Anda di halaman 1dari 62

HUBUNGAN MOTIVASI DAN TRAUMA FISIK DENGAN

KECERDASAN EMOSIOANAL PADA REMAJA


KELAS VIII DI SEKOLAH MENENGAH
PERTAMA (SMP) NEGERI 05
KUDUS.

SKRIPSI
Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Mencapai
Gelar Sarjana Keperawatan (S-1)

Oleh :
IRFAN SAHZURI
NIM. 920173022

Pembimbing :
1. Noor Hidayah, A.Kep.,M.Kes.
2. Heny Siswanti, S.Kep.,Ners.,M. Kep.

PROGRAM STUDI S-1 KEPERAWATAN


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH KUDUS
Tahun 2020
HALAMAN PERSETUJUAN

Proposal skripsi dengan judul “HUBUNGAN MOTIVASI DAN TRAUMA


FISIK DENGAN KECERDASAN EMOSIONAL PADA REMAJA KELAS VIII DI
SEKOLAH MENENGAH PERTAMA (SMP) 05 KUDUS” ini telah disetujui dan
diperiksa oleh Pembimbing skripsi untuk dipertahankan dihadapan Tim Penguji
Skripsi Jurusan S1 Keperawatan Universitas Muhammadiyah Kudus, pada:

Nama : Irfan sahzuri

NIM : 920173022

Hari :

Tanggal :

Menyetujui,

Pembimbing Utama Pembimbing Anggota

i
Noor Hidayah, A.Kep., M.Kes. Heny Siswanti, S.Kep., Ners.,M.Kep.

NIDN: 0612077501 NIDN: 0607017603

Mengetahui

Universitas Muhammadiyah Kudus

Rektor

Rusnoto, SKM.,M.Kes.(Epid)

NIDN: 0621087401

ii
HALAMAN PENGESAHAN

Proposal skripsi dengan judul “HUBUNGAN MOTIVASI DAN TRAUMA


FISIK DENGAN KECERDASAN EMOSIONAL PADA REMAJA KELAS VIII DI
SEKOLAH MENENGAH PERTAMA (SMP) 05 KUDUS ” ini telah diuji dan
disahkan oleh Tim Penguji Skripsi Jurusan S1 Keperawatan Universitas
Muhammadiyah Kudus, pada:

Nama : Irfan sahzuri

NIM : 920173022

Hari :

Tanggal :

Menyetujui,

Penguji Utama Penguji Anggota

iii
Noor Hidayah, A.Kep., M.Kes. Umi Faridah, S.Kep., Ns.MNS

NIDN: 0612077501 NIDN: 0604058601

Mengetahui

Universitas Muhammadiyah Kudus

Rektor

Rusnoto, SKM.,M.Kes.(Epid)

NIDN: 0621087401

iv
PERNYATAAN

Nama : Irfan sahzuri

NIM : 920173022

Menyatakan bahwa Skripsi yang berjudul “HUBUNGAN MOTIVASI DAN


TRAUMA FISIK DENGAN KECERDASAN EMOSIONAL PADA REMAJA
KELAS VIII DI SEKOLAH MENENGAH PERTAMA (SMP) 05 KUDUS”,
merupakan:

1. Hasil karya yang disiapkan dan disusun sendiri


2. Belum pernah disampaikan untuk mendapatkan gelar S1 Keperawatan
Universitas Muhammadiyah Kudus

Oleh karena itu, pertanggungjawaban proposal ini sepenuhnya berada pada diri
saya.

Demikian pernyataan ini saya buat dengan sejujurnya.

v
Kudus, 2020

Irfan sahzuri

NIM: 920173022

KATA PENGANTAR

vi
Dengan memanjatkan puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala
limpahan rahmat dan hidayah-Nya, penulis dapat menyelesaikan Skripsi yang
berjudul “HUBUNGAN MOTIVASI DAN TRAUMA FISIK DENGAN
KECERDASAN EMOSIONAL PADA REMAJA KELAS VIII DI SEKOLAH
MENENGAH PERTAMA (SMP) 05 KUDUS”. Proposal Skripsi ini disusun
sebagai syarat mencapai Gelar S1 Keperawatan di Universitas Muhammadiyah
Kudus. Atas tersusunnya Proposal Skripsi ini, penulis mengucapkan terima kasih
kepada:

1. Rusnoto, SKM.,M.Kep.(Epid)., selaku Rektor Universitas Muhammadiyah


Kudus serta yang telah memberikan izin dan membantu terselesaikan
penelitian ini.
2. Umi Faridah, S.Kep., Ns.MNS,. selaku Ketua Jurusan / Prodi Keperawatan
UniversitasMuhammadiyah Kudus, serta yang telah memberikan izin dan
membantu terselesaikan penelitian ini.
3. Noor Hidayah, A.Kep.,M.Kes.,selaku Pembimbing Utama yang telah
memberikan bimbingan dan arahan penyusunan penelitian ini
4. Heny Siswanti, S.Kep.,Ners.,M.Kes., selaku Pembimbing Anggota yang telah
memberikan bimbingan dan arahan penyusunan penelitian ini.
5. Ibu, ayah, dan keluarga yang telah menjadi penopang, pendorong, serta
pennyemangat penulis untuk melaksanakan penelitian ini.
6. Bapak dan Ibu dosen Universitas Muhammadiyah Kudus serta staf yang
telah banyak memberikan bekal ilmiah selama penulis mengikuti pendidikan.
7. Semua kawan-kawan yang telah bersedia menjadi bagian dari penelitian ini.
8. Semua pihak yang telah membantu terselesaikannya Proposal Skripsi ini
yang tidak dapat disebutkan satu persatu.

Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan Proposal Skripsi masih banyak


kekurangannya, untuk itu penulis mengharapkan saran dan bimbingan dari
berbagai pihak dalam perbaikan selanjutnya.

Kudus, 2020

vii
Irfan sahzuri

NIM: 920173022

viii
DAFTAR ISI

HALAMAN COVER...............................................................................................1
HALAMAN PERSETUJUAN.................................................................................2
HALAMAN PENGESAHAN...................................................................................3
PERNYATAAN.....................................................................................................4
KATA PENGANTAR.............................................................................................5
DAFTAR ISI.......................................................................................................... 6
DAFTAR TABEL...................................................................................................7
DAFTAR GAMBAR...............................................................................................8
DAFTAR LAMPIRAN............................................................................................9
BAB I PENDAHULUAN.......................................................................................10
A. LATAR BELAKANG.................................................................................10
B. RUMUSAN MASALAH.............................................................................14
C. TUJUAN PENELITIAN.............................................................................14
D. RUANG LINGKUP...................................................................................14
E. MANFAAT PENELITIAN..........................................................................15
F. KEASLIAN PENELITIAN..........................................................................15
BAB II TINJAUAN PUSTAKA.............................................................................19
A. KECERDASAN EMOSIONAL..................................................................19
B. REMAJA..................................................................................................24
C. MOTIVASI................................................................................................24
D. TRAUMA FISIK........................................................................................26
E. HUBUNGAN MOTIVASI DAN TRAUMA FISIK DENGAN KECERDASAN
EMOSIONAL..................................................................................................29
F. KERANGKA TEORI.................................................................................31
BAB III METODOLOGI PENELITIAN..................................................................32
A. VARIABEL PENELITIAN..........................................................................32
B. HIPOTESIS PENELITIAN........................................................................33
C. KERANGKA KONSEP PENELITIAN........................................................33
D. DEFINISI OPERASIONAL VARIABEL PENELITIAN DAN SKALA
PENGUKURAN...............................................................................................38

ix
E. INSTRUMEN PENELITIAN DAN UJI VALIDITAS RELIABILITAS............40
F. TEKNIK PENGOLAHAN DATA DAN ANALISA.......................................44
G. ETIKA PENELITIAN.................................................................................48
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................49

x
DAFTAR TABEL

Tabel 1.1 Keaslian Penelitian................................................................... 16


Tabel 3.1 Definisi Operasional Variabel.................................................... 37
Tabel 3.2 Kisi-Kisi Instrumen Motivasi..................................................... 41
Tabel 3.3 Kisi-Kisi Instrumen Trauma Fisik............................................... 41
Tabel 3.4 Kisi-Kisi Instrumen Kecerdasan Emosional............................... 42
Tabel 3.5 Penskoran Kuesioner................................................................ 45

xi
DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Kerangka Teori....................................................................... 31


Gambar 3.1 Kerangka Konsep Penelitian................................................... 34

xii
DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Permohonanan Izin Penelitian


Lampiran 2 Surat Ijin Penelitian
Lampiran 3 Permohonan Calon Responden
Lampiran 4 Surat Persetujuan Menjadi Responden
Lampiran 5 Lembar Kuesioner
Lampiran 6 Lembar Konsultasi Bimbingan Skripsi

xiii
10

BAB I
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Remaja (adolescent) merupakan masa transisi dari anak-anak menjadi
dewasa. Remaja adalah penduduk dalam rentang usia 10 hingga 19 tahun.
Pada saat ini, remaja mengalami perkembangan mencapai kematangan fisik,
mental, sosial dan emosional. Umumnya masa ini berlangsung sekitar umur
13 tahun sampai umur 18 tahun, yaitu masa anak duduk di bangku sekolah
menengah (WHO, Ali & Asrori, 2014).

Pada masa remaja terjadi berbagai perubahan yaitu perubahan hormonal,


fisik, psikologis maupun sosial. Perubahan fisik yang menonjol adalah
perkembangan tanda-tanda seks sekunder, terjadinya pacu tumbuh, serta
perubahan perilaku dan hubungan sosial dengan lingkungannya. Di samping
itu juga terjadi perubahan psikososial anak baik dalam tingkah laku dan
trauma yang pernah dialami anak, hubungan dengan lingkungan serta
ketertarikan dengan lawan jenis.Masa remaja terdapat fase pubertas dimana
mengalami perubahan dalam sistem kerja hormon pada tubuhnya dan hal ini
memberi dampak pada bentuk fisik (terutama organ-organ seksual) dan psikis
terutama emosi. Meningginya emosi remaja sangat tergantung dengan
dampak perubahan fisik dan kehidupan psikologis. Artinya, jika semakin
banyak terjadi perubahannya dan tidak terkendali oleh remaja, maka semakin
meninggi pula emosinya (Pieter & Namora 2010).

Dampak perubahan emosi yang labil akan mengakibatkan minimnya


kemampuan remaja untuk menguasai dan mengontrol emosi. Kondisi ini
membuat remaja selalu mengalami storm and stress (bergejolak dan stress).
Perubahan emosi remaja merupakan akibat perubahan hormonal dan terhenti
seiring bertambah usia. Remaja dikatakan matang secara emosi jika mampu
mengontrol emosi, remaja hendaknya memahami dan memiliki kecerdasan
emosional (Mu’tadin, 2010).

Kecerdasan emosional adalah serangkaian keterampilan yang dimiliki


individu dalam mengatur suasana hati untuk dapat merasa optimis dan
bahagia, melalui kemampuan memahami diri sendiri dan orang lain,
berinteraksi dengan orang lain, mengatur dan mengendalikan emosi,
serta beradapatasi terhadap berbagai tuntutan dan perubahan hidup. Subyek
memiliki kecerdasan emosional yang baik, mampu mengontrol diri, mampu
mengelola emosi yang dimilikinya baik itu emosi positif maupun emosi negatif.
Dengan tidak mengekspresikan emosi yang meledak-ledak dimuka umum dan
mampu bertindak secara wajar sehingga dapat diterima oleh masyarakat di
lingkungan sekitarnya (Karmiana, 2016).

