Anda di halaman 1dari 82

HUBUNGAN KOMPOSISI DIET DENGAN BERAT BADAN

PADA PASIEN TBC DI UPT PUSKESMAS


RANDUBLATUNG

SKRIPSI
Diajukan sebagai salah satu syarat mencapai
Gelar Sarjana Keperawatan (S-1)

Oleh:
PUJI LESTARI
E520173364

PEMBIMBING :
1. Sukarmin, M.Kep.,Ns.,Sp.Kep.MB.
2. Rizka Himawan, S.Psi.,M.Psi.

JURUSAN S-1 KEPERAWATAN


UNIVERSITAS KESEHATAN MUHAMMADIYAH KUDUS
2020

i
HALAMAN PERSETUJUAN

Proposal skripsi dengan judul Hubungan Komposisi Diet dengan Berat


Badan pada Pasien TBC di UPT Puskesmas Randublatung ini telah disetujui dan
diperiksa oleh Pembimbing Proposal Skripsi untuk dipertahankan dihadapan tim
Penguji Proposal Skripsi Jurusan Keperawatan STIKES Muhammadiyah Kudus
pada :

Hari :
Tanggal :
Nama : PUJI LESTARI
NIM : E520173364

Pembimbing Utama Pembimbing Anggota

Mengetahui,
Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Muhammadiyah Kudus
Ketua,

Rusnoto, SKM., M.Kes (Epid)


NIDN : 0621087401

ii
HALAMAN PENGESAHAN

Proposal skripsi dengan judul Hubungan Komposisi Diet dengan Berat


Badan pada Pasien TBC di UPT Puskesmas Randublatung ini telah diuji dan
disahkan oleh tim Penguji Proposal Skripsi Jurusan Keperawatan STIKES
Muhammadiyah Kudus pada :

Hari :
Tanggal :
Nama : PUJI LESTARI
NIM : E520173364

Penguji Utama Penguji Anggota

Mengetahui,
Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Muhammadiyah Kudus
Ketua,

Rusnoto, SKM., M.Kes (Epid)


NIDN : 0621087401

iii
HALAMAN PERSETUJUAN

Skripsi dengan judul Hubungan Komposisi Diet dengan Berat Badan pada
Pasien TBC di UPT Puskesmas Randublatung ini telah disetujui dan diperiksa
oleh Pembimbing Skripsi untuk dipertahankan dihadapan tim Penguji Proposal
Skripsi Jurusan Keperawatan Universitas Muhammadiyah Kudus pada :

Hari :
Tanggal :
Nama : PUJI LESTARI
NIM : E520173364

Pembimbing Utama Pembimbing Anggota

Mengetahui,
Universitas Muhammadiyah Kudus
Rektor,

Rusnoto, SKM., M.Kes (Epid)


NIDN : 0621087401

iv
HALAMAN PENGESAHAN

Skripsi dengan judul Hubungan Komposisi Diet dengan Berat Badan pada
Pasien TBC di UPT Puskesmas Randublatung ini telah diuji dan disahkan oleh
tim Penguji Skripsi Jurusan Keperawatan Universitas Muhammadiyah Kudus
pada :

Hari :
Tanggal :
Nama : PUJI LESTARI
NIM : E520173364

Penguji Utama Penguji Anggota

Mengetahui,
Universitas Muhammadiyah Kudus
Rektor,

Rusnoto, SKM., M.Kes (Epid)


NIDN : 0621087401

v
LEMBAR PERNYATAAN

Yang bertanda tangan dibawah ini :

Nama : PUJI LESTARI


NIM : E520173364

Menyatakan bahwa skripsi dengan judul : Hubungan Komposisi Diet dengan


Berat Badan pada Pasien TBC di UPT Puskesmas Randublatung merupakan :
1. Hasil karya yang dipersiapkan dan disusun sendiri
2. Belum pernah disampaikan untuk mendapatkan gelar Strata 1
Keperawatan Universitas Muhammadiyah Kudus
Oleh karena itu pertanggung jawaban Skripsi ini sepenuhnya berada pada diri
saya.
Demikian pernyataan ini saya buat dengan benar-benarnya.

Kudus, Pebruari 2020


Penyusun,

Puji Lestari

vi
LEMBAR MOTO

Rahasia keberhasilan adalah kerja keras dan belajar dari kegagalan


***

Sesungguhnya didalam kesulitan, Ada banyak kemudahan

vii
LEMBAR PERSEMBAHAN

Skripsi ini kupersembahkan kepada;


1. Keluargaku tercinta yang telah memberikan dukungan dan motivasi.
2. Staf dosen dan karyawan Universitas Muhammadiyah Kudus yang telah
memberikan ilmu dan pengalaman selama kuliah.
3. Teman-teman senasib dan seperjuangan yang saya cintai.

viii
RIWAYAT HIDUP

A. Indentitas
Nama : Puji Lestari
Jenis Kelamin : Perempuan
Tempat/Tgl Lahir : Randublatung, 20 Nopember 1981
Agama : Islam
Alamat : Randublatung, TR/RW 08/02 Kec. Randublatung
Kab. Blora Jawa Tengah
Telp. : 081390665063
Email : pujilestariara@gmail.com.

B. Riwayat Pendidikan
Pendidikan Periode
1. SDN II Banjardowo Lulus Tahun 1993
2. SMPN I Kradenan Lulus Tahun 1996
3. SPM Depkes Blora Lulus Tahun 1999
4. Poltekes Kemenkes Semarang
Prodi Keperawatan Blora Lulus Tahun 2009
5. Universitas Muhammadiyah Kudus
Program Studi Ilmu Keperawatan Sejak 2017-Sekarang

C. Riwayat Pekerjaan
Perawat di UPTD Puskesmas Randublatung Sejak 2000-Sekarang

ix
KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, puji syukur selalu kita panjatkan kepada Allah SWT atas
segala nikmat, hidayah dan inayahnya, sehingga penulis dapat menyelesaikan
skripsi ini. Shalawat dan salam semoga tercurahkan kepada junjungan kita Nabi
Muhammad SAW.
Skripsi yang berjudul Hubungan Komposisi Diet dengan Berat Badan pada
Pasien TBC di UPT Puskesmas Randublatung ini dimaksudkan untuk memenuhi
persyaratan mendapatkan gelar Strata-1 (S1) yang telah ditetapkan oleh Jurusan
Keperawatan Universitas Muhammadiyah Kudus. Penulis menyadari dalam
penyusunan skripsi ini tidak terlepas dari dukungan dan bimbingan serta saran
dari semua pihak, oleh karena itu penulis ingin mengucapkan terima kasih
kepada :
1. Rusnoto, SKM, M.Kes (Epid) selaku Rektor Universitas Muhammadiyah
Kudus yang telah memberikan izin dan membantu terselesaikannya skripsi ini.
2. Sukarmin, M.Kep.,Ns.,Sp.Kep.MB. sebagai pembimbing utama yang telah
memberikan banyak masukan.
3. Rizka Himawan, S.Psi.,M.Psi. selaku dosen pembimbing anggota yang
memberikan bimbingan, arahan dan dorongan dalam menyelesaikan karya ini.
4. Segenap pimpinan, dosen, dan karyawan Universitas Muhammadiyah Kudus,
khususnya kepada Bapak Ibu Dosen yang memberikan banyak Ilmu.
5. Keluargaku tercinta, terimakasih atas kasih sayang dan dukungan yang
diberikan selama ini.
6. Teman-temanku seperjuangan (S1 Keperawatan) yang selalu mendukung dan
bersama-sama memotivasi untuk keberhasilan kita semua.
Penulis menyadari bahwa dalam penulisan skripsi ini masih sangat jauh
dari sempurna. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang
bersifat membangun demi kesempurnaan. Penulis berharap semoga skripsi ini
dapat bermanfaat bagi yang membutuhkan.

Kudus, Pebruari 2020

Penulis

x
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL........................................................................................... i
HALAMAN PERSETUJUAN PROPOSAL....................................................... ii
HALAMAN PENGESAHAN PROPOSAL......................................................... iii
HALAMAN PERSETUJUAN ........................................................................... iv
HALAMAN PENGESAHAN............................................................................. v
LEMBAR PERNYATAAN ................................................................................ vi
LEMBAR MOTO ............................................................................................. vii
LEMBAR PERSEMBAHAN ............................................................................ viii
RIWAYAT HIDUP ........................................................................................... ix
KATA PENGANTAR ....................................................................................... x
DAFTAR ISI .................................................................................................... xi
DAFTAR TABEL ............................................................................................. xiii
DAFTAR GAMBAR ......................................................................................... xiv
DAFTAR LAMPIRAN ...................................................................................... xv
ABSTRAK ....................................................................................................... xvi
ABSTRACT .................................................................................................... xvii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah............................................................................. 4
C. Tujuan Penelitian................................................................................ 5
D. Manfaat Penelitian.............................................................................. 5
E. Keaslian Penelitian............................................................................. 6
F. Ruang Lingkup Penelitian................................................................... 7
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Tuberkulosis (TB) .............................................................................. 8
B. Konsep Berat Badan ......................................................................... 14
C. Komposisi Diet Penderita TB Paru .................................................... 18
D. Hubungan Komposisi Diet dengan Peningkatan Berat Badan
pada Pasien TBC .............................................................................. 20
E. Kerangka Teori................................................................................... 22
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
A. Variable Penelitian............................................................................. 23
B. Hipotesis Penelitian............................................................................ 23
C. Kerangka Konsep Penelitian.............................................................. 23

xi
D. Rancangan Penelitian........................................................................ 24
1. Jenis Penelitian.............................................................................. 24
2. Pendekatan Waktu Pengumpulan Data......................................... 24
3. Metode Pengumpulan Data........................................................... 24
4. Populasi Penelitian........................................................................ 25
5. Prosedur Sampel dan Sampel Penelitian...................................... 25
6. Definisi Operasional....................................................................... 27
7. Instrument Penelitian dan Cara Penelitian..................................... 27
8. Teknik Pengolahan Data dan Analisa Data ................................... 28
E. Etika Penelitian................................................................................... 30
F. Jadwal Penelitian .............................................................................. 30
BAB IV HASIL PENELITIAN
A. Gambaran Umum Lokasi Penelitian ................................................. 31
B. Karakteristik Responden ................................................................... 31
C. Analisa Univariat ............................................................................... 33
D. Analisa Bivariat .................................................................................. 34
BAB V PEMBAHASAN
A. Komposisi Diet .................................................................................. 35
B. Berat Badan ...................................................................................... 38
C. Hubungan Status Gizi Dengan Kualitas Hidup Pasien
Tuberculosis ...................................................................................... 41
D. Keterbatasan Penelitian .................................................................... 44
BAB VI SIMPULAN DAN SARAN
A. Simpulan ........................................................................................... 45
B. Saran ................................................................................................. 45

DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN

xii
DAFTAR TABEL

Tabel 1.1 Keaslian Penelitian ................................................................. 6


Tabel 2.1 Pembagian Makanan Sehari .................................................. 20
Tabel 3.1 Definisi Operasional Penelitian .............................................. 27
Tabel 4.1 Distribusi Frekwensi Responden Berdasarkan Umur
di Puskesmas Randublatung Kabupaten Blora
Tahun 2019 ............................................................................ 31
Tabel 4.2 Distribusi Frekwensi Responden Berdasarkan Jenis
Kelamin di Puskesmas Randublatung Kabupaten Blora
Tahun 2019 ............................................................................ 32
Tabel 4.3 Distribusi Frekwensi Responden Berdasarkan Pendidikan
di Puskesmas Randublatung Kabupaten Blora
Tahun 2019 ............................................................................ 32
Tabel 4.4 Distribusi Frekwensi Responden Berdasarkan Pekerjaan
di Puskesmas Randublatung Kabupaten Blora
Tahun 2019 ............................................................................ 33
Tabel 4.5 Distribusi Frekwensi Responden Berdasarkan Komposisi
Diet di Puskesmas Randublatung Kabupaten Blora
Tahun 2019 ............................................................................ 33
Tabel 4.6 Distribusi Frekwensi Responden Berdasarkan Berat Badan
di Puskesmas Randublatung Kabupaten Blora
Tahun 2019 ............................................................................ 33
Tabel 4.7 Distribusi Frekwensi Responden Berdasarkan
Hubungan Komposisi Diet Dengan Peningkatan Berat
Badan Pada Pasien TBC di UPT Puskesmas Randublatung
Tahun 2019 ............................................................................ 34

xiii
DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Kerangka Teori Penelitian ........................................................ 22


Gambar 3.1 Kerangka Konsep ..................................................................... 24

xiv
DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 : Jadwal Penelitian


Lampiran 2 : Permohonan Menjadi Responden
Lampiran 3 : Persetujuan Menjadi Responden
Lampiran 4 : Instrumen Penelitian
Lampiran 5 : Hasil Penelitian
Lampiran 6 : Surat Penelitian
Lampiran 7 : Lembar Konsultasi

xv
HUBUNGAN KOMPOSISI DIET DENGAN BERAT BADAN PADA PASIEN TBC DI UPT
PUSKESMAS RANDUBLATUNG

Puji Lestari

ABSTRAK

Latar Belakang Infeksi TB mengakibatkan penurunan asupan dan malabsorpsi nutrien.


