Anda di halaman 1dari 90

PENGARUH TERAPI AKTIVITAS KELOMPOK SOSIALISASI (TAKS)

TERHADAP KEMAMPUAN SOSIALISASI PADA LANSIA


DI PANTI WREDHA SULTAN FATAH DEMAK
TAHUN 2019

SKRIPSI
Diajukansebagian salah satusyaratuntuk
MencapaigelarSarjanaKeperawatan (S-1)

Oleh :
DestiKumalasari
720153057

Pembimbing :

1. Anny Rosiana M,M.Kep.,Ns.Sp.Kep.J


2. Yulisetyaningrum,S.Kep.,Ners.M.Si.Med

PROGRAM STUDI S-1 KEPERAWATAN


UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH KUDUS
TAHUN 2019

i
HALAMAN PERSETUJUAN

Proposal Skripsidenganjudul “PENGARUH TERAPI AKTIVITAS


KELOMPOKSOSIALISASI (TAKS) TERHADAP KEMAMPUAN SOSIALISASI
PADA LANSIA TAHUN 2019” telah mendapat persetujuan oleh pembimbing
Skripsi S1 Keperawatan untuk diajukan dihadapan tim penguji proposal skripsi
pada :
Nama : Desti Kumalasari
NIM : 720153057
Hari :
Tanggal :

Menyetujui,
Pembimbing Utama Pembimbing Anggota

Anny RosianaM, M,.Kep.,Ns.Sp.Kep.J Yulisetyaningrum,S.Kep.,Ns.,M.Si.Med


NIDN : 0616087801 NIDN : 0618048103

Mengetahui,
Universitas Muhammadiyah Kudus
Rektor,

Rusnoto, SKM.,M.Kes.,(Epid)
NIDN : 0621087401

ii
HALAMAN PENGESAHAN

Proposal skripsi dengan judul “PENGARUH TERAPI AKTIVITAS


KELOMPOK SOSIALISASI TERHADAP KEMAMPUAN SOSIALISASI PADA
LANSIA DI PANTI WREDHA SULTAN FATAH DEMAK TAHUN 2019” ini telah
diuji dan disahkan oleh Tim Penguji proposal skripsi Jurusan S1 Keperawatan
Universitas Muhammadiyah Kudus, pada :
Hari :
Tanggal :
Nama : Desti Kumalasari
NIM : 720153057

Menyetujui,
Penguji Utama PengujiAnggota

Anny RosianaM, M,.Kep.,Ns.Sp.Kep.J Rizka Himawan,S.Psi.,M.Psi


NIDN : 0616087801 NIDN : 0601057201

Mengetahui,
Universitas Muhammadiyah Kudus
Rektor,

Rusnoto, SKM.,M.Kes.,(Epid)
NIDN : 0621087401

iii
HALAMAN PERSETUJUAN

Skripsi dengan judul “Pengaruh Terapi Aktivitas Kelompok Sosialisasi


(TAKS) Terhadap Kemampuan Sosialisasi Pada Lansia Di PantiWredha
Sultan Fatah DemakTahun 2019” ini telah disetujui dan diperiksa oleh
pembimbing skripsi untuk dipertahankan dihadapan Tim Penguji Skripsi Jurusan
Keperawatan Universitas Muhammadiyah Kudus pada :
Hari :
Tanggal :
Nama : Desti Kumalasari
NIM : 720153057

Menyetujui,
Pembimbing Utama Pembimbing Anggota

Anny Rosiana M, M,.Kep.,Ns.Sp.Kep.J Yulisetyaningrum,S.Kep.,Ns.,M.Si.Med


NIDN : 0616087801 NIDN : 0618048103

Mengetahui,
Universitas Muhammadiyah Kudus
Rektor,

Rusnoto, SKM.,M.Kes.,(Epid)
NIDN : 0621087401

iv
HALAMAN PENGESAHAN

Skripsi dengan Judul “PENGARUH TERAPI AKTIVITAS KELOMPOK


SOSIALISASI TERHADAP KEMAMPUAN SOSIALISASI PADA LANSIA DI
PANTI WREDHA SULTAN FATAH DEMAK TAHUN 2019” ini telah disetujui
dan diseminarkan dihadapan Tim Penguji Skripsi Universitas Muhammadiyah
Kudus pada :
Hari :
Tanggal :
Nama : Desti Kumalasari
NIM : 720153057

Menyetujui,
Penguji Utama Penguji Anggota

Anny Rosiana M, M,.Kep.,Ns.Sp.Kep.J Sukarmin, M.Kep.Ns.Sp.Kep.MB


NIDN : 0616087801 NIDN : 0607057601

Mengetahui,
Universitas Muhammadiyah Kudus
Rektor,

Rusnoto, SKM.,M.Kes.,(Epid)
NIDN : 0621087401

v
PERNYATAAN

Yang bertandatangan dibawah ini,


Nama : Desti Kumalasari
NIM : 720153057
Prodi : S-1 Keperawatan
Menyatakan bahwa skripsi dengan judul “PENGARUH TERAPI
AKTIVITAS KELOMPOK SOSIALISASI TERHADAP KEMAMPUAN
SOSIALISASI PADA LANSIA DIPANTI WREDHA SULTAN FATAH DEMAK
TAHUN 2019” merupakan:
1. Hasil karya yang dipersiapkan dan disusun sendiri
2. Belum pernah disampaikan untuk mendapatkan gelar S-1 Keperawatan
di Universitas Muhammadiyah Kudus
Oleh karena itu pertanggungjawaban skripsi ini sepenuhnya berada pada
diri saya.
Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenar-benarnya.

Kudus,…..,…..…..,2019
Penyusun

Desti Kumalasari
720153057

vi
MOTTO

Sesungguhnya setelah ada kesusahan itu ada kemudahan maka apabila


kamu telah selesai (dari suatu urusan) kerjakanlah dengan sungguh-
sungguh (urusan) yang lain dan hanya tuhanmulah hendaknya kamu
menggantungkan pengharapan (Q.S Al-Insyiroh : 6-8)

Tunjukkan pada dunia bahwa kita bias meraihnya (Penulis)

Bermimpilah setinggi langit dan capai mimpi itu (Penulis)

vii
DAFTAR RIWAYAT HIDUP

1. Identitas
Nama Lengkap : Desti Kumalasari
Tempat/Tanggal Lahir : Jepara, 15 Desember 1997
Jenis Kelamin : Perempuan
Agama : Islam
Kewarganegaraan : Indonesia
Email : destikumalasari26@gmail.com
Alamat : Ds. Buaran Rt 01 / Rw 03
Kecamatan Mayong Kabupaten Jepara
2. Riwayat Pendidikan :
1. SD Negeri 01 Buaran, Mayong, Jepara : Lulus tahun 2009
2. MTs Kedungombo, Mayong, Jepara : Lulus tahun 2012
3. Smk Islam Al-Hikmah Mayong, Jepara : Lulus tahun 2015
4. Tahun 2015 samapi sekarang tercatat sebagai mahasiswa angkatan ke-7
Prodi S-1 Ilmu Keperawatan Universitas Muhammadiyah Kudus.

JudulSkripsi : PENGARUH TERAPI AKTIVITAS KELOMPOK SOSIALISASI


TERHADAP KEMAMPUAN SOSIALISASI PADA LANSIA DI
PANTI WREDHA SULTAN FATAH DEMAK TAHUN 2019

viii
PERSEMBAHAN

Rasa syukur yang sangat mendalam ini hanya kepada-Mu Ya Allah


Terimaksih atas segala anugrah terindah yang telah kau berikan kepadaku
Ku persembah kansetitik keberhasilanku untuk kepada kedua orang tuaku
(Bapak&Ibu), kakak dan adek tercintaku yang selalu bekerja keras dan berjuang
mencari rizki demi membiayai pendidikanku sampai setinggi ini, memberiku
semangat, cerminan hidup, kekuatan, doa yang setiap hari diberikan, motivasi
secara spiritual dan materi yang sangat banyak sekali.
Terimakasih kepada ibu Anny Rosiana M, M.Kep.,sp.Kep.J dan ibu
Yulisetyaningrum, S.Kep.Ns.,M.Si.Med terimakasih atas bimbingan dan
nasehatnya.
Terimakasih
Kepada
teman-temanku
Nuryana, sukma, sikha, moes, dana, esa, evita, lisna, alfi, siska, riana, willa, azka
yang sudah mensuport dan membantu menemaniku saat penelitian rela bangun
pagi” demi membantuku dalam penelitian kalian terbaik.
Terimakasih teman seperjuanganku S1 Keperawatan angkatan VII, terimakasih
atas kebersamaan dan perjuangan bersama selama 4 tahun ini.
Terimaksih juga kepada seluruh dosen yang sudah memberikan kami bekal ilmu
selama ini.

ix
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Wr. Wb
Alhamdulillah, puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas
segala rahmat, hidayah dan inayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan
karya ini. Shalawat dan salam semoga tercurahkan kepada junjungan kita Nabi
Muhammad SAW, yang membawa kita ke zaman Islamiyyah seperti sekarang
ini.
Laporan skripsi yang berjudul “Pengaruh Terapi Aktivitas Kelompok
Sosialisasi Terhadap Kemampuan Sosialisasi Pada Lansia Di Panti Wredha
Sultan Fatah Demak Tahun 2019” ini dimaksud memenuhi persyaratan
mendapat gelar Strata-1 (S1) yang telah ditetapkan oleh Program Studi
Keperawatan Universitas Muhammadiyah Kudus.
Dalam pembuatan skripsi ini penulis telah mendapatkan bimbingan dan
dukungan dari berbagai pihak sehingga penulis dapat menyelesaikannya dengan
baik.
Dengan ini perkenankanlah penulis menyampaikan rasa hormat dan
terimakasih kepada :
1. Rusnoto, SKM.,M.Kes(epid) selaku Rektor Universitas Muhammadiyah
Kudus.
2. Anny Rosiana M,M.Kep.,sp.Kep.J selaku pembimbing I proposal skripsi ini
yang dengan kesabaran memberikan bimbingan serta arahan kepada
penulis.
3. Yulisetyaningrum,S.Kep.Ns.,M.Si.Med selaku pembimbing II yang
memberikan bimbingan, arahan dan dorongan dalam menyelesaikan
proposal skripsi ini.
4. Pengurus dan Lansia di Panti Wredha Sultan Fatah Demak
5. Kepada Bapak Ibu Dosen Universitas Muhammadiyah Kudus
6. Bapak, Ibu, Kakak dan Adik yang selalu setia mendoakan, menguatkan,
memberi dukungan penuh kepada perjuangan penulis, dan sosok lelaki yang
setia menemani penulis untuk menyelesaikan penyusunan proposal skripsi
ini.
7. Serta rekan-rekan seperjuangan S1 Keperawatan

x
Dalam penyusunan skripsi ini masih banyak kekurangan sehingga penulis
mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun demi kesempurnaan
laporan ini. Penulis juga berharap skripsi ini dapat bermanfaat bagi pembaca,
khususnya pada lingkungan Universitas Muhammadiyah Kudus.

Kudus, Januari 2019


Penulis

Desti Kumalasari

xi
DAFTAR ISI

HALAMAN PERSETUJUAN PROPOSAL SKRIPSI ............................. ii


HALAMAN PENGESAHAN PROPOSAL SKRIPSI............................... iii
HALAMAN PERSETUJUAN SKRIPSI ................................................. iv
HALAMAN PENGESAHAN SKRIPSI ................................................... v
PERNYATAAN .................................................................................... vi
MOTTO................................................................................................ vii
DAFTAR RIWAYAT HIDUP.................................................................. viii
PERSEMBAHAN.................................................................................. ix
KATA PENGANTAR............................................................................. x
DAFTAR ISI.......................................................................................... xi
DAFTAR TABEL................................................................................... xiv
DAFTAR BAGAN.................................................................................. xv
DAFTAR LAMPIRAN............................................................................ xvi
ABSTRAK............................................................................................. xviii
ABSTRACT.......................................................................................... xix
BAB I PENDAHULUAN........................................................................ 1
A. Latar Belakang.......................................................................... 1
B. Rumusan Masalah.................................................................... 6
C. Tujuan Penelitian...................................................................... 7
D. Manfaat Penelitian.................................................................... 7
E. Ruang Lingkup Penelitian......................................................... 8
F. Keaslian Penelitian.................................................................... 8
G. RuangLingkup........................................................................... 10
BAB II TINJAUAN PUSTAKA............................................................... 12
A. Lanjut Usia (Lansia).................................................................. 12
B. Kemampuan Sosialisasi............................................................ 22
C. Terapi Aktivitas Kelompok......................................................... 28
D. Pengaruh terapi aktivitas kelompok terhadap kemampuan
sosialisasi pada lansia............................................................... 36
E. Penelitian Terkait...................................................................... 38
F. Kerangka Teori.......................................................................... 33
BAB III METODOLOGI PENELITIAN................................................... 41

xii
A. Variabel Penelitian.................................................................... 41
B. Hipotesis Penelitian................................................................... 41
C. Kerangka Konsep Penelitian..................................................... 42
D. Rancangan Penelitian............................................................... 42
E. Etika Penelitian......................................................................... 51
F. Jadwal Penelitian...................................................................... 52
BAB IV HASIL PENELITIAN................................................................. 48
A. Gambaran Umum Lokasi Penelitian.......................................... 55
B. Karakteristik Responden........................................................... 56
C. Analisa Univariat....................................................................... 58
D. Analisa Bivariat......................................................................... 59
BAB V PEMBAHASAN......................................................................... 61
A. Analisa Univariat....................................................................... 61
B. Kemampuan Sosialisasi Sebelum dan Sesudah pada
kelompok intervensi.................................................................. 61
C. Kemampuan Sosialisasi Sebelum dan Sesudah pada
Kelompok Kontrol ..................................................................... 62
D. Analisa Bivariat......................................................................... 64
E. Pengaruh terapi aktivitas kelompok sosialisasi terhadap
kemampuan sosialisasi pre test dan post test pada kelompok
intervensi .................................................................................. 64
F. Post test terapi aktivitas kelompok sosialisasi pada kelompok
G. intervensi dan kontrol................................................................ 64
H. Keterbatasan Penelitian............................................................ 66
BAB VI PENUTUP................................................................................ 67
A. Kesimpulan............................................................................... 67
B. Saran........................................................................................ 68
DAFTAR PUSTAKA.............................................................................. 69
LAMPIRAN

xiii
DAFTAR TABEL

Tabel 1.1 Keaslian Penelitian.................................................................... 8


Tabel 3.1 Kerangka konsep penelitian….................................................. 42
Tabel 3.1 Rancangan Penelitian Pre test-Post Test Whit Control Group. . 42
Tabel 3.1 Definisi Operasional Variabel…................................................. 45
Tabel 3.2 Kisi-kisi kuesioner tentang Kemampuan Sosialisasi pada
lansia......................................................................................... 47
Tabel 4.1 Distribusi Frekuensi Karakteristik Responden Berdasarkan
Usia Kelompok Intervensi dan Kontrol dengan Kemampuan
Sosialisasi pada Lansiadi Panti Wredha Sultan Fatah Demak
tahun 2019 (N=30)................................................................... 55
Tabel 4.2 Distribusi Frekuensi Karakteristik Responden Berdasarkan
Jenis Kelamin Kelompok Intervensi dan Kontrol dengan
Kemampuan Sosialisasi pada Lansia di Panti Wredha Sultan
Fatah Demak tahun 2019.......................................................... 56
.................................................................................................. 48
Tabel 4.3 Distribusi Frekuensi Karakteristik Responden Berdasarkan
Pendidikan Terakhir Kelompok Intervensi dengan
Kemampuan Sosialisasi pada Lansia di Panti Wredha
Sultan Fatah DemakTahun 2019...............................................
Tabel 4.4 Distribusi Frekuensi Berdasarkan Kemampuan Sosialisasi
Sebelum dan Sesudah Dilakukan Pemberian Terapi Aktivitas
Kelompok Sosialisasi pada Kelompok Intervensi Lansia di
Panti Wredha Sultan Fatah DemakTahun 2019........................
Tabel 4.5 Distribusi Frekuensi Berdasarkan Kemampuan Sosialisasi
Sebelum dan Sesudah tanpa Dilakukan Pemberian Terapi
Aktivitas Kelompok Sosialisasi pada Kelompok Kontrol Lansia
di Panti Wredha Sultan Fatah Demak Tahun 2019...................
Tabel 4.6 Hasil Uji Wilcoxon Perbedaan Kemampuan Sosialisasi
Responden Sebelum dan Sesudah Pre-Test dan Post-Test di
berikan Perlakuan Pada Lansia di Panti Wredha Sultan Fatah
Demak tahun 2019....................................................................

xiv
Tabel 4.7 Uji Mann-Whitney PerbedaanPost-Test Pada Kelompok
Intervensi Dan Kelompok Kontrol..............................................

DAFTAR BAGAN

Bagan 2.1 KerangkaTeori.................................................................40

Bagan 3.1 KerangkaKonsep.............................................................42

xv
DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Surat Permohonan Pengambilan Data Awal (Studi Pendahuluan)


Lampiran 2 Surat Balasan dari Tempat Penelitian
Lampiran 3 Surat Permohonan Melakukan Penelitian
Lampiran 4 Surat Balasan dari Tempat Penelitian
Lampiran 5 Surat Permohonan Calon Responden
Lampiran 6 Lembar Persetujuan Menjadi Responden
Lampiran 7 Lembar Angket Penelitian
Lampiran 8 Buku Modul TAKS
Lampiran 9 Lembar Evaluasi TAKS
Lampiran 10 Jadwal Penelitian
Lampiran 11 Lembar Konsul
Lampiran 12 Hasil Tabulasi
Lampiran 13 Analisa Univariat
Lampiran 14 Analisa Bivariat

xvi
Universitas Muhammadiyah Kudus
Program Studi S-1 Keperawatan
Skripsi Keperawatan, 2019

ABSTRAK
PENGARUH TERAPI AKTIVITAS KELOMPOK SOSIALISASI
TERHADAP KEMAMPUAN SOSIALISASI PADA LANSIA DIPANTI
WREDHA SULTAN FATAH DEMAK TAHUN 2019

Desti Kumalasari1, AnnyRosiana M2, Yulisetyaningrum3


Xviii+69 halaman, + 12 tabel, + 12 lampiran

LatarBelakang: Orang lanjut usia dengan gangguan psikologis mengalami


kurang mampu bersosialisasi secara afektif, kognitif, psikomotor, karena lansia
mengalami gangguan sosial, menarik diri, tidak mau bergaul dengan teman baru,
merasa kesepian. Psikoterapi terapi aktivitas kelompok sosialisasi dapat
meningkatkan kemampuan sosialisasi.
Tujuan: menganalisis pengaruh terapi aktivitas kelompok sosialisasi terhadap
kemampuan sosialisasi pada lansia di panti wredha sultan fatah demak tahun
2019.
Metode: Quasy-experiment, Nonequivalent kontrol group pre test– post test.
Sampel 30 responden, dibagi menjadi dua kelompok yaitu 15 kelompok kontrol
dan 15 kelompok perlakuan, teknik sampel non probalility sampling berupa
purposive sampling. Analisa data menggunakan analisa univariat dan bivariat, uji
pengaruh penelitian menggunakan Uji Wilxocon dan Mann Whitney. Hasil uji
wilxocon diperoleh nilai p-value = 0,001 <α 0,05 (dengan demikian H0 ditolak
atau Ha diterima) sedangkan uji beda Mann Whitney diperoleh p-value 0,007 <
0,05.
Hasil Penelitian: Menunjukkan adalah ada pengaruh terapi aktivitas kelompok
sosialisasi terhadap kemampuan sosialisasi pada lansia di panti wredha sultan
fatah demak. Hasil uji mann-whitney menunjukkan bahwa terdapat perbedaan
yang signifikan dengan demikian terdapat perbedaan kemampuan sosialisasi
sebelum dan sesudah diberikan terapi pada kelompok intervensi dan kontrol.
Hasil penelitian ini dapat menjadi masukan sebagai saran unutuk meningkatkan
kemampuan sosialisasi pada lansia.
Kesimpulan: Ada pengaruh terapi aktivitas kelompok sosialisasi terhadap
kemampuan sosialisasi pada lansia dipanti wredha sultan fatah demak tahun
2019.