Hal ini sesusi dengan penelitian Supriadi, Atti & yanti (2017) yang
menjelaskan bahwa remaja yang pandai menyesuaikan diri dengan
lingkungannya akan lebih mudah beradaptasi pada sesuatu hal yang baru.
Individu yang pandai mengungkapkan perasaan atau emosional yang positif
pada lingkungannya maka akan mudah menjalin hubungan interaksi dengan
orang lain atau lingkungan sekolahnya. Individu yang dapat mengontrol
emosinya akan lebih mudah mengembangkan perkembangan sosialnya

Dalam pendidikan formal, belajar menunjukkan adanya perubahan yang


sifatnya positif sehingga pada tahap akhir akan didapat keterampilan,
kecakapan dan pengetahuan baru. Hasil dari proses belajar tersebut
tercermin dalam prestasi belajarnya. Namun dalam upaya meraih prestasi
belajar yang memuaskan dibutuhkan motivasi belajar di dalam proses belajar
tersebut. Kondisi psikis anak yang pada akhirnya dapat mempengaruhi
motivasi belajar anak. Motivasi belajar merupakan pendorong dalam diri anak
atau siswa untuk mencapai tujuan belajar yang ingin dicapai (Buyung
Desiverlina, 2014)

Motivasi belajar yang dimiliki oleh setiap siswa bertujuan untuk


menumbuhkan gairah belajar serta mencapai hasil belajar yang efektif dan
maksimal. Pencapaian hasil belajar efektif dan maksimal harus ditunjang
dengan berbagai saranaprasarana yang memadai seperti perlengkapan alat-
alat belajar dan kesiapan jiwa (batin) anak atau siswa. Motivasi dapat
dikatakan sebagai keseluruhan daya penggerak didalam diri siswa yang
menimbulkan kegiatan belajar sehingga tujuan yang dikehendaki oleh siswa
dapat dicapai, yang tentunya dengan dukungan dan dorongan dari lingkungan
keluarga (Buyung Desiverlina, 2014)

11
keluarga merupakan unit terkecil yang memberikan pengaruh yang
sangat menentukan pada pembentukan watak dan kepribadian anak. Anak
yang sering mendapat perlakuan kasar atau mendapat kekerasan dari orang
tuanya, mungkin saat besar nanti akan menjadi pribadi yang berbeda dengan
orang pada umumnya. Kekerasan fisik juga dapat berpengaruh pada
kepribadian anak, yaitu anak mempunyai harga diri yang rendah, hubungan
dengan perilaku yang kurang baik, dan kesukaran dalam berperilaku (Walker&
Roberts dalam Patnani, Ekowarni, Etsem, 2012).

Sikap mendidik yang salah dalam lingkungan keluarga seperti penolakan


dan perlakuan kejam terhadap anak dan sering menghukum fisik akan
menimbulkan rasa tidak diterima, rasa ditolak dalam lingkungan keluarga,
sehingga anak akan melakukan pelampiasan pada masa remaja dimana
masa remaja ini banyak sekali masalah-masalah yang timbul. Selanjutnya,
apabila tidak mampu mengontrol emosinya maka masalah lain pun akan
muncul, seperti sangat pemarah,bersikap sadis dan pengalaman traumatis.
( Mappiare, dalam Patnani, Ekowarni, Etsem, 2012)

Pengalaman traumatis sering melibatkan ancaman terhadap kehidupan


atau keselamatan. Beberapa situasi yang membuat seorang siswa merasa
terbebani bahkan melibatkan kerusakan fisik. Trauma terjadi berdasarkan
pengalaman emosional seseorang memaknai suatu peristiwa yang menjadi
pemicu seseorang tersebut memiliki trauma psikologis. (Sumiati, Ambar
sulianti 2016)

Trauma didefinisikan oleh American Psychological Association (APA)


sebagai respon emosional seseorang terhadap suatu peristiwa yang sangat
negatif. Trauma adalah reaksi normal terhadap peristiwa yang mengerikan,
efek dapat begitu parah sehingga mereka mengganggu kemampuan individu
untuk hidup normal. Secara umum, ketika seseorang mengalami trauma
apapun peristiwa yang melatar belakanginya reaksi yang muncul dapat
dikategorikan menjadi tiga hal yaitu ingatan yang mengganggu, selalu
menghindar, dan munculnya gangguan trauma fisik. (Sumiati, Ambar sulianti
2016)

12
Trauma yang dialami di masa kecil, dapat memiliki efek yang parah dan
bertahan lebih lama. Anak-anak yang mengalami trauma, melihat dunia
sebagai tempat yang menakutkan dan berbahaya. Ketika trauma masa kecil
yang tidak terselesaikan, rasa takut yang mendasar dan ketidakberdayaan
membawa mereka mengalami trauma lebih lanjut.Trauma dapat disebabkan
oleh sebuah peristiwa negatif yang menyebabkan dampak yang menetap
pada ketidakseimbangan mental dan emosional anak. (Psympathic, Jurnal
Ilmiah Psikologi 2016)

Penelitian di National Survey of Children oleh Nicholas Zill menemukan


bahwa anak-anak yang berumur antara 18 hingga 22 tahun dari keluarga-
keluarga yang bermasalah seperti terdapat unsur kekerasan itu 2 kali lebih
besar kemungkinannya dibandingkan remaja lain untuk memperlihatkan
tingkat gangguan emosional atau kecerdasan emosi yang dimiliki ataupun
masalah tingkah laku yang lebih tinggi (dalam retnosari wulan prawoto. 2010)

Penyimpangan yang sedang marak terjadi di kalangan remaja adalah


perkelahian atau tawuran pelajar. Dari kasus tersebut dapat disimpulkan
bahwa remaja yang begitu mudah terstimulus untuk berperilaku menyimpang
adalah remaja yang memiliki konsep diri negatif. Dengan konsep diri negatif
ini, remaja tidak dapat menjadi dirinya sendiri dan mereka akan mudah goyah
dalam pendiriannya. Sehingga dapat diartikan remaja tersebut memiliki
kecerdasan emosional rendah, karena mereka tidak mampu memotivasi diri,
mengelola emosi, serta tidak mampu berempati, dan membina hubungan
dengan orang lain. (Lestari, 2016)

Berdasarkan wawancara awal pada hari senin tanggal 21 September


2020 di Sekolah menengah pertama (SMP) negeri 05 kudus bahwa setiap
angkatan terdapat delapan kelas dan masing-masing kelas berjumlah 32
siswa. Hasil wawancara langsung kepada bebarapa guru bimbingan konsling
(BK) yang mengatakan bahwa masih ada beberapa anak yang mudah
tersinggung, mudah marah, berbicara kotor/ kurang sopan dan berperilaku
negative kepada teman kelasnya. Tidak hanya itu, di masa pandemic ini
karena pembelajaran dilakukan secara daring, masih banyak anak yang

13
kurang disiplin didalam hal mengerjakan soal dan kurangnya motivasi untuk
mengerjakan tugas yang diberikan bapak/ibu guru sesuai mata pelajaran.
Studi pendahuluan ini juga membagikan kuesioner sementara kepada
20 siswa kelas VIII SMP Negeri 5 Kudus tentang motivasi, trauma fisik dan
kecerdasan emosioanal. Kuesioner tentang motivasi mendapatkan hasil
bahwa 9 siswa mendapatkan motivasi baik, dikarenakan motivasi sebagai
proses internal yang mengaktifkan, menuntun, dan mempertahankan
perilaku dari waktu ke waktu, seorang siswa yang percaya bahwa dirinya
memiliki kemampuan yang perlu untuk melakukan suatu tugas, akan
termotivasi untuk melakukan tugas tersebut. Dan 11 siswa mendapatkan
motivasi kurang baik, itu karena siswa yang tidak percaya bahwa dirinya
memiliki kemampuan dan kemauan yang perluh untuk melakukan suatu
tugas, jadi siswa tidak akan termotivasi untuk melukan tugas tersebut.
Pada kuesioner sementara mengenai trauma fisik mendapatkan hasil 5
siswa trauma fisik ringan, itu karena siswa tidak menghindari orang, tempat,
atau sesuatu yang berhubungan dengan peristiwa traumatic. 15 siswa
memiliki trauma fisik berat, hal itu dikarenakan kesulitan mengontrol emosi,
menghindari orang, tempat, atau sesuatu yang berhubungan dengan
peristiwa traumatic, dan enggan membicarakannya.
Dan untuk kuesioner keceerdasan emosional didapatkan 5 siswa
memiliki kecerdsan emosional rendah, itu dikarenakan merea belum mampu
menahan emosinya seperti mudah marah, mudah tersinggung, sering
berbicara kotor dan kasar kepada sesame teman, tidak membutuhkan orang
lain ketika menghadapi kesulitan, daya saing untuk mencapai sesuatu antar
siswa rendah. Dan tidak jarang menyelesaikan persoalan dengan
pertengkaran. Sedangkan sebaliknya 5 siswa meliliki kecerdasan emosional
tinggi, hal ini dikarenakan mereka mampu menahan dan mengontrol atas
emosinya, mampu member motivasi terhadap dirinya sendiri dan orang lain,
tidak merasa putus asa ketika sedang menghadapi persoalan dan
menyelesaikan permasalahan melalui baik dengan antar sesama teman atau
mendiskusikan dengan guru BK. Serta 10 siswa memiliki kecerdasan
emosional sedang, hal ini dikarenakan siswa masih belum mampu
mengontrol emosinya, masih labil dalam berpikir, masih terbawa suasana
hati dan belum mampu mengenali emosinya sendiri dan orang lain.

14
Berdasarkan latar belakang masalah, maka penulis tertarik untuk
mengadakan penelitian dengan judul “ Hubungan motivasi dan trauma fisik
dengan kecerdasan emosioanal pada remaja kelas VIII di sekolah
menengah pertama (SMP) Negeri 5 kudus”.

B. RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka ditetapkan rumusan
masalah : “Apakah terdapat Hubungan motivasi dan trauma fisik dengan
kecerdasan emosioanal pada remaja kelas VIII di sekolah menengah pertama
(SMP) Negeri 5 kudus ?

