Pendahuluan
Manusia diciptakan oleh Allah SWT tidak lain adalah untuk menyembah Kepada-Nya
sekaligus sebagai khalifah di muka bumi ini. Oleh karena itu, manusia diciptakan lebih
sempurna daripada makhluk lainnya dengan dibekali akal, pikiran, dan hati.
Tugasnya sebagai khalifah adalah melestarikan dan memanfaatkan segala apa yang ada di
muka bumi ini untuk kemakmuran umat manusia. Oleh karena itu, manusia memerlukan
ilmu pengetahuan. Dalam pandangan Islam menuntut ilmu itu sangat diwajibkan kepada
pemeluknya.
Ilmu pengetahuan dapat diperoleh dari adanya pendidikan. Pendidikan itu tidak akan
terjadi apabila tidak ada komponen-komponen yang sangat berkaitan dengan pendidikan
pendidikan), materi pendidikan, media pendidikan, dan lain sebagainya. Namun, yang
akan saya bahas dalam makalah ini adalah tentang subyek pendidikan yang diilhami dari
Pembahasan
Artinya: " Musa berkata kepadanya, "Bolehkah aku mengikutimu agar engkau
mengajarkan kepadaku (ilmu yang benar) yang telah diajarkan kepadamu (untuk
B. Tafsiran Ayat
Dalam ayat ini Allah menyatakan maksud Nabi Musa as datang kepada Al Khidir, yaitu
untuk berguru kepadanya. Nabi Musa memberi salam kepada Al Khidir berkata
kepadanya: "Saya adalah Musa". Al Khidir bertanya: "Musa dari Bani Israel?" Musa
menjawab: "Ya, benar! Maka Al Khidir memberi hormat kepadanya seraya berkata: "Apa
keperluanmu datang kemari?" Nabi Musa menjawab, bahwa beliau datang kepadanya
kepadanya sebagian ilmu yang telah Allah ajarkan kepada Al Khidir itu, yaitu ilmu yang
Dalam ayat ini Allah menggambarkan secara jelas sikap Nabi Musa sebagai calon murid
kepada calon gurunya dengan mengajukan permintaan berupa bentuk pertanyaan itu
berarti Nabi Musa sangat menjaga kesopanan dan mohon diperkenankan mengikutinya,
supaya Al Khidir sudi mengajarkan sebagian ilmu yang telah Allah berikan kepadanya.
Sikap yang demikian menurut Al Qadi, memang seharusnya dimiliki oleh setiap pelajar
Dalam buku tafsir yang dikarang oleh Tim penafsir UII Yogyakarta, ayat ini menyatakan
bahwa maksud Nabi Musa as datang kepada al-Khidir, yaitu untuk berguru kepadanya.
Nabi Musa as memberi salam kepada al-Khidir seraya berkata, "Saya adalah Musa". Al-
Khidir bertanya kepadanya (Nabi Musa as), "Musa dari Bani Isra'il?". Musa menjawab,
"Ya benar!". Maka al-Khidir memberi hormat kepadanya seraya berkata, "Apa
mengajarkan kepadanya sebagian ilmu yang telah Allah ajarkan kepada al-Khidir itu,
Dalam ayat ini Allah menggambarkan secara jelas sikap Nabi Musa as sebagai calon
murid kepada calon gurunya dengan mengajukan permintaan berupa bentuk pertanyaan,
itu berarti Nabi Musa as sangat menjaga kesopanan dan merendahkan hati. Beliau
supaya al-Khidir sudi mengajarkan sebagian ilmu yang telah Allah berikan kepadanya.