Kata Kunci: Lansia, Terapi Aktivitas kelompok Sosialiasi


Pustaka: 30 (2008-2017)
1
Mahasiswa Universitas Muhammadiyah Kudus
2
Dosen Pembimbing I Universitas Muhammadiyah Kudus

xvii
3
Dosen Pembimbing II Universitas Muhammadiyah Kudus

University Muhammadiyah Kudus


S-1 Study Program of Nursing
Nursing Essay, 2019

ABSTRACT
EFFECT OF THERAPY ACTIVITIES GROUP SOCIALIZATION ON THE
ABILITY OF SOCIALIZATION ON ELDERLY IN PANTI WREDHA
SULTA FATAH DEMAK IN THE 2019

Desti Kumalasari1, Anny Rosiana M2, Yuli Setyaningrum3


Xviii+69 page, + 12 table, + 12 attachments

Background: Older people with psychiatric disorders experience less aable to


socialize in an affective, cognitive, psychomotor because the elderly experience
social social problems, withdraw themselves, don't want to hang out with new
friends, feel lonely. Psychotherapy therapy activities group socialization can
improve socialization skills.
Objective: analyze effect of therapy activities group socialization on the ability of
socialization on elderly in panti wredha sultafatah demak year 2019.
Method: Quasy-experiment, Nonequivalent control group pre test - post test,
Sample of 30 respondents, divided into two groups namely 15 control groups and
15 treatment groups, sample technique non probalility sampling in the form of
purposive sampling. Analyze data using univariate and bivariate analysis,
research effect test using Wilxocon and Mann Whitney Tests. Wilxocon test
results obtained values p-value = 0.001 <α 0.05 (thus H0 is rejected or Ha is
accepted) while the Mann Whitney difference test is obtained p-value 0.007
<0.05. Research result: The show is there effect of therapy activities group
socialization on the ability of socialization on elderly in
pantiwredhasultafatahdemak. Mann-Whitney's test shows that there are
significant differences, so there are differences in socialization skills before and
after therapy in the intervention and control groups. The results of this study can
be input as a suggestion to increase the socialization capabilities of the elderly.
Conclusion: Effect of therapy activities group socialization on the ability of
socialization on elderly in pantiwredhasultafatahdemak in the 2019

Key Word: Elderly, Therapy Activities Group Socialization


Literature: 30 (2008-2017)
1
Student of Nursing University Muhammadiyah Kudus
2
Lecturer of Nursing University Muhammadiyah Kudus
3
Lecturer of Nursing University Muhammadiyah Kudus

xviii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Menurut ilmu gerontologi lanjut usia bukanlah suatu penyakit, melainkan
suatu masa atau tahap hidup manusia yang merupakan kelanjutan dari usia
dewasa dan merupakan tahapan perkembangan normal yang akan dialami
oleh setiap individu yang mencapai usia lanjut tersebut. (Lubis, 2013)
Lansia dikatakan sebagai tahap akhir perkembangan pada daur
kehidupan manusia. Menurut UU No. 13 / Tahun 1998 tentang Kesejahtraan
lansia disebutkan bahwa lansia adalah seseorang yang telah mencapai usia
60 tahun. (Dewi, 2014)
Penuaan penduduk terkait transisi demografi dan epidemiologi lansia.
Penuaan penduduk telah berangsur secara pesat, terutama dinegara
berkembang pada decade pertamaabad millennium. Data Komnaslansia
(2011) di Indonesia terjadi percepatan peningkatan penduduk lansia secaras
ignifikan. Tercatat 7,18% (14,4 juta orang) ditahun 2000, Angka ini meningkat
menjadi 69,43 tahun pada 2010 (dengan persentase populasi lansia adalah
7,56%) dan pada tahun 2011 menjadi 69,65 tahun (dengan persentase
populasi lansia adalah 7,58%), dan diperkirakan akan menjadi 11,34% (28,8
juta orang) pada 2020 (Sunaryo. dkk, 2015). (kementrian Kesehatan, 2013).
Berdasarkan data BPS (2010) jumlah lanjut usia di Jawa Tengan saat ini
sebesar 3.389.300 jiwa (usia 60 tahun keatas) atau sebesar 10,5% dari total
penduduk Jawa Tengah 32.234.600 jiwa. Sedangkan pada tahun 2013 jumlah
penduduk usia lanjut (usia di atas 50 tahun) di Jawa Tengah sebanyak
13,89%.
Menurut WHO tahun 1999 dalam menggolongkan lanjut usia berdasarkan
usia kronologis atau biologis menjadi 4 kelompok yaitu usia pertengahan
(middle age) antara usia 45 sampai 59 tahun, lanjut usia (elderly) berusia
antara 60 dan 74 tahun, lanjut usia tua (old) usia 70-90 tahun, dan usia sangat
tua (very old) diatas 90 tahun. Sedangkan nugroho 2000 menyimpulkan

xix
pembagian umur berdasarkan pendapat beberapa ahli, bahwa yang di sebut
lanjut usia adalah orang yang telah berumur 65 tahun keatas. (Azizah, 2011)
Pertumbuhan penduduk lanjut usia di Indonesia (lansia) di prediksi akan
meningkat cepat di masa yang akan datang terutama di Negara-negara
berkembang. Indonesia sebagai salah satu negara berkembang juga akan
mengalami ledakan jumlah penduduk lansia, kelompok umur 0-14 tahun dan
14-49 berdasarkan proyeksi 2010-2035 menurun. Sedangkan kelompok umur
lansia (50-64 tahun dan 65+)berdasarkan proyeksi 2010-2035 terus
meningkat.(kementrian Kesehatan, 2013)
Dengan bertambahnya umur penduduk lanjut usia secara biologis akan
mengalami proses degeneratif (penuaan) secara terus menerus.(Kementerian
Kesehatan, 2017). Dengan bertambahnya usia, mereka akan mengalami
degeneratif baik dari segi fisik maupun psikologis. Secara fisik orang lanjut
usia atau yang di sebut lansia, akan mengalami kemunduran fungsi alat
tubuh, atau disebut juga dengan proses degeneratif. Orang lansia akan
terlihat dari kulit yang mulai keriput, berkurangnya fungsi pendengaran dan
penglihatan, tidak dapat bergerak dengan cepat lagi, mudah merasa lelah,
rambut menipis dan memutih, mudah terserang penyakit karena daya tahan
tubuh berkurang. Secara psikologis lansia menjadi mudah lupa, serta
berkurangnya kegiatan dan interaksi, mengalami rasa kesepian, kebosanan
dan yang lainnya. Apalagi jika kehilangan pekerjaan, menderita post power
syndrome, berkurangnya peran dalam keluarga atau masyarakat (Darmojo
dan Martono, 2010)
Menurut undang-undang Nomor 13 Tahun 1998 tentang kesejahtraan
lanjut usia pada bab 1 pasal 1 ayat 2 menyebutkan bahwa lanjut usia adalah
mereka yang telah memasuki usia 60 tahun keatas. Perubahan-perubahan
dalam kehidupan yang harus dirasakan oleh individu usia lanjut khususnya
berpotensi menjadi tekanan dalam hidupnya karena menjadi tua adalah suatu
hal yang berkaitan dengan kelemahan,ketidakberdayaan, kemunduran
terutama pada fungsi-fungsi fisik, sosial, ekonomi, psikologi, dan munculnya
penyakit-penyakit. Pada masa ini manusia berpotensi mempunyai masalah-
masalah kesehatan umum, kesehatan jiwa, maupun masalah sosialisasi
dalam masyarakat (Padila, 2013).
Pada seseorang yang memasuki masa lanjutusia, terjadi berbagai macam
perubahan system tubuh pada lansia dan mengakibatkan lansia mengalami

xx
penurunan kemampuan aktivitas fisik, baik yang bersifat fisik, mental, maupun
sosial. (Indriana, 2012). Perubahan penampilan fisik yang tidak diinginkan,
menyebabkan lansia tidak produktif lagi dalam peransosial dan ekonomi.
Keadaan ini merupakan suatu stressor yang dapat menimbulkan perasaan
yang negative bagi lansia yaitu perasaan tidak berdaya, tidak berguna,
terisolasi dan merasa terasingkan sehingga lansia akan meminimalkan
interaksi dengan orang lain. Hal ini akan berpengaruh terhadap kesehatan
jiwa pada lansia. (Sumaila, 2015)
Perubahan sosial yang terjadi pada lanjut usia antara lain yaitu adanya
penurunan aktivitas yang menurun pada lanjut usia, biasanya berkaitan
dengan menurunnya kemampuan fisik dibandingkan usia sebelumnya.
Keterikatan sosial yang mengalami penurunan misalnya, interaksi antar orang
lanjut usia dengan orang-orang yang ditemuinya dalam kehidupan sehari-
hari(Indriana, 2012)
Perubahan sosial yang dapat di alami lansia adalah perubahan status dan
perannya dalam kelompok atau masyarakat. Kehilangan pasangan hidup,
keluarga dan teman. Lansia yang tidak siap dengan perubahan fisik, sosial
dan perannya akan berdampak pada psikologisnya. Salah satu penyebab
adanya penyakit fisik yang serius khususnya yang berkaitan dengan otak
serta tinggal di tempat khusus seperti panti sosial dapat mengakibatkan lansia
mengalami perubahan perilaku. Perubahan perilaku yang berkaitan dengan
emosi berupa perasaan sedih, takut, marah, merasa tidak berdaya, merasa
tidak berguna, dan merasa terasingkan. Perubahan ini merupakan indikator
adanya masalah psikososial pada lansia.(Sumaila, 2015)
Menurut Departemen Sosial RI (2010), upaya yang telah dilakukan oleh
pemerintah untuk memberikan kesejahtraan pada lanjut usia khususnya pada
lanjut usia yang terlantar salah satunya adalah dengan memberikan program
pelayanan dalam panti sosial tresna wredha dengan harapan lanjut usia dapat
menikmati masa hidupnya dengan rasa aman, tentram lahir dan batin. Panti
Wredha merupakan unit pelaksanaan teknis dibidang pembinaan
kesejahtraan sosial bagi lanjut usia berupa pemberian penampungan, jaminan
hidup seperti makanan dan pakaian, pemeliharaan kesehatan, pengisian
waktu luang, bimbingan sosial, mental serta spiritual. Sehingga lansia dapat
menikmati hari tuanya dengan ketentraman lahir dan batin. Selain dampak
positif yang ditimbulkan oleh panti juga terdapat kondisi bahwa didalam panti

xxi
dimana individu sangat renggang membuat hidupnya terasa sepi. Semua
kegiatan telah di atur dan mobilitas setiap individu dibatasi, interaksi sosial
terbatas, terlebih lagi hubungan antara lansia dan keluarganya terputus sejak
ia masuk ke panti sosial, sehingga lansia merasa hidupnya di panti seperti di
isolasi sosial.
Menurut Stuart Dan Sundenn, Surtiningrum dalam Sumaila (2015) bahwa
pemutusan proses hubungan terkait dengan ketidakmampuan individu
terhadap hubungan yang disebabkan oleh kurangnya peranserta, respon
lingkungan yang negatif. Ketidakmampuan individu dalam mempertahankan
hubungan interpersonal yang positif dapat mengakibatkan stres. Stres yang
meningkat dapat mengakibatkan reaksi yang negatif dan dapat
mengakibatkan gangguan dalam kehidupan sehari-hari, hal ini dapat
mengakibatkan munculnya gejala gangguan kesadaran dan gangguan
perhatian. Kumpulan tanda dan gejala tersebut disebut sebagai ganguan jiwa.
Fenomena sosialisasi yang terjadi pada lansia di panti tidak dapat di
pungkiri jika lanjut usia yang tinggal di panti kurang dapat melakuakan
sosialisasi dengan orang-oarang disekitarnya baik dengan teman sesame
lansia ataupun dengan pengurus. Sebagai contoh informasi yang didapatkan
dari pengurus panti wredha sultan fatah demak bahwa ada beberapa lanj
utusia yang tinggal di panti wredha mengalami kesulitan beradaptasi,
terhambatnya dalam berkomunikasi yang baik dengan penghuni lainnya, tidak
mau berbicara atau mengobrol sebelum di ajak berbicara terlebih dulu dan
tidak dapat mengikuti dengan baik kegiatan-kegiatan yang diadakan oleh panti
wredha.
Pelayanan keperawatan yang dilaksanakan di panti wredha hanya meliputi
pemenuhan kebutuhan dasar saja seperti pemenuhan kebutuhan nutrisi,
eliminasi, dan aktivitas serta pemeriksaan kesehatan umum. Sedangkan
pelayanan keperawatan psikososial seperti melatih kemampuan sosialisasi
untuk meningkatkan hubungan interpersonal pada lansia masih kurang dan
belum ada bentuk terapi seperti aktivitas kelompok yang dapat membantu dan
memfasilitasi lansia untuk mampu bersosialisasi terhadap sesama lansia.
Mengingat dampak psikologis yang dapat terjadi pada lansia maka harus
dilakukan pencegahan agar dapat mencegah terjadi masalah psikologi lansia
yang dapat mengarah pada gangguan kesehatan jiwanya, maka dari itu akan

xxii
di lakuakan terapi aktivitas kelompok terhadap lansia yang bertujuan untuk
meningkatkan kemampuan sosialisasinya.
Terapi aktivitas kelompok merupakan salah satu terapi modalitas yang
dilakukan perawat dalam sekelompok klien yang mengalami keperawatan
yang sama. Aktivitas digunakan sebagai terapi dan kelompok digunakan
sebagai target asuhan. Di dalam kelompok terjadi dinamika interaksi saling
bergantung, saling berinteraksi sesama teman, berbagi cerita dengan teman,
saling membutuhkan, dan menjadi laboratorium tempat klien berlatih perilaku
baru yang adaptif untuk memperbaiki perilaku lama yang maladaptif. TAK
sosialisasi dilaksanakan dengan membantu klien melakuakan sosialisasi
dengan individu yang ada disekitar klien. Sosialisasi dapat pula dilakukan
secara bertahap dari interpersonal (satu dan satu), kelompok, dan massa.
Aktivitas dapat berupa latihan sosialisasi dalam kelompokmembantu lansia
untuk melakukan sosialisasi dengan individu yang ada disekitarnya (Keliat,
2014). Pemberian TAKS pada lansia yang mengalami menarik diri di panti
wredha diharapkan dapat meningkatkan kemampuan interaksi sosialnya.
Terapi aktivitas kelompok dibagi menjadi empat yaitu terapi aktivitas kelompok
stimulasi kognitif/persepsi, terapi aktivitas kelompok stimulasi sensori, terapi
aktivitas kelompok orientasi realita, terapi aktivitas kelompok sosialisasi.
(Purwaningsih, 2010)
Hasil penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Wahyu Elok Pambudi
(2017) yang berjudul Pengaruh Terapi Aktivitas Kelompok Sosialisasi (TAKS)
Terhadap Kemampuan Sosial pada Lansia dengan Kesepian di Pelayanan
Sosial Lanjut Usia (PSLU) Jember. Hasi penelitian terdapat data dianalisi
menggunakan uji t dependen, dengan kenaikan nilai rata-rata kemampuan
interaksi sosial sebesar 14,11 (22,31 – 37,32). Kemampuan interaksi sosial
lansia dengan kesepian setelah TAKS adalah 94,7% memiliki ke mampuan
interaksi sosial baik. Hasil ini menunjukan nilai p = 0,0005 (CI 95%).
Kesimpulan dari hasil penelitian adalah adanya pengaruh yang sangat amat
bermakna antara TAKS terhadap kemampuan interaksi sosial pada lansia
dengan kesepian di PSLU Jember. Rekomendasi penelitian ini adalah TAKS
direkomendasikan pada lansia dengan kesepian untuk meningkatkan
kemampuan interaksi sosialnya.
Survei pendahuluan yang dilakukan peneliti pada tanggal 15 November
2018 di Panti Wredha Sultan Fatah Demak di dapatkan data bahwa panti

xxiii
wredha ini memiliki 30 penghuni lansia, 12 lansia laki-laki dan 18 lansia
perempuan. Saat pengambilan data awal, latar belakang masalah yang
dialami lansia dipanti ini sehingga harus tinggal dipanti adalah karena faktor
ekonomi keluarganya yang miskin dan juga terlantar tidak ada sanak
keluarganya. Hasil wawancara dengan pengurus panti Wredha Sultan Fatah
Demak diketahui masalah sosialisasi yang dialami lansia disebabkkan karena
lansia masih kurang menunjukan rasa kebersamaan sesama lansia. Masalah
sosialisasi yang kurang dapat menyebabkan lansia merasa terasingkan,
danmerasa sendiri,perasaan sendiri itulah ditunjukkan lansia di panti wredha
sultan fatah demak dengan menyendiri, menjauh dari lansia lain, melamun di
tempat yang sepi seorang diri. Dan didapatkan9 dari 14 lansia ketika diajak
berbicara hanya diam dan tersenyum, dan ada juga ketika ditanya apakah
sering berbincang-bincang dengan teman sekamar atau teman yang ada di
panti lansia menjawab kadang-kadang dan bahkan ada yang tidak jika tidak di
ajak berbicara terlebih dulu oleh lansia lain.
Penggunaan terapi aktivitas kelompok dapat memberikan dampak positif dan
dapat meningkatkan perilaku adaptif serta mengurangi perilaku maladaptif
terutama pada klien yang menarik diri dari hubungan sosial dilingkungan
sekitarnya, Jenis TAK yang paling tepat digunakan untuk meningkatkan
kemampuan sosialisasi adalah TAK sosialisasi. TAK sosialisasi adalah upaya
memfasilitasi kemampuan sosialisasi sejumlah klien dengan masalah
hubungan sosial. (Keliat B. A., 2014)
Berdasarkan penjelasan diatas, maka penulis tertarik untuk melakuakan
penelitian dengan judul ’’Pengaruh Terapi Aktivitas Kelompok Sosialisasi
(TAKS) terhadap Kemampuan Sosialisasi pada Lansia di Panti Wredha Sultan
Fatah Demak”Tahun 2019.

B. Rumusan Masalah
Dari latar belakang tersebut maka penulis membentuk suatu rumusan
masalah penelitian ini yaitu bagaimana pengaruh terapi aktivitas kelompok
sosialisasi (TAKS) terhadap kemampuan sosialisasi pada lansia di Panti
Wredha Sultan Fatah DemakTahun 2019.

xxiv
C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Untuk mengetahui pengaruh terapi aktivitas kelompok sosialisasi (TAKS)
terhadap kemampuan sosialisasi pada lansia di Panti Wredha Sultan Fatah
DemakTahun 2019.
2. Tujuan khusus
a. Mengetahui kemampuan sosialisasi pada lansia sebelum dan sesudah
diberikan terapi aktivitas kelompok sosialisasi pada kelompok intervensi.
b. Mengetahui perbedaankemampuan sosialisasi pada lansia sebelum dan
sesudah diberikan terapi aktivitas kelompok sosialisasi pada kelompok
intervensi dan kontrol.
c. Menganalisa perbedaan pengaruh terapi aktivitas kelompok terhadap
kemampuan sosialisasi pada kelompok intervensi dan kontrol di Panti
Wredha Sultan Fatah DemakTahun 2019.

D. Manfaat Penelitian
1. Bagi Penulis.
a. Hasil penelitian diharapkan peneliti dapat meningkatkan pengetahuan
tentang terapi aktivitas kelompok sosialisasi pada lansia
b. Penelitian ini sangat berguna dan bisa menjadi acuan referensi dalam
membuat riset dan sebagai dasar untuk penelitian lebih lanjut.
2. Bagi Masyarakat
Hasil penelitian ini dapat menjadikan masukan menambah pengetahuan
tentang pengaruh terapi aktivitas kelompok sosialisasi (TAKS) terhadap
kemampuan sosialisasi pada lansia di Panti Wredha Sultan Fatah Demak.
3. Bagi institusi pendidikan.
Hasil penelitian ini dapat menjadikan masukan untuk pengetahuan tentang
pengaruh terapi aktivitas kelompok sosialisasi (TAKS) terhadap
kemampuan sosialisasi pada lansia di Panti Wredha Sultan Fatah Demak.
4. Bagi Universitas Muhammadiyah Kudus
a. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi ilmiah
bagimahasiswa Universitas Muhammadiyah Kudus

xxv
b. Sebagai tambahan kepustakaan atau dokumentasi dalam
pengembangan ilmu kesehatan.