C. TUJUAN PENELITIAN

1. Tujuan Umum
Untuk mengetahui Hubungan motivasi dan trauma fisik dengan
kecerdasan emosioanal pada remaja kelas VIII di sekolah menengah
pertama (SMP) Negeri 5 kudus
2. Tujuan Khusus
a. Mengetahui kecerdasan emosioanal pada remaja kelas VIII di sekolah
menengah pertama (SMP) Negeri 5 kudus
b. Mengetahui motivasi belajar pada remaja kelas VIII di sekolah
menengah pertama (SMP) Negeri 5 kudus
c. Menganalisis Hubungan motivasi dan trauma fisik dengan kecerdasan
emosioanal pada remaja kelas VIII di sekolah menengah pertama
(SMP) 5 kudus

D. RUANG LINGKUP

1. Ruang Lingkup Waktu


Dimulainya pengambilan data awal pada bulan September 2020.
Direncanakan studi penelitian akan dimulai pada bulan November
2020.
2. Ruang Lingkup Tempat
Penelitian ini bertempat di sekolah menengah pertama (SMP) Negeri
5 kudus

15
3. Ruang Lingkup Materi
Masalah yang dikaji adalah Hubungan motivasi dan trauma fisik
dengan kecerdasan emosioanal pada remaja kelas VIII di sekolah
menengah pertama (SMP) Negeri 5 kudus

E. MANFAAT PENELITIAN

Berdasarkan tujuan penelitian dan ruang lingkup di atas, manfaat yang


akan diperoleh dari penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Bagi Responden
Sebagai motivasi bagi responden untuk meningkatkan pengetahuan
tentang kecerdasan emosional pada remaja, agar tidak adanya
penyimpangan perilaku pada remaja saat ini.
2. Bagi Masyarakat
Sebagai sumber informasi yang dapat meningkatkan
pengetahuan tentang pentingnya kecerdasan emosional pada remaja.
3. Bagi Institusi Pendidikan
Sebagai bahan referensi dan pengembangan penelitian di institusi
pendidikan tentang kecerdasan emosional pada remaja . Selain itu,
sebagai bahan rujukan institusi dan instansi lainnya mengenai atau
yang berkaitan dengan pengaruh kecerdasan emosional pada remaja.
4. Bagi Institusi Kesehatan
Sebagai referensi atau bahan rujukan dan atau bahan
perbandingan untuk mengatasi masalah pasien dengan psikologis
akibat trauma fisik yang dialami oleh pasien yang akan mennganggu
kecerdasan emosional pada pasien.
5. Bagi Peneliti
Sebagai pengaplikasian ilmu keperawatan yang diperoleh
selama berada di bangku perkuliahan dan pengalaman nyata selama
praktik yang menangani masalah kecerdasan emosional dengan
motivasi dan trauma fisik atau yang berkaitan ke dalam penelitian.

16
F. KEASLIAN PENELITIAN

Keaslian penelitian ini berdasarkan pada beberapa penelitian terdahulu


yang mempunyai karekteristik yang relatif sama dalam hal tema kajian,
meskipun berbeda dalam hal kriteria subjek, jumlah dan posisi variabel
penelitian atau metode analisis yang digunakan. Beberapa penelitian
yang terkait dengan motivasi dan trauma fisik dengan kecerdasan
emosiaonal pada remaja akan dipaparkan pada tabel 1.1.

Tabel 1.1. Keaslian Penelitian


No Nama Tahun Judul Metode Hasil
. Peneliti Penelitia Penelitian Penelitian Penelitian
n
1. Buyung 2014 Hubungan Survey Terdapat
Desiverlina kecerdasan Analitik hubungan yang
emosional dan dengan sangat
keharmonisan pendekatan signifikan
keluarga Cross dengan F
dengan motivasi Sectional hitung = 4.927
belajar siswa di Study > F tabel =
sekolah 3.1504, R2 =
menengah 0.175, dan p =
kejuruan (SMK) 0.011.
kesehatan Kemudian,
samarinda terdapat
hubungan
positif antara
kecerdasan
emosional
dengan
motivasi belajar
dengan beta =
0.826, t hitung
= 2.491 > t

17
tabel = 2.000,
dan p = 0.035 <
0.050. Pada
keharmonisan
keluarga
dengan
motivasi belajar
diketahui
bahwa tidak
ada hubungan
antara
keduanya
dengan beta =
-0.501, t hitung
= -0.501 < t
tabel = 2.000
dan p = 0.138 >
0.050.

2. Ida 2018 Hubungan metode Ada hubungan


samidah, antara deskriptif antara
murwati dan pengalaman analitik pengalaman
mirawati. memperoleh dengan mendapatkan
hukuman fisik di pendekatan hukuman fisik di
masa anak cross masa kecil
dengan perilaku sectional. dengan perilaku
agresif pada agresif pada
remaja di SMKN remaja di SMK
02 Kota N 02 Kota
Bengkulu. Bengkulu.

3. Profitra reza 2015 Perbedaan teknik tidak


kecerdasan sampel terdapat
akbar dan perbedaan
emosional kluster
imam (cluster kecerdasa
antara siswa n
sampling).

18
setyawan SMA dengan emosional
MA: Studi yang
signifikan
komparasi pada antara
siswa kelas XI di siswa
SMA N 1 SMA
dengan
Purwodadi dan siswa MA.
MA Sunniyyah Kecerdasa
Selo. n
emosional
SMA dan
MA sama-
sama
berada
pada
kategori
tinggi.

4. Irfan 2020 Hubungan ? “On progress”


sahzuri, motivasi dan
Noor trauma fisik
Hidayah & dengan
Heny kecerdasan
Siswanti emosional pada
remaja kelas
VIII di sekolah
menengah
pertama (SMP)
5 kudus

19
20

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. KECERDASAN EMOSIONAL

1. Pengertian kecerdasan emosional

Kecerdasan emosi diperkenalkan tahun 1990 oleh Salovey dan Mayer


untuk menjelaskan kualitas emosi yang penting bagi keberhasilan hidup.
Salovey dan Meyer mengartikan kecerdasan emosi sebagai kecerdasan
sosial yang melibatkan kemampuan diri sendiri dan orang lain, memilah
informasi serta menggunakannya untuk memandu pikiran untuk bertindak
(Andriani, 2014).
Kecerdasan emosional adalah serangkaian keterampilan yang dimiliki
individu dalam mengatur suasana hati untuk dapat merasa optimis dan
bahagia, melalui kemampuan memahami diri sendiri dan orang lain,
berinteraksi dengan orang lain, mengatur dan mengendalikan emosi,
serta beradapatasi terhadap berbagai tuntutan dan perubahan hidup
(Putri, 2016).
Kecerdasan emosi tidak dipengaruhi oleh faktor keturunan, namun
sangat dipengaruhi oleh faktor lingkungan dan bersifat tidak menetap.
Oleh karena itu, faktor lingkungan orang tua di masa kecil sangat
berpengaruh dalam pembentukan kecerdasan emosi. Keterampilan
kecerdasan emosi dan kognitif saling berinteraksi pada tingkatan
konseptual dan konkret. Goleman juga mengatakan bahwa dalam
kehidupan tidak hanya ada satu jenis tipe kecerdasan untuk meraih
sukses, namun ada cakupan yang lebih luas yaitu kecerdasan linguistik,
spasial, kinestetik, logika, musik, interpersonal, dan intrapersonal.
Menurut Gardner kecerdasan tersebut merupakan kecerdasan pribadi
dan Daniel Goleman menyebutnya sebagai kecerdasan emosi (Thaib,
2013).
Kecerdasan emosi dapat bekerja secara sinergis dengan kemampuan
kognitif karena ketika individu meggunakannya secara seimbang, maka
individu dapat memanfaatkanya sesuai dengan potensi yang dimiliki dan
21

akan berkembang hingga menjadi pribadi yang lebih tangguh dalam


menghadapi permasalahan (Windayani & Anwar 2017)
kecerdasan emosi merupakan dasar pembentukan emosi dan
pengendalian impuls-impuls, dimanaindividu tetap optimis ketika
berhadapan dengan ketidakpastian, mampu memahami dan menangani
kelemahan diri sendiri, mampu memotivasi diri sendiri, serta mampu
memiliki rasa simpatik kepada orang lain.
Berdasarkan beberapa pengertian di atas, dapat disimpulkan bahwa
kecerdasan emosi adalah kemampuan individu dalam mengenali emosi
diri sendiri dan orang lain, kemampuan individu dalam memahami emosi
diri sendiri dan orang lain, dan kemampuan dalam mengelola emosi pada
situasi dan kondisi tertentu dalam upaya memotivasi diri, serta membina
hubungan baik dengan orang lain.
2. Aspek-aspek kecerdasan emosional
Aspek-aspek yang membentuk kecerdasan emosi dari sudut pandang
para ahli tidaklah sama. Salah satunya (Daniel 2018) yang merinci aspek-
aspek kecerdasan emosi, yaitu:
a. Mengenali emosi diri
Mengenali emosi diri artinya mengenali perasaan yang dialami
diri sendiri. Hal ini merupakan dasar dari kecerdasaan emosi,
yaitu mampu mengontrol perasaan yang dapat memberikan
pemahaman dalam diri. Individu yang memiliki kepekaan tinggi
dalam mengenali perasaanya dapat mengambil suatu
keputusan masalah pribadi yang dimilikinya dan
ketidakmampuan dalam memahami perasaan akan membuat
individu dikuasai oleh perasaannya sendiri.
b. Mengelola emosi
terhindar dari perasaan cemas, murung dan ketersinggungan.
Individu yang tidak memiliki keterampilan ini akan melawan
keterpurukan, sedangkan orang yang memiliki keterampilan
dalam mengelola emosi dapat bangkit dari keterpurukan.
Mengelola emosi merupakan kemampuan menangani emosi
sendiri agar diketahui dengan tepat, seperti kemampuan untuk
menghibur diri sendiri,
c. Memotivasi diri sendiri

22
Memberikan motivasi kepada diri sendiri adalah hal penting
dalam kemampuan mengatur emosi yang berhubungan dengan
memberikan perhatian, memotivasi diri dan mengendalikan diri
sendiri. Individu yang mempunyai kemampuan ini akan lebih
produktif dan secara efektif dapat mencapai tujuan yang
diinginkan.
d. Mengenali emosi orang lain
Mengenali emosi orang lain merupakan kemampuan
membangun relasi yang didasari oleh kesadaran diri yang tinggi
dalam mengenali emosi orang lain dengan baik. Semakin dapat
memahami emosi diri sendiri, maka individu semakin mudah
untuk mengenal dan menyadari emosi dari orang lain, dan
semakin mudah juga dalam membaca perasaan orang lain.
e. Membina hubungan
Membina hubungan merupakan keterampilan dalam mengelola
emosi orang lain. Individu yang terampil membina hubungan
dengan orang lain, harus memiliki kemampuan dalam
menyadari dan mengelola emosi diri sendiri terlebih dahulu.
Agar dapat mengelola emosi orang lain, individu terlebih dahulu
harus dapat mengendalikan diri sendiri.
Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa kecerdasan
emosi sangat dibutuhkan individu untuk mencapai kesuksesan hidup
dalam bidang akademis, pekerjaan ataupun di kehidupan sosial. Aspek
kecerdasan emosi yang digunakan dalam penelitian ini terdapat lima
aspek, yaitu mengenali emosi diri, mengelola emosi, memotivasi diri
sendiri, mengenali emosi orang lain, dan membina hubungan.
3. Faktor-faktor yang mempengaruhi kecerdasan emosional
Kecerdasan emosi juga tidak ditetapkan sejak individu lahir, tetapi
dapat ditentukan melalui pengalaman dan proses belajar. Patton (dalam
Jati & Yoenanto, 2013) juga menjelaskan beberapa faktor yang
mempengaruhi kecerdasan emosi, yaitu:
a. Keluarga
Keluarga adalah tempat dimana setiap orang mendapatkan
kasih sayang, dukungan, dan disinilah individu akan

23
mendapatkan kekuatan dalam diri yang secara tidak langsung
akan tertanam kecerdasan emosi.
b. Hubungan antara pribadi
Hubungan ini disebut juga hubungan interpersonal. Adanya
hubungan interpersonal yang terjalin dapat menimbulkan
penerimaan dan terkoneksi secara emosional, sehingga individu
memiliki kematangan emosional yang dapat menuntun dalam
bersikap dan bertindak.
c. Hubungan dengan teman kelompok
Pola pembentukan emosi pada individu akan terbentuk jika
dalam suatu kelompok tercipta perasaan saling menghargai,
memberikan dukungan, dan terdapat feedback dalam suatu
kelompok tersebut.
d. Lingkungan
Kondisi lingkungan tempat tinggal dan pergaulan individu yang
mempunyai norma tersendiri dapat mempengaruhi pola
kehidupan individu tersebut, terutama dalam pembentukan
emosi.
e. Hubungan dengan teman sebaya
Pergaulan dari setiap individu dengan teman sebayanya secara
langsung dan tidak langsung dapat saling berpengaruh dan
akan membentuk dinamika emosinya.

Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa kecerdasan


emosi bukan sesuatu yang secara tiba-tiba muncul dan tidak juga
ditentukan sejak individu lahir, tetapi dibentuk melalui pengalaman
dan proses belajar. Kecerdasan emosi juga tidak dipengaruhi oleh
satu faktor saja, tetapi dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu
keluarga, usia, jenis kelamin, dan hubungan dengan orang lain yang
banyak membentuk dan mempengaruhi kecerdasan emosi individu.

4. Ciri-ciri kecerdasan emosional


(Goleman dalam dian rakmawati 2019 ) juga mengelompokkan ke
dalam lima komponen ciri-ciri kecerdasan emosi, yaitu:
a. Kecerdasan emosional

24
Kesadaran diri diartikan sebagai mengetahui sesuatu yang
dirasakan oleh diri sendiri dan menggunakan kemampuan
emosinya untuk mengambil suatu keputusan dari masalah
yang dihadapi, serta berpikir realistis atas kemampuan yang
dimiliki dan kepercayaan diri.
b. Pengaturan diri
Pengaturan diri diartikan sebagai penanganan emosi diri
sendiri yang dapat berdampak positif pada kehidupan
sehari-hari, fokus pada masalah dan menyelesaikannya,
dan mampu mengembalikan ke keadaan semula dari
tekanan emosi yang muncul.
c. Motivasi
Motivasi merupakan dorongan dari dalam diri untuk
menggerakkan individu dalam mencapai tujuan, membantu
individu menuntun dan bertindak efektif, serta memiliki
inisiatif yang tinggi untuk bertahan menghadapi suatu
kegagalan.
d. Empati
Empati merupakan perasaan peka yang dirasakan pada
orang lain, membangun hubungan saling percaya, mampu
memahami sudut pandang orang lain dan mampu
menyesuaikan diri dengan bebagai karakter individu.
e. Keterampilan sosial
Keterampilan sosial merupakan kemampuan dalam membaca
situasi sosial, seperti dapat berinteraksi dengan baik pada
orang lain, dapat mempengaruhi dan memimpin dengan baik,
bermusyawarah, serta mampu bekerja sama dalam tim.

Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa ciri-ciri


kecerdasan emosi yaitu adanya kesadaran dalam diri, pengaturan diri,
memiliki motivasi, berempati, dan memiliki keterampilan sosial.
Secara rinci dijelaskan bahwa individu yang cerdas secara emosi
dalam situasi yang sulit, luapan dari emosi positif yang dipancarkan
dapat membantu individu mengatasi keadaan negatif, seperti tidak

25
akan mudah dikuasai emosinya dan tidak mudah larut dalam kondisi
yang dialaminya.

B. REMAJA
Remaja (adolescent) merupakan masa transisi dari anak-anak menjadi
dewasa. Remaja adalah penduduk dalam rentang usia 10 hingga 19
tahun. Pada saat ini, remaja mengalami perkembangan mencapai
kematangan fisik, mental, sosial dan emosional. Umumnya masa ini
berlangsung sekitar umur 13 tahun sampai umur 18 tahun, yaitu masa
anak duduk di bangku sekolah menengah (WHO, Ali & Asrori, 2014).
Pada masa remaja terjadi berbagai perubahan yaitu perubahan
hormonal, fisik, psikologis maupun sosial. Perubahan fisik yang menonjol
adalah perkembangan tanda-tanda seks sekunder, terjadinya pacu
tumbuh, serta perubahan perilaku dan hubungan sosial dengan
lingkungannya. Di samping itu juga terjadi perubahan psikososial anak
baik dalam tingkah laku dan trauma yang pernah dialami anak, hubungan
dengan lingkungan serta ketertarikan dengan lawan jenis. Masa remaja
terdapat fase pubertas dimana mengalami perubahan dalam sistem kerja
hormon pada tubuhnya dan hal ini memberi dampak pada bentuk fisik
(terutama organ-organ seksual) dan psikis terutama emosi. Meningginya
emosi remaja sangat tergantung dengan dampak perubahan fisik dan
kehidupan psikologis. Artinya, jika semakin banyak terjadi perubahannya
dan tidak terkendali oleh remaja, maka semakin meninggi pula emosinya
(Pieter & Namora 2010)

C. MOTIVASI
1. Teori-teori Motivasi
Teori motivasi yang dikembangkan oleh Abraham H. Maslow
pada intinya berkisar pada pendapat bahwa manusia mempunyai
lima tingkat atau hierarki kebutuhan, yaitu :
a) kebutuhan fisiologikal (physiological needs), seperti : rasa
lapar, haus, istirahat dan sex
b) kebutuhan rasa aman (safety needs), tidak dalam arti fisik
semata, akan tetapi juga mental, psikologikal dan intelektual
c) kebutuhan akan kasih sayang (love needs)

26
d) kebutuhan akan harga diri (esteem needs), yang pada
umumnya tercermin dalam berbagai simbol-simbol status
e) aktualisasi diri (self actualization), dalam arti tersedianya
kesempatan bagi seseorang untuk mengembangkan potensi
yang terdapat dalam dirinya sehingga berubah menjadi
kemampuan nyata.
Salah satu konsep penting yang diperkenalkan Maslow adalah
perbedaan antara kebutuhan defisiensi (deficiency needs) dan
kebutuhan pertumbuhan (growths needs). Kebutuhan defisiensi
adalah kebutuhan yang paling utama yang meliputi: fisiologi,
keselamatan, cinta dan harga diri) dan bersifat harus dipuaskan
namun setelah dipuaskanmaka orang tidak akan termotivasi lagi
untuk memuaskannya. Sebaliknya kebutuhan pertumbuhan yang
meliputi; kebutuhan untuk memahami sesuatu, menghargai
keindahan, aktualisasi diri bersifat tumbuh dimana jika sudah
terpenuhi maka orang akan terus mencari pemenuhan kebutuhan
lagi (Slavin, 2011;102)
Kebutuhan-kebutuhan yang disebut pertama (fisiologis) dan kedua
(keamanan) kadang-kadang diklasifikasikan dengan cara lain, misalnya
dengan menggolongkannya sebagai kebutuhan primer, sedangkan
yang lainnya dikenal pula dengan klasifikasi kebutuhan sekunder.
Terlepas dari cara membuat klasifikasi kebutuhan manusia itu, yang
jelas adalah bahwa sifat, jenis dan intensitas kebutuhan manusia
berbeda satu orang dengan yang lainnya karena manusia merupakan
individu yang unik. Juga jelas bahwa kebutuhan manusia itu tidak
hanya bersifat materi, akan tetapi bersifat pskologikal, mental,
intelektual dan bahkan juga spiritual. Dengan demikian dapat dikatakan
bahwa lebih tepat apabila berbagai kebutuhan manusia digolongkan
sebagai rangkaian dan bukan sebagai hierarki. Dalam hubungan ini,
perlu ditekankan bahwa :
1) Kebutuhan yang satu saat sudah terpenuhi sangat mungkin
akan timbul lagi di waktu yang akan datang.

27
2) Pemuasaan berbagai kebutuhan tertentu, terutama
kebutuhan fisik, bisa bergeser dari pendekatan kuantitatif
menjadi pendekatan kualitatif dalam pemuasannya.
3) Berbagai kebutuhan tersebut tidak akan mencapai “titik
jenuh” dalam arti tibanya suatu kondisi dalam mana
seseorang tidak lagi dapat berbuat sesuatu dalam
pemenuhan kebutuhan itu.
Kendati pemikiran Maslow tentang teori kebutuhan ini tampak lebih
bersifat teoritis, namun telah memberikan fundasi dan mengilhami bagi
pengembangan teori-teori motivasi yang berorientasi pada kebutuhan
berikutnya yang lebih bersifat aplikatif.
2. Motivasi dan Pembelajaran Perilaku
Konsep motivasi berkaitan erat dengan prinsip bahwa perilaku yang
telah dikuatkan pada masa lalu lebih mungkin diulangi daripada perilaku
yang belum dikuatkan atau yang telah dihukum. Bahkan daripada
penggunakan konsep motivasi, ahli teori perilaku mungkis saja terfokus
pada sejauh mana siswa belajar menyelesaikan pekerjaan sekolah
untuk memperoleh hasil yang diinginkan (Bigge & Shermis 2014;
Wielkewicz, 1995) Setiap anak tentunya memiliki motivasi yang
berbeda-beda. Dalam konsep teori ini, motivasi anak bisa saja akan
dapat bertambah tinggi bila diberikan imbalan yang sesuai dengan
dijanjikan oleh seseorang. Sebaliknya anak akan dapat berkurang
bahkan hilang motivasinya apabila imbalan yang dijanjikan tidak ia
terima sebagaimana mestinya. Penekanan dari teori ini adalah motivasi
adalah konsekuensi dari penguatan. Namun nilai penguatan (reinforrer)
tersebut bergantung kepada pada banyak faktor, dan kekuatan motivasi
mungkin saja berbeda antar siswa. (Skiner dan pakar lainnya)
3. Motivasi dan kebutuhan manusia
Berkenaan dengan teori ini dimana manusia banyak mempunyai
kebutuhan. Maslow memiliki teori yang disebut dengan hirarki
kebutuhan Maslow yaitu:
1) Kebutuhan fisiologis
2) Kebutuhan keamanan
3) Kebutuhan akan harga diri

28
4) Kebutuhan untuk mengetahui dan memahami
5) Kebutuhan aktualisasi diri
Menurut Maslow kebutuhan yang perlu dipenuhi terlebih dahulu
adalah kebutuhan yang lebih rendah, selanjutnya barulah kebutuhan yang
lebih tinggi yang perlu dipuaskan. Contohnya orang yang sedang lapar
pastilah ia akan mengupayakan untuk mendapatkan makan agar rasa lapar
yang ia rasakan hilang. Selanjutnya setelah itu maka barulah ia akan
memuaskan kebutuhan yang lebih tinggi.
4. Motivasi dan Teori Atribusi
Teori atribusi adalah suatu teori dimana orang berupaya untuk
memahami penjelasan manusia tentang keberhasilan dan kegagalan
mereka. Asumsi intinya ialah bahwa orang akan mencoba
mempertahankan citra diri yang positif. Hal ini akan terlihat ketika
seseoarang mengalami kejadiankejadian baik, orang akan menghubungan
dengan kemapuan dirinya sendiri, sebaliknya ketika terjadinya perstiwa-
peristiwa buruk pada dirinya ia akan cendrung menghubungkan peristiwa
negative tersebut dengan faktor di luar kendali dirinya. Contohnya mereka
akan mencoba untuk menyalahkan pihakpihak lain yang berada di luar
dirinya
5. Motivasi dan Teori Pengharapan
Teori ini berpendapat bahwa motivasi seseorang untuk mencapai
sesuatu bergantung pada produk pikiran orang itu tentang peluang
keberhasilannya. Dan nilai yang dia letakkan pada keberhasilan itu.
Motivasi hendaknya berada pada tingkat maksimum di tingkat probabilitas
keberhasilan sedang. Atkinson menyatakan bahwa teori pengharapan
(expectancy theory) adalah teori motivasi yang didasarkan pada keyakinan
bahwa upaya orang untuk berhasil bergantung pada harapan mereka
terhadap imbalan.
6. Perspektif tentang Motivasi
Perspektif psikologis menjelaskan motivasi dengan cara yang
berbeda-beda berdasarkan perspektif yang berbeda pula. Ada empat
perspektif tentan motivasi, yaitu:
1) Perspektif Behavioral

29
Perspektif bevavioral menekankan pada bahwa imbalan dan
hukuman eksternal sebagai kunci dalam menentukan
motivasi siswa. Insentif adalah peristiwa atau stimuli positif
atau negatif yang dapat memotivasi perilaku murid.
Pendukung penggunaan insentif menekankan bahwa insentif
dapat menambah minat atau kesenangan pada pelajaran,
dan mengarahkan perhatian pada perilaku yang tepat dan
menjauhkan mereka dari perilaku yang tidak tepat (Emmer
dkk., 2016)
2) Perspektif Humanistis
Perspektif humanistis menekankan pada kapasitas siswa
untuk mengembangkan kepribadian, kebebasan untuk
memilih nasib mereka. Perspektif ini berkaitan erat dengan
pandangan Abraham Maslow yang mengemukakan teori
tentang hirarki kebutuhan, yaitu kebutuhan individual harus
dipuaskan dalam urutan sebagai berikut, yaitu kebutuhan
fisiologis, kebutuhan keaman, kebutuhan rasa cinta dan rasa
memiliki, kebutuhan akan harga diri, dan kebutuhan
aktualisasi diri.

