Anda di halaman 1dari 69

HUBUNGAN STIGMA MASYARAKAT DAN DUKUNGAN

SOSIAL DENGAN KEKAMBUHAN PASIEN GANGGUAN


JIWA DI WILAYAH PUSKESMAS KRAGAN 2
KABUPATEN REMBANG

PROPOSAL SKRIPSI

Diajukan sebagai salah satu syarat untuk


Mencapai gelar Sarjana Keperawatan (S-1)

Oleh

DYAH AYU KURNIAWATI

NIM : 152023030280

Pembimbing :

1. Anny Rosiana M., M.Kep., Ns., Sp.Kep.J


2. Sri Karyati, M.Kep., Ns., Sp.Kep.Mat

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH KUDUS
2023

1
2

HALAMAN PERSETUJUAN PROPOSAL SKRIPSI

Proposal Skripsi dengan judul “Hubungan Stigma Masyarakat Dan


Dukungan Sosial Dengan Kekambuhan Pasien Gangguan Jiwa Di
Wilayah Puskesmas Kragan 2 Kabupaten Rembang” ini telah disetujui dan
diperiksa oleh Pembimbing Proposal Skripsi untuk dipertahankan
dihadapan Tim Penguji Proposal Skripsi Program Studi S1 Keperawatan
Fakultas Ilmu Kesehatan, Universitas Muhammadiyah Kudus, pada :

Hari :
Tanggal :
Nama : DYAH AYU KURNIAWATI
NIM : 152023030280

Pembimbing Utama Pembimbing Anggota

Anny Rosiana M., M.Kep., Ns., Sp.Kep.J Sri Karyati, M.Kep., Ns., Sp.Kep.Mat
NIDN : 0616087801 NIDN : 0602087401

Mengetahui
Dekan Fakultas Ilmu Kesehatan
Universitas Muhammadiyah Kudus

Indanah, M.Kep. Ns. Sp.Kep.An.


NIDN : 0022037501
3

HALAMAN PENGESAHAN

Proposal Skripsi dengan judul “Hubungan Stigma Masyarakat Dan


Dukungan Sosial Dengan Kekambuhan Pasien Gangguan Jiwa Di
Wilayah Puskesmas Kragan 2 Kabupaten Rembang” ini telah diuji dan
disahkan oleh dihadapan Tim Penguji Proposal Skripsi Program Studi S1
Keperawatan Fakultas Ilmu Kesehatan, pada :

Hari :
Tanggal :
Nama : DYAH AYU KURNIAWATI
NIM : 152023030280

Penguji Utama Penguji Anggota

Anny Rosiana M., M.Kep., Ns., Sp.Kep.J M. Jauhar, S. Kep.Ns. M. Kep


NIDN : 0616087801 NIDN : 0603109004
…………….

Mengetahui
Dekan Fakultas Ilmu Kesehatan
Universitas Muhammadiyah Kudus

INDANAH, M.Kep. Ns. Sp.Kep.An.


NIDN : 0022037501
4

MOTTO

Akan selalu ada jalan menuju sebuah kesuksesan bagi siapapun, selama orang
tersebut mau berusaha dan bekerja keras untuk memaksimalkan kemampuan
yang ia miliki
5

PERSEMBAHAN

Skripsi ini saya persembahkan pada :


 Kedua orang tua saya yang telah memberikan kebahagian
selama ini
 Keluargaku suami dan anak yang selalu memberikan support
kasih sayang yang tak terhingga
 Teman-teman perawat yang selalu pengertian akan kondisi
saya saat menjalani pendidikan
 Teman-teman seangkatan Universitas Muhammadiyah Kudus
yang tidak dapat disebutkan satu persatu
6

PERNYATAAN

Yang bertanda tangan dibawah ini :

Nama : DYAH AYU KURNIAWATI

NIM : 152023030280

Menyatakan bahwa Skripsi dengan judul “Hubungan Stigma Masyarakat

Dan Dukungan Sosial Dengan Kekambuhan Pasien Gangguan Jiwa Di

Wilayah Puskesmas Kragan 2 Kabupaten Rembang “ merupakan :

1. Hasil karya yang dipersiapkan dan disusun sendiri

2. Belum pernah disampaikan untuk mendapatkan gelar S1 Kebidanan

Universitas Muhammadiyah Kudus

Oleh karena itu pertanggungjawaban skripsi ini sepenuhnya berada pada

diri saya.

Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenar-benarnya.

Kudus, Januari 2024

Penyusun

DYAH AYU KURNIAWATI


NIM : 152023030280
7

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT atas limpahan rahmah dan


hidayahNya, sehingga penulis dapat menyelesaikan Proposal Skripsi
dengan judul “Hubungan Stigma Masyarakat Dan Dukungan Sosial
Dengan Kekambuhan Pasien Gangguan Jiwa Di Wilayah Puskesmas
Kragan 2 Kabupaten Rembang”. Proposal Skripsi ini disusun untuk
memenuhi sebagian syarat memperoleh gelar sarjana keperawatan pada
Universitas Muhammadiyah Kudus.
Penyusunan Proposal Skripsi dapat terselesaikan dengan baik
atas bantuan, pengarahan dan bimbingan dari berbagai pihak sehingga
Proposal Skripsi ini dapat terselesaikan dengan baik. Oleh karena itu,
pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih
kepada :
1. Dr. Edy Soesanto, S.Kp., M.Kes, selaku Rektor Universitas
Muhammadiyah Kudus yang telah memberikan ijin penulis melakukan
penelitian ini.
2. Anny Rosiana M., M.Kep., Ns., Sp.Kep.J., selaku dosen pembimbing
utama dalam penyusunan proposal skripsi ini.
3. Sri Karyati, M.Kep., Ns., Sp.Kep.Mat, selaku dosen pembimbing
anggota dalam penyusunan proposal skripsi ini.
4. Kedua orang tua yang telah memberikan doa dan kasih sayang
sepanjang masa.
5. Keluarga besar saya yang selalu mendampingi dan mendukungku
dalam menempuh studi hingga sampai saat ini.
6. Teman-teman SI Keperawatan Universitas Muhammadiyah Kudus
yang selalu kompak sehingga semua terselesaikan dengan baik.
7. Seluruh staf karyawan Puskesmas Kragan 2, yang telah banyak
membantu dalam penyusunan skripsi ini.
8

8. Responden yang telah bersedia menjadi responden dalam


penyusunan penelitian ini.
Penulis menyadari dalam penulisan skripsi ini masih jauh dari
kesempurnaan sehingga penulis mengharapkan kritik maupun saran yang
bersifat demi hasil yang lebih baik.

Kudus, Januari 2024

Penulis

DAFTAR ISI
9

HALAMAN HALAMAN JUDUL................................................................ i


HALAMAN PERSETUJUAN....................................................................ii
HALAMAN PENGESAHAN.....................................................................iii
MOTTO...................................................................................................iv
PERSEMBAHAN ....................................................................................v
PERNYATAAN....................................................................................... vi
KATA PENGANTAR..............................................................................vii
DAFTAR ISI........................................................................................... ix
DAFTAR TABEL..................................................................................... x
DAFTAR GAMBAR................................................................................ xi
DAFTAR LAMPIRAN............................................................................ xii
BAB I PENDAHULUAN ....................................................................1
A. Latar Belakang...................................................................1
B. Rumusan Masalah.............................................................8
C. Tujuan Penelitian...............................................................8
D. Manfaat Penelitian.............................................................8
E. Keaslian Penelitian.............................................................9
F. Ruang Lingkup.................................................................11
BAB II TINJAUAN PUSTAKA...........................................................13
A. Gangguan Jiwa................................................................13
B. Kekambuhan....................................................................20
C. Stigma Masyarakat..........................................................23
D. Dukungan Sosial..............................................................27
E. Kerangka Teori.................................................................32
F. Hipotesis Penelitian..........................................................33
BAB III METODOLOGI PENELITIAN................................................34
A. Jenis Penelitian................................................................34
B. Desain Penelitian.............................................................34
C. Subjek, Tempat, dan Waktu Penelitian............................36
D. Metode Pengumpulan Data ............................................38
E. Instrumen Penelitian.......................................................39
F. Teknik Analisa Data.........................................................41
G. Etika Penelitian................................................................44
H. Jadwal Penelitian.............................................................44

DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN

DAFTAR TABEL
10

Nomor Judul Tabel Halaman


Tabel

Tabel 1.1 Keaslian Penelitian 9

Tabel 3.1 Definisi Operasional 35


11

DAFTAR GAMBAR

Nomor Gambar Judul Gambar Halaman


Gambar 2.1 Kerangka Teori 32
Gambar 3.1 Kerangka Konsep 35
12

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Lampiran Permohonan Menjadi Responden

Lampiran 2 Lampiran Persetujuan Responden

Lampiran 3 Lampiran Instrument Penelitian

Lampiran 4 Lembar Konsultasi


1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Kesehatan jiwa masih sebagai salah satu kasus kesehatan di dunia
termasuk di Indonesia. Kesehatan jiwa dalam Undang- Undang
Kesehatan Jiwa Nomor 18 tahun 2014, merupakan keadaan di mana
seorang bisa tumbuh secara fisik, mental, spritual serta sosial, sehingga
orang tersebut menyadari keterampilan dirinya sendiri, bisa rnengatasi
tekanan, bisa bekerja secara produktif, serta marnpu membagikan donasi
buat komunitasnya. Masalah gangguan jiwa saat ini terus mengalami
peningkatan. Peningkatan angka kejadian gangguan jiwa terjadi pada
beberapa Negara di dunia dan termasuk Indonesia. Gangguan jiwa dapat
terjadi karena adanya faktor pemicu atau pencetus dimana salah satunya
adalah dari fungsi afektif dalam keluarga yang tidak dapat berjalan dengan
baik dan dukungan sosial dimasyarakat rendah (Kemenkes, 2018).
.Masalah kesehatan jiwa semakin meningkat, berdasarkan
penelitian WHO (World Health Organization) pada tahun 2019
menyatakan terdapat 264 juta orang mengalami depresi, 45 juta orang
menderita gangguan bipolar, 50 juta orang mengalami demensia dan 20
juta orang jiwa mengalami skizofrenia.
Menurut Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2018, pengidap
gangguan jiwa di Indonesia tercatat bertambah. Kenaikan ini terungkap
dari peningkatan prevalensi rumah tangga yang mempunyai orang dengan
gangguan jiwa (ODJG) di Indonesia. Jumlah penderita diperkirakan
mencapai 450 ribu ODGJ berat. Akibat dari gangguan jiwa dapat
memunculkan disabilitas serta dapat merendahkan produktivitas warga
serta beban biaya lumayan besar.
Di Kabupaten Rembang Tahun 2023 jumlah kunjungan gangguan
jiwa dengan diagnosa skizofrenia sebanyak 8.114 jiwa. Kunjungan
gangguan jiwa dengan skizofrenia di rumah sakit sebesar 6.244 jiwa,
sedangkan kunjungan gangguan jiwa di Puskesmas sebesar 1.867 jiwa.
Data yang diperoleh dari Puskesmas
1 Kragan 2 terdapat 45 pasien yang
2

mengalami gangguan jiwa yang mengalami skizofrenia dan hanya 30%


yang melakukan pengobatan secara teratur (DKK Rembang, 2022).
Data Riset Kesehatan Dasar Tahun 2018 menunjukkan sebanyak
45,7% pasien ODGJ mengalami putus obat. Alasan ketidakpatuhan
minum obat pada ODGJ yang tertinggi karena merasa sudah sehat
sebanyak 36,1%, tidak rutin berobat sebanyak 33,7% dan tidak mampu
membeli obat sebanyak 23,6%. Kekambuhan gangguan jiwa merupakan
peristiwa timbulnya kembali gejala-gejala gangguan psikis atau jiwa yang
sebelumnya sudah memperoleh kemajuan dari kasus gangguan jiwa
kronis, diperkirakan 50% penderita gangguan jiwa kronis akan mengalami
kekambuhan pada tahun pertama dan 70% pada tahun yang kedua
(Kemenkes, 2018).
Proporsi pengobatan rumah tangga dengan anggota rumah tangga
yang mengalami gangguan jiwa tahun 2018 yang pernah berobat ke RS
Jiwa/Fasyankes/Nakes sebesar 85% dan yang tidak berobat sebesar
15%. Klien gangguan jiwa yang minum obat rutin sebesar 48,9% dan yang
tidak minum obat sebesar 51,1%. Jumlah tersebut belum diperhitungkan
dari keseluruhan penduduk Indonesia karena pada tahun 2018 baru
tercatat 13 juta keluarga (Kemenkes, 2018).
Pengobatan orang dengan gangguan jiwa harus dilakukan dengan
teratur agar mengurangi kekambuhan kembali pada penderitanya. Salah
satu faktor dalam mengurangi tingkat kekambuhan pada pasien adalah
dengan meningkatkan kepatuhan dalam meminum obat. Kepatuhan
minum obat ialah sikap untuk menuntaskan menelan obat sesuai dengan
jadwal serta dosis obat yang diajarkan oleh petugas kesehatan, tuntas bila
obat habis tepat waktu, serta tidak tuntas bila obat tidak habis tepat waktu
(Yosep, 2019).
Kekambuhan pada pasien ODGJ biasa terjadi karena ada hal-hal
buruk yang menimpa penderita gangguan jiwa, seperti diasingkan oleh
keluarganya sendiri. Ada beberapa faktor yang memicu kekambuhan
pasien gangguan jiwa, antara lain faktor dukungan sosial masyarakat.
Dukungan sosial adalah salah satu faktor yang dapat membantu
3