Sedangkan di dalam tafsir al-Mishbah karangan Prof. Dr. Muhammad Quraish Shihab
dijelaskan bahwa ucapan Nabi Musa as terhadap al-Khidir tersebut sangat halus. Beliau
tidak menuntut untuk diajar tetapi permintaannya diajukan dalam bentuk pertanyaan,
diharapkannya itu sebagai ikutan, yakni beliau menjadikan diri beliau sebagai pengikut
dan pelajar. Beliau juga menggarisbawahi kegunaan pengajaran itu untuk dirinya secara
pribadi, yakni untuk menjadi petunjuk baginya. Di sisi lain, beliau mengisyaratkan
keluasan ilmu hamba yang shaleh itu sehingga Nabi Musa as mengharap kiranya dia
mengajarkan sebagian dari apa yang telah diajarkan kepadanya. Dalam konteks itu Nabi
Musa as tidak menyatakan "apa yang engkau ketahui wahai hamba Allah" karena beliau
sepenuhnya beliau sadar bahwa ilmu pastilah bersumber dari satu sumber, yakni dari
Allah Yang Maha Mengetahui. Memang, Nabi Musa as dalam ucapannya itu tidak
menyebut nama Allah sebagai sumber pengajaran karena hal tersebut telah merupakan
aksioma bagi manusia beriman. Di sisi lain, di sini kita menemukan hamba yang shaleh
itu juga penuh dengan tata karma. Beliau tidak langsung menolak permintaan Nabi Musa
as, tetapi menyampaikan penilaiannya bahwa nabi agung itu tidak akan bersabar
mengikutinya sambil menyampaikan alas an yang sungguh logis dan tidak menyinggung
C. Penjelasan
Agama Islam yang dibawakan oleh Nabi Muhammad SAW tidak lain adalah sebagai
rahmatan li al-'Alamin (rahmatan bagi seluruh alam) dan diutusnya Nabi Muhammad
SAW adalah untuk menyempurnakan akhlak yang mulia. Dengan demikian tentunya
agama Islam sangat memperhatikan aspek akhlak di mana pun, kapan pun, dan
bagaimana pun, baik itu pada aspek ekonomi, politik, sosial, budaya, pendidikan, dan
aspek lainnya. Namun, yang akan saya paparkan dalam makalah ini adalah betapa
Pendidikan secara umum adalah sebuah proses transfer ilmu dari satu pihak ke pihak lain
atau dari generasi yang satu ke generasi yang lain secara bertahap yang memiliki tujuan
yang absah dan bernilai. Tujuan dasar pendidikan itu sendiri adalah adanya perubahan
tingkah laku pada diri seorang murid. Sedangkan tujuan akhirnya adalah menghambakan
diri kepada Tuhan Yang Maha Esa agar bahagia di dunia dan di akhirat.
Dari pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa pendidikan Islam adalah proses
transfer ilmu (ajaran Islam) dari satu pihak ke pihak lain atau dari satu generasi ke
generasi lain yang memiliki tujuan dasar yaitu perubahan tingkah laku pada diri seorang
murid dan memiliki tujuan akhir, yakni menghambakan diri kepada Allah SWT untuk
Kembali ke pokok bahasan ayat ini, penafsiran ayat di atas kurang lebihnya dapat
dijelaskan, di antaranya adalah mengenai etika interaksi seorang pendidik dengan anak
didiknya. Pendidik dan anak didik adalah komponen dasar dari sebuah pendidikan karena
sangatlah mustahil pendidikan akan terjadi apabila salah satu dari komponen dasar
Pendidik dan anak didik keduanya memiliki tugas atau kewajibannya masing-masing.
sedangkan anak didik berkewajiban menuntut ilmu dari seorang pendidik. Karena peran
seorang pendidik sangat besar terhadap anak didiknya, maka seorang anak didik harus
termasuk bagian dari aspek akhlak (etika). Penghoramatan seorang anak didik terhadap
seorang pendidiknya telah dicontohkan oleh Nabi Musa as terhadap al- Khidir. Di antara
bentuk-bentuk penghormatan Nabi Musa as terhadap al- Khidir adalah berbicara dengan
lemah lembut, tidak banyak bicara, dan menganggap al-Khidir lebih tahu daripada
dirinya.
Dari gambaran kisah tersebut di atas dapat dijelaskan bahwa ada beberapa bentuk
diperhatikan dan diterapkan oleh seorang anak didik, sebagaimana yang terdapat dalam
kitab Ta'lim Muta'alim karangan Syaikh Ibrahim bin Ismail, di antaranya adalah:
6.Jika berkunjung pada guru harus menjaga waktu, dan jika guru belum keluar maka
Selain itu intisari dari ayat tersebut di antaranya adalah bahwa seorang murid harus
mempunyai tekad yang tinggi dan bersungguh-sungguh terhadap apa yang akan
dipelajarinya, mengapa demikian? Karena dengan tekad yang tinggi dan usaha yang
sungguh-sungguh maka apa yang ia cita-citakan akan tercapai seperti apa yang telah
berhasil".
