasarkan penghitungan oleh Wajib Pajak terdiri atas :
Pajak Hotel
Pajak Restorant
Pajak Hiburan
Pajak Penerangan Jalan
Pajak Mineral bukan Logam Batuan
Pajak Parkir
Pajak Sarang Burung Walet, dan
BPHTB ( Bea Perolehan Hak Tanah dan Bangunan )
Khusus untuk Daeah yang setingkat dengan daerah provinsi, tetapi tidak terbagi dalam daerah
kabupaten/kota otonom, seperti Daerah Khusus ibu kota Jakarta, jenis Pajak yang dapat
dipungut merupakan gabungan dari Pajak untuk Daerah Provinsi dan Pajak untuk Daerah
kabupaten/kota.
1. Stelsel Nyata (Riel Stelsel). Pengenaan pajak didasarkan pada objek (penghasilan
yang nyata), sehingga pemungutannya baru dapat dilakukan pada akhir tahun pajak,
yaitu setelah penghasilan yang sesungguhnya diketahui. Stelsel nyata mempunyai
kelebihan atau kebaikan dan kekurangan. Kebaikan stelsel ini adalah pajak yang
dikenakan lebih realistis. Sedangkan kelemahannya adalah pajak baru dapat
dikenakan pada akhir periode (setelah penghasilan riil diketahui).
2. Stelsel Anggapan (Fictieve Stelsel). Pengenaan pajak didasarkan pada suatu
anggapan yagn diatur oleh undang-undang. Misalnya penghasilan suatu tahun
dianggap sama dengan tahun sebelumnya, sehingga pada awal tahun pajak sudah
dapat ditetapkan besarnya pajak yang terutang untuk tahun pajak berjalan. Kebaikan
stelsel ini adalah pajak dapat dibayar selama tahun berjalan, tanpa harus menunggu
pada akhir tahun. Sedangkan kelemahannya adalah pajak yang dibayar tidak
berdasarkan pada keadaan yang sesungguhnya.
3. Stelsel Campuran. Stelsel ini merupakan kombinasi antara stelsel nyata dengan
stelsel anggapan. Pada awal tahun, besarnya pajak dihitung berdasarkan suatu
anggapan, kemudian pada akhir tahun besarnya pajak disesuaikan dengan keadaan
yang sebenarnya. Bila besarnya pajak menurut kenyataan lebih besar daripada pajak
menurut anggapan, maka Wajib Pajak harus menambah. Sebaliknya, jika lebih kecil
kelebihannya dapat diminta kembali.
1. Asas Domisili (Asas Tempat Tinggal). Negara berhak mengenakan pajak atas seluruh
penghasilan Wajib Pajak yang bertempat tinggal di wilayahnya, baik penghasilan
yang berasal dari dalam maupun dari luar negeri. Asas ini berlaku untuk Wajib Pajak
dalam negeri.
2. Asas Sumber. Negara berhak mengenakan pajak atas penghasilan yang bersumber di
wilayahnya tanpa memperhatikan tempat tinggal Wajib Pajak.
3. Asas Kebangsaan. Pengenaan pajak dihubungkan dengan kebangsaan suatu negara.
Retribusi Daerah yang selanjutnya disebut Retribusi adalah pungutan Daerah sebagai
pembayaran atas jasa atau pemberian izin tertentu yang khusus disediakan dan / atau
diberikan oleh Pemerintah Daerah untuk kepentingan orang pribadi atau Badan.
Beberapa pengertian istilah yang terkait dengan Retribusi Daerah antara lain;
1. Retribusi Daerah, yang selanjutnya disebut dengan Retribusi, adalah pungutan Daerah
sebagai pembayaran atas jasa atau pemberian izin tertentu yang khusus desediakan
atau diberikan oleh Pemerintah Daerah untuk kepentingan orang pribadi atau badan.