menurunkan angka kekambuhan, maka penting bagi masyarakat untuk


memberikan dukungan sosial bagi penderita gangguan jiwa. Efek yang
menguntungkan dari dukungan sosial dapat muncul baik melalui interaksi
individu dengan lingkungan sekitarnya ataupun representasi sosial
psikologis individu sebagai sumber untuk melawan stres dan dapat
memenuhi kebutuhan dasar individu tersebut (Ratnawati, 2018).
Penyembuhan ODGJ tidak hanya meliputi penyembuhan fisik dan
psikologis saja, namun juga pemulihan hubungan sosial. Stigma yang
telah melekat pada diri ODGJ membuat ODGJ biasanya akan mengalami
pengucilan oleh lingkungan sosialnya. Oleh karena itu, pemberian
perhatian positif dari keluarga dan lingkungan pada ODGJ seperti
melibatkan mereka dalam aktivitas sehari-hari dan juga pemberian kasih
sayang adalah cara memperlakukan ODGJ sebagai manusia normal
(Murni & Astusi, 2018).
Proses pemulihan ODGJ juga tidak terlepas dari dukungan
keluarga. Keluarga merupakan sistem pendukung utama, peran keluarga
merupakan hal penting untuk menghindari terjadinya kekambuhan pada
ODGJ. Peran keluarga yang dapat dilakukan untuk mengurangi
kekambuhan pada ODGJ adalah ikut berperan dalam perawatan aftercare
di puskesmas integrasi/RSJ terdekat seperti kunjungan berobat,
mengambil obat, pengawasan minum obat, terapi keluarga dan
bekerjasama dengan petugas kesehatan. Salah satu tindakan yang bisa
dilakukan keluarga adalah memberikan dukungan sosial terhadap ODS.
Dukungan sosial keluarga mengacu kepada dukungan sosial yang
dipandang oleh keluarga sebagai sesuatu yang dapat diakses atau
diadakan untuk keluarga. Dukungan sosial keluarga dapat berupa
dukungan sosial keluarga internal, seperti dukungan dari suami/istri atau
dukungan dari saudara kandung atau dukungan sosial keluarga eksternal
(Friedman, 2018).
Dukungan sosial masyarakat juga merupakan salah satu faktor
dalam upaya mencegah kekambuhan pasien ODGJ. Kegiatan seperti
memberikan respon yang baik saat bertemu dengan tentangga yang
4

mengalami gangguan jiwa, memberikan respon yang baik saat bertemu


dengan tentangga yang mengalami gangguan jiwa saat pasien tidak
kambuh, mendengarkan curhatan hati orang dengan gangguan jiwa ketika
sedang merasa sedih, merasa peduli dengan pasien, bisa menerima
adanya pasien dilingkungan tempat tinggal, tidak merasa terganggu,
membantu orang dengan gangguan. Masyarakat dapat meminimalkan
kesulitan dengan adanya stresor yang kronis pada penderita ODGJ dan
meningkatkan adaptasi yang baik dilingkungan masyarakat. Masyarakat
dan pasien juga dapat menjalin dan menjaga hubungan yang saling
mendukung dimana mereka dan lingkungan dapat saling memberikan
kontribusi dukungan sosial di masyarakat juga akan membantu
meningkatkan kualitas hidup orang dengan gangguan jiwa (Ratnawati,
2018).
Stigma yang telah melekat pada diri ODGJ membuat ODGJ
biasanya akan mengalami pengucilan oleh lingkungan sosialnya. Oleh
karena itu, pemberian perhatian positif dari keluarga dan lingkungan pada
ODGJ seperti melibatkan mereka dalam aktivitas seharihari dan juga
pemberian kasih sayang adalah cara memperlakukan ODGJ sebagai
manusia normal (Murni & Astusi, 2018).
Stigma atau penilaian negatif dialami oleh pasien gangguan jiwa di
Indonesia. Penilaian negatif itu terjadi akibat adanya cara pandang
seseorang terhadap suatu kelompok yang memiliki ciri khas yang berbeda
dengan lingkungan sekitar, seperti orang dengan gangguan jiwa (ODGJ).
Penyebab stigma adalah kurangnya informasi yang diketahui oleh
masyarakat tentang gangguan jiwa. Ketika ada anggota keluarga yang
menderita skizofrenia, lingkungan masyarakat menolak klien tersebut dan
meyakini memiliki penyakit berkelanjutan. Lingkungan menganggap
penderita tidak dapat berkomunikasi layaknya orang normal lainnya. Hal
ini menyebabkan beberapa keluarga merasa tidak nyaman untuk
melibatkan pasien skizofrenia dalam kegiatan tertentu (Kemenkes, 2018).
Penelitan yang dilakukan Usraleli (2019) menunjukkan adanya
hubungan yang signifikan antara stigma gangguan jiwa dengan perilaku
5

masyarakat pada ODGJ dalam pengetahuan dan sikap masyarakat.


Pengetahuan erat kaitanya dengan stigma terhadap ODGJ (!YDOXH=
0,013 dan OR = 0,067). Artiya masyarakat yang memiliki stigma gangguan
jiwa yang negatif mempunyai peluang 0,067 kali untuk mempunyai
pengetahuan buruk pada ODGJ. Sikap erat kaitanya dengan stigma
terhadap ODGJ (p value = 0,017 dan OR = 9,2). Artinya masyarakat yang
memiliki stigma gangguan jiwa negatif mempunyai peluang 9,2 kali untuk
mempunyai sikap buruk pada ODGJ. Disimpulkan bahwa ada hubungan
yang signifikan antara stigma gangguan jiwa dengan perilaku masyarakat
pada orang dengan gangguan jiwa di wilayah kerja Puskesmas Karya
Wanita RW 07 Pekanbaru Tahun 2019.
Penelitian lain oleh Nasriati (2017) yang menunjukkan stigma tinggi
sejumlah 13 responden (52%) dan stigma rendah sejumlah 12 responden
(47%). Sedangkan dukungan baik sejumlah 10 responden (40%) dan
dukungan buruk sejumlah 15 responden (60%). Uji statistik dengan Fisher
Exact didapatkan ada hubungan antara stigma dengan dukungan
keluarga dalam merawat orang dengan gangguan jiwa dengan (p
value=0,0082). Kesimpulan stigma pada keluarga berhubungan dengan
dukungan keluarga dalam merawat orang dengan gangguan jiwa
sehingga perlu dilakukan edukasi dan sosialisasi gangguan jiwa di
masyarakat untuk meminimalkan stigma keluarga yang tinggi.
Dukungan sosial sangat berpengaruh dalam meningkatkan
kepatuhan pengobatan ODGJ. Pengobatan ODGJ memerlukan waktu
yang lama dan keteraturan dalam meminum obat agar mengurangi
kekambuhan kembali pada penderitanya. Oleh karena itu, diperlukan
dukungan sosial terutama dari keluarga untuk selalu mengingatkan ODGJ
agar meminum obat dan memberikan perhatian dan semangat. Penderita
ODGJ membutuhkan dorongan atau motivasi yang kuat dari keluarga
karena dinamika keluarga memegang peranan penting dalam
menimbulkan kekambuhan. Keluarga juga berperan penting dalam proses
penyembuhan dan perawatan anggota keluarga yang mengalami
gangguan jiwa dirumah. Keberhasihan perawatan di rumah sakit tidak
6

akan berjalan lancar jika tidak dilanjutkan di rumah dan akan


mengakibatkan kekambuhan kembali dan harus mendapatkan
pengobatan ulang (Ratnawati, 2018).
Penanganan klien ODGJ harus melibatkan peran serta dan
dukungan sosial dari keluarga serta lingkungan masyarakat.
Meningkatnya angka kekambuhan terjadi karena tidak teratur dalam
minum obat, yang menjadi alasan yakni keluarga merasa bosan untuk
mengantarkan klien berobat ke puskesmas, keluarga merasa bosan untuk
memperhatikan klien minum obat setiap hari serta kurangnya dorongan
atau motivasi dari keluarga kepada klien sehingga klien sering mengalami
putus obat. Pasien ODGJ yang belum tertangani, keluarga serta
masyarakat sekitar masih bersikap acuh tak acuh dan menganggap tidak
masalah selama pasien ODGJ tidak mengganggu warga sekitar. Oleh
sebab itu, keluarga cenderung mendiamkan saja dan tidak mengantar
pasien ODGJ untuk berobat ke Rumah Sakit atau puskesmas (Yosep,
2019).
Penelitian yang dilakukan oleh Huraju (2023) menyebutkan
dukungan sosial masyarakat baik mengalami kekambuhan sebanyak 1
orang dan tidak kambuh sebanyak 23 orang, sedangkan pasien dengan
dukungan sosial masyarakat kurang mengalami kekambuhan sebanyak
11 orang dan tidak kambuh sebanyak 2 orang. Diketahui nilai chi square
atau pValue=0.000 < 0,005. maka Ha diterima, jadi dapat simpulkan
bahwa terdapat hubungan dukungan sosial masyarakat dengan kejadian
kekambuhan pada pasien gangguan jiwa di wilayah kerja Puskesmas
Limboto Barat.
Penelitian lain oleh Tyas (2021) hasil penelitian ini menunjukkan
bahwa tingkat dukungan sosial di wilayah kerja Puskesmas Sedayu II
mayoritas tinggi yaitu sebanyak 47 responden (87,0%). Semakin tinggi
tingkat dukungan sosial akan semakin rendah tingkat stres dalam
keluarga. Penelitian ini membuktikan dukungan sosial suatu hal yang
penting dalam meminimalkan kesulitan dengan adanya stresor yang
7

kronis pada penderita skizofrenia dan meningkatkan adaptasi yang baik


dilingkungan masyarakat.
Stigma negatif banyak dijumpai di kehidupan sehari-hari dan tidak
mengherankan semua ini dapat mengakibatkan penarikan diri dari
keaktifan hidup sehari-hari termasuk juga dalam hal pengobatan penderita
tersebut. Social support atau dukungan sosial adalah sebuah hasil dari
interaksi sosial antara individu dengan orang lain atau lingkungannya yang
dapat meningkatkan kesejahteraan dan dapat meningkatkan ketahanan
individu terhadap masalah kesehatan (Cohen, 2019).
Hasil survey pendahuluan yang peneliti lakukan terhadap 10 pasien
ODGJ menyebutkan bahwa 6 (60%) pasien mengalami kekambuhan
berulang dan hanya 4 (40%) pasien yang tidak kambuh. Dari 6 responden
tersebut, 4 responden mengatakan karena sudah capek dan putus asa
dalam menjalani pengobatan. Dukungan sosial yang baik seperti
masyarakat memberi dukungan dan menganggap skizofrenia bisa
sembuh dan keluarga memberi dukungan sebanyak 6 orang. Sedangkan
4 keluarga merasa bosan terhadap proses pengobatan yang dijalani. Dan
2 responden yang menjawab lingkungan sosial seperti tetangga yang
memberi stigma negatif terhadap anggota keluarganya yang mengalami
gangguan jiwa. Terdapat 4 orang yang rutin dalam menjalani pengobatan
mengatakan optimis bisa sembuh dan lingkungan sosialnya mendukung
dalam upaya pengobatan terhadap pasien dengan gangguan jiwa.
Berdasarkan fenomena diatas maka penulis tertarik untuk
melakukan penelitian yang berjudul “Hubungan Stigma Masyarakat Dan
Dukungan Sosial Dengan Kekambuhan Pasien Gangguan Jiwa Di
Wilayah Puskesmas Kragan 2 Kabupaten Rembang”.

B. Perumusan Masalah
Perumusan masalah pada penelitian adalah “Apakah ada
hubungan stigma masyarakat dan dukungan sosial dengan
8

kekambuhan pasien gangguan jiwa di wilayah Puskesmas Kragan 2


Kabupaten Rembang?”.

C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Tujuan utama dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui
hubungan stigma masyarakat dan dukungan sosial dengan
kekambuhan pasien gangguan jiwa di wilayah Puskesmas Kragan
2 Kabupaten Rembang.
2. Tujuan Khusus
a. Untuk mengetahui stigma masyarakat pada pasien gangguan
jiwa di wilayah Puskesmas Kragan 2 Kabupaten Rembang.
b. Untuk mengetahui dukungan sosial terhadap pasien gangguan
jiwa di wilayah Puskesmas Kragan 2 Kabupaten Rembang.
c. Untuk mengetahui kekambuhan pasien gangguan jiwa di
wilayah Puskesmas Kragan 2 Kabupaten Rembang.
d. Untuk menganalisis hubungan stigma masyarakat pada pasien
gangguan jiwa dengan kekambuhan pasien gangguan jiwa di
wilayah Puskesmas Kragan 2 Kabupaten Rembang.
e. Untuk menganalisis hubungan dukungan sosial pada pasien
gangguan jiwa dengan kekambuhan pasien gangguan jiwa di
wilayah Puskesmas Kragan 2 Kabupaten Rembang.

