Anda di halaman 1dari 24

Halaqah yang ke-6 dari Silsilah ‘Ilmiyyah Pembahasan Kitāb Khulāshah Ta’dzhimul ‘Ilm yang

ditulis oleh Fadhilatu Syaikh Shalih Ibn Abdillah Ibn Hamad Al-Ushaimi hafidzahullahu ta’ala.

‫المعقد الرابع‬

Simpul yang ke empat diantara dua puluh simpul yang beliau sebutkan di dalam kitab ini adalah

‫صرف الهمة فيه إلى علم القرآن والسنة‬

Kalau tadi kita sudah mengetahui bahwasanya pengagungan terhadap ilmu adalah dengan
mengumpulkan berbagai keinginan untuk ilmu tadi maka sekarang kita harus mengumpulkan
keinginan tadi untuk mempelajari Al-Qur’an dan hadits Nabi Sallallahu Alaihi Wasallam.

Ini adalah termasuk pengagungan kita terhadap ilmu karena ilmu sumbernya adalah Al-Qur’an
dan hadits, kalau kita ingin mengagungkan ilmu maka kita harus memiliki perhatian yang besar
untuk mengenal Al-Qur’an dan juga hadits Nabi Sallallahu Alaihi Wasallam.

Karena mungkin sebagian orang ketika dia baru hijrah dan mengenal agama ini ingin belajar
kemudian akhirnya dia kesana kemari mencari ilmu tapi sayangnya perhatian dia terhadap Al-
Qur’an dan hadits ini kurang, menganggap bahwasanya kalau saya belajar tafsir atau Ana belajar
hadits kapan saya dapat ilmu, Ana ingin belajar fiqih Ana ingin belajar Ushul fiqih Ana ingin
belajar musthalah hadits.

Seakan-akan kalau mempelajari ayat-ayat Allāh ‫ ﷻ‬belajar tafsir mempelajari Syarah dari
hadits-hadits Nabi Sallallāhu Alaihi Wasallam ini Ana tidak akan mendapatkan ilmu Ana akan
menghabiskan waktu. Justru inilah sumber dari ilmu, maka kita harus kerahkan keinginan kita
untuk mendapatkan ilmu Al-Quran dan juga sunnah.

‫إَّن كَّل علٍم نافٍع مرُّده إلٰى كالم هللا وكالم رسوله صلى هللا عليه وسلم‬

Ketahuilah bahwasanya setiap ilmu yang bermanfaat itu sebenarnya kembalinya kepada ucapan
Allāh ‫ ﷻ‬dan juga ucapan Rasul-Nya, seluruh ilmu yang bermanfaat itu kembalinya kepada
ucapan Allāh ‫ ﷻ‬dan juga ucapan Rasul-Nya, kepada Al-Quran dan juga kepada sunnah.

‫ أو أجنبٌّي عنهما؛ فال يُض ُّر الجهل به‬،‫ إَّما خادٌم لهما؛ فُيؤخذ منه ما تتحَّقق به الِخدمة‬:‫وباقي العلوم‬

Adapun yang selainnya (selain Al-Qur’an dan Sunnah) terkadang dia fungsinya adalah untuk
melayani supaya kita bisa memahami dengan baik Al-Quran dan Sunnah, maka itu tidak apa-apa
dipelajari karena dia akan membawa kita untuk bisa memahami Al-Quran dan Sunnah,

‫فُيؤخذ منه ما تتحَّقق به الِخدمة‬

maka kita ambil ilmu tadi sehingga kita bisa mewujudkan pemahaman kita terhadap Al-Quran
dan juga Sunnah.
Berarti mempelajari ilmu nahwu sharaf bagus karena dengannya kita bisa memahami Al-Qur’an
dan Sunnah, kita mempelajari misalnya ushulu tafsir (kaidah-kaidah dalam tafsir) maka itu bagus
karena dengannya kita bisa memahami Al-Qur’an, kita mempelajari misalnya Syarah hadits-hadits
Arbain Nawawi bagus kita akan mempelajari dan memahami Sunnah Nabi Shalallāhu Alaihi
Wasallam

‫أو أجنبٌّي عنهما؛ فال يُض ُّر الجهل به‬

atau ilmu tersebut adalah tidak ada hubungannya dengan Al-Qur’an dan Hadits maka tidak
memudharati kita kalau kita tidak tahu tentang ilmu tersebut, jangan merasa rugi kalau memang
ilmu tadi tidak ada hubungannya dengan Al-Qur’an dan hadits, tapi merasalah rugi kalau ilmu
tadi berkaitan dengan Al-Quran dan juga hadits.

‫وما أحسَن قوَل عياٍض الَيحُص بِّي في كتابه اإللماع‬

Sungguh baik ucapan ‘Iyadh Al-Yahshubiy dalam kitab beliau Al-Ilma’

‫العلم في أصلين ال يْع ُدوهما‬


‫إَّل الُمِض ُّل عِن الَّطريق الَّلحِب‬
‫علُم الكتاب وعلُم االثاِر اَّلتي‬
‫قد ُأسندت عن تابٍع عن صاحِب‬

Beliau mengatakan ilmu itu ada dalam dua pokok, tidak melewatinya kecuali orang yang sesat
dari jalan yang jelas, yang pertama di dalam

‫علُم الكتاب وعلُم االثاِر‬

ilmu yang ada di dalam Al-Quran dan juga ilmu yang ada di dalam sunnah, Al-Quran dan juga
hadits. Ilmu Hadits yaitu hadits-hadits yang disandarkan dari seorang tabi’in dari seorang sahabat
yaitu hadits-hadits yang sahih maksudnya, berarti ilmu ini menurut para ulama yang mereka
sudah mendahului kita dalam ilmu, mereka mengatakan bahwasanya ilmu itu pondasinya pada
Al-Quran dan hadits sehingga harusnya kita memiliki perhatian yang besar terhadap Qur’an dan
hadits ini.

‫وقد كان ٰه ذا هو علم الَّسلف – عليهم رحمة هللا‬

Inilah dulu ilmu Salaf, dulu para Salaf itu kalau di majelis yang dibacakan ya hadits Nabi
Shalallāhu Alaihi Wasallam saja, haddatsana fulan qola haddatsana fulan sebutkan hadits,
kemudian menyebutkan yang satunya lagi hadits dan seterusnya, majelis-majelis mereka majelis-
majelis hadits.

‫ثَّم َكُثر الكالم بعدهم فيما ال ينفع‬

Kemudian setelah itu banyak kalam (ucapan) di dalam perkara yang tidak bermanfaat
‫ والكالم فيمن بعدهم أكثر‬،‫فالعلم في الَّسلف أكثر‬

Ilmu di masa para salaf itu lebih banyak tapi ucapan mereka sedikit, jadi karena majelis-majelis
mereka ilmu saja hadits-hadits saja yang disebutkan oleh mereka makanya ilmu mereka lebih
banyak, adapun ucapan maka yang setelah mereka ini yang lebih banyak, ilmunya ada cuma
ucapan mereka lebih banyak daripada ilmunya.

‫قال حَّماد بن زيد‬

Berkata Hammad ibn Zaid

‫ العلم اليوم أكثر أو فيما تقدم؟‬: ‫قلت أليوَب الَّسختيانِّي‬

Hammad ibn Zaid mengatakan; Aku berkata kepada Ayyub As-Sikhtiyaniy, ilmu di hari ini lebih
banyak atau dahulu? Karena di zaman beliau mungkin beliau melihat mulai banyak orang yang
bicara

‫ الكالم اليوم أكثر‬:‫فقال‬

Ucapan yaitu selain ilmu di hari ini lebih banyak, beda dengan zaman dulu

‫والعلم فيما تقدم أكثر‬

Adapun ilmu maka yang zaman dahulu itu lebih banyak.