Peningkatan kebutuhan energi penderita TB disebabkan karena adanya
hipermetabolisme, peningkatan aktivitas bernafas, infeksi, dan inflamasi. Manifestasi
masalah nutrisi penderita TB adalah berat badan yang dipengaruhi asupan nutrisi dan
komposisi diet. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan komposisi diet
dengan berat badan pada pasien TBC di UPT Puskesmas Randublatung.
Metode : Jenis penelitian ini adalah korelasional dengan desain cross sectional. Populasi
dalam penelitian ini adalah penderita TB Paru di Puskesmas Randublatung. Teknik
sampling dengan purposive sampling sehingga besar sampel adalah 33 orang. Analisis
data dengan uji Chi Square.
Hasil : Analisis Ci Square mendapatkan nilai p 0.0001 dan OR 1.120 (1.14-13.72).
Kesimpulan : Ada hubungan sangat kuat komposisi diet dengan berat badan pada
pasien TBC di UPT Puskesmas Randublatung karena nilai p value (0.0001).

Kata Kunci : Komposisi Diet, Berat Badan, TB Paru.


Kepustakaan : 50 (2009-2017).

Keterangan :
1. Mahasiswa Universitas Muhammadiyah Kudus
2. Dosen Universitas Muhammadiyah Kudus

xvi
THE RELATIONSHIP OF DIET COMPOSITION WITH BODY WEIGHT OF
TB PATIENTS IN REGENCY OF RANDUBLATUNG PUSKESMAS

Puji Lestari

ABSTRACT

Background TB infection results in decreased intake and malabsorption of nutrients.


Increased energy requirements of TB sufferers are caused by hypermetabolism,
increased breathing activity, infection, and inflammation. Manifestation of nutritional
problems of TB sufferers is body weight influenced by nutritional intake and dietary
composition. This study to determine the relationship of diet composition with body weight
of tuberculosis patients at UPT Puskesmas Randublatung.
Method: The research was correlational with cross sectional design. The population in
this study were patients with pulmonary TB at the Randublatung Community Health
Center. Sampling technique with purposive sampling so that the sample size is 33
people. Data analysis with Chi Square test.
Results: Ci Square analysis obtained p values of 0,0001 and OR 1.120 (1.12-13.72).
Conclusion: There is a very strong relationship between diet composition and body
weight of TB patients at UPT Puskesmas Randublatung because of the p value (0,0001).

Keywords: Dietary Composition, Weight, Lung TB.


Literature: 50 (2009-2017).

1. The Student of Nursing Program Study of Muhammadiyah Kudus University.


2. Lecture of Nursing Science University of Muhammadiyah Kudus.

xvii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Tuberculosis merupakan penyakit menular langsung yang disebabkan
oleh kuman TBC (Mycobacterium tuberculosis). Kuman TBC menyerang paru,
tetapi dapat juga mengenai organ tubuh lainnya diluar paru-paru seperti
kelenjar getah bening (kelenjar), kulit, usus atau saluran pencernaan, selaput
otak. Kuman ini berbentuk batang dan mempunyai sifat khusus yaitu tahan
terhadap asam pada pewarnaan oleh karena itu disebut pula sebagai Basil
Tahan Asam (BTA) (Kemenkes, 2017). Tuberkulosis paru (TB paru)
merupakan penyakit yang menjadi masalah di tingkat dunia. Jumlah kasus TB
semakin meningkat dan banyak yang tidak berhasil disembuhkan. Menurut
laporan WHO tahun 2015, ditingkat global ditemukan 9,6 juta kasus TB baru
dengan 3,2 juta kasus diantaranya adalah perempuan, sebanyak 1,5 juta
kematian karena TB dimana 480.000 kasus adalah perempuan. Dilaporkan
terdapat 6.216.513 TB paru kasus baru, dan 2.621.308 merupakan BTA
positif. Kasus terbanyak TB paru antara umur 15-44 tahun, didapatkan
734.908 kasus. Di negara maju, TB paru menyerang 1/10.000 populasi. TB
paru tertinggi pada masyarakat Asia, Cina dan India Barat. Indonesia berada
pada ranking kelima negara dengan beban TB tertinggi di dunia setelah India,
Cina, Afrika dan Nigeria (WHO, 2015).
Prevalensi TBC di Indonesia sebesar 285/100.000 penduduk dan
melebihi target yang ditetapkan, sedangkan angka kematian menurun menjadi
27/100.000 penduduk (Kemenkes RI, 2013). Kasus TB-RO diperkirakan
sebanyak 6700 kasus yang berasal dari 1,9% kasus TB-RO dari kasus baru
TB dan ada 12% kasus TB-RO dari TB dengan pengobatan ulang (Kemenkes,
2016). CNR (Case Notfication Rate) kasus baru BTA positif di Jawa Tengah
tahun 2016 sebesar 115,36/100.000 penduduk, hal ini berarti penemuan
kasus TB BTA positif pada tahun 2016 mengalami peningkatan dibandingkan
tahun 2015 yaitu 115,17/100.000 penduduk. Kasus tertinggi Kota Magelang
sebesar 775,32/100.000 penduduk, diikuti Kota Tegal (501,59/100.000
penduduk), dan Kota Surakarta (359,22/100.000 penduduk). Kabupaten/kota
dengan CNR TB BTA positif terendah adalah Kabupaten Magelang sebesar
37,47/100.000 penduduk, diikuti Jepara (40,06/100.000 penduduk), dan
Boyolali (49,93/100.000 penduduk). Kabupaten Blora data suspek TB sebesar
1
1.931 jiwa dengan BTA positif 1.109 jiwa (Dinkes Jateng, 2016). Di
Randublatung penyakit TBC juga merupakan masalah utama. Data tahun
2017 terdapat 38 penderita yang tersebar di 11 wilayah Desa yang berarti
semua desa di wilayah kerja Puskesmas Randublatung terdapat penderita
TBC. Data bulan Januari-Juli 2018 tercatat 35 pasien TBC yang tergolong
usia dewasa yang tersebar di sembilan wilayah desa.
Permasalahan umum yang terjadi pada penderita TB paru adalah
pengobatan yang lama dan penderita mengalami penurunan berat badan
(Kemenkes, 2013). Penurunan berat badan hampir terjadi pada semua
penderita TB aktif, yaitu tercatat 90% penderita TB mengalami penurunan
berat badan. Penurunan berat badan terjadi pada hampir semua pasien TB di
dalam maupun luar negeri (Kemenkes, 2016). Menurut Pratomo (2012)
keadaan malnutrisi pada penderita tuberkulosis dapat menurunkan masa
kesembuhan serta meningkatkan angka kematian, dibandingkan penderita
tuberkulosis yang tidak malnutrisi. Pasien TB paru seringkali mengalami
penurunan status gizi yang terbukti adanya penurunan berat badan (IMT).
Penelitian Hapsari (2017) membuktikan bahwa gizi buruk terjadi pada
penderita TB sebesar 60.5%. Penelitian Ernawati (2016) membuktikan bahwa
status gizi buruk sebesar 123 orang, dimana status gizi buruk beresiko
mengalami TB paru (p 0.001). Malnutrisi pada penderita tuberkulosis
berhubungan dengan keterlambatan penyembuhan dan peningkatan angka
kematian serta risiko kekambuhan dan kejadian hepatitis akibat obat anti
tuberkulosis (OAT).
Infeksi TB mengakibatkan penurunan asupan dan malabsorpsi nutrien
serta perubahan metabolisme tubuh sehingga terjadi proses penurunan
massa otot dan lemak (wasting) sebagai manifestasi malnutrisi energi protein
(Patiung, 2014). Pasien TB paru seringkali mengalami penurunan status gizi
sebanyak 43.7% (underweight), bahkan menjadi malnutrisi bila tidak diimbangi
dengan diet yang tepat. Penurunan berat badan tersebut, selain wasting juga
akibat hipermetabolisme, proses infeksi, anoreksia serta peningkatan sitokin.
Selain itu tingkat kecukupan energi dan protein, perilaku makan dan
kesehatan, lama menderita TB paru, serta pendapatan perkapita sebagai
faktor utama masalah nutrisi. Tingkat kecukupan energi dalam bentuk
komposisi diet berpengaruh langsung terhadap penurunan berat badan
(Puspita, 2016).

2
3

Peningkatan kebutuhan energi penderita TB disebabkan karena


adanya hipermetabolisme, peningkatan aktivitas bernafas, infeksi, dan
inflamasi. Akibatnya, katabolisme meningkat, sehingga berat badan, massa
lemak, dan masa bebas lemak berkurang. Penderita Tb akan kehilangan berat
badan >10% dalam enam bulan terakhir (Kemenkes, 2016). Penelitian
Flotentina (2015) membuktikan bahwa kebutuhan energi penderita penyakit
infeksi lebih tinggi karena selain terjadi hiperkatabolisme, juga terjadi
malnutrisi. Prinsip diet untuk pasien TB adalah diet tinggi kalori tinggi protein
(TKTP), cukup lemak, vitamin dan mineral. Diet TKTP diberikan agar pasien
TB mendapat cukup makanan untuk memenuhi kebutuhan kalori dan protein
yang meningkat. Komposisi diet tersebut adalah protein sekitar 10-20%,
lemak 20-30%, dan karbohidrat 60-70%. Rekomendasi kecukupan energi
untuk pasien TB dengan infeksi lainnya dilakukan melalui diet yang
disesuaikan dengan peningkatan kebutuhan energi masing-masing individu.
Penelitian Florentina (2015) membuktikan bahwa masalah utama
penurunan berat badan pada penderita TB di fasilitas pelayanan adalah
komposisi diet yang kurang tepat. Penelitian Lazulfa (2016) membuktikan
bahwa adanya perbedaan tingkat kecukupan energi (p= 0,026), karbohidrat
(p= 0,000), protein (p= 0,001), lemak (p= 0,029) dan status gizi (p= 0,022)
antara kelompok tuberkulosis dengan sputum BTA (+) dan sputum BTA (-).
Penderita TB paru dengan BTA (+) mengalami masalah nutrisi akibat proses
infeksi dan gejala penyakit TB. Penderita TB paru mengalami batuk,
berdahak, mual dan muntah. Kecenderungan penurunan berat badan
penderita tuberkulosis merupakan akibat dari gejala anoreksia yang
menyebabkan status gizi kurang (IMT<18,5). Kondisi ini dapat mengakibatkan
terjadinya status gizi buruk apabila tidak diimbangi dengan diet yang tepat.
Malnutrisi yang terjadi akan memperberat penyakit infeksinya, sehingga status
gizi menjadi penyebab utama terjadinya kegagalan konversi pengobatan pada
penderita infeksi tuberkulosis (Amaliah, 2012). Penelitian Rahardja (2015)
membuktikan bahwa sebagian besar penderita TB paru mengalami masalah
nutrisi yang terlihat dari berat badan (IMT). Upaya perbaikan nutrisi dan
peningkatan berat badan penderita TB adalah melalui dukungan nutrisi secara
adekuat. Komposisi diet menentukan perbaikan status gizi penderita TB paru.
Penelitian Fatimah (2013) membuktikan bahwa dukungan nutrisi
mampu meningkatkan berat badan penderita TB paru. Pemberian komposisi
4

nutrisi yang baik akan mampu meningkatkan status nutrisi penderita TB paru.
Kemenkes (2015) menjelaskan bahwa komposisi menu penderita TB antara
lain diet Tinggi Energi Tinggi Protein (TETP), cukup lemak, vitamin dan
mineral. Komposisi menu yang adekuat sangat dibutuhkan penderita TB paru.
Penelitian Handayani (2009) membuktikan bahawa komposisi diet penderita
TB meliputi komponen gizi makro dan gizi mikro yang meliputi karbihidrat,
protein dan lemak. Komposisi diet ini juga diberikan dalam bentuk diet tinggi
kalori dan tinggi protein untuk meningkatkan kesembuhan serta meningkatkan
status nutrisi. Indikator perbaikan nutrisi penderita TB diketahui melalui
peningkatkan berat badan (Nainggolan, 2012). Komposisi nutrisi menjadi
pertimbangan utama dalam meningkatkan perbaikan gizi penderita TB paru
(Kemenkes, 2015).
Hasil studi pendahuluan yang dilakukan peneliti pada tanggal 2 Juli
2018 di Puskesmas Randublatung didapatkan bahwa penderita TB paru tahun
2017 sebanyak 483 orang dan data bulan Januari-Juli 2018 sebanyak 246
pasien. Hasil observasi kepada 10 pasien TBC Paru didapatkan sebanyak 7
orang (70%) mengalami penurunan berat badan drastis dengan IMT kurang (<
18,5), dan sebanyak 3 orang juga mengalami penurunan berat badan tapi
tidak drastis dengan IMT masih normal (19-24). Pada umumnya penderita
TBC mengalami penurunan berat badan yang disebabkan gangguan
penyerapan nutrisi dan perubahan metabolisme akibat infeksi. Faktor diet juga
berperan penting, dimana penderita yang mengalami penurunan berat badan
ditemukan makan tidak teratur, pemenuhan komposisi gizi yang kurang dan
tidak nafsu makan menurun. Fakta yang ada dimasyarakat sebagian besar
penderita TBC mengatakan tidak ada nafsu makan, hanya menghabiskan
sedikit dari makanan yang disajikan, sebagian besar hanya makan makanan
seadanya tidak memperhitungkan komposisi makanannya apakah ada protein
dan kalori yang cukup. Berdasarkan alasan ini, penulis termotivasi untuk
melakukan penelitian tentang hubungan komposisi diet dengan berat badan
pada pasien TBC di UPT Puskesmas Randublatung.

