Anda di halaman 1dari 43

DAFTAR ISI

Daftar Isi ............................................................................................ i


Daftar Gambar .................................................................................. ii

BAB I PENDAHULUAN ............................................................... 1


1.1 LATAR BELAKANG........................................................... 1
1.2 TUJUAN DAN SASARAN ................................................. 2
1.3 LANDASAN HUKUM........................................................ 3

BAB II KERANGKA KONSEPTUAL KERANGKA


PENGELUARAN JANGKA MENENGAH.................... 5
2.1 KERANGKA KONSEPTUAL KPJM................................. 5
2.2 PRINSIP KERJA KPJM........................................................ 8

BAB III PENERAPAN KERANGKA


PENGELUARAN JANGKA MENENGAH DI
INDONESIA ........................................................................ 10
3.1 KERANGKA KPJM ............................................................. 10
3.2 ILUSTRASI KPJM ................................................................ 11
3.3 CARA KERJA KPJM............................................................ 12
3.4 TAHAPAN PENERAPAN KPJM...................................... 13

Daftar Isi | i
BAB IV LANGKAH AWAL PENERAPAN KPJM ...................... 22
4.1 PERSIAPAN PENERAPAN KPJM.................................... 22
4.2 METODOLOGI PENGHITUNGAN KPJM ..................... 23
4.3 LANGKAH AWAL PENERAPAN KPJM........................ 27
4.4 MEKANISME PENGALOKASIAN
ANGGARAN............................ 32
4.5 PELUANG DAN TANTANGAN PENERAPAN
KPJM................. 33

D a f t a r I s i | ii
DAFTAR GAMBAR
Gambar 3.1 Kerangka KPJM di Indonesia................................... 10
Gambar 3.2 Ilustrasi KPJM............................................................. 11
Gambar 3.3 Cara Kerja KPJM ........................................................ 12
Gambar 3.4 Tahapan Penerapan KPJM ....................................... 14
Gambar 3.5 Contoh Parameter‐Parameter Ekonomi ................. 20
Gambar 4.1 Pengalokasian Anggaran sesuai dengan KPJM .... 23
Gambar 4.2 Metodologi Penghitungan KPJM ............................ 25
Gambar 4.3 Penerapan KPJM ........................................................ 27
Gambar 4.4 Contoh Perhitungan Kegiatan Generik.................. 29
Gambar 4.5 Contoh Kegiatan Teknis Fungsional....................... 30
Gambar 4.6 Contoh Kegiatan Prioritas Nasional ....................... 32

D a f t a r G a m b a r | iii
D a f t a r G a m b a r | iv
PENERAPAN KERANGKA PENGELUARAN JANGKA MENENGAH (KPJM)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG

Dalam rangka memantapkan tahapan reformasi pengelolaan


keuangan negara menuju ke level yang lebih tinggi yaitu fokus
pada pencapaian kinerja dan pelimpahan kewenangan sesuai
dengan amanat UU dan juga telah dinyatakan dalam nota
keuangan dan RAPBN tahun anggaran 2009, maka Pemerintah
Republik Indonesia telah berkomitmen untuk melaksanakan pilot
project penganggaran berbasis kinerja dengan perspektif jangka
menengah terhadap 6 (enam) kementerian negara/lembaga
sebagai tahapan awal pada tahun 2009.

Pemantapan reformasi pengelolaan keuangan negara dengan


fokus pada pencapaikan kinerja ini dilaksanakan dalam rangka
meminimalisir beberapa kelemahan dalam sistem berjalan antara
lain:
1. implementasi penganggaran berbasis kinerja dan
penganggaran dalam kerangka jangka menengah selama 5
tahun ini belum mencapai hasil yang optimal karena tidak ada
keterkaitan antara dokumen perencanaan dan dokumen
anggaran,
2. kebijakan prioritas yang ditetapkan oleh pemerintah melalui
RKP buku I tidak jelas timeframe penyelesaiannya dan setiap
tahun selalu berubah sesuai dengan tema yang ditetapkan

Bab I Pendahuluan| 1
PENERAPAN KERANGKA PENGELUARAN JANGKA MENENGAH (KPJM)

sehingga mengakibatkan proses penganggaran selalu kembali


ke nol (zero based budgeting), dan
3. penerapan KPJM pada saat ini baru sebatas mencantumkan
prakiraan maju tiga tahun ke depan, namun belum ada
metodologi untuk memberikan justifikasi bahwa prakiraan
maju yang dicantumkan tersebut merupakan indikasi awal
pendanaan tahun berikutnya.

Untuk itu, langkah awal serangkaian penyempurnaan yang akan


dilakukan terhadap 6 kementerian negara/lembaga tersebut
adalah melakukan restrukturisasi program dan kegiatan.
Restrukturisasi program dan kegiatan merupakan salah satu titik
kritis (critical point) yang perlu dilakukan karena pada dasarnya
program dan kegiatan merupakan perwujudan dari kebijakan
yang akan dilaksanakan oleh pemerintah dan akan dibiayai oleh
dana publik melalui mekanisme anggaran.

Di samping itu, untuk memperkuat keterkaitan antara kebijakan


dan alokasi anggarannya maka penyusunan anggaran tahunan
seharusnya menggunakan paradigma baru dalam proses
penyusunan penganggaran yaitu penganggaran yang lebih
berorientasi pada hasil (output dan outcome) dengan
menggunakan prinsip kerangka pengeluaran jangka menengah
dan money follows function. Pola penganggaran yang selama ini
menggunakan ”zero based budgeting” berubah menjadi ”rolling
budget” dengan mengacu pada perhitungan baseline. Melalui
penerapan pola ”rolling budget” diharapkan waktu yang tersedia
akan lebih banyak didedikasikan untuk membahas
program/kegiatan baru sehingga dapat meningkatkan kualitas
perencanaan. Perubahan paradigma penganggaran yang

Bab I Pendahuluan| 2
PENERAPAN KERANGKA PENGELUARAN JANGKA MENENGAH (KPJM)

berorientasi pada hasil ini akan dilaksanakan secara serentak


untuk seluruh KL mulai Tahun 2011 dan diharapkan akan
memberikan dampak secara signifikan dalam implementasi
pengeluaran negara secara lebih efektif dan efisien.

1.2 TUJUAN DAN SASARAN

Pendekatan dengan perspektif jangka menengah memberikan


kerangka kerja perencanaan penganggaran yang menyeluruh,
dengan manfaat optimal yang diharapkan berupa:
1. Transparansi alokasi sumber daya anggaran yang lebih baik
(allocative efficiency);
2. Meningkatkan kualitas perencanaan penganggaran (to improve
quality of planning);
3. Fokus yang lebih baik terhadap kebijakan prioritas (best policy
option);
4. Meningkatkan disiplin fiskal (fiscal dicipline); dan
5. Menjamin adanya kesinambungan fiskal (fiscal sustainability).

