i
*halaman ini sengaja dikosongkan*
ii
HALAMAN PENGESAHAN
Haidar Natsir Amrullah, S.ST., M.T. Aulia Nadia Rachmat, S.ST., M.T.
NIP. 199110282019031011 NIP. 199108272019032024
iii
*halaman ini sengaja dikosongkan*
iv
PERANCANGAN FASILITAS KERJA MENGGUNAKAN SNI
9011:2021 PADA PEKERJAAN CORE MAKING DAN
FINISHING PERUSAHAAN MANUFAKTUR
RINGKASAN
v
*halaman ini sengaja dikosongkan*
vi
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL...............................................................................................i
RINGKASAN ........................................................................................................ v
2.7 Survei Keluhan Gangguan Otot Rangka Akibat Kerja (GOTRAK) ...... 15
vii
2.9 Hierarki Pengendalian ............................................................................. 19
viii
DAFTAR TABEL
ix
DAFTAR GAMBAR
x
BAB 1
PENDAHULUAN
1
sistem muskuloskeletal seperti cedera atau disfungsi pada otot, tulang,
tendon, ligamen, sendi, tulang rawan, bursa (kantong kecil berisi cairan) yang
menjadi bantalan antara tulang, sendi, otot, dan jaringan penghubung otot dan
tulang untuk mengurangi pergesekan, friksi dan iritasi ketika melakukan
pergerakan, tulang belakang, saraf hingga pembuluh darah. Keluhan pada
muskuloskeletal meliputi rasa tidak nyaman, keseleo, tegang otot hingga
nyeri akibat kerja.
Menurut International Labour Organization (ILO), terdapat sekitar 340
juta kecelakaan kerja dan 160 juta korban penyakit akibat kerja setiap
tahunnya (Situngkir et al., 2021). Data keluhan Muskuloskeletal di Indonesia
menunjukkan bahwa pekerja mengalami cidera otot pada bagian leher bawah
(80%), bahu (20%), punggung (40%), pinggang kebelakang (40%), pinggul
kebelakang (20%), pantat (20%), paha (40%), lutut (60%), dan betis (80%)
(Raraswati et al., 2020). Aktivitas manual material handling (MMH) dalam
pekerjaan industri berisiko besar sebagai penyebab penyakit tulang belakang
(low back paint), akibat dari penggunaan material secara manual yang cukup
berat dan posisi tubuh yang salah dalam bekerja. Faktor lain yang menjadi
penyebab terjadinya cedera pada tulang belakang ini adalah beban kerja yang
berat, postur kerja yang salah, pengulangan pekerjaan dan adanya getaran
yang diterima seluruh tubuh.
Hal ini sejalan dengan hasil wawancara yang sudah dilakukan kepada
para pekerja di area core making dan finishing Perusahaan Foundry dan
Manufaktur. Mengingat para pekerja melakukan manual handling pada saat
proses memindahkan core, melakukan pengelasan dan penggerindaan. Para
pekerja menyatakan bahwa jenis pekerjaan yang ada di perusahaan tersebut
dapat menyebabkan keluhan nyeri otot pada beberapa segmen tubuhnya.
Berdasarkan studi awal yang sudah dilakukan kepada para pekerja
menggunakan kuesioner GOTRAK bahwa pekerja mengalami MSDs. Hasil
persentase dari penyebaran kuesioner GOTRAK dapat dilihat pada Gambar
1.1.
2
Gambar 1. 1 Hasil Kuesioner GOTRAK
3
(Wardani et al., 2022). Meningkatnya permintaan konsumen terhadap suatu
barang menjadi latar belakang kebutuhan percepatan suatu proses produksi.
Dalam menghasilkan produk tersebut, perusahaan meningkatkan proses
produksi yang secara tidak langsung dapat meningkatkan risiko keluhan
muskuloskeletal pada pekerja. Para pekerja mengeluhkan rasa nyeri otot pada
tubuh bagian atas dan tubuh bagian bawah. Hal ini dapat terjadi karena
aktivitas pekerjaan pada posisi jongkok, membungkuk dan mengangkat
beban. Postur tersebut merupakan postur kerja yang tidak ergonomis.
Postur canggung adalah postur yang menyimpang secara signifikan dari
posisi netral saat melakukan pekerjaan karena kendala fisik dalam
menghadapi tekanan tertentu. Sehingga untuk menghindari adanya postur
janggal pada saat bekerja maka diperlukan adanya perbaikan fasilitas kerja
yang ergonomis, yang diharapkan mampu meningkatkan efisiensi kerja dan
mengurangi masalah-masalah yang berkaitan dengan posisi kerja yang
berbahaya (Nuraini et al., 2023).
Peran pemerintah dalam menanggulangi Penyakit Akibat Kerja (PAK)
yang diakibatkan oleh postur kerja yang tidak ergonomis adalah dengan
mengeluarkan regulasi berupa SNI 9011:2021 yang berisi tentang
pengukuran dan evaluasi potensi bahaya ergonomi di tempat kerja (Wahyu et
al., 2023). SNI 9011:2021 merupakan standar untuk melakukan identifikasi
bahaya ergonomi, menilai tinggi atau rendahnya risiko ergonomi dan
pertimbangan dalam mengembangkan dan menerapkan pengendalian efektif
sesuai dengan ketentuan dalam Permenaker Nomor 5 Tahun 2018 (Dzihni
Insani et al., 2023).
Seiring dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi cara
penilaian postur kerja dan risiko terhadap keluhan musculoskeletal disorders
banyak yang menggunakan aplikasi. Salah satu aplikasi yang digunakan
bernama CATIA (Computer Aided Three-Dimensional Interactive
Application). Software ini dipilih karena memiliki berbagai kelebihan
khususnya pada desain perancangan serta evaluasi produk yang dilengkapi
dengan simulasi gambaran postur subjek pengguna dan dapat menilai aspek
ergonomi produk tersebut (Tristiawan et al., 2019).
4
Pada penelitian lain (Larasati et al., 2022) dilakukan penilaian postur
kerja pada welder di perusahaan manufaktur transportasi dengan
menggunakan metode REBA (Rapid Entire Body Assessment), berdasarkan
penelitian tersebut didapatkan hasil skor REBA pada welder yaitu 8. Dimana
keluhan yang banyak dirasakan yaitu pada leher, badan, kaki, lengan atas,
lengan bawah dan pergelangan tangan. Rekomendasi yang diberikan yaitu
penambahan fasilitas kerja yang dapat menurunkan risiko keluhan
muskuloskeletal pekerja. Sehingga pada penelitian ini dilakukan pula
penilaian postur kerja dengan menggunakan metode yang berbeda yaitu SNI
9011:2021, kemudian pemberian rekomendasi yang dilakukan yaitu
perbaikan stasiun kerja pada pekerja core making dan finishing di perusahaan
foundry dan manufaktur dengan menggunakan software Computer Aided
Three-Dimensional Interactive (CATIA) dan penilaian ulang postur kerja
dengan menggunakan daftar periksa SNI 9011:2021 dalam upaya mengetahui
keefektifan simulasi perbaikan stasiun kerja tersebut.
Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui hasil evaluasi potensi bahaya
ergonomi pada pekerjaan core making dan finishing sesuai dengan SNI
9011:2021 serta membuat pertimbangan dalam mengembangkan dan
menerapkan pengendalian yang efektif yaitu desain ulang stasiun kerja
menggunakan data antropometri dan disimulasikan menggunakan software
CATIA.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, rumusan masalah yang akan dibahas
dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Bagaimana cara melakukan analisis dan penilaian postur kerja
menggunakan SNI 9011:2021 pada pekerjaan core making dan
finishing di perusahaan manufaktur?
2. Bagaimana perancangan stasiun kerja ergonomis yang dapat diberikan
pada pekerjaan core making dan finishing di perusahaan manufaktur?
3. Bagaimana efektivitas simulasi desain ulang stasiun kerja
menggunakan software CATIA?
1.3 Tujuan
5
Dari perumusan masalah di atas, maka tujuan dari penelitian ini adalah
sebagai berikut:
1. Melakukan analisis dan penilaian postur kerja pada pekerjaan core
making dan finishing dengan menggunakan tabel penilaian pada SNI
9011:2021.
2. Memberikan perancangan stasiun kerja ergonomis pada pekerjaan core
making dan finishing di perusahaan manufaktur.
3. Mampu menganalisis efektivitas dari simulasi desain ulang stasiun
kerja menggunakan software CATIA.