B. Perumusan Masalah
5

Tuberculosis adalah penyakit menular langsung yang disebabkan oleh


kuman TBC (Mycobacterium tuberculosis). Faktor yang mempengaruhi proses
penularan penyakit tuberkulosis paru adalah status gizi. Status gizi buruk akan
meningkatkan risiko penyakit TB. Sebaliknya, tuberkulosis paru berkontribusi
menyebabkan status gizi yang buruk karena proses perjalanan penyakit yang
mempengaruhi daya tahan tubuh. Pasien TB paru seringkali mengalami
penurunan status gizi, bahkan dapat menjadi malnutrisi bila tidak diimbangi
dengan diet yang tepat. Penderita mengalami masalah asupan nutrisi,
terutama pemenuhan komposisi nutrisi yang kurang adekuat sehingga status
gizinya menurun. Berdasarkan uraian tersebut, maka rumusan masalah dalam
penelitian ini adalah adakah hubungan komposisi diet dengan berat badan
pada pasien TBC di UPT Puskesmas Randublatung?.

C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Untuk mengetahui hubungan komposisi diet dengan berat badan pada
pasien TBC di UPT Puskesmas Randublatung.
2. Tujuan Khusus
a. Untuk mengetahui komposisi diet pasien TBC di UPT Puskesmas
Randublatung.
b. Untuk mengetahui berat badan pada pasien TBC di UPT Puskesmas
Randublatung.
c. Untuk mengetahui hubungan komposisi diet dengan berat badan pada
pasien TBC di UPT Puskesmas Randublatung.

D. Manfaat Penelitian
1. Bagi Penulis
Sebagai pengalaman nyata dalam mengaplikasikan metodologi penelitian,
khususnya tentang hubungan komposisi diet dengan berat badan pada
pasien TBC.
2. Bagi Peneliti Selanjutnya
Sebagai bahan bacaan masukan dan referensi untuk melakukan penelitian
lebih lanjut khususnya tentang berat badan penderita TB paru.

3. Bagi Pengembangan Profesi


6

Hasil penelitian ini diharapkan perawat mengetahui pengaruh diet pada


pasien TBC sehingga dapat dijadikan sebagai dasar berkolaborasi dengan
tim gizi untuk memberikan implementasi yang maksimal.
4. Bagi Puskesmas Randublatung
Hasil penelitian diharapkan bermanfaat dalam pemberian komposisi diet
pada pasien TBC dapat meningkatkan BB dan dapat diimplementasikan
dalam intervensi pelayanan di Puskesmas Randublatung.
5. Bagi Institusi Pendidikan
Dari hasil penelitian diharapkan mahasiswa dapat memperoleh ilmu baru
tentang penangan pasien TBC dengan meningkatkan BB.

E. Keaslian Penelitian
Tabel 1.1
Keaslian Penelitian

Peneliti, Judul Metode Hasil Penelitian Perbedaan


Lazulfa, Rina W. Jenis Terdapat Variable independet
2016. Tingkat penelitian perbedaan tingkat komposisi diet.
Kecukupan Zat Gizi komparatif. kecukupan energi Variable dependent
Makro Dan Status Desain cross (p= 0,026), berat badan penderita
Gizi Pasien sectional. karbohidrat (p= TBC.
Tuberkulosis Analisa data 0,000), protein Jenis penelitian
Dengan Sputum Mann Whitney. (p= 0,001), lemak korelasional.
BTA (+) Dan Sputum (p= 0,029) dan Analisa data Chi
BTA (–). status gizi (p= Square.
0,022) antara
kelompok BTA (+)
dan sputum BTA
(-).

Fatimah. 2013. Jenis Pemberian biskuit Variable independet


Intervensi biskuit penelitian tempe dan kurma komposisi diet.
tempe kurma bagi Quasy dapat Variable dependent
peningkatan status Experimen. meningkatkan berat badan penderita
gizi balita penderita Analisa data staus gizi TBC.
tuberkulosis. paired T-test penderita TB Jenis penelitian
dan Anova. paru. korelasional.
Analisa data Chi
Square.
Patiung, Feby. 2014. Jenis Tidak terdapat Variable independet
Hubungan Status Gizi penelitian hubungan status komposisi diet.
Dengan CD4 Pada korelasional. gizi dengan CD 4 Variable dependent
Pasien TB Paru. Desain Cross pasien berat badan penderita
sectional. Tuberkulosis. TBC.
Analisa dat a Jenis penelitian
diskriptif. korelasional.
Analisa data Chi
Square.
F. Ruang Lingkup Penelitian
7

1. Ruang Lingkup Waktu


Waktu penelitian ini direncanakan selama 6 (enam) bulan, dimulai dengan
pengambilan data pada bulan Oktober 2018.
2. Ruang Lingkup Tempat
Lokasi Penelitian dilakukan di UPT Puskesmas Randublatung, di wilayah
Kabupaten Blora Jawa Tengah.
3. Ruang Lingkup Materi
Ruang Lingkup materi penelitian ini adalah pada Bidang Keperawatan
Medikal Bedah. khususnya komposisi diet dengan berat badan pada
pasien TBC.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Tuberculosis (TBC)
1. Definisi
Tuberkolosis (TB) adalah penyakit infeksius, yang terutama
menyerang parenkim paru. Tuberolosis dapat juga ditularkan ke bagian
tubuh lainnya, termasuk meninges, ginjal, tulang, dan nodus limfe
(Smetlzer & Bare, 2010). Tuberkulosis (TB) adalah penyakit menular yang
disebabkan oleh spesies Mycobacterium dan ditandai dengan
pembentukan tuberkel dan nekrosis kaseosa pada jaringan parenkim paru.
Tuberculosis paru adalah infeksi paru oleh Mycobacterium tuberculosis
(Sudoyo, 2009). Tuberculosis (TB) adalah penyakit infeksi kronis akut atau
sub-akut yang disebabkan oleh bacillus tuberculosis, micobakterium
tuberculosis, kebanyakan mengenai stuktur alveolar paru. Tuberculosis
merupakan penyakit infeksi saluran napas bagian bawah yang menyerang
jaringan paru atau atau parinkin paru oleh basil mycobakterium
tuberkulosis, dapat mengenai hampir semua organ tubuh (meninges, ginjal,
tulang, dan nodus limfel) dengan lokasi terbanyak diparu, yang biasanya
merupakan lokasi primer (Kemenkes, 2016). Menurut Kemenkes RI (2013)
Tuberkulosis adalah penyakit menular yang disebabkan oleh kuman
Mycobacterium tuberculosis. Terdapat beberapa spesies Mycobacterium,
antara lain: M.tuberculosis, M.africanum, M. bovis, M. Leprae dsb. Yang
juga dikenal sebagai Bakteri Tahan Asam (BTA). Tuberculosis (TB) adalah
penyakit infeksi kronis akut atau sub akut yang disebabkan oleh bacillus
tuberculosis, micobakterium tuberculosis, kebanyakan mengenai stuktur
alveolar paru.
2. Etiologi
Myctobaterium tuberculosis termasuk basil gram positif, berbentuk
batang, dinding selnya mengandung komplek lipida-glikolipida serta lilin
(wax) yang sulit ditembus zat kimia. Agens infeksius utama, mycobakterium
tuberkulosis adalah batang aerobik tahan asam yang tumbuh dengan
lambat dan sensitif terhadap panas dan sinar ultra violet, dengan ukuran
panjang 1-4 /um dan tebal 0,3-0,6/um. Yang tergolong kuman

8
9

mycobakterium tuberkulosis complex adalah mycobakterium tuberculosis,


Varian asian, Varian african I, Varian asfrican II dan Mycobakterium bovis.
Bakteri ini tidak membentuk spora, dan termasuk bakteri aerob, pada
pewarnaan gram maka warna tersebut tidak dapat dihilangkan dengan
asam. Oleh karena itu M. tuberculosis disebut sebagai Basil Tahan Asam
(BTA). Pada dinding sel M. Tuberculosis lapisan lemak berhubungan
dengan arabinogalaktan dan peptidoglikan yang ada dibawahnya, hal ini
menurunkan permeabilitas dinding sel, sehingga mengurangi efektivitas
dari antibiotik (Kemenkes, 2013).
Penyakit TBC disebabkan langsung karena proses penularan bakteri
TB (Mikobakterium tuberkulosa). Kelompok bakteri Mycobacterium selain
Mycobacterium tuberculosis yang bisa menimbulkan gangguan pada
saluran nafas dikenal sebagai MOTT (Mycobacterium Other Than
Tuberculosis) (Kemenkes RI, 2013). Bakteri ini berbentuk batang dan
bersifat tahan asam sehingga dikenal juga sebagai Batang Tahan Asam
(BTA), dinding selnya mengandung komplek lipida-glikolipida yang sulit
ditembus zat kimia (Sudoyo, 2009). Agens infeksius utama, mycobakterium
tuberkulosis adalah batang aerobik tahan asam yang tumbuh dengan
lambat dan sensitif terhadap panas dan sinar ultra violet, dengan ukuran
panjang 1-4 /um dan tebal 0,3-0,6/um (Kemenkes, 2016).
3. Klasifikasi/ Kategori TBC
Klasifikasi TBC menurut Kemenkes (2013) adalah sebagai berikut:
a. TB Paru
1) BTA mikroskopis langsung (+) atau biakan (+), kelainan foto toraks
menyokong TB dan gejala klinis sesuai TB.
2) BTA mikroskopis langsung atau biakan (-), tetapi kelainan rontgen
dan klinis sesuai TB dan memberikan perbaikan pada pengobatan
awal anti TB (initial therapy).
b. TB Paru Tersangka
Diagnosis pada tahap ini bersifat sementara sampai hasil didapat (paling
lambat 3 bulan). Pasien dengan BTA mikroskopis langsung (-) atau
belum ada hasil pemeriksaan atau pemeriksaan belum lengkap, tetapi
kelainan rontgen dan klinis sesuai TB paru.
10

c. Bekas TB (tidak sakit)


Ada riwayat TB pada pasien di masa lalu atau tanpa pengobatan atau
gambaran rontgen normal atau abnormal tetapi stabil pada foto serial
dan sputum BTA (-). Kelompok ini tidak perlu diobati.
4. Cara Penularan TB
a. Sumber Penularan TB
Sumber penularan adalah pasien TB paru BTA positif yang
mengeluarkan dahak (percikan ludah) yang mengandung kuman TB.
Percikan dahak ini disebut droplet nuclei / percik renik diudara bebas.
Penularan terjadi jika seseorang menghirup udara tersebut masuk ke
dalam saluran pernapasan (Kemenkes, 2016).
b. Perjalanan Alamiah TB Pada Manusia.
Terdapat 4 tahapan perjalanan alamiah penyakit. Tahapan
tersebut meliputi tahap paparan, infeksi, menderita sakit dan meninggal
dunia, sebagai berikut:
1) Paparan
Peluang peningkatan paparan terkait dengan: jumlah kasus menular
di masyarakat, peluang kontak dengan kasus menular, tingkat daya
tular dahak sumber penularan, intensitas batuk sumber penularan,
kedekatan kontak dengan sumber penularan dan lamanya waktu
kontak dengan sumber penularan.
2) Infeksi
Reaksi daya tahan tubuh akan terjadi setelah 6–14 minggu setelah
infeksi. Lesi umumnya sembuh total namun dapat saja kuman tetap
hidup dalam lesi tersebut (dormant) dan suatu saat dapat aktif
kembali tergantung dari daya tahun tubuh manusia. Penyebaran
melalui aliran darah atau getah bening dapat terjadi sebelum
penyembuhan lesi.
3) Faktor Risiko
Faktor risiko untuk menjadi sakit TB ditentukan konsentrasi/jumlah
kuman yang terhirup, lamanya waktu, usia, daya tahan tubuh.
4) Kematian. Faktor resiko kematian karena TB adalah keterlambatan
diagnosis, pengobatan tidak adekuat, kesehatan yang buruk
(penyakit penyerta).
11

