Disusun Oleh :
WA CIA (101801218)
JURUSANAKUNTANSI
FAKULTAS EKONOMI
2020
KATA PENGANTAR
Segala puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa. Atas
rahmat dan karunia-Nya, kami dapat menyelesaikan tugas penulisan makalah
kelompok kami tepat waktu. Tidak lupa shalawat serta salam tercurah kepada
Rasulullah SAW yang syafa’atnya kita nantikan kelak.
Demikian yang dapat kami sampaikan. Akhir kata, semoga makalah ini
dapat bermanfaat.
Wassalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh
HALAMAN JUDUL
KATA PENGANTAR………………………………………………..
BAB I PENDAHULUAN
1.LATAR BELAKANG………………………………………………………..
BAB II PEMBAHASAN
2.1 PEMBANGUNAN DESA DAN KAWASAN PEDESAAN PADA MASA ORDE LAMA
……………………………………………………………………….
2.1 PEMBANGUNAN DESA DAN KAWASAN PEDESAAN PADA MASA ORDE BARU
………………………………………………………..
PENUTUP………………………………………………………………..
DAFTAR PUSTAKA…………………………………………………
BAB I
PENDAHULUAN
Perwujudan titik berat otonomi pada Daerah Tingkat II, jika pola
pemerintahan otonomi seperti ini terus dianut, maka sulit untuk bisa tercapai,
karena eksistensi Daerah Tingkat I sebagai daerah otonom, tetap akan
mendapat proporsi kewenangan yang jauh lebih besar dibanding dengan
Daerah Tingkat II. Sehingga bagaimanapun juga distribusi kewenangan
terhadap daerah otonom tetap akan merupakan “piramid terbalik” dengan
segala ekses timbulnya duplikasi dan kerancuan yang mengakibatkan posisi
Daerah Tingkat II sebagai daerah otonom yang paling dekat dengan rakyat,
menjadi tidak berdaya.Kebijaksanaan desentralisasi yang dianut dimasa Orde
Baru lebih berorientasi kepada penggunaan model penyelenggaraan
desentralisasi yang bisa disebut sebagai the structural efficiency model yang
lebih mementingkan pemberian pelayanan secara efisien kepada local
communities, akibatnya lebih mendorong intervensi pusat yang lebih besar
untuk mengontrol pemerintahan daerah guna menjamin efisiensi dan
kemajuan ekonomi, penekanan yang lebih besar kepada uniformity dan
conformity, mengabaikan nilai-nilai lokal dan keanekaragaman daerah, yang
pada akhirnya mengabaikan nilai-nilai demokrasi.
Era Reformasi
Terlebih lagi pada tujuan yang tertera di atas sangatlah kompleks jika
semua dijalankan dengan maksimal demi mengembalikan aset Desa ya ng
sudah hilang. Berbasis Partisipasi Masyarakat Dalam realita yang terjadi di
NTB Pemerintahan Desa yang masih membangun Desa tanpa sentuhan
budaya partisipatif antara pemerintah desa dengan masyarakatnya,
sehingga keinginan, dan kemauan masyarakat teraba ikan.
Saya melihat pada poin kedua, di mana pada tahap ini pemerintahan
desa harus melakukan realisasi dalam bentuk penggunaan dana Desa yang
diusung pada MUSRENBANG. Mengingat dalam musrenbang ini
menghadirkan berbagai tokoh yang ada pada setiap pemrintahan desa baik
dari kepala desa, sekdes, BPD, LPM, Karang Taruna, serta kelompok-
kelompok kecil yang ada di setiap desa, baik dari kalangan masyarakat
bawah sampai kalangan menengah.
Namun yang terjadi saat ini proses dialog tersebut lebih didominasi
oleh elit desa dan perangkat desa tanpa melibatkan masyarakat bawah dan
menengah. Alhasil, keputusan yang diambil kurang mencerminkan
kebutuhan masyarakat desa sesuai dengan tujuan Undang-Undang Nomor 6
tahun 2014 yang terdapat pada pasal 4 tersebut.
Selain itu, dapat kita lihat dari beberapa desa yang terdapat di NTB
saat ini dari alokasi dana ADD yang lebih banyak dipergunakan untuk biaya
operasional daripada kegiatan-kegiatan pemberdayaan masyarakat desa itu
sendiri. Sehingga Rencana Pembangunan Desa melalui Anggaran Dana Desa
kurang mencerminkan keberpihakan terhadap rakyat, tetapi lebih berpihak
untuk kepentingan pemerintah desa dan elit desa.
A. Kesimpulan
Pada dasarnya pemerintahan desa merupakan pemerintahan terkecil
padatatanan kenegaraan Republik Indonesia. Karena suksesnya pembangunan
desaakan berpengaruh pada pembangunan Negara Indonesia keseluruhan.
Dibutuhkan aspirasi dan pasrtisipasi masyarakat dalam menyusun perencanaan
danimplementasi pembangunan, diharapkan masyarakat sebagai objek
pembangunan mampu ikut berpartispasi. Disisi lain pemerintah harus dapat
menjalankankebijakan pembangunan desa yang secara langsung berpengaruh
terhadapaktivitas ekonomi pedesaan disertai kenaikan produktivitas dan
pendapatan. demikian harus mencakup empat hal, Pertama, Akses terhadap
sumber daya, Kedua, Akses terhadap teknologi, Ketiga, Akses terhadap pasar,
Keempat, Akses terhadap sumber-sumber pembiayaan.Sementara itu kerangka
mikro yang menjadi pilihan daerah berhubungan dengan potensi masing-
masing yang dimiliki. Namun demikian berdasarkan potensi dan permasalahan
dominan yang telah di identifikasi sebelumnya, kebijakan langsung secara
nasional bagi peningkatan perekonomian pedesaan.
DAFTAR PUSTAKA
https://www.qureta.com/post/membangun-desa-di-era-reformasi
https://dspace.uii.ac.id/bitstream/handle/123456789/9280/ZAYANTI%20MAN
DASARI%20-
%20Program%20Pascasarjana%20Fakultas%20Hukum%20FIX.compressed.pdf?
sequence=1&isAllowed=y
https://www.researchgate.net/publication/336639401_PENGATURAN_DESA_
DI_MASA_ORDE_BARU_Disusun_oleh#read
http://zriefmaronie.blogspot.com/2011/12/politik-hukum-masa-
reformasi.html