SKRIPSI
Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Mencapai
Gelar Sarjana Keperawatan (S-1)
Oleh :
IRFAN SAHZURI
NIM. 920173022
Pembimbing :
1. Noor Hidayah, A.Kep.,M.Kes.
2. Heny Siswanti, S.Kep.,Ners.,M. Kep.
NIM : 920173022
Hari :
Tanggal :
Menyetujui,
i
Noor Hidayah, A.Kep., M.Kes. Heny Siswanti, S.Kep., Ners.,M.Kep.
Mengetahui
Rektor
Rusnoto, SKM.,M.Kes.(Epid)
NIDN: 0621087401
ii
HALAMAN PENGESAHAN
NIM : 920173022
Hari :
Tanggal :
Menyetujui,
iii
Noor Hidayah, A.Kep., M.Kes. Umi Faridah, S.Kep., Ns.MNS
Mengetahui
Rektor
Rusnoto, SKM.,M.Kes.(Epid)
NIDN: 0621087401
iv
PERNYATAAN
NIM : 920173022
Oleh karena itu, pertanggungjawaban proposal ini sepenuhnya berada pada diri
saya.
v
Kudus, 2020
Irfan sahzuri
NIM: 920173022
KATA PENGANTAR
vi
Dengan memanjatkan puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala
limpahan rahmat dan hidayah-Nya, penulis dapat menyelesaikan Skripsi yang
berjudul “HUBUNGAN MOTIVASI DAN TRAUMA FISIK DENGAN
KECERDASAN EMOSIONAL PADA REMAJA KELAS VIII DI SEKOLAH
MENENGAH PERTAMA (SMP) 05 KUDUS”. Proposal Skripsi ini disusun
sebagai syarat mencapai Gelar S1 Keperawatan di Universitas Muhammadiyah
Kudus. Atas tersusunnya Proposal Skripsi ini, penulis mengucapkan terima kasih
kepada:
Kudus, 2020
vii
Irfan sahzuri
NIM: 920173022
viii
DAFTAR ISI
HALAMAN COVER...............................................................................................1
HALAMAN PERSETUJUAN.................................................................................2
HALAMAN PENGESAHAN...................................................................................3
PERNYATAAN.....................................................................................................4
KATA PENGANTAR.............................................................................................5
DAFTAR ISI.......................................................................................................... 6
DAFTAR TABEL...................................................................................................7
DAFTAR GAMBAR...............................................................................................8
DAFTAR LAMPIRAN............................................................................................9
BAB I PENDAHULUAN.......................................................................................10
A. LATAR BELAKANG.................................................................................10
B. RUMUSAN MASALAH.............................................................................14
C. TUJUAN PENELITIAN.............................................................................14
D. RUANG LINGKUP...................................................................................14
E. MANFAAT PENELITIAN..........................................................................15
F. KEASLIAN PENELITIAN..........................................................................15
BAB II TINJAUAN PUSTAKA.............................................................................19
A. KECERDASAN EMOSIONAL..................................................................19
B. REMAJA..................................................................................................24
C. MOTIVASI................................................................................................24
D. TRAUMA FISIK........................................................................................26
E. HUBUNGAN MOTIVASI DAN TRAUMA FISIK DENGAN KECERDASAN
EMOSIONAL..................................................................................................29
F. KERANGKA TEORI.................................................................................31
BAB III METODOLOGI PENELITIAN..................................................................32
A. VARIABEL PENELITIAN..........................................................................32
B. HIPOTESIS PENELITIAN........................................................................33
C. KERANGKA KONSEP PENELITIAN........................................................33
D. DEFINISI OPERASIONAL VARIABEL PENELITIAN DAN SKALA
PENGUKURAN...............................................................................................38
ix
E. INSTRUMEN PENELITIAN DAN UJI VALIDITAS RELIABILITAS............40
F. TEKNIK PENGOLAHAN DATA DAN ANALISA.......................................44
G. ETIKA PENELITIAN.................................................................................48
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................49
x
DAFTAR TABEL
xi
DAFTAR GAMBAR
xii
DAFTAR LAMPIRAN
xiii
10
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Remaja (adolescent) merupakan masa transisi dari anak-anak menjadi
dewasa. Remaja adalah penduduk dalam rentang usia 10 hingga 19 tahun.
Pada saat ini, remaja mengalami perkembangan mencapai kematangan fisik,
mental, sosial dan emosional. Umumnya masa ini berlangsung sekitar umur
13 tahun sampai umur 18 tahun, yaitu masa anak duduk di bangku sekolah
menengah (WHO, Ali & Asrori, 2014).
Hal ini sesusi dengan penelitian Supriadi, Atti & yanti (2017) yang
menjelaskan bahwa remaja yang pandai menyesuaikan diri dengan
lingkungannya akan lebih mudah beradaptasi pada sesuatu hal yang baru.
Individu yang pandai mengungkapkan perasaan atau emosional yang positif
pada lingkungannya maka akan mudah menjalin hubungan interaksi dengan
orang lain atau lingkungan sekolahnya. Individu yang dapat mengontrol
emosinya akan lebih mudah mengembangkan perkembangan sosialnya
11
keluarga merupakan unit terkecil yang memberikan pengaruh yang
sangat menentukan pada pembentukan watak dan kepribadian anak. Anak
yang sering mendapat perlakuan kasar atau mendapat kekerasan dari orang
tuanya, mungkin saat besar nanti akan menjadi pribadi yang berbeda dengan
orang pada umumnya. Kekerasan fisik juga dapat berpengaruh pada
kepribadian anak, yaitu anak mempunyai harga diri yang rendah, hubungan
dengan perilaku yang kurang baik, dan kesukaran dalam berperilaku (Walker&
Roberts dalam Patnani, Ekowarni, Etsem, 2012).
12
Trauma yang dialami di masa kecil, dapat memiliki efek yang parah dan
bertahan lebih lama. Anak-anak yang mengalami trauma, melihat dunia
sebagai tempat yang menakutkan dan berbahaya. Ketika trauma masa kecil
yang tidak terselesaikan, rasa takut yang mendasar dan ketidakberdayaan
membawa mereka mengalami trauma lebih lanjut.Trauma dapat disebabkan
oleh sebuah peristiwa negatif yang menyebabkan dampak yang menetap
pada ketidakseimbangan mental dan emosional anak. (Psympathic, Jurnal
Ilmiah Psikologi 2016)
13
kurang disiplin didalam hal mengerjakan soal dan kurangnya motivasi untuk
mengerjakan tugas yang diberikan bapak/ibu guru sesuai mata pelajaran.