5. Manifestasi
Menurut Kemenkes (2013) manifestasi penyakit TB Paru adalah
batuk berdahak selama 2-3 minggu atau lebih. Batuk diikuti dengan gejala
tambahan yaitu dahak bercampur darah, batuk darah, sesak nafas, badan
lemas, nafsu makan menurun, berat badan menurun, malaise, berkeringat
pada malam hari tanpa kegiatan fisik, demam lebih dari satu bulan.
Tuberkulosis bisa menyerang organ tubuh lain yang dikenal tuberkulosis
ekstrapulmoner. Bagian tubuh yang paling sering terkena adalah ginjal dan
tulang. Tuberkulosis ginjal bisa hanya menghasilkan sedikit gejala, tetapi
infeksi bisa menghancurkan sebagian dari ginjal. Tuberkulosis bisa
menyebar ke kandung kemih. Pada pria, infeksi juga bisa menyebar ke
prostat, vesikula seminalis dan epididimis, menyebabkan terbentuknya
benjolan di dalam kantung zakar. Pada wanita, tuberkulosis bisa
menyerang indung telur dan salurannya, sehingga terjadi kemandulan.
Infeksi bisa menyebar selaput rongga perut dan menyebabkan peritonitis
tuberkulosis, dengan gejala lelah, nyeri perut disertai nyeri tekan ringan
sampai nyeri hebat yang menyerupai radang usus buntu. Infeksi pada
dasar otak disebut meningitis tuberculosis, gejalanya berupa demam, sakit
kepala menetap, mual dan penurunan kesadaran (Sudoyo, 2009).
6. Faktor Resiko
Faktor resiko penularan TB Paru meliputi;
a. Kuman penyebab TB meliputi BTA positif lebih besar resikonya dari
pada BTA negatif, konsentrasi jumlah percikan dan lama paparan juga
menentukan tertular.
b. Faktor individu; usia, daya tahan tubuh, perilaku dan sosial ekonomi.
c. Faktor lingkungan diantaranya lingkungan perumahan padat dan kumuh
akan memudahkan penularan TB. Ruangan dengan sirkulasi udara yang
kurang baik dan tanpa cahaya matahari akan meningkatkan risiko
penularan (Kemenkes, 2016).
7. Penatalaksanaan
Menurut Kemenkes (2016) pencegahan dan pengendalian risiko
bertujuan mengurangi sampai dengan mengeliminasi penularan dan
kejadian sakit TB di masyarakat. Upaya yang dilakukan adalah;
12

a. Pengendalian Kuman Penyebab TB


1) Mempertahankan cakupan pengobatan dan keberhasilan pengobatan
tetap tinggi.
Pengembangan pengobatan TB paru yang efektif merupakan
hal yang penting untuk menyembuhkan pasien dan menghindari
MDR TB (multidrug resistant tuberculosis). Pengembangan strategi
DOTS untuk mengontrol epidemi TB merupakan prioriti utama WHO.
International Union Against Tuberculosis and Lung Disease (IUALTD)
dan WHO menyarakan untuk menggantikan paduan obat tunggal
dengan kombinasi dosis tetap dalam pengobatan TB primer
(Kemenkes RI, 2016).
2) Melakukan penatalaksanaan penyakit penyerta (komorbid TB) yang
mempermudah terjangkitnya TB, misalnya HIV, diabetes, dll.
b. Pengendalian Faktor Risiko Individu
1) Membudayakan PHBS atau Perilaku Hidup Bersih dan Sehat, makan
makanan bergizi, dan tidak merokok

2) Membudayakan perilaku etika berbatuk dan cara membuang dahak


bagi pasien TB

3) Meningkatkan daya tahan tubuh melalui perbaikan kualitas nutrisi


bagi populasi terdampak TB

4) Pencegahan bagi populasi rentan dengan vaksinasi dan obat.

c. Pengendalian Faktor Lingkungan


Mengupayakan lingkungan sehat, melakukan pemeliharaan dan
perbaikan kualitas perumahan dan lingkungannya sesuai persyaratan
baku rumah sehat.
d. Pengendalian Intervensi daerah berisiko penularan
1) Kelompok khusus maupun masyarakat umum yang berisiko tinggi
penularan TB (lapas/rutan, masyarakat pelabuhan, tempat kerja,
institusi pendidikan berasrama, dan tempat lain yang teridentifikasi
berisiko.
2) Penemuan aktif dan masif di masyarakat (daerah terpencil, belum
ada program, padat penduduk).
e. Pencegahan dan Pengendalian Infeksi (PPI) yang dilakukan di fasilitas
pelayanan kesehatan.
13

8. Pengobatan TB Paru
WHO (2015) menyatakan prinsip pengobatan tuberkulosis adalah
pengobatan tuberkulosis dilakukan dengan pemberian obat anti
tuberkulosis (OAT) dalam bentuk kombinasi dalam jumlah cukup dan dosis
tepat sesuai dengan kategori pengobatan. Pada pengobatan tuberkulosis
dianjurkan untuk tidak menggunakan OAT tunggal (monoterapi), tetapi
menggunakan OAT-Kombinasi Dosis Tepat (OAT-KDT) karena lebih
menguntungkan. Kemudian dilakukan pengawasan langsung (DOTS =
Directly Observed Treatment Short-course) oleh PMO (Pengawas Menelan
Obat) untuk menjamin kepatuhan meminum obat.
Kemenkes (2013) menjelaskan bahwa paduan obat yang digunakan
terdiri dari paduan obat utama dan tambahan. Obat yang dipakai meliputi;
a. Jenis obat utama (lini 1) yang digunakan adalah INH, Rifampisin,
Pirazinamid, Streptomisin dan Etambutol.
b. Jenis obat tambahan lainnya (lini 2) meliputi Kanamisin, Amikasin dan
Kuinolon. Obat lain masih dalam penelitian yaitu makrolid dan amoksilin
+ asam klavulanat.
Kemasan obat meliputi;
a. Obat tunggal, obat disajikan secara terpisah, masing-masing INH,
rifampisin, pirazinamid, streptomisin dan etambutol.
b. Obat kombinasi dosis tetap (Fixed Dose Combination – FDC).
Kombinasi dosis tetap ini terdiri dari 3 atau 4 obat dalam satu tablet.
9. Dampak TBC
Kemenkes (2015) menjelaskan bahwa dampak infeksi TB paru antara lain;
a. Biologis (Nutrisi)
Dampak penyakit TB secara biologis adalah adanya kelemahan
fisik secara umum, batuk yang terus menerus, sesak napas, nyeri dada,
nafsu makan menurun, berat badan menurun, keringat pada malam hari
dan kadang-kadang panas yang tinggi. Pada Pasien TBC terjadi
peningkatan kebutuhan energi yang disebabkan hipermetabolisme,
peningkatan aktivitas bernafas, infeksi dan inflamasi. Akibatnya
katabolisme meningkat sehingga berat badan, massa lemak, dan massa
bebas lemak berkurang. Pada pasien TBC sering ditemukan kehilangan
berat badan lebih dari 10% dalam enam bulan terakhir. Perubahan berat
14

badan seperti ini menyebabkan pasien beresiko mengalami malnutrisi


(Sudoyo, 2009).
b. Psikologis
Biasanya klien mudah tersinggung , marah, putus asa oleh karena
batuk yang terus menerus sehingga keadaan sehari-hari yang kurang
menyenangkan.
c. Sosial
Munculnya perasaan rendah diri, malu karena penyakitnya dan
sering mengisolasi diri.

B. Konsep Berat Badan


1. Definisi
Berat badan merupakan gambaran status nutrisi secara umum
(Almatsier, 2012). Berat badan merupakan salah satu ukuran antropometri
yang mengggambarkan tentang massa tubuh, yaitu otot dan lemak.
Menurut Supariasa (2012) berat badan menggambarkan jumlah protein,
lemak, air dan mineral tulang didalam tubuh, tetapi tidak dapat
menggambarkan perubahan yang terjadi pada keempat komponen
tersebut. Indeks ini dapat digunakan untuk mengetahui terjadinya malnutrisi
akut dan digunakan secara luas untuk menilai Kekurangan Energi Protein
(KEP) dan gizi lebih. Berat Badan adalah parameter antropometri yang
sangat labil. Dalam keadaan normal, di mana keadaan kesehatan baik dan
keseimbangan anatara konsumsi dan kebutuhan zat gizi terjamin, berat
badan berkembang mengikuti pertambahan umur. Sebaliknya dalam
keadaan yang abnormal, terdapat dua kemungkinan perkembangan berat
badan, yaitu dapat berkembang cepat atau lebih lambat dari keadaan
normal. Berat badan harus selalu dimonitor agar memberikan informasi
yang memungkinkan intervensi gizi yang preventif sedini mungkin guna
mengatasi kecenderungan penurunan atau penambahan berat badan yang
tidak dikehendaki. Berat badan harus selalu dievaluasi dalam konteks
riwayat berat badan yang meliputi gaya hidup maupun status berat badan
yang terakhir.
2. Penilaian Berat Badan
Penilaian berat badan dapat diukur secara langsung. Penentuan
berat badan dilakukan dengan cara menimbang secara langsung.
15

Timbangan injak biasa digunakan untuk mengetahui berat badan pada


orang normal remaja dan dewasa (Almatsier, 2012). Menurut Supariasa
(2012) berat badan merupakan indikator status gizi secara antopometri.
Antropometri artinya ukuran tubuh manusia. Ditinjau darisudut pandang
gizi, maka antropometri gizi berhubungan dengan berbagai macam
pengukuran dimensi tubuh dan komposisi tubuh dari berbagai tingkat umur
dan tingkat gizi. Antropometri digunakan untuk melihat ketidakseimbangan
asupan protein dan energi. Ketidakseimbangan ini terlihat pada pola
pertumbuhan fisik dan jaringan tubuh seperti lemak, otot, dan jumlah air
dalam tubuh. Penilaian berat badan dapat menggunakan rumus BMI (Body
Mess Index) atau biasa juga disebut IMT (Indek Massa Tubuh), rumusnya
adalah;
BB Ideal  = Berat Badan (Kg) : (Tinggi badan x Tinggi badan)

Selain BMI rumus Brocha juga sering dijadikan acuan dalam


menentukan berat badan ideal. Rumusnya adalah;

Berat wanita ideal = (TB – 100) – (15% x (Tinggi badan – 100))


Berat pria ideal = (TB – 100) – (10% x (Tinggi badan – 100))

3. Faktor yang Mempengaruhi Berat Badan Pasien TB Paru


Menurut Arisman (2012) faktor yang mempengaruhi berat badan
antara lain;
a. Faktor Langsung
Faktor langsung dalam mempengaruhi berat badan antara lain;
1) Pola Makan (Komposisi Menu)
Pola makan yang terdiri dari pemenuhan komposisi zat gizi
menentukan tingkat gizi (berat badan) penderita TB paru. Berat
badan yang rendah biasanya dihubungkan dengan komposisi zat
makanan tidak seimbang, baik jumlah dan mutu asupan gizinya
(Supariasa, 2012). Penelitian Ernawati (2016) membuktikan bahwa
status gizi buruk lebih banyak ditemukan pada penderita BTA positif.
2) Penyakit
Asupan zat gizi tidak dapat dimanfaatkan oleh tubuh secara
optimal karena adanya gangguan penyerapan akibat infeksi. Infeksi
16

berhubungan langsung dengan gangguan gizi melalui; penurunan


nafsu makan dan dapat juga menyebabkan kehilangan bahan makan
karena diare dan muntah. Penderita TB mengalami reaksi mual
karena proses pengobatan selain adanya keparahan dari infeksi
kuman TB (Smeltzer & Bare, 2010).
b. Faktor Tidak Langsung
Terdapat 3 penyebab tidak langsung yang menyebabkan berat
badan seseorang berubah yaitu;
1) Ketahanan pangan keluarga yang kurang memadai.
2) Pola pengasuhan anak kurang memadai.
3) Pelayanan kesehatan dan lingkungan kurang memadai.
Ketiga faktor tersebut berkaitan dengan tingkat pendidikan,
pengetahuan dan ketrampilan keluarga. Makin tinggi tingkat pendidikan,
pengetahuan dan ketrampilan, makin baik tingkat ketahanan pangan
keluarga, makin baik pola pengasuhan maka akan makin banyak
keluarga yang memanfaatkan pelayanan kesehatan.
Beberapa faktor yang yang secara tidak langsung mendorong
terjadinya gangguan gizi terutama antara lain (Proverawati, 2010):
1) Pengetahuan
Dalam kehidupan masyarakat sehari-hari sering terlihat
keluarga yang sungguhpun berpenghasilan cukup akan tetapi
makanan yang dihidangkan seadanya. Dengan demikian kejadian
gangguan gizi tidak hanya ditemukan pada keluarga yang
berpenghasilan kurang akan tetapi juga pada keluarga yang
berpenghasilan cukup. Keadaan ini menunjujkkan bahwa
ketidaktahuan akan faedah makanan bagi kesehatan tubuh menjadi
penyebab buruknya mutu gizi makanan keluarga, khususnya
makanan balita. Masalah gizi karena kurangnya pengetahuan dan
ketrampilan dibidang memasak akan menurunkan konsumsi makan
anak, keragaman bahan dan keragaman jenis makanan yang
mempengaruhi kejiwaan misalnya kebebasan.
2) Persepsi
Banyak bahan makanan yang sesungguhnya bernilai gizi tinggi
tetapi tidak digunakan atau hanya digunakan secara terbatas akibat
persepsi yang tidak baik. Penggunaan bahan makanan itu dianggap
17