Retribusi Jasa Umum
Retribusi Pelayanan Kesehatan
Retribusi Pelayanan Persampahan/Kebersihan;
Retribusi Penggantian Biaya Cetak Kartu Tanda Penduduk dan Akta Catatan
Sipil;
Retribusi Pelayanan Pemakaman dan Pengabuan Mayat;
Retribusi Pelayanan Parkir di Tepi Jalan Umum;
Retribusi Pelayanan Pasar;
Retribusi Pengujian Kendaraan Bermotor;
Retribusi Pemeriksaan Alat Pemadam Kebakaran;
Retribusi Penggantian Biaya Cetak Peta;
Retribusi Penyediaan dan/atau Penyedotan Kakus;
Retribusi Pengolahan Limbah Cair;
Retribusi Pelayanan Tera/Tera Ulang;
Retribusi Pelayanan Pendidikan;
Retribusi Pengendalian Menara Telekomunikasi.
2. Jasa, adalah kegiatan Pemerintah Daerah berupa usaha dan pelaynan yang
menyebabkan barang, atau kemanfaatan lainnya yang dapat dinikmati oleh orang
pribadi atau badan.
Retribusi Jasa Usaha
Retribusi Pemakaian Kekayaan Daerah;
Retribusi Pasar Grosir dan/atau Pertokoan;
Retribusi Tempat Pelelangan;
Retribusi Terminal
Retribusi Tempat Khusus Parkir;
Retribusi Tempat Penginapan/ Pesanggrahan/Villa;
Retribusi Rumah Potong Hewan;
Retribusi Pelayanan Kepelabuhanan;
Retribusi Tempat Rekreasi dan Olahraga;
Retribusi Penyeberangan di Air;
Retribusi Penjualan Produksi Usaha Daerah.
3. Jasa Umum, adalah jasa yang disediakan atau diberkan oleh Pemerintah Daerah untuk
Kepentingan dan kemanfaatan umum serta dapat dinikmati oleh orang pribadi atau
badan
4. Jasa Usaha, adalah kegiatan ketentuan Pemerintahan Daerah dengan menganut
prinsip-prinsip komersial kerena pada dasarnya dapat pula desediakan oleh sector
swasta
5. Perizinan Tertentu, adalah kegiatan tertentu Pemerintah Daerah dalam rangka
pemberian izin kepada orang pribadi atau Badan yang dimaksudkan utnuk pembinaan,
pengaturan, pengendalian dan pengawasan atas atas kegiatan, pemanfaatan ruang,
serta penggunaan sumber daya alam, barang, prasarana, sarana atau fasilitas tertentu
guna melindungi kepeningan umum dan menjaga kelestarian lingkungan.
Retribusi Izin Mendirikan Bangunan;
Retribusi Izin Tempat Penjualan Minuman Beralkohol;
Retribusi Izin Gangguan;
Retribusi Izin Trayek;
Retribusi Izin Usaha Perikanan;
Retribusi Perpanjangan Izin Mempekerjakan Tenaga Kerja Asing (IMTA).
(Berdasarkan PP No. 65 Tahun 2012 tentang Jenis dan Tarif atas PNBP yang
berlaku pada Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi)
1. Retribusi Jasa Umum adalah orang pribadi atau Badan yang menggunakan/menikmati
pelayanan Jasa Umum yang BersangkutN.
2. Retribusi Jasa Usaha adalah orang pribadi atau badan yang menggunakan/menikmati
pelayanan jasa usaha yang bersangkutan
3. Retribusi Perizinan Tertebtu adalah orang pribadi atau badan yang memperoleh izin
tertentu dari Pemerintah Daerah.
2.9 PRINSIP DAN SASARAN PENETAPAN TARIF RETRIBUSI
DAERAH
Prinsip dan Sasaran oenetapan tariff Retribusi adalah sebegai berikut;
1. Retribusi Jasa Umum, ditetapkan dengan memperhatikan biaya penyediaan jasa yang
bersangkutan, kemampuan masyarakat, aspek keadilan, dan efektifitas pengendalian
atas pelayanan tersebut. Yang dimaksud dengan biaya disini meliputi biaya operasi
dan pemeliharaan, biaya bunga, dan biaya modal.