1.4 Manfaat Penelitian
Manfaat yang dapat diperoleh dari penilitan ini adalah sebagai berikut:
1. Bagi Perusahaan
a. Perusahaan dapat mengetahui hasil penilaian postur kerja pada
pekerjaan core making dan finishing berdasarkan SNI 9011:2021.
b. Perusahaan dapat memperoleh saran perbaikan berupa desain
ulang fasilitas kerja ergonomis untuk mengurangi tingkat risiko
MSDs yang dialami oleh pekerja core making dan finishing.
2. Bagi Peneliti
a. Mampu mengaplikasikan ilmu keselamatan dan kesehatan kerja
yang telah dipelajari di bangku kuliah terutama mengenai
penilaian postur kerja menggunakan SNI 9011:2021.
b. Dapat memberikan saran perbaikan kepada perusahaan untuk
mengurangi risiko MSDs bagi pekerja dengan memperbaiki
fasilitas kerja agar lebih ergonomis.
1.5 Batasan Masalah
Adapun Batasan masalah dari penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Penelitian ini dilakukan di area Core Making dan Finishing perusahaan
manufaktur.
2. Penggunaan survei GOTRAK hanya untuk mengetahui jenis dan
tingkat keluhan pada pekerja.
3. Rekomendasi pada perbaikan fasilitas kerja hanya berupa desain dan
tidak diwujudkan dalam bentuk nyata.
6
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
7
2.2 Ergonomi
Istilah ergonomi berasal dari bahasa Yunani yang terdiri dua kata yaitu
“ergon” berarti kerja dan “nomos” berarti aturan atau hukum. Ergonomi
adalah suatu aturan atau norma dalam sistem kerja. Di Indonesia memakai
istilah ergonomic dan di beberapa neagara seperti di Skandivania
menggunakan istilah “Bioteknologi” sedangkan di negara Amerika
menggunakan istilah “Human Engineering” atau :Human Factors
Engineering” (Tarwaka et al, 2004).
Ergonomi merupakan ilmu yang berkaitan erat dengan manusia.
Human-centered design adalah salah satu prinsip ergonomi dalam melakukan
perancangan, dimana sebaiknya perusahaan memperhatikan faktor manusia
dalam merancang alat kerja, stasiun kerja, posisi kerja dan lain sebagainya.
Ergonomi sebagai suatu pendekatan yang melihat interaksi antara pekerja dan
pekerjaannya, dapat digunakan untuk melakukan tindakan pencegahan
terjadinya gangguan kesehatan (Mayangsari et al., 2020). Penerapan
ergonomi menjadi keharusan karena setiap aktivitas atau pekerjaan yang
dilakukan secara tidak ergonomis dapat mengakibatkan ketidaknyamanan,
biaya tinggi, kecelakaan dan penyakit akibat kerja meningkat, kinerja
menurun yang berakibat penurunan produktivitas kerja, efisiensi dan daya
kerja (Dewi, 2023).
2.3 Postur Kerja
Postur kerja adalah pengaturan sikap pada saat tubuh sedang melakukan
pekerjaan. Sikap kerja pada saat bekerja sebaiknya dilakukan secara normal
sehingga dapat mencegah timbulnya musculoskeletal disorders. Rasa nyaman
dapat dirasakan apabila pekerja melakukan postur kerja yang baik
(Nurmianto, 2004) Pertimbangan-pertimbangan ergonomi yang berkaitan
dengan postur kerja dapat membantu mendapatkan postur kerja yang nyaman
bagi pekerja, baik itu postur kerja berdiri, duduk, duduk berdiri dan angkat
maupun angkut. Kondisi kerja seperti ini memaksa pekerja selalu berada pada
postur kerja yang tidak alami dan berlangsung dalam jangka waktu yang
lama. Hal ini akan mengakibatkan pekerja cepat lelah, adanya keluhan sakit
pada bagian tubuh, sampai cacat produk bahkan cacat tubuh (Hidjrawan &
8
Sobari, 2018).
2.4 Musculoskeletal Disorders (MSDs)
Mucsuloskeletal Disorders (MSDs) adalah keluhan pada bagian-bagian
otot skeletal yang dirasakan oleh seseorang mulai dari keluhan sangat ringan
sampai sangat sakit. Apabila otot menerima beban statis secara berulang
dalam waktu yang lama, akan dapat menyebabkan keluhan berupa kerusakan
pada sendi, ligamen dan tendon. Keluhan dan kerusakan inilah yang
dinamakan dengan keluhan musculoskeletal disorders atau keluhan pada
sistem muskuloskeletal (Suma’mur, 1989).
Menurut (Tarwaka, 2015) di Indonesia, postur kerja yang tidak alami
ini lebih banyak disebabkan oleh adanya ketidaksesuaian antara dimensi
peralatan kerja dan stasiun kerja dengan ukuran tubuh pekerja maupun
tingkah laku pekerja itu sendiri. Selain postur kerja yang tidak alami tersebut
juga dapat disebabkan oleh hal-hal berikut:
1. Peregangan otot yang berlebihan
Peregangan otot yang berlebihan (over exertion) pada umumnya
sering dikeluhkan oleh para pekerja dimana aktivitas kerjanya menuntut
pengarahan tenaga yang besar seperti aktivitas mengangkat, mendorong,
menarik dan menahan beban yang berat. Peregangan otot yang
berlebihan ini terjadi karena pengarahan tenaga yang diperlukan
melampaui kekuatan optimum otot. Apabila hal serupa sering dilakukan,
maka dapat mempertinggi risiko terjadinya keluhan otot, bahkan dapat
menyebabkan terjadinya cedera otot skeletal.
2. Aktivitas berulang
Aktivitas berulang pekerjaan yang dilakukan secara terus-menerus
seperti pekerjaan mencangkul, membelah kayu besar, angkat-angkut dan
sebagainya. Keluhan otot terjadi karena otot menerima tekanan akibat
beban kerja secara terus-menerus tanpa memperoleh kesempatan untuk
relaksasi.
3. Sikap kerja tidak alamiah
Sikap kerja tidak alamiah merupakan sikap kerja yang menyebabkan
posisi bagian-bagian tubuh bergerak menjauhi posisi alamiah misalnya
9
pergerakan tangan terangkat, punggung terlalu membungkuk, kepala
terangkat dan sebagainya. Semakin jauh posisi bagian tubuh dari pusat
gravitasi tubuh, maka semakin tinggi pula risiko terjadinya keluhan otot
skeletal. Sikap kerja tidak alamiah ini pada umumnya karena
karakteristik tuntutan tugas, alat kerja dan stasiun kerja tidak sesuai
dengan kemampuan dan keterbatasan pekerja.
2.5 Jenis Pekerjaan
Pekerja pada perusahaan foundry dan manufaktur bekerja selama 8 jam
untuk 6 hari dengan waktu istirahat 1 jam tiap harinya. Berbagai jenis
pekerjaan ada di perusahaan ini, namun pekerjaan yang prosesnya terdapat
postur kerja yang tidak ergonomis yaitu pekerjaan pada area core making dan
finishing yang sesuai dengan pekerjaan yang diambil pada penelitian ini.
2.5.1 Pekerjaan Area Core Making
Pada area core making terdapat jenis pekerjaan manual handling
sebagai berikut:
1. Pekerjaan mencampur pasir dengan minyak menggunakan mixer
10
dalam mixer sehingga tangan diangkat hingga di atas bahu.
2. Pekerjaan memindahkan pasir hasil mixer ke corebox
11
Pekerjaan memindahkan cetakan dilakukan dengan posisi
berdiri dan berjalan sekitar 5-10 langkah dengan membawa beban
dengan berat sekitar 2-10 kg per cetakan dan tergantung dengan
bentuknya, adapun cetakan yang besar dengan berat ± 50 kg
dilakukan pengangkatan dengan 2 pekerja sekaligus. Posisi pada
saat mengangkat hasil cetakan pekerja sedikit menundukkan
kepala, tangan menyesuaikan jangkauan cetakan.
