Anda di halaman 1dari 99

LAPORAN KERJA PRAKTEK

KONFIGURASI LOOP FLAME DETECTOR DI 4K-1/2/3

TRAIN E BADAK LNG

Oleh:
Jesidka
Palada NIM:
1902024

PROGRAM STUDI DIPLOMA TIGA


TEKNIK INSTRUMENTASI DAN ELEKTRONIKA MIGAS
SEKOLAH TINGGI TEKNOLOGI MINYAK DAN GAS BUMI
BALIKPAPAN
TAHUN 2022
ii
iii
iv
LEMBAR ORISINALITAS

Saya yang bertandatangan dibawah ini:

Nama : Jesidka Palada

NIM 1902024

Judul Kerja Praktek : KONFIGURASI LOOP FLAME DETECTOR DI

4K-1/2/3 TRAIN E BADAK LNG

Menyatakan bahwa dengan sebenarnya hasil karya tulis KERJA PRAKTEK ini benar –
benar hasil pemikiran dan pemaparan asli dari saya sendiri. Karya tulis KERJA
PRAKTEK ini BUKAN merupakan plagiarism, pencurian hasil karya orang lain, atau
hasil kerja orang lain untuk kepentingan saya. Jika terdapat karya orang lain, saya PASTI
mencantumkan sumber yang jelas.

Bila dikemudian hari diduga kuat ada ketidaksesuaian antara fakta dengan kenyataan pada
karya tulis KERJA PRAKTEK ini, saya bersedia diproses oleh kampus Sekolah Tinggi
Teknologi Minyak dan Gas Bumi Balikpapan untuk melakukan verifikasi dengan sanksi
berupa PENCABUTAN GELAR yang diperoleh karena karya tulis ini dan sanksi lain
sesuai dengan peraturan yang berlaku di Sekolah Tinggi Teknologi Minyak dan Gas Bumi
Balikpapan.

Pernyataan ini saya buat dengan kesadaran sendiri dan tidak atas tekanan ataupun paksaan
dari pihak manapun.

Balikpapan, 17 februari
2022 Yang membuat
pernyataan

Jesidka
v
Palada NIM:
1902024

vi
ABSTRAK

KONFIGURASI LOOP FLAME DETECTOR DI 4k-1/2/3 TRAIN E BADAK LNG

Oleh:Jesidka
Palada NIM:
1902024
Pembimbing Kerja Praktek : Ain Sahara, ST., M.Eng

HMCS (Hazard Monitoring Control System) merupakan sebuah sistem yang


berfungsi untuk memonitor dan mengontrol pencegahan terhadap bahaya kebakaran
pada kilang PT Badak LNG. Sistem keamanan HMCS memiliki beberpa detector
yang di kontrol oleh modul FSC (Fail Safe Control) yang kemudian datanya di
tampilkan pada MMI (Main Machine Interface) yang terletak di Train E PT Badak
LNG. Flame detector merupakan sebuah alat yang berfungsi untuk mendeteksi
percikan api, melalui sinar ultraviolet (UV) dan Sinar Infrared dan flame detector
tersebut di pasang pada kompressor yang ada di train LNG Badak, flame detector
yang digunakan di PT Badak LNG adalah flme detector tipe FLH-3100 yang
memiliki 2 buah sensor yaitu sensor Infrared dan sensor Ultra Violet. Sensor UV
mendeteksi panjang gelombang sekitar 0,19-0,26 µm atau dengan rentang panjang
190-260 nm. Detector ini mendeteksi kebakaran dan ledakan di antara 3-4 milidetik
melalui radiasi UV yang dipancarakan saat pelayanan. Sedangkan gelombang IR
mendeteksi gelombang radiasi infra red pada panjang gelombang 4,1-4,6 µm dari
satu pancaran cahaya, atau dengan rentang panjang 4100-4600 nm, detector ini
mendeteksi pancaran cahaya IR dengan Respon waktu 3-5 milidetik. Kemungkinan
terjadinya Trouble shooting dapat di ketahui dengan menggunakan Loop Drawing
dan Logic Diagram, untuk membantu mempermudah maintenance untuk
mengetahui trouble shooting yang terjadi baik pada fleme detector, kontroller dan
jalur komunikasinya. Yang dapat dilakukan dengan cara mengecek Impedensi pada
setiap HMCS Cabinent.

Kata kunci : Flame detector, HMCS, Troubleshooting, Instrument, FSC.

vii
KATA PENGANTAR

Puji syukur saya panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan
rahmatnya dan anugrahnya, sehingga saya dapat menyelesaikan Kerja Praktek yang
berjudul “Konfigurasi Loop Flame Detector Di 4-K1/2/3 Train E Badak LNG”. Tujuan
dari Kerja Praktek yang saya lakukan ini adalah untuk memenuhi kurikulum pendidikan di
Sekolah Tinggi Teknologi Minyak dan Gas Bumi Balikpapan sebagai salah satu syarat
untuk mendapatkan gelar Ahli Madya Teknik Instrumentasi Elektronika Migas di Sekolah
Tinggi Teknologi Minyak dan Gas Bumi Balikpapan.
Dalam pelaksanaan dan penyusunan Laporan Kerja Praktek ini, Penulis mendapatkan
bantuan berupa bimbingan, petunjuk, pendampingan, fasilitas dan nasehat. Oleh karena itu,
dengan hati yang ikhlas penulis menyampaikan penghargaan dan terima kasih kepada:
1. Tuhan Yesus Kristus yang selalu memberikan rahmat, hikmat dan kekuatan lahir
batin kepada saya untuk menyelesaikan laporan ini;
2. Kedua Orang Tua Penulis, adik dan kakak serta seluruh keluarga besar yang
telah banyak memberikan semangat dan motivasi serta doa yang tiada henti
sehingga Laporan Tugas akhir ini dapat terselesaikan;
3. Bapak Ardi Ferdian selaku Manager Instrument dan Electrical Perusahaan;

4. Bapak Iskandar Sobirin selaku Pembimbing Kerja Praktek di Perusahaan;

5. Bapak Dr. M. Lukman, ST., MT selaku Ketua STT MIGAS BALIKPAPAN;

6. Ibu Ain Sahara, ST., M.Eng selaku Ketua Program Studi D3 Teknik
Instrumentasi Elektronika Migas;
7. Ibu Ain Sahara, ST., M.Eng selaku Dosen Pembimbing Kerja Praktek;

8. Bapak Akhmadi Maulana, Mba Anggitha, Bu Ani, Mbak Naomi, Pak Kris, dan
seluruh karyawan di training section yang telah membantu dan menemani saya
selama menjalankan kerja praktek ini.
9. Bapak Afandi selaku Admin D3 Teknik Instrumentasi Elektronika Migas yang
sudah membantu dalam proses surat menyurat untuk melaksanakan Kerja
Praktek ini;
10. Seluruh Dosen dan Karyawan di STT Migas Balikpapan yang telah berjasa
kepada Penulis dengan memberikan ilmu pengetahuan yang dapat berguna di
masa yang akan datang;

viii
11. M. Khali, Andi Anwal Riski, Andika Saputra, Anisa Ardhilla, Ahmad Zein
Iqbal, dan M. Akbar Ali, yang telah saya anggap seperti keluarga saya sendiri
dan yang selalu memberi semangat dan dukungan dalam menyelesaikan Kerja
Praktek ini;
12. Jesidka Palada, diri saya sendiri yang telah berjuang selama 3 tahun dengan
penuh semangat dan pantang menyerah untuk menyelesaikan laporan ini.
13. Serta semua pihak yang belum sempat Penulis sebutkan satu persatu yang telah
membantu dalam proses pelaksanaan hingga penyelesaian Laporan Kerja
Praktek ini.
Penulis menyadari bahwa dalam penulisan dan penyusunan Laporan Kerja Praktek
ini masih banyak terdapat kekurangan, oleh sebab itu penulis memohon maaf yang sebesar-
besarnya dan sangat mengharapkan kritik dan saran yang bisa membangun motivasi. Pada
akhirnya, semoga Laporan Kerja Praktek ini dapat bermanfaat bagi semua pihak pada
umumnya dan khususnya bagi rekan-rekan di Sekolah Tinggi Teknologi Minyak dan Gas
Bumi Balikpapan.

Balikpapan, 17 februari 2022

Penulis

ix
DAFTAR ISI

HALAMAN PENGESAHAN PERUSAHAAN......................................................ii


HALAMAN PENGESAHAN PROGRAM STUDI...............................................iii
LEMBAR ORISINALITAS...................................................................................iv
ABSTRAK...............................................................................................................v
KATA PENGANTAR...........................................................................................vi
DAFTAR ISI........................................................................................................viii
DAFTAR GAMBAR................................................................................................x
DAFTAR TABEL...................................................................................................xi
BAB I PENDAHULUAN........................................................................................1
1.1. Latar Belakang...........................................................................................1
1.2. Tempat Kerja Praktek...............................................................................2
1.3. Rumusan Masalah......................................................................................2
1.4. Batasan Masalah........................................................................................2
1.5. Tujuan Kerja Prakt.....................................................................................2
1.6. Manfaat Kerja Praktek...............................................................................2
1.7. Metode Pengumpulan Data........................................................................3
1.8. Metode Penulisan.......................................................................................3
BAB II PROFIL PERUSAHAAN............................................................................4
2.1. Sejarah Perusahaan.....................................................................................4
2.2. Bidang Fokus Perusahaan..........................................................................8
2.3. Struktur Organisasi Perusahaan.................................................................9
2.4. Visi dan Misi Perusahaan.........................................................................13
2.5. Logo Perusahaan......................................................................................14
BAB III DASAR TEORI........................................................................................15
3.1. Hazard Monitoring Control System (HMCS)..........................................15
3.2. Fire Protection..........................................................................................16
3.2.1 Heat Detector...........................................................................................16
3.2.2 Spill Detector...........................................................................................17

x
3.2.3 Infrared Gas Detector..............................................................................18
3.2.4 Smoke Detector.......................................................................................21
3.2.5 Flame Detector........................................................................................24
3.3. Fire Protection..........................................................................................26

3.3.1. Water Spray, Water Deluge dan Water Curtain.......................................26


3.3.2. High and Low Expansion Foam..............................................................26
3.3.3. Fixed Dray Chemical.................................................................................27
3.3.4. FM 200...................................................................................................28
3.4. Prinsip Kerja Flame Detector.................................................................29
BAB IV PEMBAHASAN......................................................................................34
4.1. Konfigurasi Flame Detector Untuk HMCS.............................................34
4.2. Penggunaan Flame Detector di 4K-1/2/3 Train E..................................34
4.3. Main Control System...............................................................................37
4.3.1 Arsitektur FSC........................................................................................38
4.3.2 Central Part.............................................................................................38
4.3.3 Input/Output Interface............................................................................40
4.3.4 Konfigurasi dan Pemrograman...............................................................42
4.3.5 Panel FSC...............................................................................................45
4.3.6 Modul FSC.............................................................................................46
4.3.7 Panel general Monitor............................................................................48
4.4. MMI (Main Machine Interface)..............................................................48
4.4.1. Komunikasi Data Transfer.....................................................................49
4.4.2. Perawatan Pada FSC..............................................................................49
4.5. Troubleshooting dan Maintenance HMCS..............................................50
4.5.1 Hardware Troubleshooting.....................................................................51
4.5.2 Software Troubleshooting......................................................................57
BAB V PENUTUP.................................................................................................58
5.1. Kesimpulan..............................................................................................58
5.2. Saran........................................................................................................58

xi
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................60
LAMPIRAN I.........................................................................................................62
LAMPIRAN II.......................................................................................................63
LAMPIRAN III......................................................................................................67
LAMPIRAN IV......................................................................................................72
LAMPIRAN V......................................................................................................75

xii
DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Lokasi Bontang dan PT. Badak LNG...............................................................7

Gambar 2.2 Lokasi Sumur-sumur dan gas alam...................................................................8

Gambar 2.1 Struktur organisasi PT. Badak LNG...............................................................10

Gambar 2.2 Logo Perusahaan.............................................................................................11

Gambar 3.1 Diagram blok HMCS......................................................................................15

Gambar 3.2 Skema Heat detector.......................................................................................17

Gambar 3.3 Spill Detector..................................................................................................18

Gambar 3.4 Hubungan Energi dan Panjang gelombang.....................................................18

Gambar 3.5 Blok diagram metode pendeteksian infrared Gas detector.............................19

Gambar 3.6 Infrared Gas detector model IR 2100.............................................................20

Gambar 3.7 Chamber Ionisasi Smoke Detector.................................................................22

Gambar 4.8 photoelectric detector dalam keadaan normal (a), berasap (b)......................23
Gambar 3.9 Smoke detector................................................................................................24
Gambar 3.10 Flame Detector.............................................................................................24
Gambar 3.11 Respons spektral sensor IR dan Sensor UV..................................................25
Gambar 3.12 Water Spray..................................................................................................26
Gambar 3.13 Foam Sytem...................................................................................................27
Gambar.4.14 Tabung penyimpanan Dry Chemical............................................................28
Gambar 3.15 Unsur Kimia FM-200 (1,1,1,2,3,3,3,-heptaflouropropane)..........................28
Gambar 3.16 Respon spektral sensor IR dan sensor UV....................................................30
Gambar 3.17 Field of view FL 3100H secara Vertikal.......................................................31

