Anda di halaman 1dari 4

“Mbak, kemarin Jumat saya liat Instagram @ditjenpajakri.

Katanya ada tarif baru PPh Pasal 21, ya, buat


karyawan? Kalau kerja serabutan seperti saya ini bakalan kena pajak berapa ya Mbak? Soalnya gaji saya
tiap hari nggak menentu. Makin ribet nggak sih jadinya kalau banyak tarif begini?” tanya Hanung,
seorang pengrajin rotan yang bekerja secara serabutan di rumah nenekku untuk membuat kursi dan
meja dari rotan. PPh maksudnya adalah pajak penghasilan.

Mendengar pertanyaan dari Hanung, aku langsung menjawab, “Oh, postingan tentang ‘Mengenal TER’
ya? Sudah lihat sampai akhir belum, Mas?”

Hanung menggeleng. “Saya belum baca full-nya sih Mbak, cuma baca sekilas,”

Melihat respons darinya, kubantu jelaskan padanya secara perlahan-lahan. Tepat 27 Desember 2023
kemarin, pemerintah telah merilis peraturan baru yaitu Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2023
tentang Tarif Pemotongan Pajak Penghasilan Pasal 21 atas Penghasilan Sehubungan Dengan Pekerjaan,
Jasa, Atau Kegiatan Wajib Pajak Orang Pribadi (PP 58/2023).

Tarif yang resmi berlaku pada 1 Januari 2024 ini tidak akan menambah pajak baru dan tidak ada beban
tambahan. Justru, tarif ini akan memudahkan wajib pajak untuk menghitung pemotongan pajak PPh
Pasal 21. Aturan ini akan menyederhanakan perhitungan PPh Pasal 21 dalam bentuk Tarif Efektif Rata-
rata (TER).

Baca juga:

Mengulik PP 58/2023: TER dan Penghitungan PPh yang Lebih Simpel

Dalam PP 58/2023 ini dijelaskan bahwa tarif pemotongan PPh Pasal 21 terdiri atas:

a. Tarif berdasarkan Pasal 17 ayat (1) huruf a Undang-Undang Pajak Penghasilan;

b. Tarif efektif pemotongan Pajak Penghasilan Pasal 21.

Pada poin B tersebut, tarif efektif dibagi lagi menjadi dua, yaitu:

a. Tarif efektif bulanan; dan

b. Tarif efektif harian.

Mari kita ulas satu per satu antara tarif efektif bulanan dan tarif efektif harian, sebagai berikut.
Tarif Efektif Bulanan

Tarif efektif bulanan dapat digunakan untuk pegawai yang memiliki penghasilan tetap dan dibayarkan
setiap bulannya. Pegawai dengan penghasilan seperti itu dapat meliputi pejabat negara, Pegawai Negeri
Sipil (PNS), anggota Tentara Nasional Indonesia (TNI), anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia
(Polri), dan pensiunannya. Namun, perlu digarisbawahi bahwa tarif efekti bulanan ini hanya bisa
digunakan untuk masa pajak Januari hingga November.

Kategori tarif efektif bulanan sebagaimana dimaksud terdiri atas:

1. Kategori A diterapkan atas penghasilan bruto bulanan yang diterima atau diperoleh penerima
penghasilan dengan status Penghasilan Tidak Kena Pajak:

a. tidak kawin tanpa tanggungan;

b. tidak kawin dengan jumlah tanggungan sebanyak satu orang; atau

c. kawin tanpa tanggungan.

2. Kategori B diterapkan atas penghasilan bruto bulanan yang diterima atau diperoleh penerima
penghasilan dengan status Penghasilan Tidak Kena Pajak:

a. tidak kawin dengan jumlah tanggungan sebanyak dua orang;

b. tidak kawin dengan jumlah tanggungan sebanyak tiga orang;

c. kawin dengan jumlah tanggungan sebanyak satu orang; atau

d. kawin dengan jumlah tanggungan sebanyak dua orang.

3. Kategori C diterapkan atas penghasilan bruto bulanan yang diterima atau diperoleh penerima
penghasilan dengan status Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) kawin dengan jumlah tanggungan
sebanyak tiga orang.

Sesuai dengan kategori yang telah terbagi, besaran tarif tersebut telah tercantum dalam lampiran PP
58/2023.
Sebagai contoh, istri Hanung merupakan pegawai negeri, belum memiliki tanggungan, dan memiliki
penghasilan sebesar Rp6.000.000,00 tiap bulannya. Maka perhitungan PPh 21-nya dapat menggunakan
tarif bulanan sebagai berikut:

Karena istri Hanung memiliki status kawin dan tidak memiliki tanggungan, maka tarif efektif yang
digunakan adalah tarif efektif kategori A yaitu sebesar 0,75%.

Besaran tarif PPh 21 per bulan yang dipotong atas penghasilan istri Hanung untuk masa pajak Januari
sampai November 2024 adalah sebesar Rp6000.000,00 x 0,75% = Rp45.000,00.

Pada bulan Desember 2024, maka perhitungan pemotongan PPh 21 atas penghasilan yang diterima
oleh istri Hanung dalam satu tahun pajak (Januari-Desember 2024) dilakukan dengan menggunakan tarif
Pasal 17 ayat (1) huruf a Undang-Undang Pajak Penghasilan.

Tarif Efektif Harian

Penerapan tarif efektif harian PPh 21 dapat digunakan bagi pegawai tidak tetap yang menerima
penghasilan atau upah secara harian, mingguan, atau borongan. Dalam PP 58/2023 ini telah ditentukan
tarif efektif harian sebagai berikut :

Penghasilan sampai dengan Rp450.000,00 per hari dikenai tarif pajak sebesar 0% (nol persen).

Penghasilan di atas Rp450.000,00 per hari dikenai tarif pajak sebesar 0,5% (nol koma lima persen).

Dalam kasus Hanung yang diberi upah harian, maka Hanung dapat menerapkan tarif efektif harian ini.
Jadi, apabila Hanung diberi upah Rp300.000,00 per harinya, penghasilannya tinggal dikalikan dengan
tarif efektif yang berlaku:

Rp300.000,00 x 0% = 0.

Karena penghasilan Hanung per harinya masih di bawah Rp450.000,00, jadi tidak ada pajak yang
dipungut pada hari tersebut.

Namun, apabila pada suatu waktu Hanung mendapatkan penghasilan sebesar Rp600.000,00 dalam
sehari maka menggunakan tarif efektif sebagai berikut:
Rp600.000,00 x 0,5% = Rp3000,00.

Alih-alih menyulitkan, justru penerapan tarif efektif rata-rata ini akan sangat memudahkan Hanung dan
para wajib pajak lainnya untuk melakukan perhitungan pemotongan PPh Pasal 21. Dapat disimpulkan
bahwa tarif efektif ini tidak akan menambah besaran pajak atau menimbulkan pajak baru bagi wajib
pajak, tetapi memberi kemudahan bagi wajib pajak. Dengan penerapan aturan yang semakin mudah dan
efektif, nantinya juga akan mendorong tingkat kepatuhan wajib pajak dalam memenuhi kewajibannya
memotong PPh Pasal 21.

Lebih lanjut di: https://pajak.go.id/index.php/id/artikel/tarif-baru-pph-21-makin-mudah-antiribet

Anda mungkin juga menyukai