Studi pendahuluan ini juga membagikan kuesioner sementara kepada
20 siswa kelas VIII SMP Negeri 5 Kudus tentang motivasi, trauma fisik dan
kecerdasan emosioanal. Kuesioner tentang motivasi mendapatkan hasil
bahwa 9 siswa mendapatkan motivasi baik, dikarenakan motivasi sebagai
proses internal yang mengaktifkan, menuntun, dan mempertahankan
perilaku dari waktu ke waktu, seorang siswa yang percaya bahwa dirinya
memiliki kemampuan yang perlu untuk melakukan suatu tugas, akan
termotivasi untuk melakukan tugas tersebut. Dan 11 siswa mendapatkan
motivasi kurang baik, itu karena siswa yang tidak percaya bahwa dirinya
memiliki kemampuan dan kemauan yang perluh untuk melakukan suatu
tugas, jadi siswa tidak akan termotivasi untuk melukan tugas tersebut.
Pada kuesioner sementara mengenai trauma fisik mendapatkan hasil 5
siswa trauma fisik ringan, itu karena siswa tidak menghindari orang, tempat,
atau sesuatu yang berhubungan dengan peristiwa traumatic. 15 siswa
memiliki trauma fisik berat, hal itu dikarenakan kesulitan mengontrol emosi,
menghindari orang, tempat, atau sesuatu yang berhubungan dengan
peristiwa traumatic, dan enggan membicarakannya.
Dan untuk kuesioner keceerdasan emosional didapatkan 5 siswa
memiliki kecerdsan emosional rendah, itu dikarenakan merea belum mampu
menahan emosinya seperti mudah marah, mudah tersinggung, sering
berbicara kotor dan kasar kepada sesame teman, tidak membutuhkan orang
lain ketika menghadapi kesulitan, daya saing untuk mencapai sesuatu antar
siswa rendah. Dan tidak jarang menyelesaikan persoalan dengan
pertengkaran. Sedangkan sebaliknya 5 siswa meliliki kecerdasan emosional
tinggi, hal ini dikarenakan mereka mampu menahan dan mengontrol atas
emosinya, mampu member motivasi terhadap dirinya sendiri dan orang lain,
tidak merasa putus asa ketika sedang menghadapi persoalan dan
menyelesaikan permasalahan melalui baik dengan antar sesama teman atau
mendiskusikan dengan guru BK. Serta 10 siswa memiliki kecerdasan
emosional sedang, hal ini dikarenakan siswa masih belum mampu
mengontrol emosinya, masih labil dalam berpikir, masih terbawa suasana
hati dan belum mampu mengenali emosinya sendiri dan orang lain.
14
Berdasarkan latar belakang masalah, maka penulis tertarik untuk
mengadakan penelitian dengan judul “ Hubungan motivasi dan trauma fisik
dengan kecerdasan emosioanal pada remaja kelas VIII di sekolah
menengah pertama (SMP) Negeri 5 kudus”.
B. RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka ditetapkan rumusan
masalah : “Apakah terdapat Hubungan motivasi dan trauma fisik dengan
kecerdasan emosioanal pada remaja kelas VIII di sekolah menengah pertama
(SMP) Negeri 5 kudus ?
C. TUJUAN PENELITIAN
1. Tujuan Umum
Untuk mengetahui Hubungan motivasi dan trauma fisik dengan
kecerdasan emosioanal pada remaja kelas VIII di sekolah menengah
pertama (SMP) Negeri 5 kudus
2. Tujuan Khusus
a. Mengetahui kecerdasan emosioanal pada remaja kelas VIII di sekolah
menengah pertama (SMP) Negeri 5 kudus
b. Mengetahui motivasi belajar pada remaja kelas VIII di sekolah
menengah pertama (SMP) Negeri 5 kudus
c. Menganalisis Hubungan motivasi dan trauma fisik dengan kecerdasan
emosioanal pada remaja kelas VIII di sekolah menengah pertama
(SMP) 5 kudus
D. RUANG LINGKUP
15
3. Ruang Lingkup Materi
Masalah yang dikaji adalah Hubungan motivasi dan trauma fisik
dengan kecerdasan emosioanal pada remaja kelas VIII di sekolah
menengah pertama (SMP) Negeri 5 kudus
E. MANFAAT PENELITIAN
16
F. KEASLIAN PENELITIAN
17
tabel = 2.000,
dan p = 0.035 <
0.050. Pada
keharmonisan
keluarga
dengan
motivasi belajar
diketahui
bahwa tidak
ada hubungan
antara
keduanya
dengan beta =
-0.501, t hitung
= -0.501 < t
tabel = 2.000
dan p = 0.138 >
0.050.
18
setyawan SMA dengan emosional
MA: Studi yang
signifikan
komparasi pada antara
siswa kelas XI di siswa
SMA N 1 SMA
dengan
Purwodadi dan siswa MA.
MA Sunniyyah Kecerdasa
Selo. n
emosional
SMA dan
MA sama-
sama
berada
pada
kategori
tinggi.
19
20
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. KECERDASAN EMOSIONAL
22
Memberikan motivasi kepada diri sendiri adalah hal penting
dalam kemampuan mengatur emosi yang berhubungan dengan
memberikan perhatian, memotivasi diri dan mengendalikan diri
sendiri. Individu yang mempunyai kemampuan ini akan lebih
produktif dan secara efektif dapat mencapai tujuan yang
diinginkan.
d. Mengenali emosi orang lain
Mengenali emosi orang lain merupakan kemampuan
membangun relasi yang didasari oleh kesadaran diri yang tinggi
dalam mengenali emosi orang lain dengan baik. Semakin dapat
memahami emosi diri sendiri, maka individu semakin mudah
untuk mengenal dan menyadari emosi dari orang lain, dan
semakin mudah juga dalam membaca perasaan orang lain.
e. Membina hubungan
Membina hubungan merupakan keterampilan dalam mengelola
emosi orang lain. Individu yang terampil membina hubungan
dengan orang lain, harus memiliki kemampuan dalam
menyadari dan mengelola emosi diri sendiri terlebih dahulu.