Seorang pendidik hendaknya menuntun anak didiknya dan memberi tahu kesulitan-
kesulitan yang akan dihadapi dalam menuntut ilmu, dan mengarahkannya untuk tidak
mempelajari sesuatu jika sang pendidik mengetahui bahwa potensi anak didiknya tidak
sesuai dengan bidang ilmu yang akan dipelajarinya. Di sinilah peran guru sangat penting
sebagai penuntun bagi anak didiknya dan sebagai teladan bagi anak didiknya karena
tujuan dasar dari pendidikan, yakni perubahan tingkah laku anak didik, salah satunya
adalah tergantung dari pendidiknya. Jika pendidiknya memberikan teladan yang baik
maka anak didiknya akan mengikutinya, begitu juga sebaliknya jika pendidiknya
memberikan teladan yang tidak baik maka anak didiknya akan mengikutinya.
Perlu dijelaskan kembali bahwa seorang pendidik tidak hanya memberikan teladan yang
baik bagi anak didiknya saja melainkan menuntun anak didiknya. Dalam hal ini seorang
tokoh pendidikan Indonesia yang juga disebut sebagai "Bapak Pendidikan" Indonesia Ki
Di depan harus memberikan teladan yang baik, di tengah harus membangun semangat
yang tinggi, dan di belakang harus menuntun ke arah yang baik. Begitu kiranya arti dari
ungkapan Ki Hajar Dewantara tersebut untuk dapat diterapkan oleh seorang pendidik.
Begitu juga keinginan menuntut ilmu timbul bukan atas tuntutan orang lain termasuk
tuntutan dari seorang guru akan tetapi timbul atas tuntutan pribadi karena hal ini akan
memupuk sikap bertanggungjawab atas dirinya sendiri, hal ini telah dicontohkan oleh
Manusia diciptakan oleh Allah SWT dengan dikenai taklif yang menuntutnya untuk
orientasi dari pendidikan itu adalah mencetak manusia yang bertanggungjawab secara
Kesimpulan
Pendidikan adalah suatu proses transfer ilmu dari satu pihak ke pihak lain atau dari satu
generasi ke generasi lain yang mempunyai tujuan dasar yaitu terjadinya perubahan
tingkah laku anak didik dan tujuan akhir yaitu menghambakan diri kepada Tuhan Yang
Maha Esa.
Dalam pendidikan terjadi proses interaksi antara pendidik dan anak didik. Dalam
interaksi inilah tentunya ada aturan-aturan (etika-etika) sendiri dalam Islam seperti apa
yang terdapat dalam al-Qur'an dan as-Sunnah. Etika-etika tersebut tentunya mengatur
bagaimana cara interaksi yang baik antara pendidik dengan anak didik, seperti bagaimana
seorang murid berbicara kepada seorang gurunya, bagaimana adab ketika belajar, dan
sebagainya.
Pendidik harus memahami potensi anak didiknya agar pelajaran yang hendak diajarkan
sesuai dengan tingkat kematangan (maturasi) anak didiknya. Pendidik dan anak didik
harus mempunyai tekad yang kuat dan usaha yang sungguh-sungguh. Selain itu, bagi
anak didik keinginan untuk menuntut ilmu adalah timbul dari kenginannya sendiri agar
dapat memupuk rasa tanggungjawab karena pada hakikatnya manusia diciptakan oleh
Tuhan Yang Maha Esa tidak lain adalah untuk menghambakan diri kepada-Nya dan dari
Daftar Pustaka
Departemen Agama RI, Al-Qur'an dan Terjemahannya. Jakarta: PT Syamil Cipta Media,
2005.
Shihab, M. Quraish, Tafsir al-Mishbah Edisi Baru Vol. VII. Jakarta: Lentera Hati, 2009.
Cet. I.
Team Penafsir UII, Al-Qur'an dan Tafsirnya. Yogyakarta: PT Dana Bhakti Wakaf, tt.
Bin Ismail, Syeikh Ibrahim, Syarh Ta'lim Muta'alim. Penerjemah Drs. M. Ali Chasan
Pengertian guru
Khidir in siapa ?