dapat menurunkan harkat keluarga. jenis sayuran seperti genjer,


daun turi, bahkan daun ubi kayu yang kaya zat besi, vitamin A dan
protein, dibeberapa daerah masih dianggap sebagai makanan yang
dapat menurunkan harkat keluarga.
3) Kebiasaan atau Pantangan
Berbagai kebiasaan yang bertalian dengan pantang makanan
tertentu masih sering kita jumpai terutama di daerah pedesaan.
Larangan terhadap anak untuk makan telur, ikan atau daging hanya
berdasarkan kebiasaan yang tidak ada datanya dan hanya diwarisi
dogmatis turun-temurun, padahal anak itu sendiri sangat memerlukan
bahan makanan seperti guna keperluan pertumbuhan tubuhnya.
4) Kesukaan jenis makanan tertentu
Kesukaan yang berlebihan terhadap suatu jenis makanan
tertentu atau disebut faddisme makanan akan mengakibatkan tubuh
tidak memperoleh semua zat gizi yang diperlukan.
5) Jumlah Anggota Keluarga
Banyak hasil penelitian yang membuktikan bahwa banyak anak
yang menderita gangguan gizi oleh karena ibunya sedang hamil lagi
atau adik yang baru telah lahir, sehingga ibunya tidak dapat merawat
secara baik. Anak Dibawah usia 2 tahun masih sangat memerlukan
perawatan ibunya, baik perawatan makanan maupun perawatan
kesehatan dan kasih sayang.
6) Sosial Ekonomi
Keterbatasan penghasilan keluarga turut menentukan mutu
makanan yang disajikan. Tidak dapat disangkal bahwa penghasilan
keluarga turut menentukan hidangan yang disajikan untuk keluarga
sehari-hari, baik kualitas maupun jumlah makanan.
7) Penyakit Infeksi
Infeksi dapat menyebabkan anak tidak merasa lapar dan tidak
mau makan. Penyakit ini juga menghabiskan sejumlah protein dan
kalori yang seharusnya dipakai untuk pertumbuhan.
18

C. Komposisi Diet Penderita TB Paru


1. Definisi
Terapi diit bertujuan memberikan makanan secukupnya guna
memperbaiki dan mencegah kerusakan jaringan tubuh lebih lanjut serta
memperbaiki status gizi agar penderita dapat melakukan aktifitas normal
(Kemenkes, 2015). Nurrachmah (2012) menyatakan bahwa makanan
bergizi ialah makanan yang mengandung cukup karbohidrat, protein,
vitamin, mineral dan susu (empat sehat lima sempurna) yang sekarang
disebut menu gizi seimbang. Pemberian makanan dengan gizi seimbang
berfungsi untuk menjamin pertumbuhan dan perkembangan, serta
meningkatkan imunitas anak. Pemberian makanan harus dalam jumlah
yang cukup yaitu, yang sesuai dengan keperluan sehari-harinya.
2. Tujuan
Rahardja (2015) menjelaskan bahwa pengaturan komposisi diet
penderita TB bertujuan :
a. Memenuhi kebutuhan energi dan protein yang meningkat untuk
mencegah dan memperbaiki kerusakan jaringan tubuh.
b. Menambah berat badan hingga mencapai berat badan normal.
Usahakan berat badan seimbang dengan tinggi badan.
3. Komposisi Diet Penderita TB
Kemenkes (2015) menjelaskan bahwa terapi diet untuk penderita
kasus Tuberkulosis Paru adalah:
a. Energi diberikan sesuai dengan keadaan penderita untuk mencapai
berat badan normal. Karbohidrat cukup sisa dari kebutuhan energi total.
Pasien TBC sangat membutuhkan banyak energi yang diperoleh dari
makanan sumber karbohidrat. Energi yang didapat dari makanan
digunakan sebagai bahan bakar sel-sel dalam tubuh untuk melakukan
tugasnya. Sel-sel dalam tubuh membutuhkan banyak energi untuk
melawan infeksi. Karbohidrat juga digunakan tubuh untuk menjaga berat
badan atau status gizi. Berat badan yang kurang pada pasien TBC
dapat membuat TBC lebih buruk. Kebutuhan karbohidrat pada pasien
TBC lebih dari kebutuhan karbohidrat pada orang normal. Sumber
karbohidrat bisa didapatkan dari nasi, bubur, nasi tim, kentang, roti, dan
lainnya.
19

b. Protein tinggi untuk mengganti sel-sel yang rusak meningkatkan kadar


albumin serum yang rendah (75-100 gr). Kebutuhan protein juga
dibutuhkan pasien TBC lebih banyak daripada orang normal. Protein
digunakan tubuh untuk mencegah dan mengurangi kerusakan jaringan
dan juga untuk menjaga berat badan pasien agar masih dalam rentang
normal. Sel-sel yang berperan dalam melawan infeksi tentu
membutuhkan sumber protein untuk memperkuat serangannya. Anda
harus mendapatkan sumber protein dari dua sumber, yaitu sumber
hewani dan sumber nabati. Sumber hewani, contohnya ayam, daging
tanpa lemak, ikan, seafood, susu, keju, telur, dan sebagainya. Sama
seperti sumber protein hewani, sumber protein nabati juga diperlukan
tubuh untuk memperkuat sistem kekebalan tubuh. Sehingga, tubuh lebih
mampu melawan infeksi dari penyakit TBC. Sumber protein nabati,
misalnya tahu, tempe, kacang merah, kacang hijau, kacang kedelai, dan
masih banyak lagi.
c. Lemak cukup 15-25% dari kebutuhan energi total. Lemah dibutuhkan
untuk memenuhi kebutuhan metabolisme tubuh.
d. Vitamin dan mineral cukup sesuai kebutuhan total. Vitamin dan mineral
didapatkan dari menu sayuran dan buah.
Macam diit untuk penyakit TBC:
a. Diit Tinggi Energi Tinggi Protein I (TETP 1). Energi: 2600 kkal, protein
100 gr (2/kg BB).
b. Diit Tinggi Energi Tinggi Protein II (TETP II). Energi 3000 kkal, protein
125 gr (2,5 gr/kg BB).
Perhitungan kebutuhan energi dan zat gizi makro dapat disesuaikan
dengan kondisi tubuh penderita (BB dan TB) dan Penderita dapat diberikan
salah satu dari dua macam diit Tinggi Energi Tinggi Protein (TETP) sesuai
tingkat penyakit penderita.
Syarat Diet Yang Dianjurkan Untuk Penderita TBC adalah;
a. Tinggi Energi. Energi diberikan 40-45 kkal/kg BB. Oleh karena itu
penderita TBC perlu makan lebih banyak daripada orang sehat (kurang
lebih 1,5 x makan orang sehat). Energi 2.505 kcal.
b. Tinggi Protein. Protein diberikan 2-2,5 gram/kg BB. Sebaiknya sering
mengkonsumsi makanan sumber protein yang berkualitas tinggi seperti
putih telur, daging, ayam, ikan dan susu (lauk hewani). Sedangkan
20

tempe, tahu, kacang-kacangan dan hasil olahannya dapat diberikan


sebagai tambahan, karena jenis ini kualitas proteinnya tidak sebik pada
lauk hewani. Protein 107 gr.
c. Cukup Lemak (84 gr) dan Karbohidrat (317 gr).
d. Makanlah secara cukup sumber vitamin terutama vitamin C, K dan B
Kompleks seperti buah-buahan dan kacang-kacangan.
e. Makanlah secara cukup sumber mineral terutama zat besi dan kalsium
seperti hati, susu, ikan, daging, dan lain sebagainya.

Tabel 2.1
Pembagian Makanan Sehari

UKURAN RUMAH TANGGA


PEMBERIAN
JENIS MAKANAN PAGI SIANG MALAM
Nasi 1 ½ gelas 1 ¾ gelas 1 ¾ gelas
Daging 1 potong 1 potong 1 potong
sedang sedang sedang
Tempe 1 potong 2 potong 2 potong
sedang sedang sedang
Sayuran 1 gelas 1 gelas 1 gelas
Minyak ½ sendok 1 sendok 1 sendok
Susu segar 1 gelas 1 gelas 1 gelas
Roti ayam 1 porsi - -
Telur rebus - 1 butir -

D. Hubungan Komposisi Diet dengan Peningkatan Berat Badan pada


Pasien TBC
Pasien TB paru seringkali mengalami penurunan status gizi, bahkan
dapat menjadi malnutrisi bila tidak diimbangi dengan diet yang tepat.
Malnutrisi pada penderita tuberkulosis dapat menurunkan masa kesembuhan
serta lebih meningkatkan angka kematian, dibandingkan penderita
tuberkulosis yang tidak malnutrisi. Status gizi yang yang buruk akan
meningkatkan risiko penyakit tuberkulosis paru. Sebaliknya, tuberkulosis paru
berkontribusi menyebabkan status gizi buruk karena proses perjalanan
penyakit yang mempengaruhi daya tahan tubuh. Angka kejadian malnutrisi
pada penderita TB paru cukup tinggi, terbukti dari penelitian Hapsari (2017)
yaitu gizi buruk terjadi pada penderita TB sebesar 60.5%. Penelitian Ernawati
(2016) membuktikan bahwa status gizi buruk sebesar 123 orang, dimana
status gizi buruk beresiko mengalami TB paru (p 0.001). Keadaan gizi yang
kurang ditunjukkan dengan berat badan yang rendah.
21

Status gizi merupakan bagian penting dalam menentukan tingkat


kesehatan seseorang, status gizi disamping akan mempengaruhi sistem imun
secara langsung juga berperan dalam proses penyembuhan penyakit
termasuk pasien yang menderita TB paru. Penilaian status gizi pasien
termasuk pasien TB paru diperlukan penilaian beberapa variabel baik antropo-
metrik maupun hematologik diantaranya : indeks masa tubuh (IMT), protein
total, albumin, limfosit total dan lain-lain. Penelitian Lazulfa (2016)
membuktikan bahwa adanya perbedaan tingkat kecukupan energi (p= 0,026),
karbohidrat (p= 0,000), protein (p= 0,001), lemak (p= 0,029) dan status gizi
(p= 0,022) antara kelompok tuberkulosis dengan sputum BTA (+) dan sputum
BTA (-). Penelitian Rahardja (2015) membuktikan bahwa sebagian besar
penderita TB paru mengalami masalah nutrisi yang terlihat dari berat badan
(IMT). Upaya perbaikan nutrisi dan peningkatan berat badan penderita TB
adalah melalui dukungan nutrisi secara adekuat. Penelitian Fatimah (2013)
membuktikan bahwa dukungan nutrisi mampu meningkatkan berat badan
penderita TB paru. Pemberian komposisi nutrisi yang baik akan mampu
meningkatkan status nutrisi penderita TB paru. Kemenkes (2015) menjelaskan
bahwa komposisi menu penderita TB antara lain diet Tinggi Energi Tinggi
Protein (TETP), cukup lemak, vitamin dan mineral.
22

E. Kerangka Teori

Micobacterium
Tuberculosis

Proses Penularan

Tuberkulosis Paru (BTA +) Proses Infeksi

Metabolisme
FAKTOR BERAT BADAN Meningkat
1. Langsung Gejala;
MAKANAN/DIET Batuk, Mual,
Penyakit Anoreksia
2. Tidak Langsung
a. Pengetahuan
b. Persepsi KOMPOSISI
c. Kebiasaan/ DIET
Pantangan BERAT BADAN
1. Energi /
d. Kesukaan Jenis Karbohidrat
Makanan 2. Protein
e. Jumlah Anggota 3. Lemak
Keluarga 4. Vitamin
f. Sosial Ekonomi 5. Mineral
g. Infeksi

Keterangan :
: Variabel yang diteliti
: Variabel yang tidak diteliti

Bagan 2.1
Kerangka Teori

Sumber : Sudoyo (2009), Kemenkes (2015; 2016; 2017), Smeltzer & Bare
(2010), Almatsier (2012), Supariasa (2012).
BAB III
METODE PENELITIAN

A. Variabel Penelitian
Variabel adalah sesuatu yang digunakan sebagai ciri atau ukuran yang
dimiliki oleh satuan penelitian tentang sesuatu konsep pengertian tertentu
(Notoatmodjo, 2012). Variabel penelitian menurut Sugiyono (2012) ada dua;
1. Variabel Bebas (Independent Variable)
Variabel independen merupakan variabel yang menjadi sebab
perubahan variabel dependen. Variabel bebas dalam penelitian ini adalah
komposisi diet.
2. Variabel Terikat (Dependent Variable)
Variabel dependen adalah variabel yang dipengaruhi variabel
bebas. Variabel terikat penelitian ini adalah berat badan penderita TB Paru.

