Anda di halaman 1dari 14

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Sistem Distribusi Tenaga Listrik


Sistem distribusi tenaga listrik adalah bagian dari sistem tenaga listrik yang
berfungsi untuk menyalurkan dan mendistribusikan energi listrik dari pembangkit ke
palanggan atau konsumen.

Gambar 2.1 Sistem Distribusi Tenaga Listrik.


Sistem distribusi tenaga listrik ini mempunyai dua fungsi utama yaitu :
1. Sebagai pembagi atau penyalur tenaga listrik ke konsumen.
2. Sebagai sub sistem dari tenaga listrik yang berhubungan langsung dengan
konsumen.
Pembangkit listrik dapat menghasilkan tegangan yang cukup besar, antara 11 KV
sampai dengan 24 KV. Lalu tegangan yang dihasilkan dari pembangkit listrik akan
dinaikan oleh gardu induk (GI) dengan menggunakan transformator sehingga tegangan
menjadi 70 KV, 154 KV, 220 KV, atau 500 KV yang akan disalurkan menuju ke
saluran transmisi. Dari saluran transmisi ini tegangan akan diturunkan menjadi 20 KV
dengan menggunakan trafo penurun tegangan yang terletak pada gardu induk (GI).
Dengan adanya sistem tegangan tersebut penyaluran tenaga listrik dilakukan oleh
saluran distribusi primer. Setelah itu tegangan akan diturunkan menjadi 220 KV atau

5
380 KV oleh trafo yang ada pada gardu induk distribusi. Selanjutnya akan disalurkan
oleh saluran distribusi sekunder kepada konsumen – konsumen. Sistem distribusi ini
merupakan bagian yang sangat penting dalam sistem tenaga listrik [1].
Umum nya pada sistem distribusi tenaga listrik dibedakan menjadi dua bagian yaitu
[3] :
1. Jaringan distribusi primer
Jaringan distribusi primer merupakan jaringan tenaga listrik yang berfungsi
menyalurkan daya listrik dari gardu induk subtransmisi ke gardu distribusi.
Jaringan ini merupakan jaringan tegangan menengah atau jaringan tegangan
primer. Pada jaringan ini biasanya menggunakan enam jenis jaringan yaitu
jaringan sistem radial dan sistem tertutup atau loop, ring network, spindel, dan
cluster [3].
2. Jaringan distribusi sekunder
Jaringan distribusi sekunder merupakan sistem distribusi yang berfungsi
menyalurkan tenaga listrik dari gardu distribusi ke konsumen atau pelanggan.
Jaringan ini menggunakan tegangan rendah sebagaimana halnya pada jaringan
distribusi primer. Jaringan distribusi sekunder merupakan jaringan yang dekat
dan berhubungan dengan konsumen atau sering disebut jaringan tegangan
rendah. Pada saluran distribusi sekunder bentuk saluran yang sering digunakan
adalah sistem radial. Sistem ini sering disebut dengan sistem tegangan rendah
karena langsung terhubung ke konsumen tenaga listrik, melalui peralatan
seperti berikut [3]:
• PHB atau disebut dengan panel hubung bagi pada trafo distribusi.
• Hantaran tegangan rendah pada ( saluran distribusi sekunder ).
• SLP disebut dengan saluran layanan pelanggan menuju ke konsumen.
• Pengukur daya ( KWH meter ) dan alat pembatas, serta fuse pada
pelanggan.
2.1.1 Gangguan Pada Sistem Distribusi
Dalam jaringan distribusi listrik sering terjadi gangguan – gangguan yang bisa
mengakibatkan terganggunya aliran listrik ke pelanggan. Gangguan merupakan
penghambat suatu sistem ketika sedang beroprasi atau dimana suatu kondisi dari suatu
sistem tenaga listrik yang berbeda dengan kondisi normal. Adapun gangguan yang
sering terjadi pada sistem distribusi saluran 20 KV terbagi menjadi dua macam
gangguan yaitu gangguan dari luar sistem dan gangguan pada dalam sistem. Gangguan