Jadi yang banyak sekarang adalah ucapan manusia bukan ilmu, adapun zaman dahulu maka yang
lebih banyak adalah qālallāh wa qāla rasul itu yang ada pada majelis-majelis ilmu zaman dahulu.

Maka simpul yang keempat ini di antara bentuk pengagungan kita terhadap ilmu kita harus
kembali mau untuk mempelajari Al-Qur’an dan juga hadits, mempelajari Al-Qur’an kembali
kepada Tafsir Al-Qur’an dan di sana ada kadar dari Al-Qur’an yang bagusnya dipelajari oleh
seorang penuntut ilmu.

Kalau tidak salah Syaikh Shaleh Al-Ushaimi pernah menyebutkan seseorang kalau ingin
mempelajari Al-Qur’an atau Tafsir Al-Qur’an maka dia minimal mempelajari Tafsir Al-Baqarah,
mempelajari sampai Tafsir Al-Baqarah dengan qisar al-mufashshal juz-juz yang terakhir kalau
tidak salah dari surah Qof sampai akhir.

Ini kalau kita mempelajarinya mempelajari Tafsirnya InsyaAllāh kita bisa memahami Al-Qur’an ini
secara global apa yang ada di dalamnya kalau kita mempelajari Al-Fatihah Al-Baqarah kemudian
beberapa juz yang terakhir dari Al-Qur’an, kita memahaminya maka InsyaAllāh ayat-ayat yang
lain kita akan mudah juga untuk untuk memahaminya.
Halaqah yang ke-7 dari Silsilah ‘Ilmiyyah Pembahasan Kitāb Khulāshah Ta’dzhimul ‘Ilm yang
ditulis oleh Fadhilatu Syaikh Shalih Ibn Abdillah Ibn Hamad Al-Ushaimi hafidzahullahu ta’ala.

‫المعقد الخامس‬

Simpul yang kelima adalah

‫سلوك الجادة الموصلة إليه‬

yaitu kita menempuh jalan yang menyampaikan kepada ilmu, kalau kita memang mengagungkan
ilmu maka kita tempuh jalannya karena ilmu ini dia sudah memiliki jalan sendiri, kalau kita
menempuh jalan ilmu tadi untuk mendapatkan ilmu maka berarti kita mengagungkan dan
memuliakan ilmu, tapi kalau kita memilih jalan sendiri untuk mendapatkan ilmu maka kita tidak
sampai dan berarti kita tidak mengagungkan ilmu itu sendiri.

‫لكِّل مطلوٍب طريٌق ُيوصل إليه‬،

Segala suatu yang dicari itu ada jalannya yang menyampaikan kepada ilmu

‫فمن سلك جاَّدَة مطلوبه أوَقَفْتُه عليه‬

maka barang siapa yang menempuh jalan untuk mendapatkan sesuatu tadi maka dia akan
mendapatkan sesuatu tadi

‫ومن َع َدَل عنها لم يظفر بمطلوبه‬

barangsiapa yang menyimpang dari jalan tadi maka dia tidak akan mendapatkan apa yang dicari

‫وإَّن للعلم طريًقا‬

dan sesungguhnya ilmu juga demikian, dia punya cara punya jalan

‫من أخطأها ضَّل ولم َيَنِل المقصود‬

barang siapa yang salah dan tidak menempuh jalan tadi maka dia akan sesat dan dia tidak akan
mendapatkan maksudnya

‫وربما أصاب فائدًة قليلًة مع تعٍب كثيٍر‬


dan mungkin saja dia mendapatkan faedah, karena dia bermajelis ilmu dia mendapatkan faedah,
tapi sedikit yang dia dapatkan berbeda dengan orang yang menempuh jalan yang benar dalam
menuntut ilmu maka dia akan mendapatkan faedah yang banyak

‫مع تعٍب كثيٍر‬

disertai dengan capek yang luar biasa.

Karena dia tidak menempuh jalannya akhirnya dia sedikit sekali mendapatkan ilmu tadi dan dia
capek, capek karena dia salah jalan.

Dia orang yang tersesat ingin ke surabaya misalnya maka mungkin dia tidak sampai ke surabaya
atau dia sampai ke surabaya tapi setelah dia capek, setelah dia mutar ke sana kemari baru dia
sampai ke surabaya. Ini semua karena dia tidak mengikuti rambu-rambu tidak mengikuti jalan,
kalau dia menempuh jalan dalam menuntut ilmu seperti yang ditempuh oleh para ulama maka
insyaAllāh dia akan sampai kepada ilmu tersebut.

‫وقد ذكر ٰه ذا الَّطريق بلفٍظ جامٍع مانٍع محَّمُد مرتضٰى بن محَّمٍد الَّز بيدُّي – صاحب تاج العروس‬

Dan telah menyebutkan jalan ini dengan lafadz yang menyeluruh dan dia lafadz yang
menyingkirkan yang bukan masuk di dalamnya yaitu Muhammad Murtadha Ibnu Muhammad
Azzabidiy yang mengarang Tājul ‘Arūs

‫في منظومٍة له ُتسَّمٰى الفية السند يقول فيها‬

di dalam sebuah mandzumah yang dinamakan dengan Alfiatu Assanad, beliau mengatakan

‫فما حوٰى الغايَة في ألِف َسَنْه‬


‫شخٌص فخذ من كِّل فٍّن أحسنْه‬

tidak akan mencapai puncak di dalam 1000 tahun seseorang, maksudnya adalah seseorang yang
tidak menempuh jalan ilmu meskipun dia belajar 1000 tahun kalau dia tidak menggunakan tidak
menempuh jalan ilmu maka dia tidak akan sampai puncaknya

‫فخذ‬

maka beliau memberikan nasihat, maka ambillah

‫من كِّل فٍّن أحسنْه‬

maka ambillah dari setiap cabang ilmu itu yang paling baik, maksudnya yang paling baik disini

‫بحفظ متٍن جامٍع للَّر اجِح‬


dengan cara Antum menghafal, harus ada menghafalnya

‫متٍن جامٍع للَّر اجِح‬

yang Antum hafal adalah matan yang menyeluruh atau matan yang isinya adalah perkara-perkara
yang rajih menurut orang-orang yang ahli di dalam bidang tersebut, karena ilmu ini sudah
berlalu bertahun-tahun dan para ulama yang menekuni bidang tadi mereka sudah mengetahui
mana yang lebih kuat di antara permasalahan-permasalahan.

Di sana ada Matan yaitu kitab yang ringkas isinya adalah ringkasan dari ilmu-ilmu tadi, dijadikan
dalam satu kitab yang ringkas dengan kata-kata yang mudah atau dengan kata-kata yang
ringkas dan isinya adalah perkara-perkara yang lebih kuat di antara permasalahan-permasalahan
tadi. Kalau memang di sana ada khilaf ada permasalahan yang diperselisihkan maka yang
disebutkan dalam kitab tadi tidak semuanya tapi cukup dengan yang dikuatkan, ini namanya
Matan.

Berarti disini jangan sampai kita menghafal Matan yang masih disebutkan disitu khilaf, carilah
Matan yang memang dia menyeluruh diringkas ilmu tadi dalam Matan tersebut dan itu hanya
mengumpulkan pendapat-pendapat yang kuat saja.

‫تأخُذه علٰى مفيٍد ناصٍح‬

Bukan hanya menghafal Matan itu saja tapi engkau membawanya / mempelajarinya kepada
orang yang bisa memberikan faedah, orang yang memahami.

Berarti Antum harus mempelajari Matan tadi kepada orang yang memahami Matan tadi yang
bisa memberikan Antum faedah, dan dia adalah orang yang memang ingin kebaikan untuk
Antum, ingin Antum paham ingin Antum itu beramal ingin Antum berhasil dalam menuntut ilmu
berarti harus mencari seorang guru yang dia adalah ‫ مفيٍد ناصٍح‬dan akan diterangkan oleh beliau di
sini apa yang dimaksud.