Gambar 3.14 Field of view FL 3100H secara horizontal....................................................31


Gambar 3.19 Field of view FL 3101H secara vertikal........................................................32
Gambar 3.19 Field of view FL 3101H secara vertikal........................................................32
Gambar 4.1 Display MMI Flame Detector di fire station..................................................34

xiii
Gambar 4.2 Field Of view FL 3100H secara Horizontal...........................................35

Gambar 4.3 skema lokasi pemasangan flame detector di compressor Train E &
Tagging pada tiap tiapflame..................................................................36

Gambar 4.4 Arsitektur Dasar dari sistem FSC 12.......................................................38

Gambar 4.5 Arsitektur Sistem FSC di Badak LNG....................................................38

Gambar 4.7 Menu struktur dari sistem konfigurasi....................................................44

Gambar 4.8 Contoh konfigurasi Parameter Instrument..............................................44

Gambar 4.9 Contoh Functional logic diagram............................................................45

Gambar 4.10 Rack panel Dari Sistem FSC Honeywell..............................................46

Gambar 4.11 Flame Detector di MMI........................................................................49

Gambar 4.12 Diagram alir Troubleshooting flame detector.......................................50

Gambar 4.13 Loop Drawing Flame detector Train E.................................................51

Gambar 4.14 Uji coba Flame detector oleh teknisi....................................................52

Gambar 4.15 Kabel dari detector................................................................................54

Gambar 4.16 Terminal................................................................................................54

Gambar 4.17 Surge Arrester.......................................................................................55

Gambar 4.18 FTA Card..............................................................................................55

Gambar 4.19 FSC system Interface............................................................................56

Gambar 4.20 Indikator LED modul I/O pada Panel FSC...........................................56

Gambar 4.21 Translate Application............................................................................58

Gambar 4.7 Menu struktur dari sistem konfigurasi....................................................44

xiv
DAFTAR TABEL
Tabel 2.2 Komposisi Feed Gas..........................................................................................8

Tabel 2.2 Komposisi Produk LNG.....................................................................................9

Tabel 2.3 Komposisi Propana dan Butana..........................................................................9

Tabel 3.3 Arus keluaran FL 3100H untuk setiap kondisi.................................................33

Tabel 4.1 Arus keluaran FL 3100H untuk stiap kondisi...................................................35

Tabel 4.2 Tagging Flame Detector...................................................................................37

Tabel 3.1 Komunikasi interface FSC................................................................................40

Tabel 3.2 Data perbedaan Interface I/O............................................................................41


Tabel 4.3 Kemungkinan Permasalahan, Penyebab dan solusi yang terjadi pada Flame
Detector............................................................................................................53

xv
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar
Belakang

Berkembangnya ilmu pengetahuan dan teknologi di era globalisasi, saat ini


mendorong manusia untuk meningkatkan pengetahuannya, perkembangan
tersebut tidak pernah lepas dari tumbuhnya industri-industri baru di berbagai
bidang yang, didukung oleh peralatan penunjang yang mumpuni, salah satunya di
indonesia yang dikenal sebagai negara yang memiliki kekayaan alam khususnya
dalam bidang pertambangan, yakni Nikel, Emas, Minyak dan Gas bumi. Tumbuh
dan menjadi industri yang berkembang di indonesia.
Produksi Badak LNG yang berupa LNG dan LPG merupakan salah satu
bentuk bahan bakar yang mudah terbakar dan menimbulkan api apabila bereaksi
dengan oksigen dan panas hal ini merupakan ancaman terbesar bagi kilang Badak
LNG yang rentan akan adanya bahaya kebakaran atau ledakan. Oleh karena itu
badak LNG menggunakan sistem safety untuk dapat mengurangi resiko terjadinya
kecelakaan yang tidak diinginkan. Sistem safety tersebut adalah Hazard
Monitoring Control System (HMCS). HMCS merupakan sistem proteksi yang
berfungsi untuk mendeteksi adanya gejala kecelakaan atau ledakan pada suatu
area, mengontrol dan melindungi daerah tersebut dari kecelakaan yang tidak
diinginkan salah satu cara mendeteksi pada HMCS adalah dengan menggunakan
Flame Detector untuk mendeteksi adanya percikan api dengan dua lensa detektor
yaitu IR (Infra red) dan UV (ultraviolet) kedua lensa tersebut mendeteksi adanya
percikan api dari spektrum radiasi yang dipancarkan.
Salah satu penggunaan flame detector, misalnya pada sebuah kompresor
pada 4K-1/2/3 Train E yang berada di compressor house. Jika flame detector
mendeteksi adanya percikan api maka detector akan mengirimkan sinyal ke
HMCScabinet yang berada di dalam satelite instrument house (SHI), kemudian
HMCS cabinet akan mengolah data tersebut dan menampilkan di Main Machine
Interface(MMI) yang berada di MCR dan fire station.
Kemungkinan terjadinya troubleshooting pada Flame detector dapat disebab
oleh beberapa hal yaitu, pada hardware troubleshooting yang meliputi. Detector

1
troubleshooting, field wiring troubleshooting, dan input modul troubleshooting,
yang dapat diketahui dengan menggunakan Loop Drawing.

1.2. Tempat Kerja Praktek

Tempat Kerja Praktek : PT. Badak LNG

Alamat Kerja Praktek : Bontang 75324 Kalimantan Timur,


Indonesia Lama Kerja Praktek : 17 Januari – 17 Februari 2022

1.3. Rumusan Masalah

a. Bagaimana cara mengkonfigurasikan Loop Flame Detector di 4K-1/2/3


Train E Badak LNG?
b. Bagaimana Prinsip Kerja dari Flame Detector di 4K-1/2/3 Train E
Badak LNG?
c. Bagaimana Cara Troble Shooting Flame Detector di 4K-1/2/3 Train E
Badak LNG.

1.4. Batasan Masalah

a. Membahas konfigurasi dari Flame Detector, Terminasi dan Controller

di 4K-1/2/3 Train E Badak LNG.

1.5. Tujuan Kerja Praktek

a. Mengetahui cara mengkonfigurasikan Loop Flame Detector di 4K-


1/2/3 Train E Badak LNG.
b. Mengetahui Prinsip Kerja dari Flame Detector di 4K-1/2/3 Train E
Badak LNG.
c. Mengetahui Cara Trouble Shooting Pada Flame Detector di 4K-1/2/3
Train E Badak LNG.

1.6. Manfaat Kerja Praktek

a. Mahasiswa mengetahi cara konfigurasi dan pengoprasian flame


detector di 4K-1/2/3 Train E Badak LNG.
b. Mahasiswa mengetahui prinsip kerja Flame Detector di 4K-1/2/3 Train E

2
Badak LNG.
c. Mahasiswa mengetahui cara konfigurasi dan pengoprasian Flame
Detector di 4K/1/2/3 Train E Badak LNG.
1.7. Metode Pengumpulan Data

a. Metode yang digunakan selama melakukan kerja praktek, mahasiswa


menggunakan metode gabungan, untuk mengumpulkan data, mahasiswa
menggunakan metode wawancara dan berdiskusi secara daring dengan

embimbing lapangan dan menggunakan manual book sebagai


penyusunan laporan ini.
1.8. Metode Penulisan

Laporan Kerja Praktek yang telah dikerjakan terdiri dari beberapa bab.

Berikut adalah sedikit penjelasan dari masing – masing


bab: BAB I: PENDAHULUAN
Bab ini berisi tentang latar belakang, tempat kerja praktek,
rumusan masalah, batasan masalah, tujuan kerja praktek, manfaat
kerja praktek, metode pengumpulan data, dan metode penulisan.

BAB II: PROFIL PERUSAHAAN


Bab ini berisi tentang sejarah perusahaan, bidang fokus
perusahaan, struktur organisasi, visi dan misi perusahaan, dan logo
perusahaan. Hal ini wajib didiskusikan lagi dengan pihak
Perusahaan yang bersangkutan untuk verifikasi data yang akan
ditampilkan.

BAB III: DASAR TEORI


Bab ini berisi tentang dasar teori umum yang berhubungan dengan
kerja praktek seperti halnya alat yang digunakan atau sistem yang
digunakan yang didefinisikan secara umum.

BAB IV: PEMBAHASAN


Bab ini berisi tentang pembahasan yang berhubungan langsung
dengan kerja praktek seperti halnya alat yang digunakan atau
sistem yang digunakan pada saat kerja praktek.

BAB V: PENUTUP
Bab ini berisi tentang kesimpulan dan saran yang dikerjakan dari
3
keseluruhan kerja praktek yang telah dilakukan.

4
BAB II
PROFIL
PERUSAHAAN

2.1. Sejarah Perusahaan

Indonesia sejak dahulu dikenal dengan kekayaan sumber daya alamnya yang
melimpah. Gas bumi merupakan salah satu jenis dari sekian banyak sumber daya
alam yang ada di indonesia. Juga merupakan sumber daya alam yang memiliki
cadangan terbesar ketiga setelah batubara dan minyak bumi.
Diawali dengan eksplorasi yang dilakukan Huffco. Inc dan mobil oil dan
mobil oil yang merupakan perusahan yang bekerja dibawah Production Sharing
Contracts (PSC) bersama Pertamina. Terdapat 2 wilayah yang ditemukan dalam
jumlah yang besar. Salah satunya yang ditemukan oleh Huffco. Inc pada awal
tahun 1972 yang terletak di lapangan Gas Badak, Kalimantan Timur.
Pengendalian yang dilakukan hingga tahun 1973 mendapatkan hasil dengan
penemuan 70 sumur gas alam. Diperkirakan jumlahnya sebesar 6 Trilliun Cubic
Feet (TCF) yang terdiri dari associated gas dan non-associated gas.
Pada bulan desember 1973, peluang potensi bisnis gas yang mulai terlihat
melahir kesempatan kerjasama penjualan LNG (Liquified Natural Gas) kepada 5
perusahaan besar dari jepang sebagai pembelinya.
a. Chubu Electric Co.

b. Kansai Electric Power Co.

c. Kyushu Electric Power Co.

d. Nippon Steel Corp.

e. Osaka Gas Co. Ltd.


Melalui perundingan antara Huffco. Inc dan Pertamina pada tanggal 26
November 1974 didirikan PT Badak LNG sebagai badan usaha resmi yang
bertanggung jawab mengelolah, mengoperasikan, dan memelihara kilang LNG
dan LPG yang dibangun di Bontang, Kalimantan Timur. Pada awal pembangunan
terdapat 2 kilang yaitu Train A dan Train B yang direncanakan untuk dibangun
oleh 3 kontraktor yaitu:

5
a. Air product Chemical Inc. (APCI), bertugas menangani desain proses.

6
b. Pacific Bechtel Inc. USA, bertugas menangani perencanaan engineering dan
konstruksi.
c. William Brothers Engineering Co., bertugas menangani konstruksi seluruh
perpipaan gas alam dari Lapangan Gas Muara Badak hingga pabrik
penggilangan.

Pembangunan Train A dan Train B selesai pada maret 1977 dan diresmikan
pada tanggal 1 agustus 1977 oleh presiden Soeharto. Kemudian dua pengilangan
ini berhasil memproduksi LNG yang merupakan tetesan perbedaanya pada 5 juli
1977. Awal mula kapasitas produksi LNG pada Train A dan Train B sebesar
630m³/hr. Setelah berhasil memproduksi LNG pengapalan pertama dilakukan
pada 13 juli 1977 menggunakan tanker Aquarius dengan kapasitas 125.000 m³
yang bertujuan ke Jepang.

Ekplorasi yang terus dilakukan dan membuahkan hasil dengan


ditemukannya gas alam di Handil, Nilam, dan Tanjung Santan. Diiringi dengan
perkembangan produksi kilang LNG PT. Badak NGL keadaan ini mendorong
untuk dibangunnya train baru yaitu Train C dan Train D. Konstruksi dapat
selesai dalam waktu 3 tahun yang dimulai dari bulan Juli 1980. Dengan
dibangunya train tambahan, kontrak baru disepakati dari grup pembeli dari
Jepang untuk jangka waktu 20 tahun dengan menggunakan sistem Free On
Board (FOB). Kontrak ditandatangani pada 14 April 1981. Train C dan Train D
mulai berproduksi berturut-turut tanggal 8 Juli 1983. Kedua train tersebut juga
diresmikan oleh presiden Soeharto pada tanggal 31 Oktober 1983.