Dalam proyeksi penganggaran jangka menengah, tingkat


ketidakpastian ketersediaan alokasi anggaran di masa mendatang
dapat dikurangi, baik dari sisi penyediaan kebutuhan dana untuk
membiayai pelaksanaan berbagai inisiatif kebijakan prioritas baru
maupun untuk terjaminnya keberlangsungan kebijakan prioritas
yang tengah berjalan (on‐going policies), sehingga pendisain
kebijakan dapat menyajikan perencanaan penganggaran yang
berorientasi kepada pencapaian sasaran secara utuh,

Bab I Pendahuluan| 3
PENERAPAN KERANGKA PENGELUARAN JANGKA MENENGAH (KPJM)

komprehensif dan dalam konteks yang tepat, sesuai dengan


kerangka perencanaan kebijakan yang telah ditetapkan.

Dengan memusatkan perhatian pada kebijakan‐kebijakan


prioritas yang dapat dibiayai, tercapainya disiplin fiskal, yang
merupakan kunci bagi efektivitas penggunaan sumber daya
publik, diharapkan akuntabilitas pemerintah dalam
penyelenggaraan kebijakan fiskal secara makro dapat tercapai.

1.3 LANDASAN HUKUM

Landasan hukum penerapan KPJM dalam sistem penganggaran


di Indonesia adalah UU No. 17 Tahun 2003 tentang Keuangan
Negara dan PP No. 21 Tahun 2004 tentang Petunjuk Penyusunan
Rencana Kerja dan Anggaran Kementerian Negara/Lembaga
(RKA‐KL). Di samping itu, sebagai petunjuk teknis dalam
penyusunan rencana kerja dan anggaran kementerian
negara/lembaga maka KPJM juga diatur di dalam peraturan
Menteri Keuangan tentang Petunjuk Penyusunan RKA‐KL yang
ditetapkan dan diterbitkan tiap tahun.

Bab I Pendahuluan| 4
PENERAPAN KERANGKA PENGELUARAN JANGKA MENENGAH (KPJM)

BAB II KERANGKA KONSEPTUAL


KERANGKA PENGELUARAN
JANGKA MENENGAH

2.1 Kerangka Konseptual KPJM

Untuk menerapkan KPJM dengan baik, maka perlu memahami


kerangka konseptual KPJM yang meliputi:
1. Penerapan sistem anggaran bergulir (rolling budget);
2. Adanya angka dasar (Baseline);
3. Penetapan Parameter;
4. Adanya mekanisme penyesuaian angka dasar; dan
5. Adanya mekanisme untuk pengajuan usulan dalam rangka
tambahan anggaran bagi kebijakan baru (additional budget for
new initiatives).

Penerapan sistem anggaran bergulir (rolling budget)

Paradigma sistem penganggaran bergulir (rolling budget)


merupakan paradigma baru penganggaran untuk memperbaiki
sistem penganggaran zero based yang mengabaikan alokasi
anggaran tahun sebelumnya (historical budgetary allocations) yang
mengidentifikasi kembali biaya‐biaya yang diperlukan bagi
implementasi program dan kegiatan yang telah disetujui.

Bab II Kerangka Konseptual KPJM | 5


PENERAPAN KERANGKA PENGELUARAN JANGKA MENENGAH (KPJM)

Penerapan paradigma rolling budget dengan baik


mempersyaratkan kebijakan sebagai basis utama (policy driven)
dalam proses penganggaran (budget alignment). Desain kebijakan
yang disusun harus dapat memberikan informasi yang jelas,
khususnya menyangkut target rencana penyelesaian kebijakan
(policy accomplishment indicator) yang jelas sehingga dampak
anggaran yang dibutuhkan melebihi satu tahun anggaran dapat
diproyeksikan secara baik.

Angka dasar (baseline)

Angka dasar (baseline) merupakan jumlah total biaya yang


dibutuhkan untuk melaksanakan kebijakan Pemerintah pada saat
tahun anggaran berjalan dan tahun‐tahun anggaran berikutnya
sesuai dengan target waktu penyelesaian kebijakan yang
ditetapkan oleh pemerintah. Misalnya kebijakan pembentukan
kantor pajak modern akan dilaksanakan oleh pemerintah
khususnya Departemen Keuangan dalam jangka waktu 4 tahun,
mulai tahun 2008 – 2011. Untuk itu, Departemen Keuangan harus
menghitung biaya‐biaya yang diperlukan untuk implementasi
kebijakan modernisasi kantor pajak untuk tahun 2008, 2009, 2010
dan 2011.

Penetapan angka dasar (baseline)

Untuk menetapkan angka dasar masing‐masing kebijakan publik


yang akan dilaksanakan harus memperhatikan hal‐hal sebagai
berikut:
1. Penetapan kebijakan‐kebijakan yang akan dilanjutkan pada
tahun‐tahun mendatang, dengan indikator penyelesaian yang
jelas (Policy Accomplishment Indicator).

Bab II Kerangka Konseptual KPJM | 6


PENERAPAN KERANGKA PENGELUARAN JANGKA MENENGAH (KPJM)

2. Penetapan besaran angka dasar (baseline) kebijakan ini harus


memperhatikan prinsip penghitungan secara keseluruhan (full
costing) sehingga pada saat implementasi kebijakan dapat
memenuhi seluruh kebutuhan pendanaannya, yang meliputi
identifikasi hal‐hal sebagai berikut:

• Biaya tetap dan biaya variabel.

• Rentang waktu program/kegiatan

• Item dan volume biaya input untuk tahun anggaran yang


bersangkutan dan tahun‐tahun berikutnya

• Parameter‐parameter ekonomi dan nonekonomi yang


berpengaruh terhadap harga‐harga untuk tahun‐tahun
berikutnya.

Parameter (assumption)

Parameter adalah nilai‐nilai yang digunakan sebagai acuan. Nilai‐


nilai tersebut dapat berupa keterangan atau informasi yang dapat
menjelaskan batas‐batas atau bagian‐bagian tertentu dari suatu
sistem. Agar dapat menerapkan KPJM secara efektif maka perlu
dilakukan identifikasi terhadap parameter‐parameter yang
mempengaruhi proyeksi penghitungan pendanaan pada masa
yang akan datang baik berupa parameter ekonomi maupun
parameter nonekonomi.

Mekanisme penyesuaian angka dasar (baseline adjustment)

Penyesuaian terhadap angka dasar (baseline) sangat diperlukan


bagi kesinambungan implementasi kebijakan yang ditetapkan
untuk dilanjutkan pada tahun anggaran berikutnya. Mekanisme

Bab II Kerangka Konseptual KPJM | 7


PENERAPAN KERANGKA PENGELUARAN JANGKA MENENGAH (KPJM)

penyesuaian ini dilakukan dengan menggunakan parameter‐


parameter yang telah ditetapkan baik parameter ekonomi
maupun nonekonomi.

- Parameter ekonomi terkait erat dengan identifikasi biaya‐


biaya harga bagi implementasi sebuah kebijakan yang harus
disesuaikan dengan proyeksi kondisi ekonomi pada masa
yang akan datang. Misalnya tingkat biaya‐biaya harga
kebijakan harus disesuaikan dengan proyeksi tingkat inflasi.

- Parameter nonekonomi lebih terkait dengan delivery kebijakan


yaitu perubahan volume/jumlah target kebijakan. Misalnya
pada tahun anggaran X diasumsikan terdapat penambahan
jumlah penerima manfaat kebijakan (beneficieris) sebesar 10%,
maka angka dasar (baseline) harus disesuaikan.