Agar dapat mengelola emosi orang lain, individu terlebih dahulu
harus dapat mengendalikan diri sendiri.
Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa kecerdasan
emosi sangat dibutuhkan individu untuk mencapai kesuksesan hidup
dalam bidang akademis, pekerjaan ataupun di kehidupan sosial. Aspek
kecerdasan emosi yang digunakan dalam penelitian ini terdapat lima
aspek, yaitu mengenali emosi diri, mengelola emosi, memotivasi diri
sendiri, mengenali emosi orang lain, dan membina hubungan.
3. Faktor-faktor yang mempengaruhi kecerdasan emosional
Kecerdasan emosi juga tidak ditetapkan sejak individu lahir, tetapi
dapat ditentukan melalui pengalaman dan proses belajar. Patton (dalam
Jati & Yoenanto, 2013) juga menjelaskan beberapa faktor yang
mempengaruhi kecerdasan emosi, yaitu:
a. Keluarga
Keluarga adalah tempat dimana setiap orang mendapatkan
kasih sayang, dukungan, dan disinilah individu akan
23
mendapatkan kekuatan dalam diri yang secara tidak langsung
akan tertanam kecerdasan emosi.
b. Hubungan antara pribadi
Hubungan ini disebut juga hubungan interpersonal. Adanya
hubungan interpersonal yang terjalin dapat menimbulkan
penerimaan dan terkoneksi secara emosional, sehingga individu
memiliki kematangan emosional yang dapat menuntun dalam
bersikap dan bertindak.
c. Hubungan dengan teman kelompok
Pola pembentukan emosi pada individu akan terbentuk jika
dalam suatu kelompok tercipta perasaan saling menghargai,
memberikan dukungan, dan terdapat feedback dalam suatu
kelompok tersebut.
d. Lingkungan
Kondisi lingkungan tempat tinggal dan pergaulan individu yang
mempunyai norma tersendiri dapat mempengaruhi pola
kehidupan individu tersebut, terutama dalam pembentukan
emosi.
e. Hubungan dengan teman sebaya
Pergaulan dari setiap individu dengan teman sebayanya secara
langsung dan tidak langsung dapat saling berpengaruh dan
akan membentuk dinamika emosinya.
24
Kesadaran diri diartikan sebagai mengetahui sesuatu yang
dirasakan oleh diri sendiri dan menggunakan kemampuan
emosinya untuk mengambil suatu keputusan dari masalah
yang dihadapi, serta berpikir realistis atas kemampuan yang
dimiliki dan kepercayaan diri.
b. Pengaturan diri
Pengaturan diri diartikan sebagai penanganan emosi diri
sendiri yang dapat berdampak positif pada kehidupan
sehari-hari, fokus pada masalah dan menyelesaikannya,
dan mampu mengembalikan ke keadaan semula dari
tekanan emosi yang muncul.
c. Motivasi
Motivasi merupakan dorongan dari dalam diri untuk
menggerakkan individu dalam mencapai tujuan, membantu
individu menuntun dan bertindak efektif, serta memiliki
inisiatif yang tinggi untuk bertahan menghadapi suatu
kegagalan.
d. Empati
Empati merupakan perasaan peka yang dirasakan pada
orang lain, membangun hubungan saling percaya, mampu
memahami sudut pandang orang lain dan mampu
menyesuaikan diri dengan bebagai karakter individu.
e. Keterampilan sosial
Keterampilan sosial merupakan kemampuan dalam membaca
situasi sosial, seperti dapat berinteraksi dengan baik pada
orang lain, dapat mempengaruhi dan memimpin dengan baik,
bermusyawarah, serta mampu bekerja sama dalam tim.
25
akan mudah dikuasai emosinya dan tidak mudah larut dalam kondisi
yang dialaminya.
B. REMAJA
Remaja (adolescent) merupakan masa transisi dari anak-anak menjadi
dewasa. Remaja adalah penduduk dalam rentang usia 10 hingga 19
tahun. Pada saat ini, remaja mengalami perkembangan mencapai
kematangan fisik, mental, sosial dan emosional. Umumnya masa ini
berlangsung sekitar umur 13 tahun sampai umur 18 tahun, yaitu masa
anak duduk di bangku sekolah menengah (WHO, Ali & Asrori, 2014).
Pada masa remaja terjadi berbagai perubahan yaitu perubahan
hormonal, fisik, psikologis maupun sosial. Perubahan fisik yang menonjol
adalah perkembangan tanda-tanda seks sekunder, terjadinya pacu
tumbuh, serta perubahan perilaku dan hubungan sosial dengan
lingkungannya. Di samping itu juga terjadi perubahan psikososial anak
baik dalam tingkah laku dan trauma yang pernah dialami anak, hubungan
dengan lingkungan serta ketertarikan dengan lawan jenis. Masa remaja
terdapat fase pubertas dimana mengalami perubahan dalam sistem kerja
hormon pada tubuhnya dan hal ini memberi dampak pada bentuk fisik
(terutama organ-organ seksual) dan psikis terutama emosi. Meningginya
emosi remaja sangat tergantung dengan dampak perubahan fisik dan
kehidupan psikologis. Artinya, jika semakin banyak terjadi perubahannya
dan tidak terkendali oleh remaja, maka semakin meninggi pula emosinya
(Pieter & Namora 2010)
C. MOTIVASI
1. Teori-teori Motivasi
Teori motivasi yang dikembangkan oleh Abraham H. Maslow
pada intinya berkisar pada pendapat bahwa manusia mempunyai
lima tingkat atau hierarki kebutuhan, yaitu :
a) kebutuhan fisiologikal (physiological needs), seperti : rasa
lapar, haus, istirahat dan sex
b) kebutuhan rasa aman (safety needs), tidak dalam arti fisik
semata, akan tetapi juga mental, psikologikal dan intelektual
c) kebutuhan akan kasih sayang (love needs)
26
d) kebutuhan akan harga diri (esteem needs), yang pada
umumnya tercermin dalam berbagai simbol-simbol status
e) aktualisasi diri (self actualization), dalam arti tersedianya
kesempatan bagi seseorang untuk mengembangkan potensi
yang terdapat dalam dirinya sehingga berubah menjadi
kemampuan nyata.
