Anda di halaman 1dari 18

VOLUME 1 NO 2 | APRIL 2020 ISSN 2686-5718

KAJIAN AKADEMIS PERATURAN PELAKSANAAN CARA LAIN


UNTUK MENGHITUNG PEREDARAN BRUTO
YANG MENDUKUNG KEPATUHAN SUKARELA
Furqon Nurhandonoa, Darius Hariono Garda Perkasab, Tri Kurniawan Yuliantoc
a Direktorat Jenderal Pajak, Indonesia. Email: furqon.nurhandono@pajak.go.id
b Direktorat Jenderal Pajak, Indonesia. Email: darius.harionoperkasa@pajak.go.id
c Direktorat Jenderal Pajak, Indonesia. Email: tri.kurniawanyulianto@pajak.go.id

ABSTRACT
Minister of Finance Regulation Number 15/PMK.03/2018 concerning Other Basis to
Calculate Gross Income regulated determination of tax payable through indirect
evidence other than evidence from bookkeeping. This regulation potentially become
double edge sword for the tax authority's mission to collect revenues based on voluntary
tax compliance. Based on the Slipery Slope Framework, if the tax authority maintains the
'cops and robbers' attitude, voluntary compliance tends to decrease (Kirchler, Hoelzl, and
Wahl 2008). Conversely, voluntary compliance will increase if the tax authorities are
perceived to be more efficient in detecting tax fraud and bringing justice. This study
presents a literature review as a consideration basis for developing regulatory policies for
subordinate regulations of PMK 15/2018 that support voluntary compliance. Based on a
literature review subordinate regulations of PMK 15/2018 that support voluntary
compliance must be reliable, objective and be sanctioned credibly under legitimate
power.

ABSTRAK
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 15/PMK.03/2018 tentang Cara Lain untuk
Menghitung Peredaran Bruto mengatur pembuktian pajak terutang melalui bukti tidak
langsung yaitu, bukti dari informasi selain pembukuan. Peraturan ini dapat menjadi dua
mata pisau bagi misi otoritas pajak untuk mengumpulkan penerimaan berdasarkan
kepatuhan pajak sukarela. Berdasarkan Slipery Slope Framework jika otoritas pajak
mempertahankan sikap ‘cops and robbers’’ maka kepatuhan sukarela cenderung
menurun (Kirchler, Hoelzl, & Wahl, 2008). Sebaliknya, kepatuhan sukarela akan
meningkat jika otoritas pajak dipersepsikan lebih efisien dalam mendeteksi kecurangan
pajak dan menegakkan keadilan. Penelitian ini menyajikan kajian literatur sebagai dasar
pengembangan kebijakan peraturan pelaksanaan PMK 15/2018 yang mendukung
kepatuhan sukarela. Berdasarkan kajian literatur peraturan pelaksanaan PMK 15/2018
yang mendukung kepatuhan sukarela rela harus memenuhi syarat handal, objektif dan
diberikan sanksi secara kredibel berdasarkan kekuatan terlegitimasi.
Kata kunci: metode tidak langsung, cara lain, peraturan perpajakan, kepatuhan sukarela

149
Furqon Nurhandono, Darius H., Tri K. / Kajian Akademis Peraturan Pelaksanaan... (2020) 149-166

1. PENDAHULUAN melakukan pengujian melalui


1.1 Latar Belakang penyandingan atau ekualisasi dengan
bukti-bukti yang terkait dengan
Peraturan Menteri Keuangan Nomor pembukuan atau dalam hal ini disebut
15/PMK.03/2018 tentang Cara Lain dengan metode langsung. Namun dalam
untuk Menghitung Peredaran Bruto kondisi pembukuan tidak tersedia, tidak
(PMK 15/2018) cukup meresahkan terdapat acuan awal bagi pemeriksa.
karena seolah Pemerintah akan Dalam kondisi demikian, melalui bukti
mengejar pajak secara agresif dan yang ada pemeriksa tetap harus dapat
menyasar ke semua orang dengan membuktikan kebenaran dari pajak yang
segala jurus (Prastowo, 2018). telah dilaporkan. Oleh karena itu, selain
Keresahan yang dirasakan masyarakat menggunakan metode langsung terkait
adalah hal yang wajar karena PMK pembukuan, pemeriksa harus dapat
15/2018 tersebut mengatur membuktikan pajak terutang melalui
kewenangan otoritas pajak untuk metode tidak langsung (Smith, 2015).
menentukan besarnya pajak Biber (2010) mendeskripsikan
penghasilan tanpa melalui bukti metode tidak langsung meliputi
langsung, tetapi cukup dengan bukti pengukuran utang pajak melalui analisis
tidak langsung (Smith, 2015). dari aktivitas keuangan Wajib Pajak
Kewenangan tersebut memungkinkan menggunakan informasi dari berbagai
otoritas pajak untuk menentukan pajak sumber selain dari laporan keuangan
bukan melalui pengujian terhadap Wajib Pajak. Penggunaan metode tidak
pembukuan melainkan dari catatan kas langsung menjadi krusial karena
dan bank, volume usaha, catatan harta, pencatatan akuntansi untuk entitas yang
dan lain sebagainya (Smith, 2015). kurang formal lebih terbatas dan kurang
Dalam sistem self assessment dapat diandalkan (Biber, 2010; OECD,
melalui Pasal 12 Undang-Undang 2006; Terkper, 2003). Apabila pencatatan
Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan akuntansi tersebut digunakan, maka hasil
Umum dan Tata Cara Perpajakan audit akan kurang presisi sehingga
sebagaimana diubah dengan diperlukan metode tidak langsung dan
Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2009 data pihak ketiga (Terkper, 2003).
(UU KUP), negara memberikan hak Dalam kondisi tidak tersedianya
kepada Wajib Pajak untuk pembukuan atau pencatatan Pasal 14 ayat
mendeklarasikan sendiri pajak terutang. (5) Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983
Pajak yang dideklarasikan Wajib Pajak sebagaimana telah diubah terakhir
tersebut dianggap telah sesuai dengan dengan Undang-Undang Nomor 36
peraturan perpajakan kecuali otoritas Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan
pajak dapat membuktikan bahwa pajak (UU PPh) juncto Pasal 1 PMK 15/2018
terutang tidak sesuai dengan mengatur bahwa peredaran bruto Wajib
ketentuan. Pembukuan atau pencatatan Pajak dihitung dengan cara lain dan
yang diwajibkan oleh Pasal 28 UU KUP penghasilan neto dihitung menggunakan
menjadi acuan pemeriksa dalam Norma Penghitungan Penghasilan Neto
150
Furqon Nurhandono, Darius H., Tri K. / Kajian Akademis Peraturan Pelaksanaan... (2020) 149-166