Mekanisme pengajuan usulan anggaran bagi kebijakan baru (new policy


proposals)

Pengajuan usulan anggaran untuk kebijakan baru harus diatur


untuk memberikan kepastian mekanisme dan prosedural bagi
para pihak yang berkepentingan. Usulan anggaran bagi kebijakan
baru diajukan setelah diketahui terdapat sisa ruang fiskal (fiscal
space) berdasarkan penghitungan terhadap proyeksi sumber daya
anggaran yang tersedia (resources availibility) dikurangi dengan
kebutuhan angka dasar (baseline) anggaran bagi implementasi
kebutuhan dasar, layanan birokrasi/publik dalam kerangka
pelaksanaan tugas dan fungsinya dan hasil evaluasi yang
menetapkan sebuah kebijakan tetap dilanjutkan pada tahun
anggaran berikutnya.

Bab II Kerangka Konseptual KPJM | 8


PENERAPAN KERANGKA PENGELUARAN JANGKA MENENGAH (KPJM)

Mekanisme pengajuan usulan kebijakan baru disampaikan


kepada Menteri Keuangan dan Bappenas setelah menteri
Keuangan melakukan perhitungan sumberdaya anggaran
(exercise resources envelop) dan melakukan penyesuaian angka
dasar (baseline adjustment).

2.2 Prinsip Kerja KPJM

Kerangka kerja KPJM yang efektif pada dasarnya terdiri atas 3


(tiga) komponen penting, meliputi hal‐hal sebagai berikut:
1. Pendekatan Top‐Down dalam menentukan besaran sumber
daya anggaran (resource envelope) yang berperan sebagai batas
pendanaan tertinggi (hard budget constraint) bagi setiap
institusi/sektor pemerintahan.
2. Pendekatan Bottom‐Up dalam melakukan estimasi kebutuhan
sumber daya anggaran, baik kebutuhan di tahun anggaran
saat ini maupun dalam jangka menengah, untuk membiayai
kebijakan yang tengah dilakukan saat ini dan akan terus
dilaksanakan beberapa tahun kedepan sesuai dengan amanat
perencanaan yang telah diputuskan.
3. Kerangka kerja anggaran yang menghasilkan kesesuaian
antara kebutuhan dan ketersediaan sumber daya anggaran
dalam jangka menengah.

Bab II Kerangka Konseptual KPJM | 9


PENERAPAN KERANGKA PENGELUARAN JANGKA MENENGAH (KPJM)

BAB III PENERAPAN KERANGKA


PENGELUARAN JANGKA
MENENGAH DI INDONESIA

3.1 Kerangka KPJM

Secara umum kerangka kerja KPJM di Indonesia didasarkan pada


UU No. 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan
Pembangunan Nasional dan UU No. 17 Tahun 2003 tentang
Keuangan Negara. Dalam UU 25 Tahun 2004 tersebut telah diatur
mengenai mekanisme penyusunan rencana kerja nasional baik
yang bersifat jangka panjang (20 tahunan), jangka menengah (5
tahunan) maupun jangka pendek (1 tahunan).

Gambar 3.1 Kerangka KPJM di Indonesia

KAJM

APBN

Bab III Penerapan KPJM di Indonesia | 10


PENERAPAN KERANGKA PENGELUARAN JANGKA MENENGAH (KPJM)

Sementara itu, dalam UU 17 Tahun 2003 diatur mengenai


mekanisme pendanaan rencana kerja jangka menengah (5
tahunan) dalam kerangka anggaran jangka menengah maupun
rencana kerja jangka pendek dalam anggaran pendapatan dan
belanja negara.

3.2 Ilustrasi KPJM

Agar dapat memahami KPJM secara komprehensif maka dapat


diberikan gambaran mengenai KPJM sebagai berikut.

Gambar 3.2 Ilustrasi KPJM

Pada intinya KPJM adalah alat yang dapat digunakan oleh


pembuat kebijakan dalam memotret implikasi kebijakan yang
disusun dan ditetapkan terhadap dampak anggaran yang akan
ditimbulkan pada tahun‐tahun anggaran berikutnya. Misalnya
pada tahun 2010 pemerintah menetapkan kebijakan A untuk
dilaksanakan dan direncanakan untuk dilanjutkan beberapa
tahun kedepan. Setelah APBN 2010 ditetapkan maka besarnya

Bab III Penerapan KPJM di Indonesia | 11


PENERAPAN KERANGKA PENGELUARAN JANGKA MENENGAH (KPJM)

alokasi anggaran untuk kebijakan A tersebut dijadikan sebagai


baseline kebijakan dan indikasi pendanaannya untuk 3 tahun ke
depan, yaitu tahun 2011, 2012 dan 2013.

3.3 Cara Kerja KPJM

KPJM adalah proyeksi berdasarkan baseline untuk seluruh


penerimaan dan pengeluaran selama tiga tahun yang melampui
anggaran tahun berikutnya. Setelah anggaran ditetapkan, tahun
pertama dari prakiraan maju menjadi dasar bagi anggaran tahun
berikutnya, dan ditambahkan satu tahun lagi dalam prakiraan
maju.

Gambar 3.3 Cara Kerja KPJM

TA 2010 dan KPJM 2011 – 2013

2010 2011 2012 2013


APBN Prakiraan Prakiraan Prakiraan
Maju Maju Maju

t0 t+1 t+2 t+2

TA 2011 dan KPJM 2012 – 2014

2010 2011 2012 2013 2014


Realisasi APBN Prakiraan Prakiraan Prakiraan
Maju Maju Maju

t–1 t0 t+1 t+2 t+3

TA 2012 dan KPJM 2013 – 2015

2010 2011 2012 2013 2014 2015


Realisasi Realisasi APBN Prakiraan Prakiraan Prakiraan

Bab III Penerapan KPJM di Indonesia | 12


PENERAPAN KERANGKA PENGELUARAN JANGKA MENENGAH (KPJM)

Maju Maju Maju

t–2 t–1 t0 t+1 t+2 t+3

Prakiraan maju pada dasarnya merepresentasikan implikasi


anggaran untuk sebuah kebijakan dikaitkan dengan pengeluaran‐
pengeluaran pada masa yang akan datang. Jika tidak ada
kebijakan baru ataupun penyesuaian‐penyesuaian lain seperti
standar biaya baru atau indeks volume yang akan dipergunakan
maka prakiraan maju tersebut ditetapkan sebagai alokasi
anggarannya. Prakiraan maju hanya menghitung biaya‐biaya dari
seluruh program yang berjalan tetapi tidak termasuk pengeluaran
tambahan untuk program‐program baru pada tahun anggaran
berikutnya atau perluasan program karena kebijakan pemerintah.