D. Manfaat Penelitian
1. Bagi Puskesmas Kragan 2
Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat sebagai bahan
masukan dan pertimbangan untuk bagaimana cara menyikapi
permasalahan serta diharapkan mampu menjadi salah satu bahan
untuk peninjauan kebijakan Puskesmas terkait bagaimana
pentingnya pencegahan kekambuhan bagi pasien ODGJ di
Puskesmas.
2. Bagi Universitas Muhammadiyah Kudus Indonesia
9

Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat menjadi referensi


bagi perkembangan ilmu kesehatan dan menambah kajian ilmu
kesehatan khususnya ilmu keperawatan untuk mengetahui
pentingnya stigma masyarakat yang baik dan dukungan sosial
dengan kekambuhan pasien gangguan jiwa.
3. Bagi Peneliti selanjutnya
Penelitian ini diharapkan sebagai bahan kepustakaan, bahan
bacaan dan bahan literatur untuk menambah wawasan bagi
mahasiswa khususnya dan masyarakat umum hingga dapat
menjadi wacana bagi peneliti selanjutnya.
4. Bagi Responden
Diharapkan penelitian sebagai dasar pentingnya motivasi
dan dukungan lingkungan sosial dalam penatalaksanaan klien
dengan gangguan jiwa.

E. Keaslian Penelitian
Penelitan lain yang berkaitan dengan judul penelitian ini,
diantaranya adalah sebagai berikut:
Tabel 1.1
Keaslian Penelitian

Metode
No Peneliti Tahun Judul Hasil
Penelitian

1 Nurcahyati 2020 Hubungan Jenis penelitian Hasil analisis


Motivasi yaitu kuantatif Kendall Tau
Keluarga dengan menunjukkan ada
dengan rancangan cross hubungan
Kepatuhan sectional. Tekhnik internalized
Minum Obat pengambilan stigma dengan
Orang Dengan sampel teknik kekambuhan
Gangguan simple random (0,004>0,05) dan
Jiwa di sampling. ada hubungan
Kelurahan Populasi dalam resiliensi dengan
Medan penelitian ini kekambuhan
Sunggal. berjumlah 80 (0,044<0,05).
orang dengan Kesimpulan: Ada
sampel 44 orang hubungan
di Wilayah Kerja internalized
Puskemas stigma dengan
Gamping 2 kekambuhan
Sleman. pada pasien
10

Metode
No Peneliti Tahun Judul Hasil
Penelitian

Instrumen yang
digunakan adalah
skizofrenia di
data demografi
wilayah kerja
untuk mengukur,
Puskesmas
kuesioner
Gamping 2
internalized
Sleman dan ada
stigma of mental
hubungan
illness invetory
resiliensi dengan
(ISMI-9) dan CD-
kekambuhan
RISC10 dengan
pada pasien
uji Kendall Tau
skizofrenia di
Wilayah Kerja
Puskesmas
Gamping 2
Sleman

2 Zulfiana 2023 Hubungan Jenis penelitian Hasil penelitian


Dukungan kuantitatif melalui menunjukkan
Keluarga Dan pendekatan bahwa sebagian
Stigma observasional besar pasien
Keluarga analitik dengan gangguan jiwa
Dengan metode cross yang mendapat
Kepatuhan sectional. dukungan positif
Minum Obat Populasi dalam yaitu 66,7%,
Pada Pasien penelitian ini pasien gangguan
Gangguan adalah semua jiwa yang
Jiwa Di pasien gangguan mendapat stigma
Rumah Sakit jiwa yang dirawat keluarga positif
Daerah jalan yaitu 112 yaitu 76,2% dan
Madani orang. Besar pasien gangguan
Provinsi sampel dihitung jiwa patuh minum
Sulawesi menggunakan obat yaitu 69,0%.
Tengah rumus estimasi Hasil uji Fisher’s
proporsi dengan Exact didapatkan
jumlah sampel 42 dukungan
orang. keluarga dan
Menggunakan stigma masing-
teknik Accidental masing nilai
sampling. p=0,003 dan
0.000 (≤ 0,05), ini
berarti secara
statistik ada
hubungan
dukungan
keluarga dan
stigma keluarga
dengan
kepatuhan minum
obat pada pasien
gangguan jiwa.

3 Tola 2018 Dukungan Jenis penelitian Penelitian ini


sosial dan ini yaitu menggunakan
11

Metode
No Peneliti Tahun Judul Hasil
Penelitian

kepatuhan korelasional jenis penelitian


minum obat analitik dengan
pada pasien (eksplanatory pendekatan
skizofrenia reseach). Teknik kuantitatif.
rawat jalan sampling Populasi dalam
menggunakan penelitian ini
teknik Probability adalah pasien
sampling dengan skizofrenia yang
metode Simple menjalani proses
random sampling rawat jalan di
(sampel random rumah sakit jiwa
sederhana). di Jakarta.
Populasi dalam Penelitian ini
penelitian ini menggunakan
adalah 59 pasien. metode purposive
uji statistik chi sampling dengan
square. karakteristik
sampel adalah
mengidap
gangguan
skizofrenia
paranoid, berusia
dari umur 20–55
tahun, sedang
menjalani proses
rawat jalan.. Hasil
uji korelasi, nilai
koefisien korelasi
Pearson Product
Moment

F. Ruang Lingkup
1. Ruang Lingkup Waktu
Waktu penelitian ini dilaksanakan sesuai dengan standart
pengumpulan data dan izin pelaksanaan penelitian dari institusi
yaitu satu bulan. Penelitian ini dilakukan pada Bulan September
2023-Februari 2023.
2. Ruang Lingkup Tempat
Penelitian ini dilaksanakan di wilayah kerja Puskesmas
Kragan 2 Kabupaten Rembang.
3. Ruang Lingkup Materi
Ruang lingkup materi dalam penelitian ini adalah Ilmu
Keperawatan Jiwa. Materi yang dibahas dalam penelitian ini
adalah hubungan stigma masyarakat dan dukungan sosial dengan
12

kekambuhan pasien gangguan jiwa di wilayah Puskesmas Kragan


2 Kabupaten Rembang.
4. Ruang Lingkup Sasaran
Ruang lingkup sasaran dalam penelitian ini adalah keluarga
yang mempunyai anggota keluarga dengan kasus ODGJ. Materi
ini perlu dilakukan karena pentingnya penatalaksaan kasus ODGJ
sehingga tidak mengalami kekambuhan.
13

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Gangguan Jiwa
1. Pengertian
Gangguan jiwa merupakan suatu keadaan menyimpangnya
proses pikir, alam perasaan serta perilaku seseorang. Gangguan
jiwa juga merupakan suatu masalah kesehatan yang
menyebabkan ketidakmampuan psikologis atau perilaku yang
ditimbulkan akibat gangguan pada fungsi sosial, psikologis,
genetik, fisik/kimiawi, serta biologis (Thong, 2019).
Gangguan jiwa menurut Aula (2019) merupakan suatu
keadaan dimana individu mengalami kesulitan dengan
persepsinya terhadap kehidupan, kesulitan dalam menjalin
hubungan dengan orang lain, serta kesulitan dalam menentukan
sikap bagi dirinya sendiri.
Menurut UU Nomor 18 (2014) orang dengan gangguan jiwa
atau sering disingkat dengan ODGJ adalah individu yang
mengalami gangguan dengan pikiran, perasaan dan perilakunya
yang dimanifestasikan dengan bentuk gejala dan atau perubahan
perilaku yang bermakna, serta dapat menyebabkan penderitaan
serta hambatan dalam menjalankan fungsi sebagai manusia.
Berdasarkan pengertian yang diuraikan diatas, dapat
disimpulkan orang dengan gangguan jiwa adalah seseorang yang
mengalami gangguan psikis dengan adanya pemisahan antara
pikiran, emosi, dan perilaku dari orang yang mengalaminya
ditandai dengan penyimpangan realitas, penarikan diridari
interaksi sosial, serta disorganisasi persepsi, pikiran, dan kognitif.

13
14

2. Tanda Gejala
Videbeck (2018) mengatakan bahwa secara general gejala
orang dengan gangguan jiwa dibagi menjadi 2 (dua), yaitu :
a. Gejala Positif atau Gejala Nyata
1) Halusinasi: Persepsi sensori yang salah atau pengalaman
yang tidak terjadi dalam realitas.
2) Waham: Keyakinan yang salah dan dipertahankan yang
tidak memiliki dasar dalam realitas.
3) Ekopraksia: Peniruan gerakan dan gestur orang lain yang
diamati klien.
4) Flight of ideas: Aliran verbalitasi yang terus-menerus saat
individu melompat dari suatu topik ke topik laindengan
cepat.
5) Perseverasi: Terus menerus membicarakan satu topik atau
gagasan; pengulangan kalimat, kata, atau frasa secara
verbal,dan menolak untuk mengubah topik tersebut.
6) Asosiasi longgar: Pikiran atau gagasan yang terpecah-
pecah atau buruk.
7) Gagasan rujukan: Kesan yang salah bahwa peristiwa
eksternal memiliki makna khusus bagi individu.
8) Ambivalensi: Mempertahankan keyakinan atau perasaan
yang tampak kontradiktif tentang individu, peristiwa, situasi
yang sama.
b. Gejala Negatif atau Gejala Samar
1) Apati: Perasaan tidak peduli terhadap individu, aktivitas,
peristiwa.
2) Alogia: Kecendrungan berbicara sedikit atau
menyampaikan sedikit substansi makna (miskin isi).
3) Afek datar: Tidak adanya ekspresi wajah yang akan
menunjukkan emosi atau mood.
4) Afek tumpul: Rentang keadaan perasaan emosional atau
mood yang terbatas.
15

5) Anhedonia: Merasa tidak senang atau tidak gembira dalam


menjalani hidup, aktivitas, atau hubungan.
6) Katatonia: imobilitas karena faktor psikologis, kadang kala
ditandai oleh periode agitasi atau gembira, klien tampak
tidak bergerak, seolah-olah dalam keadaan setengah
sadar.
7) Tidak memiliki kemauan: Tidak adanya keinginan, ambisi,
atau dorongan untuk bertindak atau melakukan tugas-
tugas.
3. Faktor Penyebab
Menurut Maramis (2017), faktor-faktor yang berisiko untuk
terjadinya gangguan jiwa adalah sebagai berikut :
a. Keturunan
Faktor keturunan menentukan timbulnya skizofrenia,
dibuktikan dengan penelitian tentang keluarga-keluarga
penderita skizofrenia dan terutama anak-anak kembar satu
telur. Angka kesakitan bagi saudara tiri ialah 0,9 – 1,8%, bagi
saudara kandung 7 – 15%, bagi anak dengan salah satu
anggota keluarga yang menderita Skizofrenia 7 – 16%, bila
kedua orang tua menderita Skizofrenia 40 – 68%, bagi kembar
dua telur (heterozigot) 2 – 15%, bagi kembar satu telur
(monozigot) 61 –86%.
b. Endokrin
Skizofrenia mungkin disebabkan oleh suatu gangguan
endokrin. Teori ini dikemukakan berhubung dengan sering
timbulnya skizofrenia pada waktu pubertas, waktu kehamilan
atau peuerperium dan waktu klimakterium.
16

c. Metabolisme
Ada yang menyangka bahwa skizofrenia disebabkan
oleh suatu gangguan metabolisme, karena penderita dengan
skizofrenia tampak pucat dan tidak sehat.
d. Susunan saraf pusat
Ada yang berpendapat bahwa penyebab skizofrenia ke
arah kelainan susunan saraf pusat, yaitu pada diensefalon
atau kortex otak.
e. Teori Adolf Meyer
Skizofrenia tidak disebabkan oleh suatu penyakit
badaniah tetapi merupakan suatu reaksi yang salah, suatu
maladaptasi. Oleh karena itu timbul suatu disorganisasi
kepribadian dan lama-kelamaan orang itu menjauhkan diri dari
kenyataan (otisme).
f. Teori Sigmund Freud
Terjadi kelemahan ego, yang dapat timbul karena
penyebab psikogenik ataupun somatik. Superego
dikesampingkan sehingga tidak bertenaga lagi dan Id yang
berkuasa serta terjadi suatu regresi ke fase narsisisme.
g. Eugen Bleuler
Skizofrenia, yaitu jiwa yang terpecah-belah, adanya
keretakan atau disharmoni antara proses berfikir, perasaan
dan perbuatan.
4. Tipe Gangguan Jiwa
Menurut Videbeck (2018) berikut ini adalah tipe gangguan
jiwa dari DSM-IV-TR 2000. Diagnosa ditegakkan berdasarkan
gejala yang dominan:
a. Skizofrenia, tipe paranoid: ditandai dengan waham kejar (rasa
menjadi korban atau dimata-matai) atau waham kebesaran,
halusinasi, dan kadang-kadang keagamaan yang berlebihan
(fokus waham agama), atau perilaku agresif dan bermusuhan.
17

b. Skizofrenia, tipe tidak terorganisasi: ditandai dengan afek datar


atau afek yang tidak sesuai secara nyata, inkoherensi, asosiasi
longgar, dan diorganisasi perilaku yang ekstern.
c. Skizofrenia, tipe katatonik: ditandai dengan gangguan
psikomotor yang nyata, baik dalam bentuk tanpa gerakan atau
aktivitas motorik yang berlebihan, negativisme yang ekstrem,
mutisme, gerakan volunter yang aneh, ekolalia, atau
ekopraksia. Imobilitas motorik dapat terlihat berupa katalepsi
(flexibilitas cerea) atau stupor. Aktivitas motorik yang
berlebihan terlihat tanpa tujuan dan tidak dipengaruhi oleh
stimulus eksternal. d. Skizofrenia, tipe tidak dapat dibedakan:
ditandai dengan gejalagejala skizofrenia campuran (atau tipe
lain) disertai gangguan pikiran, afek, dan perilaku.
d. Skizofrenia, tipe residual: ditandai dengan setidaknya satu
episode skizofrenia sebelumnya, tetapi saat ini tidak psikotik,
menarik diri dari masyarakat, afek datar, serta asosiasi
longgar.
5. Penatalaksanaan
Tujuan utama dari penatalaksanaan skizofrenia adalah
mengembalikan fungsi normal klien dan mencegah
kekambuhannya. Belum ada pengobatan yang spesifik dalam
masing-masing subtipe skizofrenia (Prabowo, 2018). Menurut
Maramis (2017) penatalaksanaan skizofrenia adalah :
a. Terapi Farmakologi
Obat-obatan yang digunakan dalam terapi farmakologi
klien skizofrenia adalah golongan obat antipsikotik.
Penggunaan obat antipsikotik digunakan dalam jangka waktu
yang lama dikarenakan obat antipsikotik berfungsi untuk terapi
pemeliharaan, pencegah kekambuhan, dan mengurangi gejala
yang timbul pada orang dengan skizofrenia. Obat antispikotik
terdiri dari dua golongan yaitu sebagai berikut :
18