E. Ruang Lingkup Penelitian


1. Lingkup Masalah
Masalah yang dikaji Pengaruh Terapi Aktivitas Kelompok sosialisasi
terhadap Kemampuan Sosialisasi pada Lansia di Panti Wredha Sultan
Fatah DemakTahun 2019.
2. Lingkup Materi
Lingkup materi dalam penelitian ini adalah pengetahuan tentang Pengaruh
Terapi Aktivitas KelompokSosialisasi (TAKS) terhadap Kemampuan
Sosialisasi pada Lansia di Panti Wredha Sultan Fatah Demak Tahun2019.
3. Lingkup Keilmuan
KelompokSosialisasi
4. Lingkup Lokasi
Penelitian ini dilakukan di Panti Wredha Sultan Fatah Demak.
5. Lingkup sasaran
Sasaran dalam penelitian ini adalah lansia di Panti Wredha Sultan Fatah
Demak.
F. Keaslian Penelitian
Keaslian dari penelitian yang dilakukan penulis berjudul “Pengaruh Terapi
Aktivitas KelompokSosialisasi (TAKS) terhadap Kemampuan Sosialisasi pada
Lansia di Panti Wredha Sultan Fatah DemakTahun 2019”. Belum pernah
dilakukan penelitian yang serupa sebelumnya. Adapun penelitian sejenis yang
pernah dilakukan adalah:

Table 1.1
Keaslian Penelitian
No Peneliti Judul MetodePeneli Hasil Perbedaan
ti penelitian
1. Wahyu Pengaruh pra Hasil analisis Perbedaan
ElokPa Terapi Aktivitas experimental data penelitian dari
mbudi Kelompok menunjukkan penelitian
Sosialisasi Terdapat ini adalah
Tahun (TAKS) perbedaan dari metode
2015 terhadap nilai penelitian,
Kemampuan kemampuanin variabel,
Interaksi Sosial teraksi renponden

xxvi
pada Lansia Sosia llansia dan tempat
dengan sebelum dan penelitian
Kesepian di sesudah
Pelayanan diberikan
Sosial Lanjut TAKS.
Usia (PSLU) Perubahan
Jember nilai rata-rata
kemampuan
Interaksi
sebelum
TAKS
sebanyak
23,21
(kemampuan
interaksi
social cukup)
dan sesudah
TAKS
sebanyak
37,32
(kemampuan
interaksi
Sosial baik),
yang berarti
pemberian
TAKS
Berpengaruh
terhadap
kemampuan
interaksi
Sosial lansia
dengan
kesepian.
Hasil uji
statistik
dengandepen
dent
t-test
didapatkan
nilaip =0,0005
(CI 95%) yang
berarti
terdapat
pengaruhpem
berian TAKS
terhadap
kemampuan
interaksi
social lansia
dengan
kesepian. Nilai
p = 0,0005
(CI 95%)
menunjukkan
tingkat
kemaknaan
hasil amat
sangat

xxvii
bermakna.
Kesimpulan
dari
pernyataan
tersebut
adalah Ha
diterima dan
Membuktikan
terdapat
pengaruh
yang
signifikan
antara TAKS
terhadap
kemampuan
interaksi
social lansia
dengan
kesepian di
PSLU Jember.
2. GustiAy HUBUNGAN Penelitian Hasil analisis Perbedaan
u Trisna DUKUNGAN kuantitatif menunjukkanb dari
Parasari SOSIAL dengan ahwa ada penelitian
KELUARGA pendekatan hubungan ini adalah
Tahun DENGAN korelasional yang metode
2015 TINGKAT signifikan penelitian,
DEPRESI antara dari variabel
PADA LANSIA dukungan ,renponden,
DI social tempat
KELURAHAN keluarga penelitian
SADING dengan dan metode
tingkat depresi penelitian
(p = 0,000; p <
0,05).
Koefisienkorel
asi r = -0,847
sehingga
dapat
disimpulkan
dukungan
social
keluarga
memilik
ihubungan
yang
berlawanan
arah dengan
tingkat
depresi.

G. Ruang Lingkup
1. Ruang lingkup waktu
Waktu penelitian dilaksanakan bulan januari sampai Februari 2019
2. Ruang lingkup tempat

xxviii
Penelitian ini dilakukan di Panti Werdha Sultan Fatah Demak

3. Ruang lingkup materi


Ruang lingkup materi dalam penelitian ini adalah mengkaji tentang
pengaruh terapi aktivitas kelompok sosialisasi terhadap (TAKS) terhadap
kemampuan sosialisasi pada lansia

xxix
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Lanjut Usia (Lansia)

1. pengertian Lanjut Usia (Lansia)


Lanjut usia adalah bagian dari proses tumbuh kembang. Manusia tidak
secara tiba-tiba menjadi tua, tetapi berkembang dari bayi, anak-anak,
dewasa dan akhirnya menjadi tua. Hal ini normal, dengan perubahan fisik
dan tingkah laku yang dapat diramalkan yang dapat terjadi pada semua
orang pada saat mereka mencapai usia tahap perkembangan kronologis
tertentu. Lansia merupakan suatu proses alami yang ditentukan oleh tuhan
yang maha esa. Semua orang akan mengalami proses menjadi tua dan
masa tua merupakan masa hidup manusia yang terakhir. Dimasa ini
seseorang mengalami kemunduran fisik, mental dan sosial secara
bertahap. (Azizah, 2011)
Menjadi tua adalah suatu proses menghilangnya secara perlahan-lahan
kemampuan jaringan untuk memperbaiki diri atau mengganti dan
mempertahankan fungsi normalnya sehingga tidak dapat bertahan
terhadap infeksi dan memperbaiki kerusakan yang diderita, hal ini
merupakan proses yang terus-menerus (berlanjut) secara alami.
(Bandiyah, 2009)
Menurut ilmu gerontologi lanjut usia bukanlah suatu penyakit, melainkan
suatu masa atau tahap hidup manusia yang merupakan kelanjutan dari
usia dewasa dan merupakan tahapan perkembangan normal yang akan
dialami oleh setiap individu yang mencapai usia lanjut tersebut. (Lubis,
2013)
Lansia dikatakan sebagai tahap akhir perkembangan pada daur kehidupan
manusia. Menurut UU No. 13 / Tahun 1998 tentang Kesejahtraan Lansia
disebutkan bahwa lansia adalah seseorang yang telah mencapai usia 60
tahun. (Dewi, 2014)
2. Klasifikasi Lansia
Klasifikasi berikut ini adalah lima klasifikasi pada lansia berdasarkan
Depkes RI (2003) dalam Maryam dkk (2008) yang terdiri dari: Pralansia

1
2

(prasenilis) yaitu seseorang yang berusia antara 45-59 tahun, lansia yaitu
seseorang yang berusia 60 tahun atau lebih, lansia risiko tinggi yaitu
seseorang yang berusia 70 tahun atau lebih/ seseorang yang berusia 60
tahun atau lebih dengan masalah kesehatan, lansia potensial yaitu lansia
yang masih mampu melakukan pekerjaan atau kegiatan yang
menghasilkan barang atau jasa, lansia tidak potensial yaitu lansia yang
tidak berdaya mencari nafkah, sehingga hidupnya bergantung pada
bantuan orang lain.
3. Karakteristik Lansia
Lansia memiliki karakteristik sebagai berikut: Berusia lebih dari 60 tahun
(sesuai dengan pasal 1 ayat (2) UU No. 13 tentang kesehatan), kebutuhan
dan masalah yang bervariasi dari rentang sehat samapi sakit, dari
kebutuhan biopsikososial samapi spiritual, serta dari kondisi adaptif hingga
kondisi maladaptif, lingkungan tempat tinggal bervariasi. (Maryam, 2008)
4. Batasan-batasan Lanjut Usia (Lansia)
Menurut Organisasi Kesehatan Dunia dalam Bandiyah tahun 2009
menggolongkan lanjut usia berdasarkan usia kronologis atau biologis
menjadi 4 kelompok yaitu : Usia pertengahan (middle age) antara usia 45-
59 tahun, Lanjut usia (elderly) usia antara 60-74 tahun, Lanjut usia tua
(old) usia antara 76-90 tahun, Usia sangat tua (very old) usia diatas 90
tahun.
Menurut Prof Dr. Ny Sumiati Ahmad Mohamad dalam Bandiyah 2009
membagi Periodisasi biologis perkembangan manusia menjadi 6 yaitu : 0-1
tahun (masa bayi), 1-6 tahun (masa pra sekolah), 6-10 tahun (masa
sekolah), 10-20 tahun (masa pubertas), 40-65 tahun (masa setengah
umur/prasenium), 65 tahun ke atas (masa lanjut usia/senium).
Menurut Prof. Dr. Koesmanto Setyonegoro dalam Azizah tahun 2011, lanjut
usia dikelompokkan menjadi usia dewasa muda (edrly adulhood), 25-29
tahun, usia dewasa penuh (middle years) atau maturitas 30-65 tahun, lanjut
usia (geriatric age) lebih dari 65 tahun atau 70 tahun yang dibagi lagi
dengan 70-75 tahun (young old), 75-80 tahun (old), lebih dari 80 tahun
(very old).

5. Faktor-faktor yang mempengaruhi penuaan


a. Hereditas – keturunan /genetik
3

b. Nutrisi – makanan
c. Status kesehatan
d. Lingkungan
e. Stress
6. Tipe-tipe Lanjut Usia (Lansia)
Menurut Azizah tahun 2011, ada 5 tipe lansia yaitu :
a. Tipe arif bijaksana
Kaya dengan hikmah pengalaman menyesuaikan diri dengan perubahan
jaman, mempunyai kesibukan, bersikap ramah, rendah hati, sederhana,
dermawan, memenuhi undangan, dan menjadi panutan.
b. Tipe mandiri
Mengganti kegiatan-kegiatan yang hilang dengan kegiatan-kegiatan
yang baru, selektif dalam mencari pekerjaan, teman pergaulan, serta
memenuhi undangan.
c. Tipe tidak puas
Konflik lahir batin menentang proses ketuaan, yang menyebabkan
kehilangan kecantikan, kehilangan daya tarik jasmani, kehilangan
kekuasaan, status, teman yang disayangi, pemarah, tidak sabar, mudah
tersinggung, menuntut, sulit dilayani dan pengkritik.
d. Tipe pasrah
Menerima dan menunggu nasib baik, mempunyai konsep habis gelap
datang terang, mengikuti kegiatan beribadah, ringan kaki, pekerjanaan
apa saja dilakukan.
e. Tipe bingung
Kaget, kehilangan kepribadian, mengasingkan diri, merasa minder,
menyesal, pasif, mental, sosial dan ekonominya.
Tipe ini antara lain :
1) Tipe optimis
2) Tipe konstruktif
3) Tipe ketergantungan
4) Tipe defensive
5) Tipe militant dan serius
6) Tipe marah atau frustasi
7) Tipe putus asa (benci pada diri sendiri) self heating man
4

Penggolongan lanjut usia menurut nugroho dalam azizah tahun 2011


dibagi dalam 2 golongan :
1. Serat Werdatama (Mangun Negoro IV)
H.I Widyapranata mengutip serta Werdatama yang menyebutkan :
a. Wong sepuh
Orang tua yang sepi hawa nafsu, menguasai ilmu “dwitunggal”, yakni
mampu membedakan antar abaik dan buruk, antara sejati, palsu dan
antar Gusti (Tuhan) dan kawulanya.
b. Tua sepah
Orang tua yang kosong, tidak tahu rasa, bicaranya muluk-muluk
tanpa isi, tingkah lakunya dibuat-buat dan berlebih-lebihan serta
memalukan.
2. Serat Kalatida (Ronggo Warsito)
a. Orang yang berbudi sentosa
Orang tua yang meskipun diridhoi Tuhan dengan rejeki, namun tetap
berusaha terus disertai ingatan dan waspada.
b. Orang lemah
Orang tua yang berputus asa, sudah tua mau apa, sebaiknya hanya
menjauhkan diri dari keduniawian, supaya mendapat kasih sayang
Tuhan.
7. Tipe kepribadian lanjut usia menurut kuntjono dalam azizah tahun 2011
sebagai berikut :
a. Tipe kepribadian konstruktif
Orang ini memiliki integritas baik, menikmati hidupnya, toleransi tinggi
dan fleksibel. Biasanya tipe ini tidak banyak mengalami gejolak, tenang
dan mantap sampai sangat tua.
b. Tipe kepribadian mandiri
Pada tipe ini ada kecenderungan mengalami post power sindrom,
apalagi jika pada masa lansia tidak diisi dengan kegiatan yang dapat
memberikan otonomi.
c. Tipe kepribadian tergantung
Tipe ini biasanya sangat dipengaruhi kehidupan keluarga, apabila
kehidupan keluarga selalu harmonis maka pada saat lansia tidak
bergejolak, tetapi jika pasangan hidup meninggal maka pasangan yang
ditinggalkan akan menjadi sedih yang mendalam.
5

d. Tipe kepribadian bermusuhan


Lanjut usia pada tipe ini setelah memasuki lansia tetap merasa tidak
puas dengan kehidupannya, banyak keinginan yang tidak
diperhitungkan sehingga menyebabkan kondisi ekonominya menurun.
Mereka mengganggap orang lain yang menyebabkan kegagalan, selalu
mengeluh dan curiga.
e. Tipe kepribadian defensive
Tipe ini selalu menolak bantuan, emosinya tidak terkontrol, bersifat
komplusif aktif, mereka takut menjadi tua dan tidak menyenangi masa
pensiun.
f. Tipe kepribadian kritik diri
Pada lansia tipe ini umumnya terlihat sengsara, karena perilakunya
sendiri sulit dibantu orang lain atau cenderung membuat susah dirinya.
Selalu menyalahkan diri, tidak memiliki ambisi dan merasa korban dari
keadaan.
8. Mitos-mitos Lanjut Usia (Lansia)
a. Kedamaian dan ketenangan
Lanjut usia dapat santai menikmati hasil kerja dan jerih payahnya
dimasa muda dan dewasanya, badai dan guncangan seakan-akan
sudah berhasil dilewati.
Kenyataan :
1) Sering ditemukan stress karena kemiskinan dan berbagai keluhan
serta penderitaan karena penyakit
2) Depresi
3) Kekhawatiran
4) Paranoid
5) Masalah psikotik
b. Mitos konservatisme dan kemunduran
Pandanganbahwalanjutusia pada umumnya :
1) Konservatif
2) Tidak kreatif
3) Menolak inovasi
4) Berorientasi ke masa silam
5) Merindukan masa lalu
6) Kembali ke masa kanak-kanak
6

7) Susah berubah
8) Keras kepala
9) Cerewet
c. Mitos berpenyakitan
Lanjutusiadipandangsebagai masa degenerasibiologis, yang disertai
oleh berbagaipenderitaakibatbermacampenyakit yang menyertai proses
menua.
Kenyataan :
1) Memang proses penuaan disertai menurunnya daya tahan tubuh dan
metabolisme, sehingga rawan terhadap penyakit.
2) Tetapi banyak penyakit yang masasekarang dapat dikontrol dan
diobati.
d. Mitos senilitas
Lanjut usia dipandang sebagai masa pikun yang disebabkan oleh
kerusakan bagian otak. Banyak cara untuk menyesuaikan diri terhadap
daya ingat.
e. Mitos tidak jatuh cinta
Lanjut usia tidak lagi jatuh cinta dan gairah pada lawan jenis tidak ada.
Kenyataan :
Perasaan cemas dan emosi orang berubah sepanjang masa. Perasaan
cinta tidak berhenti hanya karena menjadi lanjut usia.
f. Mitos aseksualitas
Ada pandangan bahwa lanjut usia, hubungan seks itu menurun, minat,
dorongan, gairah, kebutuhan dan daya seks berkurang.
Kenyataan :
Menunjukan bahwa kehidupan seks pada lanjut usia normal saja.
Memang frekuensi hubunganseksual menuru, sejalan dengan
meningkatnya usia, tetapi masih tetap tinggi.
g. Mitos ketidakproduktifan
Lanjut usia dipandang sebagai usia tidak produktif.
Kenyataan :
Tidak demikian, banyak lanjut usia yang mencapai kematangan,
kemantapan dan produktifitas mental dan material.
9. Teori-teori Tentang Menua
7

Menurut (Dewi S. R., 2014) ada beberapa teori yang berkaitan dengan
proses penuaan, yaitu teori biologi, teori psikologis, teori sosial.
a. Teori Biologis
Teori biologis dalam proses penuaan mengacu pada asumsi bahwa
proses menua merupakan perubahan yang terjadi dalam struktur dan
fungsi tubuh selama masih hidup. Teori ini lebih menekankan pada
perubahan kondisi tingkat structural sel/organ tubuh, termasuk
didalamnya adalah pengaruh gen patologis.
b. Teori Psikologis
Dalam teori psikologis ini, lansia masih dibagi dalam bebrapa bagian
penting dalam menjalani beberapa proses perkembangan lebih lanjut,
antara lain adalah tugas perkembangan, delapan tingkat kehidupan, dan
teori jung.
c. Teori Sosiologi
Teori sosiologi sendiri terbagi atas 5 teori, yang pertama teori interaksi
sosial teori ini pada lansia terjadi penurunan kekuasaan sehingga
interaksi sosial menajdi berkuarang yang tersisa hanya harga diri dan
kemampuan mereka untuk mengikuti perintah. Yang kedua teori
penarikan diri menyatakan menurunnya derajat kesehatan
menyebabkan seorang lansia secara perlahan-lahan menarik diri dari
pergaulan disekitarnya, kehilangan ganda yang meliputi kehilangan
peran,hambatan kontak sosial, berkurangnya komitmen, yang ketiga
teori aktivitas menyatakan bahwa seseorang individu harus eksis dan
aktif dalam kehidupan sosial untuk mencapai kesusksesan di hari tua,
yang ke empat teori berkesinambungan teori ini menyatakan bahwa
pengalaman hidup seseorang pada suatu saat merupakan gambaran
kelak saat menjadi tua, yang ke lima subculture theory menyatakan
bahwa lansia memiliki norma dan standar budaya sendiri, standard dan
norma budaya ini meliputi perilaku, keyakinan, dan harapan yang
membedakan lansia dari kelompok lain.
d. Perubahan yang terjadi pada lansia
Perubahan yang terjadi pada lansia menurut efendi (2009) :
a. Perubahan fisik

1. Sel
8

Pada lansia, jumlah selnya akan lebih sedikit dan ukurannya akan
lebih besar. Cairan tubuh dan cairan intraseluler akan berkurang,
proporsi protein di otak, otot, ginjal, darah, dan hati juga ikut
berkurang. Jumlah sel otak menurun, mekanisme perbaikan sel
akan terganggu, dan otak menjadi atrofi beratnya berkurang 5-
10%
2. Sistem pernafasan
Berat otak menurun 10-20% (setiap orang berkurang sel saraf
otaknya dalam setiap harinya), cepatnyamenurun hubungan
persyarafan, lambat dalam respondan waktu untuk bereaksi
khususnya dengan stress, mengecilnya saraf panca indra, serta
menjadi kurang sensitive terhadap sentuhan.
3. Sistem pendengarah
Gangguan pada pendengaran (presbiakusis), membran timpani
mengalami atrofi, terjadi penggumpalan dan pengerasan serumen
karena peningkatan keratin, pendengara menurun pada lanjut usia
yang mengalami ketegangan jiwa atau stress.
4. Sistem penglihatan
Sfingter pupil timbul sklerosisi dan hilangnya respon terhadap
sinar, kornea lebih berbentuk sferis (bola), lensa lebih suram
(kekeruhan pada lensa) menjadi katarak, hilangnya daya
akomondasi, menurunnya lapang pandang, dan menurunnya daya
membedakan warna biru dengan hijau pada skala pemeriksaan.
5. Sistem kardiovaskuler
Elastisitas dinding aorta menurun, katup jantung menebal dan
menjadi kaku, kemampuan jantung untuk memompa darah
menurun 1% setiap tahun sesudah berumur 20 tahun, hal ini
menyebabkanmenurunnya kontraksidanvolumenya, kehilangan
elastisitas pembuluh darah, kurangnya efektifitas pembuluh darah
perifer untuk oksigenasi, sering terjadi postural hipotensi, tekanan
darah meningkat diakibatkan oleh meningkatnya resistensi dari
pembuluh darah perifer.

