Anda di halaman 1dari 4

Identitas buku

Judul Karena aku bukan Robin Hood: biografi


politik

Pengarang Huzrin Hood

Penerbit Pendulum, 2005

Tebal 127 halaman

Sinopsis
tentang serangkaian kejadian penting pada tahun 2000 yang terkait dengan upaya membentuk
Provinsi Kepulauan Riau. Teks ini mencatat momen-momen kunci, termasuk reaksi Pekanbaru
terhadap walk out delegasi Kepulauan Riau dari KRR II yang menghasilkan opsi Negara Riau
Merdeka. Meskipun opsi tersebut tidak begitu populer, sikap delegasi Kepulauan Riau sudah
terbentuk sejak Musyawarah Rakyat Kepulauan Riau pada 15 Mei 1999.

Selain itu, teks juga menyinggung rencana kedatangan dua menteri dari pemerintahan pusat,
Mendagri Surjadi Soedirdja dan Menteri Negara Otonomi Daerah Ryaas Rasyid, yang menunjukkan
simpati terhadap gerakan membentuk Provinsi Kepulauan Riau dan dijadwalkan untuk datang ke sana
pada tanggal 16 Januari 2000.

Keseluruhan teks menggambarkan beberapa momen penting dalam perjuangan membentuk provinsi
baru, termasuk respons dari berbagai pihak dan dukungan yang muncul dari tingkat lokal maupun
pemerintahan pusat. Ini mencerminkan dinamika politik dan pertentangan kepentingan yang terjadi
dalam proses menuju pembentukan Provinsi Kepulauan Riau.
Gagasan Utama
1. Bab 1, Pulanglah si anak ilang
Gagasan utama dari adalah ini adalah tentang perasaan tegang dan bimbang yang dirasakan oleh
penulis menjelang acara penting, yaitu pelantikan dan pengambilan sumpah sebagai Ketua Dewan
Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten Kepulauan Riau. Meskipun ada berbagai syair dan gurindam
yang ditawarkan oleh orang-orang sekitarnya, penulis merasa lebih cemas dan ragu dalam menyusun
pidatonya untuk acara tersebut. Teks ini menyoroti perasaan gugup dan kebingungan yang dirasakan
oleh penulis dalam menghadapi tanggung jawab besar yang akan diemban pada pagi hari berikutnya.
2. Bab 2, pada mulanya adalah perubahan
Gagasan utama dari bab ini adalah tentang perubahan yang terjadi selama masa reformasi di
Indonesia, dimana rezim Orde Baru yang telah berkuasa selama lebih dari tiga dekade digulingkan
oleh tekanan dari berbagai lapisan masyarakat. Perubahan ini menciptakan suasana baru yang
dianggap sebagai awal dari tatanan baru bagi negara. Penulis menggambarkan bahwa saat itu, ketika
dia ditunjuk sebagai Ketua DPRD Kabupaten Kepulauan Riau, merupakan periode yang penuh
dengan perubahan besar dan kecepatan waktu yang luar biasa. Dia juga menyoroti semangat untuk
membangun kembali segalanya setelah masa konflik, seperti suasana pesta yang menyusul perang, di
mana segala sesuatu harus direkonstruksi.
3. Bab 3, Kami bukan pengkhianat
Gagasan utama dari bab ini adalah bahwa masyarakat Kepulauan Riau sebenarnya memiliki keinginan
yang sama dengan aspirasi masyarakat Riau secara keseluruhan. Mereka menuntut keadilan daerah,
hak-hak ekonomi, dan politik mereka yang dianggap telah terabaikan. Teks ini menekankan bahwa
perubahan yang diinginkan tidak akan terjadi tanpa upaya nyata dari rakyat itu sendiri. Untuk
mencapai perubahan yang diinginkan, diperlukan perjuangan yang panjang yang melibatkan semua
lapisan masyarakat, dengan ide-ide yang baik dan kesadaran akan geopolitik. Tujuan utamanya adalah
untuk merubah sistem yang ada agar nasib mereka dapat berubah sesuai dengan keinginan dan hak-
hak yang mereka perjuangkan.
4. Bab 4, layakkah?
Gagasan utama dari teks ini adalah tentang keinginan kuat masyarakat Kepulauan Riau untuk
diangkat menjadi sebuah provinsi. Penulis menyoroti keterpinggiran struktural yang menyebabkan
daerah ini terpinggirkan dalam sistem pemerintahan tingkat I dan II, mengakibatkan melemahnya
layanan publik di pulau tersebut. Keterlambatan dalam pembangunan dan kesempatan yang
terlewatkan oleh pengusaha dan masyarakat Kepulauan Riau karena perhatian yang lebih besar
diberikan kepada Pekanbaru juga menjadi perhatian utama. Teks ini menggarisbawahi perlunya
pemerintahan otonom untuk Kepulauan Riau agar dapat lebih cepat mensejahterakan masyarakatnya.
Penulis juga menyoroti bahwa secara ekonomis, tidak ada alasan untuk tidak memberikan
kemandirian tersebut kepada daerah ini. Kesimpulannya, tujuan utamanya adalah untuk menegaskan
bahwa dengan memiliki pemerintahan sendiri, Kepulauan Riau memiliki potensi untuk lebih maju dan
mensejahterakan penduduknya.
5. Bab 5, Darat mengapa kita harus bertengkar
Gagasan utama dari teks ini adalah tentang pentingnya memanfaatkan sumber daya manusia yang ada
di Kepulauan Riau sebagai potensi yang layak untuk dikembangkan. Penulis menyoroti bahwa daerah
ini memiliki individu-individu berkualitas yang telah mencapai posisi penting dalam pemerintahan,
seperti Wakil Gubernur yang berasal dari Kepulauan Riau. Namun, ada ungkapan skeptisisme
terhadap motif di balik penunjukan tokoh-tokoh dari Kepulauan Riau ke posisi strategis, seperti Wakil
Gubernur, yang dianggap oleh beberapa pihak sebagai upaya politik dari Riau Daratan untuk menarik
simpati masyarakat Kepulauan Riau dalam rencana pembentukan Provinsi Kepulauan Riau. Meskipun
ada ketidakpastian terkait dengan motif di balik penunjukan tokoh-tokoh dari kepulauan ke posisi
strategis, penulis percaya bahwa hal ini tidak akan menghentikan semangat masyarakat Kepulauan
Riau dalam meraih tujuan mereka untuk membentuk provinsi sendiri. Kesimpulannya, teks ini
menyoroti peran penting sumber daya manusia Kepulauan Riau sambil mencermati dinamika politik
yang terjadi di dalamnya.