Salah satu konsep penting yang diperkenalkan Maslow adalah
perbedaan antara kebutuhan defisiensi (deficiency needs) dan
kebutuhan pertumbuhan (growths needs). Kebutuhan defisiensi
adalah kebutuhan yang paling utama yang meliputi: fisiologi,
keselamatan, cinta dan harga diri) dan bersifat harus dipuaskan
namun setelah dipuaskanmaka orang tidak akan termotivasi lagi
untuk memuaskannya. Sebaliknya kebutuhan pertumbuhan yang
meliputi; kebutuhan untuk memahami sesuatu, menghargai
keindahan, aktualisasi diri bersifat tumbuh dimana jika sudah
terpenuhi maka orang akan terus mencari pemenuhan kebutuhan
lagi (Slavin, 2011;102)
Kebutuhan-kebutuhan yang disebut pertama (fisiologis) dan kedua
(keamanan) kadang-kadang diklasifikasikan dengan cara lain, misalnya
dengan menggolongkannya sebagai kebutuhan primer, sedangkan
yang lainnya dikenal pula dengan klasifikasi kebutuhan sekunder.
Terlepas dari cara membuat klasifikasi kebutuhan manusia itu, yang
jelas adalah bahwa sifat, jenis dan intensitas kebutuhan manusia
berbeda satu orang dengan yang lainnya karena manusia merupakan
individu yang unik. Juga jelas bahwa kebutuhan manusia itu tidak
hanya bersifat materi, akan tetapi bersifat pskologikal, mental,
intelektual dan bahkan juga spiritual. Dengan demikian dapat dikatakan
bahwa lebih tepat apabila berbagai kebutuhan manusia digolongkan
sebagai rangkaian dan bukan sebagai hierarki. Dalam hubungan ini,
perlu ditekankan bahwa :
1) Kebutuhan yang satu saat sudah terpenuhi sangat mungkin
akan timbul lagi di waktu yang akan datang.
27
2) Pemuasaan berbagai kebutuhan tertentu, terutama
kebutuhan fisik, bisa bergeser dari pendekatan kuantitatif
menjadi pendekatan kualitatif dalam pemuasannya.
3) Berbagai kebutuhan tersebut tidak akan mencapai “titik
jenuh” dalam arti tibanya suatu kondisi dalam mana
seseorang tidak lagi dapat berbuat sesuatu dalam
pemenuhan kebutuhan itu.
Kendati pemikiran Maslow tentang teori kebutuhan ini tampak lebih
bersifat teoritis, namun telah memberikan fundasi dan mengilhami bagi
pengembangan teori-teori motivasi yang berorientasi pada kebutuhan
berikutnya yang lebih bersifat aplikatif.
2. Motivasi dan Pembelajaran Perilaku
Konsep motivasi berkaitan erat dengan prinsip bahwa perilaku yang
telah dikuatkan pada masa lalu lebih mungkin diulangi daripada perilaku
yang belum dikuatkan atau yang telah dihukum. Bahkan daripada
penggunakan konsep motivasi, ahli teori perilaku mungkis saja terfokus
pada sejauh mana siswa belajar menyelesaikan pekerjaan sekolah
untuk memperoleh hasil yang diinginkan (Bigge & Shermis 2014;
Wielkewicz, 1995) Setiap anak tentunya memiliki motivasi yang
berbeda-beda. Dalam konsep teori ini, motivasi anak bisa saja akan
dapat bertambah tinggi bila diberikan imbalan yang sesuai dengan
dijanjikan oleh seseorang. Sebaliknya anak akan dapat berkurang
bahkan hilang motivasinya apabila imbalan yang dijanjikan tidak ia
terima sebagaimana mestinya. Penekanan dari teori ini adalah motivasi
adalah konsekuensi dari penguatan. Namun nilai penguatan (reinforrer)
tersebut bergantung kepada pada banyak faktor, dan kekuatan motivasi
mungkin saja berbeda antar siswa. (Skiner dan pakar lainnya)
3. Motivasi dan kebutuhan manusia
Berkenaan dengan teori ini dimana manusia banyak mempunyai
kebutuhan. Maslow memiliki teori yang disebut dengan hirarki
kebutuhan Maslow yaitu:
1) Kebutuhan fisiologis
2) Kebutuhan keamanan
3) Kebutuhan akan harga diri
28
4) Kebutuhan untuk mengetahui dan memahami
5) Kebutuhan aktualisasi diri
Menurut Maslow kebutuhan yang perlu dipenuhi terlebih dahulu
adalah kebutuhan yang lebih rendah, selanjutnya barulah kebutuhan yang
lebih tinggi yang perlu dipuaskan. Contohnya orang yang sedang lapar
pastilah ia akan mengupayakan untuk mendapatkan makan agar rasa lapar
yang ia rasakan hilang. Selanjutnya setelah itu maka barulah ia akan
memuaskan kebutuhan yang lebih tinggi.
4. Motivasi dan Teori Atribusi
Teori atribusi adalah suatu teori dimana orang berupaya untuk
memahami penjelasan manusia tentang keberhasilan dan kegagalan
mereka. Asumsi intinya ialah bahwa orang akan mencoba
mempertahankan citra diri yang positif. Hal ini akan terlihat ketika
seseoarang mengalami kejadiankejadian baik, orang akan menghubungan
dengan kemapuan dirinya sendiri, sebaliknya ketika terjadinya perstiwa-
peristiwa buruk pada dirinya ia akan cendrung menghubungkan peristiwa
negative tersebut dengan faktor di luar kendali dirinya. Contohnya mereka
akan mencoba untuk menyalahkan pihakpihak lain yang berada di luar
dirinya
5. Motivasi dan Teori Pengharapan
Teori ini berpendapat bahwa motivasi seseorang untuk mencapai
sesuatu bergantung pada produk pikiran orang itu tentang peluang
keberhasilannya. Dan nilai yang dia letakkan pada keberhasilan itu.
Motivasi hendaknya berada pada tingkat maksimum di tingkat probabilitas
keberhasilan sedang. Atkinson menyatakan bahwa teori pengharapan
(expectancy theory) adalah teori motivasi yang didasarkan pada keyakinan
bahwa upaya orang untuk berhasil bergantung pada harapan mereka
terhadap imbalan.
