Anda di halaman 1dari 5

Misteri Pengacau Dapur

Desa Kelapa adalah sebuah desa yang terletak di pinggiran Jakarta Timur. Di
desa itu, terdapat sebuah rumah kecil yang menjadi tempat tinggal Adora dan
keluarganya. Di dalam rumah itu, ada sebuah rak buku tua yang dicat berwarna
merah. Rak buku itu berisi banyak buku novel yang bertema misteri, seperti Sherlock
Holmes dan lain-lain. Buku-buku yang sudah dibaca berulang kali ini merupakan
koleksi buku novel milik Adora.

Adora adalah seorang anak berumur 12 tahun yang senang dengan hal-hal
yang berbau misteri. Setiap hari, Adora menghabiskan waktu membaca novel
miliknya. Anak ini bercita-cita ingin menjadi seorang detektif yang dapat
memecahkan berbagai misteri yang sulit dan tidak pernah dipecahkan sebelumnya.
Oleh karena itu, dia memanggil dirinya sendiri Detektif Adora. Dia juga mengangkat
adiknya, Emilia yang berumur 9 tahun sebagai asistennya. Emilia senang bermain
pura-pura bersama Adora.

Setiap malam, mereka membantu Ayah dan Ibu membersihkan rumah. Adora
senang mencuci piring untuk meringakan beban orang tuanya. Sementara itu, Emilia
adalah anak yang pemalas. Dia lebih suka menonton kartun kesayangannya di TV
ruang tamu. Namun, Ayah dan Ibu cukup tegas, jadi Emilia terpaksa membersihkan
rumah.

Pada suatu hari, Adora bangun tidur lebih pagi karena dia ingin membahas
kembali soal-soal matematika yang sulit itu sebelum pergi ke sekolah. Dengan
berhati-hati agar tidak membangunkan adiknya yang tidur di ranjang sebelah, Adora
diam-diam menyelinap ke ruang tamu sambil membawa sebuah pensil dan buku
catatannya. Namun, terdapat sebuah kejutan aneh yang menyambutnya di ruang
tamu. Ruang tamu yang sudah disapu Ibu kemarin malam tiba-tiba berantakan.
Kertas coret-coretan dan vas bunga cantik yang untungnya terbuat dari plastik jatuh
di lantai. Adora berbalik dan melihat keadaan ruang makan dan dapur juga sama
berantakannya. Rupanya, sebuah gelas beling telah menjadi korban dari insiden ini.

Dengan panik, Adora membangunkan Emilia, kemudian Ayah dan Ibu.


Setelah melihat kondisi rumah yang sudah kacau balau, mereka berdiskusi apa yang
menyebabkan kasus ini terjadi. “Tidak mungkin ada pencuri yang masuk ke rumah
kita. Tadi Ayah sudah mengecek, perhiasan-perhiasan dan dokumen-dokumen
penting kita tidak tersentuh sama sekali,” ujar Ayah dengan syukur. Kemudian, Ayah
memandang Emilia dengan tatapan curiga. “Emilia, apakah kamu yang
mengacaukan rumah kita? Kemarin, kan kamu marah-marah ketika Ibu
menyuruhmu mengelap meja. Selain itu, kamu adalah orang yang paling nakal di
rumah kita. Tahun lalu, kamu mengecat motor Ayah. Bulan lalu kamu mengotori
lantai dengan bedak. Kamu juga pernah-” Dengan marah, Emilia memotong
perkataan Ayah, “Enak saja, mengapa aku yang dituduh?”

“Kalian semua salah. Ini pasti perbuatan hantu!” ujar Ibu. Semua orang
langsung menatap ibu dengan kebingungan. “Minggu lalu, Ibu bermimpi dikejar oleh
hantu merah. Konon, jika kamu bermimpi dikejar hantu merah, dia akan datang ke
dunia nyata,” kata Ibu dengan muka yang pucat. Ayah, Ibu, dan Emilia kembali
berdebat mengenai pelaku kasus ini. Sementara itu, Adora terdiam saja. Adora
memutar otak, mengapa hal ini bisa terjadi. Tentu saja hantu tidak nyata, cerita yang
Ibu ceritakan hanya gosip yang tidak jelas asalnya dari mana. Emilia juga
kemungkinan besar bukan pelakunya. Kemarin malam, Emilia tidur lebih dulu. Jika
dia bangun tengah malam, pasti Adora juga terbangun.