6. Sistem pengaturan suhu tubuh


9

Pada pengaturan suhu, hipotalamus di anggap bekerja sebagai


suatu thermostat, yaitu menetapkan suatu suhu tertentu,
kemunduran terjadi berbagai faktor yang mempengaruhinya yang
sering ditemui antara lain: temperature tubuh menurun
(hipotermia) secara fisiologik + 35 derajat celcius ini akibat
metabolisme yang menurun, keterbatasan reflek menggigil dan
tidak dapat memproduksi panas yang banyak sehingga terjadi
rendahnya aktivitas otot.
7. Sistem pernapasan
Otot-otot pernapasan kehilangan kekuatan dan menjadi kaku,
menurunnya aktivitas dari silia, paru-paru kehilangan elastisitas
sehingga kapasitas residu meningkat, menarik nafas lebih berat,
kapasitas pernapasan maksimum menurun, dan kedalaman
bernapas menurun. Ukuran alveoli melebar dari normal dan
jumlahnya berkurang, oksigen pada arteri menurun menjadi 75
mmHg, kemampuan untuk batuk berkurang, dan penurunan
kekuatan otot pernapasan.
8. Sistem gastrointestinal
Kehilangan gigi, indra pengecapan, mengalami penurunan,
esophagus melebar, sensitivitas akan rasa lapar menurun,
produksi asam lambung dan waktu pengosongan lambung
menurun, peristaltik lemah dan biasanya timbul konstipasi, fungsi
absorbsi menurun dan hati (liver) semakin mengecil.
9. Sistem genitourinaria
Ginjal (aliran darah ke ginjal menurun sampai 50%), vesika
urinaria (otot-otot menjadi lemah dan kapasitas menurun sampai
200 ml), pembesaran otot dialami oleh pria usia diatas 65 tahun.
10. Sistem endokrin
Produksi dari hampir semua hormon menurun, fungsi paratiroid
dan sekresinya tidak berubah, menurunnya aktivitas tiroid,
menurunnya produksi aldosteron.
11. Sistem integument
Kulit mengkerut atau keriput akibat kehilangan jaringan lemak,
permukaan kulit kasar dan bersisik, menurunnya respon terhadap
trauma, mekanisme proteksi kulit menurun, kulit kepala dan
10

rambut menipis berwarna kelabu, kuku menjadi pudar kurang


bercahaya, dan kelenjar keringat jumlahnyaberkurang.
12. Sistem musculoskeletal
Tulang kehilangan density (cairan) dan makin rapuh, persediaan
membrane membesar dan menjadi kaku,tendon mengerut dan
mengalami sklerosis, dan atrofi serabut otot (otot serabut
mengecil).
b. Perubahan mental
1) Pertama-tama perubahan fisik, terutama organ perasa
2) Kesehatan umum
3) Tingkat pendidikan
4) Keturunan
5) Lingkungan
c. Kenangan (memory)
1) Kenangan jangka panjang
Berjama-jam sampai berhari-hari yang lalu mencakup beberapa
perubahan.
2) Kenangan jangka pendek atau seketika 0-10 menit kenangan
buruk.
d. IQ (Intellegent Quocient)
1. Tidak berubah dengan informasi matematika dan perkataan verbal
2. Berkurangnya penampungan persepsi dan ketrampilan
psikomotorterjadi perubahan pada daya membayangkan karena
tekanan dari faktor waktu.
e. Perubahan psikososial
1) Pensiun
Nilai seseorang sering diukur oleh produktivitasnya dan identitas
dikaitkan dengan peranan dalam pekerjaan. Bila seseorang
pensiun (purnatugas), ia akan mengalami kehilangan-kehilangan
antara lain: Finansial, kehilangan status (dulu memiliki jabatan
posisi yang cukup tinggi, lengkap segala fasilitasnya), kehilangan
teman, kenalan, relasi, kehilangan pekerjaan atau kegiatan.
2) Merasa atau sadar akan kematian
3) Perubahan ekonomi akibat pemberhentian dari jabatan.
11

4) Meningkatnya biaya hidup pada penghasilan yang sulit,


bertambahnya biaya pengobatan
5) Penyakit kronis dan ketidakmampuan
Berdasarkan beberapa perubahan yang terjadi pada lansia seperti
perubahan mental, fisik, IQ,dan psikososial. Sedangakan jika
psikososialnya terganggu maka akan menghambat aktivitas
sosialnya dan hal ini sangat berpengaruh terhadap kemampuan
sosialisasi. (Ernawati, 2017)

B. Kemampuan Sosialisasi
1. Pengertian Sosialisasi
Sosialisasi dapat didefinisikan sebagai suatu proses sosial yang dilakukan
oleh seseorang dalam menghayati (mendarahdagingkan) norma-norma
kelompok tempat ia hidup sehingga menjadi bagian dari kelompok.
(Wahyu, 2017).
Menurut World Health Organization ketidakmampuan bersosialisasi (social
disability) adalah ketidakmampuan individu dalam melakukan hubungan
sosial secara sehat dengan orang-orang disekitarnya. Karena
tidakmampuan mereka untuk bersosialisasi. Ketidakmampuan
bersosialisasi dapat terjadi pada orang yang berusia lanjut atau
bertambahnya usia, seseorang pelan tetapi pasti mulai melepaskan diridari
kehidupan sosialnya atau menarik diri dari pergaulan sekitarnya. Keadaan
ini mengakibatkan interaksi sosial lanjut usia menurun, baik secara kualitas
maupun kuantitas sehingga sering terjadi kehilangan ganda. (Azizah, 2011)
2. Aspek-aspek kemampuan dalam bersosialisasi
Menurut Hurlock dalam Bahtiyar 2014 aspek sosialisasi diperoleh dari
kemampuan berperilaku yang sesuai dengan tuntunan sosial. Sosialisasi
ini memerlukan beberapa aspek, yaitu :
a. Belajar berperilaku yang dapat diterima secara sosial
Setiap kelompok sosial mempunyai standar bagi anggotanya untuk
dapat diterima, dan harus mampu menyesuaikan prilaku yang dapat
diterima pula.
b. Memainkan peran sosial yang dapat diterima
Setiap kelompok mempunyai pola kebiasaan yang telah ditentukan oleh
para anggotanya dan dituntut untuk dipenuhi.
12

c. Perkembangan sikap sosial


Untuk bermasyarakat atau bergaul dengan baik diperlukan adanya
minat untuk melihat orang lain dan berusaha mengadakan kontak sosial
dengan mereka, mencoba bergabung dan bekerja sama.
3. Komponen Kemampuan Sosialisasi
Proses sosialisasi berperan dalam penataan kepribadian seseorang,
dimana para sosiologi mengidentifikasi 3 (tiga) komponen utama :
a. Kemampuan Afektif
Kemampuan ini berkaitan dengan sikap dan nilai. Ranah afektif
mencakup watak perilaku seperti perasaan, minat, emosi, interaksi.
b. Komponen Kognitif
Terdiri dari kepercayaan, pemikiran, ingatan dan kapasitas intelektual.
c. Komponen perilaku (Psikomotor)
Terdiri dari keahlian, bakat, kompetensi dan kemampuan lain dari
seseorang individu.
(Bahtiyar, 2014)
4. Jenis-jenis Sosialisasi
Berdasarkan jenisnya, sosialisasi dibagi menjadi dua: sosialisasi primer
(dalam keluarga) dan sosialisasi sekunder (dalam masyarakat). Menurut
Goffman kedua proses tersebut berlangsung dalam institusi total, yaitu
tempat tinggal dan tempat bekerja. Dalam kedua institusi tersebut, terdapat
sejumlah individu dalam situasi yang sama, terpisah dari masyarakat luas
dalam jangka waktu kurun tertentu, bersama-sama menjalani hidup yang
terkurung, dan diatur secara formal.
a. Sosialisasi Primer
Peter L. Berger dan Luckman mendefinisikan sosialisasi primer sebagai
sosialisasi pertama yang dijalani individu semasa kecil dengan belajar
menjadi anggota masyarakat (keluarga).
b. Sosialisasi Sekunder
Sosialisasi sekunder adalah suatu proses sosialisasi lanjutan setelah
sosialisasi primer yang memperkenalkan individu kedalam kelompok
tertentu dalam masyarakat. Bentuk-bentuknya adalah resosialisasi dan
desosialisasi. Dalam proses sosialisasi, seseorang diberi suatu identitas
diri yang baru. Sedangkan dalam proses desosialisasi, seseorang
mengalami “pencabutan” identitasdiri yang lama.
13

Sosialisasi merupakan sebuah proses yang berlangsung sepanjang


hidup manusia. Meskipun prosesnya berlangsung seumur hidup namun
menurut Sunaryo sosialisasi dibedakan menjadi 3 jenis (Ruchayati,
2012).
1) Sosialisasi antar individu dan individu
Sosialisasi ini terjadi pada saat dua individu bertemu, baik itu adanya
tindakan atau tanpa ada tindakan. Hal yang terpenting adalah
individu sadar bahwa ada pihak lain yang menimbulkan perubahan
pada diri individu tersebut yang dimungkinkan oleh faktor-faktor
tertentu, misalnya bunyi sepatu atau bau parfum yang menyengat.
2) Sosialisasi antar individu dan kelompok
Bentuksosialisasiiniberbeda-
bedasesuaidengankeadaan.Sosialisasiiniterlihatsaatterjadibenturana
ntarakepentinganperorangandengankepentingankelompok.
3) Sosialisasi antar kelompok dan kelompok
Kelompok merupakan suatu kesatuan, bukan pribadi. Ciri kelompok
adalah ada pelaku lebih dari satu, komunikasi dengan menggunakan
symbol, ada tujuan tertentu dan ada dimensi waktu yang menentukan
sifataksi yang sedang berlangsung.
c. Faktor-faktor yang mempengaruhi sosialisasi
Menurut Hurlock dalam Bahtiyar (2014), faktor yang mampu
menyebabkan seseorang mampu bersoisalisasi antara lain :
1) Perkembangan setiap tugas pencapaian perkembangan akan
menyebabkan seseorang mempunyai masalah respon sosial yang
maladaptif. Untuk faktor perkembangan setiap tumbuh kembang
memiliki tugas yang harus di lalui individu dengan baik, bila tugas
perkembangan ini tidak dilalui dengan baik maka akan
mempengaruhi perkembangan selanjutnya.
2) Faktor komunikasi dalam keluarga
Masalah komunikasi dalam keluarga dapat menjadi contributor untuk
mengembangkan gangguan tingkahlaku. Masalah komunikasi
tersebut diataranya adalah sikap bermusuhan, selalu mengkritik,
menyalahkan, kurang kehangatan, kurang memperhatikan anak,
emosi yang tinggi. Komunikasi dalam keluarga sangatlah penting
dengan memberikan pujian, adanya teguran sapa, dan komunikasi
14

terbuka. Kurangnya stimulasi kasih sayang dan perhatian dari


keluarga akan menyebabkan rasa tidak di hargai dan tidak
diperhatikan akan menyebabkan seseorang tidak percaya diri.
3) Faktor sosial kultural
Norma yang tidak mendukung terhadap pendekatan orang lain atau
norma yang salah yang di anut keluarga, seperti anggota keluarga
yang gagalakan diasingkan dari lingkungan sosial.
4) Kondisi kesehatan seseorang mempengaruhi kemampuan sosialisasi
orang untuk mengenal lingkungan diluar lingkungan keluarga. Orang
yang kondisinya sehat bisa menyesuaikan diri dengan lingkungan
diluar keluarga.
d. Perilaku menarik diri pada lansia
Menurut Townsend (Sumaila, 2015), menarik diri merupakan suatu
keadaan dimana seseorang mengalami kesulitan dalam membina
hubungan secara terbu kadengan orang lain.
Menurut Keliat (2014), menarik diri merupakan keadaan ketika individu
mengalami penurunan dalam berinteraksi dengan orang lain yang ada
disekitarnya karena merasa ditolak, tidak diterima, kesepian dan tidak
mampu membina hubungan yang berarti dengan orang lain. Balitbang
(Sumaila, 2015), menyebutkan bahwa menarik diri merupakan upaya
menghindari suatu hubungan komunikasi dengan orang lain, karena
merasa kehilangan hubungan akrab dan tidak mempunyai kesempatan
untuk berbagi rasa, pikiran dan kegagalan. Orang yang menarik diri
mengalami kesulitan dalam berhubungan secara langsung dengan
orang lain, lalu memperlihatkan tanda dan gejala dengan mengisolasi
diri, tidak ada perhatian dan tidak sanggup berbagi pengalaman.
Berdasarkan beberapa pengertian tentang perilaku menarik diri, dapat di
simpulkan sesuai dengan pendapat Pawlin (Prabowo, 2014),
menjelaskan bahwa menarik diri merupakan suatu upaya yang
dilakukan seseorang dengan menghindari interaksi dengan orang lain
atau menghindari hubungan dengan orang lain.
e. Gejala- gejala Perilaku Menarik Diri
Menurut Yosep & Sutini (2014), gejala menarik diri terbagi menjadi dua:
1) Gejala subjektif
15

Gejala subjektif merupakan gejala yang dirasakan dan dapat


diungkapkan secara langsung oleh subjek. Orang lain dapat
mengetahui gejala tersebut dengan menanyakan langsung pada
subjek. Gejala subjektif antara lain Nampak dalam gambaran perilaku
sebagai berikut :
a) Perasaan kesepian
b) Merasa tidak aman berada dengan orang lain
c) Mengatakan hubungan tidak berarti dengan orang lain
d) Merasa bosan dengan aktivitass ehari-hari
e) Tidak mampu berkonsetrasi dan membuat keputusan
f) Merasa tidak berguna
g) Merasa tidak yakin dapat melangsungkan hidupnya.
2) Gejala objektif
Gejala objektif merupakan gejala yang dapat langsung terlihat dan
dapat diamati oleh orang lain mengenai kondisi atau keadaan yang
dialami subjek antara lain :
a) Komunikasi verbal menurun, komunikasi verbal menurun nampak
dalam perilaku seseorang yang tidak banyak bercakap-cakap
dengan orang lain.
b) Tidak mengikuti kegiatan
c) Banyak berdiam diri dikamar (mengisolasi diri)
Yaitu seseorang yang memisahkan diri dari orang lain dalam
aktivitas sehari-harinya seperti, seseorang akan mengambil jarak
pada orang lain pada saat berkumpul, berdiam diri dikamar
sendirian dan melarang orang lain berada didekatnya.
d) Tidak mau berinteraksi dengan orang lain
e) Apatis (acuh terhadap lingkungan sekitar)
Merupakan sikap acuh tak acuh, tidak peduli terhadap lingkungan
di sekitarnya. Istilah psikologinya yaitu seseorang tidak tanggap
atau tidak peduli terhadap aspek emosional, social atau kehidupa
nfisik.
f) Aktivitas menurun, kemalasan seseorang dalam melakukan
kegiatan sehari-hari.
g) Ekspresi wajah kurang berseri yaitu seseorang memperlihatkan
ekspresi sedih, murung.
16

h) Harga diri rendah


Harga diri rendah merupakan perasaan negative terhadap dirisen
diri, hilangnya kepercayaan diri, merasa gagal mencapai
keinginan, yang ditandai dengan adanya perasaan malu terhadap
diri sendiri, rasa bersalah terhadap diri sendiri, gangguan
hubungan sosial, kurang percaya diri.
3) Perilaku Menarik Diri pada Lansia
Usia lanjut dikatakan sebagai tahap akhir perkembangan pada daur
kehidupan manusia. Menuru tundnag-undang nomor 13 tahun 1998
tentang kesejahtraan lanjut usia pada bab 1 pasal 1 ayat 2, yang
dimaksud lanjut usia adalah seseorang yang mencapai usia 60 tahun
keatas (Azizah L. M., 2011) Menurut Laksamana (Sumaila, 2015),
perubahan yang terjadi pada lansia dapat disebut sebagai perubahan
`senesens` dan perubahan ’senilitas’. Perubahan `senesens’ adalah
perubahan-perubahan normal dan fisiologik akibat usia lanjut.
Perubahan ’senilitas’ adalah perubahan-perubahan patologik
permanen disertai dengan makin memburuknya kondisi badan pada
usia lanjut. Perubahan yang dihadapi lansia pada umumnya adalah
pada kesahatan secara umum, kesehatan jiwa dan masalah di
bidang sosial, ekonomi. Oleh karena itu lansia adalah kelompok
dengan resiko tinggi terhadap masalah fisik dan mental.
Ada beberapa teori yang berkaitan dengan proses penuaan,
diantaranya adalah teori sosial. Teorisosial yang berkaitan dengan
proses penuaan menjelaskan bahwa adanya perilaku menarik diri
yang dialami oleh seseorang di masa tersebut (Dewi S. R., 2014).
Kemiskinan yang diderita oleh lansia dan menurunnya derajat
kesehatan mengakibatkan seorang lansia secara perlahan-lahan
menarik diri dari pergaulan disekitarnya. Proses penuaan
mengakibatkan interak sisosial lansia mulai menurun, baik secara
kualitas maupun kuantitas, oleh sebab itu masyarakat juga perlu
mempersiapkan kondisi agar para lansia tidak menarik diri (Maryam
Dkk, 2008). Menarik diri merupakan suatu upaya yang dilakukan oleh
seseorang untuk menghindari interaksi dengan orang lain atau
menghindari hubungan dengan orang lain (Yosep&Sutini, 2014).
17

Dari beberapa uraian di atas, maka disimpulkan bahwa upaya atau


metode yang dapat digunakan untuk penurunan perilaku menarik diri
dapat dilakukan dengan Terapi Aktivitas Kelompok Sosialisasi. Pada
penelitian ini, metode yang tepat untuk digunakan adalah Terapi
Aktivitas Kelompok Sosialisasi untuk menurunan perilaku menarik diri
pada lansia. TAK Sosialisasi merupakan salah satu jenis dalam terapi
aktivitas kelompok.
Terap iini dipilih karena dianggap lebih tepat untuk menangani
permasalahan perilaku menarik diri yang dialami oleh lansia. TAK
Sosialisasi ini lebih memfasilitasi kelompok untuk mengembangkan
kemampuan sosialnya. TAK Sosialisasi akan memberikan atau
memfasilitasi dan melatih para lansia dalam meningkatkan
komunikasi dan hubungan social mereka yang kaitannya dengan
perilaku menarik diri. Sejalan dengan pendapa tKeliat (2014),
menjelaskan bahwa salah satu jenis TAK yang dapat dilakukan untuk
orang dengan perilaku menarik diri adalah TAK Sosialisasi, karena
TAK Sosialisasi merupakan upaya memfasilitasi kemampuan
sosialisasi klien dengan masalah hubungans osial. Terapi ini
dianggap lebih tepat karena melihat kondisi lansia yang sudah
menurun, baik fisik dan kognitifnya.

C. Terapi Aktivitas Kelompok


1. Terapi aktivita Kelompok
Merupakan suatu psikoterapi yang dilakukan sekelompok pasien bersama-
sama dengan jalan berdiskusi satu sama lain yang dipimpin atau diarahkan
oleh seorang terapis atau petugas kesehatan jiwa yang telah terlatih.
Terapi kelompok adalah terapipsikologi yang dilakukan secara kelompok
untuk memberikan stimulasi bagi pasien dengan gangguan interpersonal.
(Yosep, 2009)
Terapi aktivitas kelompok sangat dibutuhkan bagi lansia karena dapat
mempertahankan kemampuan sosialisasi pada lansia. Manfaat terapi
aktivitas kelompok bagi lansia adalah agar anggota kelompok merasa
dimiliki, diakui, dan dihargai eksistensinya oleh anggota kelompok yang
lain, membantu anggota kelompok berhubungan dengan anggota lainnya,
dan merubah prilaku yang destruktif dan maladaptif, sebagai tempat untuk
18

berbagi pengalaman dan saling membantu satu sama lain untuk


menyelesaikan masalah (Azizah L. M., 2011)
2. Manfaat Terapi Aktivitas Kelompok (TAK)
Terapi aktivitas kelompok mempunyai manfaat: 1). Umum: meningkatkan
kemampuan uji realitas melalui komunikasi dan umpan balik dengan atau
dari orang lain, melakukan sosialisasi, membangkitkan motivasi untuk
kemajuan fungsi kognitif dan afektif. 2). Khusus: meningkatkan identitas
diri, menyalurkan emosi secara konstruktif, meningkatkan ketrampilan
hubungan interpersonal atau sosial. 3). Rehabilitasi: meningkatkan
ketrampilan ekspresi diri, meningkatkan ketrampila sosial, meningkatkan
kemampuan empati, meningkatkan kemampuan/pengetahuan pemecahan
masalah.
a. Pengertian TAK:Sosialisasi
Terapi Aktivitas Kelompok Sosialisasi merupakan salah satu jenis dari
terapi aktivitas kelompok. Terapi Aktivitas Kelompok Sosialisasi (TAKS)
adalah upaya memasilitasi kemampuan sosialisasi sejumlah orang
dengan masalah hubungan sosial (Keliat & Pawirowiyono, (2014). TAKS
dilaksanakan dengan membantu seseorang melakukan sosialisasi
dengan individu yang ada disekitarnya. Sosialisasi dapat pula dilakukan
secara bertahap dari interpersonal (satu dan satu), kelompok, dan
massa. Aktivitas dapat berupa latihan sosialisasi dalam kelompok
(Keliat, 2014)
Menurut Purwaningsih & Karlina (2009), Terapi aktivitas kelompok
sosialisasi merupakan usaha yang dilakukan seseorang untuk
membantu orang lain melakukan sosialisasi dengan individu yang ada
disekitarnya. Kegiatan sosialisasi adalah terapi untuk meningkatkan
kemampuan klien dalam melakukan interaksi sosial maupun berperan
dalam lingkungan sosial.
b. Tujuan TAK:Sosialisasi
Meurut Keliat (2014) adapun tujuan dari TAKS secara umum yaitu agar
seseorang dapat meningkatkan hubungan social dalam kelompok
secara bertahap. Secara khusus tujuan dari TAKS yaitu agar seorang
mampu memerkenalkandiri, mampu berkenalan dengan anggota
kelompok, mampu bercakap-cakap dengan anggota kelompok, mampu
menyampaikan dan membicarakan topic percakapan, mampu
19

menyampaikan dan membicarakan masalah pribadi pada orang lain,


mampu bekerjasama dalam permainan sosialisasi kelompok dan
mampu menyampaikan pendapat tentang manfaat kegiatan TAKS yang
telah dilakukan.
Dari beberapa penjelasan di atas mengenai Terapi Aktivitas Kelompok
Sosialisasi (TAKS) dapat disimpulkan bahwa TAKS merupakan jenis
terapi yang dilakukan secara berkelompok dengan memfasilitasi
kemampuan sosialisasi sejumlah orang yang memiliki masalah
hubungan sosial.
c. Tahap-Tahap Terapi Aktivitas Kelompok
Menurut Keliat, Wiyono&Susanti (2011), terdapat lima yang dapat
diuraikan sebagai berikut :
1) Tahap persiapan
Pada tahap persiapan dilakukan beberapa langkah berikut :
a) Mengidentifikasipeserta yang akandilibatkandalam TAK
yaitupeserta yang sehatfisik, telahkooperatif,
dapatberkomunikasidenganbaik dan tidakdalampengaruhobat
yang mengganggukemampuankonsentrasi.
b) Menetapkanjenis TAK (TAK StimulasiPersepsi, TAK
StimulasiSensoris, TAK OrientasiRealitas dan TAK Sosialisasi).
Pada penelitianini, penelitimemilihjenis TAK Sosialisasi,
karenajenis TAK
SosialisasiinimerupakanTerapiaktivitaskelompoksosialisasi yang
memberikanataumemfasilitasikemampuansosialisasikliendengan
masalahhubungansosial. Terapiaktivitaskelompoksosialisasi juga
dapatmelatih para lansiadalammeningkatkankomunikasi dan
hubungansosialmereka yang kaitannyadenganperilakumenarikdiri
(Keliat, 2014)
c) Mempersiapkanalat dan bahanyaituseseuaidenganalat yang
diperlukan, karenasetiapjenis TAK akanberbeda-beda.
Menentukantempatpelaksanaan dan
menetapkanwaktupelaksanaan.
2) TahapOrientasi
Pada tahapkerja,
pemimpinkelompokmemimpinsemuakelompokpesertauntukmelakuka
20

n TAK gunamencapaitujuansesuaidenganjenis TAK yang dilakukan.