6. Perspektif tentang Motivasi
Perspektif psikologis menjelaskan motivasi dengan cara yang
berbeda-beda berdasarkan perspektif yang berbeda pula. Ada empat
perspektif tentan motivasi, yaitu:
1) Perspektif Behavioral
29
Perspektif bevavioral menekankan pada bahwa imbalan dan
hukuman eksternal sebagai kunci dalam menentukan
motivasi siswa. Insentif adalah peristiwa atau stimuli positif
atau negatif yang dapat memotivasi perilaku murid.
Pendukung penggunaan insentif menekankan bahwa insentif
dapat menambah minat atau kesenangan pada pelajaran,
dan mengarahkan perhatian pada perilaku yang tepat dan
menjauhkan mereka dari perilaku yang tidak tepat (Emmer
dkk., 2016)
2) Perspektif Humanistis
Perspektif humanistis menekankan pada kapasitas siswa
untuk mengembangkan kepribadian, kebebasan untuk
memilih nasib mereka. Perspektif ini berkaitan erat dengan
pandangan Abraham Maslow yang mengemukakan teori
tentang hirarki kebutuhan, yaitu kebutuhan individual harus
dipuaskan dalam urutan sebagai berikut, yaitu kebutuhan
fisiologis, kebutuhan keaman, kebutuhan rasa cinta dan rasa
memiliki, kebutuhan akan harga diri, dan kebutuhan
aktualisasi diri.
D. TRAUMA FISIK
1. Pengertian trauma
Dalam Kamus psikologi trauma berasal dari bahasa yunani yang
artinya luka, sebuah istilah yang digunakan bebas entah bagi luka fisik
yang disebabkan oleh beberapa kekuatan eksternal langsung atau luka
psikologis yang disebabkan oleh serangan emosi yang ekstrem (Reber,
2010)
Sedangkan dalam himpunan istilah psikologi yang dimaksud trauma
adalah pengalaman yang tiba-tiba mengejutkan, meninggalkan kesan
mendalam pada jiwa orang yang bersangkutan (Noor,dalam Naely
Soraya 2018).
Pendapat lain mengatakan bahwa yang dimaksud trauma adalah
pengalaman dari suatu peristiwa yang melibatkan kematian atau cidera
serius, aktual maupun ancaman, terhadap diri atau orang lain. Trauma
30
juga bisa dikatakan sebagai respons ketakutan intens, ketidakberdayaan
atau horor sebagai reaksi terhadap peristiwa itu (Oltmanns, 2013).
Selain itu trauma atau kejadian traumatis adalah luka jiwa yang
dialami seseorang, disebabkan oleh satu pengalaman yang sangat
menyedihkan atau melukai jiwanya. Sehingga karena pengalaman
tersebut hidupnya sejak saat kejadian itu berubah secara radikal, yaitu
mendapatkan satu insight baru, serta mengalami proses penaikan dan
makin menurunnya niveau kehidupan. (Kartono dalam Naely Soraya
2018)
Pengalaman traumatis tadi dapat bersifat jasmaniah, umpamanya
berupa kecelakaan berat, cidera fisik atau menjadi cacat secara mental.
Dapat pula berupa pengalaman yang bersifat Psikologis, antara lain
berupa peristiwa yang sangat mengerikan, sehingga menimbulkan
kepiluan hati, putus asa, shock jiwa dll.
2. Bentuk-bentuk respon ketika terjadi trauma
a) Respon Emosional
1) Kesulitan mengontrol emosi, lebih mudah tersinggung,
marah, gampang diagitasi dan dipanas-panasin
2) Mood gampang berubah, dari baik keburuk dan
sebaliknya terjadi begitu cepat
3) Cemas, gugup, sedih, berduka, dan depresi, takut,
kawatir kejadian akan terulang.
4) Memberikan respon emosional yang tidak sesuai
b) Respon Kognitif
1) Sering mengalami flasback, atau mengingat kembali
kejadian traumatiknya. Saat mengalaminya, seolah-olah
kejadiannya dialami kembali secara nyata
2) Mimpi buruk
3) Kesulitan berkomunikasi, mengambil keputusan, dan
memecahkan masalah.
31
4) Kesulitan mengingat dan memaksa melupakan kejadian.
5) Menyalahkan diri sendiri atau mengambinghitamkan
orang lain.
6) Merasa sendirian dan sepi, mudah bingung.
7) Merasa kehilangan harapan akan masadepan
8) Merasa lemah tak berdaya.
9) Kehilangan minat serta aktivitas yang bisa dilakukan.
c) Respon Behavior
1) Sering menangis tiba-tiba.
2) Menghindari orang, tempat, atau sesuatu yang
berhubungan dengan peristiwa traumatik, dan enggan
membicarakanya.
3) Kurang memperhatikan diri sendiri
4) Kesulitan melakukan aktifitas sehari-hari
5) Sering menangis tiba-tiba.
6) Sulit belajar atau berkerja
7) Mengalami ganguan tidur, dan sering melamun
d) Respon Fisiologis atau Fisik
1) Sakit kepala
2) Nyeri
3) Sakit dada atau dada sesak
4) Sulit bernafas
5) Sakit perut
6) Berkeringat berlebihan
7) Gemetar
8) Lemah dan lesu
9) Letih
10) Otot tegang atau kulit dingin
11) Hilang keseimbangan tubuh atau merasa berguncang.
3. Faktor penyebab trauma
Factor – factor penyebab trauma terbagi atas 2 (dua) bagian, yaitu:
1. Factor internal
32
Secara sederhana, trauma dirumuskan sebagai gangguan kejiwaan
akibat ketidakmampuan seseorang mengatasi persoalan hidup yang
harus dijalaninya, sehingga yang bersangkutan bertingkah secara
kurang wajar. Berikut ini penyebab yang mendasari timbulnya trauma
pada diri seseorang:
a) Kepribadian yang lemah dan kurangnya percaya diri sehingga
menyebabkan yang bersangkutan merasa rendah diri.
b) Terjadi konflik sosial budaya akibat adanya norma yang berbeda
antara dirinya dengan llingkungan masyarakat
c) Pemahaman yang salah sehingga memberikan reaksi berlebihan
terhadap kehidupan sosial dan juga sebaliknya terlalu rendah.
Proses-proses yang diambil oleh seseorang dalam menghadapi
kekalutan mental, sehingga mendorongnya ke arah positif.