1) Antipsikotik Tipikal
Antipsikotik tipikal merupakan antipsikotik generasi lama
yang mempunyai aksi mengeblok reseptor dopamin.
Antipsikotik inilebih efektif untuk mengatasi gejala positif
yang muncul pada klien gangguan jiwa.
2) Antipsikotik Atipikal
Antipsikotik atipikal merupakan antipsikotik generasi baru
yang muncul pada tahun 1990-an. Aksi obat ini adalah
mengeblok reseptor dopamin yang rendah. Antipsikotik
atipikal merupakan pilihan pertama dalam terapi
skizofrenia. Antipsikotik atipikal efektif dalam mengatasi
gejala positif maupun negatif yang muncul pada orang
dengan gangguan jiwa.
Menurut Ikawati (2017) pengobatan dan pemulihan
skizofrenia terdiri dari beberapa tahap pengobatan dan
pemulihan, yaitu :
1) Terapi fase akut
Pada fase akut ini, klien menunjukkan gejala psikotik yang
jelas dengan ditandai gejala positif dan negatif.
Pengobatan pada fase ini bertujuan mengendalikan gejala
psikotik yang muncul pada orang dengan skizofrenia.
Pemberian obat pada fase akut diberikan dalam waktu
enam minggu.
2) Terapi fase stabilisasi
Pada fase stabilisasi klien mengalami gejala psikotik
dengan intensitas ringan. Pada fase ini klien mempunyai
kemungkinan besar untuk kambuh sehingga dibutuhkan
pengobatan rutin menuju tahap pemulihan.
3) Terapi fase pemeliharaan
Terapi pada fase pemeliharaan diberikan dalam jangka
waktu panjang dengan tujuan dapat mempertahankan
kesembuhan klien, mengontrol gejala, mengurangi resiko
19

kekambuhan, mengurangi durasi rawat inap, dan


mengajarkan ketrampilan untuk hidup mandiri. Terapi pada
fase ini dapat berupa pemberian obat-obatan antipsikotik,
konseling keluarga, dan rehabilitasi.
b. Terapi Non Farmakologi
Menurut Hawari (2016) terapi non farmakologi yang
diberikan pada klien dengan gangguan jiwa antara lain :
1) Pendekatan psikososial
Pendekatan psikososial bertujuan memberikan dukungan
emosional kepada klien sehingga klien mampu
meningkatkan fungsi sosial dan pekerjaannya dengan
maksimal.
Menurut Prabowo (2018) pendekatan psikososial yang
dapat diberikan pada klien skizofrenia dapat berupa :
a) Psikoterapi suportif
Psikoterpi suportif merupakan salah satu bentuk terapi
yang bertujuan memberikan dorongan semangat dan
motivasi agar penderita skizofrenia tidak merasa putus
asa dan mempunyai semangat juang dalam
menghadapi hidup. Pada klien skizofrenia perlu
adanya dorongan berjuang untuk pulih dan mampu
mencegah adanya kekambuhan.
b) Psikoterapi re-edukatif
Bentuk terapi ini dimaksudkan memberi pendidikan
ulang untuk merubah pola pendidikan lama dengan
yang baru sehingga penderita skizofrenia lebih adaptif
terhadap dunia luar
c) Psikoterapi rekonstruksi
Psikoterapi rekontruksi bertujuan memperbaiki
kembali kepribadian yang mengalami perubahan
disebabkan adanya stresor yang klien tidak mampu
menghadapinya.
20

d) Psikoterapi kognitif
Psikoterapi kognitif merupakan terapi pemulihan
fungsi kognitif sehingga penderita skizofrenia mampu
membedakan nilai-nilai sosial etika.

B. Kekambuhan
1. Pengertian
Kekambuhan penderita gangguan jiwa merupakan istilah
yang secara relative merefleksikan perburukan gejala atau
perilaku yang membahayakan penderita dan atau lingkunganya.
Tingkat kekambuhan sering diukur dengan menilai waktu antara
lepas rawat dari perawatan terakhir sampai perawatan berikutnya
dan jumlah rawat inap pada periode tertentu (Pratt dkk, 2018).
Kekambuhan gangguan jiwa psikotik adalah munculnya
kembali gejala gejala psikotik yang nyata.Angka kekambuhan
secara positif berhubungan dengan beberapa kali masuk Rumah
Sakit, lamanya dan perjalanan penyakit. Kekambuhan adalah
keadaan penderita dimana jatuh sakit lagi (biasanya lebih parah
dari pada yang terdahulu) dan mengakibatkan penderita harus
dirawat kembali (Wirnata, 2019).
2. Dimensi Kekambuhan
Kekambuhan dapat dicirikan dengan munculnya kembali
karakteristik gngguan jiwa menurut PPDGJ-III maupun DSM-V.
Menurut Keliat (2017) memaparkan beberapa tanda kekambuhan
pada pasien gangguan jiwa,3 yakni :
a. Secara fisik meliputi, munculnya kembali gangguan makan
(makan berlebihan atau makan kurang), munculnya kembali
gangguan tidur, penampilan kembali tidak teratur atau tidak
rapi, kemampuan merawat diri kembali menurun (bau badan,
kuku kotor, rambut kusut, dan kulit kotor)
b. Secara emosi meliputi, pasien kembali meracau tidak jelas
dan bertingkah seperti anak kecil, munculnya kembali
21

kecemasan, rasa takut yang berlebihan, mulai kembali


gelisah, mood swing, munculnya kembali sikap agresif
(menyerang), berbicara sendiri, melamun, mulai tidak aktif
bergerak dan pasif, komunikasi kembali tidak lancar, merasa
tidak peracaya diri dan curiga terhadap lingkungan.
c. Secara sosial meliputi, menarik diri dari lingkungan dan orang
sekitar, kegiatan mulai berkurang, kembali berperilaku tidak
sesuai norma.
3. Tahap Munculnya Kekambuhan
Menurut Sudeen (2018) beberapa tahap muncunya
kekambuhan, yakni :
a. Overextention
Pada tahap ini, penderita akan menunjukkan
ketegangan dan merasa perasaannya terbebani. Gejala
cemas semakin intensif
b. Restricted Conciousnes
Kesadaran mulai terbatas dan perkembangan
kecemasan berubah menjadi depresi.
c. Disinhibition
Mulai timbul gangguan mood swing (perubahan
perasaan secara tiba-tiba). Dan timbul waham kebesaran,
kepercayaan diri berlebihan dan euphoria berlebihan
d. Psychotic Disorganization
Pada tahap ini penderita mulai kehilangan identitas,
ingatan tentang lingkungan atau keluarga mulai hilang,
penderita mulai kehilangan kemampuan untuk membedakan
realita, dan yang terakhir sering terjadi di rumah sakit,
penderita diberi obat sekaligus perawatan dan masih
mengalami psikosis tetapi gejala berhenti atau diam.
4. Faktor-Faktor Penyebab Kekambuhan
Ada beberapa hal yang bisa memicu kekambuhan
penderita gangguan jiwa antara lain tidak minum obat dan tidak
22

kontrol ke dokter secara teratur, menghentikan sendiri obat tanpa


persetujuan dari dokter, kurangnya dukungan dari keluarga dan
masyarakat, serta adanya masalah kehidupan yang berat yang
membuat stress (Wirnata, 2019).
a. Ketidakpatuhan Meminum Obat
Faktor yang paling penting dengan kekambuhan pada
penderita gangguan jiwa adalah ketidakpatuhan meminum
obat. Salah satu terapi pada penderita skzofrenia adalah
pemberian antipsikosis. Obat tersebut bekerja bila dipakai
dengan benar tetapi banyak dijumpai penderita skizofrenia
tidak menggunakan obat mereka secara rutin. Faktor
ketidakpatuhan terhadap pengobatan adalah kurang
pahamnya penderita tentang tujuan pengobatan yang
ditetapkan sehubungan dengan prognosisnya, sukarnya
memperoleh obat diluar rumah sakit, mahalnya harga obat,
dan kurangnya perhatian dan kepedulian keluarga yang
mungkin bertanggungjawab atas pembelian atau pemberian
obat kepada penderita. Terapi obat yang efektif dan aman
hanya dapat dicapai bila penderita mengetahui seluk beluk
pengobatan serta kegunaanya.
b. Faktor Sehubungan dengan Pengobatan
Penderita yang tidak mengalami efek samping terhadap
pengobatan kemungkinan lebih mau melanjutkan pengobatan.
Efek samping obat neuroleptik yang tidak menyenangkan
sebaiknya diperhitungkan sebab dapat berperan dalam
menurunkan kepatuhan. Efek samping yang umum dan
penting adalah efek ekstrapiramidal, gangguan seksual dan
penambahan berat badan. Namun pada data ternyata tidak
ada hubungan antara regimen terapi dan profil efek samping
dengan kepatuhan terhadap pengobatan. Kenyataanya
penderita yang tidak patuh tidak berbeda dari penderita yang
patuh dalam melaporkan efek samping neurologic.
23

c. Faktor Lingkungan
Dukungan dan bantuan merupakan bagian penting
dalam kepatuhan pengobatan. Penderita yang tinggal
sendirian secara umum mempunyai angka kepatuhan yang
rendah dibandingkan dengan mereka yang tinggal dalam
lingkungan yang mendukung. Kemungkinan lain, sikap
negative dalam lingkungan sosial penderita terhadap
pengobatan psikiatri atau terhadap penderita sendiri dapat
mempengaruhi kepatuhan yang biasanya bila penderita
tinggal dengan orang lain.
Penyebab kekambuhan penderita gangguan jiwa
adalah faktor psikososial yaitu pengaruh lingkungan keluarga
maupun sosial. Faktor yang mempengaruhi perilaku penderita
terhadap kepatuhan adalah pengaruh obat terhadap
penyakitnya. Penting untuk memberikan dukungan untuk
menambah sikap positif terhadap pengobatan pada penderita.
Lingkungan terapetik juga harus diperhitungkan. Penderita
rawat inap dimana teman sekamar pernah mengalami
pengalaman buruk terhadap satu jenis obat dan
menceritakannya maka akan merubah sikap penderita
terhadap obat yang sama.