‫فطريق العلم وجاَّدُته مبنَّيٌة علٰى أمرين‬

Maka cara atau jalan menuntut ilmu adalah dibangun di atas dua perkara

‫من أخذ بهما كان معِّظ ما للعلم؛ ألَّنه يطلبه من حيث ُيمكن الوصول إليه‬

barang siapa yang menempuh dua cara tadi atau dua perkara tadi maka berarti dia
mengagungkan ilmu, karena dia mencari ilmu dengan caranya / cara yang memungkinkan dia
sampai kepada ilmu tadi.

Berarti kalau kita mencari ilmu tapi bukan dengan caranya itu berarti kita dianggap menghinakan
ilmu, mau mencari ilmu bukan dengan cara tadi dianggap kita ini menghinakan ilmu, jadi
menuntut ilmu harus dengan caranya dan ini adalah menunjukkan kita itu senang dan kita itu
ingin mencapai ilmu tersebut.
‫فأَّما األمر األَّو ل‬

Maka yang pertama

‫فحفظ متٍن جامٍع للَّر اجح‬

yang pertama adalah kita menghafal Matan yang mencakup atau isinya adalah perkara-perkara
yang rajih (kuat)

‫فا بَّد من حفٍظ‬

maka harus menghafal

‫ومن ظَّن أَّنه َينال العلم با حفٍظ فإَّنه يطلب ُمحاًل‬

barang siapa yang menyangka bahwasanya dia bisa mendapatkan ilmu tanpa menghafal berarti
dia sedang mencari sesuatu yang mustahil.

Para ulama menghafal dan yang dihafal Matan, jadi Matan itu adalah perkara yang ringkas, kalau
antum belajar ingin belajar aqidah menghafal matan-matan aqidah Antum ingin belajar fiqih
yang menghafal matan-matan ringkas tentang masalah fiqih yang ada dalam setiap mazhab.

‫والمحفوظ المعَّو ل عليه هو المتن الجامع للراجح؛ أي المعتمد عند أهل الفِّن‬

Dan yang dihafal adalah Matan yang mengumpulkan perkara-perkara yang rajih maksudnya
adalah yang dijadikan pegangan / tumpuan menurut ulama-ulama yang ada di cabang ilmu
tersebut.

Jadi mereka semuanya sepakat dan mereka banyak mensyarah kitab tadi atau Matan tadi ini
menunjukkan bahwasanya kitab ini adalah menjadi pegangan bagi ulama-ulama yang ada di di
dalam cabang ilmu tadi, misalnya kalau ushul fiqh di sana ada al-waraqat kalau masalah aqidah di
sana ada aqidah washithiah atau lum’atul i’tiqad ini banyak disyarah oleh para ulama karena ini
adalah suatu yang mu’tamad / dijadikan pegangan oleh mereka, ini kita harus semangat untuk
menghafalnya.

‫وأَّما األمر الَّثاني‬

Adapun yang kedua

‫فأخذه علٰى مفيٍد ناصٍح‬

adalah kita mempelajari Matan tadi kepada seorang yang bisa memberikan faedah dan dia
adalah orang yang menginginkan kebaikan untuk kita
‫ يَّتصف بهذين الوصفين‬،‫فتفزع إلٰى شيٍخ تتفَّهُم عنه معانَيه‬

maka hendaklah engkau mendatangi seorang guru yang maksud antum mempelajari ilmu
tersebut di hadapan beliau adalah ingin memahami maknanya yang dia memiliki dua sifat ini
yaitu

‫و أَّو لهما‬

sifat yang pertama adalah

‫اإلفادة‬

dia bisa memberikan faedah ke Antum

‫ فصارت له َم َلكٌة قوَّيٌة فيه‬،‫ فيكوُن مَّمن ُع رف بطلب العلم وتلِّقيه حتٰى أدرك‬،‫وهي األهلَّية في العلم‬

Dia adalah orang yang ahli di dalam ilmu tersebut maka beliau adalah termasuk yang dikenal
dengan menuntut ilmu, jadi orangnya memang dikenal sebagai penuntut ilmu, dan dikenal dia
menerima ilmu tersebut dari guru-gurunya

‫حتٰى أدرك‬

sampai dia memahami sehingga dia memiliki ‫ َم َلكٌة قوَّيٌة‬kemampuan yang kuat di dalam ilmu
tersebut, ini kita harus mencari siapa di antara mereka yang memiliki sifat ini.

،‫ وُيسمع منكم‬،‫ تسمعون‬:‫واألصل في ٰه ذا ما أخرجه أبو داود في ‘سننه’ بإسناٍد قوٍّي عن ابن عَّباٍس أَّن الَّنبَّي صلى هللا عليه وسلم قال‬
‫وُيسمع مَّمن َيسمع منكم‬

Dalilnya adalah apa yang dikeluarkan oleh Imam Abu Dawud di dalam sunannya dengan sanad
yang kuat dari Ibnu Abbas bahwasanya Nabi Sallallahu Alaihi Wasallam mengatakan; Kalian
mendengar dan didengar dari kalian, kalian mendengar yaitu para sahabat kalian mendengar dari
saya

‫وُيسمع منكم‬

dan orang yang setelah kalian mendengar dari kalian

‫وُيسمع مَّمن َيسمع منكم‬

kemudian orang yang datang setelah kalian diambil ilmunya oleh yang setelahnya, berarti di sini
guru ke muridnya kemudian murid ke muridnya lagi murid ke muridnya lagi, ini adalah dalil
bahwasanya kita harus mengambil ilmu dari guru (talaqqi) bukan membaca sendiri.

‫ ال بخصوص المخاَطب‬،‫والعرة بعموم الخطاب‬


Dan pelajarannya di sini adalah dengan umumnya ucapan Nabi ‫ ﷺ‬tadi bukan khususnya
orang yang diajak bicara oleh Nabi ‫ﷺ‬, karena saat itu Beliau ‫ ﷺ‬ketika mengatakan ‫تسمعون‬
yang diajak bicara adalah para sahabat tapi yang yang menjadi pelajaran kita yang kita ambil
pelajaran di sini adalah keumuman ucapan Beliau ‫ﷺ‬.

Jadi ‫ تسمعون‬bukan hanya para sahabat saja tapi maksudnya adalah umat ini semuanya bukan
hanya sahabat saja tapi ini adalah cara umat ini semuanya dalam menuntut ilmu yaitu dengan
dari seorang guru.

‫فا يزال من معالم العلم في ٰه ذه األَّمة أن يأخذه الخالف عن الَّسالف‬

Maka di dalam umat ini senantiasa ketika mereka termasuk menara-menara ilmu cara mereka
mendapatkan ilmu adalah yang setelahnya mengambil ilmu dari yang sebelumnya, seorang
murid mengambil ilmu dari gurunya dari dulu demikian.

‫أما الوصف الَّثاني فهو الَّنصيحة‬

Adapun yang kedua maka guru tersebut dia memiliki nashihah

‫وتجمع معنيين ٱثنين‬

yang dimaksud dengan nashihah seorang guru yang bernasihat adalah yang memiliki dua sifat

‫أحدهما‬

yang pertama seorang guru yang nashih (yang menginginkan kebaikan bagi kita)

‫صالحية الَّشيخ لالقتداء به‬

Syaikh (guru) tersebut pantas untuk ditiru

‫واالهتداء بهديه‬

dia pantas untuk ditiru petunjuknya

‫وَدِّله وَسْم ته‬

dan juga tingkah lakunya (gerak-geriknya) bisa dijadikan contoh bagi yang lain, itu yang pertama.