2
yang berasal dari luar sistem seperti sambaran petir, sentuhan dari batang atau daun
pada pohon yang mengenai penghantar, manusia, cuaca, binatang dan lain – lain.
Sedangkan gangguan yang berasal dari dalam sistem seperti adanya kegagalan dari
fungsi kerja peralatan jaringan, kerusakan pada peralatan jaringan, kerusakan pada
pemutus beban dan kesalahan dari alat pendeteksi [1].
Adapun jenis gangguan pada sistem distribusi yaitu :
1. Gangguan Hubung Singkat
Gangguan hubung singkat ini bisa terjadi apabila antar fase (3 fase atau 2 fase)
atau 1 fase ke tanah yang bisa bersifat temporer atau permanen. Gangguan
temporer ini hanya bersifat sementara dan dapat hilang dengan sendirinya.
Biasanya terjadi karena sentuhan dari batang pohon atau daun yang mengenai
penghantar, cuaca dan hewan. Sedangkan gangguan yang bersifat permanen
terjadi karena hubung singkat pada kabel, kerusakan pada alat dan untuk
memperbaikinya diperlukan tindakan langsung dari operatornya [1].
2. Gangguan Beban Lebih
Gangguan beban lebih ini dapat terjadi apabila pembebanan pada sistem
distribusi melebihi kapasistas yang telah ditentukan. Gangguan ini bukanlah
gangguan murni, tetapi apabila tetap dibiarkan dapat merusak peralatan [1].
3. Gangguan Tegangan Lebih
Gangguan tegangan lebih ini merupakan salah satu gangguan yang sering
terjadi pada sistem distribusi. Seperti gangguan internal (dari dalam) biasanya
disebabkan oleh sistem itu sendiri. Seperti gangguan singkat, kerusakan pada
alat, kerusakan pada pembangkit dan lain – lain. Gangguan external (dari luar)
biasanya terjadi karena terputusnya saluran kabel, angin, badai, pepohonan,
layang – layang dan sebagainya. Gangguan karena faktor manusia seperti
kelalaian operator, tidak telitian, tidak mengikuti prosedur keamanan atau SOP
[1].

2.1.2 Model Sistem Jaringan Radial


Sistem jaringan yang mempunyai bentuk radial memiliki sumber dari satu
gardu induk yang apabila terjadi gangguan pada jalur sistem distribusi dapat
berdampak pada seluruh beban yang akan dilayani. Adapun kelebihan dari sistem
jaringan yang mempunyai bentuk radial ini adalah memiliki sistem yang tidak terlalu
rumit dan lebih murah dibandingakan dengan lainya. Sistem jaringan radial ini juga
mempunyai keadalan yang tidak merata. Keandalan yang didapat akan jauh kebih baik
apabila sistem jaringan radial bisa dekat dengan gardu distribusi dan semakin jauh

3
sistem jaringan radial dari gardu distribusi maka akan kurang baik keandalannya.
Dinamakan sistem jaringan radial karena pada saluran ini ditarik dari suatu titik sebagai
sumber jaringan, dan dicabang – cabang ke titik – titik beban, bisa diliat pada gambar
2.2 dibawah ini : [10]

Gambar 2.2 Sistem Radial [10]


Adapun pesamaan dari model jaringan radial untuk mencari keandalannya
yaitu:
λ s = λ 1 + λ 2 +…+ λ n (2.1)
Us = U1 + U2 +…+ Un = λ 1r1 +λ2 r2 +…+ λ nrn (2.2)
Dimana :
λ = Laju kegagalan per tahun
U = Total waktu terjadi gangguan
2.1.3 Keandalan Sistem Distibusi
Keandalan (reability) merupakan probabilitas dari suatu peralatan atau suatu
sistem untuk bisa menjalankan peralatan sesuai fungsinya. Dengan demikian,
keandalan sistem distribusi merupakan probabilitas sistem distribusi untuk bisa
mejalankan peralatan sesuai fungsinya dengan semestinya, dengan waktu tertentu dan
pada kondisi kerja tertentu [6].
Tingkat keandalan pada sistem distribusi dapat diukur dari sejauh mana
penyaluran sistem tenaga listrik dapat bertahan secara kontinyu kepada para konsumen
tanpa melakukan pemadaman. Dengan berjalannya waktu pertumbuhan beban dengan