2. Faktor eksternal (fisik)
Adapun faktor eksternal tersebut, ialah:
a) Faktor orangtua dalam bersosialisasi dalam kehidupann
keluarga, terjadinya penganiayaan yang menjadikan luka atau
trauma fisik
b) Kejahatan atau perbuatan yang tidak bertanggungjawab yang
mengakibatkan trauma fisik dalam bentuk luka pada badan dan
organ pada tubuh korban.
Selain itu, kondisi trauma yang dialami individu (anak) disebabkan
oleh berbagai situasi dan kondisi, diantaranya:
a) Peristiwa atau kejadian alamiah (bencana alam) seperti
gempa bumi, tsunami, banjir, tanah longsor, angin topan dan
sebagainya.
b) Pengalaman di kehidupan sosial (psiko-sosial), seperti pola
asuh yang salah, ketidakadilan, penyiksaan, kekerasan,
perang dan sebagainya.
c) Pengalaman langsung atau tidak langsung, seperti melihat
sendiri, mengalami sendiri (secara langsung) dan
pengalaman orang lain (tidak langsung), dan sebagainya.
33
E. HUBUNGAN MOTIVASI DAN TRAUMA FISIK DENGAN
KECERDASAN EMOSIONAL
Kecerdasan emosi sangat dibutuhkan individu untuk mencapai kesuksesan
hidup dalam bidang akademis, pekerjaan ataupun di kehidupan sosial. Aspek
kecerdasan emosi yang digunakan dalam penelitian ini terdapat lima aspek,
yaitu mengenali emosi diri, mengelola emosi, membina hubungan, mengenali
emosi orang lain, dan memotivasi diri sendiri. (Daniel 2018).
34
Penelitian di National Survey of Children oleh Nicholas Zill menemukan
bahwa anak-anak yang berumur antara 18 hingga 22 tahun dari keluarga-
keluarga yang bermasalah seperti terdapat unsur kekerasan itu 2 kali lebih
besar kemungkinannya dibandingkan remaja lain untuk memperlihatkan
tingkat gangguan emosional atau kecerdasan emosi yang dimiliki ataupun
masalah tingkah laku yang lebih tinggi (dalam retnosari wulan prawoto. 2010)
35
F. KERANGKA TEORI
FAKTOR TRAUMA
1. Faktor internal
2. Faktor eksternal (fisik)
1. Mampu memecahkan
masalah
2. Mampu mengontrol
PERSPEKTIF TENTANG MOTIVASI ketahanan mental
3. Mampu menenangkan dan
1. Perspektif Behavioral membuat nyaman kondisi
2. Perspektif humanistis fisik.
KECERDASAN EMOSIONAL
Sumber : (Akbar, P.R. and Setyawan, I., 2015; Desivarlina, B., 2014; Fauziah,
A., Rosnaningsih, A. and Azhar, S., 2017; Hastuti, R.Y. and Baiti, E.N., 2019)
Keterangan :
36
37
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A. VARIABEL PENELITIAN
B. HIPOTESIS PENELITIAN
39
C. KERANGKA KONSEP PENELITIAN
D. Rancangan Penelitian
1. Jenis penelitian
Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian
noneksperimental bersifat korelasional analitik. Menurut Hidayat
(2013) penelitian korelasional, yaitu jenis yang tidak memberikan
intervensi yang betujuan mencari hubungan masalah keperawatan
dalam suatu populasi. Observasi ditampilkan dengan angka yang
dapat dianalisa secara statistik (jenis kuantitatif). Tujuan penelitian
ini adalah untuk menganalisa hubungan peran fungsi orang tua
dan efikasi diri dengan kecerdasan emosional pada remaja kelas
VIII di SMP Negeri 5 Kudus.
2. Pendekatan Waktu
Penelitian ini menggunakan metode pendekatan waktu
berupa Cross Sectional yaitu suatu penelitian untuk mempelajari
dinamika korelasi antara faktor-faktor risiko dengan efek, dengan
40
cara pendekatan, observasi atau pengumpulan data sekaligus
pada suatu saat (point time approach) (Gahayau, 2015).
3. Metode pengumpulan data
Dalam penelitian, akuratnya data penelitian yang
dikumpulkan sangat mempengaruhi hasil penelitian. Agar
data yang dikumpulkan tersebut akurat, maka diperlukan alat
pengumpulan data yang tidak saja valid tetapi reliable. Selain
itu metode pengumpulan data pun sebaiknya tepat atau
sesuai dengan data yang akan di kumpulkan (Swarjana,
2015).
a) Data Primer
Data primer data yang diperoleh atau dikumpulkan
oleh peneliti secara langsung dari sumber datanya.
Data primer disebut juga sebagai data asli atau data
baru yang memiliki sifat up to date. Untuk
mendapatkan data primer, peneliti harus
mengumpulkannya secara langsung (Siyoto, 2015).
Teknik yang dapat digunakan peneliti untuk
mengumpulkan data primer dalam penilitian ini yaitu
menggunakan instrumen (kuesioner) yang harus diisi
langsung oleh responden
b) Data Sekunder
Data sekunder adalah data yang diperoleh atau
dikumpulkan peneliti dari berbagai sumber yang telah
ada (peneliti sebagai tangan kedua). Data sekunder
dapat diperoleh dari berbagai sumber seperti Biro Pusat
Statistik (BPS), buku, laporan, jurnal dan lain-lain
(Siyoto, 2015). Data sekunder pada penelitian ini
diperoleh dari SMP Negeri 5 Kudus berupa data jumlah
siswa kelas VIII.
4. Tehnik Pengumpulan Data
41
Pengumpulan data adalah suatu proses pendekatan pada
subjek dan proses pengumpulan karakteristik subjek yang
diperlukan dalam suatu penelitian (Nursalam, 2017).
a. Peneliti meminta surat permohonan dari Universitas
Muhammadiyah Kudus untuk melakukan ijin penelitian.
b. Peneliti mengajukan izin kepada pihak SMP Negeri 5 Kudus
untuk melakukan penelitian dengan membawa surat
rekomendasi research.
c. Setelah memperoleh izin, peneliti menghubungi calon
responden untuk meminta persetujuan sebagai responden.
d. Setelah bersedia menjadi responden, selanjutnya peneliti
menjelaskan kepada calon responden mengenai cara mengisi
kuesioner.
e. Selanjutnya dilakukan pengisian kuesioner dengan cara
membagikan link atau alamat web yang berisi kuesioner
kepada responden. Responden diminta untuk mengisi seluruh
pertanyaan yang disediakan dalam kuesioner penelitian
secara jujur dan sesuai kenyataan.
f. Setelah data terkumpul, selanjutnya dilakukan pengolahan dan
analisis data dengan bantuan program komputer
5. Metode Pengumpulan Data
Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri dari
objek/subjek yang mempunyai kualitas dan karakteristik
tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan
kemudian ditarik kesimpulan (Hermawan, 2019). Populasi yang
akan digunakan dalam penelitian ini adalah siswa kelas VIII di
SMP Negeri 5 Kudus berjumlah 249 responden.