D. TRAUMA FISIK
1. Pengertian trauma
Dalam Kamus psikologi trauma berasal dari bahasa yunani yang
artinya luka, sebuah istilah yang digunakan bebas entah bagi luka fisik
yang disebabkan oleh beberapa kekuatan eksternal langsung atau luka
psikologis yang disebabkan oleh serangan emosi yang ekstrem (Reber,
2010)
Sedangkan dalam himpunan istilah psikologi yang dimaksud trauma
adalah pengalaman yang tiba-tiba mengejutkan, meninggalkan kesan
mendalam pada jiwa orang yang bersangkutan (Noor,dalam Naely
Soraya 2018).
Pendapat lain mengatakan bahwa yang dimaksud trauma adalah
pengalaman dari suatu peristiwa yang melibatkan kematian atau cidera
serius, aktual maupun ancaman, terhadap diri atau orang lain. Trauma

30
juga bisa dikatakan sebagai respons ketakutan intens, ketidakberdayaan
atau horor sebagai reaksi terhadap peristiwa itu (Oltmanns, 2013).
Selain itu trauma atau kejadian traumatis adalah luka jiwa yang
dialami seseorang, disebabkan oleh satu pengalaman yang sangat
menyedihkan atau melukai jiwanya. Sehingga karena pengalaman
tersebut hidupnya sejak saat kejadian itu berubah secara radikal, yaitu
mendapatkan satu insight baru, serta mengalami proses penaikan dan
makin menurunnya niveau kehidupan. (Kartono dalam Naely Soraya
2018)
Pengalaman traumatis tadi dapat bersifat jasmaniah, umpamanya
berupa kecelakaan berat, cidera fisik atau menjadi cacat secara mental.
Dapat pula berupa pengalaman yang bersifat Psikologis, antara lain
berupa peristiwa yang sangat mengerikan, sehingga menimbulkan
kepiluan hati, putus asa, shock jiwa dll.
2. Bentuk-bentuk respon ketika terjadi trauma

Menurut Mendatu dalam Hadi Riyanto dan Abd Syukur (2013)


ketika terjadi trauma, maka korban akan memberikan respon secara
total melalui beberapa respon:

a) Respon Emosional
1) Kesulitan mengontrol emosi, lebih mudah tersinggung,
marah, gampang diagitasi dan dipanas-panasin
2) Mood gampang berubah, dari baik keburuk dan
sebaliknya terjadi begitu cepat
3) Cemas, gugup, sedih, berduka, dan depresi, takut,
kawatir kejadian akan terulang.
4) Memberikan respon emosional yang tidak sesuai
b) Respon Kognitif
1) Sering mengalami flasback, atau mengingat kembali
kejadian traumatiknya. Saat mengalaminya, seolah-olah
kejadiannya dialami kembali secara nyata
2) Mimpi buruk
3) Kesulitan berkomunikasi, mengambil keputusan, dan
memecahkan masalah.

31
4) Kesulitan mengingat dan memaksa melupakan kejadian.
5) Menyalahkan diri sendiri atau mengambinghitamkan
orang lain.
6) Merasa sendirian dan sepi, mudah bingung.
7) Merasa kehilangan harapan akan masadepan
8) Merasa lemah tak berdaya.
9) Kehilangan minat serta aktivitas yang bisa dilakukan.
c) Respon Behavior
1) Sering menangis tiba-tiba.
2) Menghindari orang, tempat, atau sesuatu yang
berhubungan dengan peristiwa traumatik, dan enggan
membicarakanya.
3) Kurang memperhatikan diri sendiri
4) Kesulitan melakukan aktifitas sehari-hari
5) Sering menangis tiba-tiba.
6) Sulit belajar atau berkerja
7) Mengalami ganguan tidur, dan sering melamun
d) Respon Fisiologis atau Fisik
1) Sakit kepala
2) Nyeri
3) Sakit dada atau dada sesak
4) Sulit bernafas
5) Sakit perut
6) Berkeringat berlebihan
7) Gemetar
8) Lemah dan lesu
9) Letih
10) Otot tegang atau kulit dingin
11) Hilang keseimbangan tubuh atau merasa berguncang.
3. Faktor penyebab trauma
Factor – factor penyebab trauma terbagi atas 2 (dua) bagian, yaitu:
1. Factor internal

32
Secara sederhana, trauma dirumuskan sebagai gangguan kejiwaan
akibat ketidakmampuan seseorang mengatasi persoalan hidup yang
harus dijalaninya, sehingga yang bersangkutan bertingkah secara
kurang wajar. Berikut ini penyebab yang mendasari timbulnya trauma
pada diri seseorang:
a) Kepribadian yang lemah dan kurangnya percaya diri sehingga
menyebabkan yang bersangkutan merasa rendah diri.
b) Terjadi konflik sosial budaya akibat adanya norma yang berbeda
antara dirinya dengan llingkungan masyarakat
c) Pemahaman yang salah sehingga memberikan reaksi berlebihan
terhadap kehidupan sosial dan juga sebaliknya terlalu rendah.
Proses-proses yang diambil oleh seseorang dalam menghadapi
kekalutan mental, sehingga mendorongnya ke arah positif.
2. Faktor eksternal (fisik)
Adapun faktor eksternal tersebut, ialah:
a) Faktor orangtua dalam bersosialisasi dalam kehidupann
keluarga, terjadinya penganiayaan yang menjadikan luka atau
trauma fisik
b) Kejahatan atau perbuatan yang tidak bertanggungjawab yang
mengakibatkan trauma fisik dalam bentuk luka pada badan dan
organ pada tubuh korban.
Selain itu, kondisi trauma yang dialami individu (anak) disebabkan
oleh berbagai situasi dan kondisi, diantaranya:
a) Peristiwa atau kejadian alamiah (bencana alam) seperti
gempa bumi, tsunami, banjir, tanah longsor, angin topan dan
sebagainya.
b) Pengalaman di kehidupan sosial (psiko-sosial), seperti pola
asuh yang salah, ketidakadilan, penyiksaan, kekerasan,
perang dan sebagainya.
c) Pengalaman langsung atau tidak langsung, seperti melihat
sendiri, mengalami sendiri (secara langsung) dan
pengalaman orang lain (tidak langsung), dan sebagainya.

33
E. HUBUNGAN MOTIVASI DAN TRAUMA FISIK DENGAN
KECERDASAN EMOSIONAL
Kecerdasan emosi sangat dibutuhkan individu untuk mencapai kesuksesan
hidup dalam bidang akademis, pekerjaan ataupun di kehidupan sosial. Aspek
kecerdasan emosi yang digunakan dalam penelitian ini terdapat lima aspek,
yaitu mengenali emosi diri, mengelola emosi, membina hubungan, mengenali
emosi orang lain, dan memotivasi diri sendiri. (Daniel 2018).

Motivasi adalah perubahan energi dalam diri seseorang yang ditandai


dengan munculnya “feeling” dan didahului dengan tanggapan terhadap
adanya tujuan” (Sardimaan, 2014).

Dapat disimpulkan bahwa motivasi merupakan sebuah dorongan yang


dialami oleh seseorang untuk melakukan suatu perbuatan yang disengaja
maupun tidak disengaja untuk mencapai tujuan tertentu. Motivasi dapat
dikatakan sebagai keseluruhan daya penggerak didalam diri siswa yang
menimbulkan kegiatan belajar sehingga tujuan yang dikehendaki oleh siswa
dapat dicapai, yang tentunya dengan dukungan dan dorongan dari lingkungan
keluarga (Buyung Desiverlina, 2014)

keluarga merupakan unit terkecil yang memberikan pengaruh yang sangat


menentukan pada pembentukan watak dan kepribadian anak. Anak yang
sering mendapat perlakuan kasar atau mendapat kekerasan dari orang
tuanya, mungkin saat besar nanti akan menjadi pribadi yang berbeda dengan
orang pada umumnya. Kekerasan fisik juga dapat berpengaruh pada
kepribadian anak, yaitu anak mempunyai harga diri yang rendah, hubungan
dengan perilaku yang kurang baik, dan kesukaran dalam berperilaku (Walker&
Roberts dalam Patnani, Ekowarni, Etsem, 2012).

Pengalaman traumatis sering melibatkan ancaman terhadap kehidupan


atau keselamatan. Beberapa situasi yang membuat seorang siswa merasa
terbebani bahkan melibatkan kerusakan fisik. Trauma terjadi berdasarkan
pengalaman emosional seseorang memaknai suatu peristiwa yang menjadi
pemicu seseorang tersebut memiliki trauma psikologis. (Sumiati, Ambar
sulianti 2016)

34
Penelitian di National Survey of Children oleh Nicholas Zill menemukan
bahwa anak-anak yang berumur antara 18 hingga 22 tahun dari keluarga-
keluarga yang bermasalah seperti terdapat unsur kekerasan itu 2 kali lebih
besar kemungkinannya dibandingkan remaja lain untuk memperlihatkan
tingkat gangguan emosional atau kecerdasan emosi yang dimiliki ataupun
masalah tingkah laku yang lebih tinggi (dalam retnosari wulan prawoto. 2010)

Penyimpangan yang sedang marak terjadi di kalangan remaja adalah


perkelahian atau tawuran pelajar. Dari kasus tersebut dapat disimpulkan
bahwa remaja yang begitu mudah terstimulus untuk berperilaku menyimpang
adalah remaja yang memiliki konsep diri negatif. Dengan konsep diri negatif
ini, remaja tidak dapat menjadi dirinya sendiri dan mereka akan mudah goyah
dalam pendiriannya. Sehingga dapat diartikan remaja tersebut memiliki
kecerdasan emosional rendah, karena mereka tidak mampu memotivasi diri,
mengelola emosi, serta tidak mampu berempati, dan membina hubungan
dengan orang lain. (Lestari, 2016)

35
F. KERANGKA TEORI

ASPEK KECERDASAN EMOSIONAL

1. Mengenali emosi diri


2. Mengelolah emosi
3. Memotivasi diri sendiri
4. Mengenali emosi orang Pengembangan karakter
lain
5. Membina hubungan 1. Kesadaran moral
2. Pengetahuan nilai-nilai
moral
3. Logika normal pengenalan
4. Sudut pandang

FAKTOR TRAUMA

1. Faktor internal
2. Faktor eksternal (fisik)
1. Mampu memecahkan
masalah
2. Mampu mengontrol
PERSPEKTIF TENTANG MOTIVASI ketahanan mental
3. Mampu menenangkan dan
1. Perspektif Behavioral membuat nyaman kondisi
2. Perspektif humanistis fisik.