6. Bab 6, Marhaban tahun baru, selamat datang Optimisme


Gagasan utama dari teks tersebut adalah mengenai momen-momen penting dalam perjuangan untuk
membentuk provinsi baru pada tahun 2000, khususnya terkait dengan reaksi dan respons dari
Pekanbaru serta pemerintahan pusat di Jakarta terhadap gerakan untuk mendirikan Provinsi
Kepulauan Riau. Teks ini menyoroti beberapa kejadian kunci yang memengaruhi perjuangan tersebut.
Pertama, disebutkan mengenai reaksi Pekanbaru terhadap walkout delegasi Kepulauan Riau dari KRR
II yang menghasilkan opsi Negara Riau Merdeka. Meskipun opsi ini terdengar kurang populer, sikap
delegasi Kepulauan Riau sudah jelas sejak Musyawarah Rakyat Kepulauan Riau pada 15 Mei 1999.
Kemudian, teks juga menyebutkan kabar dari Jakarta mengenai dua menteri, Mendagri Surjadi
Soedirdja dan Menteri Negara Otonomi Daerah Ryaas Rasyid, yang sempat bersimpati dengan
gerakan untuk membentuk Provinsi Kepulauan Riau dan berencana untuk datang ke sana pada tanggal
16 Januari 2000. Keseluruhan teks membahas momen-momen penting dalam perjuangan dan
dukungan yang muncul dari berbagai pihak, baik dari tingkat lokal maupun pemerintahan pusat,
terkait dengan upaya membentuk Provinsi Kepulauan Riau.