4
banyaknya muncul kawasan industry, bisnis, serta pemukiman yang baru tentunya hal
ini menuntut tingkat keandalan yang semakin tinggi.
Untuk mengetahui indeks keandalan suatu penyulang pada sistem distribusi
maka ditetapkan yaitu besaran untuk membandingkan suatu sistem distribusi yang
sering digunakan dalam suatu sistem distribusi adalah SAIFI (System Average
Interruption Frequency Index) dan SAIDI (System Average Interuption Duration
Index) sebagai acuan untuk menentukan index keandalan sistem distribusi berdasarkan
Standrat PLN yang nantinya akan digunakan sebagai tolak ukur tingkat keandalan
sistem distribusi [6].
2.1.4 Indeks Keandalan Sistem
Pada sistem distribusi mempunyai nilai indikator untuk dapat mengukur suatu
keandalan pada sistem yaitu dengan menggunakan indeks keandalan nilai SAIFI
(System Average Interruption Frequency Index) dan SAIDI (System Average
Interruption Duration Index) yang dapat dilihat pada penyulang. Dengan adanya
penggunaan Recloser sebagai pemutus balik otomatis diharap dapat mengurangi
dampak gangguan pada sistem distribusi. Sesuai dengan standar yang telah dikeluarkan
oleh PT PLN (persero) pada SPLN 68-2 tahun 1968 tentang adanya jaminan sistem
tenaga listrik bagian dua. Adapun tingkatan pada indeks keadalan sistem yang baik
yaitu 3,2 kali/tahun untuk indeks frekuensi pada pemadaman rata-rata yang terjadi dan
21 jam/tahun untuk indeks lama pada pemadaman rata-rata yang terjadi [1].
2.1.5 Pengertian SAIDI
SAIDI merupakan indeks keandalan yang merupakan perkalian dari lamanya
suatu sistem padam dalam hitungan jam dengan banyaknya pelanggan atau konsumen
yang mengalami pemadaman lalu dibagi dengan jumlah pelanggan atau konsumen
keseluruhan. Satuan pada perhitungan SAIDI adalah jam/pelanggan. Secara matematis
SAIDI dapat dirumuskan dengan persamaan:

𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑤𝑎𝑘𝑡𝑢 𝑔𝑎𝑛𝑔𝑔𝑢𝑎𝑛 𝑑𝑎𝑟𝑖 𝑠𝑒𝑚𝑢𝑎 𝑘𝑜𝑛𝑠𝑢𝑚𝑒𝑛


𝑆𝐴𝐼𝐷𝐼 = 𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑑𝑎𝑟𝑖 𝑘𝑜𝑛𝑠𝑢𝑚𝑒𝑛 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑑𝑖𝑙𝑎𝑦𝑎𝑛𝑖

∑Ui Ni
𝑆𝐴𝐼𝐷𝐼 = (2.3)
∑N

5
Dimana :
Ui = Durasi padam rata – rata dalam setahun.
Ni = Jumlah konsumen yang terganggu pada titik i.
N = Total keseluran pelanggan.
2.1.6 Pengertian SAIFI
SAIFI merupakan salah satu indeks keandalan yang dimana perhitungannya
adalah perkalian frekuensi padam pada sebuah penyulang dengan jumlah pelanggan
atau konsumen yang mengalami gangguan pemadaman dibagi dengan jumlah dari
pelanggan atau konsumen secara keseluruhan. Satuan dari perhitungan SAIFI adalah
pemadaman/pelanggan. Secara matematis SAIFI dapat dirumuskan dengan persamaan
:

𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑘𝑜𝑛𝑠𝑢𝑚𝑒𝑛 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑚𝑒𝑛𝑔𝑎𝑙𝑎𝑚𝑖 𝑔𝑎𝑛𝑔𝑔𝑢𝑎𝑛