LPG (Liquefied Petroleum Gas) merupakan produk sampingan yang juga


dihasilkan selain LNG. Proyek ini dapat diselesaikan pada bulan Desember
1984. Dari proyek ini mendapatkan kesepakatan kontrak dari pembeli dari
Jepang pada tanggal 19 Juli 1986 dan juga Chinese Petroleum Co. Pada tahun
1987. Pembangunan proyek LPG selesai dibangun setahun kemudian dan mulai
berproduksi pada tanggal 15 Oktober 1988. Proyek ini diresmikan pada tanggal
28 November 1988.

Bertambahnya kebutuhan dan permintaan LNG mendorong untuk


dibangunya train-train baru/ Train E selesai dibangun pada bulan Desember
1989.

7
Pembangunan Train E melibatkan Chiyoda sebagai kontraktor utama dan PT.
Inti Karya Persada Tehnik (PT. IKPT) sebagai subkontraktor. Train E
menghasilkan tetesan pertamanya pada tanggal 27 Desember 1989 dengan
kapasitas produksi yang lebih besar dari train sebelumnya yaitu 703m³/hr. Juga
diresmikan oleh Presiden Soeharto pada tanggal 21 Maret 1990. Disusul dengan
pembangunan Train F dan Train G dengan melibatkan PT Inti Karya Persada
Teknik sebagai kontraktor utama. Train F yang berkapasitas 720 m³/hr berhasil
memproduksi tetesan pertamanya pada tanggal 27 Desember 1989 dan
diresmikan pada tanggal 21 Maret 1990. Sedangkan Train G dengan kapasitas
724 m³/hr diresmikan pada tanggal 12 November 1999. Ada juga Train H yang
berkapasitas sama dengan Train G mulai beroperasi pada November 1999.

Selama satu tahun mulai dari 1992-1993, pelaksanaan proyek “Train A-D
Debottlenecking” (TADD) digunakan untuk meningkatkan kapasitas Train A, B,
C, dan D hingga 710 m³/hr. Peningkatan kapasitas pada Train E-F juga
dilakukan kemudian. Selain proyek peningkatan kapasitas train juga terdapat
proyek “Train A-F Upgrade” (TAFU) dengan tujuan meningkatkan kemampuan
Train dan menjaga keberlangsungan train agar dapat beroperasi dalam 20 tahun
kedepan.

A. Analisis Lokasi Perusahaan.

Lokasi perusahaan PT. Badak NGL terletak di Bontang kalimantan timur


atau pantai Timur Pulau Kalimantan. Tepatnya di Bontang selatan sekitar 105
km timur laut kota Samarinda, Ibukota Kalimantan Timur. Sebelum dibangunya
kilang LNG, Bontang merupakan kota kecil, dengan mata pencaharian sebagian
besar penduduknya sebagai nelayan.
Jarak kota bontang dengan sumur gas alam di Muara Badak kurang lebih
57 km. Adapun pertimbangan dipilihnya kota Bontang sebagai tempat
dibangunya kilang adalah sbagai berikut :
a. Kekuatan Tanah

Bontang merupakan daerah yang mempunyai yang cukup kuat di antara


daerah pesisir Kalimantan Timur yang terdiri dari rawa-rawa.
b. Transportasi

8
Lokasi kilang terletak di tepi pantai dalam, serta dengan adanya pulau-
pulau kecil di depannya membuat pantai menjadi tenang dan terhindar
dari ombak besar.
c. Bahan Baku

Jarak antara sumber bahan baku dengan kilang yang cukup dekat yaitu
sekitar 56 km, sehingga penyaluran bahan baku gas alam dapat
disalurkan dengan perpipaan.
d. Kebijaksanaan Pemerintah

Pada tahun-tahun sebelum pendirian kilang LNG Bontang, pemerintah


daerah Kalimantan Timur memiliki kebijaksanaan untuk
mengembangkan daerah terpencil. Dengan pembangunan kilang LNG
kota bontang diharapkan akan berkembang dan maju.
e. Sosial Ekonomi

Sebagian besar mata pencaharian masyarakat Bontang adalah nelayan,


sehingga kondisi sosial ekonomi di bontang tergolong menengah
kebawah dengan didirikanya kilang LNG diharapkan dapat
meningkatkan kondisi ekonomi masyarakat bontang.
f. Pasaran yang ada

Kondisi wilayah yang dekat dengan laut menjadi kelebihan tersendiri, air
laut dapat digunakan sebagai proses pendingin dan sumber air pemadam
kebakaran. Selain itu sumber air tanah juga digunakan sebagai air umpan
pada boiler dan keperluan lainnya.

Gambar 2.1 Lokasi Bontang dan PT. Badak LNG

9
Gambar 2.2 Lokasi Sumur-sumur dan gas alam
2.2. Bidang Fokus Perusahaan

PT. Badak NGL berfokus pada pengolahan gas alam cair dan mendapatkan
sumber bahan baku feed gas dari beberapa dari beberapa sumur gas alam yang
dikelolah oleh produsen seperti Total E&P Indonesia, Chevron, Vico. Dari
sumur- sumur gas alam tersebut dialirkan ke Muara Badak dan selanjutnya akan
dialirkan ke kilang PT. Badak NGL dengan menggunakan 4 buah sepanjang 57
km dengan diameter pipa 36 inch sebanyak 2 buah dan dua buah lainya sebesar
42 inch dengan tekanan 47 kg/cm². Berikut ini merupakan komposisi dari feed
gas yang digunakan untuk proses pembuatan NGL:

Tabel 2.2 Komposisi Feed Gas


Senyawa Kadar
CH4 >84,19%
C2H6 5,26%
C3H8 2,96%
i-C4H10 0,55%
n-C4H10 0,64%
i-C5H12 0,23%
n-C5H12 0,16%
C6H14 0,36%
N2 >0,05%

1
CO2 >5,6%
Hg <0,03 ppbw
H2S <0,5 ppbw

Produk LNG yang dihasilkan yang dihasilkan memiliki wujud cair dengan
temperatur LNG sebesar ˗ 159˚C dan nilai kalor 1107 – 1115 Btu/SCF. Berikut
ini merupakan komposisi produk LNG yang diproduksi oleh PT. Badak NGL.

Tabel 2.2 Komposisi Produk LNG


Senyawa Kadar
C1 (metana) >95% mol
C4 (butana) <2% mol
C5 <0,1% mol
N2 <1%
H2S <0,25 gr/100SCF

Selain memproduksi LNG PT. Badak NGL juga memproduksi LPG


dimana terdiri dari 2 jenis LPG yaitu LPG Propana dengan temperatur -40ºC dan
LPG Butana dengan temperatur -10ºC. Berikut ini merupakan komposisi LPG
Propana dan Butana yang diproduksi PT.Badak LNG :

Tabel 2.3 Komposisi Propana dan Butana

LPG Propana LPG Butana


Senyawa Kadar Senyawa Kadar
C3 >90% C4 >98%
C2 <2% C5 <1%
C4 <2,5%

2.3. Struktur Organisasi Perusahaan

PT. Badak NGL merupakan perusahaan Joint Venture dengan


kepemilikan saham terdiri dari:
a. PERTAMINA (55%), sebagai pemilik aset gas alam

1
b. VICO (20%), sebagai penemu gas alam

c. JILCO (15%), sebagai perwakilan konsumen dari Jepang

d. TOTAL E&P Indonesia (10%)

PT. Badak NGL dipimpin oleh seorang presiden Direktur/CEO yang


berkedudukan di Jakarta dan Direktur/General Manager yang berkedudukan di
bontang Director/General Manager ditunjuk sebagai pelaksana kegiatan operasi
kilang LNG/LPG di Bontang.

Gambar 2.1 Struktur organisasi PT. Badak


LNG Director & General Manager membawahi 2 divisi dan 1
departemen
a. Production Division

b. Business Support Division

c. Safety & Health Environment Quality Department

Production Division
Production division bertanggung jawab atas kelancaran proses
pengolahan dan perawatan pabrik. Divisi ini terbagi kedalam 3 departemen, yaitu
:

1) Operation Department

2) Technical Department

3) Maintenance Department

2.1.1 Maintenance Department

1
a. Operation department

1
Departement ini bertanggung jawab secara langsung Terhadap
proses pengolahan gas alam menjadi LNG dan kemudian proses
pengangapalan.
b. Maintenance Department

Departement ini bertanggung jawab terhadap perbaikan dan


rencana pemeliharaan seluruh peralatan yang berada di kilang.
Pemeliharaan dilakukan untuk mempertahankan kehandalan proses
pembuatan LNG. Ada 3 macam sistem pemeliharaan kilang yang
dilakukan yaitu. :
a. Corrective Maintenance

Perbaikan peralatan yang dilakukan secara langsung ketika


terjadi kerusakan pada peralatan tersebut.
b. Preventive Maintenance

Pemeliharaan dilaksanakan sesuai dengan waktu yang telah


ditentukan, yaitu atas dasar rekomendasi pembuat
peralatan, evaluasi mandiri maupun regulasi pemerintah.
c. Predictive Maintenance

Pemeliharaan dilaksanakan sesuai dengan hasil pengamatan


ketika peralatan sedang beroperasi.
Maintenance department terdiri dari 3 seksi yaitu: 1)
MPWH (Maintenance Planning Warehouse) 2) Mechanical, 3)
Instrument and Electrical section. Yang bertanggung jawab untuk
melaksanakan perbaikan dan pemeliharaan alat-alat instrumen maupun
pemeliharaan alat-alat elektronika arus lemah yang ada di lingkungan
PT. Badak secara keseluruhan, sehingga dapat berjalan dengan baik.
Departement ini terbagi atas 3 section, yaitu:
a. Mechanical Section Terdiri atas 3-subseksi

Stationary Equipment & contract section bertanggung jawab atas :

a) Pemeliharaan dan perbaikan semua peralatan statis


sepertiboiler, pipa, heat exchanger.
b) Melaksanakan preventive maintenance untuk peralatan statis.

c) Melakukan pekerjaan non listrik non-instrumen, non-mobile,


1
dan non-rotating, seperti pagar dan shelter.

1
d) Perbaikan dan perawatan daerah off-plot.
e) Mengatur kontrak dan administrasi dengan kontraktor.
b. Rotating Equipment Section
Rotating equipment section bertanggung jawab untuk merawat
dan memperbaiki rotating Machine section ini dibagi menjadi 3
yaitu :

a) Machine and Welding Shop

Bertanggung jawab untuk melakukan pengelasan, pembubutan, dan


penggerindaan, serta hal lain yang berkaitan dengan reparasi dan
modifikasi peralatan.
b) Field Rotating Equipment

Bertanggung jawab untuk memelihara dan memperbaiki semua

Rotating Equipment di kilang agar berfungsi dengan baik.

c) Machinery Reliability and Preventive Maintenance

Bertanggung jawab untuk melakukan preventive maintenance dan

predictive maintenance pada seluruh Rotating Equipment di kilang.


c. Mobile Equipment and Shop Section. Bertugas untuk menangani seluruh
kendaraan dan alat-alat berat di plantsection ini dibagi menjadi 3 sub-
section yaitu:
a) Heavy equipment Shop and General

b) Mobile Shop and Preventive Maintenance

c) Rigging and Motor Pool

d. Instrument & Electrical Section Instrument section bertanggung jawab


untuk melaksanakan perbaikan serta pemeliharaan peralatan instrumen di
seluruh plan, rumah sakit, laboratorium, dan alat-alat elektronika
arus lemah lainnya. Instrument Section dibagi menjadi empat sub-section
yaitu:
a) Instrument Shop

b) Train and Preventive Maintenance

c) Utilities, Storage/Loading and Off-Plot

1
d) DCS and PLC group

1
e. Reliability Section bertanggung jawab untuk memelihara,
memperbaiki, serta melakukan instalasi apabila ada kerusakan yang
terjadi pada komponen elektrik di pabrik. Maintenance & Turnaround
Planning Section ini memiliki tanggung jawab untuk:
Planning/Programming; Coordinating; Servicing; Controlling.
f. Warehouse and Supply Chain
Sebagai tempat awal untul menerima Supply barang, dan menyimpan barang
logistik.

2.4. Visi dan Misi Perusahaan

Visi : “Excellence and global LNG operation”

Misi : “Continuously operating LNG facilities with the most satisfying


Performance and delivering high quality service to the global LNG
industry”

Motto : “ Selalu menjadi yang terbaik”

PT. Badak dalam kerjanya menerapkan prinsip nilai-nilai kerja :

a. Profesionalisme

Memberikan kualitas hasil terbaik yang dapat diandalkan di dalam


kompetitif melalui komitmen pribadi, fokus serta perbaikan yang
berkelanjutan dan berkelanjutan perilaku yang diharapkan:
Memberikan kinerja kualitas terbaik setiap saat (Kualitas Terbaik).
Bertindak bijaksana dan menghindari pengerjaan ulang
(Keandalan). Menetapkan standar terbaik sebagai aturan praktis
(Daya Saing).
Bertanggung jawab atas semua tugas (Komitmen).