C. Stigma Masyarakat
1. Pengertian
Stigma adalah ekstremnya ketidaksetujuan seseorang
maupun sekelompok orang berdasarkan karakteristik tertentu
yang membedakan atau keberadaan mereka menjadi tidak
diinginkan di lingkungan masyarakat. Stigma juga merupakan
seperangkat keyakinan negatif yang dimiliki seseorang untuk
mendasari ketidakadilan yang dimiliki sekelompok orang tentang
sesuatu (Merriam-Webster, 2019).
24

Stigma terkait orang dengan gangguan jiwa adalah segala


perasangka buruk yang berasal dari pikiran sendiri maupun
orang lain dengan bentuk diskriminasi maupun penghinaan yang
ditujukan kepada orang dengan gangguan jiwa (Maharani, 2017).
2. Jenis-jenis Stigma
a. Perceived Stigma
Perceived stigma adalah keyakinan orang lain yang memiliki
pemikiran negatif terhadap mereka yang dirasakan
sepenuhnya. Secara subyektif, terbatas dari pengecualian
dan berdampak pada isolasi yang mencerminkan cara orang
dengan suatu penyakit sehingga memandang diri mereka
sebagai stigmatisasi dan mereka menerima perilaku
diskriminatif dari masyarakat dan di kucilkan (Tsai et al.,
2017).
b. Self Stigma
Self stigma adalah perasaan takut dengan kondisi sendiri
yang berasal dari pandangan negatif masyarakat, mereka
merasa keberadaannya merupakan golongan yang tidak
disukai akibat mengalami gangguan jiwa, cap buruk
masyarakat dianggap benar, serta bentuk internalisasi dari
masyarakat (Ardani & Handayani, 2017).
c. Felt Stigma
Felt stigma adalah perasaan negatif dari kekhawatiran yang
dirasakan pada dirinya dan memilih untuk menjauh dari
lingkungan kelompok masyarakat (Fiorillo, Volpe, & Bhugra,
2016).
d. Public Stigma
Public stigma adalah reaksi negatif berasal dari keluarga,
orang terdekat, dan masyarakat terhadap mereka yang
mengalami stigmanisasi. Salah satu contoh kata-kata yang
sering di lontarkan adalah “saya tidak mau tinggal bersama
25

orang dengan orang dengan gangguan jiwa” (Fiorillo et al.,


2016).
e. Enacted Stigma
Enacted stigma (ES) adalah pengalaman diskriminasi seperti
ditolak, diperlakukan secara tidak pantas karena status
mental yang terganggu (Subedi et al., 2019).
3. Komponen-komponen Stigma
Menurut (Mahajan et al., 2017) stigma yang dirasakan
orang dengan gangguan jiwa berkaitan dengan empat komponen
penting yang mencakup stereotype, separasi, labeling,
diskriminasi dengan penjelasan sebagai berikut :
a. Stereotype
Stereotype adalah komponen kognitif dengan keyakinan
mengenai karakteristik yang dimiliki seseorang dalam suatu
pengkategorian kelompok sosial tertent. Kepercayaan budaya
yang dapat menghubungkan orang berlabel dengan
karakteristik yang tidak diinginkan merupakan suatu tindakan
dari stereotype negatif.
b. Diskriminasi
Diskriminasi adalah perilaku pemberian label yang
menyebabkan penerima label kehilangan status dalam
kelompok sosial dengan perilaku negatif. Orang yang sudah
kehilangan status sosial dan menerima diskriminasi akan
menghasilkan hasil yang tidak setara dalam kekuatan sosial,
ekonomi, dan politik.
c. Separasi
Separasi adalah proses stigma yang terjadi ketika label sosial
menjadi pemisah “kita” (kelompok yang memberikan stigma)
dari “mereka” (kelompok penerima stigma yang dianggap
berbeda). Label ini diberikan untuk memisahkan pemberi dan
penerima stigma. Hubungan label dengan atribut negatif akan
menjadi pembenaran ketika seseorang penerima label
26

mempercayai bahwa dirinya memang berbeda dengan


mereka.
d. Labeling
Labeling adalah seleksi sosial dimana orang memberikan
label negatif atau penanaman didasari oleh perbedaan-
perbedaan individu sebagai anggota masyarakat sosial.
Perbedaan yang tidak dianggap relevan secara sosial, namun
Sebagian perbedaan dapat di tonjolkan secara sosial dengan
perbedaan yang dimiliki individu, perbedaan antar manusia
seperti preferensi jenis kelamin. Karakteristik yang menonjol
dapat menciptakan label bagi individu sebagai keolmpok
komponen penting stigma.
4. Faktor-faktor Terbentuknya Stigma
Terbentuknya stigma menurut Sahuliyah (2017)
dipengaruhi faktor-faktor sebagai berikut :
a. Persepsi
Persepsi masyarakat terhadap ODGJ memberikan pengaruh
terhadap sikap dan perilaku stigma. Pasien ODGJ sering
dijauhi oleh keluarga dan teman sebaya mereka.
b. Tingkat Pendidikan
Tingkat pendidikan rendah dapat mempengaruhi seseorang
kurang pengetahuan menyebabkan stigma dan diskriminasi
yang banyak terjadi dikalangan masyarakat. Semakin tinggi
tingkat pendidikannya semakin sedikit perilaku stigma
dibanding dengan mereka yang berpendidikan dasar atau
menengah lebih banyak menyimpan perilaku stigma dan
diskriminasi. Seseorang dengan tingkat pendidikan lebih
kebanyakan dari mereka tinggal di perkotaan, sehingga
banyak terpapar informasi tentang ODGJ dengan begitu
memungkinkan mereka lebih terpengaruh terhadap
penerimaan ODGJ di lingkungan sekitar mereka.
27

c. Ekonomi
Status ekonomi berhubungan dengan sebab dan akibat
terhadap ODGJ. Stigma berat pada ODGJ dipengaruhi oleh
status ekonomi keluarga yang rendah
5. Pengaruh Stigma
Stigma dapat mempengaruhi berbagai domain seperti
masyarakat, komunitas, keluarga sehingga perilaku menstigma
menjadikan seseorang lebih rentan mengalami gangguan mental
(Balaji et al., 2017). Stigma terkait ODGJ juga dapat menjadi
faktor penghalang utama peningkatan partisipasi terhadap
pengobatan (Subedi et al., 2019).

D. Dukungan Sosial
1. Pengertian
Menurut Taylor (2018) dukungan sosial adalah informasi
dan umpan balik dari orang yang lain yang menunjukkan bahwa
seseorang dicintai dan diperhatikan, dihargai, dan dihormati dan
dilibatkan dalam jaringan komunikasi dan kewajiban yang timbal
balik. Dukungan sosial adalah umpan balik dari orang yang lain
seseorang yang dicintai dan dihargai. Sejalan dengan teorinya
wills Menurut teori wills yang mengatakan dukungan social adalah
mengarah kepada kenyamanan, kepedulian, terhadap seseorang
atau membantu seseorang menerima dari orang lain atau
sekelompok. Teori ini sejalan dengan teori.
Menurut Sarafino (2018) dukungan sosial adalah mengarah
kepada kenyamanan, kepedulian, penghargaan terhadap
seseorang atau membantu seseorang menerima dari orang lain
atau sekelompok. Dukungan ini dapat dari sumber atau banyak
sumber yang berbeda, pasangan seseorang yang dicintai,
keluarga, teman, teman kerja, dokter, komunitas organisasi.
Seseorang dengan dukungan sosialpercaya meraka dicintai dan
dipedulikan, dihargai, bagian dari jaringan sosial seperti keluarga,
28

atau komunitas organisasi ini akan memberikan barang atau jasa


dan saling pembelaan pada saat diperlukan.
Berdasarkan beberapa pengertian diatas, penelitian ini
mengacu pada pengertian dukungan sosial adalah penerimaan
seseorang dari orang lain atau kelompok berupa kenyaman,
kepedulian, penghargaan ataupun bantuan lainya yang membuat
individu merasa disayangi, diperhatikan, dan ditolong.Tersedianya
dukungan sosial akan membuat individu merasa bahwa dirinya
dicintai,berharga dan menjadi bagian dari suatu kelompok dan
saling pembelaan pada saat diperlukan.
2. Bentuk Dukungan Sosial
Menurut Sarafino (2018) membagi dukungan sosial menjadi
4 bentuk berdasarkan fungsinya, yaitu:
a. Dukungan Emosional atau Penghargaan
Dukungan ini diberikan dengan menyampaikan empati,
perhatian, kepedulian, penghargaan dan dorongan ke arah
orang tersebut. Hal ini memberikan kenyamanan dan
kepastian dengan rasa dimiliki dan dicintai pada saat stres.
b. Dukungan Nyata atau Instrumental
Dukungan ini melibatkan bantuan langsung, seperti ketika
orang memberikan atau meminjamkan uang orang atau
membantu dengan tugas-tugas pada saat stres.
c. Dukungan Informasi
Dukungan ini termasuk memberikan arahan, saran, nasehat
atau umpan balik tentang bagaimana kondisi atau keadaan
orang tersebut.
d. Dukungan Persahabatan
Dukungan ini mengacu pada ketersediaan orang lain untuk
menghabiskan waktu dengan seseorang, sehingga
memberikan perasaan keanggotaan di dalam kelompok orang-
orang yang berbagi minat dan aktivitas sosial.
29

3. Sumber Dukungan Sosial


Menurut Taylor (2018) sumber dukungan sosial didapatkan
berasal dari :
a. Dari keluarga
Keluarga merupakan kelompok sosial utama yang mempunyai
ikatan emosi yang paling besar dan terdekat klien. Keluarga
dapat melakukan hal-hal di bawah ini untuk melakukan
dukungan sosial seperti saling berkomunikasi, mencari
kesibukan dan memberi nasehat.
b. Berasal dari masyarakat
Ada kalanya seseorang lebih dekat dan terbuka kepada teman
terdekatnya, sehingga, memungkinkan untuk bisa tercapainya
tujuan pemberian dukungan sosial seperti berbagi pengalaman
dan curhat. Disamping itu masyarakat juga bisa memberi
masukan kepada individu seperti yang dilakukan oleh tokoh
masyarakat dan tokoh agama.
4. Manfaat Dukungan Sosial
Menurut Taylor (2018) dukungan sosial memiliki 3 jenis
manfaat yaitu :
a. Bantuan yang nyata
Keluarga dan teman dapat memberikan berbagai barang dan
jasa dalam situasi yang penuh stres. Misalnya, hadiah
makanan sering kali diberikan setelah kematian dalam
keluarga muncul, sehingga anggota keluarga yang berduka
tidak akan memasak saat itu ketika energi dan motivasi
mereka sedang rendah.
b. Informasi
Individu yang memberikan dukungan juga dapat
merekomendasikan tindakan dan rencana spesifik untuk
membantu seseorang dalam copingnya dengan berhasil.
Teman-teman dapat memerhatikan bahwa rekan kerja mereka
kelebihan beban kerja dan menganjurkan cara-cara baginya
30

untuk mengelola waktu lebih efisien atau mendelegasikan


tugas lebih efektif.
c. Dukungan sosial
Dalam situasi penuh stress, individu sering kali menderita
secara emosional dan dapat mengembangkan depresi,
kecemasan, dan kehilangan harga diri. Teman-teman dan
keluarga dapat menenangkan seseorang yang berada di
bawah stress bahwa ia adalah orang yang berharga yang
dicintai oleh orang lain. Mengetahui orang lain peduli
memungkinkan seseorang untuk mendekati stress dan
mengatasinya dengan keyakinan yang lebih besar.
5. Faktor Yang Mempengaruhi Seseorang Menerima Dukungan
Sosial
Menurut Sarafino (2018) tidak semua orang mendapat
dukungan sosial yang mereka butuhkan. Banyak faktor yang
menentukan apakah orang menerima dukungan. beberapa faktor
yang mempengaruhi dukungan sosial adalah :
a. Recipients of support
Factor dari diri seseorang untuk bisa mendapatkan dukungan
sosial. Seseorang tidak mungkin menerima dukungan jika
mereka tidak ramah, tidak membantu orang lain dan jangan
biarkan orang lain tahu bahwa mereka butuh bantuan.
beberapa orang tidak cukup asertif untuk meminta bantuan,
atau merasa bahwa mereka harus independen atau tidak
membebani orang lain, atau merasa tidak nyaman
menceritakan kepada orang lain atau tidak tahu siapa yang
harus ditanyakan. Maka ini akan sulit bagi individu untuk
mendapatkan dukungan sosial.
b. Providers of support
Seseorang yang harus menjadi penyedia dukungan misalnya
mereka mungkin tidak memiliki sumber daya yang dibutuhkan
atau mungkin berada di bawah tekanan dan membutuhkan
31

bantuan itu sendiri, atau mungkin hanya tidak peka terhadap


kebutuhan orang lain.
c. Komposisi dan struktur jaringan sosial
Orang menerima dukungan sosial juga tergantung pada
ukurannya, keintiman, dan frekuensi kontak individu dalam
mereka jejaring sosial orang-orang yang dikenal dan dihubungi
32

E. Kerangka Teori

ODGJ
Tahap Munculnya Kekambuhan
Penatalaksanaan 1) Overextention
2) Restricted Conciousnes
a. Terapi Farmakologi 3) Disinhibition
b. Terapi Non 4) Psychotic Disorganization
Farmakologi

Kekambuhan
Stigma
Lingkungan
Komponen-
Faktor Penyebab
komponen Stigma : 1. Ketidakpatuhan
1. Stereotype Meminum Obat
2. Diskriminasi 2. Faktor
3. Separasi Sehubungan
4. Labeling dengan
Pengobatan
3. Faktor
Lingkungan
Dukungan Sosial
1. Dukungan
Emosional atau
Penghargaan
2. Dukungan
Nyata atau
Instrumental Dimensi Kekambuhan
3. Dukungan a. Fisik
Informasi b. Emosi
4. Dukungan c. Sosial
Persahabatan

Bagan 2.1
Kerangka Teori
Sumber : Ardani & Handayani, 2017), Sarafino (2018), Taylor (2018),
Maramis (2017)

Keterangan :
Diteliti =
Tidak diteliti =
33

F. Hipotesis Penelitian
Hipotesis adalah jawaban sementara terhadap rumusan masalah
penelitian biasanya disusun dalam bentuk kalimat pertanyaan.
Dikatakan sementara karena jawaban yang diberikan baru didasarkan
pada teori yang relevan, belum berdasarkan pada fakta-fakta empiris
yang diperoleh melalui pengumpulan data. Hipotesis Penelitian (Ha)
merupakan jawaban sementara terhadap masalah penelitian yang
menunjukkan adanya hubungan antara variabel bebas dan variabel
terikat (Sugiyono, 2015). Berdasarkan kerangka konsep diatas, maka
hipotesis dari penelitian adalah :
1. Ha :
a. Ada hubungan stigma masyarakat dengan kekambuhan pasien
gangguan jiwa di wilayah Puskesmas Kragan 2 Kabupaten
Rembang.
b. Ada hubungan dukungan sosial dengan kekambuhan pasien
gangguan jiwa di wilayah Puskesmas Kragan 2 Kabupaten
Rembang.
2. Ho :
a. Tidak ada hubungan stigma masyarakat dengan kekambuhan
pasien gangguan jiwa di wilayah Puskesmas Kragan 2
Kabupaten Rembang.
b. Tidak ada hubungan dukungan sosial dengan kekambuhan
pasien gangguan jiwa di wilayah Puskesmas Kragan 2
Kabupaten Rembang.
34

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian
Berdasarkan tujuan penelitian yang dilakukan yaitu untuk
mengetahui hubungan stigma masyarakat dan dukungan sosial
dengan kekambuhan pasien gangguan jiwa di wilayah Puskesmas
Kragan 2 Kabupaten Rembang, maka peneliti menggunakan metode
penelitian analitik korelasi. Metode analitik korelasi merupakan
penelitian yang mencoba menggali bagaimana dan mengapa
fenomena kesehatan itu terjadi (Notoatmodjo, 2018).
Rancangan penelitian yang digunakan dalam penelitian ini
adalah menggunakan pendekatan cross sectional. Peneliti
menggunakan pendekatan cross sectional dikarenakan penelitian ini
dilakukan dengan pengukuran variabel independent dan variabel
dependent hanya satu kali, pada satu saat (Nursalam, 2016).