(NPPN). NPPN (deemed profit) adalah tersebut dengan memberi kepastian


suatu rasio antara peredaran bruto dan hukum penghitungan peredaran bruto
penghasilan neto yang ditetapkan oleh menggunakan cara lain. Dalam Pasal 2
otoritas pajak. Sementara cara lain PMK 15/2018 diatur bahwa WP yang tidak
adalah metode tidak langsung untuk sepenuhnya menyelenggarakan
mengukur peredaran bruto pembukuan; atau tidak sepenuhnya
menggunakan delapan metode memperlihatkan dan/atau meminjamkan
sebagaimana disebutkan dalam Pasal 2 pencatatan atau pembukuan atau bukti
PMK 15/2018. Istilah cara lain untuk pendukungnya sehingga mengakibatkan
menghitung peredaran bruto (cara lain) peredaran bruto yang sebenarnya tidak
berdasarkan PMK 15/2018 merupakan diketahui, peredaran bruto Wajib Pajak
terminologi dari UU PPh yang belum yang bersangkutan dihitung dengan cara
diatur definisinya dalam ketentuan lain.
perpajakan. Namun, nama dan definisi Meskipun memiliki peran yang
metode sebagaimana diatur dalam krusial, PMK 15/2018 ini tidak serta-merta
Pasal 2 PMK 15/2018 memiliki kesamaan dapat diterapkan. Pasal 2 dan Pasal 3 PMK
dengan metode tidak langsung dalam 15/2018 hanya mengatur nama dan ruang
penelitian Thuronyi (2004), OECD lingkup dari metode untuk menghitung
(2006), Biber (2010), dan Smith (2015). peredaran bruto, sedangkan formula dan
Sejak diamanatkan dalam Pasal kondisi yang harus dipenuhi untuk
14 ayat (5) UU PPh pada tahun 2008 menerapkan metode tersebut tidak diatur
hingga 2018, tidak terdapat Peraturan dalam PMK 15/2018. Berdasarkan Pasal 4
Menteri Keuangan yang mengatur PMK 15/2018, ketentuan lebih lanjut
tentang cara lain. Sebelum mengenai tata cara penggunaan metode
diundangkannya PMK 15/2018, Wajib penghitungan peredaran bruto dengan
Pajak yang tidak memperlihatkan atau cara lain diatur dengan Peraturan Direktur
melakukan pembukuan atau Jenderal Pajak (Perdirjen). Belum
pencatatan atau tidak sepenuhnya diterbitkannya Perdirjen peraturan
melakukan pembukuan atau pelaksanaan PMK 15/2018 ini
pencatatan, penghasilan netonya menyebabkan tidak ada acuan bagi
dihitung dengan menggunakan norma otoritas pajak mengenai penerapan cara
penghitungan penghasilan neto lain. Oleh karena itu, peraturan
(NPPN). Namun, NPPN tidak dapat pelaksanaan PMK 15/2018 mendesak
digunakan apabila peredaran bruto untuk diundangkan.
tidak diketahui karena informasi Di samping perannya yang krusial,
pembukuan atau pencatatan tidak PMK 15/2018 ini juga memiliki pengaruh
tersedia. Hal itu dapat terjadi karena besar bagi masyarakat dan citra otoritas
penghitungan penghasilan neto pajak. Pembangunan kepatuhan pajak
menggunakan NPPN dilakukan dengan sukarela harus menjadi prioritas mulai dari
mengalikan peredaran bruto dengan penyusunan peraturan sehingga sejalan
persentase NPPN. PMK 15/2018 dengan misi pertama Direktorat Jenderal
memberi jawaban atas permasalahan Pajak (DJP) yaitu mengumpulkan
151
Furqon Nurhandono, Darius H., Tri K. / Kajian Akademis Peraturan Pelaksanaan... (2020) 149-166

penerimaan berdasarkan kepatuhan 1.2. Perumusan Masalah


pajak sukarela yang tinggi dan
penegakan hukum yang adil. Berdasarkan latar belakang sebagaimana
Berdasarkan Slipery Slope Framework, diuraikan pada bagian 1.1 penulis
keresahan masyarakat karena PMK merumuskan masalah utama yang harus
15/2018 harus dihindari dan dijawab dengan penelitian ini. Peraturan
kepercayaan terhadap otoritas pajak pelaksanaan PMK 15/2018 hanya
harus ditingkatkan untuk mencapai mengatur definisi dari cara lain yang
kepatuhan sukarela yang tinggi. dibutuhkan untuk kepastian hukum baik
Penelitian ini akan bagi pemeriksa maupun Wajib Pajak
menggunakan Slippery Slope dalam pemeriksaan. Selain itu, PMK
Framework untuk mendapatkan arah 15/2018 yang menjadi sorotan Wajib Pajak
kebijakan yang tepat. Selanjutnya, mendorong pembuat peraturan untuk
berdasarkan arah kebijakan yang berhati-hati dalam menyusun peraturan
diturunkan dari Slippery Slope pelaksanaan. Misi DJP mengumpulkan
Framework, penulis akan menyajikan penerimaan berdasarkan kepatuhan pajak
praktik internasional atas penggunaan sukarela yang tinggi dan penegakan
metode tidak langsung dalam hukum yang adil harus diperhatikan
menghitung penghasilan berdasarkan dalam penyusunan peraturan. Dengan
Thuronyi (2004), OECD (2006), Biber mempertimbangkan kebutuhan atas
(2010), dan Smith (2015). Praktik peraturan pelaksanaan dari PMK 15/2018
internasional tersebut akan menjadi dan Misi DJP, penulis mendapatkan
acuan bagi formula dan kondisi yang rumusan masalah sebagai berikut:
diperlukan untuk menghitung “Bagaimana peraturan pelaksanaan cara
penghasilan melalui metode tidak lain untuk menghitung peredaran bruto
langsung. Signifikansi dari penelitian ini yang mendukung kepatuhan sukarela.”
sangat jelas. Penelitian ini memberikan
pandangan akademis mengenai 2. KERANGKA TEORITIS
penyusunan peraturan pelaksanaan 2.1 Metode Cara Lain untuk
PMK 15/2018 yang saat ini mendesak Menghintung Peredaran Bruto
dibutuhkan. Selain itu, penelitian ini
adalah penelitian pertama mengenai Balter (1957) menjelaskan bahwa dalam
cara lain untuk menghitung peredaran sistem self assessment Wajib Pajak
bruto di Indonesia sehingga diharapkan diberikan hak untuk mendeklarasikan
dapat menjadi pembuka bagi penelitian utang pajaknya. Namun, hak tersebut
selanjutnya. diimbangi dengan kewajiban korelatif
untuk mempertanggungjawabkan
penilaiannya pada saat dilakukan
pemeriksaan pajak. Jika otoritas pajak
mendapati bahwa Wajib Pajak tidak
memiliki metode akuntansi yang diterima
umum atau pembukuan Wajib Pajak tidak
152
Furqon Nurhandono, Darius H., Tri K. / Kajian Akademis Peraturan Pelaksanaan... (2020) 149-166