B. Hipotesis
Menurut Sugiyono (2012) hipotesis adalah pernyataan yang
membutuhkan pembuktian untuk menegaskan hipotesis dapat diterima atau
ditolak berdasar hasil penelitian. Hipotesis terdiri dari hipotesis alternatif (Ha)
yang cenderung menyatakan ada korelasi dan hipotesis nol (Ho) yang
menyatakan tidak ada korelasi. Hipotesis dalam penelitian adalah :
Ha : Ada hubungan komposisi diet dengan berat badan pada pasien TBC di
UPT Puskesmas Randublatung.
Ho : Tidak ada hubungan komposisi diet dengan berat badan pada pasien
TBC di UPT Puskesmas Randublatung.

C. Kerangka Konsep
Menurut Dharma (2011) kerangka konsep merupakan model konseptual
yang berkaitan dengan bagaimana seorang peneliti menyusun teori atau
menghubungkan secara logis faktor penting, yaitu keterkaitan antar variabel
yang diteliti. Kerangka konsep penelitian ini adalah;

23
24

Variabel Independen Variabel Dependen

Komposisi Diet Berat Badan

Bagan 3.1
Kerangka Konsep Penelitian

D. Rancangan Penelitian
1. Jenis Penelitian
Jenis penelitian ini adalah penelitian korelasional, yaitu jenis
penelitian untuk mengetahui seperangkat peristiwa, kondisi maupun
masalah keperawatan (Dharma, 2011). Penelitian korelasional untuk
mengetahui hubungan masalah keperawatan dan tidak terdapat intervensi
(Mahfoedz, 2015). Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan
komposisi diet dengan berat badan pada pasien TBC di UPT Puskesmas
Randublatung.
2. Pendekatan Waktu
Penelitian menggunakan desain potong lintang (cross sectional)
yaitu variabel penelitian dilakukan pengukuran atau pengamatan dilakukan
pada saat bersamaan (Hidayat, 2013). Pengukuran variabel komposisi diet
dan berat badan diukur sekali waktu pada saat itu.
3. Metode Pengumpulan Data
Penelitian ini termasuk penelitian kuantitatif, yaitu metode penelitian
yang menekankan aspek pengukuran secara obyektif terhadap fenomena.
Proses pengukuran setiap fenomena masalah dijabarkan ke dalam
beberapa komponen masalah, variabel dan indikator (Notoatmodjo, 2012).
Menurut Nursalam (2013) pengumpulan data adalah proses
pengumpulan karakteristik responden yang diperlukan dalam suatu
penelitian. Data yang dikumpulkan meliputi;
a. Data Primer
Data primer diperoleh dari sumber pertama melalui prosedur dan
teknik pengambilan data berupa penggunaan instrument penelitian
(Hidayat, 2013). Data primer dalam penelitian ini didapatkan dengan
instrumen (kuesioner dan checklist) yaitu tentang komposisi diet dan
berat badan penderita TB paru.
25

b. Data Sekunder
Data sekunder diperoleh dari sumber tidak langsung yang
biasanya berupa data dokumentasi dan arsip resmi (Arikunto, 2012).
Data sekunder diperoleh dari hasil catatan di Puskesmas Randublatung
tentang jumlah penderita TB paru.
Langkah pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan dengan
urutan sebagai berikut;
a. Peneliti mengurus perijinan dari institusi pendidikan Universitas
Muhammadiyah Kudus, dilanjutkan kepada pihak lokasi penelitian UPT
Puskesmas Randublatung.
b. Peneliti melakukan pendekatan kepada calon responden untuk
memberikan penjelasan, diharapkan bersedia menjadi responden dan
bersedia menandatangani lembar persetujuan.
c. Peneliti menilai komposisi diet dan menilai berat badan pasien penderita
TB Paru.
d. Setelah data terkumpul, selanjutnya dilakukan pengolahan dan analisis
data dengan bantuan program komputer.
4. Populasi Penelitian
Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri obyek maupun
subyek penelitian yang mempunyai karakteristik yang ditetapkan oleh
peneliti untuk dipelajari, kemudian ditarik kesimpulan (Hidayat, 2013).
Populasi dalam penelitian ini adalah penderita TB Paru di Puskesmas
Randublatung yang berjumlah 246 pasien (data bulan Januari-Juli 2018)
sehingga rata-rata 1 bulan sebanyak 35 pasien.
5. Prosedur Sampel dan Sampel Penelitian
Sampel penelitian adalah sebagian yang diambil dari keseluruhan
obyak yang diteliti dan dianggap mewakli seluruh populasi (Saryono, 2011).
Pengambilan sampel dilakukan dengan memperhatikan kriteria inklusi dan
eksklusi (Hidayat, 2013).
Adapun kriteria inklusi dan eksklusi dalam penelitian ini adalah;
a. Kriteria Inklusi
1) Penderita TB Paru (baru) di Puskesmas Randublatung.
2) Usia dewasa (> 18-45 tahun).
3) Bersedia menjadi responden.
26

b. Kriteria Eksklusi
1) Penderita di rujuk.
2) Penderita meninggal.
3) Tidak bersedia menjadi responden

Metode sampling dengan Purposive Sampling teknik penentuan


sampel dengan pertimbangan tertentu atau yang memenuhi kriteria inklusi.
Menurut Notoatmodjo (2012) penentuan besar sampel dapat menggunakan
rumus Slovin sebagai berikut;

Keterangan:
n : Jumlah sampel
N : Jumlah populasi yang diketahui
d2 : Tingkat ketepatan terhadap populasi yang diinginkan 0.05 (5%)

Dengan menggunakan rumus tersebut dapat diambil jumlah sampel


minimal sebagai berikut;
35
n = ––––––––––
1 + 35 (0,05) 2

35
n = ––––––––––
1 + 0.0875

35
n = ––––––––––
1.0875

n = 32.18 (dibulatkan 33 pasien)

Berdasarkan penghitungan tersebut dapat diketahui bahwa sampel


minimal adalah sebanyak 33 orang.

6. Definisi Operasional
27

Tabel 3.1
Definisi Operasional Penelitian

Variabel Definisi Cara Ukur Hasil Ukur Skala


Operasional
Dependen (Terikat);
Komposisi Jenis komponen Alat ukur Hasil jawaban Nominal
diet. nutrisi (Tinggi dengan dikategorikan;
Kalori dan checklist 1. Baik (TKTP) skor 6-10
Tinggi Protein yang terdiri 2. Kurang (Tidak TKTP)
yang dari 10 soal skor 0-5
dikonsumsi dengan
penderita TB pilihan
dalam jawaban;
mendukung Ya skor 1
proses Tidak skor 0
kesembuhan.

Independen (Bebas);
Berat Tampilan status Diukur Hasil jawaban Nominal
Badan gizi penderita dengan dikategorikan;
TB berdasarkan timbangan 1. Normal, jika berat
IMT (BB/TB2) injak dan badan ideal (IMT
meteran. 18.50-24.99)
2. Kurus, jika terjadi
penurunan berat
badan ideal (IMT:16-
17.49)

7. Instrumen Penelitian
a. Instrumen Penelitian
Menurut Notoatmodjo (2012) instrumen penelitian adalah alat yang
digunakan peneliti dalam pengumpulan data. Instrument dalam
penelitian ini terdiri atas 3 bagian yaitu;
Bagian A untuk mengetahui umur, jenis kelamin, pendidikan, pekerjaan.
Bagian B untuk mengetahui komposisi diet.
Bagian C untuk mengetahui berat badan.
b. Uji Validitas dan Reliabilitas
1) Uji Validitas
Menurut Saryono (2011) validitas (keaslian) isi kuesioner
adalah instrumen mengukur secara tepat sesuai yang diukur. Uji
validitas dalam penelitian ini menggunakan uji Pearson Product
Moment. Instrumen penelitian dinyatakan valid, jika nilai r hitung > r
tabel. Uji validitas dilakukan pada 20 responden (diketahui nilai r
tabe; 0.444). Hasil uji validitas mendapatkan rentang nilai r hitung
28

0.522-0.705, sehingga dapat disimpulkan bahwa data adalah valid


karena nila r hitung > r tabel (0.444).
2) Uji Reliabilitas
Reliabilitas adalah suatu indeks yang menunjukkan sejauh
mana suatu alat ukur dapat dipercaya dan diandalkan (Notoadmodjo,
2013). Menurut Santoso (2013) reliabilitas instrumen menggunakan
Alpha Cronbach. Tingkat reliabilitas dengan metode Alpha cronbach
diukur berdasarkan skala alpha dengan membandingkan dengan nilai
r tabel pada taraf signifikan 5%.
Arikunto (2012) menjelaskan Indikator pengukuran reliabilitas
menurut tingkatan reliabilitas dengan kriteria sebagai berikut:
a) Jika alpha atau r hitung 0,8-1,0 = Reliabilitas baik
b) Jika alpha atau r hitung 0,6-0,799 = Reliabilitas diterima
c) Jika alpha atau r hitung kurang dari 0,6 = Reliabilitas kurang baik
Hasil uji reliabilitas mendapatkan nilai alpha 0.866 yang
artinya data reliabel karena nilai alpha > r tabel pada taraf signifikansi
5%.
8. Teknik Pengolahan Data dan Analisis Data
a. Teknik Pengolahan Data
1) Memeriksa (Editing)
Editing dilakukan pada tahap pengumpulan data dengan
memeriksa satu persatu kelengkapan kuesioner. Editing dilakukan
pada tahap pengumpulan data.
2) Coding (memberi tanda kode)
Koding merupakan kegiatan pemberian kode numerik (berupa
angka) terhadap data yang terdiri atas beberapa kategori. Pemberian
kode komposisi diet kode 1 baik (TKTP) dan kode 2 kurang (Tidak
TKTP). Pada berat badan kode normal, kode 1 normal dan kode 2
kurus.
3) Entry Data
Entry Data yaitu memasukkan data yang telah terkumpul ke
dalam data base komputer.
4) Tabulasi (pengumpulan data)
Tabulasi merupakan pengorganisasian data agar mudah
dijumlah, disusun dan ditata untuk disajikan dan dianalisis.
29

b. Analisis Data
Data yang diperoleh ditabulasi dan diolah secara statistik
menggunakan program komputer. Analisa data dalam penelitian ini
adalah meliputi analisa sebagai berikut;
1) Analisa Univariat
Yaitu analisa yang dilakukan terhadap tiap variabel dari hasil
penelitian. Dalam analisis ini menghasilkan distribusi frekuensi dan
prosentase (Notoatmodjo, 2012).
2) Analisa Bivariat
Analisa bivariat adalah analisa data yang dilakukan pada dua
variabel yang diduga mempunyai hubungan (Notoatmodjo, 2012).
Analisa bivariat penelitian ini dilakukan dengan uji Chi Kuadrat (X²)
dengan rumus sebagai berikut:
2
2 ( fo−fh)
X =Σ
fh

Keterangan :
X2 = Chi Kuadrat hitung
fo = Frekwensi yang diobservasi
fh = Frekwensi yang diharapkan

Berdasarkan uji statistik tersebut dapat diambil keputusan :


1) Bila diperoleh nilai X2 hitung > X2 tabel atau nilai p ≤ 0.05, maka Ho
gagal ditolak atau Ha diterima.
2) Bila diperoleh nilai X2 hitung < X2 tabel atau bila nilai p > 0.05, maka Ho
diterima atau Ha ditolak.
Penghitungan dalam menyajikan prosentase hasil yang telah
dipaparkan dinyatakan sebagai Resiko Relatif (Relative Risk) atau
Odds Ratio (OR) (Dharma, 2011).
30

E. Etika Penelitian
Etika penelitian keperawatan yang perlu diperhatikan menurut Dharma
(2011) adalah meliputi;
1. Informed Consent
Peneliti meminta persetujuan menjadi responden kepada responden
melalui lembar informed consent dengan memberikan penjelasan tentang
prosedur penelitian terlebih dahulu. Responden diminta menanda tangani
lembar informed consent tersebut.
2. Tanpa Nama (Anonimity)
Peneliti tidak dicantumkan nama responden. Untuk membedakan
responden satu dengan responden yang lain cukup diberikan kode tertentu.
3. Kerahasiaan (Confidentiality)
Data hasil pengisian kuesioner dirahasiakan oleh peneliti. Data yang
diambil hanya beberapa data yang dibutuhkan untuk kepentingan
penelitian. Untuk menjamin kerahasiaan, setelah selesai penelitian data
dihancurkan dengan dibakar.
4. Etika Manfaat
Penelitian ini tidak terdapat aspek yang merugikan bagi responden,
justru lebih mengedepankan manfaat bagi beberapa pihak.

