AIDIL SYAM
0406132021
ANGKATAN 11
i
KATA PENGANTAR
ii
DAFTAR ISI
iii
ABSTRAK
PEMANFAATAN CITRUS AURANTIFOLIA SEBAGAI BAHAN BAKU
CAIRAN PENGHILANG NODA PADA PAKAIAN
Aidil Syam
SMA Islam Athirah Bone
iv
BAB I
PENDAHULUAN
Dalam konteks global yang semakin sadar akan dampak lingkungan dan
kesehatan, penting untuk menghadapi tantangan terkait dengan penggunaan bahan
kimia berbahaya dalam cairan penghilang noda dan produk pembersih lainnya.
Bahan kimia berbahaya dalam cairan penghilang noda tidak hanya berpotensi
merugikan bagi pengguna dan lingkungan, tetapi juga berkontribusi pada
permasalahan yang lebih luas terkait dengan keberlanjutan lingkungan dan
kualitas hidup manusia. Penggunaan bahan kimia berbahaya dalam deterjen dapat
menciptakan dampak berantai yang signifikan. Misalnya, ketika cairan penghilang
noda mengandung senyawa kimia berbahaya, mereka dapat mencemari air limbah
cucian, yang pada gilirannya dapat mencemari perairan alami. Ini mengakibatkan
masalah polusi air yang dapat merugikan ekosistem air dan spesies yang ada di
dalamnya.
Hal ini menjadi penting karena mencuci merupakan aktifitas rutin bagi
sebagian besar orang, termasuk siswa-siswi Sekolah Islam Athirah Bone.
Aktivitas ini merupakan bagian penting dari menjaga kebersihan dan kesehatan
serta memastikan pakaian tetap segar dan siap digunakan dalam kehidupan sehari-
1
hari. Pencucian pakaian juga mencerminkan kemandirian dan tanggung jawab
individu terhadap pemeliharaan barang pribadi. Dalam lingkungan Sekolah Islam
Athirah Bone, kegiatan mencuci pakaian menjadi salah satu keterampilan yang
diajarkan kepada siswa, membantu mereka mengembangkan kemandirian dalam
mengelola kebutuhan sehari-hari mereka sendiri. Selain itu, mencuci pakaian juga
memungkinkan kita untuk menjaga penampilan yang rapi dan terawat,
meningkatkan rasa percaya diri dalam beraktivitas sehari-hari.
2
bahan baku yang menjanjikan untuk digunakan dalam produk pembersih noda
pada pakaian. Seiring dengan rutinitas mencuci pakaian yang merupakan bagian
penting dalam menjaga kebersihan dan kesehatan, penggunaan cairan penghilang
noda menjadi suatu kebutuhan yang tak terhindarkan. Dalam konteks ini,
penggunaan bahan baku alami seperti Citrus Aurantifolia memiliki potensi untuk
mengurangi dampak lingkungan dan risiko kesehatan terkait dengan penggunaan
produk kimia pembersih konvensional.
Namun, manfaat dari Citrus Aurantifolia ini masih kurang dikenal oleh
sebagian besar siswa. Citrus Aurantifolia, yang juga dikenal sebagai jeruk nipis,
memiliki potensi sebagai bahan alami yang efektif dalam menghilangkan noda
pada pakaian. Dalam dunia persekolahan, dimana pakaian seragam sering
digunakan, pemahaman akan manfaat Citrus Aurantifolia dalam merawat dan
memperpanjang umur pakaian dapat sangat bermanfaat. Ini juga membuka
peluang untuk mendidik siswa tentang penggunaan bahan alami dan berkelanjutan
dalam pemeliharaan pakaian, yang sesuai dengan semangat lingkungan yang
semakin mendalam. Penelitian ini memiliki potensi untuk mengisi celah
pengetahuan ini dan memberikan pemahaman yang lebih baik kepada siswa
tentang manfaat Citrus Aurantifolia, memberikan mereka pengetahuan praktis
yang dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari mereka.
3
formulasi cairan penghilang noda yang lebih ramah lingkungan dengan
memanfaatkan bahan alami yang tersedia di sekitar kita, yaitu Citrus Aurantifolia.
4
BAB II
Tinjauan Pustaka
1.1 Citrus Aurantifolia
1.1.1 Defenisi Citrus Aurantifolia
Citrus aurantifolia, juga dikenal sebagai jeruk kecil atau jeruk limo,
adalah spesies tumbuhan jeruk kecil yang berasal dari Asia Tenggara.