KECERDASAN EMOSIONAL

Sumber : (Akbar, P.R. and Setyawan, I., 2015; Desivarlina, B., 2014; Fauziah,

A., Rosnaningsih, A. and Azhar, S., 2017; Hastuti, R.Y. and Baiti, E.N., 2019)

Gambar 2.1 Kerangka Teori

Keterangan :

Diteliti : : Tidak diteliti

36
37

BAB III
METODOLOGI PENELITIAN

A. VARIABEL PENELITIAN

Variabel penelitian adalah objek penelitian atau apa yang menjadi


perhatian suatu titik perhatian suatu penelitian (Sandu Siyoto, dkk,. 2015).
Menurut I Ketut Swarjana (2012), variabel penelitian adalah sesuatu
yang dapat di operasionalkan dan dapat diukur (measurable) yang
memerlukan alat pengukur atau dalam penelitian disebut research
instrument.
Berdasarkan dari pendapat para ahli di atas maka dapat disimpulkan
bahwa variabel penelitian adalah suatu atribut dan sifat atau nilai orang,
faktor, perlakuan terhadap suatu obyek atau kegiatan yang mempunyai
variasi tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk selanjutnya dipelajari
dan kemudian ditarik kesimpulannya.
Variabel penelitian ini menggunakan dua variabel, yaitu:
1. Variabel Independen (Variabel Bebas)
Variabel bebas sering disebut independen, variabel
stimulus, prediktor, anteceden. Variabel bebas adalah variabel
yangmempengaruhi atau yang menjadi sebab perubahannya
atau timbulnya variabel terikat. Dalam eksperimen-
eksperimen, variabel bebas adalah variabel yang
dimanipulasikan (dimainkan) oleh pembuat eksperimen
(Sandu Siyoto, dkk., 2015).
Variabel bebas adalah variabel yang menyebabkan
adanya suatu perubahan terhadap variabel yang lain (I Ketut
Swarjana, 2012).
Dalam penelitian ini variabel independen (variabel
bebas) adalah motivasi dan trauma fisik pada remaja kelas
VIII di sekolah menengah pertama (SMP) Negeri 05 Kudus.
2. Variabel Dependen (Variabel Terikat)
38

Variabel terikat atau dependen atau disebut variabel


output, kriteria, konsekuen, adalah variabel yang dipengaruhi
atau yang menjadi akibat, karena adanya variabel
bebas. Variabel terikat tidak dimanipulasi, melainkan diamati
variasinya sebagai hasil yang dipradugakan berasal dari
variabel bebas. Biasanya variabel terikat adalah kondisi yang
hendak kita jelaskan (Sandu Siyoto, dkk., 2015).
Variabel terikat adalah variabel yang mengalami
perubahan sebagai akibat dari perubahan variabel
independen (I Ketut Swarjana, 2012).
Dalam penelitian ini, variabel dependen (variabel terikat)
adalah kecerdasan Emosional pada remaja kelas VIII di
sekolah menengah pertama (SMP) Negeri 05 Kudus.

B. HIPOTESIS PENELITIAN

Hipotesis atau hipotesa adalah jawaban sementara terhadap


masalah yang masih bersifat praduga karena masih harus dibuktikan
kebenarannya. Hipotesis berasal dari bahasa Yunani: hypo = dibawah;
thesis = pendirian, pendapat yang ditegakkan, kepastian. Artinya hipotesa
merupakan sebuah istilah ilmiah yang digunakan dalam rangka kegiatan
ilmiah yang mengikuti kaidah-kaidah berfikir biasa, secara sadar, teliti,
dan terarah. Dalam penggunaannya sehari-hari hipotesa ini sering juga
disebut dengan hipotesis, tidak ada perbedaan makna didalamnya
(Sandu Siyoto, dkk., 2015).
Berdasarkan kerangka konsep di atas, maka hipotesis dari penelitian
adalah:
1. Ha : Ada hubungan motivasi dan trauma fisik dengan
kecerdasan emosional pada Remaja kelas VIII di sekolah
menengah pertama (SMP) Negeri 05 Kudus
2. Ho : Tidak ada hubungan motivasi dan trauma fisik dengan
kecerdasan emosional pada Remaja kelas VIII di sekolah
menengah pertama (SMP) Negeri 05 Kudus.

39
C. KERANGKA KONSEP PENELITIAN

Kerangka konsep disebut sebagai miniatur penelitian, berkaitan erat


dengan tahapan formulasi permasalahan dan literature review yang
dilakukan peneliti yang berfungsi sebagai mengarahkan aspek metode
yang paling relevan digunakan membedah permasalahan penelitian (Rini
Dwiastuti, 2017).
Kerangka konsep (conseptual framework) adalah model pendahuluan
dari sebuah masalah penelitian dan merupakan refleksi dari hubungan
variabel-variabel yang diteliti yang dibuat berdasarkan literatur dan teori
yang sudah ada (I Ketut Swarjana, 2012).
Gambar 3.1. Kerangka Konsep Penelitian

Variabel bebas Variabel Terikat

Motivasi Kecerdasan emosional pada remaja kelas


VIII disekolah menengah pertama (SMP)
05 kudus 2020
Trauma fisik

D. Rancangan Penelitian
1. Jenis penelitian
Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian
noneksperimental bersifat korelasional analitik. Menurut Hidayat
(2013) penelitian korelasional, yaitu jenis yang tidak memberikan
intervensi yang betujuan mencari hubungan masalah keperawatan
dalam suatu populasi. Observasi ditampilkan dengan angka yang
dapat dianalisa secara statistik (jenis kuantitatif). Tujuan penelitian
ini adalah untuk menganalisa hubungan peran fungsi orang tua
dan efikasi diri dengan kecerdasan emosional pada remaja kelas
VIII di SMP Negeri 5 Kudus.
2. Pendekatan Waktu
Penelitian ini menggunakan metode pendekatan waktu
berupa Cross Sectional yaitu suatu penelitian untuk mempelajari
dinamika korelasi antara faktor-faktor risiko dengan efek, dengan

40
cara pendekatan, observasi atau pengumpulan data sekaligus
pada suatu saat (point time approach) (Gahayau, 2015).
3. Metode pengumpulan data
Dalam penelitian, akuratnya data penelitian yang
dikumpulkan sangat mempengaruhi hasil penelitian. Agar
data yang dikumpulkan tersebut akurat, maka diperlukan alat
pengumpulan data yang tidak saja valid tetapi reliable. Selain
itu metode pengumpulan data pun sebaiknya tepat atau
sesuai dengan data yang akan di kumpulkan (Swarjana,
2015).

a) Data Primer
Data primer data yang diperoleh atau dikumpulkan
oleh peneliti secara langsung dari sumber datanya.
Data primer disebut juga sebagai data asli atau data
baru yang memiliki sifat up to date. Untuk
mendapatkan data primer, peneliti harus
mengumpulkannya secara langsung (Siyoto, 2015).
Teknik yang dapat digunakan peneliti untuk
mengumpulkan data primer dalam penilitian ini yaitu
menggunakan instrumen (kuesioner) yang harus diisi
langsung oleh responden
b) Data Sekunder
Data sekunder adalah data yang diperoleh atau
dikumpulkan peneliti dari berbagai sumber yang telah
ada (peneliti sebagai tangan kedua). Data sekunder
dapat diperoleh dari berbagai sumber seperti Biro Pusat
Statistik (BPS), buku, laporan, jurnal dan lain-lain
(Siyoto, 2015). Data sekunder pada penelitian ini
diperoleh dari SMP Negeri 5 Kudus berupa data jumlah
siswa kelas VIII.
4. Tehnik Pengumpulan Data

41
Pengumpulan data adalah suatu proses pendekatan pada
subjek dan proses pengumpulan karakteristik subjek yang
diperlukan dalam suatu penelitian (Nursalam, 2017).
a. Peneliti meminta surat permohonan dari Universitas
Muhammadiyah Kudus untuk melakukan ijin penelitian.
b. Peneliti mengajukan izin kepada pihak SMP Negeri 5 Kudus
untuk melakukan penelitian dengan membawa surat
rekomendasi research.
c. Setelah memperoleh izin, peneliti menghubungi calon
responden untuk meminta persetujuan sebagai responden.
d. Setelah bersedia menjadi responden, selanjutnya peneliti
menjelaskan kepada calon responden mengenai cara mengisi
kuesioner.
e. Selanjutnya dilakukan pengisian kuesioner dengan cara
membagikan link atau alamat web yang berisi kuesioner
kepada responden. Responden diminta untuk mengisi seluruh
pertanyaan yang disediakan dalam kuesioner penelitian
secara jujur dan sesuai kenyataan.
f. Setelah data terkumpul, selanjutnya dilakukan pengolahan dan
analisis data dengan bantuan program komputer
5. Metode Pengumpulan Data
Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri dari
objek/subjek yang mempunyai kualitas dan karakteristik
tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan
kemudian ditarik kesimpulan (Hermawan, 2019). Populasi yang
akan digunakan dalam penelitian ini adalah siswa kelas VIII di
SMP Negeri 5 Kudus berjumlah 249 responden.
6. Prosedur Sampel dan Sampel Penelitian
a. Sampel
Sampel adalah sebagian atau wakil populasi yang
telah diteliti. Jika jumlah populasinya kurang dari 100
orang. Maka jumlah sampel diambil secara keseluruhan,

42
tetapi jika populasinya lebih dari 100 orang, maka bisa
diambil 10-15% atau 20-15% dari jumlah populasinya
Berpijak pada teori tersebut, maka pengambilan
sampel pada penelitian iniadalah 25% dari populasi yang
ada, karena jumlah populasi dalampenelitian ini melebihi
100, yaitu 245 siswa, sehingga meghasilkan 25% x 245 =
61 siswa. Maka besarnya sampel pada penelitian ini
adalah sebanyak 61 responden.
Sampel diambil secara langsung pada saat
penelitian, dilakukan dengan menggunakan kriteria inklusi
dan eksklusi.
1) Kriteria inklusi adalah kriteria atau ciri-ciri yang perlu
dipenuhi oleh setiap anggota populasi yang dapat diambil
sebagai sampel. Dalam penelitian ini kriteria inklusinya
adalah :
a) Sisw kelas VIII A –VIII H di SMP Negeri 5 KUDUS
dengan masing-masing kelas terdapat 7-8 siswa
sebagai sampel.
b) Siswa yang bersedia menjadi responden.
c) Siswa yang tidak sedang sakit
2) Kriteria ekslusi adalah cirri-ciri anggota populasi yang
tidak dapat diambil sebagai sampel. Dalam penelitian ini
ekslusinya adalah :
a) Siswa yang bukan kelas VIII.
b) Siswa yang menolak menjadi responden.
c) Siswa yang sedang menderita suatu penyakit.
b. Teknik Sampling
Teknik sampling adalah proses menyeleksi unit yang
diobservasi dari keseluruhan populasi yang akan diteliti
sehingga kelompok yang diobservasi dapat digunakan
untuk membuat simpulan atau membuat inferensi tentang
populasi tersebut (Swarjana, 2015).