‫واآلخر‬

adapun yang kedua, sifat yang kedua yang ini merupakan sifat seorang guru yang nashih
‫معرفته بطرائق الَّتعليم‬

beliau punya pengalaman bagaimana cara mengajar, punya pengalaman tentang cara-cara di
dalam mengajar

‫بحيث ُيحِس ن تعليَم المتعِّلم‬

yaitu mampu mengajari orang yang sedang belajar, mengerti keadaan oh ini kalau demikian
maka diajari demikian, beliau sudah punya pengalaman untuk mengajar orang yang sebelumnya
tidak bisa menjadi bisa orang yang sebelumnya tidak paham menjadi paham.

Karena ada sebagian mungkin secara keilmuan dia bagus diakui tapi belum tentu beliau bisa
mengajarkan kepada orang lain, tentunya kita belajar ingin mendapatkan faedah untuk apa kita
duduk lama-lama di situ tapi kita tidak paham, beliau sebenarnya berilmu tapi kita tidak paham
bagaimana dan apa yang beliau maksud. Tentunya kita ingin mencari seorang guru yang nashih
diantaranya adalah yang memiliki kemampuan untuk mentransfer menyampaikan ilmu tadi
kepada orang lain.

‫ويعرف ما َيصُلح له وما يضُّر ه‬

Guru tersebut mengetahui apa yang baik bagi muridnya dan apa yang memudharati muridnya,
dia tahu ini jangan dibaca dulu ini kalau antum ingin memahami lebih dalam ini yang Antum
lakukan

‫َو فق الَّتربَّية العلمَّية اَّلتي ذكرها الَّش اطبُّي في – الموافقات‬

sesuai dengan tarbiyyah ilmiyyah yang disebutkan oleh Asy-Syatibiy di dalam Al-Muwafaqat.

Halaqah yang ke-8 dari Silsilah ‘Ilmiyyah Pembahasan Kitāb Khulāshah Ta’dzhimul ‘Ilm yang
ditulis oleh Fadhilatu Syaikh Shalih Ibn Abdillah Ibn Hamad Al-Ushaimi hafidzahullahu ta’ala.

Masuk kita pada simpul yang keenam di antara 20 simpul yang disebutkan oleh Syaikh di dalam
kitab ini yang dengan 20 simpul ini 20 prinsip ini maka InsyaAllah kita akan bisa mengagungkan
ilmu agama, yang kalau kita bisa mengagungkan ilmu maka ini adalah sebab untuk mendapatkan
ilmu itu sendiri, barang siapa yang mengagungkan ilmu maka dia akan dimuliakan oleh ilmu,
barang siapa yang menghormati ilmu maka ilmu akan mengangkat dia, namun barang siapa
yang tidak menghormati ilmu tidak mengagungkan ilmu maka ilmu pun tidak akan mengangkat
dia.
Beliau mengatakan hafidzahullahu ta’ala

‫المعقد السادس‬

Simpul yang ke enam diantara simpul-simpul yang dengannya kita mewujudkan pengagungan
terhadap ilmu

‫ وتقديم األهم فالمهم‬، ‫رعاية فنونه في األخذ‬

Hendaklah kita menjaga seluruh cabang-cabang ilmu di dalam mencarinya, karena ilmu ini
bercabang-cabang ada ilmu aqidah ada fiqih ada ushul fiqh ada nahwu ada sharf ada tafsir maka
kita di antara bentuk ta’dzhim kita terhadap ilmu adalah kita menjaga cabang-cabang tersebut,
yaitu kita berusaha untuk mengambil dan mempelajari masing-masing dari cabang-cabang ilmu
tadi.

Ini termasuk penganggungan kita terhadap ilmu bukan hanya sekedar mempelajari satu cabang
ilmu saja, belajar Nahwu saja atau mempelajari Tafsir saja tidak mempelajari fiqih tidak
mempelajari hadits ini bukan termasuk pengagungan terhadap ilmu kalau kita hanya
mempelajari satu cabang saja, bentuk pengagungan kita terhadap ilmu adalah kita memelihara
dan menjaga cabang-cabang ilmu tersebut. Kemudian

‫وتقديم األهم فالمهم‬

dan kita mendahulukan yang paling penting di antara ilmu-ilmu tersebut kemudian setelah itu
yang di bawahnya, yang paling penting kemudian yang setelahnya dan setelahnya. Ini juga
termasuk bentuk penganggungan kita terhadap ilmu kita mendahulukan yang paling penting di
antara ilmu-ilmu tersebut, semuanya penting dan semuanya adalah ilmu agama cuma
pengagungan kita terhadap ilmu di antara wujudnya adalah dengan mendahulukan yang paling
penting di antara ilmu-ilmu tersebut.

Kalau kita mendahulukan yang biasa saja atau yang tidak lebih penting kemudian mengakhirkan
yang paling penting maka ini bukan termasuk pengagungan terhadap ilmu, kita mengakhirkan
sesuatu yang paling penting di antara ilmu tersebut.

‫قال ابن الجوزِّي‬

Berkata Ibnul Jauziy rahimahullah

‫في صيد خاطره‬

di dalam kitab beliau Shaidul Khathir

‫جمع العلوم ممدوح‬


mengumpulkan ilmu-ilmu itu adalah sesuatu yang terpuji.

Mengumpulkan ilmu artinya bukan hanya mempelajari satu ilmu saja tapi mempelajari berbagai
cabang ilmu agama, Antum belajar Al-Qur’an belajar hadits belajar tajwid belajar fiqh belajar
ushul fiqh itu adalah sesuatu yang terpuji itu bukan sesuatu yang tercela dan itu adalah bentuk
pengagungan kita terhadap ilmu agama, karena ilmu-ilmu tersebut saling berkaitan satu dengan
yang lain saling melengkapi satu dengan yang lain.

Kemudian beliau mendatangkan sebuah bait syair

‫من كِّل فٍّن ُخ ْذ وال تجهل بِه‬

Hendaklah engkau mengambil dari setiap cabang ilmu (belajar dari setiap cabang ilmu) dan
janganlah engkau jahil terhadap cabang ilmu tersebut, maksudnya jangan sampai sama sekali
tidak pernah mempelajari cabang ilmu tadi

‫فالحُّر مَّطِلٌع علٰى األسراِر‬

maka orang yang bebas (orang yang merdeka) itu adalah orang yang berusaha untuk
mengetahui rahasia-rahasia.

Harusnya kita punya rasa penasaran, Ana ingin tahu ilmu ushul fiqh itu bagaimana Ana ingin tahu
tentang fiqh itu bagaimana, karena kita orang merdeka kita bukan orang yang dipenjara
sehingga tidak boleh Antum mempelajari ini mempelajari itu, kita ini orang yang merdeka.

Buku tersebar dan asatidzah yang mengajar juga banyak dan Antum punya waktu antum adalah
orang yang merdeka orang yang punya kebebasan untuk membaca kitab-kitab tersebut, maka ini
dorongan untuk kita jangan hanya mencukupkan diri dengan satu cabang ilmu tapi kita juga
mempelajari cabang-cabang ilmu yang lain, tapi dengan syarat tadi kita mendahulukan yang
paling penting kemudian setelahnya dan setelahnya karena ilmu agama ini luas dan cabang ilmu
banyak.

‫ويقول شيخ شيوخنا محَّمٌد ابن مانٍع في إرشاد الُّطَّلب‬

Berkata guru dari guru-guru kami Muhammad Ibnu Māni’ rahimahullāh di dalam Kitab beliau
Irsyaduth Thullab

‫ اَّلتي ُتعين علٰى فهم الكتاب والُّسَّنة‬،‫وال ينبغي للفاضل أن يرك علًما من العلوم الَّنافعة‬

Maka tidak sepantasnya seorang yang memiliki keutamaan tidak pantas bagi dia meninggalkan
sebuah cabang ilmu di antara ilmu-ilmu yang yang bermanfaat yang membantu dia untuk
memahami Al-Qur’an dan Sunnah, karena kalau itu adalah ilmu yang bermanfaat yang
membantu kita untuk memahami Al-Qur’an dan Sunnah maka seharusnya kita semangat untuk
mempelajarinya karena inti dari ilmu sebagaimana telah berlalu adalah Quran dan juga hadits itu
yang menjadi tujuan utama kita, Ana ingin paham Al-Qur’an dan juga hadits yang dua-duanya
adalah wahyu dari Allāh ‫ ﷻ‬maka seluruh ilmu yang yang membantu kita untuk memahami Al-
Quran dan hadits harusnya kita semangat untuk mempelajarinya,

‫إذا كان يعلم من نفسه قَّو ًة علٰى تعُّلمه‬

apabila dia mengetahui di dalam dirinya kekuatan untuk mempelajarinya.

