Anda di halaman 1dari 3

Tanggal : 26 Februari 2020

Acara dimulai : 09.30

Lokasi. : Rektorat lantai 5

Pembukaan : Dr. Saifullah

Doa. : Dr. Badruddin

Narasumber : Prof. Dr. H. Said Agil Husin Al-Munawwar

Tema : Perkembangan Studi Ulumul Quran dan Ulumul Hadis di Indonesia

Moderator : Dr. Izzudin

Perlu diketahui tidak mudah untuk menafsirkan Alquran, karena terdapat persyaratan-
persyaratan yang harus terpenuhi mulai dari syurutul Mufassir, adabul Mufassir. Dimana
syurutul Mufassir ini diantaranya;

1. Menjadi Muhandis, karena seorang Mufassir harus paham betul mengenai hadis dan
keilmuan-keilmuan didalamnya, sebab menafsirkan Alquran tidak bisa lepas dari yang
namanya hadis, karena Alquran itu mujmal (global), sedangkan salah satu fungsi
hadis adalah merinci, menjelaskan, dan menetapkan suatu hukum jika tidak didapati
dalam Alquran.
2. Harus mengetahui ilmu-ilmu Alquran seperti qiro’ah, ushul fiqh, qishoh- qishoh
dalam Alquran, nasikh mansukh dan keilmuan lainnya yang mengenai keAlquranan.
3. Menguasai bahasa Arab, nahwu, shorof, bayan, ma’ani, balaghoh, dan seterusnya.
4. Dan mengamalkan apa yang telah diketahui itu, ini termasuk adabul Mufassir yang
juga telah diterangkan dalam kitab Mabahis fi Ulumil Qur’an karya Manna’ al-
Qattan.

Beliau narasumber juga telah menjelaskan secara terang mengenai ulumul qur’an,
ulumul hadis, kriteria-kriteria dan adab-adab Mufassir serta metode-metode penafsiran.
Dan semua itu harus dilakukan oleh orang-orang yang memang benar menguasai
keilmuan-keilmuan tersebut yang harus berlandaskan tujuannya fil Akhiroh (untuk
akhirat) bukan untuk kepentingan dunia apalagi dalam hal perdebatan yang tidak ada
selesainya.
Untuk mengenai hadis, beliau juga memaparkan metode untuk mengetahui hadis itu
ada di referensi aslinya itu bisa dengan mudah kita akses dengan maktabah syamilah
dengan puluhan ribu hadis yang tersedia di dalamnya. Di dalam memahami hadis itu
sendiri tidak hanya melulu membicarakan tekstualitas maka harus dilihat dengan
pembacaan kontekstual, maka harus kita melakukan pendekatan historis, sosiologis, dan
antropologis. Misalnya, disini banyak perbedaan cara pandang mengenai hadis wanita
yang melakukan perjalanan lebih dari 3 hari 3 malam (wanita yang keluar tanpa disertai
mahram), Dari redaksi hadis tersebut perlu kita ketahui bahwa kondisi dulu yang memang
tidaklah aman bagi wanita ketika keluar sendirian berbeda dengan kondisi dan keadaan di
zaman sekarang sekarang, maka apakah hadis itu hanya dipahami dengan sesingkat itu
dan melulu pada teks? tentu tidak. Itulah pola pikir yang harus kita kembangkan.

Juga kita tidak boleh menafsirkan Alquran sesuai dengan keinginan kita sendiri dan
seolah-olah itulah kebenarannya, karena yang Maha tahu sesungguhnya Allah SWT, kita
hanyalah berusaha dengan kapasitas dan kompetensi keilmuan yang kita miliki, semua
berujung pada "Waallahu a'lam".

Alquran seharusnya tidak hanya dibaca melainkan juga dihafal, tidak berhenti disitu
maka harus ditela'ah isi dan kandungannya.

Mengenai hadis, yang terdapat sanad yang tidak bisa lepas dari keilmuan itu sendiri,
semua ilmu-ilmu terutama ijazah-ijazah keilmuan agama itu harus ada sanadnya agar
terdapat keberkahan pada ilmu itu sendiri.

Kesimpulan dari beliau adalah tidak ada kata selesai dalam mempelajari Alquran dan
al-Hadis nabi, agar keduanya dapat terus mengikuti zaman sebagaimana fungsi Alquran
sebagai kitab terakhir sebagai petunjuk umat islam dan yang terus terpelihara sampai hari
akhir nanti.

Ada banyak pertanyaan sebenarnya, namun waktulah yang membatasi untuk narasumber
menjawab semuanya, diantaranya;

1. (Dari Dr. Suwandi wadek 3), apakah benar yang dinyatakan oleh Ibnu Arabi mengenai
ayat ‫ بسم هللا الرحمان الرحيم‬، itu alif nya dicuri Sayton?, dan jika benar pernyataan itu, maka
kok bisa syetan mencuri alif dari Alquran padahal Alquran sendiri telah dijaga langsung
oleh Allah
2. (dari Dr. Firdaus), bagaimana sebenarnya konsep integrasi Islam dengan SAINS dalam
perspektif Alquran dan Hadis, dan apa benar ilmu-ilmu di luar Ilmu pengetahuan
misalnya penggunaan salah satu ayat Alquran digunakan agar tidak bisa kelihatan orang,
atau ilmu sejenis lainnya, apa memang benar adanya di dalam Alquran?

3. (Hafidzoh nur Aini/IAT) mengenai sanad, bagaiman jika kita mempelajari suatu ilmu
atau mempelajari dari buku-buku tanpa adanya peng-ijazahan, apakah ada keberkahan di
dalamnya?

4. (Halimah/ HBS) bagaimana caranya agar kita mengetahui bahwa Alquran (mushaf-
mushaf sekarang) ini memang benar/ sudah sesuai dengan Alquran yang aslinya? karena
banyak info mengenai kesalahan Kepenulisan mushaf di zaman sekarang.

5. (Adam Tri/ IAT) apakah nabi SAW sudah selesai dalam menafsirkan Alquran? jikalau
sudah, mengapa sekarang masih ada orang yang menyatakan/ mengklaim kebenaran dari
masing-masing tafsiran yang diikuti, dan siapa sebenarnya yang memiliki otoritas meng-
klaim tafsir inilah yang paling benar mengenai kebenaran dari masing-masing
pernyataan?

6. (Mahdi Afandi/ IAT) Apakah masih penting kajian asbabun nuzul mengingat ada
kaidah ‫العبرة بعموم اللفظ ال بخصوص السبب‬

,dan Seiringnya berjalannya waktu, kajian tentang al-qurana terus berkembang dan
muncul teori-teori baru seperti menggunakan hermeneutika. Apakah ada kriteria yang
membuat teori baru tersebut layak di terima ?

Seminar ditutup dengan pembacaan Alquran oleh narasumber dilanjutkan sesi foto.

Anda mungkin juga menyukai