F. Jadwal Penelitian
Jadwal penelitian sebagaimana terlampir.
BAB IV
HASIL PENELITIAN

A. Gambaran Umum Penelitian


Penelitian ini dilakukan di Puskesmas Randublatung Kabupaten Blora
dengan tujuan tentang hubungan komposisi diet dengan berat badan pada
pasien TBC. Proses penelitian ini dilakukan dengan cara memenuhi syarat
administrasi yaitu surat perijinan untuk penelitian dari institusi pendidikan
(Universitas Muhammadiyah Kudus) dilanjutkan kepada Puskesmas
Randublatung. Peneliti menentukan responden penelitian yang memenuhi
kriteria penelitian yaitu penderita TB Paru, berusia dewasa (> 18-45 tahun)
dan bersedia menjadi responden. Peneliti melakukan pendekatan kepada
calon responden, kemudian dilakukan informed consent. Penelitian ini
mendapatkan responden sebanyak 33 orang.
Proses penelitian dilakukan selama 1 bulan kepada 33 orang.
Pelaksanaan penelitian dilakukan dengan cara membagikan kuesioner untuk
diisi secara lengkap tentang karakteristik dan komposisi diet. Kuesioner yang
telah diisi lengkap dikembalikan lagi kepada peneliti. Selanjutnya peneliti
menilai berat badan responden dan mengkategorikan sesuai kriteria. Setelah
data terkumpul sesuai tujuan penelitian secara lengkap, maka peneliti
melakukan proses pengolahan data dilanjutkan proses analisa data. Hasil
analisa data dilakukan interpretasi untuk menjawab hipotesis penelitian dan
membuat laporan penelitian.

B. Karakteristik Responden
1. Umur
Tabel 4.1
Distribusi Frekwensi Responden Berdasarkan Umur
di Puskesmas Randublatung Kabupaten Blora
Tahun 2019

Tingkat Umur f %
< 30 Tahun 4 12.1
30-40 Tahun 14 42.4
41-50 Tahun 11 33.3
51-60 Tahun 4 12.1
Total 33 100
Sumber : Data Primer 2019.

31
32

Berdasarkan tabel 4.1 diketahui bahwa kategori umur paling banyak


adalah 30-40 tahun sebanyak 14 responden (42.4%) dan paling sedikit
kategori < 30 tahun dan 51-60 tahun masing-masing sebanyak 4
responden (12.1%).

2. Jenis Kelamin
Tabel 4.2
Distribusi Frekwensi Responden Berdasarkan Jenis Kelamin
di Puskesmas Randublatung Kabupaten Blora
Tahun 2019

Jenis Kelamin f %
Laki-laki 24 72.7
Perempuan 9 27.3
Total 33 100

Sumber : Data Primer 2019.

Berdasarkan tabel 4.2 dapat diketahui bahwa jenis kelamin


responden paling banyak adalah laki-laki sebanyak 24 orang (72.7%) dan
jenis kelamin perempuan sebanyak 9 orang (27.3%).

3. Pendidikan
Tabel 4.3
Distribusi Frekwensi Responden Berdasarkan Pendidikan
di Puskesmas Randublatung Kabupaten Blora Tahun 2019

Pendidikan f %
Tidak Sekolah 0 0.0
Sekolah Dasar 2 6.1
SLTP 20 60.6
SLTA 11 33.3
Perguruan Tinggi 0 0.0
Total 33 100

Sumber : Data Primer 2019.

Berdasarkan tabel 4.3 diketahui bahwa pendidikan responden


paling banyak adalah lulusan sekolah lanjutan pertama (SLTP) sebanyak
20 responden (60.6%) dan paling sedikit adalah lulusan SD sebanyak 2
responden (6.1%).
33

4. Pekerjaan
Tabel 4.4
Distribusi Frekwensi Responden Berdasarkan Pekerjaan
di Puskesmas Randublatung Kabupaten Blora
Tahun 2019

Pekerjaan f %
Pegawai Swasta 3 9.1
Wiraswasta 20 60.6
Petani 10 30.3
Total 33 100

Sumber : Data Primer 2019.

Berdasarkan tabel 4.4 diketahui bahwa pekerjaan responden paling


banyak adalah wiraswasta sebanyak 20 responden (60.6%) dan paling
sedikit adalah pegawai swasta sebanyak 3 responden (9.1%).

C. Analisa Univariat
1. Komposisi Diet
Tabel 4.5
Distribusi Frekwensi Responden Berdasarkan Komposisi Diet
di Puskesmas Randublatung Kabupaten Blora Tahun 2019

Komposisi Diet f %
Baik 16 48.5
Kurang 17 51.5
Total 33 100

Sumber : Data Primer 2019.

Berdasarkan tabel 4.5 diketahui bahwa komposisi diet paling


banyak kategori kurang sebanyak 17 responden (51.5%) dan paling sedikit
kategori baik sebanyak 16 responden (48.5%).

2. Berat Badan
Tabel 4.6
Distribusi Frekwensi Responden Berdasarkan Berat Badan
di Puskesmas Randublatung Kabupaten Blora Tahun 2019

Berat Badan f %
Normal 15 45.5
Kurus 18 54.5
Total 33 100
Sumber : Data Primer 2019
34

Berdasarkan tabel 4.6 diketahui bahwa berat badan responden


paling banyak kategori kurus sebanyak 18 responden (54.5%) dan kategori
normal sebanyak 15 responden (45.5%).

D. Analisa Bivariat
Tabel 4.7
Distribusi Frekwensi Responden Berdasarkan Hubungan Komposisi Diet
Dengan Berat Badan Pada Pasien TBC di UPT
Puskesmas Randublatung
Tahun 2019

Berat Badan
Komposisi Total OR (Odds
Normal Kurus P value
Diet Ratio)
f % f % f %
Baik 14 87.5 2 12.5 16 100
1.120
Kurang 1 5.9 16 94.1 17 100 0.0001
(1.14-13.72)
Total 15 45.5 18 54.5 33 100

Sumber : Data Primer 2019.

Berdasarkan tabel 4.7 diketahui bahwa responden dengan komposisi


diet baik yang mempunyai berat badan normal sebanyak 14 responden
(87.5%) dan yang kurus sebanyak 2 responden (12.5%). Responden dengan
komposisi diet kurang yang mempunyai berat badan normal sebanyak 1
responden (5.9%) dan yang kurus sebanyak 16 responden (94.1%).
Hasil analisis Chi Square didapatkan nilai p value 0.0001. Hasil ini
menunjukkan adanya hubungan sangat kuat komposisi diet dengan
peningkatan berat badan pada pasien TBC di UPT Puskesmas Randublatung
karena nilai p value (0.0001) < 0.05 pada taraf signifikansi 5%.
Analisis Chi Square juga mendapatkan nilai OR (Odds Ratio) atau RR
(Relative Risk) sebesar 1.120 yang artinya penderita Tuberkulosis dengan
komposisi diet yang kurang beresiko menyebabkan berat badan kurus
sebesar 1.12 kali dibandingkan dengan penderita TB yang komposisi dietnya
baik.
BAB V
PEMBAHASAN

A. Komposisi Diet
Hasil penelitian mendapatkan komposisi diet paling banyak kategori
kurang sebanyak 17 responden (51.5%). Hal ini menunjukkan bahwa
kebutuhan nutrisi pada responden mengalami kekurangan dari kebutuhan
yang beresiko terhadap masalah nutrisi. Komposisi diet yang kurang ini
terlihat dari distribusi jawaban responden yaitu 11 responden porsi makan
kurang dari 6 centong, 16 responden kurang mengkonsumsi protein, 9
responden kurang mengkonsumsi protein hewani (daging), 11 responden
kurang mengkonsumsi sayuran, 19 responden dalam setiap kali makan
porsinya kurang, 9 responden kurang mengkonsumsi buah, 19 responden
kurang mengkonsumsi makanan selingan. Komposisi makanan yang kurang
ini ditentukan dari karakteristik responden seperti usia, pendidikan, jenis
kelamin, pekerjaan dan pendapatan.
Responden mempunyai kebiasaan dalam memenuhi makanan yang
kurang dari komposisi yang direkomendasikan yang disebabkan kurangnya
pemahaman dan kemampuan dalam memenuhi variasi makanan. Hal ini
ditentukan dari tingkat pendidikan, yang mana pendidikan menentukan tingkat
pola pikir seseorang serta menunjukkan bahwa pendidikan mempengaruhi
seseorang dalam memperoleh informasi, pengembangan pola pikir serta
penerimaan dan pemahaman. Penelitian Hapsari (2017) membuktikan bahwa
pendidikan rendah ditemukan mengalami TB (76,3% dan status gizi kurus
(60,5%). Aspek pendapatan juga menentukan seseorang dalam memenuhi
kebutuhan nutrisi, pendapatan yang rendah menyebabkan kurangnya
kemampuan dalam memenuhi variasi komposisi diet. Department of Human
Nutrition (2015) merekomendasikan bahwa pemenuhan komposisi diet pada
pasien TB sebaiknya diberikan dalam bentuk mudah dicerna dan porsi
makanan disesuaikan dengan kemampuan pasien mengonsumsinya. Makan
dengan porsi kecil frekuensi sering, yaitu 6 kali/hari, lebih dianjurkan daripada
makan dengan porsi besar tiga kali sehari. Cairan diberikan cukup, yaitu 35
ml/kg atau 2 liter/hari kecuali pada pasien tertentu di mana diperlukan restriksi
cairan.

35
36

Penelitian Hapsari (2017) membuktikan bahwa pemenuhan komposisi


nutrisi yang kurang pada penderita TB beresiko terhadap status gizi yang
kurang dan mudah terinfeksi TB paru (p 0,000; OR 17,88). Pemenuhan nutrisi
dilakukan dengan komposisi yang lengkap untuk pencegahan dan perbaikan
kondisi pasien. Nutrisi penting dalam mendukung proses metabolisme tubuh.
Perhimpunan Dokter Paru Indonesia (2011) menjelaskan bahwa prinsip diet
untuk pasien TB adalah diet tinggi kalori tinggi protein (TKTP), cukup lemak,
vitamin, dan mineral. Diet TKTP diberikan agar pasien TB mendapat cukup
makanan untuk memenuhi kebutuhan kalori dan protein yang meningkat.
Umumnya kebutuhan energi penderita penyakit infeksi lebih tinggi karena
selain terjadi hiperkatabolisme, juga terjadi malnutrisi. Kedua kondisi tersebut
diperhitungkan dalam menentukan kebutuhan energi dan protein. Florentina
(2015) menjelaskan bahwa rekomendasi kebutuhan energi total untuk pasien
TB ditingkatkan menjadi 35-45 kkal/kgBB. Rekomendasi kecukupan energi
untuk pasien TB dengan infeksi lainnya dilakukan melalui diet yang
disesuaikan dengan peningkatan kebutuhan energi masing-masing individu.
Komposisi diet pada penderita TB mengacu pada kebutuhan energi
basal (KEB) pasien yang dihitung dengan menggunakan berat badan aktual
berdasarkan Schofield (BB-TB). Hasilnya adalah 1111,3 kkal, dan dengan
faktor stres 1,5, maka diperoleh kebutuhan energi total (KET) 1700 kkal.
Kebutuhan nutrien ditentukan dari berat badan ideal berdasarkan
Recommended Dietary Allowance (RDA), dan hasilnya adalah protein 60 g
(14%), lemak 47 g (25%), karbohidrat 259,25 g (61%). Kebutuhan cairan pada
pasien ini adalah 1440 mL/24 jam (Department of Human Nutrition, 2015).
Pemberian nutrisi dimulai dengan 80% basal dan ditingkatkan bertahap 10-
20% dari analisis asupan terakhir terakhir, tergantung toleransi pasien.
Konsistensi makanan pada awal terapi adalah makanan lunak dan cair yang
diberikan secara oral. Selain makanan, dianjurkan pula untuk diberikan
suplementasi vitamin dan mineral (Cunningham, 2012). Papatakhis (2012)
merekomendasikan bahwa berbagai vitamin dan mineral berperan pada jalur
metabolisme, fungsi seluler, dan sistem imun sehingga mendukung kondisi
kesehatan dan status gizi penderita.
Hasil penelitian mendapatkan komposisi diet kategori baik sebanyak
16 responden (48.5%). Hal ini menunjukkan bahwa pemenuhan kebutuhan
gizi penderita TB dalam kategori baik serta memenuhi petunjuk dari petugas.
37