Kalau memang dia punya qudrah (kemampuan) untuk mempelajari ilmu tersebut dan ilmu
tersebut membantu kita untuk memahami Al-Qur’an dan hadits maka hendaklah kita jangan
sampai meninggalkan ilmu tadi, ini masing-masing harus jujur kepada dirinya sendiri dia punya
kemampuan atau tidak, jangan sampai belum apa-apa dia mengatakan Ana tidak mampu
mempelajari ilmu Nahwu dan sharf, dia belum berusaha dia belum mengeluarkan seluruh apa
yang dia miliki.

‫وال َيسوغ له أن يعيب العلَم اَّلذي يجهله ويُز رَي بعالمه‬

Dan tidak boleh dia mencela ilmu yang dia tidak tahu dan mengejek orang yang mengetahuinya.

Karena ada sebagian orang dia misalnya mempelajari ilmu aqidah saja dan dia tidak mempelajari
ilmu fiqh kemudian dia mencela ilmu fiqh mengatakan bahwasanya ilmu ini tidak ada manfaatnya
ini tidak mendekatkan diri kepada Allāh ‫ ﷻ‬ini menyibukkan kita dengan ucapan fulan dan
juga fulan, tidak boleh dia mengatakan demikian tidak boleh dia mencela ilmu yang dia tidak
tahu yang dia belum mempelajarinya.

Kemudian dia mengejek seorang yang ‘alim terhadap ilmu tersebut, merendahkan dia si fulan itu
jahil tentang masalah aqidah si fulan demikian dan demikian dia mengejek orang yang memiliki
ilmu yang tidak diketahui olehnya, karena mencela ilmu dan juga menjelekkan orang yang
mengilmui ilmu tadi

‫فإَّن ٰه ذا نقٌص ورذيلٌة‬

ini adalah sebuah kekurangan dan sebuah kehinaan, ketika dia mengetahui sebuah ilmu
kemudian dia mencela ilmu yang lain, orang yang tahu ilmu Hadits kemudian dia mencela ilmu
fiqh dan juga mencela orang-orang yang menyibukkan diri dengan fiqh atau sebaliknya dia ahli
dalam masalah fiqh kemudian menjelekkan ilmu Hadits dan menjelekkan orang-orang yang
menyibukkan diri dengan ilmu Hadits, itu bukan mengangkat derajat dia tapi justru ini
menunjukkan tentang kekurangan dia dan kehinaan dia.

Kalau dia memang sampai ilmunya maka dia tidak akan mencela ilmu yang lain, kalau memang
ilmu haditsnya itu benar maka maka dia tidak akan mencela ilmu fiqh, kalau ilmu aqidahnya itu
benar maka dia tidak akan mencela ilmu Hadits, ketika dia mencela ilmu yang lain menunjukkan
ada kekurangan pada dirinya dan ini adalah kehinaan bagi seseorang.

‫فالعاقل ينبغي له أن يتكلم بعلم أو يسكت بحلٍم‬


Maka orang yang berakal hendaklah dia berbicara dengan ilmu, karena orang yang mencela ilmu
yang lain ini menunjukkan dia berbicara tanpa ilmu, kalau seandainya dia berilmu misalnya dia
tidak akan mencela ilmu yang lain

‫أو يسكت بحلٍم‬

dan orang yang berakal kalau dia diam maka diam dengan hilm, yaitu diam dan memang
diamnya dia adalah karena kesabaran bukan karena marah, diamnya dia adalah karena dia
memiliki al-hilm yaitu santun dan sabar

‫وإَّل دخل تحت قول القائل‬

kalau tidak demikian maka dia berarti masuk dalam ucapan seseorang (ini permisalan yang bagus
bagi orang yang mencela ilmu yang tidak dia ketahui)

‫أتاني أَّن سهًل ذَّم جهًل‬


‫علوًما ليس يعرفهَّن سهُل‬

Telah sampai kepadaku bahwasanya Sahlan (nama orang) telah mencela ilmu yang tidak dia
ketahui, menjelek-jelekkkan ilmu tersebut

‫ذَّم جهًل‬

‫ جهًل‬di sini adalah maf’ul li ajlih, dia mencela karena kebodohannya, kebodohan dia terhadap ilmu
tersebut dia mencela beberapa ilmu yang tidak dia ketahui

‫علوًم ا لو قرأها ما قالها‬


‫وٰل كَّن الِّر ضا بالجهل سهُل‬

Ilmu-ilmu seandainya dia membacanya seandainya dia mempelajarinya, maksudnya adalah


membacanya di depan para gurunya di hadapan para masyaikh, seandainya dia mempelajari
ilmu-ilmu tersebut dengan benar

‫ما قالها‬

niscaya dia tidak akan membenci ilmu-ilmu tadi, tapi karena dia belum belajar sehingga dia
menjelek-jelekkan ilmu tadi

‫وٰل كَّن الِّر ضا بالجهل سهُل‬

akan tetapi keridhaan terhadap kebodohan itu adalah sesuatu yang mudah, ridha terhadap
kebodohan ini adalah sesuatu yang mudah, yang sulit adalah mengangkat kejahilan dari diri
seseorang.
Memerangi kebodohan itu bukan perkara yang mudah, kalau menyerahkan dirinya terhadap
kebodohan dia maka itu suatu yang mudah tapi memerangi kebodohan mempelajari ilmu agama
maka ini bukan sesuatu yang mudah, maka gampang saja dia mencela karena dia belum
mengetahui ilmunya dan ridha dengan kebodohan adalah sesuatu yang mudah

‫انتهٰى كاالمه‬

selesai ucapan beliau.

Jadi yang ingin beliau sampaikan di sini hendaklah kita mempelajari seluruh cabang-cabang ilmu
ini dan kita mendahulukan yang lebih penting dari yang penting, kemudian jangan sampai ketika
seorang sedang mempelajari sebuah ilmu kemudian dia mencela ilmu yang lain juga
merendahkan orang yang memiliki ilmu tersebut.

Halaqah yang ke-9 dari Silsilah ‘Ilmiyyah Pembahasan Kitāb Khulāshah Ta’dzhimul ‘Ilm yang
ditulis oleh Fadhilatu Syaikh Shalih Ibn Abdillah Ibn Hamad Al-Ushaimi hafidzahullahu ta’ala.

Beliau mengatakan hafidzahullahu ta’ala

‫وإنَّما تنفع رعاية فنون العلم باعتماد أصلين‬

Dan sesungguhnya akan bermanfaat penjagaan kita terhadap cabang-cabang ilmu itu dengan
berpegang dengan dua pokok, kita dinamakan menjaga cabang-cabang ilmu kalau kita
berpegang dengan dua pokok

‫أحدهما‬

yang pertama adalah

‫تقديم األهِّم فالمهِّم‬

kita mendahulukan yang paling penting kemudian yang penting

‫مَّما يفتقر إليه المتعِّلم في القيام بوظائف العبودَّية هلل‬

diantara perkara-perkara yang dibutuhkan oleh seorang penuntut ilmu supaya dia bisa
melaksanakan tugas ibadah dia untuk Allāh ‫ﷻ‬, ini yang perlu diperhatikan. Karena tujuan kita
menuntut ilmu adalah supaya kita bisa beribadah kepada Allāh ‫ ﷻ‬dengan baik yang
merupakan tujuan dan hikmah kita diciptakan oleh Allāh ‫ﷻ‬.