3.4 Tahapan Penerapan KPJM

Untuk menerapkan KPJM sesuai dengan kerangka konseptual


dan kerangka kerja KPJM, maka diperlukan tahapan
implementasi KPJM secara operasional. Secara umum,
implementasi sistem penganggaran dalam KPJM secara
operasional memerlukan tahapan‐tahapan yang sistematis dan
bersifat runtut (sequential), meliputi:

1. Evaluasi Kebijakan berjalan

2. Penyusunan Prioritas

3. Proses Penganggaran

Bab III Penerapan KPJM di Indonesia | 13


PENERAPAN KERANGKA PENGELUARAN JANGKA MENENGAH (KPJM)

4. Penetapan baseline anggaran

5. Penetapan Parameter / indikator yang akan mempengaruhi


besaran alokasi

6. Penetapan tiga tahun prakiraan maju

Gambar 3.4 Tahapan Penerapan KPJM

Bab III Penerapan KPJM di Indonesia | 14


PENERAPAN KERANGKA PENGELUARAN JANGKA MENENGAH (KPJM)

Evaluasi kebijakan berjalan

Evaluasi kebijakan merupakan prasyarat mutlak bagi


implementasi KPJM. Hal ini terkait erat dengan penerapan
paradigma rolling budget. Rolling budget dapat
diimplementasikan dengan baik jika dalam proses perencanaan
terdapat mekanisme untuk melakukan evaluasi terhadap
kebijakan yang telah ditetapkan untuk mengetahui apakah pada
tahun anggaran selanjutnya masih tetap dilaksanakan atau
dihentikan.

Dalam melaksanakan evaluasi ini, pembuat kebijakan dapat


menggunakan beberapa pendekatan dalam menilai apakah
kebijakan yang telah didesain sesuai dengan tujuan kebijakannya,
diantaranya adalah:
1. Fokus pada kebijakan dengan alokasi anggaran yang sangat
besar, bersifat sensitif, kompleks, dan mengandung risiko
yang besar;
2. Kewajaran (Appropriatness)
Menilai apakah kebijakan dimaksud telah didukung
lingkungan yang kondusif dan sesuai dengan tugas pokok
dan fungsi unit kerja pemerintah yang melaksanakan;
3. Efektivitas
Menilai bagaimana rencana disusun dan penggunaan dana
yang telah dialokasikan untuk menghasilkan output serta
mencapai outcome secara riil;
4. Efisiensi

Bab III Penerapan KPJM di Indonesia | 15


PENERAPAN KERANGKA PENGELUARAN JANGKA MENENGAH (KPJM)

Menilai berapa besar anggaran yang digunakan untuk


menghasilkan output dengan memperhatikan kualitas output
yang dihasilkan.
5. Integrasi
Bagaimana menilai penciptaan sinergi dalam menyatukan
berbagai program dan kegiatan yang mendukung
pelaksanaan kebijakan tersebut.
6. Penilaian Kinerja
Mempertimbangkan realisasi pencapaian kinerja
dibandingkan dengan rencana yang ditetapkan dan
menganalisis faktor‐faktor yang terkait.
7. Penyelarasan dengan Kebijakan Strategis (Strategic Policy
Alignment)
Memperhatikan kebijakan‐kebijakan lain yang terkait dalam
mewujudkan pencapaian outcome secara nasional.

Untuk melaksanakan penilaian dan evaluasi terhadap berbagai


kebijakan yang dilaksanakan oleh pemerintah, maka pemerintah
dapat menggunakan metodologi evaluasi sebagai berikut:
1. Evaluasi berbasis teori (Theory‐based evaluation)
Evaluasi ini fokus pada logika sekuensial dimana sebuah
intervensi kebijakan diharapkan dapat memberikan sebuah
tahapan efek yang diinginkan. Di samping itu, evaluasi ini
juga berusaha untuk mengidentifikasi mekanisme bagaimana
sebuah kebijakan/program‐program dapat menghasilkan
sebuah dampak positif seperti yang diinginkan oleh
perencana kebijakan (policy planner).

Bab III Penerapan KPJM di Indonesia | 16


PENERAPAN KERANGKA PENGELUARAN JANGKA MENENGAH (KPJM)

2. Evaluasi berdasarkan tujuan (Goals‐based evaluation)


Evaluasi ini merupakan evaluasi yang paling sering
mengemuka dalam menilai tingkat keberhasilan sebuah
kebijakan publik (public policy effectiveness), yaitu
menanyakan/memonitor apakah outcome (dampak positif)
yang diharapkan dari sebuah/beberapa inisiatif kebijakan
pemerintah telah dapat dicapai. Pada dasarnya evaluasi ini
secara sederhana mengukur apakah tujuan‐tujuan dan target‐
target yang ditetapkan oleh pembuat kebijakan dapat dicapai
melalui sebuah atau beberapa parameter tertentu. Misalnya:
meningkatkan kemampuan baca dan tulis anak‐anak dan
dewasa telah dicapai.
3. Evaluasi bebas (Goals‐free evaluation)
Pembuat kebijakan dan evaluator biasanya tertarik terhadap
konsekuensi atau outcome kebijakan/program/kegiatan yang
tidak diharapkan. Outcome yang tidak diharapkan ini
kemungkinan juga menghasilkan manfaat atau justru
berdampak negatif. Metode evaluasi ini fokus pada
pencapaian efek yang aktual atau outcome
kebijakan/program/kegiatan tanpa perlu mengetahui apakah
tujuan yang diharapkan telah dicapai.
4. Evaluasi eksperimen dan quasi eksperimen (Experimental and
quasi‐experimental evaluation)
Metode evaluasi ini menyediakan bukti yang valid dan dapat
diandalkan mengenai keefektifan relatif sebuah intervensi
kebijakan dibandingkan dengan intervensi kebijakan lainnya
atau dibandingkan jika tidak ada intervensi kebijakan. Di
samping itu, metode ini juga menyediakan bukti yang tepat

Bab III Penerapan KPJM di Indonesia | 17


PENERAPAN KERANGKA PENGELUARAN JANGKA MENENGAH (KPJM)

mengenai pertanyaan‐pertanyaan seperti apakah penyediaan


jasa konsultasi untuk masyarakat yang berpenghasilan rendah
lebih efektif atau kurang efektif dibandingkan dengan
misalnya menyediakan training keterampilan atau tidak
melakukan apapun.
5. Evaluasi Kualitatif (Qualitative evaluation)
Metode ini dibuat untuk mempelajari isu‐isu yang dipilih
secara mendalam dan mendetail. Kedalaman analisis dan
tingkat kedetailan tinggi sangat diperlukan untuk
menentukan pertanyaan‐pertanyaan yang tepat dalam
melakukan evaluasi dan untuk mengidentifikasi kondisi
situasional dan kontekstual, di mana
kebijakan/program/kegiatan yang telah dilaksanakan
menghasilkan suatu parameter tertentu yang akan
menunjukkan secara jelas tingkat keberhasilan/dampak positif
yang dihasilkan atau justru gagal untuk mencapai tujuan yang
didisain untuk dicapai.
6. Penilaian dan evaluasi ekonomi (Economic appraisal and
evaluation)
Kebijakan pemerintah berupa program dan kegiatan yang
menimbulkan konsukuensi alokasi sumberdaya publik (dalam
konteks ini adalah alokasi anggaran) yang langka dan
terbatas, harus berkompetisi terhadap berbagai permintaan
dan kepentingan.
Terdapat beberapa jenis penilaian ekonomi dan evaluasi
ekonomi yang berbeda. Tipe yang paling sederhana adalah
penilaian dan evaluasi biaya, yaitu secara sederhana
membandingkan antara biaya dari kebijakan‐kebijakan yang

Bab III Penerapan KPJM di Indonesia | 18


PENERAPAN KERANGKA PENGELUARAN JANGKA MENENGAH (KPJM)

berbeda tanpa mempertimbangkan hasil pencapaian outcome.