Pada Penelitianinimenggunakan TAK Sosialisasidenganmelibatkan 7
sesisebagaimanadijelaskan oleh Keliat (2014) yaitu :
a) Sesi 1 kemampuanmemperkenalkandiri
Pada sesiini, masing-
masingpesertadimintauntukmemerkenalkandiridenganmenyebutk
annamalengkap, namapanggilan, asal dan
hobisecarabergantiandalamkelompok.
Tahapinibertujuanuntukmelatihpesertaberbicara di depan orang
lain, memulaipembicaraan dan berinteraksidengan orang lain.
Saatpesertaberlatihberbicaradengan orang lain,
makapesertaakanmeningkatkankomunikasiverbalnyadengan
orang lain dan mulaiberinteraksidengan orang.
Ketikaseseorangpesertamulaiberbicara di depan orang lain,
makaakanterjadipenurunanperilakumenarikdiri yang ada pada
gejalaobjektifberupa, meningkatnyakomunikasi verbal peserta.
Hal initerlihatdarimulainyapesertaberbicara di depan orang lain
denganmenyebutkannama, asal dan hobinya (Yosep&Sutini,
2014).
b) Sesi 2 kemampuanberkenalandengananggotakelompok
Pada sesiini, masing-
masingpesertadimintauntukmemperkenalkandirisendiri:
namalengkap, namapanggilan, asal dan hobi.
Pesertamenanyakanidentitasanggota lain: namalengkap,
namapanggilan, asal dan hobi.
Tahapinibertujuanuntukmelatihpesertaberbicara di depan orang
lain, mampumemulaipembicaraandengan orang lain dan
berinteraksidengan orang lain. Dengan kata lain,
makaperilakumenarikdiriakanterlihatsemakinmenurunyasecaraob
jektifmeningkatnyakomunikasi verbal
pesertaterlihatdarimulainyapesertaberbicaramemperkenalkandiri
nyasendiri dan menanyakanidentitaspesertalain.
Saatpesertamenanyakanidentitaspeserta lain
halitumelatihpesertamenjalininteraksidengan orang lain yang
21

awalnyatidakmauberinteraksidengan orang lain


menjadimulaiberinteraksidengan orang lain.
c) Sesi 3 kemampuanbercakap-cakapdengananggotakelompok :
Pesertamenanyakankehidupanpribadikepadasatu orang
anggotakelompok.Kehidupanpribadi yang dimaksudadalahhal-hal
yang menyangkutkehidupanpesertasecarapribadi,
misalnyaceritatentangkeluarga, pekerjaanatauprofesi.
Terapismenentukantopikkehidupan yang akan di
ceritakankepadaanggotakelompoklain.
Kemudianpesertamenjawabpertanyaantentangkehidupanpribadi
merekasecarabergantianantarapenanya dan yang menjawab.
Tahapinibertujuanuntukmelatihpesertaberbicara di depan orang
lain, mengekspresikantentangdiri dan kehidupanpribadinya,
sehinggapesertamerasalebihdidengarkan oleh orang lain
terkaitkondisikehidupanpribadinya. Tahapini juga
membuatpesertamerasahubungan yang lebihberarti pada orang
lain dan merasalebihamanberadabersama orang lain. Dengan
kata lain,
makaperilakumenarikdiriakanterlihatsemakinmenurunbaiksecara
objektif dan subjektif.
Secaraobjektifberupameningkatnyakomunikasi verbal
pesertadengancaraberbicaradengan orang lain dan
memulaipembicaraan. Peserta yang
awalnyatidakmauberinteraksidengan orang lain
menjadimulaiberinteraksidengan orang lain.
Secarasubjektifberupasubjekmerasahubungan yang tidakberarti
pada orang lain menjadimerasalebihberarti dan
merasatidakamanberadadidekat orang lain
menjadimerasalebihaman (Yosep&Sutini, 2014).
d) Sesi 4 kemampuankliendalammenyampaikan
topiktertentudengananggotakelompok
Pesertamampumenyampaikantopik yang ingindibicarakan,
masing-
masingpesertabolehmemberikanpendapat.Kemudianmemilihtopi
k yang ingindibicarakan dan memberipendapattentangtopik yang
22

dipilih. (topik yang akandibahasterlebihdahuludisepakati oleh


therapis dan peserta). Tahapinibertujuanuntuksalingberinteraksi,
memberikanpendapatdengan orang lain. Hal
inimembuatpesertamerasalebihberguna, merasalebihditerima
oleh orang lain dan juga
melatihsubjeklebihpedulidenganlingkungan dan
ataupermasalahan orang lain. Hal
inimenunjukkanbahwalansiatelahmemperlihatkanterjadinyapenur
unanperilakumenarikdiri yang
ditandaidenganmenurunnyagejalasubjektif dan
objektifperilakumenarikdiri pada lansia.
Gejalaobjektifberupamenjadisemakinlebihmeningkatnyakomunik
asi verbal
pesertaterlihatdarimampunyapesertamenyampaikantopikpembica
raan dan memberikanpendapat pada pesertalain. Peserta yang
awalnyatidakpeduliterhadaplingkungan dan
permasalahandisekitarmenjadilebihpedulidenganlingkungan dan
ataupermasalahan orang lain (Yosep&Sutini, 2014).
Adapungejalasubjektifdariperilakumenarikdiripesertaberupamera
satidakbergunabagi orang lain menjadimerasalebihberguna,
karenamulaimerasamampumemberikanpendapat pada orang
lain, kemudianpesertamerasaditolak oleh
oranglainmenjadimerasalebihditerima oleh orang lain,
karenamerasapendapatmerekadidengarkan oleh peserta lain
(Yosep&Sutini, 2014).
e) Sesi 5 kemampuanbercakap-cakapmasalahpribadi
Masing-
masingpesertamenyampaikanmasalahpribadinya.Memilihsatuma
salahuntukdibicarakan.Memberipendapattentangmasalahpribadi
yang
dipilih.Tahapinibertujuanuntukmengungkapkanmasalahpribadiny
a, sehinggapesertamerasalebihdiperhatikan, lebihdidengar,
lebihmemilikiharapan yang lebihbaikdalamhidupnya,
merasalebihberarti dan adanyaperasaanamanberadabersama
orang lain. Hal
23

inimenunjukkanbahwalansiatelahmemperlihatkanterjadinyapenur
unanperilakumenarikdiri yang
ditandaidenganmenurunnyagejalasubjektif dan
objektifperilakumenarikdiri pada lansia.
Gejalaobjektifberupameningkatkomunikasi verbal
pesertaterlihatdarimulaimauberbicaradengan orang lain dan
memulaipembicaraan. Gejalasubjektifberupaperasaan yang
awalnyaditolakataumerasatidakdiperhatikanmenjadilebihditerima
ataulebihdiperhatiakan, perasaantidakamansaatberadabersama
orang lain menjadimerasalebihamanberadabersama orang lain,
merasakesepianmenjaditidakkesepian,
karenasudahmerasaadateman yang
bisamendengarkankeluhanatamasalahpribadinya dan
menjadimemilikitemandekat (Yosep&Sutini, 2014)
f) Sesi 6 kemampuanbekerjasama
Pesertabertanya dan memintasesuaikebutuhan pada orang lain,
menjawab dan memberi pada orang lain
sesuaidenganpermintaan.Therapismembuatsebuahpermainan
yang
adakaitannyadengankemampuanbekerjasamaantarpeserta.Taha
pinibertujuanuntukmenghilangkankebosananpesertadalamaktivit
assehari-harinya,
membuatsubjekmerasalebihbanyaktemansehinggamengurangi
rasa kesepiannyakarenasudahberinteraksidengan orang lain,
berbagicerita, pendapat dan
salingmembantusaatadakesulitan.Hal
inimenunjukkanbahwalansiatelahmemperlihatkanterjadinyapenur
unanperilakumenarikdiri yang
ditandaidenganmenurunnyagejalasubjektif dan
objektifperilakumenarikdiri pada lansia.
Gejalaobjektifberupameningkatnyakomunikasi verbal
pesertadengancaraberbicaradengan orang lain dan
memulaipembicaraan. Peserta yang
awalnyatidakmauberinteraksidengan orang lain
menjadimulaiberinteraksidengan orang lain dan
24

berhubungandengan orang lain. Peserta yang


tidakpeduliterhadaplingkungan,
permasalahandisekitarmenjadilebihpedulidenganlingkungan dan
ataupermasalahan orang lain
dengancarasalingbekerjasamasaatpeserta lain
mengalamikesulitan dan
lebihspontanataulangsungmeresponterhadapmasalah yang
dihadapi (Yosep&Sutini, 2014).
Gejalasubjektifberupaperasaankesepianmenjadimerasamemilikib
anyakteman dan mengurangi rasa
kesepiannyakarenaberbagicerita, pendapat dan
salingmembantusaatadakesulitan. Perasaanditolak oleh orang
lain menjadimerasaditerima oleh orang lain, karenamasing-
masingdarimerekasalingmemberikanpendapat dan
salingbekerjasamaantarsatusamalainnya (Yosep&Sutini, 2014).
g) Sesi 7 evaluasikemampuansosial
Pesertamampumenyampaikanpendapattentangmanfaatkegiatank
elompok yang telahdilakukan dan
menyampaikanperasaannyasetelahmelakukankegiatankelompok.
Tahapinibertujuan agar
pesertalebihmemahamimaknadarikegiatan yang dilakukan.
Pesertadiharapkanmampumerasakansesuatu yang berartiselama
proses kegiatankelompokini dan
mampumengungkapkanperasaannyasetelahmengikutikegiatanke
lompok.Jikakemampuaninidimiliki,
makalansiaakanmampumenurunkangejalaperilakumenarikdiribai
kgejalaobjektifmaupungejalasubjektif. Gejalaobjektifberupa,
komunikasi verbal menurun, menyendiri dan
tidakmauberinteraksidengan orang terdekat, apatis
(acuhterhadaplingkungansekitar),
berperilakukurangspontandalammenghadapimasalah,
aktivitasmenurun, ekspresiwajahkurangberseri dan
tidakmauberinteraksidengan orang lain (Yosep&Sutini, 2014).
Gejalasubjektifberupa, menceritakanperasaankesepian,
perasaantidakamanberadabersama orang lain,
25

tidakmampuberkonsentrasi dan membuatkeputusan,


merasatidakberguna,
merasatidakyakindapatmelangsungkanhidup, merasaditolak oleh
orang lain dan merasabosan pada aktivitassehari-hari
(Yosep&Sutini, 2014).
3) Tahapterminasi
Tahapterminasidigunakanuntukmengakhirikegiatan TAK Sosialisasi.
Kegiatanterminasiinimeliputi: evaluasiperasaanklien,
memberikanpujian, memberikantindaklanjutkegiatan dan
menyepakatikegiatan TAK Sosialisasiberikutnya.
4) Evaluasi
Evaluasidilakukandenganmengamatiperilakuklienselamapelaksanaa
n TAK Sosialisasi, apakahmenunjukkanperilaku yang sesuai yang
direncanakanatautidak.Caranyayaitudenganmengisitabelevaluasijeni
s TAK Sosialisasi.
Adapuntahapdalam TAK
SosialisasidapatdisimpulkansesuaidenganpendapatKeliat 2014
sebagaiberikut: Tahappersiapan, tahaporientasi, tahapkerja,
tahapterminasi dan tahapevaluasi. Ke lima tahapinilah yang
akandilakukandalampelaksanaan TAK Sosialisasi.

D. Pengaruhterapiaktivitaskelompokterhadapkemampuansosialisasi pada
lansia
Sosialisasimeru
pakan proses yang membantuindividu-individubelajar dan menyesuaikandiri,
bagaimanacarahidup, dan berpikirkelompoknya agar
dirinyadapatberperandengankelompoknya.
Sosialisasidiartikansebagaihasildariadanyainteraksisosial, yakni proses
belajarindividudidalam dunia sosialataumasyarakat, proses
mempelajarinorma-norma, nilai, peran dan semuanilaipersyaratanlainnya
yang diperlukanuntukmemungkinkanpartisipasi yang
efektifdalamkehidupansosial. (Jannah, 2017)
1. Tujuan sosialisasi
a. Memberikan ketrampilan pada seseorang untuk dapat hidup
bermasyarakat.
26

b. Mengembangkan kemampuan sosialisasi secara efektif


c. Membantu mengendalikan fungsi-fungsi organik yang dipelajari melalui
latihan-latihan mawas diri yang tepat.
d. Membiasakn diri berprilaku sesuai dengan norma dan nilai-nilai yang
ada dimasyarakat.
Sosialisasidapat juga dilakukansecarabertahapdari interpersonal (satu-
satu),kelompok dan massa. Aktivitasdapatberupasosialdalamkelompok.
Faktorhubungansosialdapatberupahubungansosialantar orang
lanjutusiadengankeluarga, temansebayaataudenganusia yang lebihmuda, dan
lingkungansekitar. Dalamhubunganinidikajiberbagaidalambentukkegiatan
yang diikutilanjutusiadalamkehidupansehari-
hari.Hubungansosialisasimengalamikemunduransetelahterjadinyapemutusanh
ubungankerjaatausaattibawaktupensiun, jauhdarikeluarga dan tinggal di
tempattertentusepertipantisosial.Teman-temansekerja yang
biasanyamenjadicurahansegalamasalahsudahtidakbisaditemuisetiaphari.Lebi
hlagiketikatemansebaya/sekampungsudahmeninggalkannyalebihdulu.
Sosialisasi yang
bisadilakukanadalahdenganlingkungandisekitardimanaiatinggal. (Maryam,
2008).
Lansiadibantuuntukmelakukansosialisasidenganindividu yang
adadisekitarnya.Kegiatansosialisasiadalahterapiuntukmeningkatkankemampu
anlansiadalammelakukaninteraksisosialmaupunberperandalamlingkungansosi
al. Sosialisasidilakukanuntukmemfasilitasipsikoterapisuntuk:
1. Meningkatkan hubungan sosial sesama lansia
2. Memberi tanggapan terhadap lansia lain
3. Mengekspresikan ide dan bertukar pikiran
Terapi aktivitas kelompok sangat efektif untuk mengubah perilaku karena
didalam kelompok terjadi interaksi satu dengan yang lain dan saling
mempengaruhi. Dalam sebuah kelompok akan terbentuk satu sistem sosial
yang saling berinteraksi dan menjadi tempat klien berlatih perilaku adaptif
untuk memperbaiki prilaku yang maladaptif (Keliat, 2014)
Terapi aktivitas kelompok sosialisasi merupakan upaya untuk memfasilitasi
kemampuan sosialisasi lansia dengan masalah hubungan sosial. Dengan TAK
sosialisasi lansia dapat meningkatkan hubungan sosial secara bertahap dari
interpersonal (satu dan satu), kelompok dan masyarakat (Keliat, 2014)
27

Menurut Videbeck dalam (sumaila 2015)


melaluiTerapiAktivitasKelompokSosialisasimemungkinkanseorangsalingmend
ukung, belajaruntukmenjalinhubungan interpersonal, merasakankebersamaan
dan dapatmemberikanmasukanterhadappengalamanmasing-masingklien,
sehinggaakanmeningkatkankemampuanbersosialisasidengan orang lain.
Peningkatankemampuanbersosialisasi pada
klienmenarikdiriterjadikarenaTerapiAktivitasKelompok (TAK)
sosialisasidilakukan agar klienmampumengekspresikanperasaan dan
latihanperilakudalamberhubungandengan orang lain. TAKS
bertujuanuntukmeningkatkanketerampilaninteraksisosial, yaitu agar
klienmampumemperkenalkandiri, berkenalandengananggotakelompok,
bercakap-cakapdengananggotakelompok, mampumenyampaikantopik,
mampumembicarakanmasalahpribadi,
bekerjasamadalamkelompoksertakemampuanmenyampaikanpendapattentang
manfaatkegiatankelompok.
Terapi Aktivitas Kelompok Sosialisasi merupakan suatu rangkainan kegiatan
yang sangat penting dilakukan untuk membantu dan memfasilitasi seseorang
dengan perilaku menarik diri untuk mampu bersosialisasi secara bertahap
untuk melatih kemampuan sosialsasi. Pada Penelitian ini menggunakan TAK
Sosialisasi memiliki 5 tahap. Dari ke 5 tahap tersebut pada tahap kerja
melibatkan 7 sesi yang sebagaimana dijelaskan oleh Keliat (2014).
Berdasarkanpenjelasan di atas,
denganTerapiAktivitasKelompokSosialisasiakanditerapkan pada
subjekpenelitianlansiadenganperilakumenarikdiri. Rangkaianteknik-teknik
yang terdiridari 5 tahap. Dari 5 tahaptersebut, pada tahapkerjaterdapat 7
sesiyaitukemampuanmemperkenalkandiri,
kemampuanberkenalandengananggotakelompok, kemampuanbercakap-
cakapdengananggotakelompok, kemampuanbercakap-
cakapdengantopiktertentu, kemampuanbercakap-cakapmasalahpribadi,
kemampuanbekerjasama dan evaluasikemampuansosialisasi. TAK
Sosialisasiinidilakukandenganpendekatankelompokdiharapkandapatmenurunk
anperilakumenarikdiri pada lansia.

E. Penelitian yang Terkait


28

1. PenelitianSumaila,
2015denganjudulPengaruhTerapiAktivitasKelompokTerhadapKemampuan
Sosialisasi Pada Lansia Di PantiSosialTresnaWerdhaIlomata Kota
Gorontalo. Penelitianinimerupakanpraeksperimendenganrancanganone
group prestest-posttest design. Jumlahsampel 10 responden, teknikQuota
sampling dengan criteria sampel. Pengumpulan data
dilakukanmelaluilembarobservasikemampuansosialisasi. Hasil
penelitianmenunjukkankemampuansosialisasirespondensebelumdilakukant
erapiaktivitaskelompokresponden yang berada pada
kategorisosialisasitidakmampusebanyak 3 responden (30%), dan
responden yang berada pada kategorisosialisasikurangmampusebanyak 7
responden (70%). Setelah
mendapatperlakuankemampuansosialisasirespondenmeningkat, 3
responden (30%) menjadiketegorisosialisasikurangmampu, dan 7
responden (70%) menjadikategorisosialisasimampu. Hasil uji ststistikUji T
Berpasangannilaip=0,000 (α <0.05),
disimpulkanadapengaruhterapiaktivitaskelompokterhadapkemampuansosia
lisasi pada lansia di PantiSosialTresnaWerdhaIlomata Kota Gorontalo.
Bagilansiadiharapkandapatmenerapkanterapiaktivitaskelompokdalamkehid
upansehari-hari.
2. PenelitianParasari, 2015
denganjudulHubungandukungansosialkeluargadengantingkatdepresi pada
lansiadikelurahanSading. Lansiaadalahkelompoklanjutusia yang
rentanmengalamidepresi. Sampelterdiridari 233 lansia di KelurahanSading
yang diambildenganmenggunakanteknik simple random sampling.
Penelitianinimenggunakanduaskalapengukuranyaituskaladukungansosialke
luarga dan skalatingkatdepresi (Geriatric Depression Scale) yang
diadaptasidariYesavagedkk.(dalamAzizah, 2011). Skala
dukungansosialkeluargaterdiridari 33 item dengannilaireliabilitas = 0,968
dan skalatingkatdepresiterdiridari 30 item dengannilaireliabilitas = 0,948.
Teknik analisis yang digunakan pada penelitianiniadalahkorelasi Rank
Spearman. Hasil analisismenunjukkanbahwaadahubungan yang
signifikanantaradukungansosialkeluargadengantingkatdepresi (p = 0,000; p
< 0,05). Koefisienkorelasi r = -0,847
sehinggadapatdisimpulkandukungansosialkeluargamemilikihubungan yang
29

berlawananarahdengantingkatdepresi. Hal
iniberartibahwasemakintinggidukungansosialkeluarga yang diterima,
makatingkatdepresi pada lansia di KelurahanSadingakanlebihrendah.
30

F. KerangkaTeori
2.1
KerangkaTeori

Faktor-faktor yang mempengaruhi KomponenKemampuanSosialisasi


kemampuan sosialisasi
1. Kemampuan Afektif
1. Perkembangan
2. Faktor Komunikasi
2. Kemampuan Kognitif

3. Faktor Sosial Cultural 3. Komponen Perilaku


4. Kondisi Kesehatan
5.
MenarikDiri

Terapi Aktivitas Kelompok Sosialisasi

Sesi 1 :klien mampu memperkenalkan


diri
Sesi 2 : klien mampu berkenalan
dengan anggota kelompok
Sesi 3 : klien mampu bercakap-cakap
dengan anggota kelompok
Sesi 4 : klien mampu bercakap-cakap
dengan topik tertentu
Sesi 5 :klien mampu bercakap-cakap
masalah pribadi
Sesi 6 : klien mampu bekerjasama
Sesi 7 : Mengevaluasi kemampuan
sosialisasi

Variabel yang ditelti

Variabel yang tidakditeliti

Sumber :(Keliat, 2014), (Purwaningsih, 2010), (Bahtiyar, 2014)


31

BAB III
METODOLOGI PENELITIAN

A. Variabel Penelitian
Variabel mengandung pengertian ciri atau ukuran yang dimiliki oleh suatu
objek penelitian yang dapat diukur. Variabel adalah sesuatu yang digunakan
sebagai ciri, sifat, atau ukuran tentang sesuatu yang menjadi konsep
penelitian (Notoatmodjo, 2012).
Variabel dikarakteristikan sebagai derajat, jumlah, dan perbedaan. Variabel
merupakan konsep dari berbagai level abstrak yang didefinisikan sebagai
suatu fasilitas untuk pengukuran dan atau manipulasi suatu penelitian.
(Nursalam, 2017)
Variabel yang digunakan dalam penelitian ini adalah ;
1. Variabel Independen (Variabel Bebas)
Variabel Independen merupakan variabel yang menjadikan sebab
perubahan atau timbulnya variabel terikat. (Hidayat, 2017)
Pada penelitian ini, variabel independennya (bebas) adalah Terapi
Aktivitas Kelompok Sosialisasi
2. Variabel Dependen (Variabel Terikat)
Variabel dependen merupakan variabel yang dipengaruhi atau menjadi
akibat karena variabel bebas. (Hidayat, 2017)
Pada penelitian ini Variabel dependenya (terikat) yaitu Kemampuan
Sosialisasi pada Lansia

B. Hipotesis Penelitian
Hipotesis merupakan jawaban sementara dari pertanyaan penelitian, yang
kebenarannya akan dibuktikan dalam penelitian (Notoatmodjo, 2012).
Hipotesis dalam penelitian ini adalah :
1. Hipotesa alternative (Ha)biasa dinyatakan dalam kalimat positif.
Hipotesa alternativ (Ha) : Adanya hubungan antara variabel bebas dengan
variabel terikat.
Ha: Adanya Pengaruh Terapi Aktivitas Kelompok Sosialisasi terhadap
Kemampuan Sosialisasi pada Lansia di Panti Wredha Sultan Fatah
Demak tahun 2019.
32

2. Hipotesa nol (H0) biasa dinyatakan dalam kalimat negatif.


Hipotesa nol (H0) yaitu tidak ada hubungan antara dua variabel.
Ho: Tidak ada Pengaruh Terapi Aktivitas Kelompok Sosialisasi terhadap
Kemampuan Sosialisasi pada Lansia di Panti Wredha Sultan Fatah
Demak tahun 2019.