4. Pekerjaan memindahkan cetakan yang sudah dilapisi cairan
coating
12
2.5.2 Pekerjaan Area Finishing
Pada area finishing terdapat jenis pekerjaan sebagai berikut:
1. Pekerjaan menggerinda
13
Apabila pekerja duduk biasanya menggunakan kaleng cat bekas
atau duduk di meja kerja yang juga digunakan sebagai dudukan
produk. Posisi pekerja pada saat menggerinda dengan posisi duduk
yaitu leher menunduk, badan membungkuk, tangan kanan dan kiri
menahan beban alat gerinda dan lutut ditekuk. Untuk pekerja
dengan posisi berdiri, posisi kepala menunduk, leher menunduk,
badan membungkuk, tangan kanan dan kiri mengikuti pergerakan
area yang akan dihaluskan sekaligus menahan beban alat gerinda
dan kaki dalam posisi lurus
2. Pekerjaan pengelasan
14
juga merasakan dampak dari permasalahan tersebut seperti peningkatan
rehabilitas dan biaya kompensasi bagi pekerja yang menderita (Florensia et
al., 2022).
Menurut (Harahap & Widanarko, 2021), gangguan otot tulang rangka
akibat kerja (gotrak) adalah gangguan pada sistem muskuloskeletal seperti
cedera atau disfungsi pada otot, tulang, tendon, ligamen, sendi, tulang rawan,
bursa (kantong kecil berisi cairan) yang menjadi bantalan antara tulang, sendi,
otot, dan jaringan penghubung otot dan tulang untuk mengurangi pergesekan,
friksi dan iritasi ketika melakukan pergerakan, tulang belakang, saraf hingga
pembuluh darah. Keluhan pada muskuloskeletal meliputi rasa tidak nyaman,
keseleo, tegang otot hingga nyeri akibat kerja.
2.7 Survei Keluhan Gangguan Otot Rangka Akibat Kerja (GOTRAK)
Survei keluhan digunakan sebagai alat untuk mengidentifikasi bahaya
ergonomi pada langkah pertama guna mengetahui keluhan kesehatan yang
mungkin muncul (BSN, 2021). Selain identifikasi, standar tersebut juga
menjadi acuan dalam melakukan pengukuran potensi bahaya ergonomi
hingga menentukan pengendalian efektif yang dapat diambil. Survei
dilakukan dengan pengisian kuesioner GOTRAK oleh pekerja yang
berpotensi menerima paparan bahaya ergonomi. Terdapat beberapa
pertanyaan mulai dari jenis pekerjaan, durasi pekerjaan, lama bekerja pada
bidang tersebut dan 20 bagian otot pada tubuh baik pada sisi tubuh kanan
maupun kiri yang dimulai dari bagian atas yaitu otot leher hingga otot kaki.
Gambaran pengisian untuk mengetahui tingkat keparahan dan frekuensi
sering pada bagian tubuh dapat dilihat pada Gambar 2.4 beikut.
15
Gambar 2. 8 Survei keluhan GOTRAK
Sumber: BSN (2021)
Pada bagian survei keluhan GOTRAK seperti pada Gambar 2.4 harus
diisi untuk setiap bagian tubuh yang “sakit”, “sakit parah”, atau di mana
ketidaknyamanan “selalu” dirasakan. Hal ini penting karena pekerja dapat
memberikan pendapat mereka tentang penyebab masalah dan apakah terdapat
cedera pada bagian tubuh tersebut. Hasil dari survei keluhan GOTRAK akan
dilakukan interpretasi guna untuk menentukan tingkat risiko keluhan
GOTRAK seperti pada Tabel 2.2 berikut.
16
Tabel 2. 2 Tingkat Risiko Keluhan GOTRAK
Keparahan
17
metode untuk mengidentifikasi dan menghitung risiko kerja yang terbagi
kedalam 3 tahap yaitu identifikasi untuk kecocokan metode, penyebaran
kuesioner GOTRAK, penilaian risiko kerja dengan daftar periksa potensi
bahaya faktor ergonomi. Daftar periksa potensi bahaya faktor ergonomi
terbagi menjadi 2 bagian yaitu daftar periksa potensi bahaya faktor ergonomi
postur tubuh dan daftar periksa bahaya faktor ergonomi pengangkatan beban
manual (Asshidiq & Nur Rahman As’ad, 2023).
Penilaian potensi bahaya faktor ergonomi dilakukan dengan
menggunakan daftar periksa, dalam penggunaannya terdapat langkah-
langkah yang harus dilakukan sebagai berikut:
1. Menentukan potensi bahaya faktor ergonomi yang terdeteksi.
2. Menentukan durasi paparan dari setiap potensi bahaya dengan
menggunakan rumus berikut ini.
𝐷𝑢𝑟𝑎𝑠𝑖 𝑝𝑎𝑝𝑎𝑟𝑎𝑛 𝑑𝑎𝑟𝑖 𝑏𝑎ℎ𝑎𝑦𝑎 (𝑗𝑎𝑚)
Persentase = 𝐷𝑢𝑟𝑎𝑠𝑖 𝑘𝑒𝑟𝑗𝑎 𝑑𝑎𝑙𝑎𝑚 𝑠𝑎𝑡𝑢 𝑠ℎ𝑖𝑓𝑡 (𝑗𝑎𝑚) × 100% (2,1)
0% - 25% dari 25% - 50% dari 50% - 100% dari Jika total jam kerja > 8
total jam kerja total jam kerja total jam kerja jam, tambahkan 0.5 per jam
0 1 2
18
Tabel 2. 4 Contoh daftar periksa potensi bahaya faktor ergonomi
Persentase Waktu
Paparan Jika total
Paparan (Dari Total
Jam Kerja) jam kerja
Kategori Potensi
Potensi Bahaya Apakah >8 jam, Skor
Bahaya
potensi bahaya 0% 25% 50% tambah 0.5
- - -
tersebut ada? per jam
25 50 100
% % %
DAFTAR PERIKSA POTENSI BAHAYA PADA TUBUH BAGIAN ATAS
Postur janggal 1. Leher: memutar atau
menunduk
Leher yang memuntir >
20°, dan/atau Leher Ya Tidak 0 1 2
yang menekuk ke depan
> 20° atau ke belakang
< 5°
19
paling efektif sehigga tidak hanya mengandalkan perilaku pekerja dalam
menghindari risiko, namun demikian, penghapusan benar-benar terhadap
bahaya tidak selalu praktis dan ekonomis.
b. Substitusi
Substitusi dapat didefinisikan sebagai penggantian bahan berbahaya
dengan bahan lain yang lebih aman. Prinsip pengendalian ini adalah
mengganti bahan, proses, operasi ataupun peralatan dari yang berbahaya
menjadi lebih tidak berbahaya. Dengan pengendalian ini menurunkan
bahaya dan risiko minimal melalui desain sistem ataupun desain ulang.
c. Rekayasa Teknik
Rekayasa teknik adalah upaya untuk mengurangi tingkat risiko
dengan membuat tempat kerja, mesin, perangkat, atau proses kerja
menjadi lebih aman. Ciri khas dari fase ini adalah pandangan mendalam
tentang bagaimana menciptakan tempat kerja yang ergonomis,
mengubah metode kerja, dan mengurangi terbentuknya aktivitas
berbahaya dengan membuat desain peralatan kerja ergonomis ataupun
mendesain ulang fasilitas kerja yang ada.
d. Kontrol Administratif
Kontrol administratif ditujukan pengendalian dari sisi orang yang
akan melakukan pekerjaan, dengan dikendalikan metode kerja
diharapkan orang akan mematuhi, memiliki kemampuan dan keahlian
cukup untuk menyelesaikan pekerjaan secara aman. Jenis pengendalian
ini antara lain seleksi karyawan, aanya standar operasi baku (SOP),
pelatihan, pengawasan, modifikasi perilaku, jadwal kerja, rotasi kerja,
pemeliharaan, manajemen perubahan, jadwal istirahat, investigasi dll.
e. Alat Pelindung Diri (APD)
Pada tahap terakhir dari hierarki pengendalian merupakan
penggunaan alat pelindung diri (APD). Penggunaan APD berfungsi
untuk mengurangi tingkat keparahan dari dampak yang ditimbulkan.
Namun penggunaan APD tidak mengurangi tingkat kemungkinan
terjadinya paparan risiko.
20
2.10 Desain Stasiun Kerja
Desain stasiun kerja yang ergonomi merupakan suatu hal yang sangat
penting untuk pencapaian suatu produktivitas kerja yang tinggi. Banyak
pekerja di industri yang melakukan pekerjaan yang sama atau serupa pada
setiap shift kerja, hal tersebut jika dilakukan secara cepat dan efisien akan
menghasilkan suatu produktivitas yang lebih tinggi. Hal tersebut
dimaksudkan setiap stasiun kerja harus didesain untuk menyerasikan antara
kebutuhan individu pekerja seperti ketinggian objek kerja, jangkauan
optimum, ukuran objek yang dikerjakan, dll, dan tentunya
mempertimbangkan jenis mesin yang digunakan dan pekerjaan yang
dilakukan (Tarwaka, 2015).