Kelemahannya adalah sangat sedikit informasi mengenai
keefektifan relatif atau keuntungan dari kebijakan‐kebijakan
yang berbeda. Tipe penilaian dan evaluasi ekonomi lainnya
yang berguna bagi pembuatan keputusan, misalnya analisis
biaya‐keefektifan (cost‐effectiveness analysis) dan analisis biaya‐
manfaat (cost –benefit analysis).

- Cost‐effectiveness analysis membandingkan biaya‐biaya


yang berbeda meliputi biaya‐biaya dalam mencapai
target yang diberikan. Sementara cost‐benefit analysis
mempertimbangkan manfaat yang berbeda yang dapat
diperoleh dengan pengeluaran sumber daya tertentu.
Analisis ini juga mempertimbangkan alternatif‐
alternatif penggunaan sumber daya atau biaya
kesempatan yang hilang (opportunity cost) dalam
melaksanakan program/kegiatan dibandingkan dengan
program/kegiatan lainnya.

- Penilaian ekonomi lainnya yang dapat digunakan


adalah analisis biaya utilitas (cost utility analysis) yaitu
menilai kegunaan dari outcome‐outcome yang berbeda
bagi pengguna yang berbeda dan konsumen dari
kebijakan atau pelayanan yang diberikan.

Penyusunan Prioritas

Pada dasarnya dalam tahap ini, pemerintah harus melakukan


penyusunan prioritas kembali berdasarkan hasil evaluasi pada
tahap sebelumnya. Penyusunan prioritas kembali ini perlu
dilakukan untuk memastikan kebijakan‐kebijakan pemerintah

Bab III Penerapan KPJM di Indonesia | 19


PENERAPAN KERANGKA PENGELUARAN JANGKA MENENGAH (KPJM)

yang akan dilaksanakan pada tahun anggaran berikutnya. Di


samping itu, pada tahapan ini pemerintah akan mengetahui
seluruh kebijakan‐kebijakan publik yang akan dijalankan pada
tahun anggaran berikutnya, baik berupa kebijakan‐kebijakan
terusan/lanjutan maupun kebijakan‐kebijakan baru (new
initiatives) sehingga pemerintah dapat melakukan alokasi
pendanaan anggaran sesuai dengan tingkat urgensinya pada
tahapan selanjutnya.

Untuk keperluan itu, maka pada tahapan ini hal yang paling
penting dilakukan oleh pemerintah adalah menyusun sebuah
daftar prioritas kebijakan‐kebijakan yang akan dilaksanakan agar
dalam proses berikutnya Pemerintah, dalam hal ini adalah
Menteri Keuangan sebagai otoritas fiskal, dapat melakukan
penghitungan alokasi pendanaan yang dibutuhkan dan
disesuaikan dengan sumber daya anggaran yang tersedia
(resources availability).

Proses Penganggaran

Dalam tahapan ketiga ini, akan dilakukan proses penghitungan


alokasi pendanaan masing‐masing kebijakan berdasarkan daftar
prioritas kebijakan yang ada sesuai dengan sumber daya
anggaran yang tersedia. Proses penganggaran akan dilaksanakan
dengan mempertimbangkan hal‐hal sebagai berikut:
1. Jika merupakan kebijakan lanjutan maka identifikasi
pendanaannya menggunakan asumsi pendanaan tahun
sebelumnya ditambah dengan penyesuaian‐penyesuaian
terhadap parameter‐parameter yang ada.

Bab III Penerapan KPJM di Indonesia | 20


PENERAPAN KERANGKA PENGELUARAN JANGKA MENENGAH (KPJM)

2. Jika merupakan kebijakan baru maka identifikasi


pendanaannya menggunakan metodologi penilaian
kebutuhan (need assesment) dan penilaian ekonomi (economic
appraisal).

Penetapan Baseline

Yang dimaksud dengan Baseline dalam konteks ini adalah seluruh


biaya yang ditimbulkan untuk melaksanakan kebijakan
Pemerintah pada saat Tahun Anggaran ini dan tahun‐tahun
berikutnya dalam jangka menengah. Untuk itu pemerintah akan
menetapkan baseline berdasarkan penjumlahan antara
pendanaan kegiatan berjalan dan pendanaan atas usulan kegiatan
baru.

Penetapan Parameter

Parameter adalah variabel ekonomi atau spesifik (terkait)


program dimana pengelola/pelaksana operasional kebijakan &
pemerintah tidak memiliki kendali untuk mempengaruhi harga
atau biaya dari keluaran. Dalam rangka menetapkan angka‐angka
untuk prakiraan maju (forward estimate) digunakan 2 jenis
parameter, yaitu parameter ekonomi dan parameter nonekonomi.
Kesepakatan dibutuhkan untuk menghasilkan dan
mengaplikasikan perkiraan parameter untuk prakiraan maju.
Pada dasarnya penetapan parameter ini akan digunakan sebagai
dasar untuk menentukan resources envelope yang merupakan
estimasi topdown mengenai ketersediaan sumber daya untuk
pengeluaran publik yang konsisten dengan stabilitas makro‐
fiskal.

Bab III Penerapan KPJM di Indonesia | 21


PENERAPAN KERANGKA PENGELUARAN JANGKA MENENGAH (KPJM)

Gambar 3.5 Contoh Parameter‐Parameter Ekonomi

Sumber: Data Pokok APBN 2008

Di samping itu hal yang sangat penting adalah penyesuaian


tersebut dilakukan pada Prakiraan Maju, jika tidak maka
pendanaan yang disediakan tidak akan mencukupi untuk
melaksanakan program sesuai dengan yang direncanakan oleh
pemerintah.

Penetapan Prakiraan Maju 3 Tahun Anggaran

Dalam konteks perencanaan dan penganggaran di Indonesia,


implementasi mekanisme Kerangka Pengeluaran Jangka
Menengah idealnya adalah dalam jangka 5 (lima) tahun, sesuai
dengan masa jabatan seorang Presiden terpilih. Hal ini
disebabkan karena pada prinsipnya, KPJM di Indonesia adalah
perwujudan visi Presiden terpilih yang disampaikan pada masa
kampanye, sehingga dalam hal ini KPJM akan berperan sebagai
salah satu instrumen akuntabilitas pemerintah terhadap
masyarakat. Akan tetapi dengan mempertimbangkan kondisi dan
lingkungan makroekonomi nasional yang begitu dinamis, akan
relatif sulit untuk menyajikan indikasi ketersediaan sumber daya
anggaran (resource envelope) yang relatif akurat sebagai indikasi
pendanaan jangka menengah.

Bab III Penerapan KPJM di Indonesia | 22


PENERAPAN KERANGKA PENGELUARAN JANGKA MENENGAH (KPJM)

Dinamika perubahan parameter‐parameter makro‐fiskal yang


signifikan dampaknya terhadap pembentukan besaran resource
envelope pemerintah, dikhawatirkan akan memiliki tingkat
disparitas yang relatif besar apabila disajikan dalam jangka 5
tahun sekaligus. Oleh karena itu periode 3 (tiga) setelah tahun
anggaran yang tengah disusun (t+3) diperkirakan cukup realistis,
terlebih lagi dalam konsep ʺrolling budgetʺ akan dilakukan
berbagai penyesuaian secara periodik untuk menghasilkan angka
indikasi resource envelope yang relatif akurat. Tingkat akurasi yang
baik dalam proyeksi ketersediaan sumber daya akan
memudahkan para perencana kebijakan untuk mendisain
kebijakan yang relatif lebih komprehensif, karena dimensi waktu
pencapaian sasaran secara konsisten akan dapat dilaksanakan
secara berkesinambungan, dan tidak hanya berorientasi hanya
kepada satu tahun anggaran semata.