C. Kerangka Konsep Penelitian


Kerangka konsep penelitian adalah merupakan abstrak yang terbentuk oleh
generasi dari hal-hal yang khusus oleh karena konsep merupakan abstrak
maka konsep tidak dapat langsung diamati atau diukur.Kerangka konsep
adalah merupakan formulasi atau simplifikasi dari kerangka teori atau teori-
teori yang mendukung penelitian tersebut (Notoatmodjo, 2012). Adapun
kerangka konsep penelitian ini sebagai berikut :
Variabel Independent (Bebas)
VariabelDependent (Terikat)
Terapi Aktivitas Kelompok
Sosialisasi
Kemampuan Sosialisasi
pada Lansia

Table 3.1 Kerangka konsep penelitian

D. Rancangan Penelitian
1. Jenis atau Desain Penelitian
Jenis penelitian Quasi Eksperimen dengan menggunakan bentuk
rancangan control group pre test-post testdigunakan dalam penelitian ini.
Desain ini bertujuan mengidentifikasi hubungan sebab akibat dengan cara
melibatkan dua kelompok subyek. Kelompok subyek diobservasi sebelum
dilakukan intervensi, kemudian diobservasi lagi setelah intervensi. Dalam
rancangan ini, kelompok eksperimental di berikan perlakuan terapi
TAK:Sosialisasi, sedangkan kelompok kontroltidak diberikan terapi
TAK:Ssosialisasi, pada kedua kelompok diawali dengan pre test
(pengukuran awal) kemampuan sosialisasi dan setelah pemberian
perlakuan diadakan pengukuran kembali post test.(Nursalam, 2017)
Tabel 3.1
Rancangan Penelitian Pre test-Post Test Whit Control Group
Subjek Pra Perlakuan Post –test
K-A O I O1-A
K-B O - O1-B
33

Sumber : Nursalam, 2017


Keterangan :
K-A :Kelompok Perlakuan
K-B :Kelompok Kontrol
- :Tidak ada perlakuan
O : Observasi Awal (Pre test)
I : Perlakuan
O1-A : Observasi setekah TAKS
(kelompok perlakuan) K-A
O1-B : Observasi Akhir K-B
2. Pendekatan waktu pengumpulan data
Metode pendekatan waktu dan pengumpulan data pada penelitian ini
menggunakan case control, dengan membandingkan kelompok
eksperimental dengan kelompok kontrol untuk mengetahui proporsi
kejadian berdasarkan riwayat ada tidaknya paparan (Nursalam, 2017).
3. Metode Pengumpulan Data
Pengumpulan data adalah suatu proses pendekatan kepada subjek dan
proses pengumpulan karakteristik subjek yang diperlukan dalam suatu
penelitian. (Nursalam, 2017)
a. Data Primer
Data primer adalah data yang secara langsung diambil dari objek
penelitian oleh perorangan atau organisasi.(Notoatmodjo, 2012)
Data primer pada penelitian ini diperoleh dari wawancara danpemberian
kuesioner tentang kemampuan sosialisasi sebagai alat pengumpulan
data kepada responden Lansia di Panti wredha Sultan Fatah Demak.
b. Data Sekunder
Data sekunder adalah data yang didapat tidak secara langsung dari
objek peneliti (Notoatmodjo, 2012). Adapun langkah pengumpulan data
dalam penelitian ini adalah :
1) Peneliti meminta surat keterangan melakukan penelitian kepada
Institusi Pendidikan, yaitu Program Studi Ilmu Keperawatan
Universitas Muhammadiyah Kudus, melalui jalur BAAK (Badan
Administrasi Akademik).
2) Selanjutnya meminta ijin kepada Dinas Sosial P2PA Demak untuk
melakukan penelitian di Panti Wredha Sultan Fatah Demak.
34

3) Setelah ijin dari masing-masaing instansi terkait keluar, peneliti


melakukan wawancara terhadap responden.
4) Kemudian mengambil responden sesuai kriteria inklusi.
5) Memberikan penjelasan kepada responden mengenai maksud dan
tujuan penelitian.
6) Membagikan kuesioner sebelum diberikan perlakuan untuk diisi.
7) Mengumpulkan kuesioner yang sudah dikerjakan oleh responden.
8) Menilai kuesioner yang telah terkumpulkan (pre-test).
9) Memberikan pelatihan pada responden tentang terapi aktivitas
kelompok sosialisasi.
10) Responden mengikuti kegiatan 7 sesi selama 7 hari atau 7 kali
pertemuan dengan 1 kali pertemuan diberikan 1 sesi.
11) Membagikan kuesioner setelah diberikan perlakuan.
12) Mengumpulkan kuesioner yang sudah dikerjakan oleh responden.
13) Menilai kuesioner yang terkumpul (post-test).
14) Setelah data terkumpul, selanjutnya dilakukan pengolahan dan
analisis data dengan bantuan program komputer dengan aplikasi
SPSS.
4. Populasi Penelitian
Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas objek/subyek yang
mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang telah ditetapkan oleh
peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya (Saryono,
2010). Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh lansia sebanyak 30
lansia yang tinggal dipanti Wredha Sultan Fatah Demak (Data bulan
November 2018).
5. Prosedur Sampel dan Sampel Penelitian
a. Sampel
Sampel adalah objek yang diteliti dan dianggap mewakili seluruh
populasi (Notoatmodjo, 2012)
Teknik pengambilan sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah
sampling jenuh,yaitu teknik penentuan sampel dimana semua anggota
populasi dijadikan sebagai sampel (Sugiyono,2017).Sedangkan sampel
dari penelitian ini adalah lansia yang tinggal di Panti Wredha Sultan
Fatah Demak sebanyak 30 lansia yang memenuhi kriteria inklusi dan
eksklusi sebagai berikut :
35

1) Kriteria inklusi
Kriteria inklusi adalah karakteristik umum subjek penelitian dari suatu
populasi target yang terjangkau dan akan diteliti. (Nursalam,
2017).Kriteria inklusi dalam penelitian ini adalah:
a) Lansia yang tinggal di Panti Wredha Sultan Fatah Demak
b) Mampu berkomunikasi dengan baik secara verbal
c) Bersedia menjadi responden
2)Kriteria Ekslusi
Menghilangkan atau mengeluarkan subjek yang memenuhi kriteria
inklusi dari studi karena berbagai sebab, antar lain:
a) Klien tidak bersedia menjadi responden
b) Klien yang mengalami gangguan jiwa
b. Teknik Pengambilan Sampel
Teknik sampling adalah cara-cara yang ditempuh dalam pengambilan
sampel, agar memperoleh sampel yang benar-benar sesuai dengan
keseluruhan subjek penelitian. (Nursalam, 2017)
Teknik sampling dalam penelitian ini diambil secara Non probability
sampling dengan metode Purposivesampling yaitu suatu teknik
penetapan sampel dengan cara memilih sampel diantara populasi
sesuai dengan yang dikehendakipeneliti,sehingga sampel tersebut
dapat mewakili karakteristik populasi yang telah dikenal sebelumnya.
(Sugiyono, 2017). Dan bila ada sampel yang tidak bersedia untuk
menjadi responden dalam penelitian ini akan dimasukka ke dalam
kelompok kontrol.
6. Definisi Operasioanal Variabel
Definisi operasional variabel adalah mendefinisikan variabel secara
operasional berdasarkan karakteristik yang diamati,sehingga
memungkinkan peneliti melakukan observasi atau pengukuran secara
cermat terhadap suatu objek atau fenomena. (Nursalam, 2017). Adapun
definisi operasional dari masing-masing variabel adalah sebagai berikut:
36

Tabel 3.1
Definisi Operasional Variabel

No Variabel Definisi Alat ukur & Kategori/Skor Skala


Operasional Cara ukur ukur
1. Kemampuan Suatu cara individu Kuesioner Kuesioner Rasio
Sosialisasi untuk mempelajari dengan 25 pertanyaan,
nilai dan norma pertanyaan dapat
sosial yang berlaku positif,.Tidak mengetahui
di dalam masyarakat pernah : kemampuan
agar dapat Nilai 1 sosialisasi jika
berkembang dan Kadang- kemampuan
menjadi pribadi yang kadang: nilai sosialisasi
bisa diterima oleh 2, dan selalu: afektif, kognitif,
kelompoknya 3 psikomotor
dinyatakan
Pertanyaan - mampu
Negatif tidak bersosialisai
pernah: nilai 3 dengan nilai ≥
Kadang- 40
kadang: nilai - tidak mampu
2, dan selalu: bersosialisasi
1 dengan nilai
40 - ≤ 40
2. Terapi Tindakan Buku Kerja/ - Diberikan Nominal
aktivitas keperawatan yang check list TAK:Sosialisasi
kelompok rutin dilakukan untuk samapi sesi ke 7
sosialisasi memvasilitasi - Tidak
(TAKS) kemampuan diberikan
sosialisasi pada TAK:Sosial
lansia yang menarik isasisampa
diri, terdiri dari 7 sesi i sesi ke 7
dan dilakuakan
dengan 7 kali
pertemuan.
Pertemuan 1
melakukan sesi 1,
pertemuan ke
2 ,melakukan sesi ke
2, pertemuan ke 3
melakukan sesi ke 3,
pertemuan ke 4
melakukan sesi ke 4,
pertemuan ke 5
melakukan sesi 5,
pertemuan ke 6
melakukan sesi 6
dan pertemuan ke 7
melakuakan sesi 7.
37

7. Instrumen Penelitian
Instrumen penelitian merupakan alat ukur yang digunakan untuk
pengumpulan data dalam penelitian (Azwar, 2009). Pada penelitian ini
instrumen yang digunakan adalah :
a. Buku kerja terapi aktivitas kelompok sosialisasi yang digunakan untuk
panduan peserta pada saat dilakukan terapi.
b. Kuesioner adalah sejumlah pertanyaan tertulis yang digunakan untuk
memperoleh informasi dari responden dalam arti laporan tentang
perbandingan atau hal-hal yang ia ketahui (Arikunto, 2010). Kuesioner
yang diberikan kepada responden adalah mengenai kemampuan
sosialisasi pada lansia yang menarik diri, belum sesuai standar
(baku).Skala pengukuran ini menggunakan pedoman skala Liker,dengan
tipe ini didapat jawaban yang tegas yaitu “tidak pernah (bernilai 1),
kadang-kadang (bernilai 2), selalu (bernilai 3) dan bersikap tertutup.
Kuesioner terdiri dari 25 pertanyaan tetang kemampuan sosialisasi pada
lansia yang menarik diri dengan pilihan, pertanyaan positif, tidak pernah
nilainya 1, kadang-kadang nilainya 2, dan selalu nilainya 3, pertanyaan
negatif, tidak pernah nilainya 3, kadang-kadang nilainya 2, dan selalu
nilainya: 1. Jenis pertanyaan terdiri dari 25 pertanyaan.

Tabel 3.2
Kisi-kisi kuesioner tentang Kemampuan Sosialisasi
pada lansia
Materi Pertanyaan Pertanyaan Kategori/skor
Positif Negatif
Komponen 1, 2, 3, 4, 7, 8, 10, 11 Kuesioner pertanyaan, mengetahui
Kemampuan 5, 6,9 kemampuan sosialisasi afektif
Sosialisasi dengan menjawab11 pertanyaan.
Afektif Skor dari item pertanyaan afektif 11
dari 25 pertanyaan
Jumlah nilai dari item pertanyaan
afektif dinyatakan dalam
- mampu bersosialisai dengan nilai ≥
40
- tidak mampu bersosialisasi dengan
nilai 40 - ≤ 40
Komponen 12, 13, 18 14, 15, 16, Kuesioner pertanyaan mengetahui
Kemampuan 17 kemampuan sosialisasi kognitif
Sosialisasi dengan menjawab 7 pertanyaan,
Kognitif Skor dari item pertanyaan afektif 7
38

dari 25 pertanyaan
Jumlah nilai dari item pertanyaan
kognitif dinyatakan
- mampu bersosialisai dengan nilai ≥
40
- tidak mampu bersosialisasi dengan
nilai 40 - ≤ 40
Komponen 20, 21, 22, 19 Kuesioner pertanyaan, mengetahui
Kemampuan 23, 24, 25 kemampuan sosialisasi psikomotor
Sosialisasi dengan menjawab 7 pertanyaan.
Perilaku Skor dalam pertanyaan psikomotor 7
(Psikomotor) dari 25 pertanyaan
Jumlah nilai dari item pertanyaan
psikomotor
- mampu bersosialisai dengan nilai ≥
40
- tidak mampu bersosialisasi dengan
nilai 40 - ≤ 40

Setelah kuesioner sebagai alat ukur (pengumpul) selesai disusun, belum


berarti kuesioner tersebut dapat langsung digunakan untuk mengumpulkan
data.Kuesioner dapat digunakan sebagai alat ukur penelitian perlu uji validitas
dan reliabilitas (Notoatmodjo, 2012).
1. Uji Validitas
Validitas adalah suatu indeks yang menunjukkan alat ukur itu benar-benar
mengukur apa yang diukur, yang menunjukkan tingkat kevaliditan atau
keaslian suatu instrumen (Arikunto, 2010). Untuk mengetahui apakah
kuesioner yang kita susun mampu mengukur apa yang akan diukur, maka
perlu diuji dengan uji korelasi antar skor tiap-tiap item dengan total
kuesioner tersebut(Notoatmodjo,2012).
Untuk kuesioner kemampuan sosialisasi, peneliti menggunakan kuesioner
dari hasil penelitian (Bahtiyar, 2014) yang sudah dilakukan uji validitas,
sehingga peneliti tidak melakukan uji validitas.
2. Uji Reliabilitas
Reliabilitas adalah kemampuan alat ukur untuk menghasilkan hasil
pengukuran yang sama ketika dilakukan pengukuran secara berulang
(Swarjana, I Ketut, 2015). Alat dan cara mengukur atau mengamati sama-
sama memegang peranan yang penting dalam waktu bersamaan.
Untuk menguji reliabilitas kuesioner rumus koefesien reliabilitas alpha
cronbach dengan rumus (Sugiyono, 2017).
39

ri =

Keterangan :
ri = reliabilitas instrumen
k = banyaknya item

= jumlah varian item

= varian total

8. Teknik Pengolahan Analisa dan Cara Penelitian


a. Teknik pengolahan data
Pengolahan data merupakan salah satu langkah yang sangat penting
dalam penelitian.Karena data yang diperoleh langsung dari penelitian
masih mentah, belum memberikan informasi apa-apa dan belum siap
untuk disajikan (Notoatmodjo, 2012).
Oleh karena itu harus dilakukan dengan baik dan benar. Kegiatan dalam
pengolahan data adalah :
1) Editing Data
Editing adalah upaya untuk memeriksa kembali kebenaran data yang
diperoleh dari responden.Editing dilakukan pada tahap pengumpulan
data atau setelah data terkumpul.
2) Coding (Pemberian Kode)
Coding merupakan kegiatan merubah data berbentuk kalimat/huruf
menjadi data berbentuk angka/bilangan.Tujuannya adalah
mempermudah pada saat analisis data dan juga pada saat
memasukkan data.
3) Scoring (Penilaian)
Kegiatan melakukan scoring terhadap jawaban dari kuesioner.
Pemberian skor atau penilaian yang perlu diberi penelitian atau skor
pada jawaban pertanyaan yang telah diterapkan.
4) Processing (Memasukkan Data)
Setelah merubah data berbentuk kalimat/huruf menjadi data
berbentuk angka, yakni jawaban-jawaban dari masing-masing
40

responden dalam bentuk kode, selanjutnya data dari kuesioner


dimasukkan ke dalam program komputer.
5) Cleaning (Pembersihan Data)
Cleaning merupakan kegiatan pengecekan kembali data yang sudah
dimasukkan, untuk melihat kemungkinan adanya kesalahan kode,
ketidaklengkapan, kemudian dilakukan pembetulan atau koreksi.

b. Analisa Data
Data yang telah diolah tidak akan ada maknanya tanpa dianalisis.Tujuan
dari analisadata adalah untukmemperoleh gambaran dari hasil
penelitian yang telah dirumuskan dalam tujuan penelitian, membuktikan
hipotesis-hipotesis penelitian yang telah dirumuskan, dan memperoleh
kesimpulan secara umum (Notoatmodjo, 2012). Analisa hasil penelitian
ini akan menganalisa pengaruh terapi aktivitas kelompok terhadap
kemampuan sosialisasi pada lansia.
Analisa data yang digunakan dalam penelitian ini menurut (Notoatmodjo,
2012) adalah :
1) Analisis univariat
Analisa Univariat yaitu mendiskripsikan distribusi frekuensi masing-
masing variabel penelitian dalam tabel untuk mengetahui jumlah dari
masing-masing kategori variabel. Analisa univariat pada penelitian ini
adalah Terapi Aktivitas Kelompok Sosialisasi.
Rumus analisa univariat :

Keterangan :
Σ = Prosentase hasil
f = Frekuensi yang dihasilkan
N = Jumlah seluruh sampel
2) Analisa bivariat
Analisa bivariat adalah analisa yang digunakan untuk mengetahui
interaksi dua variabel, baik berupa komparatif, asosiatif, maupun
korelasi (Notoatmodjo, 2012).Analisa bivariat dalam penelitian ini
adalah untuk mengetahui pengaruh terapi aktivitas kelompok
41

sosialisasi terhadap kemampuan sosialisasi pada lansia dipanti


Wredha Sultan Fatah Demak.Dalam analisa bivariat akan dilakukan
Uji Wilxocon dan Mann Whitney. Dimana Uji Wilxocon digunakan
untuk menganalisa hasil pengamatan yang berpasangan dari dua
data apakah berdeda atau tidak. Intervensi dilakukan pre- post test
artinya membandingkan rata-rata pre-test dan post test dan 1
sampel, data yang digunakan peneliti adalah data n umerik dan
kategorik (Riwidikno, 2010). Uji ini digunakan untuk mengetahui
pengaruh Terapi Aktivitas Kelompok Sosialisasi terhadap
Kemampuan Sosialisasi pada Lansia di Panti Wredha Sultan Fatah
Demak, sebelum dan sesudah
Uji wilcoxon digunakan untuk menganalisa hasil-hasil pengamatan
yang berpasangan dari dua data apakah berbeda atau tidak.Wilcoxon
signed rank test ini digunakan hanya untuk data bertipe interval atau
ratio, namun datanya tidak mengikuti distribusi normal. Uji mann
whitney digunakan untuk mengetahui perbedaan sebelum dan
sesudah dilakukan perlakuan.
Uji hipotesis :
H0 : d = 0 (tidak ada perbedaan diantara dua pelaku yang diberikan)
H1 : d ≠ 0 (ada perbedaan diantara dua pelaku yang diberikan)
Dengan d menunjukkan selisih nilai antara kedua pelaku. Statistik Uji

Dimana
Z = banyak data yang berubah setelah diberi perlakuan berbeda
T = jumlah renking dari nilai selisih yang negatif (apabila banyaknya
selisih yang positif lebih banyak dari banyaknya selisih negatif).
N = jumlah renking dari nilai selisih yang positif (apabila banyaknya
selisih yang negatif > banyaknya selisih yang positif)
Daerah kritis
H0 ditolak jika nilai absolute dari Z hitung diatas > nilai Z 2/α

E. Etika Penelitian
42

Dalam melakukan penelitian, peneliti terlebih dahulu mengajukan permohonan


ijin dari responden untuk mendapatkan persetujuan kepada responden
dengan menekankan pada masalah etika menurut Hidayat (2017) yang
meliputi:
1. Lembar persetujuan responden (informed consent)
Sebelum lembar persetujuan diberikan kepada responden, terlebih
dahulupeneliti harus menjelaskan maksud dan tujuan.Tujuannya adalah
responden mengetahui maksud dan tujuan penelitian serta dampak yang
diteliti selama pengumpulan data.Jika responden setuju untuk diteliti maka
diminta untuk menandatangani lembar persetujuan.Jika subyek menolak,
maka peneliti tidak memaksa dan tetap menghormati haknya.
2. Tanpa nama (anonymity)
Masalah etika penelitian merupakan masalah yang memberikan jaminan
dalam penggunaaan subjek penelitian dengan cara menjaga kerahasiaan
identitas responden peneliti tidak memberikan atau tidak mencantumkan
nama responden pada lembar pengumpulan data (kuesioner) yang diisi
oleh responden, hanya menuliskan kode pada lembar pengumpulan data.
3. Kerahasiaan (Confidentiality)
Merupakan masalah etika dengan menjamin kerahasiaan informasi
yangdiberikan oleh responden dijamin oleh peneliti. Jadi setiap informasi
yang diberikan oleh responden hanya diketahui oleh responden
bersangkutan (responden lain tidak tahu), dan peneliti (Hidayat, 2017).
4. Menjamin Keamanan Responden
Peneliti memberikan kesempatan kepada responden untuk menyampaikan
ketidaknyamanan dan tidak melanjutkan penelitian apabila penggunaan
TAKS memberikan dampak negatife pada psikologis responden.
5. Bertindak Adil
Bertindak adil merupakan prinsip etika yang diberikan kepada tiap
responden.Dalam penelitian ini yang membedakan dengan adanya
kelompok kontrol dan intervensi dalam memberikan perlakuan.