“Sudahlah, jangan marah-marah. Kita bersihkan dulu saja rumah kita, setelah
itu baru berdiskusi lagi,” usul Adora. Ayah, Ibu, dan Emilia menganguk setuju.
Keluarga Adora berusaha membersihkan rumah secepat mungkin karena mereka
harus bersiap-siap untuk memulai hari. Setelah selesai membersihkan rumah dan
sarapan, Adora dan Emilia langsung berjalan ke sekolahnya. Sementara itu, Ayah
naik motor ke kantor.

Keesokan harinya, Adora dan keluarganya terbangun dengan keadaan rumah


yang berantakan lagi. Vas bunga plastik jatuh lagi ke lantai. Kertas-kertas kembali
berserakan di lantai. Untungnya, tidak ada gelas yang pecah kali ini. Kemarin
malam, Adora memasukkan semua peralatan makan yang terbuat dari beling ke
dalam rak. Adora segera meneliti detail-detail yang mungkin dia tidak perhatikan
kemarin. Dia merasa misteri ini seolah-olah meminta untuk diselesaikan olehnya.

Keluarga Adora kembali ribut berdiskusi. Ayah mengatakan bahwa Emilia


adalah pelaku dari kasus ini. Ibu yakin bahwa rumahnya dihantui oleh hantu. Ketika
mereka sedang berdiskusi, Adora menyadari suatu hal yang janggal. Bagian rumah
yang kotor hanya ruang tamu, ruang makan, dan dapur. Sementara itu, kamar tidur
dan kamar mandi tidak kotor sama sekali. Apa yang sebenarnya diinginkan pelaku?

Sepulang sekolah, Adora berjalan keliling lingkungan di sekitar rumah


bersama Emilia. “Emilia, kira-kira apa yang menyebabkan rumah kita menjadi
berantakan?” tanya Adora kepada Emilia. “Ah, mana aku tahu? Bukankah kamu
yang berperan sebagai sang detektif? Yang pasti, bukan aku yang
menyebabkannya,” sahut Emilia, “Adora, kamu percaya bukan aku pelakunya, kan?”
“Tentu saja, aku percaya kamu bukan pelakunya. Kamu adalah asistenku yang
paling baik walaupun kadang-kadang menyebalkan. Lagipula, kamu tidak memiliki
alasan untuk mengacaukan rumah,” ujar Adora. “Apakah mungkin, pelakunya adalah
sebuah hantu?” Emilia bertanya. Adora menggelengkan kepalanya dan menjawab
“Tidak mungkin pelakunya adalah hantu karena hantu itu tidak nyata. Semua cerita
paranormal pasti memiliki penjelasan saintifiknya.”

“Adora, Emilia, selamat sore!” sapa Pak Agus yang sedang mengecat
pagarnya. Pak Agus adalah tetangga Adora dan Emilia yang tinggal di belakang
rumah mereka. Adora dan Emilia segera melambaikan tangan kepada tetangga
mereka. “Selamat sore juga Pak! Apakah Bapak butuh bantuan mengecat pagar?”
ujar Adora. “Terima kasih, tapi Bapak bisa sendiri mengecat pagar,” ujar Pak Agus
sambil tersenyum, “tapi, jika kalian ingin membantu Bapak, kalian bisa membantu
memberi makan kucing Bapak.” “Bapak punya kucing?” ujar Emilia dengan kaget.
“Iya, minggu lalu, Bapak mengadopsi kucing itu. Namanya Siomay. Kalian boleh
bermain bersamanya di dalam rumah Bapak.” Pak Agus tertawa.

Adora dan Emilia segera masuk ke rumah tetangganya. Di dalam rumah itu,
ada seekor kucing kampung berwarna abu-abu. Mereka memberi makan kucing itu
sesuai dengan pesan Pak Agus, kemudian mengajak kucing itu bermain. Beberapa
jam kemudian, Pak Agus yang baru selesai mengecat pagarnya masuk ke dalam
rumahnya dan mentraktir dua anak itu biskuit. Setelah puas bermain dengan
Siomay, Adora dan Emilia pamit dan berjalan pulang ke rumahnya.