Menurut (Peraturan Menteri Ketenagakerjaan Nomor 5 Tahun 2018
tentang Keselamatan dan Kesehatan Kerja Lingkungan Kerja) untuk
mendesain peralatan kerja secara ergonomi yang digunakan dalam
lingkungan sehari-hari atau mendesain peralatan yang ada pada lingkungan
seharusnya disesuaikan dengan manusia di lingkungan tersebut. Apabila tidak
ergonomis akan dapat menimbulkan berbagai dampak negatif bagi manusia
tersebut. Dampak negatif bagi manusia tersebut akan terjadi dalam jangka
waktu pendek (short term) maupun jangka panjang (long term). Selanjutnya
prinsip-prinsip penerapan data antropometri adalah:
1. Prinsip perancangan bagi individu dengan ukuran ekstrim.
Berdasarkan prinsip ini, rancangan yang dibuat bisa digunakan oleh
individu ekstrim yaitu terlalu besar atau kecil dibandingkan dengan rata-
ratanya agar memenuhi sasaran, maka digunakan persentil besar (90%-
ile, 95%-ile atau 99%-ile persentil) atau persentil kecil (1%-ile, 5%-ile
atau 10%-ile).
2. Prinsip perancangan yang bisa disesuaikan atau distel.
Rancangan bisa diubah-ubah ukurannya, sehingga cukup fleksibel untuk
diaplikasikan pada berbagai ukuran tubuh (berbagai populasi). Dengan
menggunakan prinsip ini maka kita dapat merancang produk yang dapat
disesuaikan dengan keinginan konsumen. Misalnya kursi perkantoran,
kursi pengemudi pada kendaraan. Dalam hal ini kita dapat menggunakan
21
ukuran rentang antara 5%-ile (batas bawah) dengan 95%-ile (batas atas).
3. Prinsip perancangan dengan ukuran rata-rata.
Rancangan didasarkan atas rata-rata ukuran manusia. Prinsip ini dipakai
jika peralatan yang didesain harus dapat dipakai untuk berbagai ukuran
tubuh manusia. Rancangan peralatan dan sarana kerja berdasarjan data
rerata hanya tepat digunakan untuk merancang fasiltias umum atau
peralatan kerja yang hanya digunakan sebentar-sebentar. Berdasarkan
distribusi bahwa 50% populasi akan kekecilan dan 50% populasi
kebesaran terhadap peralatan tersebut.
2.10.1 Pendekatan Desain Stasiun Kerja
Perbaikan stasiun kerja yang sudah ada maupun mendesain
stasiun kerja baru, para perancang sering dibatasi oleh faktor
finansial atau teknologi seperti keleluasaan modifikasi, ketersediaan
ruangan, lingkungan, ukuran frekuensi alat yang digunakan,
kesinambungan pekerjaan, dan populasi yang menjadi target.
Dengan demikian desain dan redesign stasiun kerja harus selalu
berkompromi antara kebutuhan operator. Data antropometri
digunakan untuk berbagai keperluan, seperti perancangan stasiun
kerja, fasilitas kerja, dan desain produk agar diperoleh ukuran-
ukuran yang sesuai dan layak dengan dimensi anggota tubuh
manusia yang akan menggunakannya (Tarwaka, 2015).
Menurut Das and Sengupta, 1993 (Tarwaka, 2015) pendekatan
secara sistematik untuk menentukan dimensi stasiun kerja dapat
dilakukan dengan cara sebagai berikut:
a. Mengidentifikasi variabilitas populasi pemakai yang didasarkan
pada etnik, jenis kelamin dan umur.
b. Mendapatkan data antropometri yang relevan dengan populasi
pemakai.
c. Menentukan kisaran ketinggian dari pekerjaan utama.
Penyediaan kursi dan meja kerja yang dapat distel, sehingga
operator dimungkinkan bekerja dengan sikap duduk maupun
berdiri secara bergantian.
22
d. Tata letak dari peralatan, kontrol harus dalam kisaran jangkauan
optimum.
e. Menempatkan displai yang tepat sehingga operator dapat
melihat objek dengan pandangan yang tepat dan nyaman.
2.11 Antropometri
Menurut (Wignjosoebroto, 2008) antropometri berasal dari kata
“antrho” yang berarti manusia dan “metri” yang berarti ukruan. Secara
definitif antropometri dapat dinyatakan sebagai satu studi yang berkaitan
dengan pengukuran dimensi tubuh manusia. Manusia pada dasarnya akan
memiliki bentuk, ukuran (tinggi, lebar, dsb) berat dan lain-lain yang berbeda
satu dengan yang lainnya. Pada penelitiannya, Sutarman (dalam Tarwaka &
Bakri, 2016) menyatakan bahwa dengan adanya data antropometri dari
pekerja dapat dibuat desain peralatan kerja yang sesuai dalam artian dapat
menunjang kenyamanan, kesehatan, keselamatan pekerja. antropometri
dibagi atas dua bagian, yaitu:
1. Antropometri Statis, berkaitan dengan pengukuran dimensi tubuh
manusia dalam keadaan diam atau dalam posisi yang dibakukan.
Misalnya tinggi badan, panjang lengan, tinggi siku, tebal paha, dan lain
sebagainya.
2. Antropometri Dinamis, berhubungan dengan pengukuran keadaan dan
ciri-ciri fisik manusia dalam keadaan bergerak atau memperhatikan
gerakan-gerakan yang mungkin terjadi selama manusia melakukan
pekerjaannya. Misalnya memutar stir mobil, merakit komponen, dan lain
sebagainya.
23
17 tahun untuk wanita. Pada saat umur tersebut ukuran tubuh manusia
tetap dan cenderung untuk menyusut setelah kurang lebih berumur 60
tahun.
2. Jenis Kelamin
Jenis kelamin menentukan ukuran tinggi badan seseorang karena rata-
rata laki-laki pada umumnya memiliki dimensi tubuh yang lebih besar
dan tinggi dibandingkan dengan perempuan, kecuali dibagian dada dan
pinggul.
3. Berat badan
Berat badan merupakan salah satu ukuran yang memberikan gambaran
massa jaringan, termasuk cairan tubuh. Berat badan sangat peka terhadap
perubahan yang mendadak baik karena penyakit infeksi maupun
konsumsi makanan yang menurun.
4. Suku bangsa
Suku bangsa juga memberikan ciri khas mengenai dimensi tubuhnya.
Pada umumnya orang eropa merupakan etnis kaukasoid berbeda dengan
orang Indonesia yang merupakan etnis mongoloid. Kecenderungan
dimensi tubuh manusia yang termasuk etnis kaukasoid lebih panjang bila
dibandingkan dengan dimensi tubuh manusia yang termasuk etnis
mongoloid
5. Jenis pekerjaan atau latihan
Suatu sifat dasar otot manusia, dimana bila otot tersebut sering
dipekerjakan akan mengakibatkan otot tersebut bertambah lebih besar.
Misalnya dimensi seorang buruh pabrik, dimensi seorang binaragawan
dan sebagainya.
24
2.11.1 Standar Pengukuran Antropometri
Standar pengukuran antropometri statis pada posisi berdiri dan
duduk ditetapkan sebanyak 36 poin. Berikut pada Tabel 2.5
merupakan rincian posisi pengukuran pada tiap-tiap dimensi tubuh
manusia yang meliputi (Peraturan Menteri Ketenagakerjaan
Republik Indonesia Nomor 5, 2018):
Tabel 2. 5 Standar Pengukuran Antropometri Statis
Mata Ukur Dimensi
No. Penjelasan
Anggota Tubuh
1 Tinggi Badan Adalah jarak vertikal telapak kaki sampai
ujung kepala yang paling atas. Subjek diukur
dengan posisi tegak bersandar pada dinding
dengan kedua kaki berdiri seimbang dan berat
tertumpu pada kedua kaki.
• Aplikasi:
Memberikan ukuran tentang ruang bebas
arah vertikal yang diperlukan dalam kerja
berdiri; ketinggian minimal yang dapat
diperbolehkan terhadap benda-benda yang
mengganggu di atas kepala.
2 Tinggi Mata Berdiri Adalah jarak vertikal dari lantai sampai sudut
mata bagian dalam (dekat pangkal hidung).