B. Desain Penelitian
1. Variabel Penelitian
Variabel adalah ukuran atau ciri yang dimiliki oleh anggota-
anggota suatu kelompok yang berbeda dengan yang memiliki
oleh kelompok lain. Definisi lain variabel adalah sesuatu yang
digunakan sebagai ciri, sifat atau ukuran yang dimiliki atau
didapatkan oleh satuan penelitian tentang suatu konsep
pengertian tertentu (Notoatmodjo, 2018). Variabel penelitian ini
adalah sebagai berikut :
a. Variabel bebas (independent) : stigma masyarakat dan
dukungan sosial
b. Variabel terikat (dependent) : kekambuhan pasien gangguan
jiwa

34
35

2. Kerangka Konsep Penelitian


Kerangka konsep menurut (Sugiyono, 2018) adalah suatu
hubungan yang akan menghubungankan secara teoritis antara
variabel-variabel penelitian yaitu, antara variabel independen
dengan variabel dependen yang akan di amati atau di ukur melalui
penelitian yang akan di laksanakan. Kerangka konsep penelitian
adalah sebagai berikut :
Variabel Independen Variabel Dependen

Stigma Masyarakat

Kekambuhan Pasien
Gangguan Jiwa
Dukungan Sosial

Bagan 3.1
Kerangka Konsep

3. Definisi Operasional Variabel Penelitian dan Skala Pengukuran


Definisi operasional adalah definisi berdasarkan
karakteristik yang diamati dari sesuatu yang didefinisikan atau
karakteristik yang dapat diamati atau diukur (Nursalam, 2016).
Tabel 3.1
Definisi Operasional

Definisi
Variabel Alat Ukur Kategori Skala
Operasional
Stigma Pemberian Dengan Kategori skor stigma Ordinal
Masyarakat cap negatif menggunakan lingkungan adalah
yang diperoleh kuesioner yang sebagai berikut
keluarga dari bejumlah 16 a. Stigma mayarakat
lingkungan pernyataan baik bila skor
sekitar seperti dengan skala antara 80- 100%
tetangga atau likert yang (51-64)
rekan kerja nilainya yaitu: b. Stigma mayarakat
selama a. Selalu diberi cukup bila skor
merawat nilai 4 antara 60-79%
anggota b. Sering nilai 3 (38-50)
keluarga c. Jarang nilai 2 c. Stigma mayarakat
dengan d. Tidak pernah kurang bila skor <
skizofrenia nilai 1 60% (16-37)
36

Definisi
Variabel Alat Ukur Kategori Skala
Operasional
Dukungan Bentuk Dengan Kategori skor motivasi Ordinal
Sosial penerimaan, menggunakan keluarga adalah
kepedulian, kuesioner yang sebagai berikut
penghargaan bejumlah 12 a. Dukungan sosial
ataupun pernyataan baik bila skor
bantuan lainya dengan skala antara 80- 100%
yang membuat likert yang (38-48)
responden nilainya yaitu: b. Dukungan sosial
merasa a. Selalu diberi cukup bila skor
disayangi, nilai 4 antara 60-79%
diperhatikan, b. Sering nilai 3 (29-37)
dan ditolong c. Jarang nilai 2 c. Dukungan sosial
saat merawat a. Tidak pernah kurang bila skor <
keluarganya nilai 1 60% (12-27)
dengan
gangguan jiwa
Kekambuhan Kejadian Menggunakan Hasil ukur dari Nominal
Pasien perburukan catatan rekam kekambuhan adalah
Dengan gejala atau medis pasien dimasukkan ke dalam
Gangguan perilaku yang kategori:
Jiwa membahayaka a. Kambuh
n penderita b. Tidak Kambuh
dan atau
lingkunganya
yang
membutuhkan
penatalaksana
an lebih lanjut
di RS yang
dihitung dalam
setahun
terakhir

C. Subjek, Tempat, dan Waktu Penelitian


1. Populasi Penelitian
Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas
obyek/subyek yang mempunyai kuantitas dan karakteristik tertentu
yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian di tarik
kesimpulannya (Sugiyono, 2018). Populasi penelitian ini adalah
semua penderita ODGJ di wilayah kerja Puskesmas Kragan 2
Kabupaten Rembang di Bulan Desember 2023 yang berjumlah 45
orang.
2. Prosedur Sampel dan Sampel Penelitian
Sampel adalah bagian dari jumlah populasi dan karakteristik
yang dimiliki oleh populasi. Dengan kata lain, sample adalah
37

elemen-elemen populasi yang dipilih atas dasar kemampuan


mewakilinya (Sugiyono, 2019).
Pengambilan sampel untuk penelitian menurut Arikunto
(2019), jika subjeknya kurang dari 100 orang sebaiknya diambil
semuanya, jika subjeknya besar atau lebih dari 100 orang dapat
diambil 10-15% atau 20-25% atau lebih.
Sampel penelitian ini adalah populasi dengan kriteria
sebagai berikut:
a. Kriteria Inklusi
Kriteria inklusi dalam penelitian ini yaitu sebagai berikut :
1) Keluarga yang mempunyai anggota keluarga dengan
diagnosa medis skizofrenia.
2) Bisa baca tulis
3) Pasien dalam keadaan kooperatif tidak gaduh gelisah
b. Kriteria Ekslusi
Kriteria eksklusi dalam penelitian ini yaitu sebagai berikut :
4) Responden yang pada saat penelitian tidak hadir
5) Tidak bersedia menjadi responden
a. Teknik sampling
Teknik sampling adalah suatu teknik pengambilan sampel
yang akan digunakan dalam penelitian (Arikunto, 2015).
Teknik pengambilan sampel adalah total sampling.
Menurut Sugiyono (2018) Total Sampling adalah teknik
pengambilan sampel dengan mengambil semua populasi untuk
dijadikan sampel penelitian.
3. Waktu
Penelitian ini dilakukan pada Bulan Januari-Februari Tahun
2024.
4. Tempat
Waktu penelitian ini dilaksanakan di Puskesmas Kragan 2
Kabupaten Rembang.
38

D. Metode Pengumpulan Data


Metode pengumpulan data pada penelitian ini adalah observasi
yakni melalui pengamatan, pencatatan dengan sistematis fenomena-
fenomena yang diselidiki. Pengamatan (observasi) juga merupakan
metode pengumpulan data dimana peneliti mencatat informasi
sebagaimana yang mereka saksikan selama penelitian (Hadi, 2018).
Cara pengumpulan data pada penelitian ini terdiri dari data
primer dan sekunder yang meliputi :
1. Data Primer
Data primer merupakan data yang secara langsung
dikumpulkan dari responden melalui wawancara dengan
menggunakan kuesioner yang yang meliputi karakteristik
responden (umur, jenis kelamin dan pendidikan keluarga),
dukungan sosial, stigma masyarakat dan kekambuhan. Responden
diberikan penjelasan terlebih dahulu serta menyatakan bersedia
menjadi responden dan diberitahu cara mengisi lembar kuesioner.
2. Data Sekunder
Selain data primer peneliti juga mengumpulkan data
sekunder berupa data riwayat ODGJ oleh pasien. Adapun prosedur
pengumpulan data yang peneliti tempuh sebagai berikut :
a. Memberikan surat ijin penelitian dari Universitas
Muhammadiyah Kudus ke Kepala Puskesmas Kragan 2
Kabupaten Rembang.
b. Setelah mendapat ijin dari Kepala Puskesmas Kragan 2
Kabupaten Rembang, peneliti melakukan penelitian.
c. Pendekatan kepada calon responden untuk memberikan
penjelasan tentang tujuan penelitian.
d. Setelah responden diberikan penjelasan kemudian diberikan
lembar persetujuan untuk ditandatangani.
e. Responden dinilai stigma masyarakat, dukungan sosial dan
kekambuhan melalui kuesioner yang telah diberikan.
39

f. Setelah kuesioner terkumpul, data tersebut diolah dengan


memasukkan data hasil penelitian ke dalam tabel.

E. Instrumen Penelitian
Instrumen penelitian adalah berupa tes yang bersifat
mengukur, karena berisi pertanyaan atau pernyataan yang alternatif
jawabannya memiliki standar jawaban tertentu, benar-salah maupun
skala jawaban. Instrumen yang berisi jawaban skala berupa
pertanyaan atau pernyataan yang jawabannya berbentuk skala
deskriptif ataupun skala garis (Sukmadinata, 2016). Instrumen dalam
penelitian ini adalah kuesioner. Yang terdiri dari tiga bagian yaitu :
1. Kuesioner karakteristik responden
Kuesioner ini merupakan lembaran yang berisi data demografi
yang nantinya akan digunakan untuk mengidentifikasi karakteristik
responden yang meliputi nama inisial, jenis kelamin responden.
2. Kuesioner stigma masyarakat
Kuesioner ini merupakan lembaran yang berisi data stigma
masyarakat yang diterima oleh keluarga dalam merawat ODGJ.
Kuesioner ini berisi 16 pernyataan dengan skala likert yang
nilainya yaitu: Selalu diberi nilai 4, Sering nilai 3, Jarang nilai 2,
Tidak pernah nilai 1.
Tabel 3.2
Kisi-Kisi Kuesioner Stigma Lingkungan
No Stigma Lingkungan Favourable Unfavourable Jumlah
Pertanyaan

1. Stereotype 1, 3 4, 9 4
2. Diskriminasi 6, 11 8, 12 4
3. Separasi 5, 13 10, 14 4
4 Labeling 2, 15 7, 16 4
Jumlah Pertanyaan 8 8 16

3. Kuesioner Dukungan Sosial


Kuesioner ini merupakan lembaran yang berisi data dukungan
sosial yang nantinya akan digunakan untuk mengidentifikasi
dukungan sosial yang diterima responden dalam merawat pasien
40

ODGJ. Kuesioner ini berisi 12 pertanyaan yakni : Selalu diberi nilai


4, Sering nilai 3, Jarang nilai 2, Tidak pernah nilai 1. Kisi-kisi
kuesioner dukungan sosial adalah sebagai berikut :
Tabel 3.3
Kisi-Kisi Kuesioner Dukungan Sosial

No Motivasi Keluarga Favourable Unfavourable Jumlah


Pertanyaan
1. Dukungan Emosional 1, 5 3, 7 4
2. Dukungan Instrumental 2, 4 8, 9 4
3. Dukungan Informasional 6 10 2
4. Dukungan 11 12 2
Persahabatan
Jumlah Pertanyaan 6 6 12

4. Ceklist kekambuhan pasien ODGJ


Ceklist ini merupakan lembaran yang berisi data rekam medis
responden di Puskesmas Kragan 2 yang berisi kejadian
kekambuhan gangguan jiwa dari pasien yang dihitung sejak
setahun terakhir.
Kuesioner penelitian stigma masyarakat dan dukungan sosial
dibuat sendiri oleh peneliti, oleh karena itu perlu dilakukan uji coba
terlebih dahulu untuk menentukan validitas dan reliabilitas instrumen.
Ujicoba instrumen penelitian dilakukan pada 20 responden yang ada
di Puskesmas Kragan I yang mempunyai karakteristik yang hampir
sama dengan yang ada di lokasi penelitian.
1. Uji Validitas
Uji validitas menunjukkan alat ukur benar-benar mengukur
apa yang seharusnya diukur dalam penelitian. Kuesioner yang
disusun oleh peneliti perlu diuji dengan uji korelasi antara skor
(nilai) tiap-tiap item pertanyaan dengan skor total kuesioner untuk
mengetahui kuesioner tersebut mampu mengukur apa yang akan
diukur (Notoatmodjo, 2016).
Kuesioner yang telah diisi kemudian dianalisis dengan
menggunakan uji korelasi Product Moment yaitu untuk melihat
sejauh mana ketepatan dan kecermatan suatu alat ukur dalam
41

melakukan fungsi pengukuran. Kuesioner dinyatakan valid bila r


hitung lebih besar dari r tabel dan memiliki nilai korelasi positif.
Ujicoba validitas instrumen penelitian akan dilakukan pada
20 keluarga pasien yang terdiagnosis gangguan jiwa di
Puskesmas Kragan I yang mempunyai karakteristik yang hampir
sama dengan yang ada di lokasi penelitian yakni jumlah ODGJ
yang hampir sama dan karakteristik masyarakat yang hampir
sama.
2. Uji Reliabilitas
Uji reabilitas merupakan kesamaan hasil pengukuran
apabila pengukuran tersebut dilaksanakan oleh orang yang
berbeda dan dalam waktu yang berbeda (Setiadi, 2015). Pada
penelitian ini untuk menguji reabilitas kuesioner menggunakan
Cronbach’s Alpha. Kuesioner dinyatakan reliabel jika indeks
reabilitas yang diperoleh paling tidak mencapai 0,60 (Sugiyono,
2015).