Buahnya berukuran kecil hingga sedang, berwarna hijau kekuningan, dan
memiliki rasa yang asam dan segar. Jeruk ini sering digunakan dalam
masakan, minuman, dan sebagai bahan utama dalam minuman seperti sari
jeruk nipis, jeruk limo, dan saus jeruk. Selain itu, ekstrak dan minyak esensial
jeruk limo juga sering digunakan dalam industri makanan, minuman, dan
produk perawatan tubuh karena aromanya yang segar dan sifat-sifatnya yang
bermanfaat.
Menurut Wiyanti (2020:11), Jeruk nipis (Citrus aurantifolia) adalah
salah satu tanaman herbal yangsudah sering digunakan sebagai obat. Ekstrak
daun, ekstrak kulit buah, ekstrak biji serta air perasannya adalah Bagian yang
dapat dipakai sebagai agen antibakteri. Ekstrak daunnya juga dapat dipakai
sebagai agenantifungal.
1.1.2 Taksonomi Jeruk Nipis
Kingdom: Plantae (tumbuh-tumbuhan)
Divisi: Spermatophyta (tumbuhan berbiji)
Subdivisi: Angiospermae (berbiji tertutup)
Kelas: Dicotyledonae (biji berkeping dua)
Ordo: Rutales
Famili: Rutaceae
Genus: Citrus
Spesies: Citrus aurantifolia Swingle (Wiyanti, 2020:12)
1.1.3 Morfologi Buah Jeruk Nipis
Rukmana (dalam Tyas, 2019:5) menjelaskan Jeruk nipis (Citrus
Aurantifolia) merupakan tanaman berhabitus pohon kecil dengan cabang
yang lebat tetapi tidak beraturan dan tinggi berkisar 1,5 sampai 5 meter. Jeruk
nipis termasuk tumbuhan perdu yang memiliki dahan dan rantingnya berduri
dan pendek, kaku, dan tajam. Sarwono (dalam Tyas, 2019:5) juga
mengatakan, daun jeruk nipis yang dapat dilihat memiliki susunan berselang-
seling, berbentuk jorong sampai bundar, pangkalnya bulat, dan ujungnya
tumpu. Daun jeruk nipis berukuran panjang 4-8 cm dan lebar 5 cm. Tepi
daunnya bergerigi kecil dan tangkai daunnya bersayap sempit.
Sedangakan menurut Wiyanti (2020:11), tanaman jeruk nipis
memiliki tinggi antara 150cm-350cm. berbentukperdu, rindang (rimbun), dan
5
memiliki banyak percabangan. Cabangdanranting berduri. Perakaran tanaman
cukup dalam dan kuat, dan dapat tumbuhpada segala jenis tanah dengan baik.
Daunnya berbentuk bulat panjangdantumpul pada bagian ujung. Tangkai
daun agak bersayap. Permukaandaunbagian atas berwarna hijau tua
mengkilap, sedangkan bagian bawah berwarnahijau muda. Kedudukan daun
pada ranting pada umumnya mendatar.
1.1.4 Kandungan Citrus Aurantifolia
Jeruk nipis memiliki beberapa kandungan senyawa biokimia
sebagai berikut (Suarsana dkk, 2015:42):
a. Jeruk nipis mengandung lemak, asam amino (triptofan, lisin), kalsium,
fosfor, besi, belerang, dan vitamin B1.
b. Buah jeruk nipis merupakan sumber yang kaya akan asam askorbat
(vitamin C) dan senyawa bioaktif lainnya seperti coumarin, karotenoid,
limonoid, dan flavonoid (khususnya flavon polymethoxylated dan
flavanon).
c. Jeruk nipis mengandung senyawa fitokimia diantaranya saponin,
dammar, glikosida, asam sitrun, flavonoid (hesperidin, tangeretin,
naringin, eriocitrin, eriocitrocide).
d. Selain itu, jeruk nipis juga mengandung minyak atsiri, (sitral, limonen,
e. felandren, lemon kamfer, kadinen, gerani-lasetat, linali-lasetat,
aktilaldehid, nonildehid).
f. Jeruk nipis juga mengandung 7% minyak essensial (citral, limonen,
fenchon, terpineol, bisabolene, dan terpenoid lainnya).