mengumpulkan penerimaan berdasar-


kan kepatuhan pajak sukarela yang
tinggi dan penegakan hukum yang adil.
Kirchler et al. (2008) memperkenalkan
Slipery Slope Framework yang
merupakan rerangka untuk
menjelaskan dampak dari kepercayaan
terhadap otoritas dan kekuatan otoritas
terhadap dua jenis kepatuhan pajak
yaitu kepatuhan sukarela dan
kepatuhan yang dipaksakan. Kirchler et
al. (2008) menjelaskan bahwa kekuatan
otoritas adalah persepsi Wajib Pajak Grafik 1 Slippery Slope Framework
bahwa otoritas pajak dapat mendeteksi Sumber: Enforced versus voluntary tax
penghindaran pajak, misalnya dengan compliance: The "slippery slope" framework.
melakukan pemeriksaan pajak yang (Kirchler et al., 2008)
sering dan mendalam dan kemampuan
otoritas pajak dalam menghukum
penghindaran pajak misalnya dengan 2.2. Membangun kepatuhan sukarela
memberikan denda yang besar kepada melalui peraturan pelaksanaan cara
Wajib Pajak. lain untuk menghitung peredaran
Kepercayaan terhadap otoritas bruto
dijelaskan sebagai opini dari individu
maupun kelompok sosial bahwa Apabila pemeriksaan pajak erat kaitannya
otoritas pajak bertindak secara bijak dengan kekuatan otoritas, bagaimana
dan dan bekerja dengan baik untuk membangun kepatuhan sukarela melalui
kebaikan bersama. Dalam Slippery peraturan mengenai pemeriksaan pajak?
Slope Framework, diasumsikan bahwa Untuk menjawab pertanyaan itu, Kirchler
kepatuhan pajak dapat dicapai melalui et al. (2008) menjelaskan bahwa kekuatan
peningkatan kekuatan otoritas dan otoritas dan kepercayaan terhadap
kepercayaan, tetapi menghasilkan jenis otoritas dapat saling mempengaruhi.
kepatuhan yang berbeda. Peningkatan Benar adanya bahwa naiknya kekuatan
kekuatan otoritas cenderung otoritas cenderung menurunkan
menghasilkan kepatuhan yang kepercayaan terhadap otoritas apabila
dipaksakan sedangkan peningkatan otoritas pajak meningkatkan audit yang
kepercayaan terhadap otoritas dapat diinterpretasikan oleh Wajib Pajak
cenderung menghasilan kepatuhan sebagai sinyal bahwa otoritas
sukarela sebagaimana digambarkan mempertahankan sikap ‘cops and
pada Grafik 1. robbers’’ dan ketidakpercayaan terhadap
kejujuran Wajib Pajak. Cialdini (1996) dan
Frey (2003) dalam Kirchler et al. (2008)
berpendapat bahwa pengawasan
153
Furqon Nurhandono, Darius H., Tri K. / Kajian Akademis Peraturan Pelaksanaan... (2020) 149-166

dipandang sebagai tanda dari Peraturan harus memiliki dasar hukum


ketidakpercayaan yang dapat yang kuat sehingga dapat diandalkan
mengurangi kepercayaan terhadap untuk menegakkan hukum terhadap
otoritas. Kemungkinan ini terjadi apabila kecurangan pajak.
pemeriksaan pajak dilakukan sangat
sering dan dengan gaya inquisitorial 2. metode yang objektif
yaitu otoritas pajak bertindak sebagai Otoritas pajak harus dipersepsikan dapat
penegak hukum yang juga secara aktif menjunjung tinggi rasa keadilan agar
ikut melakukan pengujian lewat kepercayaan terhadap otoritas meningkat.
pemeriksaan. Untuk dapat dipersepsikan adil, maka
Di sisi lain, pemeriksaan pajak diperlukan formula dan kondisi pemilihan
juga dapat meningkatkan kepercayaan metode yang bebas dari kesalahan logika,
terhadap otoritas. Jika otoritas pajak ambiguitas, dan subjektivitas otoritas
dipersepsikan bahwa lebih efisien pajak. Contohnya penggunaan patokan
dalam mendeteksi kecurangan pajak (benchmark), seperti menentukan
dan menegakkan keadilan maka penghasilan berdasarkan pertumbuhan
kepercayaan dari Wajib Pajak jujur ekonomi nasional, dapat menyebabkan
terhadap otoritas akan meningkat hasil dengan deviasi yang besar dari
(Kirchler et al., 2008). Hal ini sesuai penghasilan yang sebenarnya diterima
dengan konsep keadilan retributif Wajib Pajak.
dalam penelitian (Wenzel, 2003).
Bergman (2003) juga berpendapat 3. sanksi kredibel berdasarkan kekuatan
bahwa sanksi yang kredibel terlegitimasi
berdasarkan kekuatan terlegitimasi Sanksi kredibel berdasarkan kekuatan
adalah alat yang efektif untuk terlegitimasi adalah alat yang efektif untuk
meningkatkan kepercayaan terhadap meningkatkan kepercayaan terhadap
otoritas dan meningkatkan kepatuhan otoritas. Sanksi yang ditetapkan
pajak. Hal ini berkaitan dengan berdasarkan peraturan yang tidak
pengaturan mengenai penggunaan terdapat dalam hierarki peraturan
metode tidak langsung dalam perundangan dapat menimbulkan rasa
menghitung penghasilan akan ketidakadilan. Oleh karena itu, pemberian
berdampak langsung terhadap persepsi sanksi harus dilakukan berdasarkan
masyarakat tentang pemeriksaan pajak. peraturan yang kredibel.
Agar pengaturan tersebut sesuai
dengan Misi DJP, maka arah kebijakan
berdasarkan kerangka teoritis sesuai
penelitian Kirchler et al.(2008) adalah
sebagai berikut:

1. peraturan yang handal


Peraturan pelaksanaan cara lain harus
handal mendeteksi kecurangan pajak.
154
Furqon Nurhandono, Darius H., Tri K. / Kajian Akademis Peraturan Pelaksanaan... (2020) 149-166

3. METODOLOGI PENELITIAN konsep, dan pendekatan perbandingan


(comparative approach) yang
Penelitian ini menggunakan metode membangun pengetahuan umum
penelitian hukum normatif yang mengenai hukum positif dengan
dilakukan dengan cara meneliti bahan membandingkan hukum dari negara yang
kepustakaan (Effendi, 2016). Menurut berbeda. Metode penelitian hukum
Effendi (2016), penelitian hukum empiris, yaitu metode penelitian yang
normatif memerlukan pendekatan yang dilakukan berdasarkan data primer
sesuai untuk hasil yang optimal antara (Effendi, 2016), tidak digunakan dalam
lain, pendekatan hukum (statute penelitian ini karena peraturan mengenai
approach) yang menekankan cara lain belum sepenuhnya dapat
sistematika dan koherensi dari suatu diterapkan. Hal itu menyebabkan tidak
peraturan, pendekatan konsep adanya data primer terkait penerapan
(conceptual approach) yang peraturan ini.
menekankan pembahasan suatu

Grafik 2 Metode Penelitian Hukum Normatif


Sumber: Metode Penelitian Hukum : Normatif dan Empiris (Effendy, 2016)

Dalam penelitian ini pendekatan hukum tetap dilakukan untuk menganalisis


dilakukan dengan membahas koherensi koherensi dan sistematika peraturan
dan sistematika peraturan perpajakan pelaksanaan cara lain untuk menghitung
yang mengatur mengenai cara lain. peredaran bruto. Pendekatan konsep
Meskipun tata cara penggunaan dilakukan dengan mengkaji literatur
metode cara lain belum diatur dalam tentang konsep kepatuhan sukarela
PMK 15/2018, pendekatan hukum tetap berdasarkan Slippery Slope Framework.
155
Furqon Nurhandono, Darius H., Tri K. / Kajian Akademis Peraturan Pelaksanaan... (2020) 149-166

Pendekatan perbandingan dilakukan


dengan mengkaji literatur tentang
praktik internasional atas penggunaan
cara lain. Kerangka teoritis penelitian ini
disajikan pada Grafik 2.

Grafik 2. Kerangka Pemikiran

4. HASIL DAN PEMBAHASAN


4.1. Peraturan yang handal

Sebelum diterbitkannya PMK 15/2018, tentang Tata Cara Pemeriksaan


metode tidak langsung sebenarnya sebagaimana telah diubah dengan PMK
telah dikenal dalam SE-65/PJ/2013 184/2015 dan aturan pelaksanaan lainnya
Tentang Pedoman Penggunaan Metode sehingga tidak dapat dijadikan dasar
dan Teknik Pemeriksaan hukum yang mengikat.
(SE-65/PJ/2013). Terdapat kesamaan Metode tidak langsung pernah
nama metode cara lain dalam PMK diatur dalam Perdirjen Nomor
15/2018 dengan metode tidak langsung PER-04/2012 tentang Pedoman
dalam lampiran SE-65/PJ/2013. Namun, Penggunaan Metode dan Teknik
pengaturan tersebut merupakan Pemeriksaan untuk Menguji Kepatuhan
pedoman internal karena tidak Pemenuhan Kewajiban Perpajakan
diamanatkan dalam PMK 17/2013 (PER-04/2012) sebagai amanat dari
156
Furqon Nurhandono, Darius H., Tri K. / Kajian Akademis Peraturan Pelaksanaan... (2020) 149-166

Perdirjen Nomor PER-9/2010 tentang dari Putusan Pengadilan Pajak, terdapat


Standar Pemeriksaan (PER-9/2014). 160 koreksi yang didasari dengan
Namun PER-04/2012 ini dicabut ekualisasi peredaran usaha dengan
dengan PER-07/2014 selaras dengan menggunakan metode tidak langsung.
PER-23/2013 tentang Standar Atas koreksi tersebut, oleh majelis
Pemeriksaan sebagai pengganti dari hakim pada saat banding dilaksanakan
PER-9/2010 tidak mengamanatkan melalui pembuktian menggunakan
kembali adanya Perdirjen mengenai metode uji bukti dimana pemohon
metode dan teknik pemeriksaan. banding dan terbanding menghitung
Kedudukan peraturan mengenai ulang sesuai bukti-bukti yang dapat
metode tidak langsung yang hanya dipertimbangkan di pengadilan. Grafik 3
merupakan pedoman internal menyajikan hasil putusan pengadilan
menyebabkan kekalahan pihak DJP pajak tentang 160 koreksi ekualisasi
dalam pembuktian di pengadilan pajak. peredaran usaha dengan metode tidak
Dari 455 putusan sengketa terkait PPh langsung pada tahun 2017.
Badan tahun 2017 yang dilihat

Grafik 3 Putusan Pengadilan Pajak terkait penggunaan metode tidak langsung


Sumber : Daftar Putusan Pengadilan Pajak

Perlu dipahami berdasarkan Pasal 12 Metode cara lain yang baik seharusnya
ayat (3) Undang-Undang Nomor 6 memberikan dasar yang kuat bagi
tahun 1983 tentang Ketentuan Umum pemeriksa untuk dapat membuktikan
dan Tata Perpajakan sebagaimana telah penghasilan Wajib Pajak yang sebenarnya
diubah dengan Undang-Undang (OECD, 2006).
Nomor 16 tahun 2009 (UU KUP)
meskipun tidak menggunakan bukti
langsung, otoritas pajak tetap harus
membuktikan penghasilan Wajib Pajak.
Otoritas pajak tidak dapat secara
subjektif menggunakan estimasi atau
asumsi seperti dalam akuntansi
misalnya estimasi ketertagihan piutang
atau masa manfaat aset tetap.