F. Teknik Analisa Data


1. Teknik Pengolahan
Untuk penelitian ini, pengolahan data dilakukan dengan
melalui tahap-tahap sebagai berikut :
a. Editing
Editing adalah mengecek daftar pertanyaan yang telah
diserahkan oleh pengumpul data. Pengecekan daftar
pertanyaan yang telah selesai ini dilakukan terhadap
kelengkapan jawaban, keterbacaan tulisan dan relevansi
jawaban. Jika terdapat beberapa kuesioner yang kosong atau
pengisian yang tidak sesuai dengan petunjuk dan tidak
relevan jawaban dengan pertanyaan sebaiknya diperbaiki
dengan jalan meminta isi kembali kuesioner yang masih
kosong pada responden semula, jika hal tersebut tidak
memungkinkan maka kita berusaha mencari responden lain
42

sebagai pengganti awal sesuai dengan polanya (Setiadi,


2015).
b. Coding
Coding merupakan pemberian tanda atau
mengklasifikasikan jawaban dari para responden ke dalam
kategori tertentu (Setiadi, 2015). Pemberian coding pada
penelitian ini meliputi :
1) Stigma Masyarakat
a) Baik =2
b) Cukup =1
c) Kurang =0
2) Dukungan Sosial
a) Baik =2
b) Cukup =1
c) Kurang =0
3) Kekambuhan Pasien Gangguan Jiwa
a) Tidak Kambuh= 2
b) Kambuh =1
c. Entry
Entry merupakan proses memasukkan data ke dalam tabel
dilakukan dengan program yang ada di komputer (Setiadi,
2015). Data yang sudah di coding dimasukkan dalam SPSS.
d. Cleaning
Cleaning merupakan teknik pembersihan data. Data-data
yang tidak sesuai dengan apa yang diinginkan oleh peneliti
akan terhapus (Setiadi, 2015).
e. Tabulasi
Merupakan pengorganisasian data sedemikian rupa agar
dengan mudah dapat dijumlah, disusun dan ditata untuk
disajikan dan dianalisis. Tabulasi pada penelitian ini dilakukan
dengan menjumlahkan hasil jawaban responden.
43

2. Teknik Analisa Data


a. Analisis Univariat
Analisa univariat dilakukan terhadap tiap variabel dari
hasil penelitian. Analisa ini hanya menghasilkan distribusi dan
persentase dari tiap variabel (Notoatmojo, 2018). Pada
penelitian ini distribusi frekwensi dipergunakan untuk
menampilkan data karakteristik responden (umur, jenis
kelamin, tingkat pendidikan dan pekerjaan), stigma
masyarakat, dukungan sosial dan kekambuhan pasien orang
dengan gangguan jiwa.
b. Analisis Bivariat
Analisis bivariat yaitu analisis data yang dilakukan pada
dua variabel yang diduga mempunyai hubungan atau korelasi
(Sugiyono, 2019). Analisis data yang digunakan adalah
Korelasi Rank Spearman yaitu untuk mengetahui hubungan
korelasi sederhana yang datanya bersifat nominal-ordinal
antara variabel bebas dengan variabel terikat, maka
digunakan rumus korelasi Rank Spearman dengan rumus
sebagai berikut (Arikunto, 2019) :

6 . Σd 2
r =1−
n( n2 −1)

Keterangan :
rx = Rank dari X
n = Banyaknya Data
ry = Rank dari Y
d = Ry – Rx

Interpretasi dari hasil korelasi Rank spearman menurut


Arikunto (2019) adalah sebagai berikut :
44

Tabel 3.4
Interpretasi Nilai "r"

Besarnya nilai "r" Interpretasi


0,800-1,000 Sangat kuat
0,600-0,799 Kuat
0,400-0,599 Cukup
0,200-0,399 Rendah
0,000-0,199 Sangat Rendah

G. Etika Penelitian
Setelah penyusunan penelitian disetujui oleh kedua pembimbing
dan diujikan Universitas Muhammadiyah Kudus membuat permohonan
kepada Kepala Puskesmas Kragan 2 untuk mengadakan penelitian
dan mengeluarkan ijin melakukan penelitian. Menurut Hidayat (2019)
etika penelitian kepada calon responden meliputi :
1. Informed consent (lembar persetujuan)
Setelah responden mengerti dan jelas tentang tujuan
penelitian dan hak-haknya, maka lembar persetujuan disampaikan
kepada calon responden untuk ditanda tangani.
2. Anonimity (tanpa nama)
Untuk menjaga identitas responden peneliti tidak
mencantumkan nama, namun menulis kode nama dengan nomor.
3. Confidentialitiy (kerahasiaan)
Peneliti menjamin kerahasiaan semua informasi yang
diberikan oleh responden dan akan dijaga, hanya digunakan untuk
kepentingan peneliti.

H. Jadwal Penelitian
(Terlampir)
45

DAFTAR PUSTAKA

Aiyub. (2018). Stigmatisasi pada Penderita Gangguan Jiwa: Berjuang


Melawan Stigma dalam Upaya Mencapai Tujuan Hidup untuk
Kualitas Hidup yang Lebih Baik. Idea Nursing Journal, IX(1), 1–8.
http://jurnal.unsyiah.ac.id/INJ/article/view/12275

Ardani, I., & Handayani, S. (2017). Stigma terhadap Orang dengan


HIV/AIDS (ODHA) sebagai Hambatan Pencarian Pengobatan: Studi
Kasus pada Pecandu Narkoba Suntik di Jakarta. Buletin Penelitian
Kesehatan, 45(2), 81–88.
https://doi.org/10.22435/bpk.v45i2.6042.81-88

Arikunto, Suharsimi. (2015). Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan


Praktek. Rineka Cipta : Jakarta.

Asti, A. D., Sarifudin, S., & Agustin, I. M. (2016). Public Stigma Terhadap
Orang Dengan Gangguan Jiwa Di Kabupaten Kebumen. Jurnal
Ilmiah Kesehatan Keperawatan, 12(3), 176–188.
https://doi.org/10.26753/jikk.v12i3.166

Balaji, A. B., Bowles, K. E., Hess, K. L., Smith, J. C., Paz-Bailey, G.,
Taussig, J., … Kuo, I. (2017). Association Between Enacted Stigma
and HIV-Related Risk Behavior Among MSM, National HIV
Behavioral Surveillance System, 2011. AIDS and Behavior, 21(1),
227–237. https://doi.org/10.1007/s10461-016- 1599-z

Brunner dan Suddart (2016). Keperawatan Medical Bedah edisi 8 volume


satu . Jakarta : EGC.

Byrne M, Agerbo E, Ewald H, Eaton WW and Mortensen PB. (2016).


Parental Age and Risk of Schizophrenia. Arch Gen Psychiatry;
60:673-8

Cohen, Haber, M.G., Lucas, T. (2019). The Relationship between Self-


Reported Received Social Support: A Meta- Analytical
Review.Community Psychology, 39,133-144

Colucci, E. (2019). Breaking The Chains, Human Right Violations Againts


People with Mental Illness, Thesis, Faculty of Humanities, School of
Social Science, Granada Center for Visual Anthropology, University
of Manchester
46

Danukusumah, Firmansyah. (2022). Stigma Masyarakat Terhadap Orang


Dengan Gangguan Jiwa (ODGJ). dkk / Jurnal Ilmu Kesehatan
Masyarakat. 2022; 11 (3): 205-212 205.

Daulay, Walida Fadillah (2018). Korelasi Dukungan Keluarga terhadap


Kejadian Percobaan Bunuh Diri pada Penderita Skizofrenia di
RSUD Banyumas. Skripsi thesis, Universitas Jenderal Soedirman.

Dewi, H. A., & Herlianti, L. (2021). Hubungan Dukungan Keluarga Dengan


Kepatuhan Minum Relationship Between Family Support And
Medication Adherence With Odgj At Dr . Soekardjo City Hospital ,
Tasikmalaya Program Studi Sarjana Keperawatan , Universitas
Bhakti Kencana Tasikmalaya. Jurnal Kesehatan Bakti Tunas
Husada, 21(2), 263–271. https://doi.org/10.36465/jkbth.v21i2.758

DKK Rembang. (2022). Laporan Pelayanan Kesehatan Jiwa Dinas


Kesehatan Kabupaten Rembang Tahun 2022.

Feldman, R. S. (2016). Pengantar psikologi : edisi 10 buku 2. Jakarta:


Salemba Humanika.

Fiorillo, A., Volpe, U., & Bhugra, D. (2016). Psychiatry in Practice:


Education, Experience, and Expertise - Google Books. Retrieved
November 25, 2019, from https://books.google.co.id/books?
id=I7_QCwAAQBAJ&printsec=frontcover &dq=fiorillo,+volpe,
+dan+bhurga+2016&hl=jv&sa=X&ved=0ahUKEwj305
GV0IXmAhWDxDgGHW6sDoQQ6wEIKTAA#v=onepage&q=stigma
&f=f alse

Fitriani, Marlidani, N.I., , D.R. (2019). Hubungan Pengetahuan Keluarga


Dengan Penerimaan Keluarga Terhadap ODGJ Di Poliklinik RSJD
Atma Husada Mahakam Samarinda. Borneo Student Research,
1613–1618

Fleischhacker, W., Oehl,M.A. & Hummer, M. (2017). Factors Influencing


Comliance in Schizophrenia patients. Journal Clin Psychiatry; 64
(suppl16); 10-13.

Friedman, Marilyn M. (2016). Buku ajar keperawatan keluarga : Riset,


Teori dan Praktek. Jakart : EGC.

Goffman, E. (2017). Stigma: Notes on the management of spoiled identity.


New York: Prentice-Hall, Inc.

Hadi, Sutrisno. (2017). Riset Pemasaran, Falsafah, Teori dan Aplikasi.


Jakarta : PT. Indeks Gramedia.
47

Hartanto, A. E. (2021) Model Peran Keluarga Dalam Perawatan Diri


Pasien Skizofrenia. Surabaya: Fakultas Keperawatan Universitas
Airlangga

Hartini, N., Fardana, N. A., Ariana, A. D., & Wardana, N. D. (2018). Stigma
toward people with mental health problems in Indonesia.
Psychology Research and Behavior Management, 11, 535–541.

Hasibuan. (2015). Manajemen Sumber Daya Manusia, Bumi. Aksara,


Jakarta.

Hawari, D. (2016). Pendekatan Holistik Pada Gangguan Jiwa :


Skizofrenia. Jakarta : FKUI.

Herdiyanto, Y., Tobing, D., & Vembriati, N. (2017). Stigma Terhadap


Orang Dengan Gangguan Jiwa Di Bali. INQUIRY: Jurnal Ilmiah
Psikologi, 8(2), 121–132

Hidayat A. Aziz Alimul Irawan. (2017). Pengantar Konsep Dasar


Keperawatan. Edisi 2. Jakarta : Salemba Medika.

Ikawati. Z (2017). Farmakoterapi Penyakit Sistem Saraf Pusat, Bursa Ilmu,


Yogyakarta.

Iswandi DI. (2018). Pengaruh Terapi Modeling Partisipan Terhadap


Kepauhan Minum Obat Pada Klien Penatalaksanaan Regimen
Terapeutik Tidak Efektif Di RSJD Dr Amino Gondo Hutomo
Semarang. Universitas Indonesia

Keliat, Budi Anna. (2016). Proses Keperawatan Kesehatan Jiwa. Jakarta :


EGC.

Kemenkes RI. (2020). Situasi kesehatan jiwa di Indonesia, Pusat Data


Dan Informasi Kementrian Kesehatan Republik Indonesia,
https://pusdatin.kemkes.go.id/folder/view/01/structurepublikasi-
pusdatin-info-datin.html#

Kemenkes. (2018). Riset Kesehatan Dasar Tahun 2018. Jakarta

Lestari, P., Choiriyyah, Z., & Mathafi. (2015). Kecenderungan atau Sikap
Keluarga Penderita Gangguan Jiwa terhadap Tindakan Pasung.
Jurnal Keperawatan Jiwa Volume 2, No. 1. Ppnijateng.org/wp-
concent/uploads/2

Lestari, Weny dan Yurika Fauzia Wardhani. (2019). Stigma Dan


Penanganan Penderita Gangguan Jiwa Berat Yang Dipasung.
48

https://media.neliti.com/media/publications-test/20892-stigma-and-
management-on-people-with-sev-2b616813.pdf

Maharani, I. (2017). Cap Sosial Orang Dengan HIV dan AIDS (ODHA).
Retrieved from http://lib.unair.ac.id

Maramis, W. F. (2017).Ilmu Kedokteran Jiwa. Surabaya: Airlangga

Maulana. (2019). Promosi Kesehatan. Jakarta : EGC.