2. Retribusi Jasa Usaha, didasarkan pada tujuan untuk memperoleh keuntungan yang
layak, yaitu keuntungan yang diperoleh apabila pelayanan jasa usaha tersebut
dilakukan secara efisien dan berorientasi pada harga pasar.
3. Retribusi Perizinan Tertentu, didasarkan pada tujuan untuk menutup sebagian atau
seluruh biaya penyelenggaraan pemberian izin yang bersangkutan. Yang dengan biaya
penyelenggaraan pemberian izin disini meliputi penerbitan dokumen izin,
pengawasan dilapangan, penegakkan hukum, penata usahaan, dan biaya dampak
negative dari pemberian izin tersebut.
PEMANFAATAN RETRIBUSI
Pemanfaatan dari Penerimaan masing-masing jenis Retribusi diutamakan untuk mendanai
kegiatan yang berkaitan langsung dengan penyelenggaraan pelayanan yang bersangkutan.
Ketentuan mengenai alokasi pemanfaatan penerimaan Retribusi ditetapkan dengan Peraturan
Daerah.
Agar tercapainya stabilitas ekonomi daerah, retribusi daerah juga berfungsi untuk membuka
lapangan pekerjaan baru guna mengurangi jumlah pengangguran.
Setiap daerah di Indonesia memiliki tarifnya masing-masing terkait dengan retribusi daerah.
Adapun hal-hal yang dapat diperhatikan terkait dengan penentuan tarif retribusi daerah
adalah:
7. Pengurangan BPHTB
Pemberian pengurangan sendiri dilakukan berdasar Peraturan Kepala Daerah yang berisi
tentang kriteria dan kategori pengurangan untuk daerah yang bersangkutan. Prosedur ini
melibatkan Fungsi Pengolahan Data & informasi.
3.2 SARAN
Sebagai hasil penulisan akhir, dari penulisan Tugas Akhir ini, maka penulis memberikan
saran. Adapun saran-saran tersebut adalah:
a. Peraturan yang dibuat Pemerintah Daerah harus menjunjung tinggi azas keadilan.
Ciptakanlah aparat Pajak atau Instansi Pemerintahan yang terkait yang bebas KKN.
b. Kepada seluruh masyarakat atau wajib pajak diharapkan menumbuh kembangkan
budaya sadar dan peduli Pajak demi pembangunan Daerah yang maju dann
berkembang serta mempenyui kualitas yang tinggi bagi masyarakatnya.
c. Untuk meningkatakan penerimaan Pajak BPHTB pada kantor Dinas Pendapatan
Daerah Kabupaten Rokan Hulu perlu melakukan evaluasi terhadap potensi-potensi
yang ada.
d. Dalam penentuan target, hendaknya PEMDA Kabupaten Rokan Hulu perlu
melakukan pengajian ulang terhadap realisasi Penerimaan Pajak BPHTB atau
disesuaikan dengan keadaan sekarang agar target tersebut nantinya tercapai.
e. Memberikan penjelasan-penjelasan kepada masyarakat (Sosialisasi dengan Wajib
Pajak) mengenai dasar penetapan Pajak BPHTB, perhitungan Pajak BPHTB kepada
Wajib Pajak agar dapat mengerti tentang tata cara perhitungan Pajak BPHTB.
f. Pemungutan Pajak BPHTB harus lebih ditingkatkan lagi mulai dari pendataan hingga
penyetorannya
DAFTAR PUSTAKA
Republik Indonesia, Undang-undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan
Umum dan Tata Cara Perpajakan.
Republik Indonesia, Undang-undang Nomor 18 Tahun 1997 tentang Pajak Daerah dan
Retribusi Daerah
Republik Indonesia, Undang-undang Nomor 21 Tahun 1997 tentang Bea Perlehan Hak
Atas Tanah dan Bangunan