Kelemahan dari teks ini adalah:

1. Keterbatasan informasi: Teks ini memberikan gambaran tentang momen-momen penting


terkait perjuangan membentuk Provinsi Kepulauan Riau, tetapi tidak memberikan detail atau
konteks yang cukup mengenai dinamika politik, perasaan masyarakat, atau argumen yang
mendasari gerakan tersebut. Ini dapat membuat pembaca kurang memahami secara mendalam
latar belakang dan substansi dari gerakan tersebut.

2. Perspektif yang terbatas: Teks ini fokus pada momen-momen spesifik dalam perjuangan
membentuk Provinsi Kepulauan Riau tanpa memberikan sudut pandang yang lebih luas. Hal
ini dapat mengurangi pemahaman terhadap aspek-aspek sosial, ekonomi, atau politik yang
mendasari keinginan akan provinsi baru tersebut.

Kelebihan dari teks ini adalah:


1. Menyoroti momen-momen kunci: Teks ini berhasil menyoroti beberapa momen penting yang
memengaruhi perjuangan membentuk Provinsi Kepulauan Riau, seperti reaksi Pekanbaru dan
respons dari pemerintahan pusat. Ini membantu memberikan gambaran mengenai dinamika
politik dan pertentangan kepentingan yang terjadi dalam proses tersebut.
2. Menyajikan informasi terstruktur: Meskipun terdapat keterbatasan informasi, teks ini
mengorganisir informasi dengan baik dan menjelaskan beberapa peristiwa penting secara
kronologis. Hal ini dapat membantu pembaca untuk mengikuti perkembangan perjuangan
tersebut dalam rentang waktu tertentu.

Kaidah kebahasaan
Teks tersebut menggunakan bahasa formal dan naratif yang cukup jelas. Beberapa kaidah kebahasaan
yang digunakan di antaranya:
1. Penggunaan kalimat kompleks: Teks ini menggunakan kalimat yang terstruktur dengan baik,
termasuk penggunaan kalimat kompleks untuk menjelaskan rangkaian kejadian.
2. Kosakata formal: Penggunaan kosa kata yang formal dan spesifik dalam konteks politik dan
administrasi pemerintahan, seperti "Mendagri" (Menteri Dalam Negeri) dan "Musyawarah
Rakyat."
3. Tanda baca yang tepat: Penggunaan tanda baca seperti titik, koma, dan tanda kurung dengan
benar untuk memisahkan informasi dan menyampaikan detail yang relevan
4. Bahasa naratif yang deskriptif: Teks ini memiliki gaya bahasa yang menggambarkan
peristiwa-peristiwa secara naratif, meskipun tidak terlalu mendalam dalam pemilihan
deskripsi.
5. Penggunaan referensi temporal:Teks menyebutkan tanggal-tanggal penting (15 Mei 1999, 16
Januari 2000) yang menunjukkan kronologi peristiwa yang dijelaskan.

Dalam teks tersebut, beberapa konjungsi yang digunakan antara lain:


1. Konjungsi temporal: Seperti "ketika," "sejak," dan "tanggal," yang digunakan untuk menandai
waktu dan urutan kejadian.

2. Konjungsi kausalitas: Seperti "karena" dan "sebab," untuk menjelaskan sebab-akibat dari
tindakan atau kejadian tertentu.
3. Konjungsi yang menunjukkan pertentangan: Seperti "tetapi" dan "meskipun," yang digunakan
untuk menyoroti konflik atau perbedaan pandangan antara berbagai pihak yang terlibat dalam
proses pembentukan Provinsi Kepulauan Riau.

Adapun beberapa majas yang mungkin terdapat dalam teks tersebut, meskipun tidak terlalu kentara,
termasuk:
1. Majas perbandingan: Penggunaan perbandingan seperti "kurang populer" untuk menjelaskan
opsi "Negara Riau Merdeka" yang tidak begitu diterima dengan baik.
2. Majas analogi: Dalam perbandingan seperti "gejala-gejalanya ada," yang menunjukkan
adanya kesamaan atau kemiripan dalam situasi atau tindakan
3. Majas repetisi: Pengulangan kata-kata seperti "Menteri Negara Otonomi Daerah" dan
"Provinsi Kepulauan Riau" untuk memberikan penekanan pada konsep-konsep tertentu.

Anda mungkin juga menyukai