𝑆𝐴𝐼𝐹𝐼 = 𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑑𝑎𝑟𝑖 𝑘𝑜𝑛𝑠𝑢𝑚𝑒𝑛 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑑𝑖𝑙𝑎𝑦𝑎𝑛𝑖

∑λi Ni
𝑆𝐴𝐼𝐹𝐼 = (2.4)
∑N

Dimana :
λi = Laju kegagalan pada titik i.
Ni = Total pelanggan pada titik i.
N = Total keseluruhan pelanggan.
2.2 Pengertian Recloser
Recloser atau penutup balik otomatis adalah suatu peralatan proteksi atau yang
dapat digunakan sebagai pengaman sistem distribusi dari gangguan hubung singkat
yang bersifat sementara/temporer dan bersifat permanen. Recloser ini akan bekerja
dengan secara otomatis apabila ada gangguan hubung singkat. Apabila terjadi
gangguan yang bersifat sementara/temporer kontak PBO akan terbuka pada saklar.
Lalu kontak PBO akan mulai menutup kembali setelah melewati waktu re-close yang
telah ditentukan dengan cara mensettingnya. Tetapi apabila mendapatkan gangguan
yang berifat permanen maka PBO akan lock-out.

6
Recloser ini juga mempunyai fungsi untuk memisahkan daerah yang mengalami
gangguan karena adanya gangguan sehingga tidak memperluas resiko daerah
berdampak dari adanya gangguan. Apabila terjadi gangguan yang bersifat
sementara/temporer maka recloser akan langsung memisahkan daerah yang terdampak
gangguan sampai dengan gangguan hilang dan akan terhubung kembali secara otomatis
sesuai dengan waktu yang telah disetting [1].

Gambar 2.3 Recloser


2.2.1 prinsip Kerja Recloser
Gangguan pada recloser dapat dideteksi dengan menggunakan sensing trafo
arus (CT) dan pengaturan elektronik. Semua perlengkapan mengenai elektronikanya
diletakkan pada kotak yang terpisah dengan tangki recloser. Untuk merubah
kerateristik pada tingkat arus penjatuhan minimum dan urutan operasi recloser bisa
dilakukan dengan cara mengelurkan dari recloser dari tangkinya. Arus yang terdapat
pada saluran bisa dideteksi dengan trafo arus yang dipasang di bushing recloser, arus
sekundernya dapat dialirkan menuju elektornika control box. Ketika arus telah
melebihi batas pada nilai terendah dari arus penjatuh minimum, saat itu juga level
detector dan timing circuit akan bekerja. Apabila sudah mencapai waktu tunda yang
telah ditentukan pada karakteristik arus waktu, maka rangkaian trip (penjatuh) dan akan
mengirimkan sinyal untuk melepaskan kontak utama pada recloser. Dan rele akan

7
berkerja kembali untuk mengatur waktu penutup kembali dengan urutan yang
diinginkan [6].

Rele akan direset dengan riset timing agar kembali ke posisi awal untuk dapat
menginstruksikan penutupan kembali. Ketika gangguan belum juga menghilang, maka
pembuka terakhir akan menyesuaikan dengan urutan kerja recloser berada pada posisi
lock out (terkunci). Dibawah ini merupakan gambaran dari diagram blok recloser :[6].

Gambar 2.4 Diagram Blok Recloser (panel kontrol) [6].


2.3 Metode Section Technique
Metode section technique merupakan metode yang terstruktur dalam menganalisa
suatu sistem. Dengan metode section technique menguji keandalan sistem distribusi
dengan berdasarkan pada keandalan peralatan dalam mempengaruhi operasi pada
sistem [1]. Untuk perhitungan metode section technique dengan membagi topologi
jaringan menjadi beberapa zona section untuk lebih mudah mendapatkan daerah yang
perlu diperbaikin sistem keandalanya. Dan pada tugas akhir ini ada beberapa
perhitungan dengan menggunakan metode section technique, terdapat indeks
keandalan yang dihitung yaitu [8]:
a) Laju Kegagalan Rata – Rata (λi)
λi =∑i=k x λ (2.5)
λLP = ∑(λi x Ni ) (2.6)
Dimana :
λi = Laju kegagalan rata – rata pada titik beban .