157
Furqon Nurhandono, Darius H., Tri K. / Kajian Akademis Peraturan Pelaksanaan... (2020) 149-166

4.2. Metode yang objektif dapat ditemukan dalam penelitian


4.2.1. Formula dalam metode cara lain tersebut.
Meskipun telah menjadi praktik
Pasal 2 PMK 15/2018 mengatur delapan internasional, metode cara lain tidak
metode cara lain untuk menghitung dapat langsung diterapkan karena
peredaran bruto. Namun, formula dari penggunaan NPPN. Pasal 14 ayat (5) UU
delapan metode tersebut belum diatur PPh mengatur bahwa peredaran Wajib
dalam PMK-15/2018. Pajak dihitung dengan cara lain dan
Kedelapan metode cara lain tersebut penghasilan neto dihitung dengan NPPN.
meliputi metode: Berdasarkan Biber (2010) dan OECD
a. transaksi tunai dan nontunai; (2006) hasil penghitungan metode cara
b. sumber dan penggunaan dana; lain akan langsung dianggap sebagai
c. satuan dan/atau volume; penghasilan neto dan Wajib Pajak
d. penghitungan biaya hidup; dibebani kewajiban untuk menyerahkan
e. pertambahan kekayaan bersih; bukti transaksi untuk diakui sebagai biaya.
f. berdasarkan Surat Pemberitahuan Perbedaan ini menyebabkan terdapat
atau hasil pemeriksaan tahun pajak metode dalam SE-65/PJ/2013 yang perlu
sebelumnya; disesuaikan dengan praktik internasional
g. proyeksi nilai ekonomi; dan/atau dalam OECD (2006), Biber (2010), dan
h. penghitungan rasio. Smith (2015). Tabel 1 dalam Lampiran
menyajikan ringkasan rekomendasi
Berdasarkan kesamaan nama metode kebijakan metode cara lain.
tidak langsung dalam SE-65/PJ/2013
dan Pasal 2 huruf a s.d. e PMK 15/2018 4.2.1.1 Metode tunai dan non tunai dan
penulis beranggapan bahwa metode volume usaha
dalam PMK 15/2018 akan mengadopsi
metode tidak langsung dalam SE-65/P- Metode tunai dan non tunai dan volume
J/2013. Oleh karena itu, pembahasan usaha adalah metode yang tidak
dalam penelitian ini akan mengacu memerlukan penyesuaian untuk
formula sebagaimana diatur dalam dituangkan dalam peraturan pelaksanaan
SE-65/PJ/2013. Berdasarkan Biber PMK 15/2018. Hasil dari kedua metode
(2010), OECD (2006) dan Smith (2015) tersebut adalah peredaran bruto
metode sebagaimana diatur dalam sehingga dapat langsung dikali dengan
Pasal 2 huruf a, b, c, dan e PMK 15/2018 NPPN untuk mendapatkan penghasilan
telah sesuai dengan praktik neto. Namun untuk memberikan
internasional sehingga keandalannya kepastian hukum metode kas perlu
sudah teruji. Namun, metode dalam diberikan kondisi pemilihan metode yang
Pasal 2 huruf d, f, g, dan h yaitu, tegas. Berdasarkan OECD (2006) kondisi
penghitungan biaya hidup, berdasarkan tersebut adalah terdapat data buku kas
Surat Pemberitahuan (SPT) atau hasil dan/atau buku bank yang lengkap
pemeriksaan tahun pajak sebelumnya, (diketahui saldo awal, saldo akhir, total
proyeksi nilai ekonomi, dan rasio tidak pengeluaran secara utuh, tidak ada
158
Furqon Nurhandono, Darius H., Tri K. / Kajian Akademis Peraturan Pelaksanaan... (2020) 149-166

informasi yang terpotong), penghasilan Hal ini disebabkan oleh pendekatan


secara kredit tidak lebih dari 50% dan aktiva-hutang (neraca) yang digunakan
Wajib Pajak melakukan setoran secara dalam metode tersebut. Berbeda dengan
periodik ke bank yang berasal dari metode lainnya yang menggunakan
income-producing activity. pendekatan penghasilan-biaya. Dalam
pendekatan neraca, selisih dari modal
4.2.1.2 Metode sumber dan periode pengamatan dengan periode
penggunaan dana dan pertambahan sebelumnya dalam persamaan akuntansi
kekayaan bersih akan selalu menghasilkan penghasilan
neto. Jika metode ini diadopsi langsung
Metode ini tidak dapat digunakan dalam peraturan pelaksanaan PMK
dalam menghitung peredaran bruto 15/2018 maka akan terjadi kesalahan
karena metode ini menghasilkan logika karena penghasilan neto sudah
penghasilan neto, sedangkan dalam ditemukan sebelum mengenakan NPPN.
PMK-15/2018, hasil perhitungan akan Simulasi penghitungan metode
dihitung kembali dengan NPPN sehing- pendekatan neraca disajikan dengan
ga menghasilkan penghasilan neto. Gambar 1.

Gambar 1. Simulasi metode tidak langsung pendekatan neraca

Terdapat dua alternatif atas masalah 4.2.1.3 Metode biaya hidup


tersebut, yaitu mengenakan NPPN
100% atau menambahkan hasil Mengacu pada SE-65/PJ/2013, dalam
penghitungan dengan biaya. Dengan metode penghitungan biaya hidup
mengenakan NPPN sebesar 100% sama diasumsikan bahwa Wajib Pajak
saja dengan tidak mengenakan NPPN menggunakan penghasilannya untuk
sehingga penghasilan neto ditetapkan membayar biaya hidup berupa
sebesar hasil penggunaan kedua transportasi, pendidikan, kesehatan, dan
metode ini. Namun, tarif NPPN sebesar lain sebagainya. Hal ini menegaskan
100% dapat memberikan sinyal yang bahwa metode ini hanya relevan
salah kepada Wajib Pajak karena dinilai dilakukan pada Wajib Pajak Orang Pribadi
otoritas pajak memberikan tarif yang non pengusaha. Metode tidak akurat
tinggi. Alternatif dari pengenaan NPPN ketika digunakan pada Wajib Pajak Orang
100% adalah dengan menambahkan Pribadi pengusaha atau Wajib Pajak
biaya ke dalam formula. Dengan Badan karena terdapat biaya untuk
menambahkan biaya maka penghasilan menjalankan usaha.