Maka Antum lihat ilmu apa yang kira-kira langsung kita butuhkan di dalam ibadah kita kepada
Allāh subhanahu wa ta’ala, tentunya yang paling penting adalah ilmu tauhid, memahami tentang
tauhid al-uluhiyah apa yang dimaksud dengan ibadah macam-macam dari ibadah dan apa yang
dimaksud dengan kesyirikan macam-macam kesyirikan, maka ini perkara atau ilmu yang paling
penting yaitu ilmu tauhid sebelum kita mempelajari ilmu Ushul fiqh bahasa Arab dan seterusnya
maka kita harus dan wajib hukumnya untuk mempelajari ilmu yang paling penting yaitu ilmu
tauhid karena ini jelas berkaitan dengan ibadah yang merupakan tujuan utama kita diciptakan
oleh Allāh subhanahu wa ta’ala.

Kemudian juga kita mempelajari setelahnya tentang masalah tata cara shalat karena ini
merupakan rukun Islam yang kedua yang setiap hari diwajibkan atas kita semuanya, dan di antara
syarat shalat adalah berwudhu berarti kita harus mempelajari tentang tata cara bersuci yaitu
berwudhu.

Tentunya sangat tidak mengagungkan ilmu sebelum dia belajar tauhid sebelum dia belajar shalat
dia belum belajar wudhu, kemudian dia sibuk dengan menghafal al-waraqat misal ingin
mempelajari ilmu Ushul fiqh, kemudian dia menghafalnya menyibukkan diri dengan Ushul fiqh
padahal dia belum belajar tauhid belum belajar salat belum belajar wudhu, ini dia tidak
mengagungkan ilmu itu sendiri.

Kemudian setelah itu dia mempelajari yang berkaitan dengan shalat dia, seperti misalnya
mempelajari bagaimana membaca Al-fatihah yang benar karena Al-fatihah ini adalah rukun
shalat belajar Al-fatihah, sebelum mempelajari atau membaca dengan benar surah An-nas Al-
falaq maka dia mempelajari dengan benar bagaimana membaca Al-fatihah, kalau Al-fatihah
sudah benar maka InsyaAllāh mudah untuk mempelajari surah-surah yang lain.

Juga mempelajari makna dari Al-fatihah, hanya tujuh ayat saja makna Bismillahirrahmanirrahim
makna alhamdulillahi robbil ‘alamin secara singkat saja tidak perlu dia mempelajari Al-fatihah
sampai berbulan-bulan, secara singkat mengetahui secara global apa yang terkandung di dalam
Al-fatihah karena ini langsung berkaitan dengan ibadahnya setiap hari.

Demikian pula dzikir setelah shalat misal zikir pagi dan juga sore, jangan sampai seseorang
belum hafal tentang dzikir setelah shalat kemudian dia ingin menghafal sebuah matan di dalam
ilmu hadits menghafal Arba’in Nawawi sementara dia belum menghafal atau belum mengetahui
tentang dzikir setelah shalat, dia harus dahulukan yang paling penting kemudian yang
setelahnya.

Kemudian yg kedua

‫ أن يكون قصده في أَّو ل طلبه تحصيَل مختصٍر في كِّل فٍّن‬:‫واآلخر‬

Hendaklah yang dia maksudkan (tujuan dia) ketika dia mulai mempelajari sebuah cabang ilmu
adalah mencari ringkasan didalam setiap cabang ilmu tadi.
Kalau kita mau mempelajari ilmu agama dengan baik maka hendaklah kita mencari ringkasan dari
masing-masing cabang ilmu tadi, ini termasuk

‫رعاية فنون العلم‬

kita ingin menjaga cabang-cabang ilmu, kita dahulukan yang paling penting kemudian yang
penting kemudian kita berusaha untuk mencari ringkasan dari masing-masing ilmu. Antum ingin
belajar tauhid cari ringkasan di dalam masalah tauhid, belajar ushulul tsalatsah belajar kitabut
tauhid itu semuanya ringkasan di dalam masalah tauhid.

‫ وآنس من نفسه قدرًة عليه‬،‫حَّتٰى إذا ٱستكمل أنواع العلوم النافع؛ نظر إلٰى ما وافق طبعه منها‬

Kemudian apabila dia sudah melengkapi seluruh ilmu-ilmu yang bermanfaat, dia sudah belajar
ringkasan dari ushul fiqh sudah belajar tentang fiqih sudah belajar tentang nahwu dan sharaf,
barulah dia melihat apa yang sesuai dengan tabi’at dia.

Ketika dia sudah mempelajari ilmu-ilmu tersebut maka dia akan mendapatkan dalam dirinya
kecenderungan, Ana sepertinya lebih senang untuk mendalami masalah hadits silahkan, Ana
lebih senang untuk mendalami masalah tafsir silakan setelah kita berusaha untuk melengkapi
cabang-cabang ilmu tadi

‫وآنس من نفسه قدرًة عليه‬

dan dia mendapatkan di dalam dirinya kemampuan (untuk mempelajari ilmu tersebut), dia
senang memang dengan ilmu tadi dan dia punya kemampuan untuk mendalami ilmu tersebut

‫فتبَّح ر فيه‬

maka silakan dia mendalami ilmu tersebut

‫سواٌء كان فًّنا واحًدا أم أكثر‬

sama saja apakah yang dia senangi itu adalah satu cabang ilmu atau lebih dari satu cabang.

Kadang seseorang mencintai dan tabiatnya senang dengan ilmu ini dan ilmu itu ada beberapa
ilmu yang dia senangi, tapi sebagian yang lain dan ini banyak biasanya yang dia senangi satu saja
maka silahkan dia menambah wawasannya dan mendalami ilmu tadi.

‫ومن طَّيار شعِر الَّشناقطة قوُل أحدهم‬

Diantara syi’ir (sya’ir) orang-orang syanaqithah, dan sya’ir ini tidak diketahui siapa yang
mengucapkan makanya dinamakan dengan ‫( طَّيار‬sya’ir yang berterbangan) yang tidak diketahui
siapa yang mengucapkan pertama kali sya’ir ini. Dia mengatakan
‫و إن ُترد تحصيَل فٍّن َتِّم مْه‬
‫وعن سواه قبل االنتهاِء َمْه‬

kalau kamu ingin mendapatkan (menguasai) sebuah cabang ilmu maka sempurnakan dan
sebelum selesai ilmu tadi jangan engkau mempelajari yang lain.

‫وفي ترادف العلوم المنُع جا‬


‫إن توأماِن ٱستبقا لن يخرجا‬

Jadi petunjuk beliau kalau kita mempelajari sebuah ilmu maka hendaklah kita selesaikan dulu, ini
adalah cara sebagian ulama, mereka memiliki cara yaitu kalau memang kita ingin mempelajari
tauhid misalnya kita pelajari dari awal sampai akhir dulu tentang tauhid, kita belajar tsalatsatul
ushul kitabut tauhid kemudian qawa’idul arba kasyfus syubhat dan seterusnya sampai kita benar-
benar menguasai ilmu tadi barulah kita berpindah ke ilmu yang lain.

Kalau belum menguasai jangan membaca cabang-cabang ilmu yang lain, jangan belajar fiqih
dulu jangan belajar ini dulu tapi belajar tentang tauhid dulu, ini maksud beliau ini cara sebagian
ulama. Beliau mengatakan demikian karena

‫وفي ترادف العلوم المنُع جا‬

karena ketika ilmu itu sama-sama dipelajari maka ini dilarang (tidak boleh) ini menurut beliau,
tidak boleh di sini maksudnya jangan sampai dipelajari sama-sama, karena sesungguhnya dua
bayi kembar kalau mereka tidak mau mengalah (masing-masing ingin cepat keluar dari perut
ibunya)

‫لن يخرجا‬

maka dua-duanya tidak akan keluar, kalau tidak ada salah satu di antara keduanya yang
mengalah dan semuanya ingin segera keluar dari perut ibunya maka dua-duanya justru tidak
akan keluar, ini dipermisalkan orang yang ingin mendapatkan ilmu ini dan ilmu itu dalam waktu
yang sama justru malah dia tidak mendapatkan dua-duanya, tapi kalau dia mempelajari satu ilmu
terlebih dahulu sampai selesai baru dia mempelajari ilmu yang lain maka dia akan mengambil
manfaat.