8
λ = Laju kegagalan komponen sistem.
k = Semua komponen peralatan yang terpasang pada sistem terhadap titik
beben pada titik i.
b) Mencari Nilai Ui sistem
Ui =∑ (λi x r) (2.7)
ULP=∑(UixNi) (2.8)
Dimana :
Ui = Durasi terputusnya aliran listrik tahunan rata – rata (jam/tahun).
λ = Laju gegalan rata – rata pada titik beban.
r = Waktu perbaikan sistem.
2.4 Pengertian Metode Artificial Bee Colony (ABC)
Artificial Bee Colony Algorithm sama dengan mekanisme optimasi yang bermula
dari adanya aktifitas sekelompok hewan lebah ketika berburu mangsa. Artificial Bee
Colony dibagi menjadi tiga bagian, yakni: Employed Bee/ hewan lebah pekerja,
Onlookerbee/ hewan lebah penonton, dan Scoutbee/ hewan lebah pengintai. Employed
Bee bertugas menghimpun nectar yang telah diketahui atau didapat. Onlookerbee
mendiami sarang hingga melaksanakan ketetapan Ketika memilih nectar. Scoutbee
melaksanakan tugas dalam pencarian secara acak.
Mekanisme artificial bee colony (ABC) adalah:

• Solusi acak yang dihasilkan dalam suatu variabel. Adapun rumus yang akan
digunakan seperti persamaan (2.9)
Rumus : 𝜃𝑖𝑗 = 𝜃𝑖𝑚𝑖𝑛 + 𝑟 (𝜃𝑖𝑚𝑎𝑥 − 𝜃𝑖𝑚𝑖𝑛) (2.9)
Keterangan :
𝜃𝑖 = Letak employedbee
j = 1 : N (total hewan lebah)
i = 1 : SN (nectar)
r = Angka acak

• Pada langkah yang kedua, setiap employedbee akan membentuk nectar yang
baru dengan rumus yang akan digunakan seperti persamaan. (2.10)
Rumus : 𝑥𝑖𝑗 (t+1) = 𝜃𝑖𝑗 (t) + 𝜙(𝜃𝑖𝑗 (𝑡) − 𝜃𝑘𝑗 (𝑡) (2.10)

9
Keterangan :
x = Letak employedbee
t = jumlah iterasi
𝜃𝑘 = employedbee yang sudah diseleksi dan k ≠1
𝜙 = nilai acak [1,0]
• Pada langkah yang ketiga, hasil yang didapatkan akan dibandingkan dengan
hasil... lalu terpilihlah nectar yang paling baik. Onlookerbee akan memutuskan
nectar dengan menggunakan rumus probabilitas seperti persamaan. (2.11)
𝐹(𝜃𝑖 )
Rumus : 𝑃𝑖 = ∑𝑆𝑁 (2.11)
𝑘=1 𝐹(𝜃𝑘)
Keterangan :
Pi = Probabilitas dalam memilih
SN = total nectar
𝜃𝑖 = letak onlookerbee
𝐹(𝜃𝑖 ) = hasil fitness