F. Jadwal Penelitian
Terlampir
43

G. Alur Penelitian

TAK SOSIALISASI
RESPONDEN

KemampuanSosiali KemampuanSosia
sasi pada lisasi pada lansia
lansiadengan tanpa TAKS
TAKS

Observasi kemampuan
ObservasiKemampuansosial sosialisasi pada lansia
isasi pada lansia (kelompok (kelompok kontrol)
intervensi)
sebelumdilakukan TAKS

Perlakuan TAKS pada


harike 1-7 dengan 7
sesiTAKS, 1 kali
pertemuandilakukan 1
sessi

Observasikemampuanso
sialisasi pada Hasil Analisa
lansiasetelahdilakukan dan kesimpulan
TAKS
44

BAB IV
HASIL PENELITIAN

A. Gambaran Umum Penelitian


Penelitian ini dilakukan di Panti Wredha Sultan Fatah Demak dimana
subjek tinggal dan beraktivitas di tempat tersebut. Panti Wredha Sultan Fatah
Demak terletak di jalan Jl. Kawedanan/Semboja Gg. I No. 28 Rt. 06/RW. VII
Kelurahan Bintoro, Kecamatan Demak. Panti Werdha Sultan Fatah Demak
didirikan pada 1 April 2005 di bawah Dinas Sosial, Tenaga Kerja dan
Transmigrasi Kabupaten Demak
Letak geografis Panti Wredha Sultan Fatah Demak terletak di Jl.
Kawedanan / Semboja Gg. 1 No. 28 Kel. Bintoro Demak. Lokasi panti Wredha
Sultan Fatah Demak berbatasan dengan:
a. Sebelah barat : Kapolsek Demak
b. Sebelah utara : Perkampungan Warga
c. Sebelah Timur : Pasar Bintoro Demak
d. Sebelah Selatan : Kantor Kabupaten Demak

Panti Wredha Sultan Fatah merupakan suatu lembaga pelayanan


kesejahtraan sosial bagi manusia lanjut usia atau seorang yang telah berusia 60
tahun keatas, Panti Wredha Sultan Fatah kota Demak dimaksudkan membantu
golongan usia lanjut yang terlantar dan tidak mampu agar dapat menikmati hari
tuanya dengan sennatiasa diliputi rasa aman, tenang, tentram, bahagia dan
sejahtera. Karena tidak setiap keluarga atau anggota masyarakat mampu
mengurus yang telah lanjut usia disebabkan adanya berbagaigangguan sosial,
khususnya ekonomi dalam kehidupan keluarga atau lingkungan masyarakat,
kegiatan tersebut terus dilakukan hingga saat ini penghuni panti wredha
mencapai 30 orang.

Penelitian ini dilakukan di Panti Wredha Sultan Fatah Demak pada bulan
Mei 2019. Penelitian ini dilakukan dengan cara membagi dua kelompok yaitu
kelompok intervensi yang diberiTerapi Aktivitas Kelompok
Sosialisasisedangkan kelompok kontrol adalah kelompok yang tidak
45

mendapatkan Terapi Aktivitas Kelompok Sosialisasi dan diberikan sosialisasi


komunikasi efektif. Penelitian ini dilakukan selama 2 minggu dilakukan
kegiatan 7 sesi selama 7 kali pertemuan dengan 1 kali pertemuan diberikan 1
sesi dalam waktu 45 menit. Pengambilan data menggunakan kuesioner yang
disebar sebelum dilakukan terapi dan sesudah dilakukan terapi, untuk
mengetahui lansia yang kurang bersosialisasi.Peneliti ingin melakukan
penelitian untuk mengetahui kemampuan sosialisasi pada lansia dengan
menggunakan terapi aktivitas kelompok sosialisasi. Terapi Aktivitas Kelompok
Sosialisasi merupakan salah satu jenis dari terapi aktivitas kelompok. Terapi
Aktivitas Kelompok Sosialisasi (TAKS) adalah upaya memasilitasi
kemampuan sosialisasi sejumlah orang dengan masalah hubungan sosial
(Keliat & Pawirowiyono, (2014). TAKS dilaksanakan dengan membantu
seseorang melakukan sosialisasi dengan individu yang ada disekitarnya.
Sosialisasi dapat pula dilakukan secara bertahap dari interpersonal (satu dan
satu), kelompok, dan massa. Aktivitas dapat berupa latihan sosialisasi dalam
kelompok (Keliat, 2014).

B. Karakteristik Responden
1. Berdasarkan Usia
Tabel 4.1
Distribusi Frekuensi Karakteristik Responden Berdasarkan
UsiaKelompokIntervensi dan Kontrol dengan Kemampuan Sosialisasi
padaLansiadi Panti WredhaSultan Fatah Demak tahun 2019 (N=30)
Kelompok Intervensi Kelompok Kontrol
Usia Frekuensi (%) Frekuensi (%)
60-70 8 53.3 10 66.7
71-80 6 40.0 3 20.0
81-90 1 6.7 2 13.3
Total 15 100.0 15 100.0
Sumber : data primer, 2019
Hasil analisa tabel 4.1 terlihat bahwa usia paling tinggi pada kelompok
intervensi yang mengalami ketidakmampuan bersosialisasi antara usia 60-70
sebanyak 8 (53,3%) responden danb terendah usia 81-90 sebanyak 1
responden, sedangkan pada kelompok kontrol yang mengalami
ketidakmampuan bersosialisasi antara usia 60-70 sebanyak 10 (66,7%)
responden, sedangkan yang terendah usia 81-90 sebanyak 2 (13,3%)
responden.
46

2. Berdasarkan jenis kelamin


Tabel 4.2
Distribusi Frekuensi Karakteristik Responden Berdasarkan Jenis Kelamin
Kelompok intervensi dan Kontrol dengan Kemampuan Sosialisasi pada Lansia
di Panti Wredha Sultan Fatah Demak tahun2019
N Kelompok intervensi Kelompok kontrol
Frekuensi (%) Frekuensi (%)

Laki-laki 15 7 46,7 % 5 33,3 %


Perempuan 15 8 53,3 % 10 66,7 %
Sumber : data primer, 2019
Berdasarkan tabel 4.3 diatas dapat disimpulkan bahwa jenis kelamin
laki-laki pada kelompok intervensi sebanyak 7 responden (46,7%) dan
perempuan sejumlah 8 responden (53,3 %). Sedangkan kelompok kontrol
bahwa jenis kelamin laki-laki pada kelompok kontrol sebanyak 5 responden
(33,3 %) dan perempuan sejumlah 10 responden (66,7 %)
3. Berdasarkan Pendidikan Terakhir
4.3
Distribusi Frekuensi Karakteristik Responden
BerdasarkanPendidikan Terakhir Kelompok Intervensi dengan
Kemampuan Sosialisasi pada Lansia di Panti Wredha Sultan
Fatah Demak
Kelompok intervensi Kelompok control

Frekuensi (%) Frekuensi (%)

SD 10 66,7 % 12 80,0 %
SMP 4 26,7 % 3 20,0 %
SMA 1 6,7 % 0 0
Total 15 100% 15 100%
Sumber : data primer, 2019

Berdasarkan tabel 4.3 diatas dapat disimpulkan bahwa pendidikan


terakhir pada kelompok intervensi paling banyak adalah pendidikan terakhir
SD dengan 10 responden (66,7 %), pendidikan terakhir SMP sebanyak 4
responden (26,7 %) dan pendidikan terakhir SMA sebanyak 1 responden
(6,7%). Sedangkan kelompok kontrol dapat disimpulkan bahwa pendidikan
terakhir pada kelompok kontrol paling banyak adalah pendidikan terakhir
SD dengan 12 responden (80,0 %) dan yang terendah adalah smp
sebanyak 3 responden (20,0%) .
47

C. Hasil Penelitian
1. Analisa Univariat
a. Kemampuan sosialisasi sebelum dan sesudah dilakukan pemberian
Terapi Aktivitas Kelompok Sosialisasi pada kelompok intervensi pada
Lansia di Panti Wredha Sultan Fatah Demak.
Tabel 4.4
Distribusi Frekuensi Berdasarkan Kemampuan Sosialisasi Sebelum
dan SesudahDilakukan Pemberian Terapi Aktivitas Kelompok
Sosialisasi pada Kelompok Intervensi Lansia di Panti Wredha
Sultan Fatah Demak Tahun 2019
Kelompok Intervensi
Kemampuan Sebelum Sesudah
Sosialisasi Presentase Presentase
Frekuensi Frekuensi
% %
Kurang Mampu
11 73,3 % 0 0
Bersosialisasi
Mampu
4 26,7 % 15 100 %
Bersosialisasi
Total 15 100 15 100 %
Sumber : data primer, 2019
Pada tabel 4.4 di atas menunjukan bahwa pada kelompok
intervensi sebelum dilakukanTerapi Aktivitas Kelompok Sosialisasi pada
Lansia di panti Wredha Sultan Fatah Demak mayoritas mengalami kurang
mampu bersosialisasi sebanyak 11 responden (73,3%) dan minoritas
mampu bersosialisasi sebanyak 4 responden (26,7%). Sedangkan
sesudah dilakukanTerapi Aktivitas Kelompok Sosialisasi pada Lansia di
Panti Wredha Sultan Fatah Demak seluruh lansia yaitu 15 responden
(100%) telah mampu bersosialisasi.
b. Kemampuan sosialisasi sebelum dan sesudah tanpa dilakukan
pemberian Terapi Aktivitas Kelompok Sosialisasi pada kelompok kontrol
pada lansia di panti Wredha Sultan Fatah Demak.
Tabel 4.5
Distribusi Frekuensi Berdasarkan Kemampuan Sosialisasi Sebelum
dan Sesudah Tanpa Dilakukan Pemberian Terapi Aktivitas
Kelompok Sosialisasi pada Kelompok KontrolLansia di Panti
Wredha Sultan Fatah Demak Tahun 2019
Kelompok Kontrol
Kemampuan
Sebelum Sesudah
Sosialisasi
Frekuensi (%) Frekuensi (%)
Kurang Mampu
6 40,0 % 6 40,0 %
Bersosialisasi
48

Mampu
9 60,0 % 9 60,0 %
Bersosialisasi
Total 15 100% 15 100 %
Sumber : data primer, 2019
Pada tabel 4.5 di atas menunjukan bahwa pada kelompok kontrol
sebelum dilakukan Terapi Aktivitas Kelompok Sosialisasi pada Lansia di
Panti Wredha Sultan Fatah Demak mayoritas mampu bersosialisasi
sebanyak 9responden (60,0%)dan minoritas kurang mampu bersosialisasi
sebanyak 6 responden (40,0%).Sedangkan sesudah perlakuan tanpa
dilakukan Terapi Aktivitas Kelompok Sosialisasi pada Lansia di Panti
Wredha Sultan Fatah Demak tidak ada perubahan dalam kemampuan
bersosialisasi.
2. Analisa Bivariat
a. Perbedaankemampuan bersosialisasi sebelum (pre-test) dengan
sesudah (post-test) pada kelompok intervensi dan kelompok kontrol
Untuk mengetahui apakah ada perbedaan kemampuan sosialisasi
sebelum perlakuan (pre-test) dan sesudah perlakuan (post-test)Terapi
Aktivitas Kelompok Sosialisasi.
Dalam kelompok intervensi dan observasi awal (pre-test) dengan
observasi akhir (post-test)pada kelompok kontrol menggunakan uji
statistik wilcoxon melalui bantuan komputerisasi terdapat data sebagai
berikut :
Tabel 4.6
Hasil Uji Wilcoxon Perbedaan Kemampuan Sosialisasi Responden
sebelum dan Sesudah Pre-Test dan Post-Testdi Berikan Perlakuan
Pada Lansia di Panti Wredha Sultan Fatah Demak tahun 2019
Variabel N Kemampuan sosialisasi
Frek. Pre Frek. Post P value
Kelompok intervensi 15
kurang mampubersosialisasi 11 0 0,001
Mampu bersosialisasi 4 15
Kelompok Kontrol 15
Kurang mampu bersosialisasi 6 6 1,000
Mampu bersosialisasi 9 9
Sumber : data primer, 2019
Berdasarkan tabel 4.6 diatas didapatkan hasil analisis uji Wilcoxon
perbedaan kemampuan bersosialisasi sebelum perlakuan(pre-test) dan
sesudah perlakuan (post-test) pada kelompok intervensi, didapatkan p
value sebesar 0,001 < α (0,05) dengan demikian H0 ditolak atau Ha
diterima yang berartiada“pengaruh Terapi Aktivitas Kelompok Sosialisasi
49

terhadap Kemampuan Sosialisasi pada Lansia di Panti Wredha Sultan


Fatah Demak”.
b. Perbedaan kemampuan sosialisasi sesudah (post-test) pada kelompok
intervensi dan kontrol
Mengetahui apakah ada perbedaan kemampuan sosialisasi
sesudah perlakuan (post-test) terapi aktivitas kelompok sosialisasi pada
kelompok intervensi, observasi akhir (post test) pada kelompok kontrol
menggunakan uji stastistik Mann-Whitney Test melalui bantuan
komputerisasi terdapat data sebagai berikut :
Tabel 4.8
Uji Mann-Whitney Perbedaan Post-Test Pada Kelompok Intervensi
Dan Kelompok Kontrol
Kelompok Intervensi Kelompok Kontrol
Asymp
Mann-
,Sig
Kemampuan Sesudah Sesudah Whitney
Sosialisasi (2-
Presentase Presentase U
Frekuensi Frekuensi tailed)
(%) (%)

Tidak Mampu
0 0 6 40,0 % 67.500 0,007
Bersosialisasi

Mampu
15 100% 9 60,0 %
Bersosialisasi

Total 15 100% 15 100 %

Sumber : data primer, 2019


Berdasarkan hasil uji analisis didapatkan hasil signifikan 2 tailed
Asymp. Didapatkan hasi p= 0,007 < 0,05 menunjukan bahwa terdapat
perbedaan signifikan sebesar 5%. Dengan demikian dapat disimpulkan
bahwa terdapat perbedaan kemampuan sosialisasi sesudah perlakuan
pada kelompok intervensi dan kelompok kontrol.
50

BAB V
PEMBAHASAN

A. Analisa Univariat
1. Kemampuan Sosialisasi Sebelum dan Sesudah pada kelompok intervensi
Menurut data penelitian yang dilakukan oleh peneliti menunjukkan
bahwa kemampuan sosialisasi sebelum Terapi Aktivitas Kelompok
Sosialisasi pada Lansia di Panti Wredha Sultan Fatah Demak yang
mengalami kurang mampu bersosialisasi didapatkan mayoritas mengalami
kurang mampu bersosialisasi sebanyak 11 responden (73,3%) dan
minoritas mampu bersosialisasi sebanyak 4 responden (26,7 %).
Sedangkan sesudah dilakukan Terapi Aktivitas Kelompok Sosialisasi pada
Lansia di Panti Wredha Sultan Fatah Demak seluruh lansia yaitu 15
responden (100%) telah mampu bersosialisasi.
Pada kelompok intervensi ini responden yang mengalami kurang
mampu bersosialisasi berjenis kelamin perempuan lebih tinggi (8 orang)
dibandingkan responden berjenis kelamin laki-laki (7 orang) dan yang
mengalami kurang mampu bersosialisasi tertinggi pada usia 60-70
sebanyak 8 (53,3%) responden dan terendah usia 81-90 sebanyak 1
responden dan yang kurang mampuan bersosialisasi tertinggi
berpendidikan SD dengan jumlah 10 responden (66,7 %), sedangkan yang
mengalami kurang mampu bersosialisasi berpendidikan terendah SMA
sebanyak 1 responden (6,7 %). Berdasarkan data diatas menunjukkan
bahwa pada kelompok intervensi sebelum diberikan terapi aktivitas
kelompok sosialisasi menunjukkan bahwa kurang mampu bersosialisasi
yang dialami lansia dapat berkurang dari yang mengalami kurang mampu
bersosialisasi kebanyakan dirasakan oleh respponden berjenis kelamin
perempuan dengan umur berkisar 60-70 tahunan dan berpendidikan SD
yang biasanya mengalami kurang mampu bersosialisasi sehingga kita
harus memilih terapi yang tepat yaitu terapi aktivitas kelompok sosialisasi.
Dari hasil penelitian di Panti Wredha Sultan Fatah Demak diketahui
bahwa lansia disana mengalami kemampuan sosialisasi yang berbeda di
Panti Wredha yang mampu bersosialisasi cenderung memiliki sikap
51

terbuka, mudah bersosialisasi dengan orang lain bahkan dengan orang


baru, memiliki banyak teman dan menerima perubahan-perubahan yang
terjadi pada dirinya baik secara fisik, psikologi, sosial, maupun spiritual.
Sedangkan lansia yang mengalami kurang mampu bersosialisasi
cenderung menutup diri, menghindar bila ada orang baru dalam
lingkungannya dan lebih suka menyendiri dikamar. Dari hal diatas dapat
diketahui ada perbedaan dari sikap penerimaan sikap lansia terhadap
perubahan yang terjadi baik secara fisik maupun psikologis dari lansia
ternyata dapat memberikan pengaruh terhadap kemampuan sosialisasi.
Hal inidiperkuat dan hasil penelitian yang dilakukan oleh berhimpong
(2016) diRSJ Prof. Dr. V. L. RATUMBUYSANG MANADO. Hasil uji
Wilxocon Signed-Rank Test adalah testdengan nilai signifikan adalah 0,000
atau lebih kecil dari nilai signfikan 0,05 (0,00 < 0,05).hasil penelitian ini
menunjukan adanya pengaruh latihan keterampilan sosialisasi terhadap
kemampuan berinteraksi klien isolasi sosial di Rumah Sakit Prof. Dr. V. L.
Ratumbuysang Manado.
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Sumaila (2015)
dilakukan di Panti Sosial Tresna Werdha “Ilomata” Kota Gorontalo. Hasil uji
statistik Uji T Berpasangan nilai p=0,000 (α<0.05), disimpulkan bahwa ada
pengaruh terapi aktivitas kelompok terhadap kemampuan sosialisasi panda
lansia di Panti Sosial Tresna Werdha Ilomat Kota Gorontalo.
2. Kemampuan Sosialisasi Sebelum dan Sesudah pada Kelompok Kontrol
Hasil penelitian menunjukkan bahwa setelah dilakukan terapi aktivitas
kelompok sosialisasi pada kelompok kontrol yang mengalami kurang
mampu bersosialisasi pada Lansia di Panti Wredha Sultan Fatah Demak
mayoritas mampu bersosialisasi sebanyak 9 responden (60,0%) dan
minoritas kurang mampu bersosialisasi sebanyak 6 responden (40,0%).
Sedangkan sesudah perlakuan tanpa dilakukan. Terapi Aktivitas Kelompok
Sosialisasi pada Lansia di Panti Wredha Sultan Fatah Demak tidak ada
perubahan dalam kemampuan bersosialisasi.
Pada kelompok kontrol ini responden yang mengalami kurang mampu
bersosialisasi tertinggi berjenis kelamin perempuan (10 orang) dan berjenis
kelamin laki-laki (5 orang) dan yang mengalami kurang mampu
bersosialisasi tertinggi pada usia 60-70 tahun dengan jumlah 10 orang
sedangkan terendah usia 81-90 tahun dengan jumlah 2 orang. Pendidikan
52