Bab III Penerapan KPJM di Indonesia | 23


PENERAPAN KERANGKA PENGELUARAN JANGKA MENENGAH (KPJM)

BAB IV LANGKAH AWAL PENERAPAN


KPJM

4.1 Persiapan Penerapan KPJM

Dalam rangka penerapan KPJM untuk kementerian


negara/lembaga seiring dengan pelaksanaan restrukturisasi
program/kegiatan dan penerapan sistem penganggaran berbasis
kinerja, maka pengeluaran/belanja akan dibedakan menjadi 2
kelompok besar, yaitu:
1. Pengeluaran/belanja yang ditetapkan sebagai anggaran
belanja dasar (fixed cost).
Termasuk dalam kelompok belanja jenis ini adalah belanja
yang terdapat dalam komponen anggaran belanja dasar.
Komponen anggaran belanja dasar meliputi:

- Gaji dan Tunjangan.

- Operasional dan Pemeliharaan Perkantoran.


2. Pengeluaran/belanja yang dikelompokkan sebagai kelompok
anggaran belanja tidak tetap (variable cost).
Termasuk dalam kelompok belanja tidak tetap adalah
komponen anggaran belanja yang meliputi:

- Pelayanan birokrasi/publik dalam rangka pelaksanaan


tugas dan fungsinya.

Bab IV Langkah Awal Penerapan KPJM | 22


PENERAPAN KERANGKA PENGELUARAN JANGKA MENENGAH (KPJM)

- belanja yang terdapat dalam kegiatan yang bersifat


penugasan yaitu kegiatan prioritas nasional dan prioritas
kementerian negara/lembaga.

Gambar 4.1 Pengalokasian Anggaran sesuai dengan KPJM

4.2 Metodologi Penghitungan KPJM

Desain kegiatan sesuai dengan restrukturisasi program dan


kegiatan dalam rangka penerapan penganggaran berbasis kinerja
dibedakan menjadi 2 (dua) kelompok, yaitu:
1. Kegiatan teknis
Kegiatan teknis merupakan kegiatan yang dilaksanakan oleh
unit eselon II ataupun satuan kerja di daerah. Tipe kegiatan ini
dapat berupa kegiatan teknis yang bersifat generik dan
kegiatan teknis yang bersifat fungsional.
2. Kegiatan prioritas nasional.

Bab IV Langkah Awal Penerapan KPJM | 23


PENERAPAN KERANGKA PENGELUARAN JANGKA MENENGAH (KPJM)

Kegiatan prioritas nasional adalah kegiatan yang dilaksanakan


oleh kementerian negara/lembaga yang bersifat penugasan
dari pemerintah yang ditetapkan dalam RKP buku I.
Dalam rangka melakukan penghitungan dalam kerangka
pengeluaran jangka menengah terhadap kedua jenis kegiatan di
atas, maka metodologi penghitungan biayanya diatur sebagai
berikut:
1. Kegiatan Generik
Untuk kegiatan generik, komponen anggaran yang harus
diprioritaskan penghitungannya adalah gaji dan tunjangan, dan
operasional dan pemeliharaan kantor.

a. Untuk gaji dan tunjangan dihitung berdasarkan data base

b. Untuk operasional dan pemeliharaan kantor dihitung


dengan:

- menggunakan indeks biaya seperti tercantum dalam


standar biaya umum yang disesuaikan dengan besaran
inflasi tahunan

- memperhitungkan tunggakan operasional dan


pemeliharaan kantor pada tahun sebelumnya, misalnya:
tunggakan daya dan jasa

- memperhitungkan penambahan aset tahun sebelumnya.

- memperhitungkan pengurangan/penghapusan aset yang


telah ditetapkan oleh satuan kerja yang bersangkutan.
2. Kegiatan Teknis

Bab IV Langkah Awal Penerapan KPJM | 24


PENERAPAN KERANGKA PENGELUARAN JANGKA MENENGAH (KPJM)

Kegiatan teknis dikelompokkan menjadi kegiatan Teknis


Fungsional dan Kegiatan Prioritas Nasional.
Untuk kegiatan teknis yang bersifat fungsional, yaitu dalam
rangka melaksanakan tugas dan fungsinya masing‐masing,
maka mekanismenya adalah:

a. Menggunakan standar biaya khusus, jika satuan kerja yang


bersangkutan sudah menetapkan SBK.

b. Jika belum mempunyai SBK, maka harus memperhatikan:

- Parameter ekonomi khususnya besaran inflasi.

- Parameter nonekonomi yang bersifat spesifik kegiatan


yang telah diidentifikasi, khususnya menyangkut:

• Tunggakan terhadap pihak ketiga terkait dengan


pelaksanaan kegiatan teknis yang bersifat fungsional,
misalnya: tunggakan terhadap pihak penyedia bahan
makanan untuk para narapidana di Lapas.

• penambahan jumlah/target volume output kegiatan


yang akan dicapai pada tahun anggaran berikutnya.

• pengurangan jumlah/target volume output kegiatan


yang akan dicapai pada tahun anggaran berikutnya.

• satuan biaya/harga untuk mencapai jumlah/target


volume output kegiatan yang direncanakan.

- penyesuaian satuan biaya/harga dengan parameter


ekonomi (inflasi tahunan) dan parameter nonekonomi
(parameter spesifik kegiatan yang telah diidentifikasi).

Bab IV Langkah Awal Penerapan KPJM | 25


PENERAPAN KERANGKA PENGELUARAN JANGKA MENENGAH (KPJM)

Gambar 4.2 Metodologi Penghitungan KPJM

Metodologi
Penyesuaian
Penghitungan
Jenis Kegiatan Baseline Baru
Tipe Parameter Parameter
Volume
Biaya Ekonomi Nonekonomi

Gaji dan Data Kebijakan Baseline Baru


Tunjangan base baru di Gaji dan
pegawai bidang Tunjangan
1. Kegiatan
Kepegawaian
yang
bersifat Operasional dan Jumlah SBU Inflasi Penambahan Baseline Baru
generik Pemeliharaan Aset atau Operasional
Kantor Pengurangan dan
Aset Pemeliharaan
Kantor

Layanan Output SBK Inflasi Baseline Baru


2. Kegiatan
birokrasi/publik Layanan
yang
Output SBU Inflasi Parameter Baseline baru
bersifat
teknis Kegiatan spesifik kegiatan
kegiatan prioritas
SBK Inflasi

Untuk kegiatan yang bersifat penugasan yaitu kegiatan


prioritas nasional, yang harus diperhatikan dalam menghitung
biaya untuk KPJM adalah:

a. Apakah prioritas nasional yang ditugaskan tersebut bersifat


multi tahun?

b. Jangka waktu pencapaian output yang direncanakan apakah


melebihi satu tahun anggaran.