Menetapkan skala prioritas dalam melaksanakan


pekerjaan (Terfokus).
Melakukan perbaikan terus-menerus untuk meningkatkan hasil
kerja (Continuous Improvement)

1
b. Integritas

Melakukan pembicaraan melalui kejujuran, transparansi,


dan menempatkan perusahaan di atas kepentingan
pribadi.
Perilaku yang
Diharapkan; Jalani
pembicaraan.
Menjadi jujur.

Memberikan data yang akurat dan benar (Transparansi).


Menempatkan bisnis perusahaan di atas kepentingan pribadi atau
unit kerja.
Menempatkan kewajiban diatas hak.

c. Dignity

Membangun dan memelihara citra perusahaan yang positif dan


menunjukan rasa hormat yang sama kepada umat manusia.
Perilaku yang diharapkan.

Bangga dengan pekerjaan dan tugasnya sendiri.


Mewujudkan kepercayaan diri yang tinggi.
Bersikap sopan.

Berpikir positif dan menunjukan rasa hormat yang sama


kepada orang lain
2.5. Logo Perusahaan

Berikut terlampir logo perusahaan.

Gambar 2.2 Logo Perusahaan

1
BAB III
DASAR
TEORI
3.1. Hazard Monitoring Control System

Kawasan PT. Badak LNG merupakan sebuah kawasan yang berbahaya, oleh
karena itu perusahaan memiliki sistem pengamanan yang dapat melindungi pabrik
dari segala macam keadaan yang dapat membahayakan pabrik, dan salah satunya
adalah Fire Protections Section (FPS) [2]. Fire Protections Section bertanggung
jawabatas keamanan di lingkungan pabrik dan memastikan keselamatan pabrik
dari kebakaran yang dapat menyebabkan kerugian. Untuk menjalankan tugasnya
FPS mempunyai beberapa macam sistem keamanan salah satunya adalah Hazard
Monitoring Control System [1].
Hazard Monitoring Control System (HMCS) merupakan sebuah sistem yang
berfungsi memonitor dan mengontrol pencegahan terhadap bahaya kebakaran
maupun ledakan untuk daerah-daerah yang diklasifikasikan sebagai, Hazardous
area (Daerah Berbahaya) secara blok diagram sistem ini dapat digambarkan
seperti gambar 3.1

Gambar 3.1 Diagram blok HMCS

Sistem sensor adalah sistem yang memberikan input ke HMCS berupa Fire
Detection, yaitu alat pendeteksi suatu keadaan lingkungan akan keberadaan unsur-
unsur yang dapat menimbulkan munculnya api. Fire detection terdiri dari Spill
Detector, Heat Detector, Smoke Detector, Gas Detector dan Flame Detector.
Setiap detektor tersebut memiliki fungsi spesifik masing-masing dan kemudian
dihubungkan pada control panel Fail Safe Control System (FSC)[1]. Pada FSC
Honeywell data yang diterima dari detektor akan diproses dengan menggunakan
logic dan hasil dari logika tersebut akan ditampilkan pada Controll Room dan Fire
2
Station, jika terjadi indikasi adanya kebakaran maka FSC Honeywell akan
memberikan sinyal untuk mengaktifkan Aktuator [2].
Sistem aktuator yang menghasilkan output dari HMCS merupakan fire
protection, yaitu peralatan yang digunakan untuk mencegah atau menanggulangi
saat muncul adanya keberadaan unsur-unsur yang terdeteksi oleh fire detection.
Fire protection terdiri dari water spray, water deluge, water curtain, high
expansionfoam, low expansion foam, fixed dry chemical, dan FM 200.

3.2 Fire Detection

Fire Detection merupakan sistem deteksi yang dilakukan oleh beberapa


detektor untuk mendeteksi adanya unsur-unsur yang menyebabkan timbulnya
kebakaran, di antaranya adalah Heat Detector, Spill Detector, Smoke Detector,
Gas Detector, dan Flame Detector [9].

3.2.1 Heat Detector

Panas merupakan salah satu efek yang ditimbulkan oleh kebakaran, oleh
karena itu panas digunakan sebagai salah satu parameter dalam mendeteksi suatu
kebakaran. Detektor panas (Heat Detector) bekerja berdasarkan prinsip dasar
sebuah bimetal. Prinsip kerja bimetal ini memanfaatkan koefisien muai logam.
Detektor ini menggunakan dua buah logam yang dipasang berdekatan seperti
yang ditunjukan dalam gambar 3.2. dalam kondisi normal, kedua logam tersebut
bersentuhan jika, terjadi kenaikan temperatur maka logam tersebut akan memuai
dan pada tingkat temperatur tertentu kedua logam tersebut terjadi kontak (close)
dan menghasilkan arus listrik dan mengalir ke panel FCS.

Gambar 3.2 Skema Heat detector

2
Detektor yang digunakan pada HMCS Badak LNG yaitu jenis Fenwall
Heat detector yang diatur agar temperatur muai bimetal tersebut bernilai 70ºC di
field dan bernilai 40 ºC didalam ruangan apabila temperature field sudah mencapai
70ºC atau temperatur ruangan sudah mencapai 40ºC, maka bimetal tersebut akan
memuai dan bersentuhan. Kemudian listrik pun akan mengalir menuju panel FSC
dan mengaktifkan alarm. Fenwall Heat Detector biasanya dipasang pada tangki
bagian atas, vent stack, subdike, dan lube oil. Heat Detector tersebut memiliki
spesifikasi sebagai berikut.
a. Voltage operation : 24 Vdc

b. Range temperatur kerja : - 73ºC s/d 204ºC

3.2.2 Spill Detector

Detektor ini berfungsi untuk mendeteksi adanya kebocoran LNG, prinsip


kerjanya sama dengan heat detector menggunakan bimetal dengan spesifikasi
yang berbeda, pada active contact yaitu pada temperatur rendah contact tertutup,
dan confinement dengan temperature setting -5ºC
Spill detector yang digunakan oleh Badak LNG merupakan produk dari
Fanwell spill detector yang diatur agar bimetal berkerut dan rangkaian listrik open
apabila temperatur lingkungan mencapai -5ºC, spill detector tersebut memiliki
spesifikasi sebagai berikut.
a. Voltage operation : 24 Vdc

b. Range temperatur kerja : -160ºC s/d 117ºC

c. Contact open temperature rise

2
Gambar 3.3 Spill Detector

3.2.3 Infrared Gas Detector

Prinsip kerja Infrared Gas Detector menggunakan prinsip


penyerapan radiasi yang dilewatkan ke gas menggunakan 2 sinar inframerah.
Infrared detector mengukur intensitas dua panjang gelombang dan sisi luar
dari penyerapan panjang gelombang. Konsentrasi dari gas ditentukan oleh
perbandingan dari kedua harga tersebut.
Daerah kerja glombang infra merah berada diantara 1,5 µm dan
100 µm seperti yang ditunjukan oleh gambar 3.4 semakin panjang gelombang
maka energinya semakin besar dan frekuensinya semakin tinggi .

Gambar 3.4 Hubungan Energi dan Panjang gelombang

2
Infrared gas detector menggunakan Mikroprosesor, yang digunakanpada
protektor gas hidrokarbon yang memonitoring gas yang mudah terbakar dan
menyediakan indikasi alarm dan pelindung yang tahan api, sehingga informasi
detector dapat di proses di tempat detector. Metode pendeteksian ditunjukan
pada gambar 3.5 di bawah ini:

Gambar 3.5 Blok diagram metode pendeteksian infrared Gas detector

Infrared detector menggunakan 2 buah sinar infra merah, dan satu


detector. Keduanya sumber (aktif dan referensi) dikirim melalui optik ke detector.
Infra merah dari kedua sumber tersebut dilewatkan secara terpisah melalui sebuah
filter aktif dan sebuah filter referensi yang menghasilkan 2 panjang gelombang
yang spesifik yang digunakan untuk mendeteksi gas. Kedua sinyal tersebut (aktif
dan referensi) melalui satu beam splitter yang menggairahkan kedua sinyal
tersebut ke dalam satu garis. Dari beam splitter, lensa Fresnel mengkonversi energi
infra merah menjadi satu sinyal collimated yang melewati gas. Lensa fresnel yang
kedua kemudian memfokuskan sinar collimated ke detector. Energi pada panjang
gelombang aktif dan referensi kemudian dibandingkan untuk menentukan jumlah
gas yang ada.

Pada Badak LNG sinyal keluaran dari gas detector berupa sinyal analog,
sehingga tindakan yang akan diambil pada saat terjadi kebocoran gas relatif
terhadap jumlah persentase gas bocornya. Gas detector memiliki sisi transmitter
(pemancar sinyal) dan sisi Receiver (penerima sinyal) dimana pada keadaan
normal sinyal inframerah yang dipancarkan akan diterima oleh receiver sebesar
2
100 %

2
(output sensor adalah sebesar 4 mA), sedangkan pada saat terjadi kebocoran gas
tersebut akan mengurangi sinar yang akan diterima oleh receiver sehingga dari
persentase sinar yang diterima dapat menentukan persentase gas yang terdapat
pada ruangan tersebut dan tindakan apa yang akan diambil. Indikasi yang
digunakan untuk kebocoran gas ‘high’ adalah 20 % LEL, sedangkan untuk
indikasi kebocoran gas ‘high-high adalah 60% LEL.

Tipe infrared gas detector yang digunakan di Badak NGL ada dua yaitu :
infrared gas detector model IR 2100 produk dari General Monitor dan
Searchpoint Optima Plus produk dari Sieger.

Gambar 3.6 Infrared Gas detector model IR 2100


Spesifikasi dari infrared gas detector type IR 2100 produk General Monitor
adalah
a. Voltage Operation : 24 s/d 36 Vdc

b. Signal Output : 4-20 mA

c. Range Temperature : -40ºC s/d 75ºC

Spesifikasi infrared gas detector SearchPoint Optima Plus produk dari Sieger
adalah :

a. Voltage Operation : 18 – 32 Vdc

b. Signal Output : 4 – 20 mA

c. Range Temperature : -40ºC s/d 65ºC


2
d. Pembungkus tahan api

e. Memiliki perlindungan yang tinggi terhadap debu dan air

Sebelumnya badak NGL menggunakan juga tipe catalytic detector namun


saat ini tidak digunakan karena telah kelebihan tipe infrared detector karena
kelebihan tipe infrared detector adalah lebih aman, kebal terhadap racun, tidak
perlu pengkalibarasian di lapangan, dapat memilih panjang gelombang yang
sesuai, dan beroperasi dengan gas secara terus-menerus atau bekerja
dilingkungan yang bebas oksigen [7].

3.2.4 Smoke Detector

Smoke detector adalah sebuah alat untuk mendeteksi keberadaan asap di


udara. Asap merupakan partikel yang melayang di udara, baik secara kasat mata
maupun tidak kasat mata yang merupakan hasil dari suatu pembakaran. Asap
bergerak melayang ke atas udara sehingga pada umumnya smoke detector
diletakan di langit-langit atau di dinding bagian atas. Smoke detector terdiri dari
dua tipe, diantaranya ionization detector dan photoelectric detector.
Ionization detector memiliki beberapa komponen berupa sumber radiasi
ionisasi, chamber atau ruang reaksi, dan baterai. Sumber radiasi ionisasi
merupakan sumber radioaktif tunggal berupa Americium-241. Chamber ionisasi
terdiri dari dua buah plat yang diletakan terpisah dan saling berhadapan. Sebuah
baterai memberikan sumber tegangan kepada kedua buah plat yang lainya.
Kemudian partikel alpha dilepaskan oleh Americium-241 secara konstan.
Partikel alpha tersebut menumbuk elektron pada atom-atom yang terdapat di
udara sehingga elektron yang terdapat di udara tertarik menuju plat positif dan
proton yang terdapat diudara tertarik menuju plat negatif sehingga menghasilkan
arus listrik kecil yang mengalir secara kontinu. Pada saat asap bergerak
memasuki chamber ionisasi, partikel asap menyatu dan menetralkan elektron
sehinggaterjadi kenaikan jumlah arus yang mengalir dan kemudian
mengaktifkan alarm.

2
Gambar 3.7 Chamber Ionisasi Smoke Detector

Ionization detector merupakan smoke detector yang termurah tetapi


menghasilkan efek yang kurang baik bagi lingkungan. Pendeteksi jenis ini sangat
sensitif terhadap asap oleh partikel kecil yang di produksi dari banyaknya nyala
api. Tetapi menjadi tidak sensitif terhadap asap dengan partikel besar, seperti asap
yang dihasilkan dari pembakaran plastik.

Photoelectric detector memiliki chamber berbentuk T dengan sebuah LED


dan photodetector di dalamnya. LED berfungsi untuk menambahkan sinar yang
melintasi batang T secara horizontal. Photodetector diletakan di bagian bawah
chamber T dengan sudut 90º terhadap LED. Pada kondisi normal cahaya yang
ditambahkan oleh LED tidak akan mengenai photodetector gambar (8a).
Sedangkan ketika muncul asap, partikel asap akan memasuki chamber dan
menghalangi jalannya cahaya yang ditembakkan oleh LED. Kemudian partikel
asaptersebut akan memantulkan cahaya sehingga cahaya pun mengenai
photodetector (gambar 8b). Setelah cahaya mengenai photodetector,
photodetector menghasilkanarus listrik dan kemudian menyalakan alarm.