1.2 Bahan Baku
1.2.1 Defenisi Bahan Baku
Bahan baku adalah bahan mentah atau bahan dasar yang digunakan
dalam proses produksi untuk menghasilkan produk akhir. Ini adalah
komponen dasar yang digunakan dalam pembuatan berbagai jenis produk,
seperti makanan, minuman, produk kimia, produk elektronik, dan banyak
lagi. Bahan baku dapat berupa material alamiah, seperti kayu, logam, atau
hasil pertanian seperti gandum, gula, atau karet. Mereka juga bisa berupa
bahan sintetis atau bahan kimia seperti plastik, bahan kimia industri, dan
lainnya.
Menurut Mulyadi (dalam Herawati, 2016:465) berpendapat “bahan
baku merupakan bahan yang membentuk bagian menyeluruh berdasarkan
pengertian umum mengenai bahan baku merupakan bahan mentah yang
menjadi dasar pembuatan suatu produk yang mana bahan tersebut dapat
diolah melalui proses tertentu untuk dijadikan wujud lain.” Sedangakan
menurut Soemarso (dalam Herawati, 2016:465), “Bahan baku adalah barang-
barang yang digunakan dalam proses produksi yang dapat mudah dan
6
langsung diidentifikasi dengan barang atau produk jadi.” Hanggana (dalam
Lahu, 2017:4177) juga menyatakan bahwa pengertian bahan baku adalah
sesuatu yang digunakan untuk membuat barang jadi, bahan pasti menempel
menjadi satu dengan barang jadi.
1.2.2 Jenis-Jenis Bahan Baku
Menurut Ristono (dalam Daud, 2017:187) terdapat dua macam
kelompok bahan baku, yaitu:
a. Bahan baku langsung yaitu bahan yang membentuk dan merupakan bagian
dari barang jadi yang biayanya dengan mudah ditelusuri dari biaya barang
jadi barang jadi tersebut. Jumlah bahan baku langsung bersifat variable
artinya sangat tergantung atau dipengaruhi oleh besar kecilnya volume
produksi atau perubahan output.
b. Bahan baku tidak langsung adalah bahan–bahan yang dipakai dalam
proses produksi, tetapi sulit menentukan biayanya pada setiap barang jadi.
Sedangkan menurut Indrajit (dalam Daud, 2017:187), bahan baku
dapat digolongkan berdasarkan beberapa hal diantaranya yaitu
berdasarkan harga (bahan baku berharga tinggi, bahan baku berharga
menengah, dan bahan baku berharga rendah) dan frekuensi penggunaan.
1.3 Cairan Penghilang Noda
Cairan penghilang noda adalah campuran dari bahan alami maupun
dari bahan kimia yang dirancang khusus untuk menghilangkan noda atau
bercak yang terjadi pada berbagai jenis permukaan, terutama tekstil, kain,
karpet, atau bahan-bahan lain yang dapat menyerap atau menahan noda.
Cairan penghilang noda dirancang untuk menguraikan atau mengangkat
noda seperti noda tinta, noda minyak, noda makanan, noda darah, dan
banyak noda lainnya.
Dalam hal ini, penulis mengklasifikasikan cairan penghilang noda
menjadi deterjen dan cairan pemutih. Deterjen adalah bahan pembersih
yang digunakan untuk mencuci atau membersihkan berbagai jenis kotoran
pada pakaian, tekstil, atau permukaan lainnya. Deterjen biasanya tersedia
dalam bentuk cair, serbuk, atau tablet, dan mengandung zat-zat pembersih
seperti surfaktan, enzim, dan pewangi untuk membantu menghilangkan
noda dan kotoran. Penggunaan deterjen sangat umum dalam proses
pencucian pakaian dan perlengkapan rumah tangga. Menurut Pratamadina
(2022:2723), deterjen adalah salah satu bahan pembersih yang terbuat dari
campuran bahan-bahan kimia. Deterjen digunakan untuk mencuci pakaian,
maupun peralatan rumah tangga dan industry. Sedangkan menurut
Rahimah (2016:53), Deterjen adalah Surfaktant anionik dengan gugus
alkil (umumnya C9 – C15) atau garam dari sulfonat atau sulfat berantai
7
panjang dari Natrium (RSO3 - Na+ dan ROSO3 -Na+) yang berasal dari
derivat minyak nabati atau minyak bumi (fraksi parafin dan olefin).
Deterjen merupakan bahan-bahan yang mampu meningkatkan daya
bersih air karena dapat mengangkat kotoran yang tidak larut dalam air,
seperti lemak atau minyak. Beberapa deterjen mengandung bahan kimia
yang selain bisa menyebabkan pencemaran air juga dapat menyebabkan
kerusakan dan alergi pada kulit. Lebih baik menggunakan bahan
pembersih pakaian dari produk alami, misalnya cuka putih atau lemon.