Bab IV Langkah Awal Penerapan KPJM | 26


PENERAPAN KERANGKA PENGELUARAN JANGKA MENENGAH (KPJM)

c. Parameter ekonomi khususnya besaran inflasi yang


mempengaruhi harga dan biaya kegiatan prioritas nasional.

d. Parameter nonekonomi yang bersifat spesifik kegiatan yang


telah diidentifikasi, khususnya menyangkut:

- penambahan jumlah/target volume output kegiatan yang


akan dicapai pada tahun anggaran berikutnya.

- pengurangan jumlah/target volume output kegiatan yang


akan dicapai pada tahun anggaran berikutnya.

e. Satuan biaya/harga untuk mencapai jumlah/target volume


output kegiatan yang direncanakan.

f. Penyesuaian satuan biaya/harga dengan parameter ekonomi


(inflasi tahunan) dan parameter nonekonomi (parameter
spesifik kegiatan yang telah diidentifikasi).

Bab IV Langkah Awal Penerapan KPJM | 27


PENERAPAN KERANGKA PENGELUARAN JANGKA MENENGAH (KPJM)

4.3 Langkah Awal Penerapan KPJM

Gambar 4.3 Penerapan KPJM

Sebagai langkah awal penerapan KPJM maka kementerian


negara/lembaga diminta untuk melaksanakan hal‐hal sebagai
berikut:
1. Pagu program dan kegiatan dalam pagu definitif tahun
anggaran 2010 ditetapkan sebagai angka dasar (baseline)
untuk masing‐masing kementerian negara/lembaga.
2. Lakukan evaluasi terhadap program dan kegiatan‐kegiatan
tahun 2010 untuk menentukan program dan kegiatan‐kegiatan
beserta dengan subkegiatan‐subkegiatan yang akan
dilanjutkan pada tahun anggaran berikutnya.
3. Hasil evaluasi terhadap kegiatan harus dapat menunjukkan:

Bab IV Langkah Awal Penerapan KPJM | 28


PENERAPAN KERANGKA PENGELUARAN JANGKA MENENGAH (KPJM)

a. Komponen‐komponen subkegiatan dan anggarannya


yang tetap harus dialokasikan untuk tahun anggaran
berikutnya;
b. Komponen‐komponen subkegiatan dan anggarannya
yang tidak dialokasikan kembali untuk tahun anggaran
berikutnya karena sudah tercapai subkeluarannya.
4. Lakukan penghitungan terhadap kegiatan yang komponen‐
komponen subkegiatannya harus tetap dialokasikan
pendanaannya pada tahun anggaran berikutnya. Kebutuhan‐
kebutuhan tersebut meliputi:

a. Kebutuhan anggaran untuk subkegiatan pembayaran gaji


dan tunjangan dengan melakukan penyesuaian terhadap
data base kepegawaian jika terdapat kebijakan baru di
bidang kepegawaian.

b. Kebutuhan anggaran untuk subkegiatan operasional dan


pemeliharaan kantor, termasuk di dalamnya jika terdapat
tunggakan‐tunggakan pada pihak ketiga, dengan
melakukan penghitungan berdasarkan indeks biaya yang
berlaku.

c. Kebutuhan anggaran untuk melaksanakan tugas dan


fungsi dihitung dengan:

- menggunakan standar biaya khusus yang berlaku,

- jika belum menggunakan standar biaya khusus, maka


menggunakan rencana anggaran biaya (RAB) yang
disesuaikan dengan standar biaya umum yang berlaku

Bab IV Langkah Awal Penerapan KPJM | 29


PENERAPAN KERANGKA PENGELUARAN JANGKA MENENGAH (KPJM)

dan target jumlah layanan publik/birokrasi yang akan


dilaksanakan sesuai dengan tugas dan fungsinya.

d. Kebutuhan anggaran untuk melaksanakan kegiatan


prioritas nasional (on going policies) yang ditetapkan
berlanjut pada tahun anggaran berikutnya, dengan
melakukan penghitungan berdasarkan:

- alokasi anggaran tahun sebelumnya,

- dilakukan penyesuaian terhadap satuan biaya/harga


yang digunakan sesuai dengan indeks yang berlaku dan
besaran inflasi,

- target output yang akan dicapai (parameter nonekonomi


/spesifik kegiatan prioritas nasional).
5. Hasil penghitungan tersebut akan dijadikan angka dasar
anggaran baru yang ditetapkan untuk prakiraan maju 3 tahun
berikutnya.
Contoh:
1. Kegiatan Generik

Gambar 4.4 Contoh Perhitungan Kegiatan Generik

No. Program/ Kegiatan Realisasi Anggaran Prakiraan Maju

2010 2011 2012 2013 2014

1. Pengelolaan Anggaran Negara

Kegiatan Dukungan Manajemen dan 90 99 99 99 99


Dukungan Teknis Lainnya Direktorat

Bab IV Langkah Awal Penerapan KPJM | 30


PENERAPAN KERANGKA PENGELUARAN JANGKA MENENGAH (KPJM)

Jenderal Anggaran

- Subkegiatan Pengelolaan Gaji, 50 55 55 55 55


Honorarium dan Tunjangan

- Subkegiatan Penyelenggaraan 40 44 44 44 44
Operasional dan Pemeliharaan
Kantor

Keterangan:
Kegiatan generik pada DJA, yaitu Kegiatan Dukungan
Manajemen dan Dukungan Teknis Lainnya pada Sekretariat
Direktorat Jenderal Anggaran TA 2010 mendapatkan alokasi
sebesar Rp 90. Alokasi sebesar Rp 90 menjadi angka dasar bagi
alokasi tahun 2011.
Pada TA 2011, pemerintah menetapkan kebijakan kenaikan
gaji pegawai sebesar 10% dan menetapkan Peraturan Menteri
Keuangan tentang SBU disesuaikan dengan besaran inflasi
sebesar 10%.
Berdasarkan kebijakan tersebut maka, Sekretariat Dijten
Anggaran akan melaksanakan penyesuaian terhadap Kegiatan
Dukungan Manajemen dan Dukungan Teknis Lainnya untuk
tahun anggaran 2011, 2012, 2013 dan 2014 (lihat tabel di atas).
2. Kegiatan Teknis Fungsional
Kegiatan Teknis Fungsional pada Direktorat Sistem
Penganggaran, DJA.