• Pada langkah yang terakhir ini onlookerbee sudah pergi dari nectar berganti
dengan scoutbee yang sudah dipilih dan akan dikontrol dengan secara otomatis
oleh nilai limit. Scoutbee mempunyai tugas untuk menemukan nectar baru
dengan menggunakan rumus seperti persamaan. (2.12)
Rumus : 𝜃𝑖𝑗 = 𝜃𝑗𝑚𝑖𝑛 + 𝑟(𝜃𝑗𝑚𝑎𝑥 − 𝜃𝑗𝑚𝑖𝑛 ) (2.12)
Keterangan :
r = nilai random [0,1]
2.5 Pengertian Optimasi
Optimasi merupakan suatu proses pencarian untuk mendapatkan hasil yang lebih
optimal atau efektif. Secara umum optimasi merupakan pencarian nilai terbaik, atau
bisa diartikan upaya untuk meningkatkan kinerja sehingga mendapatkan hasil yang
terbaik dan hasil kerja yang tinggi. Optimasi secara matematis yang berfokus untuk
mendapatakan nilai maksimum atau minimum yang didapat dari suatu fungsi maupun
pencarian nilai dalam beberapa kasus.
2.6 Pengertian Metode Ant Colony Optimization (ACO)
Ant Colony Optimization (ACO) diambil dari perilaku pada koloni semut atau
dikenal sebagai sistem semut. Semut dapat mendeteksi lingkungannya yang kompleks
untuk mendapatkan makanannya lalu kembali lagi ke sarangnya dengan cara
meninggalkan zat pheromone pada rute – rute yang telah dilalui semut.

10
Pheromone merupakan semacam zat kimia dari kelenjar endokrin yang
ditinggalkan setiap kawanan semut pada jalur yang telah dilalui guna untuk mengetahui
sesama jenis atau kelompok untuk proses reproduksi. Pheromone ini sebagai sinyal
bagi kawanan semut.
Stigmery merupakan proses peninggalan pheromone pada semut yang bertujuan
untuk mengetahui rute untuk kembali ke sarang. Apabila semakin cepat kawanan semut
pulang dan pergi melalui rute tersebut maka pheromone yang menguap akan lebih
sedikit, sebaliknya apabila kawanan semut lebih lama maka pheromone akan menguap
dan akan mengurangi kekuatan daya tarik [8].
2.6.1 Cara Kerja Menemukan Rute Terpendek Dalam ACO
Semut mampu menemukan rute terpendeknya dari sarang menuju keperjalanan
tempat dimana sumber makanan berada secara alamiahnya.

Gambar 2.5 Proses Perjalan Semut Menuju Sumber Makanan.


Gambar 2.5 merupakan proses perjalan semut menuju sumber makanan, jadi
cara kerja untuk menemukan rute terpendek dalam metode ant colony optimization
(ACO) adalah sebagai berikut [7] :
1. Yang pertama, semut berkeliling secara acak.
2. Lalu kawanan semut menemukan rute – rute yang berbeda sampai pada
persimpangan, mereka kawanan semut akan mulai menentukan rute – rute
secara acak.
3. Sebagian semut ada yang memilih berjalan ke bawah dan sebagian lagi akan
memilih berjalan ke atas.

11
4. Ketika kawanan semut telah menemukan makanan, mereka akan kembali
ke koloninya dengan meninggalkan tanda dengan jejak pheromone.
5. Kemudian kawanan semut memilih untuk mengikuti dengan jalur terpendek
yang telah dilalui banyak kawanan semut.
6. Pheromone yang ditinggalkan kawanan semut pada jalur yang lebih pendek
mempunyai aroma yang lebih kuat dibandingkan dengan jalur yang lebih
panjang.
7. Dan kawanan semut akan lebih tertarik untuk mengikuti jalur lebih pendek.
2.6.2 Ant Colony Optimization TSP

Gambar 2.6 Jalur TSP


TSP adalah permasalahan salesman yang berupaya untuk dapat menemukan
jalur yang paling terdekat agar bisa ditempuh ke semua kota pelanggan lalu kembali
lagi kekota asal dengan syarat seluruh kota pelanggan akan dilakukan kunjungan setiap
sekali dalam tiap – tiap perjalanan [6].
Terdapat huruf abjab yaitu A – B – C – D yang merupakan beberapa kota yang
harus didatangi dengan adanya garis hubung yang merupakan lintasan panjang pada
kota yang nantinya akan dicarikan jalur yang optimal menggunakan ant colony
optimization. Pada awal untuk mencari jalur terpendek masing – masing semut akan
berada pada tiap kota awal secara acak. Lalu setiap semut akan mendatangi tiap kota
yang sebelumnya tidak pernah didatangi sampai semua kota telah didatangi. Kota –
kota yang telah didatangi oleh semut akan mempunyai daftar kunjungan atau disebut
dengan tabu list [6].
Tabu list yang dimiliki oleh masing – masing semut yang mempunyai fungsi
untuk melarang semut lainnya untuk untuk mendatangi kota – kota yang sebelumnya