Merriam, Webster. (2019). Assessing the Nation’s Health Literacy.


American Medical Association Foundation. USA.

Moekijat. (2016). Perencanaan Sumber Daya Manusia. Bandung: Mandar


Maju

Murni, R., & Astuti, M. (2015). Rehabilitasi Sosial Bagi Penyandang


Disabilitas Mental Melalui Unit Informasi dan Layanan Sosial. Sosio
Informa, 1(03), 278–292.

Nasriati, Ririn (2017) Stigma Dan Dukungan Keluarga Dalam Merawat


Orang Dengan Gangguan Jiwa (ODGJ).
https://jurnalnasional.ump.ac.id/index.php/medisains/article/view/
1628

Notoadmodjo, S. (2016). Ilmu Perilaku Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta

Notoatmodjo, Soekidjo. (2018). Metodologi Penelitian Kesehatan.


Jakarta : Rineka Cipta,

Nursalam, 2016). Konsep Penerapan Metode Penelitian Ilmu


Keperawatan. Jakarta: Salemba Medika.

Prabowo, E. (2018). Buku Ajar Keperawatan Jiwa. Yogyakarta: Nuha


Medika.

Pramana, Veny, E., & Ari, P. (2018). ‘Faktor-faktor yang berhubugan


dengan kepatuhan minum obat pada klien gangguan jiwa’. Jurnal
Keperawatan

Pratiwi, D., & Restuastuti, T. (2018). Pengetahuan pasien diabetes melitus


tipe 2 dan hubungannya dengan kepatuhan minum obat di
Puskesmas Mandau Kabupaten Bengkalis. Majalah Kedokteran
Andalas, 41(2), 59. https://doi.org/10.25077/mka.v41.i2.p59-
68.2018.

Puskesmas Kragan 2. (2023). Laporan PTM Keswa Bulanan. Rembang.


49

Rahmawati, E. dan Windiarti, S. E. (2020). Terapi Thought Stopping Pada


Pasien Skizofrenia Dengan Halusinasi Pendengaran di Ruang UPI
W RSJ Prof. Dr. Soerojo Magelang., Poltekkes Kemenkes
Semarang.

Ratnawati, R. (2016). Hubungan Dukungan Keluarga Dengan Kepatuhan


Berobat Penderita Skizofrenia. Stikes Bhakti Husada Mulia Madiun

Samalim, L,Blance,O & Lore,P.M. (2017). Optimizing Treadment of


Schizoprenia to minimize relapse. Expert Review of
Neurottherapeutics 10 (2).147-50

Santika, D. (2018). Hubungan Motivasi Keluarga Dan Kepatuhan Kontrol


Berobat Klien Gangguan Jiwa. Skripsi: Sekolah Tinggi Ilmu
Kesehatan Insan Cendekia Media.

Santika, Dewi. (2018). Hubungan Motivasi Keluarga dan Kepatuhan


Kontrol Berobat Klien Gangguan Jiwa. Sekolah Tinggi Ilmu
Kesehatan Insan Cendekia Media Jombang 2018

Santoso K.H, Kusuma F.H.D, C. . (2017). ‘Dukungan keluarga


mempengaruhi kepatuhan minum obat pasien skizofrenia’. 2, 8.
Retrieved from
https://publikasi.unitri.ac.id/index.php/fikes/article/viewFile/502/420

Setiadi. (2015). Konsep dan Praktek Penulisan Riset Keperawatan (Ed.2).


Yogyakarta: Graha Ilmu.

Shaluhiyah, Z., Musthofa, S. B., & Widjanarko, B. (2017). Stigma


Masyarakat terhadap Orang dengan HIV/AIDS. Kesmas: National
Public Health Journal, 9(4), 333.
https://doi.org/10.21109/kesmas.v9i4.740

Sherman, Patricia. (2017). Stigma, Mental Illness, and Culture, Paper


Presentation on April 3, 2017. Available at:
http://www.healingispossible.com/SiteResource/Site/

Simamora, A. N. (2020). Hubungan Motivasi Keluarga dengan Kepatuhan


Minum Obat Orang Dengan Gangguan Jiwa di Kelurahan Medan
Sunggal. Universitas Sumatera Utara.

Siregar, C. (2016). Farmasi Klinik: Teori & Penerapan. Jakarta: EGC.

Soleha. (2017). Gangguan psikotik: Buku Saku Psikiatri. Edisi:6. Jakarta:


Penerbit Buku Kedokteran EGC.
50

Subedi, B., Timilsina, B., & Tamrakar, A. P. N. (2019). Perceived stigma


among people living with HIV AIDS in Pokhara, Nepal. HIV/AIDS -
Research

Sugiyono. (2015). Statistika untuk Penelitian. Bandung : Alfabeta.

Sukmadinata, Nana Syaodih. (2016). Metode Penelitian Pendidikan.


Jakarta: Remaja Rosdakarya.

Tambayong, D. J. (2017). Farmakologi Untuk Keperawatan. Jakarta:


Widya Medika

Tsai, A. C., Hatcher, A. M., Bukusi, E. A., Weke, E., Lemus Hufstedler, L.,
Dworkin, S. L., Weiser, S. D. (2017). A Livelihood Intervention to
Reduce the Stigma of HIV in Rural Kenya: Longitudinal Qualitative
Study. AIDS and Behavior, 21(1), 248–260.
https://doi.org/10.1007/s10461-015-1285-6

Varamitha, S., Akbar, S. N., & Erlyani, N. (2018). Stigma Sosial Pada
Keluarga Miskin dari Pasien Gangguan Jiwa. Jurnal Ecopsy, 1,
106-114

Videbeck, S. L. (2018). Buku Ajar Keperawatan Jiwa. Jakarta: EGC.

Walgito, Bimo. (2016). Pengantar Psikologi Umum. Yogyakarta : Insan


Cita.

Winardi. (2017). Kepemimpinan dalam Manajemen. Jakarta: PT. Rineka


Cipta.

Yosep, I. (2017). Keperawatan jiwa. Bandung: PT Refika Aditama.


51

Lampiran 1

Jadwal penelitian tahun 2022/2023

I. Tahun 2022/2023
N KEGIATAN Mar April Mei Juni Juli Ags Sept Okt Nov

1. Pengusulan Judul √
2. Bimbingan √ √ √ √
Proposal
3. Ujian Proposal √ √
4. Pengambilan √ √
Data
5. Pengolahan Data √
6. Penyusunan Hasil √ √
dan Pembahasan
7. Ujian Skripsi √ √
8. Revisi dan √ √
Pengumpulan
Skripsi
Lampiran 2

PERMOHONAN MENJADI RESPONDEN

Kepada Yth.
Calon Responden Penelitian
Di Tempat

Dengan hormat,
Saya yang bertanda tangan di bawah ini;
Nama : DYAH AYU KURNIAWATI
NIM : 152023030280
Pendidikan : Mahasiswa Universitas Muhammadiyah Kudus

Bermaksud melakukan penelitian dengan judul “Hubungan Stigma


Masyarakat Dan Dukungan Sosial Dengan Kekambuhan Pasien
Gangguan Jiwa Di Wilayah Puskesmas Kragan 2 Kabupaten Rembang”.
Penelitian ini tidak menimbulkan akibat yang merugikan bagi Anda
sebagai responden, serta tidak ada unsur paksaan. Kerahasian semua
informasi yang diberikan akan dijaga dan hanya digunakan untuk
kepentingan penelitian. Bila mana Anda tidak bersedia menjadi responden
dalam penelitian ini, maka tidak akan ada paksaan maupun ancaman
kepada Anda.
Demikian surat permohonan ini saya buat, atas perhatian dan
kesediannya sebagai responden saya mengucapkan terima kasih.

Rembang, Januari 2024

Penulis
Lampiran 3

LAMPIRAN PERSETUJUAN RESPONDEN

Yang bertanda tangan dibawah ini :

Nama :

Umur :

Setelah saya diberikan penjelasan, tentang tujuan penelitian untuk


mengetahui Hubungan Stigma Masyarakat Dan Dukungan Sosial Dengan
Kekambuhan Pasien Gangguan Jiwa Di Wilayah Puskesmas Kragan 2
Kabupaten Rembang.
Maka dengan ini saya menyatakan bersedia untuk membantu dan
berperan serta dalam kelancaran penelitian tersebut.

Rembang, Januari 2024


Responden,

( )
3

Lampiran 4

Lampiran Instrument Penelitian

Hubungan Stigma Masyarakat Dan Dukungan Sosial Dengan


Kekambuhan Pasien Gangguan Jiwa Di Wilayah Puskesmas Kragan
2 Kabupaten Rembang

No Responden :
Jenis Kelamin Responden : Laki-laki
Perempuan
Umur : …………………….Tahun

Pendidikan : Tidak Sekolah


SD
SLTP
SLTA
DIII/SI
Pasca Sarjana

Pekerjaan : Tidak Bekerja


Buruh
Petani
Wiraswasta
Karyawan
PNS
4

A. Stigma Masyarakat

Petunjuk : Jawablah pertanyaan dibawah ini dengan memberi tanda cheklist


(√) yang anda anggap paling sesuai:
Selalu (SS) nilai 4
Sering (S) nilai 3
Jarang (J) nilai 2
Tidak Pernah (TP) nilai 1

NO PERNYATAAN SS S J TP
1 Tetangga menganggap gangguan jiwa adalah penyakit
yang ada obatnya.
2 Tetangga menganggap bahwa gangguan jiwa itu terjadi
bukan karena dirasuki oleh makluk halus (stan atau jin)
3 Tetangga meyakini penderita gangguan jiwa itu tidak
menyusahkan
4 Tetangga menganggap penderita gangguan jiwa
karena keturunan
5 Tetangga berpendapat penderita gangguan jiwa itu
jangan di kurung meskipun akan menganggu orang lain
6 Tetangga berpendapat orang dengan gangguan jiwa
adalah hal yang tidak menakutkan meskipun dapat
melakukan kekerasan kepada orang lain
7 Tetangga menganggap penderita gangguan jiwa itu
pasti membahayakan
8 Tetangga meyakini penderita gangguan jiwa sebaiknya
jangan didekati karena membahayakan
9 Tetangga menganggap gangguan jiwa itu bukan
sebagai kutukan
10 Tetangga menganggap meskipun penderita gangguan
jiwa itu sudah dapat berkomunikasi lagi jadi sebaiknya
jangan didekati keberadaannya dan diajak
berkomunikasi
11 Tetangga menganggap ODGJ perlu diberi perhatian
agar tidak sering mengamuk
12 Tetangga bersikap ODGJ tidak perlu diberi pekerjaan
karena akan mengganggu
13 Tetangga mengganggap ODGJ seperti orang biasa
tidak perlu dijauhi
14 Tetangga mengganggap ODGJ yang ngamuk harusnya
dipasung saja
15 Tetangga mengganggap ODGJ bisa sembuh asal
berobat secara teratur
16 Tetangga mengganggap ODGJ pasti akan kumat lagi
kalau ada masalah
5

B. Dukungan Sosial

Petunjuk : Jawablah pertanyaan dibawah ini dengan memberi tanda cheklist


(√) yang anda anggap paling sesuai:
Sangat Setuju (SS) nilai 4
Setuju (S) nilai 3
Kurang Setuju (KS) nilai 2
Tidak Setuju (TS) nilai 1

NO PERNYATAAN SS S KS TS
1 Lingkungan ikut mengendalikan dalam menangani
gangguan jiwa pada klien yang marah
2 Lingkungan percaya dengan usaha yang
dilakukan keluarga dalam menangani gangguan
jiwa pada klien akan sembuh
3 Keluarga tidak perlu mengelola dan memodifikasi
lingkungan agar klien tidak menderita gangguan
jiwa lagi
4 Keluarga mempunyai keinginan untuk mencegah
kekambuhan penyakit gangguan jiwa yang
didukung oleh tetangga
5 Dukungan lingkungan sangat diperlukan dalam
menangani gangguan jiwa pada klien
6 Lingkungan tetangga perlu ikut mencari tahu
tentang penanganan gangguan jiwa pada klien
7 Keluarga tidak perlu dukungan tetangga dalam
menangani klien yang mengalami gangguan jiwa
8 Petugas kesehatan tidak harus melakukan
penyuluhan tentang penanganan gangguan jiwa
pada lingkungan desa
9 Pengaruh dan dukungan lingkungan tidak
membantu dalam menangani gangguan jiwa pada
klien
10 Masalah hubungan antar tetangga menghambat
keluarga dalam menanggani ganguan jiwa pada
klien
11 Tetangga ikut menasehati untuk tetap
memeriksakan anggota keluarga yang ODGJ
karena biar bagaimanpun keadaannya itu sudah
menjadi kewajiban
12 Tetangga mengingatkan untuk tidak bosan
dengan keadaan yang terjadi dengan anggota
keluarga yang ODGJ karena penyakitnya tidak
kunjung sembuh meskipun diobatkan kemana-
mana
6

C. Kekambuhan

Petunjuk : Jawablah pertanyaan dibawah ini dengan memberi tanda


cheklist (√) yang sesuai dengan data rekam medis:
Ya nilai 2
Tidak nilai 1

No Pertanyaan Jawaban
Ya Tidak
1. Apakah pasien pernah kambuh dalam 1 bulan
terakhir

Anda mungkin juga menyukai