43
Teknik sampling dalam penelitian ini menggunakan
Proportional Simple Random Sampling, yaitu
pengambilan sabjek tiap kelas ditentukan seimbang
dengan banyaknya sabjek dalam masing-masing kelas
tanpa meperhatikan strata. Kemudian dilakukan tehnik
simple random sampling, yaitu bentuk pengambilan
sampel cara acak. Proses pengambilan ini dengan undian
(Sugiyono, 2012).
Sampel dalam penelitian ini berjumlah 61 siswa
dengan ditentukan jumlah sampel perkelasnya, untuk
kemudian diundi.
Tabel 3.1 Proporsi Sampel Penelitian

Kelas Jumlah siswa Perhitungan Jumlah


A 32 (32/245)x61 8 siswa
B 32 (32/245)x61 8 siswa
C 32 (32/245)x61 8 siswa
D 28 (28/245)x61 7 siswa
E 28 (28/245)x61 7 siswa
F 31 (31/245)x61 8 siswa
G 30 (30/245)x61 7 siswa
H 32 (32/245)x61 8 siswa
Total Sampel

E. DEFINISI OPERASIONAL VARIABEL PENELITIAN DAN SKALA


PENGUKURAN

Definisi Operasional Variabel adalah batasan yang digunakan


untuk membatasi ruang lingkup atau pengertian variabel-variabel yang
diamati atau diteliti, definisi operasional ini juga bermanfaat untuk
mengarahkan kepada pengukuran atau pengamatan terhadap variabel-
variabel yang bersangkutan serta pengembangan instrumen (alat ukur)
(Notoatmodjo, 2010).

Tabel 3.1 Definisi Operasional Variabel

44
Variabel Definisi Operasional Alat Ukur Hasil Ukur Skala

Independen Motivasi adalah Menggunakan 1 Hasil di kategorikan Ordinal


Motivasi perubahan energi lembar kuesioner jika :
dalam diri seseorang yaitu lembar 1) Motivasi
yang ditandai dengan kuesioner tinggi, jika
munculnya “feeling” perspektif tentang nilai 54-
dan didahului dengan motivasi .Ada 20 100%
tanggapan terhadap pertanyaan dengan 2) Motivasi
adanya tujuan. 17 pertanyaan sedang, jika
Motivasi positif (1, 2, 3, 4, 5, nilai >28-
6, 7, 8, 9, 10, 11, 53%
13, 15, 3) Motivasi
17,18,19,20) dan 3 rendah, jika
pertanyaan negatif nilai < 27%
(12,14,16)

Trauma fisik Trauma juga diartikan Menggunakan 1 Hasil di kategorikan Ordinal


sebagai respon secara lembar kuesioner jika :
emosional akibat yaitu lembar 1) Trauma
sebuah kejadian, kuesioner faktor berat > 60 %
seperti kekerasan, yang 2) Trauma
bully, atau bencana mempengaruhi sedang >
alam. Reaksi jangka trauma. Ada 15 30%
pendek yang biasa dengan 15 3) Trauma
terjadi pada seseorang pertanyaan positif ringan >15%
yang mengalami (1, 2,3,4 5, 6, 7, 8,
taruma adalah shock 9,10, 11,12,13,15).
dan penolakan. Faktor
yang mempengaruhi
trauma dibagi menjadi
dua yaitu faktor
internal dan eksternal
(fisik).
Dependen Kecerdasan Menggunakan 1 Hasil di kategorikan Ordinal
Kecerdasan emosional adalah lembar kuesioner jika :
emosional serangkaian yaitu lembar 1) Kecerdasan
pada remaja keterampilan yang kuesioner aspek emosional
kelas VII di mempengaruhi tinggi, jika
dimiliki individu dalam
sekolah kecerasan sekor 90-
menengah mengatur suasana emosional . Ada 120.
pertama hati untuk dapat 30 dengan 19 2) Kecerdasan
(SMP) Negeri merasa optimis dan pertanyaan positif sedang, jika
05 kudus bahagia, melalui (1, 2, 3, 7, 8, 9, skor 60-89.
. kemampuan 13,14,15,,18,19, 3) Kecerdasan
memahami diri 20, 23, 24, 25, 26 emosional
sendiri dan orang ) dan 11 rendah, jika
lain, berinteraksi pertanyaan skor 30-59.
dengan orang lain, negatif 14 (4, 5, 6
10 ,11, 12, 16, 17,
mengatur dan
21, 22, 27, 28, 29,
mengendalikan 30)
emosi, serta
beradapatasi
terhadap berbagai

45
tuntutan dan
perubahan hidup.

F. INSTRUMEN PENELITIAN DAN UJI VALIDITAS RELIABILITAS

1. Instrumen Penelitian
Instrumen adalah alat yang digunakan sebagai alat ukur
penelitian dalam bentuk observasi, yaitu panduan berupa ceklist
yang digunakan oleh peneliti untuk menilai secara langsung
perilaku yang ditunjukkan oleh responden. Menyusun instrument
pada dasarnya adalah menyusun alat evaluasi, karena
mengevaluasi adalah memperoleh data tentang sesuatu yang
diteliti, dan hasil yang diperoleh dapat diukur dengan
menggunakan standar yang telah ditentukan sebelumnya oleh
peneliti (Siyoto, 2015).
Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan instrumen
berupa lembar kuesioner. Menurut Notoatmodjo (2010) Kuesioner
adalah sejumlah pertanyaan tertulis yang dibaca dan dijawab oleh
responden penelitian. Dalam penelitian ini, keusioner diperoleh
dari penelitian serupa sebelumnya untuk kemudian dilakukan
modifikasi kalimat, penyesuaian jumlah dan bentuk pernyataan
agar sesuai target penilaian kepada responden. Pada masing-
masing variable penilian, memiliki jumlah pernyataan yang
berbeda-beda yang harus dijawab oleh respondenDan dalam
penelitian ini terdapat 3 instrumen yang sesuai dengan variable
yang akan diteliti, antara lain:
a. Kuesioner tentang motivasi belajar
Pernyataan dalam kuesioner ini sejumlah 20 pernyataan
dengan skor tertinggi 80 dan skor terendah adalah 20 yang
dikategorikan menjadi:
a) Motivasi tinggi, jika nilai 53−100% atau mendapat
skor 53−80.

46
b) Motivasi sedang, jika nilai >28-53% atau mendapat
skor 28-53.
c) Motivasi rendah , jika <27% atau mendapat skor
20−27
3.2 Kisi-Kisi Instrumen motivasi (belajar)

Indikator Jumlah Pernyataan Pernyataan


Peryataan Positif Negatif
Perasaan senang 6 1,2,3,4,5,6.
Kemauan 7 7,8,9,10,11,13. 12
Kecerdasan 3 15 14,16
Kemandirian 1 17
Dorongan 3 18,19,20

b. Kuesioner tentang trauma fisik


Pernyataan dalam kuesioner ini sejumlah 15 pernyataan
dengan skor tertinggi 60 dan skor terendah adalah 15 yang
dikategorikan menjadi :
a) Trauma tinggi, jika 63−100% atau mendapat skor
38−60.
b) Trauma sedang, jika >37-62% atau mendapatkan
skor.
c) Trauma rendah, <37% atau mendapat skor 15−37.

Tabel 3.3 Kisi-Kisi Instrumen trauma fisik


Indikator No soal Jumlah pertanyaan

Kejadian alamiah 1,2,3,4 4


(bencana alam)
Psikososial 5,6,7,8,9 6
Kejahatan 11,12,13,15 5

c. Kuesioner tentang kecerdasan emosional

47
Pernyataan dalam kuesioner ini sejumlah 30
pernyataan dengan skor tertinggi 120 dan skor terendah
adalah 30 yang dikategorikan menjadi :
a) Tinggi, jika 75−100% atau mendapat skor
90−120.
b) Sedang, jika 50−74% atau mendapat skor
60−89.
c) Rendah, jika ≤ 49% atau memperoleh skor
30−59.

Tabel 3.4 Kisi-Kisi Instrumen kecerdasan emosional

Indikator Jumlah Pernyataan Pernyataan


Peryataan Positif Negatif
Mengenal emosi 6 1,2,3 4,5,6
Mengelola emosi 6 7,8,9 10,11,12
Motivasi 5 13,14,15, 16,17
Empati 5 18,19,20 21,22
Membina hubungan 8 23,24,25,26 27,28,29,30

2. Uji validitas dan reliabilitas


a. Uji Validitas
Validitas adalah suatu indeks yang menunjukkan alat ukur itu
benar-benar mengukur apa itu yang diukur. Untuk mengetahui
apakah kuesioner yang kita susun tersebut mampu mengukur
apa yang hendak diukur (Notoatmodjo, 2010). Uji validitas
dalam penelitian ini menggunakan construk validity. Construk
validity adalah tipe validitas yang menunjukkan sejauh mana
alat ukur mengungkap suatu trait atau konstruk teoritis yang
hendak diukurnya [ CITATION Riw10 \l 1057 ].
Dalam penelitian ini, construk validity dilakukan dengan
melakukan korelasi dengan uji korelasi Pearson Product
Moment. Untuk menguji validitas kuesioner yang akan
digunakan, maka dilakukan dengan menghitung korelasi

48
antara masing-masing pertanyaan dengan skor total
menggunakan rumus Pearson Product Moment sebagai
berikut :

n ( Σxy )−(ΣxΣy)
r=
√(nΣ x −(Σx) ²)(nΣ y 2−( Σy)²)
2

Keterangan :
r = Korelasi antara masing-masing item pertanyaan
x = Jumlah skor pertanyaan
n = Jumlah subyek
y = Skor total pertanyaan
Hasil perhitungan tiap-tiap item dibandingkan dengan
tabel nilai Product Moment. Bila r hitung lebih besar dari r tabel
pada taraf signifikasi 5%, maka kuesioner dikatakan valid dan
dapat dipakai untuk pengambilan data penelitian. Namun
sebaliknya, jika r hitung lebih kecil dari r tabel, maka
pertanyaan tersebut tidak valid dan harus dikeluarkan dari
kuesioner (Sugiyono, 2010). Penilaian validitas dilakukan
dengan ketentuan sebagai berikut :
a) Jika nilai r hitung > r tabel pada taraf signifikansi 5%, maka
pertanyaan tersebut valid.
b) Jika nilai r hitung < r tabel pada taraf signifikansi 5%, maka
pertanyaan tersebut tidak valid.
Pada penelitian ini mengambil sampel pada uji
validitas sebanyak 20 responden yang dilakukan pada
siswa SMP Negeri 1 Kaliwungu Kudus.
b. Uji Reliabilitas
Reliabilitas adalah suatu indeks yang menunjukkan
sejauh mana suatu alat ukur dapat dipercaya dan
diandalkan serta menunjukkan sejauh mana hasil
pengukuran itu tetap konsisten bila dilakukan pengukuran
dua kali atau lebih terhadap gejala yang sama, dengan
menggunakan alat ukur yang sama (Notoadmodjo, 2012).

49
Menurut Santoso (2013) reliabilitas instrumen
menggunakan Alpha Cronbach. Tingkat reliabilitas dengan
metode Alpha cronbach diukur berdasarkan skala alpha
dengan membandingkan dengan nilai r tabel pada taraf
signifikan 5%.