tertinggi SD dengan 12 orang dan yang terendah adalah SMP sebanyak 3


orang. Berdasarkan data diatas menunjukkan bahwa pada kelompok
kontrol sebelum dan sesudah diberikan terapi aktivitas kelompok sosialisasi
masih sama tidak ada perubahan.
Pada penelitian ini lebih banyak responden perempuan dibandingkan
laki-laki pada usia 60-70 tahun. Dikarenakan bahwa perempuan memiliki
keadaansistem muskuloskeletal pada lansia akan mengalami penurunan
struktur dan fungsinya(Maryam, 2008). Laju demineralisasi tulang terjadi
lebih besar pada wanita yang menopause dari padalaki-laki. Kemampuan
mobilisasi lansia yang terus menurun akibat sistem musculoskeletal yang
terus mengalami penurunan akanmenyebabkan kemampuan lansia untuk
melakukan kontak dan komunikasi dengan oranglain mengalami hambatan,
sehingga kemampuaninteraksi sosial lansia juga akanmengalami
penurunan.
Pendidikan merupakan salah satu faktor predisposisi sosial budaya
untuk terjadinya masalah psikologis. Faktor pendidikan mempengaruhi
kemampuan seseorang untuk menyelesaikan masalah yang dihadapi.
Semakin tinggi tingkat pendidikan seorang lansia maka semakin banyak
pengalaman hidup yang dilaluinya sehingga akan lebih siap dalam
menghadapi masalah yang terjadi. Pendidikan adalah upaya persuasi atau
pembelajaran kepada masyarakat agar masyarakat mau melakukan
tindakan-tindakan (praktik) untuk memelihara (mengatasi masalah-
masalah) dan meningkatkan kesehatannya (Notoatmodjo, 2012).
Dilihat dari teori bahwa tingkat pendidikan merupakan salah satu faktor
yang menentukan terhadap terjadinya perubahan perilaku, dimana semakin
tinggi tingkat pendidikan pada seseorang, maka berarti telah mengalami
proses belajar yang lebih sering dengan kata lain tingkat pendidikan
mencerminkan intensitas terjadinya proses belajar (Notoatmodjo, 2012).
Pada penelitian ini peneliti hanya meneliti dari tingkat pendidikan
responden, tanpa melihat apakah responden pernah atau tidak mengalami
proses belajar tentang informasi kemampuan sosialisasi terhadap lansia,
namun pendidikan yang rendah sering dihubungkan dengan pengetahuan,
maka seseorang dengan pendidikan yang rendak akan diasumsikan lebih
sulit menyerap informasi yang diterima mengenai kesehatan psikologi,
terutama ibu rumah tangga. Sedangkan tingkat pendidikan yang lebih tinggi
53

akan lebih mudah menerima dan menyerap informasi yang lebih kompleks,
tentang kemampuan sosialisai (Bahtiyar, 2014).
Lansia yang menjadi responden penelitian yiatulansia yang tinggal di
panti wredha sultan fatah demak mendapatkan kesempatan untuk
berinteraksi dengan lingkungan luar lebih terbatas daripada lansia yang
tinggal di komunitas. Semakin sedikitkesempatan lansia untuk bertemu
danberinteraksi dengan orang lain akanberdampak pada semakin besar
lansia untukmengalami perasaan kesepian (Carpenito, 2009).Semakinlama
seorang lansia tinggal di panti makakeadaan-keadaan tersebut akan
seringdialamidisebabkan karena proses penuaan yang terjadi pada lansia
yang mengakibatkanpenurunan fungsi tubuh lansia secara umum. Interaksi
sosial berperan sangat penting terhadap status kesehatan lansia. Salah
satu terapi yang dapat meningkatkan kemampuan interaksi lansia adalah
terapi aktivitas kelompok sosialisasi (TAKS). TAK sosialisasi adalah upaya
memfasilitasi kemampuan sosialisasi sejumlah klien dengan masalah
hubungan sosial. (Keliat B. A., 2014)
Hal inidiperkuat dan hasil penelitian yang dilakukan oleh Pambudi
(2017) di Pelayanan Sosial Lanjut Usia (PSLU) Jember.Hasil uji t
dependen, dengan kenaikan nilai rata-rata kemampuan interaksi sosial
sebesar 14,11 (22,31 - 37,32). Kemampuan interaksi sosial lansia dengan
kesepian setelah TAKS adalah 94,7% memiliki kemampuan interaksi sosial
baik. Hasil ini menunjukkan nilai p = 0,0005 (CI 95%). Kesimpulan dari hasil
penelitian adalah adanya pengaruh yang sangat bermakna antara TAKS
terhadap kemampuan interaksi sosial pada lansia dengan kesepian di
PSLU Jember.

B. Analisa Bivariat
1. Pengaruh terapi aktivitas kelompok sosialisasi terhadap kemampuan
sosialisasi pre test dan post test pada kelompok intervensi.
Hasil penelitian yang menggunakan uji wilcoxon menunjukkan bahwa
diperoleh ρ value sebesar 0,001 hal ini menunjukkan bahwa nilai ρ value<α
(0,05) dengan demikian H0 ditolak atau Ha diterima yang
berartiada”pengaruh Terapi Aktivitas Kelompok Sosialisasi terhadap
Kemampuan Sosialisasi pada Lansia di Panti Wredha Sultan Fatah
Demak” pada kelompok intervensi.
54

Hasil penelitian yang menggunakanuji


wilcoxonmenunjukkanbahwadiperoleh ρ valuesebesar 1,000
halinimenunjukkanbahwanilai ρ value<0,05. Makadapatdisimpulkanbahwa
H0 diterimaatau Ha ditolak yang berarti “tidakterdapatpengaruh pada
kelompokkontrol”.
Hasil penelitianinididukung oleh penelitianpambudi 2015 penelitian
yang dilakukan di PelayananSosialLanjutUsia (PSLU) Jembertentang yang
berjudulpengaruhterapiaktivitas
kelompoksosialisasiterhadapkemampuansosialisasi pada lansia di
pantiwredha sultan fatahDemak. Rekomendasipenelitianiniadalah
TAKSdirekomendasikan pada
lansiadengankesepianuntukmeningkatkankemampuaninteraksisosialnya.
(Pambudi, 2015)
Terapiaktivitaskelompoksangatefektifuntukmengubahperilakukarenadid
alamkelompokterjadiinteraksisatudengan yang lain dan
salingmempengaruhi. Dalamsebuahkelompokakanterbentuksatu system
sosial yang salingberinteraksi dan
menjaditempatklienberlatihperilakuadaptifuntukmemperbaikiprilaku yang
maladaptif (Keliat, 2014)
Terapiaktivitaskelompoksosialisasimerupakanupayauntukmemfasilitasi
kemampuansosialisasilansiadenganmasalahhubungansosial. Dengan TAK
sosialisasilansiadapatmeningkatkanhubungansosialsecarabertahapdari
interpersonal (satu dan satu), kelompok dan masyarakat(Keliat, 2014)
Peneliti berpendapat bahwa ketidakmampuan bersosialisasidapat
terjadi pada orang yang berusia lanjut atau bertambahnya usia, seseorang
pelan tetapi pasti mulai melepaskan diri dari kehidupan sosialnya atau
menarik diri dari pergaulan sekitarnya. Keadaan ini mengakibatkan
interaksi sosial lanjut usia menurun sehinggal dapat menggganggu
kesehatan jiwa lansia hal tersebut dapat diperbaiki dengan cara
menggunakan terapi aktivitas kelompok (TAK) salah satunya terapi
aktivitas kelompok sosialisasi tehnik tersebut dilakukan dengan 7 sessi
dilakukan selama 7 pertemuan dan satu kali pertemua dilakukan satu sessi
selama 45 menit dengan cara TAKS terdiri dari tujuh sesi yaitu
memperkenalkan diri, berkenalan dengan oranglain, bercakap-cakap,
berbincang tentang topik tertentu, berbincang tentang masalah pribadi
55

yang dialami, bekerjasama, dan berpendapat tentang manfaat dari TAKS.


Sesi-sesi dalam TAKS terdiri dari kegiatan-kegiatan yang dapat
meningkatkan kemampuan lansia dalam bersosialisasi dan membina
hubungan yang baik dengan sesama lansia dan lingkungan sekitar.
Pemberian terapi aktivitas kelompok sosialisasi melatih individu untuk
meningkatkan hubungan interpersonal antar anggota kelompok,
berkomunikasi, saling memperhatikan,memberikan tanggapan terhadap
orang lain, mengekspresikan ide, dan menerima stimulus eksternal yang
berasal dari lingkungan.. (Keliat B. A., 2014)
2. Post test terapi aktivitas kelompok sosialisasi pada kelompok intervensi
dan kontrol.
Berdasarkan hasil Uji Mann-Whitney Test di dapatkan hasil ρ = 67.500
menunjukkan bahwa data bersifat homogen, sedangkan pada hasil
signifikansi 2 tailed t-test didapatkan hasil ρ=0,007 α < (0,05) menunjukkan
bahwa terdapat perbedaan yang signifikan sebesar 5% dengan demikian
dapat disimpulkan terdapat perbedaan kemampuan bersosialisasi setelah
perlakuan pada kelompok intervensi dan kelompok kontrol.
Dengan demikian dari hasil penelitian ini pemberian terapi aktivitas
kelompok sosialisasi untuk meningkatkan kemampuan lansia dalam
bersosialisasi dan membina hubungan yang baik dengan sesama lansia
dapat dilakukan oleh lansia dipanti sebagai meningkatkan hubungan
interpersonal antar anggota kelompok, berkomunikasi, saling
memperhatikan, sebagai alternatif terapi yang aman digunakan.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa ada pengaruh terapi aktivitas
kelompok sosialisasi terhadap kemampuan sosialisasi pada lansia dip anti
wredha sultan fatah demak. Terapi Aktivita Kelompok merupakan suatu
psikoterapi yang dilakukan sekelompok pasien bersama-sama dengan
jalan berdiskusi satu sama lain yang dipimpin atau diarahkan oleh seorang
terapis atau petugas kesehatan jiwa yang telah terlatih. Terapi kelompok
adalah terapi psikologi yang dilakukan secara kelompok untuk memberikan
stimulasi bagi pasien dengan gangguan interpersonal. (Yosep, 2009).
TAKS dilaksanakan dengan membantu seseorang melakukan sosialisasi
dengan individu yang ada disekitarnya. Sosialisasi dapat pula dilakukan
secara bertahap dari interpersonal (satu dan satu), kelompok, dan massa.
Aktivitas dapat berupa latihan sosialisasi dalam kelompok. (Keliat, 2014)
56

Hal inidiperkuat dan hasilpenelitian yang dilakukan oleh Hasriana


(2013) di rumah sakit khusus daerahProvinsi sulawesi selatan. Analisa
data dengan uji “wilcoxon sign rank test”. Pengolahan data
menggunakankomputer SPSS versi 16.Hasil analisa menunjukkan adanya
pengaruh yang signifikan dari TAKSosialisasi terhadap kemampuan
berinteraksi sosial dengan p = 0,000.Kesimpulan penelitian iniadalah ada
pengaruh terapi aktivitas kelompok sosialisasi terhadap kemampuan
pasien berinteraksisosial. Sebaiknya TAK Sosialisasi menjadi terapi
keperawatan terhadap setiap pasien denganmasalah keperawatan isolasi
sosial karena TAK merupakan salah satu tindakan keperawatan
yangefektif.

C.KeterbatasanPenelitian
Penatalaksanaanpenelitianinitidakluputdariketerbatasan-keterbatasan yang
penelitirasakan dan teridentifikasi :
1. Sampel
Jumlahsampeldalampenelitianinisudahsesuaidenganjumlah minimal
sampel yang dibutuhkan,
namunkemungkinanpenelitianiniakanmenghasilkan data yang
lebihbaikjikadilakukan pada populasi yang
lebihbesardenganjumlahsampel yang lebihbanyak.
2. Waktu
Waktu penelitian pada lansiaselama 2 minggudengan7 sesi dan 7 kali
pertemuanselama 45 menitdenganketentuanwaktu yang
samatentuakanmemperolehhasilpenelitian yang baik.
3. Tempat
Dalampenelitianinipenelitimelakukanterapisecarabersamaandiruangte
rbuka dan pasien duduk denganmembuatlingkaranbesar.
4. Alatpenelitian
Keterbatasan yang
penelitianalamidalammelakukanpenelitianiniantara lain
terapiaktivitaskelompoksosialisasi (TAKS)
merupakanhalbarubagirespondensehinggapenelitiharusmenjelaskandeng
ansebaikmungkinsehinggarespondenpahammanfaat TAKS dan
57

bersediadiberiterapiaktivitaskelompoksosialisasi (TAKS) selama 7 kali


pertemuan.

BAB VI
PENUTUP

A. Kesimpulan
Berdasarkanhasilpenelitian dan pembahasan yang
telahdiuraikansebelumnya,
makadapatdiambilbeberapakesimpulansebagaiberikut:
1. Hasil penelitian yang dilakukan pada 14 responden sebelum dilakukan
terapi aktivitas kelompok sosialisasi pada kelompok kontrol yang
mengalami kurang mampubersosialisasi didapatkan sebanyak 6 responden
(40,0%).
2. Hasil penelitian yang dilakukan pada 14 responden sebelum dilakukan
terapi aktivitas kelompok sosialisasi pada kelompok intervensi yang
mengalami kurang mampu bersosialisasi didapatkan sebanyak 11
responden (73,3%).
3. Sesudah dilakukan terapi aktivitas kelompok sosialisasi pada kelompok
kontrol tidak ada perubahan dalam kemampuan
bersosialisasiyaitudidapatkansebanyak 6 responden (40,0%).
4. Sesudah dilakukan terapi aktivitas kelompok sosialisasi pada kelompok
intervensi yang mengalami kurang mampu bersosialisasi didapatkan
berkurang 11 responden (73,3%). Dari data ini terlihat bahwa kelompok
intervensi ada perubahan.
5. Hasil Uji Wilcoxon didapatkan bahwa terdapat pengaruh yang signifikan
antara terapi aktivitas kelompok sosialisasi terhadap kemampuan
sosialisasi pada lansia dipanti wredha sulta fatah demak tahun 2019
58

didapatkan ρ value sebesar 0,001<α (0,05), maka dapat diambil


kesimpulan bahwa H0 ditolak Ha diterima.
6. Hasil Uji Mann-Whitney didapatkan bahwa terdapat pengaruh yang
signifikan antar terapi aktivitas kelompok sosialisasi terhadap kemampuan
sosialisasi pada lansia dipanti wredha sultan fatah demak tahun 2019
dengan hasil didapatkan ρ value = 0,007 < 0,05 Menunjukkan bahwa data
bersifat homogen.

B. Saran
1. Bagi Universitas Muhammadiyah Kudus
Hasil penelitianinidapatdigunakan oleh pihak Universitas Muhammadiyah
Kudus sebagai data-data
terbarudiperpustakaanmengenaipemberianterapiaktivitaskelompoksosialisa
siuntukkemampuansosialisasi dan
sebagaireferensiterbaruuntukbahanajaranperkuliahan.
2. Bagi pengurus di Panti Wredha Sultan Fatah Demak
Setelah diperoleh hasil yang signifikan maka dapat diterapkan untuk
menangani lansia yang kemampuan sosialisasinya berkurang agar dapat
bersosialisasi dengan lingkungan yang ada disekitarnya.
3. Bagi lansia di Panti Wredha Sultan Fatah Demak
Sebagai acuan untuk meningkatkan sosialisasi dengan lingkungan sekitar,
walaupun tinggal ditempat yang baru dan bersama dengan lansia lain yang
belum pernah ditemui sebelumnya, sehingga akan mengalami
kebahagiaan dimasa tuanya.
4. Bagi petugas kesehatan (Perawat)
Hasil penelitian ini, sebagai bahan tambahan referensi dalam melakukan
asuhan keperawatan, khususnya kejiwaan lansia agar dapat bersosialisasi
dengan lingkungan yang ada disekitarnya.
5. Bagipenelitiselanjutnya
Hasil
daripenelitianinidapatdigunakansebagaireferensiatausebagaiacuanbagipen
elitianselanjutnya agar
dapatdikembangkanlebihlanjutdenganpenelitianterkaityaitutetangpengaruht
59

erapiaktivitaskelompoksosialisasiterhadapkemampuanlain
sepertiStimulasiPersepsi, StimulasiSensoris, dan Stimulasi
OrientasiRealitas pada Lansia.

DAFTAR PUSTAKA

Arikunto, S. (2010). Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek. Cetakan


XIII. Jakarta: PT:Rineka Cipta.
Azizah, L. M. (2011). Keperawatan Lanjut Usia. Yogyakarta: Graha Ilmu.
Bahtiyar, L. (2014). Pengaruh Logo Terapi Dengan Teknik Paradoxical Intension
Terhadap Kemampuan Sosialisasi Klien HIV/AIDS Di Kelompok
Dukungan Sebaya (KDS) Kasih Kabupaten Kudus tahun 2014 .
Bandiyah, S. (2009). Lanjut Usia dan Keperawatan Gerontik. Yogyakarta: Nuha
Medika.
Carpenito L J. (2009) Diagnosa keperawatan:aplikasi pada praktik klinis. Alih
bahasa. Edisi; Eka Anisa Mardella, Meining Issuryanti; Ed 9.
Jakarta:EGC.
Darmojo dan Martono, H. (2010). Buku Ajar Geriatri, Edisi ke-4 cited
WHO:Defition of an elderly Person. Jakarta: Balai Penerbitan FKUI Hal
: 47-50.
Dewi, S. R. (2014). Buku Ajar Keperawatan Gerontik--Ed.1, Cet. 1--. Yogyakarta:
Deepublish.
Hasriana. (2013). Pengaruh Terapi Aktivitas Kelompok Sosialisasi Terhadap
Kemampuan Bersosialisasi Pada Klien Isolasi Sosial Menarik Diri Di
Rumah Sakit Khusus Daerah Provinsi Sulawesi Selatan.
Hidayat, A. A. (2017). Metodologi Penelitian Keperawatan dan Kesehatan.
Jakarta: Salemba Medika.
60

Indriana, Y. (2012). Gerentologi dan Progeria. Yogyakarta: Pustaka Belajar.


Jannah, I. Z. (2017). hubungan dukungan sosial dengan kemampuan sosialisasi
anak autis di yayasan pondok pesantren ABK AL-ACHSANIYYAH .
Keliat, B. A. (2014). Keperawatan Jiwa:terapi aktivitas kelompok . Jakarta: EGC.
Kementerian Kesehatan, R. (2017). Pusat Data Dan Informasi. Pusat Data Dan
Informasi , Jakarta Selatan.
Kementrian Kesehatan, R. (2013). Gambaran kesehatan lanjut usia di Indinesia.
Pusat Data Kementrian Kesehatan RI .
kementrian Kesehatan, R. (2013). Gambaran Lanjut Usia Di Indonesia. Jakarta.
Lubis, N. L. (2013). PSIKOLOGO KESPRO Wanita & Perkembangan
Reproduksinya. Jakarta.
Maryam, d. (2008). Mengenal Uisa Lanjut dan Perawatannya. Jakarta: Salemba
Medika.
Notoatmodjo, S. (2012). Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta.
Nursalam. (2017). Metodologi penelitian Ilmu Keperawatan. Jakarta: Salemba
Medika.
Padila. (2013). Buku Ajar Keperawatan Gerontik. Yogyakarta: Nuha Medika.
Pambudi, W. E. (2015). Pengaruh Terapi Aktivitas Kelompok Sosialisasi (TAKS)
terhadap Kemampuan Interaksi Sosial pada Lansia dengan Kesepian
di Pelayanan Sosial Lanjut Usia (PSLU) Jember .
Parasari, G. A. (2015). Hubungan Dukungan SosiaL Keluarga Dengan Tingkat
Depresi pada Lansia di Kelurahan Sading. Program Studi Psikologi,
Fakultas Kedokteran, Universitas Udayana .
Purwaningsih, W. (2010). Asuhan Keperawatan Jiwa. jogjakarta: Nuha Medika
RI, K. K. (2013). Gambaran Kesehatan lanjut usia di indonesia. Artikel.Pusat
Data Kementrian Kesehatan RI.
Saryono. (2010). (Metodologi Penelitian Kebidanan) . Jakarta: Nuha Medika.
Sugiyono. (2017). Metode Penelitian Kualitatif . Bandung : Alfabeta.
Sumaila. (2015). pengaruh terapi aktivitas kelompok terhadap kemampuan
sosialisasi pada lansia di panti sosial tresna werdha "ILOMAT" kota
Gorontalo .
Swarjana, I. K. (2015). Metodologi Penelitian Kesehatan, Edisi Revisi.
Yogyakarta: Andi Offset.
Wahyu S, R. (2017). ILMU SOSIAL DASAR. Bandung: Redaksi Pustaka Setya.
Yosep, I. (2009). Keperawatan Jiwa. Bandung: PT Refrika Aditama.
61

Anda mungkin juga menyukai