Pakaian bayi dapat dicuci dengan sabun alami seoerti lerak. Meski lerak
tidak menghasilkan busa yang melimpah, namun lerak dikenal sangat
aman untuk pakaian bayi, tidak membuat kulit bayi mengalami iritasi serta
antialergi Uno dan Siti dalam Wulandari, 2016:3)
Adapun cairan pemutih pakaian adalah zat kimia yang digunakan
untuk membantu menghilangkan noda dan mencerahkan warna pakaian.
Pemutih umumnya digunakan untuk mencuci pakaian putih, tetapi ada
juga pemutih yang dirancang khusus untuk pakaian berwarna. Pemutih
sering kali mengandung zat pemutih seperti klorin atau hidrogen
peroksida, yang dapat membantu menghilangkan noda dan memberikan
efek pencerahan pada pakaian. Pemutih dapat digunakan langsung pada
noda yang sulit dihilangkan atau ditambahkan ke dalam air pencucian
sebagai bagian dari proses pencucian secara keseluruhan.
Sedangkan menurut Suryatin (dalam Fatma, 2015:18), cairan
pemutih adalah cairan yang terbuat dari senyawa klorin untuk memutihkan
pakaian. Senyawa ini dapat mengoksidasi zat warna yang melekat pada
pakaian sehingga pakaian menjadi putih. Selain itu, cairan pemutih ialah
bahan kimia yang cukup membahayakan dan telah banyak digunakan
dalam berbagai industri, baik skala besar maupun rumah tangga, seperti
industri kertas, laundry, dsb (Lumbu, 2018:5).
1.4 Pakaian
Pakaian pada dasarnya adalah segala jenis penutup tubuh yang
digunakan oleh manusia. Namun, peran pakaian dalam kehidupan manusia
jauh lebih dalam dari sekedar fungsi sederhana sebagai perlindungan fisik.
Pakaian telah menjadi bagian integral dari budaya, ekspresi diri dan
identitas. Pakaian tidak hanya melindungi tubuh dari cuaca buruk atau
faktor eksternal, tetapi juga merupakan alat untuk menyampaikan pesan,
nilai, dan hubungan sosial seseorang. Dengan berbagai jenis, warna dan
gaya, pakaian mencerminkan gaya hidup, budaya, fashion dan citra diri.
Pakaian pada dasarnya adalah jendela menuju kepribadian dan
8
mencerminkan masyarakat yang memakainya, menciptakan hubungan
antara individu dan dunia di sekitar mereka.
Menurut Fauzi (2016:2), “pakaian adalah salah satu yang
membedakan manusia dari pada lainnya, lebih-lebih pakaian berfungsi
sebagai penutup aurat dari pada sebagai pernyataan lambang satus seorang
dalam masyarakat.” Sedangkan menurut Aini (2020:21), pakaian adalah
segala sesuatu yang dipakai manusia dari ujung rambut sampai ujung kaki,
meskipun barang tersebut tidak terbuat dari tekstil dan fungsinya hanya
melengkapi penampilan seseorang agar tampak anggun dan menarik.
Pakaian adalah salah satu cara melambangkan status sosial
seseorang dalam masyarakatnya, pakaian juga ikut menentukan citra diri
seseorang dimana pakaian adalah cermin dari identitas, status, gender,
memiliki nilai simbolik dan merupakan ekspresi cara hidup tertentu
(Nasruddin, 2020:65).
Dalam penggunaan di Sekolah Islam Athirah Bone, pakain jika
dilihat dari segi penggunaannya dapat dibedakan menjadi empat, yaitu:
a. Pakaian Seragam Sekolah
Menurut TRISNAWAN (2017:9), seragam sekolah berarti pakaian
yang sama potongan dan warna yang digunakan untuk melakukan
kegiatan sekolah. Di Sekolah Islam Athirah Bone, terdapat X seragam
sekolah yaitu seragam hari senin & rabu berupa seragam putih-hijau,
seragam hari selasa berupa pakaian bebas rapi (baju berkerah),
seragam hari kamis berupa seragam kotak-kotak hijau, seragam hari
jum’at berupa seragam putih-putih, dan seragam olahraga.
b. Pakaian Sehari-hari
Pakaian sehari-hari yang dimaksud dalam hal ini adalah pakaian
yang digunakan siswa-siswai Sekolah Islam Athirah Bone di asrama
baik yang digunakan bersantai, tidur, belajar mandiri, dan berbagai
kegiatan umum lainnya. Biasanya pakaian yang digunakan berupa
kaos oblong dengan celana maupun dengan sarung.
c. Pakaian Olahraga
Pakaian olahraga yang dimaksud dalam konteks ini adalah pakaian
yang digunakan untuk berolahraga di luar mata pelajaran olahraga.