12
telah didatangi. Selain itu, tabu list ini juga mempunyai fungsi sebagai penghitung
panjang lintasan yang telah dilalui oleh kawan semut pada tournya [6].
Ketika tournya telah selesai, maka tabu list tersebut akan penuh. Lalu akan
dilanjut dengan proses update pheromone global berlaku pada setiap ruas. Dengan
adanya update ini bertujuan untuk mencegah stagnasi. Stagnasi ini merupakan proses
ketika semua semut telah selesai melaksanakan tour yang sama. Proses ini akan terus
diulang sampai mendapatkan jumlah maksimal, dari sistem ini mendapatkan perilaku
stagnasi yaitu saat sistem telah berhenti mencari solusi alternatif, lalu tour terpendek
ditemukan dengan semut akan disimpan dan tabu list dikosongkan kembali [6].
2.6.3 Proses Aturan Transmisi Status
Proses aturan transmisi status ini merupakan suatu probabilitas semut k untuk
mendatangi kota awal i menuju kota selanjutnya j Selama membangun suatu lokasi ke
t. biasa sering disebut dengan random propotional rule, dapat juga dilihat dari defenisi
dibawah ini [6]:
[𝜏𝑖𝑗(𝑡)𝛼
Rumus : 𝑃𝑖𝑗𝑘 (𝑡) = {ΣΙϵN𝑘𝑖 [𝜏𝑖𝐼(𝑡) ]𝛼 if j 𝜖 𝑁𝑖𝑘 (2.13)
0,
τij adalah jumlah pheromone antara node i dan node j kepada masing – masing ruas.
α merupakan parameter sebagai pengatur bobot pheromone [8].
2.6.4 Proses Update Pheromone trial
Apabila semua kawanan semut telah menyelesaikan sebuah tour. Nilai
pheromone yang tertinggal pada tiap ruas, akan melakukan update. Diawali pada
menguapkan pheromone yang tertinggal pada ruas dengan suatu nilai yang tetap.
Setelah itu akan dilakukan penambahan pheromone yang baru. Dapat juga dilihat dari
defenisi dibwah ini [6]:
Rumus :

τij ← (1- 𝜌) τij + ∆τij (2.13)

∆τij = ∑𝑚
𝑘=1 Δ𝜏𝑖𝑗 (2.14)
𝑄
𝑘
Δ𝜏𝑖𝑗 = {𝐿𝑘
, 𝑖𝑓(𝑖, 𝑗)𝜖 tur yang terdapat pada 𝑡𝑎𝑏𝑢𝑘 (2.15)
0
𝑜𝑙𝑑 (𝑡−1)
𝜏𝑖𝑗 = (1 − 𝜌)𝜏𝑖𝑗 (2.16)

13
Merupakan parameter penguapan pheromone, m merupakan jumlah semua
semut, tour described by tabu k merupakan perjalanan yang telah dikerjakan oleh
semut k. Q merupakan ketentuan jumlah pheromone untuk disimpan.

Mulai

Memasukan data awal


seperti laju kegagalan dan
waktu perbaikan pada
masing – masing komponen.

Inisialisasi parameter rho, alpha, iterasi


maksimum, jumlah semut.

Penyebaran semut secara acak pada tiap


node dengan pheromone awal yang
sama.

Update pheromone iterasi t=t+1,


pembaruan pheromeno setiap ruas.

Probabilitas untuk memilih ruas.

Evaluasi nilai fitness

Cek konvergensi dan cek


iterasi = max

Penempatan Recloser

Selesai

Gambar 2.7 Flowchart Metode Ant Colony Optimization (ACO).

14

Anda mungkin juga menyukai