159
Furqon Nurhandono, Darius H., Tri K. / Kajian Akademis Peraturan Pelaksanaan... (2020) 149-166

Asumsi beban sama dengan peredaran Sebagai alternatif, otoritas pajak dapat
bruto sama artinya dengan mengang- menggunakan metode pertumbuhan
gap margin keuntungan sebesar nol. internal Wajib Pajak dari beberapa tahun
Akibatnya, peredaran bruto hasil sebelumnya atau dengan pertumbuhan
metode ini untuk Wajib Pajak dalam sektoral Wajib Pajak sejenis. Penggunaan
kondisi untung akan lebih kecil dari pertumbuhan sektoral mudah digunakan,
seharusnya. Sebaliknya, dalam kondisi namun dapat menyebabkan bias karena
rugi maka peredaran bruto akan data sektoral merupakan data agregat.
ditetapkan lebih besar dari seharusnya. Penggunaan data agregat menjadi tidak
Namun, kondisi untung dan rugi tidak objektif ketika terdapat deviasi yang besar
dibutuhkan untuk Wajib Pajak Orang antara data agregat dengan
Pribadi non pengusaha karena biaya pertumbuhan Wajib Pajak. Penggunaan
hidup tidak diperhitungkan dalam pertumbuhan internal Wajib Pajak
penghitungan PPh. Oleh karena itu, menjadi tidak akurat ketika terjadi
penulis menyarankan agar penerapan penurunan atau kenaikan tajam performa
metode ini hanya dilakukan pada Wajib Wajib Pajak. Untuk menjaga objektivitas,
Pajak Orang Pribadi non pengusaha. diperlukan rentang waktu yang panjang
sehingga data agregat lebih akurat.
4.2.1.4 Metode berdasarkan SPT dan Disarankan agar dalam pemilihan metode,
hasil pemeriksaan tahun pajak diatur bahwa metode ini hanya dapat
sebelumnya dilakukan jika terdapat dara berurutan
selama beberapa tahun.
Metode berdasarkan surat pemberita-
huan dan hasil pemeriksaan tahun 4.2.1.5 Metode proyeksi nilai ekonomi
pajak sebelumnya merupakan metode
yang baru dikenal dalam peraturan Jika metode ini dianalogikan dengan
pajak dan tidak ditemukan praktik inter- proyeksi keekonomian proyek dalam
nasional atas metode ini. Penggunaan manajemen keuangan, maka metode
yang telah lampau dapat menimbulkan akan menjadi asumtif. Terdapat perbedaan
isu relevansi karena kondisi Wajib Pajak mendasar dalam fungsi proyeksi dalam
saat diperiksa kemungkinan besar manajemen keuangan dengan
berbeda dengan kondisi dalam Surat pembuktian secara tidak langsung
Pemberitahuan (SPT) atau hasil menggunakan cara lain. Proyeksi
pemeriksaan tahun pajak sebelumnya. keekonomian bertujuan untuk
Agar metode ini bebas dari menganalisa proyek-proyek dan
subjektivitas, maka perlu diatur menentuan mana saja yang dimasukkan
penggunaan metode pertumbuhan ke dalam anggaran modal (Titman, S.,
untuk menyesuaikan antara data yang Keown, A. J., & Martin, 2011). (Titman, S.,
telah lampau dengan data saat Keown, A. J., & Martin, 2011). Jadi, dalam
pemeriksaan. manajemen keuangan arus kas bebas
diestimasi oleh manajemen untuk
kemudian dianalisa nilai ekonominya.
160
Furqon Nurhandono, Darius H., Tri K. / Kajian Akademis Peraturan Pelaksanaan... (2020) 149-166

Berbeda dengan cara lain, justru arus metode, maka akan terdapat
kas bebas yang menentukan peredaran ketidakpastian hukum terhadap
bruto lah yang tidak diketahui. Oleh penghitungan penghasilan Wajib Pajak
karena itu, analogi proyeksi karena penghasilannya wajib dihitung
keekonomian dalam manajemen dengan cara lain. Namun, tidak ada cara
keuangan tidak tepat untuk diadopsi lain yang memenuhi syarat untuk
dalam peraturan pelaksanaan PMK digunakan. Oleh karena itu, perlu
15/2018. dipastikan bahwa paling tidak terdapat
Sebagai alternatif, penulis satu metode dalam PMK 15/2018 yang
menyarankan agar metode ini dapat digunakan meskipun bukti tidak
mengadopsi metode mark up yang langsung yang tersedia sangat terbatas.
belum diadopsi dalam SE-65/PJ/2013, Untuk memastikan bahwa minimal
namun sudah ada praktik terdapat satu metode cara lain yang dapat
internasionalnya. Metode mark up pada digunakan, perlu diatur metode yang
intinya adalah metode untuk fleksibel. Ruang lingkup sebagaimana
memproyeksikan peredaran bruto diatur dalam Pasal 3 ayat (8) PMK 15/2018
berdasarkan perkalian antara harga hanya mengatur bahwa metode ini
pokok penjualan dengan persentase dilakukan berdasarkan persentase atau
mark up (Biber, 2010). Persentase mark rasio pembanding. Secara implisit,
up diperoleh dari perbandingan antara SE-65/PJ/2013 mengatur bahwa
harga jual per unit dengan biaya per peredaran bruto dengan metode ini
unit. Metode ini lebih efektif dilakukan didapat dari basis data dikali dengan rasio
daripada metode volume usaha jika pembanding. Meskipun tetap
jumlah barang secara pasti tidak mempertimbangkan fleksibilitas, namun
diketahui. Namun, nilai harga pokok metode rasio harus tetap memenuhi
penjualan secara total diketahui. Hasil syarat bebas dari estimasi dan ambiguitas.
dari metode mark up adalah peredaran Alih-alih membebaskan dari mana basis
bruto sehingga dapat langsung data dan rasio diperoleh, penulis
diadopsi dalam peraturan pelaksanaan menyarankan agar terdapat rasio
PMK 15/2018 tanpa modifikasi. keuangan yang secara rutin ditetapkan
oleh otoritas pajak. Penetapan acuan atau
4.2.1.6 Metode Rasio benchmark sebagaimana diterapkan oleh
otoritas pajak Australia, New Zealand,
Sebagaimana telah diatur dalam Pasal Jerman, dan Amerika Serikat sebagaimana
14 ayat (5) UU PPh, apabila pada saat dituangkan dalam OECD (2006) dapat
diperiksa Wajib Pajak memenuhi syarat diadopsi di Indonesia.
untuk dihitung penghasilannya
menggunakan metode tidak langsung, 4.2.2. Kriteria pemilihan metode
maka pemeriksaan wajib dilakukan
dengan ketentuan PMK 15/2018. Jika Tidak kalah pentingnya dengan formula
tidak ada satupun kondisi yang dapat yang objektif, pemilihan metode juga
dipenuhi untuk menggunakan suatu harus objektif. Selain untuk melindungi
161
Furqon Nurhandono, Darius H., Tri K. / Kajian Akademis Peraturan Pelaksanaan... (2020) 149-166