Hari sudah malam ketika Adora dan adiknya berbaring di atas ranjang
mereka. “Emilia, sepertinya aku sudah tahu siapa pelaku pengacau rumah ini,” ujar
Adora sambil menatap plafon kamarnya. “Hm? Siapa?” tanya Emilia yang
mengantuk. “Aku masih belum yakin, tapi kemungkinan besar pelakunya adalah-“
Adora tiba-tiba terdiam. Emilia menengok dengan wajah yang penasaran. “Tidurlah
terlebih dahulu. Nanti ketika kamu bangun, kamu akan tahu siapa pelakunya,” ujar
Adora sambil membuka buku novel detektif kesayangannya, “hari ini aku akan
bergadang. Aku ingin membuktikan hipotesisku.” “Curang! Mengapa aku harus tidur
sementara kamu boleh menghabiskan waktu membaca buku novel?” Emilia
menggerutu. Adora hanya tersenyum dan mengatakan “Nanti kamu juga akan
ketiduran 10 menit lagi.” “Huh, aku tidak akan tertidur secepat itu!” ujar Emilia.
Namun, tampaknya Adora benar. 10 menit kemudian, Emilia sudah jatuh ke dalam
dunia mimpi. Satu jam kemudian, Adora yang awalnya berniat untuk bergadang
tidak sengaja tidur juga.

Jarum jam menunjuk angka 1. Adora tiba-tiba terbangun. “Gawat!” pikirnya,


“apakah sang pelaku sudah datang?” Adora segera bergegas pergi ke ruang tamu.
Tiba-tiba, dia melihat sebuah makhluk yang bergerak. Mahkluk yang berjalan
dengan empat kaki itu berwarna abu-abu dan memiliki ekor yang berbulu. Adora
segera berlari kembali ke kamarnya dan membangunkan adiknya.

“Emilia! Bangun! Aku menemukan pelakunya!” Adora mengguncang-


guncangkan tubuh Emilia. Emilia langsung terbangun dan berlari ke luar bersama
Adora. Mereka mencoba untuk menangkap mahkluk aneh itu. “Cepat! Jangan
biarkan dia kabur!” teriak Emilia. Setelah beberapa menit, Adora akhirnya berhasil
menangkap sang pelaku dengan bantuan Emilia. Ternyata, pelaku itu adalah
Siomay, kucingnya Pak Agus.

Kucing itu mengeong-ngeong seolah-olah dia marah karena tertangkap basah


oleh Detektif Adora dan asistennya. “Astaga, mengapa kalian berisik sekali malam-
malam begini?” ujar Ibu yang terbangun mendengar keributan mereka. Ayah dan Ibu
langsung menyadari apa yang terjadi ketika mereka melihat Siomay. Setelah
mendengarkan penjelasan Adora, Ayah memutuskan untuk menaruh Siomay di
dalam kandang. Menurutnya, tidak baik membangunkan tetangga malam-malam
begini.

Keesokan harinya, Adora dan Emilia pergi ke rumah Pak Agus sebelum
berangkat sekolah. Pak Agus yang awalnya khawatir langsung tertawa ketika
mendengar ke mana Siomay pergi setiap malam. “Siomay memang rakus sekali.
Sepertinya dia pergi mencari makanan pada malam hari,” ujar Pak Agus. Pak Agus
meminta maaf dan berjanji untuk meninggalkan makanan kucing di tempat makan
Siomay setiap malam agar Siomay tidak pergi mencari makanan di malam hari.
Selain itu, Pak Agus mengajak keluarga Adora untuk makan malam di rumahnya
sebagai permintaan maaf.

Malam itu, keluarga Adora makan malam bersama Pak Agus di rumahnya.
Pak Agus meminta maaf lagi ke Ayah dan Ibu. Ayah juga meminta maaf kepada
Emilia karena sudah menuduhnya tanpa bukti. Ibu tertawa ketika menyadari bahwa
pelakunya bukan hantu. Setelah makan malam, Adora dan Emilia bermain sebentar
bersama Siomay. Pak Agus mengizinkan mereka untuk mengunjungi rumahnya
kapan saja untuk bermain bersama Siomay.

Suasana di Desa Kelapa kembali normal. Adora belajar banyak hal dari kasus
ini. Dia belajar untuk berpikir kritis dan skeptis. Walaupun Adora berharap kejadian
seperti ini tidak terjadi lagi, dalam hatinya dia tidak sabar menanti misteri berikutnya.
Mungkin, suatu hari dia akan menjadi detektif terhebat.

Anda mungkin juga menyukai