2
Gambar 4.8 photoelectric detector dalam keadaan normal
(a), dalam keadaan berasap (b)
Photoelectric detector memiliki kekurangan, diantaranya kurang sensitif
dan bentuknya besar sehingga jarang digunakan, daripada ionization detector.
Badak NGL pun menggunakan ionization detector sebagai smoke detector,
dengan spesifikasi sebagai berikut.

a. Working Voltage : 15 s/d 33 Vdc

b. Maximum alarm current : 150 mA

c. Surge current : 200 µA

d. Standby current : 40 µA

Gambar 3.9 Smoke detector.

2
3.2.5 Flame Detector

Flame detector merupakan sebuah alat pendeteksi percikan api, flame


detector memiliki 2 buah sensor, yaitu UV dan IR. Kedua sensor tersebut
merespon 2 gelombang cahaya berbeda yang dipancarkan oleh api hidrokarbon
sesuai dengan panjang gelombangnya. Sensor UV mendeteksi gelombang radiasi
ultraviolet pada daerah panjang gelombang sekitar 0,19 sampai dengan 0,26
mikron dan sensor IR mendeteksi gelombang radiasi infra merah pada daerah
panjang gelombang sekitar 4,1 sampai 4,6 mikron dari satu pancaran cahaya.
Hasil deteksi kedua sensor tersebut kemudian dibandingkan satu dengan yang
lainya oleh rangkaian logika pada sirkuit. Apabila hasil perbandingan sesuai,
flame detector aktif dan kemudian menyalakan alarm. Dan proses ini dinamakan
analisis kebakaran [9].

Gambar 3.10 Flame Detector

Analisis kebakaran tersebut secara efektif kemungkinan dapat mengurangi


kemungkinan kesalahan alarm akibat terjadinya radiasi yang bukan berasal dari
api,contohnya seperti cahaya matahari. Untuk mendeteksi adanya percikan api
detectormeminta kehadiran radiasi UV pada 0,19-0,26 mikron dan radiasi IR 4,1-
4,6 mikron secara bersamaan. Kedua sensor bekerja secara output pulsa dan
menghasilkan output berupa pulsa dengan frekuensi yang sesuai dengan intensitas
radiasi yang terdeteksi [8].

3
` Gambar 3.11 Respons spektral sensor IR dan Sensor UV

Sirkuit pada sensor UV terdiri dari satu catu daya bertegangan tinggi, tabung
detector, dan conditioner sinyal. Radiasi UV yang terdeteksi oleh sensor di
konversi menjadi pulsa output yang dihasilkan oleh conditioner sinyal. Pulsa
output kemudian mengikuti rasio sirkuit detector untuk pemrosesan sinyal. Sirkuit
pada sensor IR terdiri dari sebuah sensor thermocouple dan sebuah conditioner
sinyal, sama seperti sensor UV, conditioner sinyal menghasilkan pulsa output
yang kemudian mengikuti rasio sirkuit detector untuk pemrosesan sinyal. Kedua
sinyal tersebut disimpan dan dimasukan ke dalam satu register untuk kemudian
dibandingkan satu dengan yang lainnya. Apabila terdapat isi register yang berada
diluar rasio UV peristiwa tersebut akan dinyatakan dan dimasukan kedalam UV
even register dan apabila terdapat isi register yang berada di luar rasio IR,
peristiwa tersebut akan dinyatakan dan dimasukan kedalam IR even register [8].
Munculnya percikan api mengakibatkan adanya kehadiran radiasi UV dan IR
secara kontinu mengaktifkan relay UV/IR. Relay tersebut dihubungkan ke alarm
atau indikator untuk memberitahukan kondisi yang berbahaya, seperti percikan
api.

3
3.3 Fire Protection

Fire protection di Badak LNG berfungsi untuk melindungi peralatan-


peralatan pabrik dari keadaan bahaya yang tidak diinginkan seperti kebakaran.
Fire protection terdiri dari Water Spray, Water Deluge, High Expansion Foam,
Low Expansion Foam, Fixed Dry Chemical, Water Curtain, Halogen 130/FM-200
dan Carbon Dioxide.

3.3.1 Water Spray, Water Deluge, Water Curtain

Water spray, water deluge, water curtain adalah alat proteksi yang
menggunakan air untuk melindungi tangki-tangki yang ada di plant dari bahaya
kebakaran yang dapat dioperasikan secara otomatis pun manual oleh operator.
Apabila terjadi kebakaran semua alat ini akan mengeluarkan air untuk
membasahi tangki agar tidak menyebar ke tangki yang lain pada umumnya
water spray, waterdeluge dan water curtain diletak di langit-langit.

Gambar 3.12 Water Spray

3.3.2 High and Low Expansion Foam

High and Low Expansion Foam adalah alat yang digunakan untuk
mencegah terjadinya kebakaran dengan menggunakan foam (busa). Pada
umumnya, high and low expansion foam diletakan pada sudbike dan daerah
sekitartangki.

3
Gambar 3.13 Foam System

3.3.3 Fixed Dry Chemical

Fixed Dry Chemical System adalah alat pemadam kebakaran yang


dirancang khusus dan mempunyai bahan dasar dari Potasium Bikarbonat atau
lainya dan berbentuk seperti tepung. Alat ini dipasang secara tetap di tangki-
tangki LNG-LPG dan dermaga muat LNG-LPG.

Cara kerja dari pada sistem Dry chemical adalah dengan menggunakan
sistem mekanis sehingga nitrogen yang bertekanan tinggi keluar dari tabung, lalu
disalurkan melalui tangki Dry Powder dan akan mendorong Dry Powder sehingga
dry powder keluar dan akan menyemburkan melalui pipa dan nozzle. Berbeda
dengan peralatan pemadam kebakaran yang menggunakan media air, alat ini
berfungsi untuk memadamkan kebakaran saja dan tidak dapat melindungi fasilitas
dari adanya pancaran radiasi panas yang timbul disekitar fasilitas yang dilindungi
dengan Dry Chemical.

3
Gambar.4.14 Tabung penyimpanan Dry Chemical

3.3.4 FM-200

FM-200 merupakan salah satu sistem fire protection yang digunakan untuk
melindungi ruangan kritikal seperti : Data Center Room, UPS Room dan ruangan
yang banyak terdapat peralatan listrik, sehingga sistem ini disesuaikan dengan
kondisi ruangan yang di proteksinya, aman bagi peralatan elektronik serta ramah
lingkungan. FM-200 dibutuhkan untuk deteksi dini asap yang ditimbulkan oleh
short sirkuit dan untuk pemadaman gejalah kebakaran tersebut secara cepat. FM-
200 bekerja 80% dengan cara absorbsi (penyerapan) panas dan 20% dengan secara
reaksi kimia, berikut ini merupakan unsur kimia yang ditunjukkan oleh gambar
dibawah ini.

Gambar 3.15 Unsur Kimia FM-200 (1,1,1,2,3,3,3,-heptaflouropropane)

3
3.6 Prinsip Kerja Flame Detector

Flame detector yang digunakan pada kompresor 4K-1/2/3 di Train E


adalah flame detector General Monitors Model FL3100H dan FL 3101H. Flame
detector tersebut memiliki prinsip kerja yang sama seperti flame detector pada
umumnya, yaitu mendeteksi sinar infra merah (IR) dan ultraviolet (UV) dari suatu
radiasi percikan api. FL3100H dapat mendeteksi sinar IR dan sinar UV,
sedangkan FL 3101H hanya dapat mendeteksi UV tetapi memiliki kecepatan
respons yang tinggi terhadap sinar UV yang datang. Kedua model detektor ini
kebal terhadap false alarm, yaitu radiasi sinar IR dan UV yang disebabkan oleh
cahaya alami, arc- welding, sumber panas dan sumber radiasi lainnya. Detektor ini
memiliki beberapa fitur, diantaranya continuous optical path monitoring (COPM),
alarm relay, dan Modbus RTU RS-485 standar (dual modbus optional)[8].
Continuous optical path monitoring (COPM) merupakan sistem self-testing yang
mengecek optik, detektor, dan sirkuit elektronik yang berkaitan setiap menit.
Apabila terjadi kerusakan pada salah satu bagian yang terdeteksi setiap menitnya
secara berturut-turut, COPM akan mengindikasikan adanya FAULT dengan
memberikan sinyal keluaran 2.0 mA, de- energizing relay FAULT, dan lampu
LED hijau akan menyala secara berkedip. Setelah itu, COPM akan mengecek
performansi detektor setiap 12 detik sampai tidak ada FAULT yang terdeteksi.
FL 3100H memiliki detektor infra merah pada UV portion yang sensitif
terhadap perubahan intensitas dari radiasi infra merah sehingga mampu
mendeteksi sinyal infra merah (IR) dan ultra violet (UV) yang berasal dari sumber
radiasi. Sinyal IR dan UV yang terdeteksi kemudian diproses di dalam
mikrokomputer. Apabila yang terdeteksi hanya berupa sinyal IR atau UV saja,
alarm tidak akan aktif. Percikan api mampu memancarkan radiasi IR dan UV
sehingga apabila muncul percikan api yang terdeteksi pada panjang gelombang
dan intensitas tertentu, alarm akan aktif. Berbeda dengan FL 3100H, FL 3101H
hanya dapat mendeteksi sinyal UV pada rentang panjang gelombang 185-260 nm
[3]. Saat radiasi dariapi terdeteksi oleh plat katoda pada tube detektor UV,
elektron dikeluarkan dari plat katoda. Elektron tersebut mengalir ke arah anoda
bermuatan positif pada tube dan bereaksi dengan molekul gas pada tube yang
terionisasi sehingga memancarkan

3
elektron yang kemudian mengalir dari katoda menuju anoda dengan kecepatan
yang semakin meningkat seiring dengan meningkatnya intensitas sinar UV yang
terdeteksi [3].

Gambar 3.16. Respon spektral sensor IR dan sensor UV

Berikut ini merupakan spesifikasi dan performansi yang dimiliki oleh flame
detector General Monitors.
a. Jarak Maksimum : sumber percikan heptana 0.093 m2 pada

15.2 m.

b. Input : tangangan 20-36Vdc tegangan rata-rata 24Vdc @ 150 mA


max (3,4 W max)
c. Typical current : 80-150 mA

d. Output : arus 0-20 mA resistansi 600 ohm

e. Maximum field of view :1200 (FL 3100H) dan 1400 (FL 3101H)

3
Gambar 3.17 Field of view FL 3100H secara Vertical

Gambar 3.18 Field of view FL 3100H secara horizontal

3
Gambar 3.19 Field of view FL 3101H secara vertikal

Gambar 3.20 field of view FL 3101H secara horizontal

3
Tabel 3.3 Arus keluaran FL 3100H untuk setiap kondisi

Kondisi Arus keluaran


START UP 0 – 0.2 mA
FAULT 0 – 0.2 mA
COPM FAULT 2.0 ± 0.1 mA
READY 4.05 ± 0.05 mA
IR (FL 3100H) 8.0 ± 0.1 mA
UV (FL 3100H) 12.0 ± 0.1 mA
WARN 16.0 ± 0.1 mA
ALARM 20.0 ± 0.1 mA

Apabila arus keluaran detektor telah mencapai 20 mA, detektor


tersebut perlu di-reset agar detektor dapat kembali pada kondisi asalnya.

a. Modbus baud rate : 19.2 K, 9600, 4800,


atau UV detector pass band :185-260 nm
b. IR detector center wavelength : 4.35 µm

c. Response time : FL 3100H < 3 s untuk


sumber heptana pada jarak
4,5-15,2 m

FL 3101H < 1 s pada jarak 15.2 m

d. Response time minimum : FL 3100H < 500 s

FL 3101H < 100 s

e. Panjang : 15.2 cm

f. Lebar : 15.2 cm

g. Tinggi : 14.0 cm

h. Berat : 2.3 kg AL, 7.3 kg SS

i. Temperatur operasi : -400C s/d 850C

j. Temperatur penyimpanan : -400C s/d 850.

3
BAB IV
PEMBAHASAN

4.1. Konfigurasi Flame Detector Untuk HMCS


Hazard monitoring control system (HMCS) merupakan sebuah sistem yang
berfungsi untuk memonitor dan mengontrol pencegahan terhadap bahaya
kebakaran maupun ledakan untuk daerah-daerah yang diklasifikasikan sebagai
Hazardous area (daerah berbahaya). Sistem keamanan HMCS memiliki
beberapadetector yang dikontrol oleh modul FSC yang kemudian datanya akan
ditampilkanpada Main Machine Interface (MMI) yang terletak di fire station.
Permasalahan yang terjadi adalah tidak aktifnya indikator Flame detector di
4K/1/2/3 Train E padaMMI yang berada di Fire Station [4].