Wajib Pajak dari subjektivitas pemeriksa, 4.3. Sanksi yang kredibel berdasarkan
peraturan juga perlu memperkuat peraturan yang terlegitimasi
posisi otoritas pajak di pengadilan
pajak. Oleh karena itu, pemilihan Istilah cara lain untuk menghitung
metode harus memiliki dasar kriteria peredaran bruto baru dimunculkan pada
yang jelas. Selain dengan kriteria, UU PPh Tahun 2008. Pada UU PPh
pemilihan metode dapat dilakukan sebelumnya, mulai dengan UU PPh tahun
secara sekuensial. Namun, metode 1983 sampai dengan tahun 2000 tidak
sekuensial akan membutuhkan banyak ditemui cara lain untuk menghitung
waktu untuk dilakukan dan tidak efisien peredaran bruto. Sebelum tahun 2008,
karena pemeriksa harus melalui Wajib Pajak yang tidak atau tidak
|serangkaian metode untuk menuju sepenuhnya melakukan atau
metode yang optimal. Cara sekuensial memperlihatkan pembukuan atau
memungkinkan pemeriksa untuk pencatatan, penghasilan netonya dihitung
terpaksa menggunakan metode yang dengan NPPN. Hingga tahun 2015,
tidak optimal karena suatu metode pengaturan yang ada kurang lebih masih
tidak dapat ditolak penggunaannya. sama sebagaimana diatur dalam
Penulis menyarankan agar PER-17/PJ/2015 tentang Norma
pemilihan metode yang ideal dilakukan Penghitungan Penghasilan Neto
secara sekuensial untuk dua bagian (PER-17/PJ/2015) yaitu penghasilan neto
besar yaitu metode yang sesuai dengan dihitung menggunakan NPPN. Namun,
praktik internasional dan dilanjutkan penggunaan NPPN dalam kondisi tidak
dengan metode yang tidak terdapat ada pembukuan menyebabkan
dalam praktik internasional. Namun, ketidakjelasan dalam penerapannya.
pemilihan metode dalam bagian besar Pasalnya, untuk dapat menggunakan
tersebut dilakukan sesuai kriteria. NPPN, diperlukan peredaran bruto
Diharapkan metode sekuensial dapat terlebih dahulu sebagai basis perkalian.
mengurangi penggunaan metode yang Akan tetapi, dengan tidak adanya
tidak sesuai dengan praktik pembukuan, maka peredaran bruto
internasional. Selain itu, dengan menjadi tidak diketahui sehingga
menggunakan kriteria, maka metode penghitungan penghasilan neto tidak
tidak langsung sesuai praktik dapat dilakukan.
internasional dapat secara efisien Penggunaan cara lain mengubah
digunakan. persepsi bahwa metode tidak langsung
digunakan untuk memberikan keyakinan
yang memadai mengenai penghasilan
Wajib Pajak, jadi bukan untuk
menghukum. Hal ini diperkuat juga
dengan dihapusnya sanksi kenaikan 50%
bagi Wajib Pajak yang tidak melakukan
pembukuan dalam KEP-536/PJ/2000
tentang Norma Penghitungan
162
Furqon Nurhandono, Darius H., Tri K. / Kajian Akademis Peraturan Pelaksanaan... (2020) 149-166

Penghasilan Neto bagi Wajib Pajak yang yang adil sesuai dengan misi DJP. Karena
Dapat Menghitung Penghasilan Neto ruang lingkup penelitian ini hanya
Dengan Menggunakan Norma membahas mengenai peraturan
P e n g h i t u n g a n . P E R - 1 7 / PJ / 2 0 1 5 pelaksanaan PMK 15/2018, diperlukan
mengembalikan ranah pemberian saksi penelitian lebih lanjut agar kebijakan
sesuai koridor yang seharusnya yaitu perpajakan menjadi paripurna. Penulis
melalui UU KUP. Langkah ini telah mendapati bahwa penelitian ini masih
sesuai dengan arah kebijakan perlu ditingkatkan terutama dalam rangka
pemberian sanksi yang penyempurnaan sanksi yang ideal atas
kredibel sesuai Slippery Slope tidak tersedianya pembukuan atau
Framework. pencatatan dalam UU KUP.
Hukuman yang diberikan kepada
5. KESIMPULAN Wajib Pajak yang tidak menyelenggarakan
Peraturan pelaksanaan cara lain untuk pembukuan dikenakan secara kumulatif
menghitung peredaran bruto yang atas sanksi administratif pada pasal 13 ayat
mendukung kepatuhan sukarela rela (3) UU KUP dan kenaikan pasal 13A UU
harus memenuhi syarat andal, objektif, KUP atau pidana Pasal 39 UU KUP. Hal ini
dan dapat diberikan sanksi secara dimungkinkan karena UU KUP
kredibel berdasarkan kekuatan menghiraukan doktrin hukum yang
terlegitimasi. Berdasarkan struktur berlaku umum yaitu ne bis in idem. Tidak
pendelegasian peraturan perundangan dipakainya doktrin ne bis in idem pada
peraturan, pelaksanaan PMK 15/2018 penerapan hukuman atas tidak
memiliki dasar yang kuat sehingga tersedianya pembukuan membuat
dipastikan andal untuk digunakan ketentuan ini tidak sesuai dengan asas
sebagai dasar hukum koreksi. Untuk hukum yang berlaku umum.
mencapai metode yang objektif, Penelitian selanjutnya juga
diperlukan modifikasi metode dalam diharapkan dapat mengkaji evaluasi dan
SE-65/PJ/2013 dan praktik internasional dampak dari kebijakan peraturan
dalam OECD (2006), Biber (2010), dan pelaksanaan PMK 15/2018. Hasil penelitian
Smith (2015). Sanksi yang kredibel harus yang ditemukan diharapkan lebih
diberikan berdasarkan peraturan komprehensif sehingga dapat
perpajakan yang memiliki legitimasi memberikan masukan bagi pemangku
untuk mengatur sanksi perpajakan yaitu kepentingan dengan lebih optimal.
UU KUP bukan melalui NPPN. Peraturan ibarat hulu yang menentukan
jenis kepatuhan yang akan timbul di
masyarakat. Agar kepatuhan sukarela
6. IMPLIKASI DAN KETERBATASAN dapat dengan mudah dibangun, peneliti
Penelitian ini diharapkan dapat menyarankan agar pengembangan
memberikan pandangan akademis kebijakan penyusunan peraturan didasari
dalam pembuatan kebijakan peraturan dari konsep kepatuhan sukarela. Penelitian
pelaksanaan PMK 15/2018 dan RUU PPh ini merupakan hasil pemikiran pribadi
sehingga dapat menumbuhkan kepatu- penulis dan tidak merepresentasikan
han sukarela dan penegakan hukum organisasi DJP.
163
Furqon Nurhandono, Darius H., Tri K. / Kajian Akademis Peraturan Pelaksanaan... (2020) 149-166