Subjek berdiri tegak dan memandang lurus ke
depan.
• Aplikasi:
Merupakan pusat lapangan penglihatan;
sebagai referesi untuk lokasi displai visual;
dimensi jangkauan untuk garis
penglihatan; ketinggian maksimal yang
diperbolehkan untuk sesuatu yang
menghalangi pandangan, dll. Apabila
pekerjaan dilakukan dengan posisi berdiri.
3 Tinggi Bahu Berdiri Adalah jarak vertikal dari lantai ke bagian atas
bahu kanan (acromion) atau ujung tulang bahu
kanan. Subjek diukur dengan posisi tegak
lurus dengan kedua kaki berdiri seimbang dan
berat tertumpu pada kedua kaki.
• Aplikasi:
Merupakan pusat rotasi dari anggota tubuh
bagian atas, sehingga dapat digunakan di
dalam menentukan area jangkauan yang
nyaman; sebagai data referensi untuk
lokasi penempatan alat kontrol, peralatan
kerja dan perkakas yang dipasang tetap,
merupakan titik atas dari power zone.
25
Lanjutan Tabel 2. 5 Standar Pengukuran Antropometri Statis
4 Tinggi Siku Berdiri Adalah jarak vertikal dari lantai sampai titik
bawah siku. Subjek diukur dengan posisi tegak
lurus, lengan atas lurus ke bawah di samping
badan dan lengan bawah ke depan membentuk
sudut 90° dengan kedua kaki berdiri seimbang
dan berat tertumpu pada kedua kaki.
• Aplikasi:
Merupakan data referensi untuk
menentukan ketinggian landasan kerja,
merupakan titik sentral power zone, dll.
5 Tinggi Pinggul Berdiri Adalah jarak vertikal dari lantai sampai titik
tulang pinggul. Subjek diukur dengan posisi
tegak lurus, dengan kedua kaki berdiri
seimbang dan berat tertumpu pada kedua kaki.
• Aplikasi:
Tinggi pinggul juga merupakan pusat
rotasi pada sendi pinggul, sehingga dapat
digunakan untuk mengetahui panjang
fungsional dari anggota tubuh bagian
bawah.
6 Tinggi Tulang Ruas Adalah jarak vertikal dari lantai ke bgaian
tulang ruas/buku jari tangan kanan
(metacarpals).
7 Tinggi Ujung Jari Adalah jarak vertikal dari lantai sampai ujung
jari tengah tangan. Subjek diukur dengan
posisi tegak lurus, tangan lurus ke bawah di
samping badan dengan jari tangan membuka
rapat lurus dan kedua kaki berdiri seimbang
dan berat tertumpu pada kedua kaki.
• Apliaksi:
Merupakan batas titik terendah yang dapat
diterima dari penempatan alat kontrol yang
dioperasikan dengan menggunakan jari
tangan.
8 Tinggi Duduk Adalah jarak vertikal dari permukaan alas
duduk sampai ujung kepala (vertex). Subjek
diukur dengan posisi duduk tegak lurus.
• Aplikasi:
Ruang bebas gerak yang diperlukan antara
alas duduk sampai objek yang dapat
menghalangi, yang berada di atas kepala.
26
Lanjutan Tabel 2. 5 Standar Pengukuran Antropometri Statis
9 Tinggi Mata Duduk Adalah jarak vertikal dari alas duduk sampai
sudut mata dalam. Subjek diukur dengan
posisi duduk tegak lurus dan mata menghadap
lurus ke depan.
• Aplikasi:
Merupakan pusat lapangan penglihatan;
sebagai referensi untuk lokasi displai
visual; dimensi jangkauan untuk garis
penglihatan; ketinggian maksimal yang
diperbolehkan untuk sesuatu yang
menghalangi pandangan, dll. Apabila
pekerjaan dilakukan dengan posisi duduk.
10 Tinggi Bahu Duduk Adalah jarak vertikal dari alas duduk sampai
titik tengah bagu (akromion). Subjek diukur
dengan posisi duduk tegak lurus.
• Aplikasi:
Sekitar pusat rotasi anggota tubuh bagian
atas dan merupakan titik tulang bahu.
11 Tinggi Siku Duduk Adalah jarak vertikal dari alas duduk sampai
titik bawah siku. Subjek diukur dengan posisi
duduk tegak lurus, lengan atas lurus ke bawah
di samping badan dan lengan bawah ke depan
membentuk sudut 90°.
• Aplikasi:
Menentukan ketinggian sandaran tangan;
merupakan data referensi yang penting
untuk ketinggian letak keyboard,
deskboard, tinggi permukaan landasan
kerja pada berbagai pekerjaan lainnya.
12 Tebal Paha Adalah jarak vertikal dari alas duduk sampai
bagian atas paha. Subjek diukur dengan posisi
duduk tegak lurus, lekuk lutut membentuk
sudut 90°.
• Aplikasi:
Ruang bebas gerak yang diperlukan antara
tempat duduk dengan ujung bawah meja
atau benda-benda yang dapat menghalangi
lainnya.
13 Panjang Lutut Adalah jarak horizontal dari titik belakang
pantat (buttock) sampai titik depan lutut.
Subjek diukur dengan posisi duduk tegak
lurus, lekuk lutut membentuk sudut 90°.
• Aplikasi:
Ruang bebas gerak antara titik belakang
pantat dengan benda yang dapat
menghalangi di depan lutut.
27
Lanjutan Tabel 2. 5 Standar Pengukuran Antropometri Statis
Mata Ukur Dimensi
No. Penjelasan
Anggota Tubuh
14 Panjang Popliteal atau Adalah jarak horizontal dari titik belakang
Panjang Tungkai pantat (buttock) sampai lekuk lutut atau sudut
Bawah popliteal. Subjek diukur dengan posisi duduk
tegak lurus, lekuk lutut membentuk sudut 90°.
• Aplikasi:
Menentukan tentang kedalaman duduk
maksimal yang dapat diterima.
16 Tinggi Lekuk Lutut Adalah jarak vertikal dari lantai sampai lekuk
atau Panjang Tungkai lutut. Subjek diukur dengan posisi duduk tegak
Bawah lurus, lekuk lutut membentuk sudut 90°.
• Aplikasi:
Dimensi ukuran untuk menentukan
ketinggian duduk maksimal yang masih
dapat diterima.
17 Lebar Sisi Bahu Adalah jarak horizontal antara sisi paling luar
bahu kiri dan sisi paling luar bahu kanan.
18 Lebar Bahu Bagian Adalah jarak horizontal antara bahu atas kanan
Atas dan bahu atas kiri.
Subjek duduk tegak dengan lengan atas dan
lengan bawah merapat ke badan.
28
Lanjutan Tabel 2. 5 Standar Pengukuran Antropometri Statis
Mata Ukur Dimensi
No. Penjelasan
Anggota Tubuh
19 Lebar Pinggul Adalah jarak horizontal antara sisi luar pinggul
kiri dan sisi luar pinggul kanan. Subjek duduk
tegak.
22 Panjang Lengan Atas Adalah jarak dari titik tengah bahu (akromion)
sampai titik bawah siku. Subjek diukur dengan
posisi lengan atas lurus ke bawah dan siku
ditekuk ke depan membentuk sudut 90°.
• Aplikasi:
Panjang fungsional dari anggota tubuh
bagian atas; digunakan untuk
mendefinisikan area terdekat dari suatu
objek yang dikerjakan.
23 Panjang Lengan Adalah jarak dari titik belakang siku sampai ke
Bawah bagian ujung jari tengah. Subjek diukur
dengan posisi lengan lurus ke bawah dan siku
ditekuk ke depan hingga membentuk sudut
90°.
• Aplikasi:
Jangkauan lengan digunakan untuk
menentukan area kerja optimum.
• Faktor Koreksi:
− Untuk jangkauan dengan jari tangan
adalah jangkauan tangan
menggenggam + 60% panjang
tangan.
− Untuk jangkauan tangan dengan ibu
jari adalah jangkauan tangan
menggenggam + 20% panjang
tangan.
29
Lanjutan Tabel 2. 5 Standar Pengukuran Antropometri Statis
Mata Ukur Dimensi
No. Penjelasan
Anggota Tubuh
24 Panjang Jangkau Adalah jarak dari bagian atas bahu kanan
Depan (acromion) ke ujung jari tengah tangan kanan
dengan siku dan pergelangan tangan kanan
lurus.