Gambar 4.1 Display MMI Flame Detector di fire station

4.2. Penggunaan Flame Detector di 4K-1/2/3 Train E


Flame Detector adalah alat untuk mendeteksi adanya percikan api yang
dapat ditimbulkan oleh berbagai sumber api. Salah satu aplikasi dari penggunaan
Flame detector di area kilang Badak LNG adalah sebagai sensor pengaman pada
kompresor 4K-1/2/3 Train E yang terletak pada Kompresor House. Flame detector
yang digunakan di 4K-1/2/3 Train E adalah Flame detector General Monitors
Model FL 3100H yang dapat mendeteksi sinar infra merah (IR) dan Ultraviolet
(UV) dari suatu radiasi percikan api dengan spesifikasi sebagai berikut :

4
a. Jarak maksimum : sumber percikan heptana 0,093 m2 pada 15.2 m

b. Input : tegangan 20-36Vdc tegangan rata-rata 24 Vdc @


150 mA max (3.4 W max) arus max 400 mA
selama COPM.
c. Typical Current : 80-150 mA [10]

d. Output : arus 0-20 mA resistansi 600 Ohm

e. Max field of view : 120º (FL 3100H)

Gambar 4.2 Field Of view FL 3100H secara Horizontal

Tabel 4.1 Arus keluaran FL 3100H untuk setiap kondisi

Kondisi Arus Keluaran


START UP 0 – 0.2 mA
FAULT 0 – 0.2 mA
COPM FAULT 2.0 ± 0.1 mA
READY 4.05 ± 0.05 mA
IR (FL 3100H) 8.0 ± 0.1 mA
UV (FL 3100H) 12.0 ± 0.1 mA
WARN 16.0 ± 0.1 mA
ALARM 20.0 ± 0.1 mA

4
Pada satu compressor house terdapat 3 buah kompresor turbin dengan
ukuran yang berbeda-beda, yaitu 4K-1, 4K-2 dan 4K-3, dengan 4K-1 memiliki
ukuran yang paling besar dan 4K-3 memiliki ukuran yang paling kecil. Ukuran
masing-masing kompresor yang berbeda-beda tersebut dapat mempengaruhi posisi
flame detector. Yang akan dipasang hal ini perbedaan ketinggian dan posisi bagian
yang berbahaya dari kompresor atau turbin yang akan dideteksi.

Flame detector diletakan di dekat kompresor karena pada kompresor


terdapat lube oil yang berfungsi sebagai pelumas bearing pada turbin, hydraulic
oil yang berfungsi sebagai penggerak governor valve, yang merupakan pengontrol
aliran masuk steam pada turbin. Dan steal yang berfungsi untuk mencegah adanya
kebocoran propana dan MC. Turbin dan kompresor dihubungkan oleh kopling.
Kopling dan lube oil merupakan salah satu bagian yang hazardous karena rawan
terjadinya kebocoran oli pada gasket yang terdapat di kopling dan lube oil yang
dapat menyebabkan kebakaran apabila oil tersebut contact dengan panas dari
turbin. Selain itu kebakaran dapat terjadi akibat dari kebocoran propana atau MCR
pada seal oil. Flame detector yang akan dipasang pada kompresor 4K-1/2/3 akan
memantau bagian-bagian hazardous kompresor tersebut, khususnya adalah lube
oil dan kopling. Flame detector merupakan bagian dari sistem HMCS.

Gambar 4.3 skema lokasi pemasangan flame detector di compressor


Train E Berikut keterangan tagging pada tiap-tiap flame :

4
Tabel 4.2 Tagging Flame Detector
Flame Detector Tagging Lokasi
A 33-BE-501 4K-1
B 33-BE-500 4KT-1
C 33-BE-503 4K-3
D 33-BE-502 4KT-3
E 33-BE-505 4K-2
F 33-BE-504 4KT-2
Untuk flame detector A, C, dan E mengawasi sisi sebelah turbin, dan untuk
flame detector B, D dan F mengawasi sisi compressor.

4.3 Main Control System

Pada saat ini Badak NGL menggunakan Honeywell Fail Safe Control
System (FSC) sebagai pengontrolan pertama sistem fire detector dan fire
protection pada hazard area. Fail Safe Control System (FSC) adalah sistem kontrol
yang menggunakan Programmable Logic Controller (PLC). Sistem FSC terdiri
dari 2 bagian, yaitu panel FSC dan Main Machine Interface (MMI). FSC
berfungsi untuk memonitor dan mengendalikan panel-panel kontrol FSC yang
berada di SIH (Satellite Instrument House) dan mengatur komunikasi antara panel
FSC dengan sistem FSC itu sendiri. Di Badak NGL sistem ini digunakan pada
semua train.

Terdapat dua metode pengoprasian FSC, yaitu secara otomatis dan secara
manual. Operasi otomatis sistem FSC bermula dari pendeteksian oleh detector
pada area tertentu secara terus-menerus apabila detector mendeteksi keadaan
bahaya maka detector tersebut akan mengirimkan sinyal informasi ke panel FSC
berupa tegangan arus listrik, kemudian informasi tersebut diolah oleh modul-
modul yang ada didalam panel FSC untuk menghasilkan tegangan sebesar 24 V
untuk mengaktifkan solenoid valve. Apabila solenoid aktif maka solenoid akan
melewatkan udara sebesar 7k/cm menuju alat fire protection melalui pipa-pipa.
Udara bertekanan tersebut kemudian menekan tombol/ seal pada fire detector
sehingga mengakibatkan fire protection tersebut untuk menanggulangi keadaan
bahaya pada area tersebut. berbeda dengan operasi otomatis, operasi manual
sistem FSC dilakukan untuk aktivasi sistem fire protection secara manual.
informasi yang telah diterima oleh detector dan telah diolah oleh modul-modul
dalam panel FSC.
4
Interface atau menuju area tersebut untuk mengaktifkan fire protection di area
tersebut secara manual.

4.3.1 Arsitektur FSC

Arsitektur dasar dari sistem FSC, ditunjukan pada gambar di bawah ini
yang terdiri dari 2 bagian utama yaitu :

a. Central Part
b. Input/output Interface

Gambar 4.4 Arsitektur Dasar dari sistem FSC12

Gambar 4.5 Arsitecture Sistem FSC di Badak LNG

4.3.2 Central Part

Central Part atau (CP) merupakan jantung dari sistem FSC, sistem
modular microprocessor-based yang di desing secara khusus untuk aplikasi safety
critical yang dapat dibuat untuk kebutuhan aplikasi apapun. Modul Central Part
yang paling utama adalah Control Processor, module watchdog, dan
communication processor

4
Gambar 4.6 CP 1 & PC 2

A. Control Processor Unit (CPU)

Control processor berfungsi, untuk membaca proses input dan mengeksekusi


control program yang dibuat oleh user di graphical Functional logic diagram
(FLDS). Hasil dari control program ditransmisikan ke bagian output interface.
Pada konfigurasi FSC dengan redundant Central Parts, Control Processor
mensinkronisasikan operasi dari keduanya. Pengetesan FSC hardware yang
kontinu oleh Control Processor dapat menggantikan pengontrolan yang amandari
proses dan juga diagnostic peralatan [5].

B. Watchdog Modul

Watchdog modul berfungsi untuk memonitor operasi dan kondisi operasi


dari Control Processor. Kondisi operasi yang di monitor adalah data dari
processor memory dan range tegangan dari supply. Jika Watchdog mendeteksi
suatu kesalahan operasi pada Control Processor, Watchdog akan membuat output
interface FSC sistem menjadi tidak aktif. Adapun indikasi lampu LED dibagi
menjadi 3 yaitu;

a. Situasi 1 : lampu indikator Watchdog & DBM menyala, v mengindikasikan


tidak adanya FAULT pada sistem.
b. Situasi 2 : lampu Indikator Watchdog & DBM menyala berkedip- kedip
mengindikasikan terjadinya FAULT pada sistem, namun Central Part tetap
RUNNING.
c. Situasi 3 : lampu Watchdog tidak menyala, mengindikasikan suatu
FAULT pada sistem dan Central Part STOP.

4
C. Communication Processor

Berfungsi untuk mengijinkan sistem FSC menukar informasi dengan


perlengkapan komputer lain yang melalui jaringan serial Comunnication lainya.
Setiap central Part dapat menyediankan 4 module communication module dan
maksimum delapan communication link untuk setiap Control Part. Dedicated
communication module merupakan FSC Safety Manager Module (FSC-SMM)
yang mengintegrasikan sistem FSC ke dalam UniversalControl Network (UNC)
dari sistem Total Plant Solution (TPS) keluaran Honeywell [5].
Tabel 3.1 Komunikasi interface FSC

Equipment Interface fisik Protocol


Process Computer RS-232, RS-485,Current Modbus
loop
UNC (TPS) RKE3964R
Printer RS-232, Current loop Printer
FSC User Station RS-232, RS-485 FSC-DS
FSC System dan FSC RS-485, Fiber Optic FSC-FSC,
System Manager RKE3964R

D. Interconnection
Setiap rak di Central Part memiliki modul Vertical Bus Driver (VBD)
untuk mengontrol MV-Bus. Vertical Bus (MV-Bus) merupakan sebuah flat cable
yang terpasang secara vertikal di dalam kabinet FSC yang memisahkan Central
Part dengan I/O system.
Setiap rak I/O mengandung modul Horizontal Bus Driver (HBD), yang
berhubungan dengan V-Bus. Modul HBD mengontrol Horizontal Bush-Bus), yang
merelay sinyal dari V-Bus menuju modul I/O melalui flat cable. Modul H-Bus
terletak pada masing-masing rak I/O bagian atas. Horizontal Bus dan flat cables
ditutup dengan lembaran penutup dari besi untuk menghindari EMC/RFI secara
optimum. Plat penutup ini mengandung paper strip yang menahan tagging
process yang berhubungan untuk identifikasi sinyal [5].
4.3.3 Input/output Interface

Sistem FSC menyediakan berbagai macam interface, input dan output jenisdigital
dan analog, masing-masing dengan karakteristik yang berbeda untuk memenuhi
permintaan field equipment yang berbeda-beda pula perbedaan karakteristik I/O
jenis digital dan analog dapat dilihat dari tabel berikut.

4
Tabel 3.2 Data perbedaan Interface I/O

1 Digital Input 2 24 VDC, 48 VDC, 60 VDC, dan 110 VDC


3 24 VDC (loop-monitored)
4 120-230 VAC
5 Class (eex ia) IIC intrinsically safe
6 Digital Output 7 24 VDC, 46 VDC, VDC, dan 110 VDC
8 24 VDC, 48 VDC, dan 220 VDC (loop-
monitored)
9 120-230 VDC
10 Class (eex ia) IIC intrinsically safe
11 Analog Input 12 0-20 mA dan 4-20 mA
13 0-5 V, 1-5 V, 0-10 V, dan 2-10 V
14 Resistance Temperatur Devide (RTD) (1)
15 Termocouple, tipe E, J, K, dan T (1)
16 Analog Output 17 0-20 mA, dan 4-20 mA
18 (1) melalui internal converter

A. Konfigurasi Redundant I/O

Konfigurasi Redundant I/O digunakan untuk sistem FSC dengan Central


Part Redundant. Dalam konfigurasi redundant ini, setiap Central Part memiliki
sistem I/O nya sendiri yang memiliki akses eksklusif. Hasilnya adalah sistem
fault- tolerant yang reliabel, siklus program setiap Central Part akan membaca
input-nya sendiri. Setelah input nya sesuai kedua central part menjalankan
program control user defined dan update interface output mereka menurut
hasilnya. Sebagai tambahan. Central Part membandingkan hasil output yang
telah dihitung untuk memastikan pengoprasian yang identik. Konfigurasi I/O
redundant biasanya digunakan untuk kontrol kritis dan fungsi safety dalam
kombinasi dengan reliabilitas tinggi yang ditawarkan oleh konsep ini [6].