Secara umum, pakaian yang digunakan meliputi jersey, kaos oblong,
dan celana latihan.
d. Pakaian Sholat
Pakaian sholat adalah pakaian yang biasanya digunakan sesuai
dengan namanya, yaitu sholat. Contoh pakaian yang sering digunakan
adalah baju koko, jubah, sarung, sorban, songkok, dll.
9
BAB III
Metode Penelitian
A. Jenis Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah yang telah dikemukakan oleh peneliti,
maka penelitian ini bersifat deskriptif, yaitu dengan memaparkan hasil
penelitian dengan kata-kata.
Jenis atau metode penelitian yang digunakan oleh peneliti dalam karya
tulis ilmiah ini yaitu penelitian kuantitatif. Penelitian kuantitattif yakni
10
penelitian berbasis eksperimen yang tersusun secara sistematis dan terencana,
disertai dengan instrumen penelitian berupa observasi dan uji organoleptik.
B. Batasan Istilah
Adapun batasan istilah dalam penelitian ini adalah:
1. Wortel yang dimaksud ialah wortel yang sudah dimasak, lalu diblender
hingga hancur
2. Waffle yang dimaksud merupakan salah satu dari inovasi pangan sayur
yang nantinya adonan dari waffle akan dicampurkan pada wortel yang tadi
telah dihancurkan menggunakan blender.
E. Prosedur Penelitian
1. Perendaman lerak
Buah lerak yang digunakan adalah buah lerak yang kering dan
telah terpisah dengan bijinya. Perendaman dilakukan dengan
merendam buah lerak kedalam 1 L air selama satu sampai dua malam.
Perendaman ini bertujuan untuk mempermudah mengeluarkan saponin
yang terkandung dalam buah lerak.
2. Ekstraksi daun kelor (Moringa oleifera)
Daun kelor terlebih dahulu dikeringkan pada suhu kamar kemudian
diekstraksi menggunakan aquabidest sebanyak 50 mL untuk
menghasilkan ekstrak. Penyaringan dilakukan dengan menggunakan
11
saringan plastik yang kemudian menghasilkan ekstrak sebanyak 30
mL.
3. Pembuatan sabun
Pembuatan sabun batang organik pada penelitian ini mengacu pada
formulasi dari penelitian Sukeksi dkk., (2021). Tahapan pertama
pembuatan sabun batang organik adalah dengan persiapan bahan baku.
Pembuatan sabun ini dilakukan dengan menggunakan perbandingan
1:2:7, yakni 1 gram basa: 2 gram Aquabidest (H 2O): 7 gram minyak
kelapa. Terdapat perbedaan perbandingan antara cangkang telur dan
Natrium Hidroksida (NaOH) sebagai basa dalam pembuatan sabun.
Penelitian ini terdiri dari 5 perlakuan sebagai berikut:
a. Perlakuan 1 : Basa yang digunakan merupakan sepenuhnya 10
gram Natrium Hidroksida (NaOH) yang digunakan sebagai
kontrol.
b. Perlakuan 2 : Basa yang digunakan merupakan pencampuran
1 gram cangkang telur dan 9 gram Natrium Hidroksida
(NaOH).
c. Perlakuan 3 : Basa yang digunakan merupakan pencampuran
2 gram cangkang telur dan 8 gram Natrium Hidroksida
(NaOH).
d. Perlakuan 4 : Basa yang digunakan merupakan pencampuran
3 gram cangkang telur dan 7 gram Natrium Hidroksida
(NaOH).
e. Perlakuan 5 : Basa yang digunakan merupakan pencampuran
4 gram cangkang telur dan 6 gram Natrium Hidroksida
(NaOH).
12
tetapkan. Kemudian, melarutkan tiap basa hasil pencampuran tersebut
dengan 20 gram aquabidest dan diaduk menggunakan batang
pengaduk. Selanjutnya panaskan minyak kelapa hingga suhu 30-40o C
dan dimasukkan larutan basa kemudian aduk menggunakan magnetic
stirrer hingga homogen. Pada saat proses pengadukan masih
berlangsung, masukkan 3 mL ekstrak daun kelor. Setelah hasil
pencampuran mulai mengental, tuangkan adonan yang telah
mengental ke dalam cetakan dan di diamkan selama satu hingga dua
pekan pada suhu kamar.