6. Prosedur Sampel dan Sampel Penelitian
a. Sampel
Sampel adalah sebagian atau wakil populasi yang
telah diteliti. Jika jumlah populasinya kurang dari 100
orang. Maka jumlah sampel diambil secara keseluruhan,
42
tetapi jika populasinya lebih dari 100 orang, maka bisa
diambil 10-15% atau 20-15% dari jumlah populasinya
Berpijak pada teori tersebut, maka pengambilan
sampel pada penelitian iniadalah 25% dari populasi yang
ada, karena jumlah populasi dalampenelitian ini melebihi
100, yaitu 245 siswa, sehingga meghasilkan 25% x 245 =
61 siswa. Maka besarnya sampel pada penelitian ini
adalah sebanyak 61 responden.
Sampel diambil secara langsung pada saat
penelitian, dilakukan dengan menggunakan kriteria inklusi
dan eksklusi.
1) Kriteria inklusi adalah kriteria atau ciri-ciri yang perlu
dipenuhi oleh setiap anggota populasi yang dapat diambil
sebagai sampel. Dalam penelitian ini kriteria inklusinya
adalah :
a) Sisw kelas VIII A –VIII H di SMP Negeri 5 KUDUS
dengan masing-masing kelas terdapat 7-8 siswa
sebagai sampel.
b) Siswa yang bersedia menjadi responden.
c) Siswa yang tidak sedang sakit
2) Kriteria ekslusi adalah cirri-ciri anggota populasi yang
tidak dapat diambil sebagai sampel. Dalam penelitian ini
ekslusinya adalah :
a) Siswa yang bukan kelas VIII.
b) Siswa yang menolak menjadi responden.
c) Siswa yang sedang menderita suatu penyakit.
b. Teknik Sampling
Teknik sampling adalah proses menyeleksi unit yang
diobservasi dari keseluruhan populasi yang akan diteliti
sehingga kelompok yang diobservasi dapat digunakan
untuk membuat simpulan atau membuat inferensi tentang
populasi tersebut (Swarjana, 2015).
43
Teknik sampling dalam penelitian ini menggunakan
Proportional Simple Random Sampling, yaitu
pengambilan sabjek tiap kelas ditentukan seimbang
dengan banyaknya sabjek dalam masing-masing kelas
tanpa meperhatikan strata. Kemudian dilakukan tehnik
simple random sampling, yaitu bentuk pengambilan
sampel cara acak. Proses pengambilan ini dengan undian
(Sugiyono, 2012).
Sampel dalam penelitian ini berjumlah 61 siswa
dengan ditentukan jumlah sampel perkelasnya, untuk
kemudian diundi.
Tabel 3.1 Proporsi Sampel Penelitian
44
Variabel Definisi Operasional Alat Ukur Hasil Ukur Skala
45
tuntutan dan
perubahan hidup.
1. Instrumen Penelitian
Instrumen adalah alat yang digunakan sebagai alat ukur
penelitian dalam bentuk observasi, yaitu panduan berupa ceklist
yang digunakan oleh peneliti untuk menilai secara langsung
perilaku yang ditunjukkan oleh responden. Menyusun instrument
pada dasarnya adalah menyusun alat evaluasi, karena
mengevaluasi adalah memperoleh data tentang sesuatu yang
diteliti, dan hasil yang diperoleh dapat diukur dengan
menggunakan standar yang telah ditentukan sebelumnya oleh
peneliti (Siyoto, 2015).
Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan instrumen
berupa lembar kuesioner. Menurut Notoatmodjo (2010) Kuesioner
adalah sejumlah pertanyaan tertulis yang dibaca dan dijawab oleh
responden penelitian. Dalam penelitian ini, keusioner diperoleh
dari penelitian serupa sebelumnya untuk kemudian dilakukan
modifikasi kalimat, penyesuaian jumlah dan bentuk pernyataan
agar sesuai target penilaian kepada responden. Pada masing-
masing variable penilian, memiliki jumlah pernyataan yang
berbeda-beda yang harus dijawab oleh respondenDan dalam
penelitian ini terdapat 3 instrumen yang sesuai dengan variable
yang akan diteliti, antara lain:
a. Kuesioner tentang motivasi belajar
Pernyataan dalam kuesioner ini sejumlah 20 pernyataan
dengan skor tertinggi 80 dan skor terendah adalah 20 yang
dikategorikan menjadi:
a) Motivasi tinggi, jika nilai 53−100% atau mendapat
skor 53−80.
46
b) Motivasi sedang, jika nilai >28-53% atau mendapat
skor 28-53.
c) Motivasi rendah , jika <27% atau mendapat skor
20−27
3.2 Kisi-Kisi Instrumen motivasi (belajar)
47
Pernyataan dalam kuesioner ini sejumlah 30
pernyataan dengan skor tertinggi 120 dan skor terendah
adalah 30 yang dikategorikan menjadi :
a) Tinggi, jika 75−100% atau mendapat skor
90−120.
b) Sedang, jika 50−74% atau mendapat skor
60−89.
c) Rendah, jika ≤ 49% atau memperoleh skor
30−59.
48
antara masing-masing pertanyaan dengan skor total
menggunakan rumus Pearson Product Moment sebagai
berikut :
n ( Σxy )−(ΣxΣy)
r=
√(nΣ x −(Σx) ²)(nΣ y 2−( Σy)²)
2
Keterangan :
r = Korelasi antara masing-masing item pertanyaan
x = Jumlah skor pertanyaan
n = Jumlah subyek
y = Skor total pertanyaan
Hasil perhitungan tiap-tiap item dibandingkan dengan
tabel nilai Product Moment. Bila r hitung lebih besar dari r tabel
pada taraf signifikasi 5%, maka kuesioner dikatakan valid dan
dapat dipakai untuk pengambilan data penelitian. Namun
sebaliknya, jika r hitung lebih kecil dari r tabel, maka
pertanyaan tersebut tidak valid dan harus dikeluarkan dari
kuesioner (Sugiyono, 2010). Penilaian validitas dilakukan
dengan ketentuan sebagai berikut :
a) Jika nilai r hitung > r tabel pada taraf signifikansi 5%, maka
pertanyaan tersebut valid.
b) Jika nilai r hitung < r tabel pada taraf signifikansi 5%, maka
pertanyaan tersebut tidak valid.