B. Konfigurasi Non-Redundant I/O

Konfigurasi I/O non-redundant (single) dapat digunakan dalam sistem


dengan Central Part non-redundant sebaik di dalam sistem dengan Central Part
redundant . Sistem non-redundant penuh biasanya digunakan untuk aplikasi
keamanan dimana redundancy diperlukan di dalam proses. Dalam sistem FSC
dengan Central Part redundant, kedua Central Part diasumsikan bertanggung
jawab untuk interface I/O non-redundant. Ini memastikan bahwa kedua Central
Part dapat selalu masuk ke dalam interface I/O

4
dengan benar. Konfigurasi FSC dengan Central Part dan interface I/O non-
redundant biasanya digunakan untuk aplikasi dengan permintaan medium untuk
sistem availability, contoh karena redundant dalam plant equipment.
Sebuah konfigurasi FSC dapat termasuk redundant Central Part dengan
kombinasi antara redundant dan non-redundant I/O interface. Konfigurasi
tersebut menjadi kuat, dengan process control function yang meminta high
reliability dapat dikontrol melalui redundant I/O interface dan kurang meminta
control functions melalui non-redundant I/O interface [6].
4.3.4 Konfigurasi dan Pemrograman FSC

Prosedur dasar dari sebuah aplikasi FSC adalah sebagai berikut :

Deskripsi dari aplikasi, pada langkah ini kita menentukan segala informasi
tentang aplikasi seperti lokasi dan nama dari aplikasi tersebut.
a. Definisi bentuk konfigurasi dasar, pada menu ini kita menentukan
parameter konfigurasi dasar seperti safety class, sistem redundant dan tipe
memori yang digunakan.
b. Definisi dari bentuk fisik dan tata ruang daripada cabinet pada langkah ini
kita menentukan rak yang akan diisi pada cabinet dan posisi dari rak
tersebut.
c. Definisi dari modul dan cabinet, pada langkah ini kita akan menentukan
modul, yang akan diletakkan pada masing-masing rak pada cabinet
tersebut, seperti central part modul bus driver, dan modul I/O
d. Spesifikasi dari sinyal yang digunakan pada aplikasi FSC, pada langkah
ini kita akan menentukan karakteristik semua sinyal yang digunakan
dalam aplikasi FSC. Langkah ini dapat dilakukan secara manual namun
bisa juga dilakukan melalui mengimpor data dari file data base.
e. Menempatkan variabel Input dan Output ke Channel I/O

4
Gambar 4.7 Konfigurasi parameter instrument main menu FSC

Tugas khusus sistem FSC di dalam lingkungan proses ditentunkan oleh peng-
aplikasian program. Software FSC menyediakan dukungan untuk tugas-tugas
yang harus dilakukan selama konfigurasi dan desain. Dengan FSC Navigator,
dokumentasi proyek dapat dilakukan secara otomatis dan siap digunakan.

a. New Project, menu ini digunakan untuk membuat suatu proyek baru.

b. Open Project, pada menu ini digunakan untuk melakukan modifikasi pada
proyek yang sudah ada sebelumnya (existing).
c. System Configuration, menu ini digunakan untuk melakukan konfigurasi
atau melakukan pemeliharaan pada proyek yang sudah ada.
d. Design FLDs, menu ini digunakan untuk mendesain Functional Logic
Diagram (FLD) yang digunakan untuk membuat application logic.
e. Translate Application, menu ini digunakan untuk mengkonversi FLD
menjadi aplikasi yang dapat digunakan oleh sistem FSC juga melakukan
pengecekan pada perubahan yang sudah dilakukan pada sistem konfigurasi
dan desain FLD.
f. Load Software, menu ini digunakan untuk mendownload software dari
hard disk ke dalam sistem FSC (Central Part).

4
Gambar 4.8 Menu struktur dari sistem konfigurasi

FSC navigator menggunakan sistem menggunakan platform windows


sebagai antarmuka dengan sistem FSC. FSC navigator ini dapat digunakan untuk :

a. Mengkonfigurasi sistem FSC


b. Mendesain program aplikasi
c. Melakukan download software ke kontroler FSC
d. Aplikasi dan dokumentasi
e. Memonitor sistem FSC

A. Konfigurasi Sistem

Pada konfigurasi sistem tipe, spesifikasi, parameter sistem dan parameter


field instrumentation dari sistem FSC dapat diketahui dan ditentukan.

Gambar 4.9 Contoh konfigurasi Parameter Instrument

5
B. Desain Aplikasi

Fungsi aplikasi safety critical system FSC (terdapat dalam program


kontrol) ditentukan oleh fungsi safety yang diperintahkan sistem pada aplikasi
tertentu. FSC Navigator mendukung desain program kontrol oleh pemakai (user).
Fungsi kontrol ditentukan melalui functional logic diagram [6].

Gambar 4.10 Contoh Functional logic diagram


Sebuah Functional Logic Diagram (FLD) terbagi atas empat area utama:

a. Area informasi

b. Area input yang terletak di bagian kiri

c. Area fungsi kontrol yang terletak di bagian tengah

d. Area Output yang terletak di bagian kanan

Functional Logic diagram flame detector yang digunakan oleh instrument control
untuk mengetahui proces kerja kontroler baik yang berada di lapangan hingga yang
di tampilkan pada MMI (Main Machine Interface) dan DCS sistem. Proses kerja alur
Fuctional Diagram pada gambar diatas di awali dari sebelah kiri yang terdiri dari
Input yang berupa sensor detector yang terdapat pada bagian lapangan, dengan tag
number alat 33-BE-700 yang berada pada train 4K-2.
Jika detector mendeteksi adanya sumber percikan api maka sensor yang
berada pada train 4k-2 akan mengirimkan sinyal dengan mengaktifkan fire alaram
“Activated” di terima oleh logic diagram and, dan akan di proses. Kemudian pada
tombol set dan reset R & S yang merupakan tombol yang berfungsi untuk mereset
keseluruhan alaram apabila terjadi indikasi kebakaran lalu mengirim kan sinya DCS
address kepada MMI untuk memberi tahu kepada oprator control bahwa terjadi
5
indikasi bahaya kebakaran.
Pada bagian kanan merupakan Output dari FLD, yang terdiri atas, MMI (Main
Machine Interface), DCS address 3063 dan activated fire alaram pada
compressor yang berada di train 4K-2. Dan pada bagian tengah merupakan
bagian kontroler terdapat gerbang logika and, or, not, timer delay dan sinyal
pulse yang berfungsi untuk mengirimkan pulse alaram pada setiap train yang
ada.
Jika tidak ada percikan api “ Vaulty” maka maka nol dan sistem alaram tidak
akan aktivated dimana terdapat timer delay selama 2 detik untuk mengaktifkan
tombol reset untuk memreset semua alaram yang ada pada train E.

4.3.5 Panel FSC

Di Badak NGL konfigurasi Panel FSC menggunakan konfigurasi


Redundant Central Part dengan Redundant I/O. Panel SFC terdiri dari 10 rack,
dansetiap rack terdiri dari beberapa slot. Slot-slot tersebut digunakan
untukmenempatkan modul- modul pada panel FSC. Tiap modul memiliki fungsi
yang berbeda-beda. Untuk gambar panel SFC dapat dilihat pada gambar 4.12
dibawah.

5
Gambar 4.11 Rack panel Dari Sistem FSC Honeywell

Pada rack no 1 digunakan sebagai Circuit Breakers, Rack no 2 dan 3


digunakan untuk modul-modul Central Part, dan rack no 4 digunakan
sebagai Ethernet Switches. Rack no 5 digunakan sebagai modul Analog
Input, digital Input Line Monitoring (LM), System dan Watchdog. Rack no 6
digunakan sebagai modul Digital Input (LM) dan Digital Output (LM). Pada
rack no 7 digunakan sebagai modul digital Output Relay Output (RO).
Sedangkan rack no 8,9 dan 10 merupakanrack kosong yang digunakan
sebagai cadangan bila ingin menambahkan modul pada sistem FSC
Honeywell.
4.3.6 Modul FSC

Modul-Modul pada panel FSC Honeywell antara lain:

a. Voltage Monitoring Card Modul ini berfungsi untuk


memonitoring tegangan yang digunakan di panelFSC.
b. . Vertical Bus Driver Modul ini berfungsi untuk menghubungkan
central part system FSC denganI/O module.
c. CPU Modul ini berfungsi untuk membaca proses input dan
mengeksekusi controlprogram yang dibuat oleh user di
graphical Functional Logic Diagram (FLDs).

5
d. Communication Module

Communication module, berfungsi untuk :

a) Komunikasi antara Redundant Central Parts

b) Komunikasi antara Master System FSC dan Slave


System FSC

c) Komunikasi eksternal dengan DCS

d) Komunikasi eksternal dengan FSC user station.

e. Watchdog Module,berfungsi untuk memonitor operasi dan kondisi


operasi dari Control Processor. Kondisi operasi yang dimonitor
adalah data dari processor memory dan range tegangan dari supply.
Jika watchdog mendeteksi suatu kesalahan operasi pada control
processor, watchdog membuat out interfaceFSC system menjadi
tidak aktif.
f. Diagnostics & Battery Module (DBM) Modul ini berfungsi untuk
memberikan hasil diagnosis sistem FSC kepadauser. Modul ini memiliki
display yang dapat menampilkan pesan tentang kesalahan yang ditemukan
oleh diagnostic routines. Pesan tersebut memberitahukan type, dan posisi
no dari modul yang bermasalah.
g. Earth Leakage DetectorModul ini berfungsi sebagai detektor yang
menggunakan tegangan 24VDC. ELD dapat juga digunakan untuk
memonitoring sistem yang menggunakantegangan 48VDC, 60VDC, dan
110VDC.
h. Dual Key Switch Module Modul ini terdiri dari dua buah key switch
yaitu watchdog reset key switch dan force enable key switch yang
berfungsi untuk mereset modul watchdogdan fault.
i. 24VDC to 5VDC -12A ConverterModul ini berfungsi untuk
mengubah tegangan 12 VDC menjadi 5VDC.

j. Horizontal Bus Driver Modul ini berfungsi untuk mengubah vertical


bus antara central part danmodul I/O.
k. 16 Channels Digital Input Module Fail-Safe 24VDC

5
Modul ini adalah modul digital input yang memiliki 16 channel input digital

dan memiliki tegangan 24VDC.

l. 16 Channels Analog Input Module Fail-Safe 24VDCModul ini adalah


modul analog input yang memiliki 16 channel inputanalog dan
memiliki tegangan 24VDC.
m. 16 Channels Digital Input Module With Line & Earth Monitoring
Modul ini adalah modul input digital yang memiliki 16 channel
input yangberfungsi untuk memonitor status sinyal dari proximity
switch.
n. 8 Channel Digital Output Module Fail-Safe 24VDCModul ini adalah
modul digital output yang memiliki 8 output channel 24VDC yang
berfungsi untuk mendriver beban 13 W.

o. 4 Channel Digital Output Module With Loop Monitoring Fail-Safe


24VDCModul ini adalah digital output yang memiliki 4 output channel
24 VDC yang berfungsi untuk memonitoring output digital.
4.3.7 Panel General Monitors
Panel general monitor adalah sebuah interface antara detector-detector dan
data masukan dari detektor dan menghasilkan output berupa kontak relay-relay
(digital) serta arus yang berubah sesuai dengan konsentrasi input yang terdeteksi
(analog).
4.4 MMI (Main Machine Interface)
MMI adalah bagian dari FSC yang berfungsi menampilkan data-data di
lapangan dikirimkan melalui panel FSC. MMI dilengkapi dengan sistem software
Honeywell FSC Plantscape yang terdiri dari sistem operasi, software aplikasi dan
database. Sistem software ini yang akan menentukan internal operation dari sistem
secara keseluruhan. Instalasi hardware MMI di kilang LNG PT. Badak memiliki
komponen-komponen sebagai berikut :
a. Sebuah stasiun pusat /console yang berada di Main Control Room (MCR)

b. Portable programer’s station.

5
c. Dua station operator jarak jauh yang berada di Main Control Room dan di

Fire.

a) Operator Keypad b) Printer


b) Color Graphic monitor d.) UPS

Gambar 4.12 Flame Detector di MMI


4.4.1 Komunikasi dan Transfer Data

Protokol komunikasih yang di kembangkan oleh FSC untuk


plantscape memungkinkan komunikasi dua arah pada on-line komputer
untuk mengirimkan dan menerima data dalam HMCS. Jumlah bit data
yang ditransfer pada sistem FSC dikirim secara paralel sehingga lebih
cepat [5]
4.4.2 Perawatan Pada FSC

Perawatan untuk panel FSC dilakukan secara rutin setiap bulan, setiap
3 bulan dan setiap tahun atau shutdown.
a. Perawatan setiap bulan

a) Periksa semua sambungan listrik atau sekering


berfungsi dengan baik atau tidaknya.
b) Periksa tegangan 24Vdc

c) Periksa tegangan 5Vdc

b. Perawatan setiap 3 bulan

a) Lakukan semua langkah yang dilakukan pada perawatan


tiap bulan.

5
b) Bersihkan semua debu yang menempel pada filter debu di
cabinet.
c) Periksa kecepatan distribusi power unit.

d) Periksa semua modul-modul berfungsi dengan baik


atau tidaknya.
c. Perawatan setiap tahunnya atau (Shutdown)

a) Lakukan semua langkah yang dilakukan pada


perawatan setiap 3 bulan.
b) Periksa semua card yang ada pada rack, jika terdapat
banyak debu maka harus dibersihkan dengan sikat anti
static.
c) Periksa semua I/O sistem redundant FSC.

d) Periksa semua alat komunikasi yang dihubungkan ke sistem.

4.5 Troubleshooting dan Maintenance HMCS

Hazard Monitoring Control System (HMCS) adalah satu sistem


pemantauan untuk keselamatan pabrik dengan menggunakan sistem
elektronika dan sistem komputer, jadi pada HMCS terdapat 2 sistem
hardware dan sistem software [1]. Untukmengetahui troubleshoot pada
peralatan HMCS maka dapat dikategorikan menjadi3 bagian yaitu :
a. Hardware Troubleshooting

a) Detector troubleshooting

b) Field wiring dan input troubleshooting

b. Software Troubleshooting.