30
Lanjutan Tabel 2. 5 Standar Pengukuran Antropometri Statis
Mata Ukur Dimensi
No. Penjelasan
Anggota Tubuh
28 Panjang Tangan Adalah jarak dari pergelangan tangan sampai
ujung jari tengah (jari terpanjang).
31
Lanjutan Tabel 2. 5 Standar Pengukuran Antropometri Statis
Mata Ukur Dimensi
No. Penjelasan
Anggota Tubuh
34 Tinggi Genggaman Adalah jarak vertikal dari lantai sampai titik
Tangan ke Atas Posisi tengah genggaman tangan. Subjek diukur
Berdiri dengan posisi tegak lurus, tangan lurus ke atas
dengan tangan menggenggam dan kedua kaki
berdiri seimbang dan berat tertumpu pada
kedua kaki.
• Aplikasi:
Merupakan batas titik tertinggi yang dapat
diterima dari penempatan alat kontrol yang
dioperasikan dengan menggunakan
tangan.
• Faktor Koreksi:
− Untuk jangkauan dengan jari tangan
adalah jangkauan tangan
menggenggam + 60% panjang
tangan.
− Untuk jangkauan dengan ibu jari
adalah jangkauan tangan
menggenggam + 20% panjang
tangan.
35 Tinggi Genggaman Adalah jarak vertikal dari alas duduk sampai
Tangan ke Atas Posisi titik tengah genggaman tangan. Subjek diukur
Duduk dengan posisi duduk tegak lurus, tangan lurus
ke atas dengan tangan menggenggam.
32
tubuh yang digunakan dalam perancangan alat atau sarana kerja.
2.11.2 Data Antropometri Masyarakat Indonesia
Sebagian besar data antropometri dinyatakan dalam bentuk
persentil. Persentil merupakan suatu nilai yang menyatakan bahwa
persentase tertentu dari sekelompok orang yang dimensinya sama
dengan atau lebih rendah dari nilai tersebut. Misalnya 95% dari
populasi adalah sama atau lebih rendah dari 95 persentil, dan 5%
dari populasi berada sama dengan atau lebih rendah dari 5 persentil.
Dalam antropometri, angka 95-th akan menggambarkan ukuran
manusia yang tersebar dan 5-th persentil akan menunjukkan ukuran
terkecil (Nurmianto, 2004).
Tabel 2. 6 Data Antropometri Masyarakat Indonesia
Dimensi Keterangan 5th 50th 95th SD
D1 Tinggi tubuh 159.97 169.06 178.15 5.52
D2 Tinggi mata 149.16 158.24 167.32 5.52
D3 Tinggi bahu 132.21 140.76 149.3 5.2
D4 Tinggi siku 98.47 105.12 111.77 4.04
D5 Tinggi pinggul 86.55 94.23 101.9 4.66
D6 Tinggi tulang ruas 65.8 73.24 80.68 4.52
D7 Tinggi ujung jari 61.64 71.56 81.48 6.03
D8 Tinggi dalam posisi duduk 72.19 83.44 94.69 6.84
Tinggi mata dalam posisi
D9 60.11 72.83 85.55 7.73
duduk
Tinggi bahu dalam posisi
D10 47.91 64.28 80.65 5.39
duduk
Tinggi siku dalam posisi
D11 22.95 31.81 40.68 5.39
duduk
D12 Tebal paha 12.23 19.33 26.43 4.32
D13 Panjang lutut 47.74 53.5 59.26 3.5
D14 Panjang popliteal 31.28 39.84 48.4 5.2
D15 Tinggi lutut 47.49 54.88 62.28 4.5
D16 Tinggi popliteal 37.53 43.93 50.34 3.89
D17 Lebar sisi bahu 35.83 45.31 54.78 5.76
D18 Lebar bahu bagian atas 29.93 37.18 44.42 4.41
D19 Lebar pinggul 29.64 36.73 43.83 4.31
D20 Tebal dada 18.6 21.95 25.29 2.03
D21 Tebal perut 15.24 25.47 35.69 6.21
D22 Panjang lengan atas 24.62 35.51 46.39 6.62
D23 Panjang lengan bawah 19.84 45.7 71.56 15.72
Panjang rentang tangan ke
D24 43.5 70.77 98.05 16.58
depan
33
Lanjutan Tabel 2. 6 Data Antropometri Masyarakat Indonesia
34
(adjustable) dengan suatu rentang tertentu (Wignjosoebroto, 2008).
Oleh karena itu, untuk penetapan antropometri dapat menerapkan
distribusi normal. Dalam statistik, distribusi normal dapat
diformulasikan berdasarkan niali rata-rata dan standar deviasi dari
ada seperti pada Gambar 2.9.
35
Gambar 2. 10 Grafik Normal Distribusi terhadap Nilai 905 Populasi
Sumber: (Peraturan Menteri Ketenagakerjaan Republik Indonesia
Nomor 5, 2018)
36
dari populasi sampel. Sebagai contoh ilustrasi untuk memudahkan
pemahaman dapat disajikan sebagai berikut:
Nilai rerata (mean) adalah 60 sentimeter dengan α sebesar 4, maka:
X ± 1 α = 56 – 64 sentimeter, sehingga meliputi 68% dari sampel
X ± 2 α = 52 – 68 sentimeter, sehingga meliputi 95% dari sampel
X ± 3 α = 42 – 72,4 sentimeter, sehingga meliputi 99% dari sampel
Tabel 2. 7 Penggunaan Rerata (X) dan Standar Deviasi
Nilai Persentil Rumus Estimasi
99,5 X + (2,58 x α)
99 X + (2,32 x α)
97,5 X + (1,95 x α)
97 X + (1,88 x α)
95 X + (1,65 x α)
90 X + (1,28 x α)
80 X + (0,84 x α)
75 X + (0,67 x α)
70 X + (0,52 x α)
50 X
30 X - (0,52 x α)
25 X - (0,67 x α)
20 X - (0,84 x α)
10 X - (1,28 x α)
5 X - (1,65 x α)
3 X - (1,88 x α)
2,5 X - (1,95 x α)
1 X - (2,32 x α)
0,5 X - (2,58 x α)
Sumber: (Permenaker No.5, 2018)
37
alat berteknologi tinggi yang canggih. Salah satu software yang dapat
memudahkan perancang dalam mensimulasikan hasil rancangan yaitu
CATIA (Computer Aided Three-Dimensional Interactive Application) adalah
software terintegrasi CAD/CAM/CAE yang dikembangkan oleh Perusahaan
French Dassault Systems dan dipasarkan oleh IBM (International Business
Machines Corporation). Software ini mampu membuat analisa ergonomi
tubuh manusia dengan dimensi orang yang dapat disesuaikan dengan
menggunakan manekin (Widodo et al., 2016).
Program CATIA V5 diciptakan untuk mempermudah pekerjaan-
pekerjaan teknik diantaranya konstruksi, desain, perpipaan, kelistrikan dan
lain-lain. CATIA memiliki fitur yang cukup lengkap sehingga mampu
melakukan CAD (Computer Aided Desain), CAM (Comupter Aided
Manufacture), CAE (Computer Aided Engineering). Pada program CATIA
V5 terdapat beberapa pilihan menu operasional, diantaranya adalah:
a. Interactive yaitu basic program yang dimiliki oleh CATIA V5.
b. Mechanical Desain yaitu menu yang buat untuk mempermudah
pengguna untuk membuat suatu desain mekanik.
c. Analysis and Simulation yaitu fitur CATIA V5 yang mampu melakukan
analisis kekuatan suatu desain serta menampilkannya dengan simulasi
yang sangat menarik.
38
BAB 3
METODOLOGI PENELITIAN
Mulai
Identifikasi masalah
Pengambilan data
39
A
Tidak
Apakah terdapat
penurunan hasil
pengukuran
ergonomi?
Ya
Selesai
40
di area core making dan finishing, dimana pada area core making terdapat
pekerjaan manual material handling yaitu pengangkatan dan pemindahan
core (cetakan) yang sudah jadi sedangkan pada area finishing terdapat
pekerjaan utama yaitu penggerindaan dan pengelasan. Pekerjaan tersebut
dilakukan dengan postur kerja membungkuk, jongkok, berdiri, yang
dilakukan secara berulang dengan jangka waktu yang cukup lama. Akibat
pekerjaan dengan postur kerja yang tidak ergonomis dilakukan secara
berulang dengan jangka waktu yang cukup lama, harus mendapat perhatian
khusus karena sering kali menimbulkan risiko cidera dan kecelakaan kerja.