Pada penelitian ini mengambil sampel pada uji
validitas sebanyak 20 responden yang dilakukan pada
siswa SMP Negeri 1 Kaliwungu Kudus.
b. Uji Reliabilitas
Reliabilitas adalah suatu indeks yang menunjukkan
sejauh mana suatu alat ukur dapat dipercaya dan
diandalkan serta menunjukkan sejauh mana hasil
pengukuran itu tetap konsisten bila dilakukan pengukuran
dua kali atau lebih terhadap gejala yang sama, dengan
menggunakan alat ukur yang sama (Notoadmodjo, 2012).
49
Menurut Santoso (2013) reliabilitas instrumen
menggunakan Alpha Cronbach. Tingkat reliabilitas dengan
metode Alpha cronbach diukur berdasarkan skala alpha
dengan membandingkan dengan nilai r tabel pada taraf
signifikan 5%.
1. Pengolahan Data
Menurut Notoatmodjo (2010) ada lima tahapan agar analisis
menghasilkan informasi yang benar yaitu:
a) Mengedit (Editing)
Hasil wawancara, angket, atau pengamatan dari
lapangan harus dilakukan penyuntingan (editing) terlebih
dahulu. Secara umum editing adalah merupakan kegiatan
untuk pengecekan dan perbaikan isian formulir atau
kuesioner tersebut apakah lengkap (pertanyaan diisi
semua), jawaban atau tulisan jelas dan terbaca, jawaban
relevan dengan pertanyaan, konsistensi dengan jawaban
pertanyaan lainnya.
b) Coding
Setelah semua kuesioner diediting atau disunting,
selanjutnya dilakukan peng”kode”an atau “coding” yakni
mengubah data berbentuk kalimat atau huruf menjadi data
angka atau bilangan. Kegunaan koding adalah
mempermudahkan kita pada saat analisa data dan juga
pada saat entry data.
Untuk lembar kuesioner motivasi belajar
1) Kode I :Motivasi belajar tinggi
2) Kode II :Motivasi belajar rendah
Untuk lembar kuesioner trauma fisik
1) Kode I :trauma berat
2) Kode II :trauma ringan
50
Untuk lembar kuesioner trauma fisik
1) Kode I :kecerdasan emosional tinggi
2) Kode II:kecerdasan emosional sedang
3) Kode III :kecerdasan emosional rendah
c) Scoring
Scoring merupakan kegiatan pemberian skor terhadap
jawaban dari lembar observasi/kuesioner . penelitian ini,
menggunakan jawaban skala lembar likert yaitu skala 1-4,
antara Sangat setuju (SS), Setuju (S), Kurang setuju (KS),
Tidak setuju (ST). Adapun kriteria penscoringan
pernyataan tersebut dijelakan dalam table berikut . (Table
3.3)
Tabel 3.5 Penskoran kuesioner
Favourable (Pertanyaan positif) Unfarooble (Pertanyaan negative) Skor
Sl (Selalu) Tp (Tidak pernah ) 4
S (Sering) Kd (Kadang-kadang) 3
Kd (Kadang-kadang ) S (Sering ) 2
Tp (Tidak pernah ) Sl (Selalu) 1
51
Analisa data penelitian merupakan media untuk menarik
kesimpulan dari seperangkat data hasil pengumpulan (Saryono,
2010). Hasil penelitian diolah dengan menggunakan program yang
ada di komputer yaitu komputerisasi dan selanjutnya akan
dilakukan analisa. Menurut Notoatmodjo (2010) Pengolahan dan
analisa data dilakukan dengan komputer menggunakan software
SPSS Versi Windows 22.0. Teknik analisis data suatu penelitian
melalui proses bertahap antara lain:
a. Analisis Univariat
f
χ = χ 100 %
n
Keterangan :
x = hasil presentase
f = frekuensi hasil penelitian
n = total seluruh observasi
b. Analisa Bivariat
52
Merupakan analisa yang dilakukan untuk mengetahui
interaksi dua variabel, baik berupa komparatif, asosiatif,
maupun korelatif (Saryono, 2010). Analisa bivariat dilakukan
dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan
motivasi dan trauma fisik dengan kecerdasan emosional
remaja kelas VIII di SMP Negeri 5 Kudus pada tahun 2020.
Dalam analisa bivariat akan dilakukan uji yang diolah secara
statistik menggunakan program komputer dengan uji Statistic
Chi Square.
Ʃ (fo−fh)
x 2=
fh
Keterangan :
x 2= Chi kuadrat / Chi Square.
fo = Frekuensi observasi.
fh = Frekuensi harapan.
Aturan yang berlaku pada Chi Square yaitu:
1) Bila pada tabel 2 x 2 dijumpai nilai expected (harapan)
kurang dari 5, maka yang digunakan “Fisher’s Exact Test.”
2) Bila tabel 2 x 2 tidak ada nilai E < 5, maka uji yang dipakai
sebaiknya “Continuity Correction (a).”
3) Bila tabelnya lebih dari 2 x 2, misalnya 3 x 2, 3 x 3 dsb,
maka digunakan uji “Pearson Chi Square.”
4) Uji “Likelihood Ratio” dan “Linear-by-Linear Assciation”,
biasanya untuk keperluan lebih spesifik, misalnya analisis
stratifikasi pada bidang epidemiologi dan juga untuk
mengetahui hubungan linier dua variabel katagorik,
sehingga kedua jenis ini jarang digunakan.
5) Untuk mengetahui adanya nilai E kurang dari 5, dapat dilihat
pada footnote b dibawah kotak Chi Square Test, dan tertulis
diatas nilainya 0 cell (0%) berarti pada tabel silang diatas
tidak ditemukan nilai E < 5.
53
H. ETIKA PENELITIAN
54
55
DAFTAR PUSTAKA
57