Ini cara sebagian ulama dan di sana ada cara yang lain dan ini lebih mudah bagi seorang
penuntut ilmu, itu yang dikatakan oleh Syaikh Shalih Al-Ushaimi pengarang kitab ini yaitu
dengan cara kalau kita memang ingin mempelajari sebuah cabang ilmu, misalnya kita
mempelajari tauhid kita mempelajari dasarnya, tidak harus kita menguasai seluruh dengan benar
seluruh ilmu tauhid.

Mungkin cukup kita mempelajari tsalatsatul ushul kemudian kitabut tauhid kemudian setelah itu
kita mempelajari tentang tata cara shalat tata cara wudhu, jangan sampai seseorang dua tahun
atau tiga tahun dia mempelajari tentang tauhid sementara dia tidak tahu selama dua tahun tiga
tahun tadi bagaimana cara wudhu yang benar bagaimana cara shalat yang benar. Kita
mempelajari ilmu tauhid yang dasarnya kemudian setelah itu kita mempelajari tentang shalat
tentang wudhu tentang dzikir pagi dan petang dan dzikir setelah shalat.

‫ وكانت حاله ٱستثناًء من العموم‬، ‫ومن عرف من نفسه قدرًة علٰى الجمِع َج َمَع‬

Barang siapa yang mengetahui kemampuan didalam dirinya, dan masing-masing orang memiliki
kemampuan yang berbeda dia tahu bahwasanya dirinya memiliki kemampuan untuk menjama’
yaitu menguasai lebih dari satu ilmu maka silahkan dia menjama’ dan keadaan dia ini adalah
pengecualian dari umumnya manusia, karena umumnya manusia mereka tidak mampu untuk
menjama’ lebih dari satu ilmu, biasanya kalau spesialis masalah hadits maka dia di hadits saja.

Kadang di hadits pun ada yang lebih spesial lagi, ada seorang guru yang dia memang
spesialisnya masalah tentang ilmu jarh wa ta’dil yaitu tentang bagaimana kita menilai seorang
rawi, ada sebagian mereka di dalam ilmu hadits tapi dalam masalah musthalah, ada di antara
mereka yang lebih khusus lagi tentang hadits-hadits yang palsu, jarang di antara mereka yang
menguasai lebih dari satu cabang.

Kalau misalnya ada seseorang yang bisa ini dan bisa itu maka ini sebuah pengecualian, seperti
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah beliau termasuk orang yang diberikan oleh Allāh subhanahu wa
ta’ala anugerah memiliki keahlian dalam banyak cabang ilmu agama. Baik itu adalah simpul yang
keenam.

Halaqah yang ke-10 dari Silsilah ‘Ilmiyyah Pembahasan Kitāb Khulāshah Ta’dzhimul ‘Ilm yang
ditulis oleh Fadhilatu Syaikh Shalih Ibn Abdillah Ibn Hamad Al-Ushaimi hafidzahullahu ta’ala.

‫المعقد السابع‬

Simpul yang ketujuh di antara bentuk pengagungan kita terhadap ilmu

‫المبادرة إلى تحصيله واغتنام سن الصبا والشباب‬

Adalah dengan bersegera untuk mendapatkan ilmu, artinya jangan kita berlambat-lambat kalau
antum benar-benar mengagungkan ilmu maka bersegeralah untuk mendapatkan dia dan
keinginan untuk bertemu dengan ilmu tersebut, jangan kita melambatkan diri bermalas-malasan
ini bentuk kita tidak mengagungkan ilmu, apalagi menunda-nunda nanti saja bulan depan saja
atau tahun depan saja ini berarti ada di dalam hatinya bentuk tidak mengagungkan ilmu dan
tidak menghormati ilmu.
Dan juga menggunakan umur atau menggunakan usia anak-anak dan remaja atau masa muda,
menggunakan dengan baik umur dia ketika dia masih di masa kanak-kanak dan masa remajanya,
ini adalah bentuk pengagungan kita terhadap ilmu. Bagi yang masih muda maka bentuk
pengagungan Antum terhadap ilmu adalah menggunakan masa muda Antum ini
menggunakannya dengan baik untuk mencari ilmu agama, ini kesempatan Allāh subhanahu wa
ta’ala memberikan Taufik kepada Antum di masa mudah ini untuk bisa menekuni ilmu agama ini.

‫قال أحمد‬

Berkata Ahmad rahimahullah

‫ما شَّبهُت الَّشباب إَّل بشيٍء كان في ُك ِّمي فسقط‬

Berkata Imam Ahmad tidaklah aku menyerupakan masa muda kecuali seperti sesuatu yang ada di
ujung pakaianku kemudian dia jatuh, kummiy adalah ujung pakaian, beliau serupakan masa
muda yang menunjukkan tentang sebentarnya masa muda itu seperti sesuatu yang ada di ujung
pakaian kemudian dia segera jatuh ketika kita memakai pakaian seperti ini dan ada suatu di
ujung pakaian kita maka dia akan segera jatuh dengan cepat sekali dia jatuh.

Ini menunjukkan betapa sebentarnya masa muda yang dilewati oleh seseorang, harus kita
manfaatkan dengan baik masa muda tersebut dan termasuk pengagungan terhadap ilmu kita
manfaatkan masa muda tersebut untuk menuntut ilmu agama, bersegera sebelum datang masa
tua.

‫ وأقوٰى تعُّلًقا ولصوًقا‬،‫والعلم في سِّن الَّشباب أسرع إلٰى الَّنفس‬

Dan ilmu di masa muda atau di masa remaja itu lebih cepat masuk ke dalam jiwa lebih mudah
masuknya ke dalam hati seseorang

‫وأقوٰى تعُّلًقا ولصوًقا‬

dan kalau dia sudah masuk maka dia akan kuat melekat di dalam jiwa seseorang atau di dalam
hati seseorang.

Jadi ini kelebihan menuntut ilmu di masa muda, lebih cepat dia menerima dan menyerap dan
kalau sudah sampai di dalam hatinya sudah dia hafal maka dia akan melekat dengan kuat di
dalam hati seseorang.

‫ كقَّو ة بقاء الَّنقش في الَح َج ر‬،‫فقَّو ة بقاء العلم في الِّص غر‬

Maka kekuatan langgengnya ilmu yang didapat ketika masih kecil itu seperti kekuatan
langgengnya pahatan di dalam batu, orang kalau memahat di batu maka ini akan beberapa
tahun ke depan bahkan mungkin ratusan tahun masih bisa terlihat pahatan tadi, sebagaimana di
sana ada peninggalan-peninggalan mungkin di dalam goa atau pahatan-pahatan itu masih ada
meskipun 1000 tahun yang lalu dipahat.
Demikian ilmu yang dipahat yang diukir ketika seseorang masih kecil, dia menghafal Qur’an
semenjak kecil dia menghafal hadits semenjak kecil dia mempelajari berbagai ilmu semenjak dia
muda maka ini InsyaAllāh akan melekat di dalam dirinya.

‫فمن ٱغتنم شبابه نال إْر َبه‬

Barang siapa yang memanfaatkan masa mudanya maka dia akan mencapai puncaknya
(tujuannya)

‫وَح ِمد عند مشيبه ُسراه‬

dan dia akan bersyukur ketika dia sudah tua, ‫ ُسراه‬yang dimaksud di sini adalah ijtihad dia dan
kesungguhan dia ketika masih muda.