G. TEKNIK PENGOLAHAN DATA DAN ANALISA

1. Pengolahan Data
Menurut Notoatmodjo (2010) ada lima tahapan agar analisis
menghasilkan informasi yang benar yaitu:
a) Mengedit (Editing)
Hasil wawancara, angket, atau pengamatan dari
lapangan harus dilakukan penyuntingan (editing) terlebih
dahulu. Secara umum editing adalah merupakan kegiatan
untuk pengecekan dan perbaikan isian formulir atau
kuesioner tersebut apakah lengkap (pertanyaan diisi
semua), jawaban atau tulisan jelas dan terbaca, jawaban
relevan dengan pertanyaan, konsistensi dengan jawaban
pertanyaan lainnya.
b) Coding
Setelah semua kuesioner diediting atau disunting,
selanjutnya dilakukan peng”kode”an atau “coding” yakni
mengubah data berbentuk kalimat atau huruf menjadi data
angka atau bilangan. Kegunaan koding adalah
mempermudahkan kita pada saat analisa data dan juga
pada saat entry data.
Untuk lembar kuesioner motivasi belajar
1) Kode I :Motivasi belajar tinggi
2) Kode II :Motivasi belajar rendah
Untuk lembar kuesioner trauma fisik
1) Kode I :trauma berat
2) Kode II :trauma ringan

50
Untuk lembar kuesioner trauma fisik
1) Kode I :kecerdasan emosional tinggi
2) Kode II:kecerdasan emosional sedang
3) Kode III :kecerdasan emosional rendah
c) Scoring
Scoring merupakan kegiatan pemberian skor terhadap
jawaban dari lembar observasi/kuesioner . penelitian ini,
menggunakan jawaban skala lembar likert yaitu skala 1-4,
antara Sangat setuju (SS), Setuju (S), Kurang setuju (KS),
Tidak setuju (ST). Adapun kriteria penscoringan
pernyataan tersebut dijelakan dalam table berikut . (Table
3.3)
Tabel 3.5 Penskoran kuesioner
Favourable (Pertanyaan positif) Unfarooble (Pertanyaan negative) Skor
Sl (Selalu) Tp (Tidak pernah ) 4
S (Sering) Kd (Kadang-kadang) 3
Kd (Kadang-kadang ) S (Sering ) 2
Tp (Tidak pernah ) Sl (Selalu) 1

d) Memasukan Data (Data Entry) atau Processing


Memasukkan data yaitu jawaban-jawaban dari masing-
masing responden yang dalam bentuk “kode” dimasukkan
kedalam program atau “software” computer salah satu
paket program yang sering digunakan untuk entry data
penelitian adalah komputerisasi.
e) Pembersihan Data (Cleaning)
Apabila semua data dari setiap sumber data atau
responden selesai dimasukkan, perlu dicek kembali untuk
melihat kemungkinan adanya kesalahan-kesalahan kode,
ketidaklengkapan, dan sebagainya, kemudian dilakukan
pembetulan atau koreksi.
2. Analisa Data

51
Analisa data penelitian merupakan media untuk menarik
kesimpulan dari seperangkat data hasil pengumpulan (Saryono,
2010). Hasil penelitian diolah dengan menggunakan program yang
ada di komputer yaitu komputerisasi dan selanjutnya akan
dilakukan analisa. Menurut Notoatmodjo (2010) Pengolahan dan
analisa data dilakukan dengan komputer menggunakan software
SPSS Versi Windows 22.0. Teknik analisis data suatu penelitian
melalui proses bertahap antara lain:

a. Analisis Univariat

Analisis univariat adalah analisis yang digunakan


untuk menggambarkan variabel penelitian yaitu baik
variabel terikat dan variabel bebas dimana dalam
penelitian ini Hubungan motivasi dan trauma fisik dengan
kecerdasan emosional pada remaja kelas VIII sekolah
menengah pertama (SMP) Negeri 05 Kudus.
Analisis Univariat bertujuan untuk menjelaskan atau
mendeskripsikan karakteritik masing-masing setiap
variabel penelitian. Untuk data numerik digunakan nilai
mean atau rata-rata. Pada umumnya dalam analisis ini
hanya menghasilkan distribusi frekuensi dan presentase
dari tiap variabel (Notoadmodjo, 2012).
Rumus yang digunakan adalah:

f
χ = χ 100 %
n
Keterangan :
x = hasil presentase
f = frekuensi hasil penelitian
n = total seluruh observasi

b. Analisa Bivariat

52
Merupakan analisa yang dilakukan untuk mengetahui
interaksi dua variabel, baik berupa komparatif, asosiatif,
maupun korelatif (Saryono, 2010). Analisa bivariat dilakukan
dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan
motivasi dan trauma fisik dengan kecerdasan emosional
remaja kelas VIII di SMP Negeri 5 Kudus pada tahun 2020.
Dalam analisa bivariat akan dilakukan uji yang diolah secara
statistik menggunakan program komputer dengan uji Statistic
Chi Square.
Ʃ (fo−fh)
x 2=
fh
Keterangan :
x 2= Chi kuadrat / Chi Square.
fo = Frekuensi observasi.
fh = Frekuensi harapan.
Aturan yang berlaku pada Chi Square yaitu:
1) Bila pada tabel 2 x 2 dijumpai nilai expected (harapan)
kurang dari 5, maka yang digunakan “Fisher’s Exact Test.”
2) Bila tabel 2 x 2 tidak ada nilai E < 5, maka uji yang dipakai
sebaiknya “Continuity Correction (a).”
3) Bila tabelnya lebih dari 2 x 2, misalnya 3 x 2, 3 x 3 dsb,
maka digunakan uji “Pearson Chi Square.”
4) Uji “Likelihood Ratio” dan “Linear-by-Linear Assciation”,
biasanya untuk keperluan lebih spesifik, misalnya analisis
stratifikasi pada bidang epidemiologi dan juga untuk
mengetahui hubungan linier dua variabel katagorik,
sehingga kedua jenis ini jarang digunakan.
5) Untuk mengetahui adanya nilai E kurang dari 5, dapat dilihat
pada footnote b dibawah kotak Chi Square Test, dan tertulis
diatas nilainya 0 cell (0%) berarti pada tabel silang diatas
tidak ditemukan nilai E < 5.

53
H. ETIKA PENELITIAN

Penelitian kesehatan pada umumnya dan penelitian kesehatan


masyarakat pada khususnya mengunakan manusia sebagai objek yang
diteliti disatu sisi, dan sisi lain manusia sebagai peneliti atau yang melakukan
penelitian. Masalah yang yang terjadi pada satu aspek dapat menyebabkan
masalah pada aspek lainnya.Sehingga penelitian keperawatan perlu dikawal
dengan etika penelitian yang memberikan jaminan bahwa keuntungan yang
didapat dari penelitian jauh melebihi efek samping yang
ditimbulkan.Pemahaman etika penelitian merupakan suatu keharusan bagi
peneliti dibidang keperawatan (Kelana Kusuma, 2011).
1. Informend Consent (Persetujuan Penelitian)
Informend Consent diberikan sebelum penelitian dilakukan
denganmemberikan persetujuan untuk menjadi responden (Saryono dan
Setiawan, 2010).
Dalam penelitian ini responden telah menandatangani informed
consent sebagai persetujuan untuk menjadi responden.
2. Anomity (Tanpa Nama)
Pada lembar persetujuan maupun lembar kuesioner tidak akan
menuliskan nama responden tetapi hanya menuliskan kode pada lembar
pengumpulan data atau hasil penelitian yang akan disampaikan
(Saryono dan Setiawan, 2010).
Dalam penelitian ini pada pengisian identitas responden hanya
mencantumkan pengisian nama, umur dan jenis kelamin. Pada
pengisian nama hanya menggunakan inisial nama responden.
3. Confidentiality (Kerahasiaan)
Semua informasi yang telah dikumpulkan dijamin kerahasiaannya
oleh peneliti (Saryono dan Setiawan, 2010).
Dalam penelitian ini peneliti telah menjamin kerahasiaan responden
mengenai informasi maupun masalah-masalah lainnya.

54
55

DAFTAR PUSTAKA

Akbar, P.R. and Setyawan, I., 2015. Perbedaan Kecerdasan Emosional


Antara Siswa SMA Dengan MA: Studi Komparasi Pada Siswa Kelas
XI Di SMA N 1 Purwodadi dan MA Sunniyyah Selo. Empati, 4(4),
pp.202-207..
Desivarlina, B., 2014. Hubungan Kecerdasan Emosional dan
Keharmonisan Keluarga dengan Motivasi Belajar Siswa di Sekolah
SMK Kesehatan Samarinda. Psikoborneo, 2(4).
Fauziah, A., Rosnaningsih, A. and Azhar, S., 2017. Hubungan antara
motivasi belajar dengan minat belajar siswa kelas IV SDN Poris Gaga
05 kota Tangerang. Jurnal Jpsd, 4(1), pp.47-53.
Gahayu, S. A. (2015). Metodologi Penelitian Kesehatan Masyarakat.
Deepublish.
Hastuti, R.Y. and Baiti, E.N., 2019. hubungan kecerdasan emosional
dengan tingkat stress pada remaja. Jurnal Ilmiah Kesehatan, 8(2),
pp.84-93.
Hermawan, I. (2019). Metodologi Penelitian Pendidikan Kuantitatif,
Kualitatif dan Mixed Methode. Kuningan: Hidayatul Quran Kuningan.
Nurizzati, Y. (2016). Peranan statistika dalam penelitian sosial
ekonomi. Edueksos: Jurnal Pendidikan Sosial & Ekonomi, 1(1).
Nursalam. 2013. KONSEP DAN PENERAPAN METODOLOGI
PENELITIAN ILMU KEPERAWATAN; Pedoman Skripsi, Tesis,
Instrumen Penelitian Keperawatan Edisi 2. Jakarta: Salemba
Margaretha, N.R. and Rachim, R., 2013. Trauma kekerasan masa kanak
dan kekerasan dalam relasi intim. Jurnal Makara Seri
Humaniora, 17(1), pp.33-42.
Medika. Setiawan, A., & Saryono. (2010). Metodologi Penelitian Kebidanan
. Jakarta: Nuha Medika
Rakhmawati, D., 2019. PENGARUH BULLYING TERHADAP
KECERDASAN EMOSIONAL DAN KESEHATAN MENTAL ANAK DI
56

SD NEGERI 08 MULYOHARJO KECAMATAN PEMALANG


KABUPATEN PEMALANG (Doctoral dissertation, UNNES).
Sari, A.E., 2020. Hubungan Kecerdasan Emosional dan Motivasi Belajar
dengan Hasil Belajar Matematika Peserta Didik Kelas IV SD Negeri
01 Totokaton.
Siyoto, S., & Sodik, M. A. (2015). Dasar metodologi penelitian. Literasi
Media Publishing.
Swarjana, I Ketut. 2012. Metodologi Penelitian Kesehatan. Yogyakarta: CV
ANDI OFFSET.
Sumiati, S. and Sulianti, A., 2016. Pendekatan Bermain untuk Menurunkan
Perilaku Menghindar pada Anak yang Mengalami Trauma
Pengobatan. Psympathic: Jurnal Ilmiah Psikologi, 3(1), pp.113-120.
Widiarti, E., 2018. Pengaruh Motivasi Belajar dan Kesiapan Belajar Siswa
terhadap Hasil Belajar Mata Pelajaran Ekonomi Siswa Kelas X Ilmu-
Ilmu Sosial di SMA Negeri 2 Banguntapan. Jurnal Pendidikan
Ekonomi, 7(4), pp.298-305.
Yulianto, D., 2014. Hubungan antara Konsep Diri dan Kecerdasan Emosi
dengan Kenakalan Remaja. Nusantara of Research: Jurnal Hasil-
hasil Penelitian Universitas Nusantara PGRI Kediri (e-journal), 1(1).

57

Anda mungkin juga menyukai