DAFTAR PUSTAKA [11] Direktorat Jenderal Pajak. (2015). Peraturan


Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-17/P-
[1] Balter, H. G. (1957). Problems Relating To J/2015 Tentang Norma Penghitungan Peng-
Taxpayer ’ s Obligation To Retain Adequate hasilan Neto.
Books and Records for Federal Income Tax [12] Effendi, J. (2016). Metode Penelitian Hukum
Purposes. Marquette Law Review, 41(2), Normatif dan Empiris. Depok: Prenadamedia
107–120. Group.
[2] Bergman, M. S. (2003). Tax reforms and tax [13] Frey, B. S. (2003). Deterrence and tax morale
compliance: The divergent paths of Chile in the European Union. European Review,
and Argentina. Journal of Latin American 11(3), 385–406.
Studies, 35(3), 593–624. [14] Kementerian Keuangan Republik Indonesia.
[3] Biber, E. (2010). Revenue Administration: (2015). Peraturan Menteri Keuangan Nomor
Taxpayer Audit-Use of Indirect Methods. 17/PMK.03/2013 Tentang Tata Cara Pemerik-
Technical Notes and Manuals. Washington saan sebagaimana diubah dengan Peraturan
DC. Menteri Keuangan Nomor 184/PMK.03/2015.
[4] Braithwaite, V. (2002). Dancing With Tax Kementerian Keuangan Republik Indonesia.
Authorities: Motivational Postures and (2018). Peraturan Menteri Keuangan Nomor
Non-Compliant Actions. In Taxing Democra- 15/PMK.03/2018 Tentang Cara Lain untuk
cy. Aldershot: Ashgate Publishing Ltd. Menghitung Peredaran Bruto.
[5] Cialdini, R. B. (1996). The triple tumor struc- [15] Kirchler, E., Hoelzl, E., & Wahl, I. (2008).
ture of organizational behavior. New York: Enforced versus voluntary tax compliance :
Sage. The ‘“ slippery slope ”’ framework. Journal of
[6] Direktorat Jenderal Pajak. (2000). Keputusan Economic Psychology, 29, 210–225.
Direktur Jenderal Pajak Nomor KEP-536/P- [16] OECD. (2006). Strengthening Tax audit Capa-
J/2000 Norma Penghitungan Penghasilan bilities: Innovative Approaches to Improve the
Neto Bagi Wajib Pajak yang Dapat Meng- Efficiency and Effectiveness of Indirect Income
hitung Penghasilan Neto dengan Menggu- Measurement Methods. Washington DC.
nakan Norma Penghitungan. [17] Prastowo, Y. (2018). Benarkah PMK-15 Bikin
[7] Direktorat Jenderal Pajak. (2010). Peraturan Resah? diakses pada 21 November 2018, dari
Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-9/2010 https://cita.or.id/opini/ar tikel/benark-
Standar Pemeriksaan untuk Menguji ah-pmk-15-bikin-resah/
Kepatuhan Pemenuhan Kewajiban Perpaja- [18] Republik Indonesia. (2008). Undang-Undang
kan. Nomor 7 Tahun 1983 Tentang Pajak Penghasi-
[8] Direktorat Jenderal Pajak. (2012). Peraturan lan sebagaimana telah dubah terakhir dengan
Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-04/P- Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008.
J/2012 Pedoman Penggunaan Metode Dan [19] Republik Indonesia. (2009). Undang Undang
Teknik Pemeriksaan untuk Menguji Kepatu- Nomor 6 Tahun 1983 Tentang Ketentuan
han Pemenuhan Kewajiban Perpajakan. Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaima-
[9] Direktorat Jenderal Pajak. (2013). Peraturan na telah diubah terakhir dengan Undang-Un-
Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-23/P- dang Nomor 16 Tahun 2009.
J/2013 Tentang Standar Pemeriksaan. [20] Smith, E. (2015). Defending a Cash Business
[10] Direktorat Jenderal Pajak. (2014). Peraturan Taxpayer in an Indirect Method Case. The CPA
Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-07/P- Journal, 85(11), 56–57.
J/2014 Pencabutan Peraturan Direktur [21] Terkper, S. (2003). Managing Small and Medi-
Jenderal Pajak Nomor PER-04/PJ/2012 um-Size Taxpayers in Developing Economies.
Tentang Pedoman Penggunaan Metode dan Tax Notes International, (January), 211–234.
Teknik Pemeriksaan untuk Menguji Kepatu-
han Pemenuhan Kewajiban Perpajakan.

164
Furqon Nurhandono, Darius H., Tri K. / Kajian Akademis Peraturan Pelaksanaan... (2020) 149-166

[22] Thuronyi, V. (2004). Presumptive Taxation of


the Hard-to-Tax. In Taxing The Hard to Tax
Lessons from Theory and Practice (Vol.
8555, pp. 101–120). West Yorkshire: Emerald
Group Publishing.
[23] Titman, S., Keown, A. J., & Martin, J. D. (2011).
Financial management: Principles and appli-
cations (Volume 11). Boston: Prentice Hall.
[24] Wenzel, M. (2003). Tax compliance and the
psychology of justice: Mapping the field. In
Taxing Democracy (pp. 41–49). Aldershot:
Ashgate Publishing Ltd.

165
Furqon Nurhandono, Darius H., Tri K. / Kajian Akademis Peraturan Pelaksanaan... (2020) 149-166

LAMPIRAN
Tabel 1 Perbandingan Pengaturan terkini dengan Rekomendasi Kebijakan

166

Anda mungkin juga menyukai