Gambar 4.5 Contoh Kegiatan Teknis Fungsional

No. Program/ Kegiatan Realisasi Anggaran Prakiraan Maju

2010 2011 2012 2013 2014

1. Pengelolaan Anggaran Negara

Kegiatan Pengembangan Sistem 200 200 200 200 200

Bab IV Langkah Awal Penerapan KPJM | 31


PENERAPAN KERANGKA PENGELUARAN JANGKA MENENGAH (KPJM)

Penganggaran

Subkegiatan Pengembangan Sistem 50 50 50 50 50


Penganggaran

- Penyusunan Buku Pedoman 20


Penerapan PBK

- Penyusunan Buku Pedoman 20


Penerapan KPJM

- Penyusunan Buku Petunjuk Teknis 10 10 10 10 10


Penyusunan RKA-KL

- Evaluasi Penerapan PBK (new 10 10 10 10


initiatives)

- Evaluasi Penerapan KPJM (new 10 10 10 10


initiatives)

- Penyusunan Pedoman Monitoring 20 20 20 20


dan Evaluasi PBK dan KPJM (new
initiatives)

Subkegiatan Penyusunan Standar Biaya 40 40 40 40 40

Subkegiatan Harmonisasi Kebijakan 60 60 60 60 60


Penganggaran

Subkegiatan Pengembangan Teknologi 50 50 50 50 50


Informasi Penganggaran

Keterangan:
Kegiatan pada Direktorat Sistem Penganggaran adalah
Kegiatan Sistem Penganggaran. Kegiatan tersebut didukung
oleh subkegiatan‐subkegiatan sebagai berikut:
1. Subkegiatan Pengembangan Sistem Penganggaran
2. Subkegiatan Penyusunan Standar Biaya
3. Subkegiatan Harmonisasi Kebijakan Penganggaran
4. Subkegiatan Pengembagan Teknologi Informasi
Penganggaran
Masing‐masing subkegiatan didukung oleh beberapa aktivitas
dalam rangka mencapai target output masing‐masing.
Misalnya dalam contoh ini:

Bab IV Langkah Awal Penerapan KPJM | 32


PENERAPAN KERANGKA PENGELUARAN JANGKA MENENGAH (KPJM)

- Pada tahun anggaran 2010 subkegiatan Pengembangan


Sistem Penganggaran didukung dengan aktivitas‐aktivitas
sebagai berikut:
• Penyusunan Buku Pedoman Penerapan PBK
• Penyusunan Buku Pedoman Penerapan KPJM
• Penyusunan Buku Petunjuk Penyusunan RKA KL
- Pada tahun anggaran 2011 berdasarkan hasil evaluasi yang
dilaksanakan oleh Dit. Sistem Penganggaran untuk
subkegiatan Pengembangan Sistem Penganggaran sebagai
berikut:
• terdapat aktivitas‐aktivitas yang dinyatakan telah
selesai, yaitu penyusunan buku pedoman penerapan
PBK dan penyusunan buku pedoman KPJM
• terdapat aktivitas yang dilanjutkan, yaitu penyusunan
buku petunjuk teknis penyusunan RKA KL dan
• terdapat usulan aktivitas‐aktivitas baru, yaitu evaluasi
buku pedoman penerapan PBK, evaluasi buku
pedoman penerapan KPJM dan monitoring evaluasi
pelaksanaan PBK dan KPJM
3. Kegiatan Prioritas Nasional

Bab IV Langkah Awal Penerapan KPJM | 33


PENERAPAN KERANGKA PENGELUARAN JANGKA MENENGAH (KPJM)

Gambar 4.6 Contoh Kegiatan Prioritas Nasional

No. Program/ Kegiatan Prioritas Nasional Realisasi Anggaran Prakiraan Maju

2010 2011 2012 2013 2014

Prioritas 1

Pemeliharaan Kesejahteraan Rakyat, serta


Penataan Kelembagaan dan Pelaksanaan
Sistem Perlindungan Sosial

Fokus 1

Perluasan akses pelayanan dasar


masyarakat miskin dan penyandang
masalah kesejahteraan sosial (PMKS)

- Penyelenggaraan Program Keluarga 1.000 1.100 1.100 1.100 1.100


Harapan

- Beasiswa untuk siswa miskin MI 200 230 230 230 230

- Beasiswa untuk siswa miskin SMA 170 193 193 193 193

- Pelayanan Kesehatan untuk penduduk 4.300 4.584 4.584 4.584 4.584


miskin di kelas III rumah sakit

- Penyediaan subsidi beras untuk rakyat 8.800 8.918 8.918 8.918 8.918
miskin (RASKIN)

Keterangan:
Dari contoh tabel kegiatan prioritas di atas, pada tahun
anggaran 2010 pemerintah menetapkan kegiatan prioritas 1,
fokus 1, terdiri atas 5 kegiatan prioritas nasional. Pada tahun
anggaran 2011 pemerintah menetapkan 5 kegiatan tersebut
dilanjutkan dengan melakukan penyesuaian terhadap volume
output dan harga satuan biaya yang digunakan.

4.4 Mekanisme Pengalokasian Anggaran

Dengan penerapan KPJM maka mekanisme pengalokasian


anggaran berubah secara signifikan, khususnya menyangkut
pengalokasian anggaran yang telah ditetapkan sebagai baseline.

Bab IV Langkah Awal Penerapan KPJM | 34


PENERAPAN KERANGKA PENGELUARAN JANGKA MENENGAH (KPJM)

Perubahan dalam pengalokasian anggaran tersebut secara detail


meliputi hal‐hal sebagai berikut:

- Pengalokasian anggaran diprioritaskan untuk memenuhi


hal‐hal yang bersifat wajib dan sudah ditetapkan dalam
angka dasar (baseline), yang meliputi: gaji dan tunjangan,
operasional dan pemeliharaan kantor, tunggakan pada
pihak ketiga, dan kegiatan yang ditetapkan dilanjutkan
pada tahun anggara berikutnya (multi tahun).

- Rincian penggunaan anggaran yang termasuk dalam


baseline tidak perlu dibahas kembali. Hal ini merupakan
wujud penerapan dari prinsip rolling budget, yaitu
anggaran yang ditetapkan sebagai baseline merupakan
angka dasar untuk rencana anggaran tahun berikutnya
dan hanya perlu dilakukan penyesuaian kembali angka
dasarnya (baseline adjustment) dengan parameter‐
parameter baru baik ekonomi maupun nonekonomi yang
ditetapkan oleh pemerintah pada tahun anggaran
berikutnya.

- Untuk usulan tambahan alokasi anggaran kegiatan baru


dapat diberikan kepada kementerian negara/lembaga
berdasarkan hasil penilaian dan evaluasi atas proposal
kegiatan baru yang diajukan dengan tetap mengacu pada
prioritas pembangunan nasional dan kemampuan
keuangan negara (national priority and fiscal space).

Bab IV Langkah Awal Penerapan KPJM | 35


PENERAPAN KERANGKA PENGELUARAN JANGKA MENENGAH (KPJM)

4.5 Peluang dan Tantangan Penerapan KPJM


Dalam rangka menerapkan KPJM terdapat beberapa hal yang
perlu mendapatkan pemahaman dan persepsi yang sama
khususnya mengenai pembahasan anggaran oleh DPR. Agar
KPJM dapat diterapkan secara efektif maka:
- Pembahasan di DPR harus fokus terhadap program dan
kegiatan‐kegiatan baru yang diusulkan oleh pemerintah.
- Secara teknis, pembahasan anggaran dititikberatkan pada
efektivitas dan efisiensi penggunaan anggaran yang
dikaitkan dengan target kinerja yang akan dicapai.
- Secara politis, pembahasan anggaran diarahkan pada hal‐
hal yang bersifat makro dan strategis, misalnya berapa
kontribusi terhadap pertumbuhan ekonomi, bagaimana
distribusi pembangunan dan dampaknya terhadap
kesejahteraan masyarakat serta kemudahan publik dalam
mendapatkan layanan publik, seperti kesehatan,
pendidikan, dll.

Bab IV Langkah Awal Penerapan KPJM | 36

Anda mungkin juga menyukai