Orang yang menggunakan masa muda dengan baik maka dia akan mendapatkan tujuannya dan
ketika dia sudah tua maka dia akan bersyukur kepada Allāh ‫ﷻ‬, Alhamdulillah yang telah
memberikan Taufik kepadaku di masa mudaku aku diberikan Taufik untuk bersungguh-sungguh
di dalam menuntut ilmu.

Kemudian setelahnya beliau mendatangkan sebuah syair

‫اغتنم ِس َّن الَّشباب يا فتٰى‬

di dalam nuskhah yang terbaru

‫َأاَل اغتنم ِس َّن الَّشباب يا فتٰى‬

Ketahuilah maka hendaklah engkau menggunakan waktu mudamu wahai pemuda

‫عند المشيب َيْح َمُد القوم الُّس رٰي‬

ketika sudah tua barulah kaum-kaum tersebut bersyukur, bersyukur dan memuji Allāh subhanahu
wa ta’ala atas kesungguhan yang dia lakukan ketika masih muda.

Orang yang menggunakan masa mudanya dengan baik maka dia akan mencapai tujuannya dan
ketika dia sudah tua Alhamdulillah dia bersyukur kepada Allāh ‫ ﷻ‬yang telah memudahkan dia
untuk berijtihad dan bersungguh-sungguh di masa mudanya.

‫وال ُيتوَّهم مَّما سبق أَّن الكبر ال يتعَّلم‬

Tadi kita menyebutkan hendaklah engkau gunakan masa mudamu dan menuntut ilmu di masa
muda itu seperti orang yang mengukir di atas batu. Jangan dikira jangan disangka bahwasanya
orang yang sudah tua kemudian tidak belajar, jangan menyangka kemudian orang yang sudah
tua berarti dia tidak perlu belajar dan tidak usah belajar karena tidak ada manfaatnya, jangan dia
menyangka demikian

‫بل هؤالء‬

akan tetapi atau bahkan

‫هؤالء أصحاب رسول هللا صلى هللا عليه وسلم تعَّلموا كباًر‬

Jadi orang yang sudah tua pun dituntut untuk belajar, beliau mendatangkan sebuah dalil
bahwasanya para sahabat Nabi Sallallahu Alaihi Wasallam mereka mempelajari ilmu agama ini
dalam keadaan mereka sudah besar-besar sudah tua.

Di sana ada kibaru sahabah di sana ada sighar sahabah, ada sahabat-sahabat yang kibar yang
mereka memang masuk Islam mengenal agama Islam ini ketika mereka sudah tua, mungkin 30
tahun atau 40 tahun atau ada yang 50 tahun bahkan dan ternyata mereka menjadi sebaik-baik
manusia, mereka bisa mempelajari agama ini dari Nabi Sallallahu Alaihi Wasallam, maka jangan
kita putus asa.

Alhamdulillah, ada sebagian orang sampai dia tua dan sampai dia mati tidak mempelajari ilmu
agama, Allāh ‫ ﷻ‬memberikan karunia kepada kita sebelum kita bertemu Allāh subhanahu wa
ta’ala Allāh ‫ ﷻ‬membimbing kita memberikan hidayah kepada kita untuk mempelajari ilmu
agama, sebagaimana dahulu para sahabat Rasulullah Sallallahu Alaihi Wasallam banyak di antara
mereka yang masuk Islam dalam keadaan mereka sudah sepuh dan sudah tua.

‫ذكره البخارُّي في كتاب العلم من صحيحه‬

Ini disebutkan oleh Imam Al-Bukhari rahimahullāh di dalam Kitabul Ilmi dari shahih beliau, beliau
sebutkan bahwasanya para sahabat Nabi Sallallahu Alaihi Wasallam dulu belajar dan mereka
dalam keadaan sudah tua.

Ini menunjukkan bahwasanya yang sudah tua pun maka dituntut dia untuk mempelajari ilmu
agama ini tentunya dengan cara yang tadi sudah kita sebutkan, kita dahulukan yang paling
penting kemudian yang penting dan seterusnya.

‫وإَّنما يعسر الَّتعُّلم في الِكَبر – كما َبَّينه الماوردُّي في أدب النيا والدين‬

Kemudian beliau menyebutkan sebenarnya apa yang menyebabkan orang yang sepuh atau
orang yang tua itu susah untuk belajar

‫كما َبَّينه الماوردُّي‬

sebagaimana disebutkan oleh Mawardiy di dalam


‫أدب الُّدنيا والِّدين‬

Sebabnya adalah ini

‫لكثرة الَّشواغل‬

Yang pertama adalah karena banyaknya kesibukan, berbeda dengan anak muda orang yang
sudah tua sudah banyak kesibukannya, dia sudah punya keluarga ngurus anak ngurus istri ngurus
pekerjaan

‫وغلبة القواطع‬

dan banyaknya perkara-perkara yang memutuskan yang mengganggu yang merintangi dia
dalam mempelajari ilmu agama yang itu harus dia lakukan

‫وتكاثر العالئق‬

dan banyaknya koneksi-koneksi (hubungan-hubungan) dengan manusia, dalam masalah


pekerjaan dalam masalah mungkin dia ketua RT dan kesibukan-kesibukan yang lain, banyak
urusan kalau dilihat di HP-nya mungkin ada ribuan nomor-nomor HP kalau dilihat di WA-nya
mungkin ratusan yang masuk ke nomornya.

Ini keadaan orang yang sudah tua, sudah banyak hubungannya sudah banyak kenalannya
berbeda dengan anak yang masih muda urusannya masih ringan, kalau kita sudah tahu sebabnya
adalah demikian

‫فمن قِدر علٰى دفعها عن نفسه أدرك العلم‬

maka barang siapa yang mampu, ada orang tua yang dia mampu untuk melawan sebab-sebab
yang menjadikan dia sulit untuk mempelajari ilmu tadi artinya dia bisa menekan dia bisa
mengurangi koneksi dengan orang, dia bisa mengurangi pekerjaan dia, dia sempatkan untuk
menuntut ilmu

‫أدرك العلم‬

maka InsyaAllāh dia akan mendapatkan ilmu sebagaimana anak muda mereka bisa mendapatkan
ilmu, dengan syarat tentunya setelah Taufik dari Allāh ‫ ﷻ‬dan dia bisa melawan sebab-sebab
dia sulit untuk mendapatkan ilmu.

Tapi kalau dia lebih memilih seperti awal artinya aduh kayaknya berat untuk meninggalkan rekan-
rekan dia, masih ingin menyibukkan diri dengan perkara-perkara yang tidak bermanfaat ingin
banyak nongkrong dan ngobrol dengan teman-temannya sulit bagi dia untuk mendapatkan ilmu,
tapi kalau dia bisa melawan itu semuanya bisa menyempatkan waktu untuk belajar maka
InsyaAllāh dia mendapatkan ilmu.
Dan di sana banyak para ulama yang dia menjadi ulama setelah mereka sudah tua, artinya baru
mempelajari ilmu agama ketika mereka sudah tua bukan dari semenjak 10 tahun tapi mungkin
ada di antara mereka yang berumur 40 tahun baru belajar ilmu agama.

Di antaranya seperti Al-‘Izz ibnu Abdissalam seorang ulama besar, ini juga belajar ilmu bukan dari
kecil, Al-Qadhi ‘Iyadh, Ibnu Hazm mereka baru mempelajari ilmu agama dan mulai mempelajari
ilmu agama ketika mereka sudah tua artinya sudah tidak muda lagi dan ternyata mereka menjadi
ulama.

Jadi intinya ma’qid yang ketujuh adalah kita berusaha untuk memanfaatkan waktu muda kita dan
bersegera untuk menuntut ilmu, jangan kita tunda-tunda dalam menuntut ilmu agama.

Anda mungkin juga menyukai