3.1.1 Studi Literatur
Studi literatur yang dilakukan oleh penulis yaitu dengan melakukan
pencarian terhadap berbagai sumber tertulis, baik berupa buku-buku,
jurnal dan dokumen-dokumen yang relevan dengan permasalahan yang
dikaji. Sehingga informasi yang didapat dari studi ini dapat dijadikan
rujukan untuk memperkuat argumentasi-argumentasi yang ada. Hasil
dari studi literatur dibahas dan dikutip didalam tinjauan pustaka dan
daftar pustaka. Literatur yang dibutuhkan dalam penelitian ini adalah
terkait dengan ergonomi, musculoskeletal disorders, keluhan
GOTRAK, penilaian postur kerja, antropometri serta desain ulang
stasiun kerja menggunakan software CATIA dapat menjadi sumber
acuan atau literatur penelitian.
3.1.2 Studi Lapangan
Pada tahapan studi lapangan, penulis melakukan pengumpulan data
melalui kegiatan observasi dan wawancara di lingkungan kerja.
Observasi dilakukan untuk melakukan pengamatan secara langsung
pada seluruh pekerja perusahaan foundry dan manufaktur. Sedangkan
wawancara dilakukan untuk mencari informasi mengenai gambaran
perusahaan dan keluhan-keluhan pekerja mengenai pekerjaan yang
dilakukan. Hal ini dilakukan untuk mengetahui informasi terkait
gambaran pekerjaan hingga permasalahan yang sering dihadapi terkait
dengan ergonomi kerja.
41
3.2 Tahap Perumusan Masalah
Pada tahap perumusan masalah, penulis menetapkan permasalahan-
permasalahan yang menjadi bahasan pokok pada penelitian. Membuat
rumusan masalah ini bertujuan sebagai pedoman penulis dalam menentukan
fokus utama penelitiannya. Pada penelitian ini, permasalahan-permasalahan
yang menjadi fokus utama penelitian yaitu terkait keluhan gangguan otot
rangka akibat kerja, analisis penilaian risiko postur kerja serta solusi
perbaikan yang dapat diambil.
3.3 Tahap Penetapan Tujuan dan Manfaat Penelitian
Tahap penetapan tujuan adalah tahap yang merupakan pengembangan
dari tahap perumusan masalah. Pada tahap ini dilakukan penetapan tujuan
untuk menentukan apa yang ingin dicapai dan manfaatnya bagi penelitian
serta yang terkait. Penelitian ini sendiri memiliki arah tujuan memberikan
solusi terhadap permasalahan yang berkaitan dengan gangguan otot rangka
(GOTRAK) pekerja di area core making dan finishing pada perusahaan
foundry dan manufaktur.
3.4 Penentuan Batasan Masalah
Tahapan penentuan batasan masalah merupakan tahapan yang
bertujuan untuk membatasi penelitian guna lebih fokus pada rumusan
masalah yang telah ditentukan. Dengan adanya batasan masalah, penelitian
juga menjadi lebih spesifik dan mendalam pada penyelesaian masalah pada
tahapan rumusan masalah.
3.5 Pengambilan Data
Tahap pengambilan data merupakan tahap dimana akan dilakukannya
pengambilan data-data yang akan digunakan dalam penelitian. Adapun data
yang diperlukan yaitu berupa data primer dan data sekunder. Berikut jenis
data yang diperlukan dalam penelitian:
3.5.1 Data Primer
Metode yang digunakan dalam pengambilan data primer ini yaitu
dengan melakukan observasi langsung dan pengambilan data awal yaitu
melalui kuesioner GOTRAK (gangguan otot rangka) yang telah
tersedia pada SNI 9011:2021.
42
a. Kuesioner GOTRAK
Kuesioner atau survei keluhan GOTRAK dilakukan sebagai studi
pendahuluan mengenai risiko dan tingkat rasa sakit dari keluhan
yang dirasakan pada pekerja. Sesuai dengan SNI 9011:2021
apabila tingkat risiko yang dihasilkan tinggi dengan nilai lebih dari
sama dengan 6 maka akan dilakukan analisis lebih lanjut.
b. Dokumentasi Postur Kerja
Metode pengambilan data lainnya yaitu dengan melakukan
dokumentasi foto dan video postur kerja pekerja area core making
dan finishing. Prosedur pengambilan foto dan video telah
disesuaikan dengan pedoman SNI 9011:2021 dimana foto dan
video tersebut akan diolah menjadi data yang hasilnya dapat
diberikan rekomendasi. Selain dokumentasi, diperlukan juga
informasi lain terkait pekerjaan yang harus didapatkan secara
detail.
3.5.2 Data Sekunder
Data sekunder didapatkan melalui literatur dan referensi yang
berhubungan dengan permasalahan yang diteliti. Berikut data sekunder
yang diperlukan pada penelitian ini yaitu?
a. Gambar umum perusahaan
Gambaran umum perusahaan digunakan untuk mengetahui proses
produksi, jenis pekerjaan yang ada di perusahaan, jam kerja dan
manajemen K3 di perusahaan serta hal lain yang dapat membantu
penelitian.
b. Data pekerja
Selain mengenai perusahaan juga diperlukan informasi terkait
pekerja seperti usia dan jenis pekerjaan yang dilakukan.
c. Data Antropometri Orang Indonesia
Data antropometri orang Indonesia yang akan digunakan yaitu data
dengan jenis kelamin laki-laki dengan rentang usia 21-47 tahun
sesuai dengan usia pekerja pada area core making dan finishing.
Data tersebut digunakan sebagai acuan dalam melakukan
43
perbaikan stasiun kerja dengan menggunakan software CATIA.
3.6 Tahap Pengolahan dan Analisa Data
Tahap pengolahan dan analisa data merupakan tahapan dimana data-
data yang telah diperoleh akan diolah dan dianalisis sehingga dapat
menyelesaikan permasalahan yang ada. Berikut ini tahapan pengolahan dan
analisa data:
1. Analisis kuesioner GOTRAK yang telah diisi oleh pekerja disertai
dengan wawancara singkat mengenai pekerjaan yang dilakukan.
2. Melakukan pengambilan dokumentasi pekerjaan yang dilakukan sesuai
dengan prosedur yang terlampir pada SNI 9011:2021.
3. Melakukan penilaian postur kerja menggunakan daftar periksa potensi
bahaya faktor ergonomi sesuai dengan pedoman pengisian daftar periksa
pada SNI 9011:2021 sebagai berikut:
− Melakukan observasi pekerjaan melalui wawancara pekerja,
observasi secara langsung dan dokumentasi.
− Menentukan potensi bahaya faktor ergonomi yang terdeteksi.
− Menentukan durasi paparan dari setiap potensi bahaya.
− Melakukan penilaian penanganan beban manual menggunakan
daftar periksa potensi bahaya faktor ergonomi.
− Menjumlahkan seluruk skor dalam daftar periksa.
− Melakukan analisis berdasarkan hasil penilaian skor daftar periksa
potensi bahaya.
3.7 Rekomendasi Perbaikan Stasiun Kerja
Berdasarkan hasil analisis dari penilaian daftar periksa postur kerja
akan diberikan rekomendasi berdasarkan hierarki pengendalian yaitu
eliminasi, substitusi, rekayasa teknik, administratif dan APD agar pekerja
terhindar dari potensi bahaya ergonomi. Pada penelitian ini akan diberikan
rekomendasi rekayasa teknik berupa perancangan ulang stasiun kerja
menggunakan software CATIA.
3.8 Penilaian Postur Kerja Setelah Perancangan Stasiun Kerja
Setelah tahapan rekomendasi perbaikan stasiun kerja, penilaian postur
44
kerja dilakukan lagi. Hal ini bertujuan untuk mengetahui penurunan paparan
risiko ergonomi yang diterima pekerja setelah dilakukan perbaikan yaitu
perancangan ulang stasiun kerja. Tahapan penilaian dilakukan dengan
tahapan yang sama dengan penilaian postur kerja sebelum tahapan perbaikan
dilakukan. Namun pada tahap ini, penulis tidak melakukan pengukuran secara
langsung pada pekerja melainkan menggunakan fitur yang ada pada software
CATIA.
3.9 Kesimpulan dan Saran
Tahap kesimpulan dan saran merupakan tahap akhir dari penelitian ini.