5
Gambar 4.13 Diagram alir Troubleshooting flame detector

4.5.1. Hardware Troubleshooting.


Dibagi menjadi 3 bagian, yaitu trouble shooting pada detector, Field
wiring dan input module.

Gambar 4.14 Loop Drawing Flame detector Train E

A. Detector Troubleshooting

Untuk mencari trouble shooting pada flame detector dapat dilakukan


dengan cara memberi masukan berupa tegangan 24 Vdc kepada detector.
Saat detektor ada dalam kondisi STARTUP, detector memberi keluaran
arus 0 mA pada 10 s pertama, fault relay berstatus de-energized, kemudian
lampu LED merah dan hijau akan menyala secara bergantian masing-
masing selama 300 ms. Setelah 10 s, detector memberi keluaran arus
sebesar4 mA, maka fault relay berstatus energized, kemudian lampu

5
LED merah akan

5
mati dan Hijau akan berkedip menyala selama 5 s dan padam selama 1 s.
Saat ini detector berada dalam kondisi READY. Apabila
detectormendeteksi sinar UV atau IR, kondisi detector berubah menjadi
WARN dengan lampu LED hijau akan tetap menyala dan lampu LED
merah akan berkedip secara lambat. Kemudian setelah beberapa detik,
detector akan berubah kondisi menjadi ALARM. Lampu LED hijau akan
tetap menyala dan lampu LED merah akan berkedip secara cepat. Detector
akan Latchingsampai di-reset. Secara manual oleh teknisi dari instrument
dept. Apabila kondisi COMP FAULT terjadi lampu LED hijau akan
Voltage FAULT/ Shorted Reset Switch terjadi, lampu LED hijau akan
berkedip secara cepat. Jika semuanya berjalan normal/lancar maka detector
tidak akan mengalamimasalah atau troubleshooting.

Gambar 4.15 Uji coba Flame detector oleh


teknisi Adapun maintenance dari detector antara lain :
a. Memeriksa semua detector dari kotoran, debu, dan kerusakan
lain yang mengganggu operasi alat.
b. Melakukan kalibrasi secara rutin agar standarnya sesuai dengan
apa yang diinginkan.
c. Pengetesan kinerja detektor dengan cara function test

Adapun beberapa masalah yang mungkin terjadi pada detector antara lain :

6
Tabel 4.3 Kemungkinan Permasalahan, Penyebab dan solusi yang terjadi pada
Flame detector

Masalah Penyebab Permasalahan Penyelesaian Permasalahan

Tidak ada sinyal keluaran dan Tidak ada sumber Pastikan sumber daya 24 Vdc
lampu LED hijau mati. tegangan input. terhubung pada polaritas yang
tepat.

Tidak ada sinyal keluaran dan AULT akibat tegangan Pastikan sumber daya
lampu LED hijau berkedip masukan terlalu kecil. masukan tidak kurang dari 20
secara cepat. Vdc.

Sinyal keluaran 2 mA dan COPM FAULT atau lensa Bersihkan lensa detektor UV
lampu LED hijau berkedip detektor kotor. atau IR.
secara lambat.

Sinyal keluaran konstan Terdapat background Tutup UV portion selama 10


sebesar 12 mA tanpa ada radiation yang terdeteksi. s untuk menentukan adanya
sumber radiasi yang background UV atau tidak.
terdeteksi (khusus FL Jika ada, maka hilangkanlah
3100H). sumber background radiation
atau ubah posisi detektor. Jika
tidak ada, maka gantilah tube
detektor UV.

Sinyal keluaran konstan Terdapat background Tutup UV portion selama 10


sebesar 16-20 mA tanpa ada radiation yang terdeteksi. s untuk menentukan adanya
sumber radiasi yang background UV atau tidak.
terdeteksi (khusus FL Jika ada, maka hilangkanlah
3101H). sumber background radiation
atau ubah posisi detektor. Jika
tidak ada, maka gantilah tube
detektor UV.

6
B. Wiring Troubleshooting

Komunikasi antara detector yang berada di lapangan dengan HMCS


Cabinet yang berada di dalam Satelit Instrument House (SIH) menggunakan kabel
yang berjumlah 3 buah yang diantaranya adalah kabel power 24 VDC yang
berwarna hitam, kabel COM (ground) yang berwarna putih, dan kabel signal (SG)
yang berwarna merah.

Gambar 4.16 Kabel dari detector

HMCS cabinet terdiri dari empat bagian dan mempunyai fungsi


yang berbeda-beda dari tiap bagian antara lain:

a. Terminal (TB)
Terminal Box (TB) merupakan tempat berkumpulnya kabel-kabel dari
lapangan yang ditempatkan menjadi satu tempat dalam satu box HMCS
cabinet yang bertujuan untuk memudahkan connection antara detector
dengan modul pengontrolan dan memudahkan bila terjadi troubleshooting.

Gambar 4.17 Terminal


Bila akan mengecek jika terjadi troubleshooting pada terminal dapat
dilakukan dengan cara mengukur impedansi pada kabel connector dengan
menggunakan multimeter.

6
b. Surge Arrester (SA)
Surge arrester berfungsi sebagai proteksi agar tegangan di line stabil, dan
juga sebagai proteksi terhadap petir.

Gambar 4.18 Surge Arrester

Bila akan mengecek jika terjadi trouble shooting pada surge arrester
dapat dilakukan dengan cara mengukur impedansi pada kabel conector
dengan menggunakan multimeter.

c. FTA (Field Terminal Assemble) Card


FTA Card berfungsi sebagai pemberi daya bagi detector yang berada di
lapangan sebesar 24 VDC serta sebagai modul pendukung antara data yang
berasal dari lapangan dengan modul yang berada di dalam FSC Fail System
Interface.

Gambar 4.19 FTA Card


6
Bila akan mengecek jika terjadi trouble shooting pada FTA Card maka
dapat dilakukan dengan cara mengukur impedansi pada kabel conector
dengan menggunakan multimeter.

d. FSC System Interface (I/O)


FSC System Interface atau modul input-output adalah modul yang
berfungsi sebagai masukan dari FTA Card yang terdiri dari 16 channel
untuk setiap modulnya yang berupa sinyal analog yang kemudian data yang
dikirim ke CPU untuk diubah menjadi sinyal digital dan data yang masuk
akan diolah. Hasil dari itu semua akan ditampilkan pada display yang berupa
indikator LED. Jika LED berwarna merah menandakan FAULT, jika
berwarna hijau berarti input.

Gambar 4.20 FSC system Interface

Gambar 4.21 Indikator LED modul I/O pada Panel FSC

6
Troubleshooting yang biasa terjadi adalah koneksi yang lepas dan longgar
di socket connector antara detector dan Terminal, terminal dengan surge Arrester,
surge arrester dan FTA Card dengan FSC. Selain problem koneksi yang lepas dan
longgar, kadang-kadang sering terjadi pula salah polaritas yang dapat
mengakibatkan tidak terjadi koneksi antara tiap cabinet, dan juga sering terjadi
putusnya kabel antar connector serta short circuit yang dapat mengakibatkan
rusaknya modul. Untuk mendeteksi adanya kesalahan koneksi maka dapat
menggunakan multimeter sebagai pendeteksinya.

Adapun maintenance dari input (communication) trouble shooting antara


lain :

a. Memeriksa dan mengencangkan socket connector dan pastikan


terpasang dengan benar.
b. Ukur impedansi kabel terhadap ground.
c. Melakukan pengecekan dengan multimeter
d. Melakukan isolasi pada ujung konektor jika ingin melepasnya agar
tidak terjadi short circuit.

4.5.2 Software Troubleshooting

Program Software yang digunakan untuk memprogram sebuah FSC


Honeywell adalah FSC Navigator tipe 604. Untuk mengetahui troubleshooting
pada software, hal pertama yang harus kita cek adalah pastikan file HMC untuk
Train E ada di dalam FSC Navigator dan telah terbackup, setelah dipastikan ada
cek FLD dari flame detector apakah ada atau tidak, setelah dipastikan ada
kemudiancek lagi apakah FLD tersebut sudah benar apa tidak dengan cara melihat
Translate Application pada menu “View Log”di program FSC Navigator, seperti
gambar 5.12 di bawah.

6
Gambar 4.21 Translate Application

Jika pada ”Total number of errors detected during translate” menyatakan 0, itu
berarti logic yang sudah ada tidak mengalami masalah [5].

6
BAB V
PENUTUP

5.1. Kesimpulan

a. Konfigurasi flame detector untuk HMCS, yang merupkan sistem keamanan pada
PT Badak LNG. Yang memiliki beberpa detector yang dikontrol oleh modul FSC
(Fail Safe Control) yang kemudian datanya di tampilkan oada Main Machine
Interface yang terletak di fire station.

b. Prinsip Kerja flme detector tipe FLH-3100 yang ada di Train E Badak LNG
memiliki 2 buah sensor yaitu sensor Infrared dan sensor Ultra Violet. Sensor UV
mendeteksi panjang gelombang sekitar 0,19-0,26 mikron dengan rentang panjang
190-260 nm. Detector ini mendeteksi kebakaran dan ledakan di antara 3-4
milidetik. Sedangkan gelombang IR mendeteksi gelombang radiasi infrah red
pada panjang gelombang 4,1-4,6 mikron dari satu pancaran cahaya, dengan
rentang panjang 4100-4600 nm, detector ini mendeteksi pancaran cahaya IR
dengan Respon waktu 3-5 milidetik.

c. Trouble shooting dapat di lakukan dengan menggunakan Loop Drawing dan


Logic Diagram, untuk membantu mempermudah maintenance untuk mengetahui
trouble shooting yang terjadi baik pada fleme detector, kontroller dan jalur
komunikasinya. Trouble Shooting dapat dilakukan dengan cara mengecek
Impedensi pada setiap HMCS Cabinent.

5.2. Saran

a. Diperlukan perawatan secara berkala terhadap sistem HMCS


khususnya untuk Flame Detector, Controller dan jalur komunikasinya.

6
DAFTAR PUSTAKA
[1] Sobirin, Iskandar., FAIL SAFE CONTROL SYSTEM, Instrument Section
PT Badak NGL. Bontang.
[2] Hermanto, Agus., HMCS AND HAZARD FIELD DEVICES, Instrument
Section PT Badak NGL. Bontang.
[3] General Monitors FL 3100H / FL 3101H Manual Book, PT. Badak NGL.
[4] HMCS System MMI Manual FSC-Honeywell,PT.Badak NGL.
[5] Software Manual FSC-Honeywell,Botang , PT. Badak NGL.
[6] Maintenance & installation FSC-Honewell, PT Badak NGL.
[7] Lita, “Mengenal Cara Kerja dan Jenis-jenis Alat Pendeteksi Kebakaran,”
www.sewakantorcbd.co,2018.https://www.sewakantorcbd.com/blog/mengena
l
-cara-kerja-dan-jenis-jenis-alat-pendeteksi-kebakaran/.

[8] D. Darussalam and A. Azwardi, “Penggunaan IR Flame Sensor Sebagai


Sistem Pendeteki Api Berbasis Mikrokontroler pada Simulator Fire
Suppression System,” Semin. Nas. Tek. Mesin, vol. 9, no. 1, pp. 603–611,
2019, [Online].
Available : http://prosiding.pnj.ac.id/index.php/sntm/article/view/2068
[9] P.P.Kukuh, “Monitoring Fire Alarm System pada Building Automation
System Berbasis.IOT,”2021,[Online].Available:
https://repository.pnj.ac.id/id/eprint/702/1/JudulPendahuluandanPenutup.pdf
[10] Jong- Jin Jung “Validity of bench Tes Method For Infrared Flame
Detector”2020
Science and Engineering, Vol. 35, No. 1, pp. 150-155, 2021 ISSN : 2765-
088X [Online] Available : https://doi.org/10.7731/KIFSE.382497c3 ISSN :
2765- 060X (Print)

6
LAMPIRAN I
Pengetesan flame detektor sebelum digunakan tipe FL 3100H Oleh Maintenace.

6
Lokasi pemasangan Flame detector di 4K-1/2/3 Train E Badak LNG

7
LAMPIRAN II
FLAME DETECTOR FL-
H10

7
LAMPIRAN III
KUISIONER KINERJA MAHASISWA

7
7
7
7
LAMPIRAN IV
CATATAN HARIAN KERJA PRAKTEK & LEMBAR BIMBINGAN DOSEN
PEMBIMBING LAPANGAN

7
7
7
7
Lembar Bimbingan Kerja Praktek Dosen Pembimbing Lapangan

8
LAMPIRAN V
SERTIFIKAT KERJA PRAKTEK & LEMBAR PENILAIAN PERUSAHAAN

8
8
8
8

Anda mungkin juga menyukai