4. Pengujian
a. Uji pH
Pengujian dilakukan dengan mengikuti penelitian
Korompis dkk., (2020). Sebanayk 1 gram sabun diencerkan dengan
10 gram aquabidest. Kemuadian masukkan pH meter yang telah
dikalibrasi ke dalam larutan sabun yang telah dibuat. Tunggu
hingga pH meter stabil dan menunjukkan nilai yang konstan.
b. Uji busa
Pengukuran dilakukan dengan perbandingan 1:10 yakni, 1
gram sabun dicampurkan dengan 10 gram aquabidest kemudian
ditutup dan dikocok selama beberapa saat. Setelah dikocok
dihitung tinggi busa yang terbentuk (Korompis dkk., 2020).
c. Uji organoleptic
d. Uji homogenitas
Uji homogenitas dilakukan dengan mengambil sampel dari
tiap sediaan sabun yang kemudian dioleskan di atas kaca
transparan untuk melihat apakah masih terdapat bulir-bulir pada
sediaan sabun (Faridah dkk., 2021).
e. Uji fitokimia
Uji fitokimia dilakukan dengan menggunakan pereaksi
etanol (C2H5OH) untuk mengetahui senyawa tannin, pereaksi besi
13
(III) klorida (FeCl3) untuk mengetahui senyawa alkaloid, dan
menggunakan pereaksi asam klorida (HCl) untuk mengetahui
senyawa flavonoid (Rivai, 2020).
2. Uji Organoleptik
Uji organoleptik atau uji indera dilakukan secara langsung oleh
peneliti dengan menggunakan indera manusia sebagai alat utama untuk
pengukuran daya penerimaan terhadap suatu produk. Pengujian
organoleptik mempunyai peranan penting dalam penerapan mutu suatu
produk yang bertujuan untuk memberikan mutu yang terbaik.
3. Dokumentasi
Dokumentasi merupakan catatan peristiwa yang telah lalu.
Dokumentasi yang digunakan peneliti berupa foto, gambar, serta data-data
mengenai objek penelitian.
G. Teknis analisis data
Teknik analasis data dalam penelitian ini dianalisis menggunakan Teknik
deskriptif kualitatif. Penulis menggunakan Teknik ini karena data yang
diperoleh dijelaskan secara terperinci tanpa menggunakan angka atau analisis
statistic.
14
BAB IV
ANALISIS DAN SINTESIS
3.2 Saran
4
15
BAB V
SIMPULAN DAN SARAN
5.1 Saran
16
DAFTAR PUSTAKA
Tyas, Rima Wahyuning. UJI AKTIVITAS ANTIFUNGI EKSTRAK ETANOL 70%
KULIT JERUK NIPIS (Citrus aurantifolia) TERHADAP JAMUR Candida
albicans. Diss. Akademi Farmasi Putra Indonesia Malang, 2019.
Herawati, Herlin, and Dewi Mulyani. "Pengaruh kualitas bahan baku dan proses produksi
terhadap kualitas produk pada UD. Tahu Rosydi Puspan Maron Probolinggo." UNEJ e-
Proceeding (2016): 463-482.
Fauzi, Ahmad. "Pakaian wanita Muslimah dalam perspektif hukum Islam." Iqtishodia:
Jurnal Ekonomi Syariah 1.1 (2016): 41-58.
Daud, Muhammad Nur. "Analisis Pengendalian Persediaan Bahan Baku Produksi Roti
Wilton Kualasimpang." Jurnal Samudra Ekonomi dan Bisnis 8.2 (2017): 760-774.
Rahimah, Zikri, Heliyanur Heldawati, and Isna Syauqiah. "Pengolahan limbah deterjen
dengan metode koagulasi-flokulasi menggunakan koagulan kapur dan
PAC." Konversi 5.2 (2016): 13-19.
Pratamadina, Efli, and Temmy Wikaningrum. "Potensi Penggunaan Eco Enzyme pada
Degradasi Deterjen dalam Air Limbah Domestik." Jurnal Serambi Engineering 7.1 (2022).
Dewi Fatma, Nasution. "Pemeriksaan Zat Pemutih Klorin Pada Beras Yang Beredar di
Kota Medan." (2015).
17