Kesimpulan memuat ringkasan hasil akhir yang ditarik dari rumusan masalah
pada tahap awal penelitian. Selain menyimpulkan, pada tahap akhir penelitian
juga memuat saran. Penulis memberikan saran terkait penelitian ataupun
saran untuk pengembangan penelitian selanjutnya.
45
*halaman ini sengaja dikosongkan
46
DAFTAR PUSTAKA
Asshidiq, E., & Nur Rahman As’ad. (2023). Identifikasi Risiko Kerja dan
Keluhan Gangguan Otot Rangka Pekerja Kios Berkah Jaya. Bandung
Conference Series: Industrial Engineering Science, 3(1).
https://doi.org/10.29313/bcsies.v3i1.6789
Basori, B., & Rudianto, R. (2014). ANALISIS KONSTRUKSI RANGKA
ALAT PENGUJIAN POMPA MENGGUNAKAN PROGRAM CATIA
V5. In Terbit (Vol. 46).
BSN. (2021). Pengukuran dan evaluasi potensi bahaya ergonomi di tempat
kerja. Standar Nasional Indonesia.
Dewi, N. F. (2023). IDENTIFIKASI RISIKO ERGONOMI DENGAN
METODE NORDIC BODY MAP TERHADAP PERAWAT POLI RS
X. In Jurnal Sosial Humaniora Terapan (Vol. 2, Issue 2).
Djatmiko, R. D. (2016). Keselamatan dan kesehatan kerja. Deepublish.
Dzihni Insani, F., Hakam, M., Maisarah, A., Budi Agus Susanto, T., Studi
Teknik Keselamatan dan Kesehatan Kerja, P., Teknik Permesinan Kapal,
J., Perkapalan Negeri Surabaya, P., Studi Desain Manufaktur, P.,
Petrokimia Kimia Gresik, P., & Jendral Ahmad Yani, J. (2023). 7 th
CONFERENCE ON SAFETY ENGINEERING AND IT’S APPLICATION
Analisis Risiko Manual Material Handling Metode SNI 9011 :2021 Pada
Pekerjaan Pemuatan Kantong Pupuk.
Fadhilah Harahap, M., & Widanarko, B. (2021). ANALISIS FAKTOR
PSIKOSOSIAL TERHADAP GANGGUAN OTOT TULANG
RANGKA AKIBAT KERJA: A LITERATURE REVIEW. Jurnal
Kesehatan Masyarakat, 5(2).
Florensia, M. Y., Widanarko, B., Keselamatan, D., Kerja, K., Masyarakat, K.,
& Abstrak, I. A. (2022). Analisis Hubungan Faktor Fisik dan Psikososial
terhadap Keluhan Gangguan Otot Tulang Rangka Akibat Kerja pada
Guru SMK Negeri di Kota Pekanbaru.
Harahap, M. F., & Widanarko, B. (2021). ANALISIS FAKTOR PSIKOSOSIAL
TERHADAP GANGGUAN OTOT TULANG RANGKA AKIBAT KERJA:
47
A LITERATURE REVIEW. 5(2).
Hidjrawan, Y., & Sobari, A. (2018). ANALISIS POSTUR KERJA PADA
STASIUN STERILIZER DENGAN MENGGUNAKAN METODE OWAS
DAN REBA. 4.
Larasati, N., Handoko, L., & Nadia Rachmat, A. (2022). PENILAIAN
RESIKO POSTUR KERJA MENGGUNAKAN METODE REBA
TERHADAP KELUHAN MUSKULOSKELETAL PADA
PEKERJAAN PENGELASAN. Jurnal Produktiva, 1(2), 16–20.
https://doi.org/10.36815/jurva.v2i1.1947
Mayangsari, D. P., Sunardi, S., & Tranggono, T. (2020). Analisa Risiko
Ergonomi Pada Pekerjaan Mengangkat Di Bagian Gudang Bahan baku
PT. AAP Dengan Metode NIOSH Lifting Equation. JUMINTEN 1.3, 91–
103.
Nur, M., & Dariatma, A. (2019). Ergonomic and Work System menggunakan
Metode Loading On The Upper Body Assessment (LUBA). Industrial
Engineering Journal, 8(2).
Nuraini, A., Handoko, L., Aulia Nadia Rachmat, dan, Studi Teknik
Keselamatan dan Kesehatan Kerja, P., Teknik Permesinan Kapal, J., &
Perkapalan Negeri Surabaya, P. (2023). 7 th CONFERENCE ON
SAFETY ENGINEERING AND IT’S APPLICATION Analisis Risiko
Ergonomi pada Pekerja Workshop Mechanical Repair Perusahaan
Pembangkit Listrik.
Nurmianto, E. (2004). Ergonomi konsep dasar dan aplikasinya edisi pertama.
Guna Widya.
Peraturan Menteri Ketenagakerjaan Republik Indonesia Nomor 5. (2018).
Keselamatan dan Kesehatan Kerja Lingkungan Kerja.
Raraswati, V., Sugiarto, & Yenni, M. (2020). Faktor-Faktor Yang
Berhubungan Dengan Keluhan Muskuloskeletal Pada Pekerja Angkat
Angkut Di Pasar Angso Duo Jambi. Journal of Healthcare Technology
and Medicine, 6.
Situngkir, D., Rusdy, M. D. R., Ayu, I. M., & Nitami, M. (2021).
SOSIALISASI KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA (K3)
48
SEBAGAI UPAYA ANTISIPASI KECELAKAAN KERJA DAN
PENYAKIT AKIBAT KERJA (PAK). JPKM : Jurnal Pengabdian
Kesehatan Masyarakat, 2(1), 64–72.
https://doi.org/10.37905/jpkm.v2i1.10242
Suma’mur, P. K. (1989). Ergonomi untuk produktivitas kerja. Haji Masagung.
Suroso, B., & Prayogi, D. (2019). Pengaruh Kecepatan Putaran Spindle dan
Kedalaman Penggerindaan Terhadap Kekasaran Permukaan Material
Baja St 37 Menggunakan Mesin Bubut Bergerinda. Jurnal Rekayasa
Material, Manufaktur Dan Energi, 2(1), 24–33.
Tarwaka, & Bakri, S. H. A. (2016). Ergonomi untuk Keselamatan, Kesehatan
Kerja dan Produktivitas. Surakarta.
Tarwaka, E. I. (2015). Dasar Dasar Pengetahuan Ergonomi dan Aplikasi di
Tempat Kerja. Harapan Press.
Tristiawan, N., Wahyuni, I., Jayanti Bagian Keselamatan dan Kesehatan
Kerja, S., & Kesehatan Masyarakat, F. (2019). ANALISIS FAKTOR
RISIKO KELUHAN NYERI PUNGGUNG BAWAH MENGGUNAKAN
SOFTWARE CATIA PADA PEKERJA BAGIAN PERMESINAN DI
UMKM SAESTU MAKARYO, PATI (Vol. 7, Issue 1).
http://ejournal3.undip.ac.id/index.php/jkm
Wahyu, A., Dinanty, R., Perkapalan, P., Surabaya, N., Najahan, F., Ayu, A.,
Politeknik, M., Negeri, P., Haidar, S., Politeknik, N. A., Denny, S., &
Radianto, O. (2023). Pengukuran Dan Evaluasi Potensi Bahaya
Ergonomi Pada Pekerja DKRTH di Area ITS Raya. Journal of Student
Research (JSR), 1(3).
Wardani, N. P., Septiani, W., & Safitri, D. M. (2022). LEAN ERGONOMICS
UNTUK PERBAIKAN PROSES ASSEMBLY CORE BRACKET
TRUNION. In Jurnal Ilmiah Teknik Industri (Vol. 10, Issue 3).
Widodo, L., Sukania, W., & Sugiono, R. (2016). RANCANGAN FURNITURE
DAN TATA RUANG DENGAN DIMENSI TERBATAS SECARA
ERGONOMIS.
Wignjosoebroto, S. (2008). Ergonomi Studi Gerak dan Waktu Edisi Pertama.
Guna Widya.
49
Wulandari, R., Nadia Rachmat, A., Lukman Handoko, dan, Studi Teknik
Keselamatan dan Kesehatan Kerja, P., Teknik Permesinan Kapal, J., &
Perkapalan Negeri Surabaya, P. (2023). 7 th CONFERENCE ON
SAFETY ENGINEERING AND IT’S APPLICATION Analisis Pekerjaan
Manual Material Handling Menggunakan SNI 9011:2021 dan Composite
Lifting Index.
50