Pemenuhan nutrisi secara baik ini karena pemberian edukasi dari petugas
kesehatan. Responden mengkonsumsi makanan secara cukup yang meliputi
makanan pokok disertai protein dari tempe, telur dan daging. Memenuhi
kebutuhan sayuran dan buah, kacang-kacangan dan susu. Kebutuhan nutrisi
yang cukup juga didukung dari kemampuan keluarga dalam pendapatan untuk
memenuhi kebutuhan variasi makanan. Selain itu responden juga
mengkonsumsi vitamin yang diberikan oleh petugas untuk mendukung
pemenuhan kebutuhan gizi. Untuk memenuhi peningkatan kebutuhan vitamin
dan mineral, maka pada pasien TB perlu diberikan suplementasi multivitamin
dan mineral, sebab vitamin dan mineral yang berasal dari makanan
diperkirakan tidak dapat memenuhi peningkatan kebutuhan karena umumnya
nafsu makan pasien menurun.
Pemenuhan komposisi diet perlu diberikan edukasi dengan cara
minum multivitamin yang diberikan bersamaan dengan pengobatan TB serta
memenuhi nutrisi melalui proses makan secara adekuat. Florentina (2015)
menjelaskan bahwa protein pada pasien TB diberikan lebih tinggi dari
kebutuhan normal karena protein sangat diperlukan untuk
mencegah/mengurangi progresivitas terjadinya wasting otot. Asupan protein
pada pasien TB yang dianggap adekuat adalah antara 1,2-1,5 g/kg BB/hari
atau 15% dari kebutuhan energi total, yaitu kira-kira 75-100 g/hari. Lemak
dianjurkan cukup, sesuai dengan pola makan seimbang, yaitu 25-30%
kebutuhan energi total dengan komposisi asam lemak jenuh (saturated fatty
acid/SFA) <7%, tak jenuh ganda (polyunsaturated fatty acid/PUFA) <10%, dan
tak jenuh tunggal (monounsaturated fatty acid/MUFA) hingga 15%.
Pemenuhan protein pada pasien TB dapat diberikan secara nabati dan
hewani, secara nabati melalui tempe, kacang, sayuran. Sedangkan secara
hewani dengan mengkosumsi ikan, telur, daging.
Penelitian Amala (2016) menunjukkan bahwa komposisi diet yang baik
ditunjukkan dengan asupan energi dan protein yang cukup selama sakit. Diet
direkomendasikan untuk memberikan kebutuhan nutrisi secara adekuat guna
memperbaiki dan mencegah kerusakan jaringan tubuh. Aktivitas makan yang
kurang memenuhi komponen status gizi beresiko menyebabkan masalah
nutrisi, dimana pada penderita TB dapat beresiko memperberat kondisi
penyakit. Florentina (2015) pasien TBC sangat membutuhkan banyak energi
yang diperoleh dari makanan sumber karbohidrat. Energi yang didapat dari
38

makanan digunakan sebagai bahan bakar sel-sel dalam tubuh untuk


melakukan tugasnya. Kebutuhan protein juga dibutuhkan pasien TBC lebih
banyak daripada orang normal. Protein digunakan tubuh untuk mencegah dan
mengurangi kerusakan jaringan dan juga untuk menjaga berat badan pasien
agar masih dalam rentang normal. Hal ini dibuktikan bahwa penderita TB
dengan konsumsi bahan nutrisi yang cukup mengalami perbaikan kondisi dan
status gizi yang normal.
Dalam penelitian ini komposisi nutrisi responden berdasarkan
kebiasaan makanan sehari-hari seperti nasi, lauk, sayur, buah, susu dan
makanan selingan (snack) dikenal dengan diet tinggi kalori dan tinggi protein
(TKTP). Pemenuhan komposisi diet dihitung berdasarkan ukuran rumah
tanggan dan bukan secara kualitatif sehingga ukuran tersebut bias dengan
standar secara universal. Diet tinggi lemak tidak lagi dianjurkan dalam
tatalaksana nutrisi pada penyakit paru. Kecukupan kalori dengan komposisi
nutrien seimbang, yaitu protein sekitar 10-20%, lemak 20-30%, dan
karbohidrat 60-70% lebih diutamakan. Pemberian makanan tersebut
diutamakan melalui jalur oral atau enteral dan diberikan dalam porsi kecil
tetapi sering. Konsistensi makanan umumnya lunak dan bergantian dengan
makanan cair (Perhimpunan Dokter Paru Indonesia, 2011).
Pasien dengan toleransi makanan yang baik dan sesak napasnya
berkurang, maka secara bertahap konsistensi makanan ditingkatkan menjadi
lebih padat. Pada pasien ini, nutrisi dimulai dari 80% basal dengan komposisi
seimbang. Nutrisi diberikan melalui oral dengan konsistensi dan jumlah
ditingkatkan secara bertahap sesuai toleransi pasien. Telah diketahui bahwa
pemberian nutrisi pada pasien malnutrisi dapat berisiko refeeding syndrome,
yaitu suatu keadaan di mana terjadi perpindahan cairan dan elektrolit akibat
pemberian nutrisi secara agresif. Fenomena ini dapat terjadi pada pasien
yang mendapat intervensi nutrisi baik secara enteral maupun parenteral
terutama bila diberikan tinggi karbohidrat. Untuk mencegah hal tersebut,
pemberian nutrisi dimulai sesuai KEB dan bertahap ditingkatkan 10-20% dari
asupan sebelumnya. Selama pemantauan, tidak ditemukan adanya gejala
palpitasi, sesak, dan lemas.
39

B. Berat Badan
Hasil penelitian mendapatkan berat badan responden paling banyak
kategori kurus sebanyak 18 responden (54.5%) dan kategori normal sebanyak
15 responden (45.5%). Kriteria status gizi (berat badan) yang kurang ini
ditunjukkan dari perbandingan berat badan dan tinggi badan responden (yaitu
rata-rata IMT 18.1 dengan kategori kurus. Sedangkan berat badan responden
yaitu rata-rata 48 Kg. Kondisi ini menunjukkan bahwa status gizi (berat badan)
responden di bawah standar. Status gizi penderita TB mengalami penurunan
akibat proses infeksi penyakit TB. Kondisi ini juga berkaitan dengan proses
infeksi pada TB serta reaksi seperti anoreksia, peningkatan metabolisme,
mual dan muntah sehingga penurunan energi dan kalori terjadi secara cepat.
Responden menunjukkan berat badan yang menurun dibandingkan parameter
normal. Berat badan menggambarkan jumlah protein, lemak, air dan mineral
tulang didalam tubuh, tetapi tidak dapat menggambarkan perubahan yang
terjadi pada keempat komponen tersebut. Indeks ini dapat digunakan untuk
mengetahui terjadinya malnutrisi akut dan digunakan secara luas untuk
menilai Kekurangan Energi Protein (KEP) dan gizi lebih.
Status gizi responden juga ditentukan oleh karakteristik seperti usia,
jenis kelamin dan pekerjaan. Penelitian ini mendapatkan rata-rata usia
responden adalah 39.33 tahun, dimana pada usia ini sebagai masa produktif
sehingga pola hidup seseorang sering tidak terkontrol karena aktivitas
pekerjaan dan kebiasaan hidup. Pada usia produktif beresiko mengalami
masalah nutrisi karena kurangnya perhatian seseorang berkaitan dengan
kebiasaan hidup yang kurang sehat seperti begadang, makan kurang teratur
serta aktivitas yang tinggi dalam memenuhi kebutuhan ekonomi keluarga.
Jenis kelamin responden lebih banyak laki-laki sebesar 72.7% yang mana
laki-laki memiliki karakteristik penyimpanan lemak lebih rendah dibandingkan
dengan perempuan sehinga lebih beresiko mengalami kekurangan berat
badan dibandingkan dengan perempuan. Aspek pekerjaan seseorang
menuntut pada target sehingga membutuhkan aktivitas dan pemikiran yang
tinggi. Penelitian ini mendapatkan sebagian besar bekerja sebagai
wirasewasta sehingga memerlukan kreativitas dan peran pribadi dalam
mencapai target, berbeda dengan pegawai (swasta dan PNS) yang
cenderung mempunyai penghasilan tetap. Pekerjaan wiraswasta lebih
cenderung menyebabkan masalah nutrisi dalam melakukan pekerjaannya.
40

Kemenkes (2013) menyatakan bahwa gizi kurang sering dijumpai pada


penderita TB. Penderita TB aktif sering mengalami penurunan asupan nutrisi,
sehingga terjadi penurunan berat badan. Sebagaimana hasil penelitian ini
mendapatkan rata-rata berat badan responden adalah 48 Kg dengan IMT 18.1
yang menunjukkan kurang dari standar normal. Masalah gizi penderita TB
terjadi akibat proses infeksi dan peningkatan metabolisme. Insidensi tinggi
pada gizi kurang disebabkan oleh beberapa hal, seperti kebiasaan makanan
buruk, ketidaktahuan mengenai asupan makanan bergizi dan seimbang serta
latar belakang pendidikan yang rendah dan budaya di masyarakat seperti
kebiasaan perempuan yang dilatih untuk mengurangi konsumsi makanan,
mendahulukan anggota keluarga tertentu untuk makan terlebih dulu, dan
memberikan makanan terbaik untuk laki-laki. Hal ini menyebabkan penurunan
status gizi pada kelompok perempuan.
Status gizi yang kurang akan membuat lemahnya daya imun (sistem
kekebalan tubuh) dalam mempertahankan diri dari suatu penyakit. Penelitian
Salsabela (2016) yang membuktikan bahwa penderita TB yang mempunyai
status gizi kurang sebanyak 37 (35%). Hal ini dipengaruhi karakteristik
responden dan kondisi tubuh secara umum. Yuniar (2017) menjelaskan
bahwa kondisi kurangnya status gizi pada responden disebabkan oleh banyak
faktor, salah satu faktor diantaranya adalah kurangnya pengetahuan tentang
kebutuhan asupan makanan yang baik dan bergizi dan pendapatan (ekonomi)
yang baik untuk memenuhi kebutuhan makanan bergizi. Jika tingkat
pengetahuan gizi seseorang baik maka diharapkan asupan makanan baik
sehingga status gizinya juga menjadi baik. Meskipun begitu hal yang banyak
mempengaruhi status gizi seseorang ditentukan oleh perilaku hidup sehat
seseorang.
Berat badan merupakan salah satu ukuran antropometri yang
mengggambarkan tentang massa tubuh, yaitu otot dan lemak. Pada pasien
TB sering mengalami masalah gizi yang terbukti karena adanya penurunan
masa lemak. Hal ini didukung dari penelitian Florentina (2015) yang
menunjukkan bahwa respons inflamasi akibat TB dapat menyebabkan
anoreksia, yang dapat menyebabkan wasting otot dan malnutrisi. Pada
kondisi ini jika tidak diatasi dengan baik, kehilangan massa lemak dan massa
bebas lemak dapat menyebabkan penyakit tersebut bertambah parah.
Perubahan status nutrisi dan dampak negatif yang diakibatkan oleh TB
41

memerlukan intervensi nutrisi yang adekuat melalui perbaikan komposisi diet


sehingga memenuhi kebutuhan nutrisi. Penelitian Gupta (2010) membuktikan
bahwa pada infeksi TB, protein tidak digunakan untuk sintesis jaringan
melainkan dioksidasi menjadi energi. Keadaan ini dinamakan anabolic block,
yaitu terhentinya proses sintesis jaringan dengan akibat terjadinya wasting.
Selain itu, wasting juga disebabkan oleh anoreksia dan peningkatan produksi
sitokin.
Karyadi et al., (2010) melaporkan bahwa status gizi pasien TB aktif di
Indonesia lebih rendah dibandingkan orang sehat. Penelitian Hapsari (2017)
yaitu gizi buruk terjadi pada penderita TB sebesar 60.5%. Penelitian Ernawati
(2016) membuktikan bahwa status gizi buruk sebesar 123 orang, dimana
status gizi buruk beresiko mengalami TB paru (p 0.001). Keadaan gizi yang
kurang ditunjukkan dengan berat badan yang rendah, selain itu secara
mikronutrien pasien TB aktif memiliki kadar albumin, hemoglobin, retinol, dan
seng plasma yang lebih rendah secara bermakna. Rendahnya kadar albumin,
hemoglobin, retinol, dan seng plasma lebih nyata pada pasien TB dengan
malnutrisi dibandingkan pasien TB dengan status gizi baik dan orang sehat.
Suplementasi mikronutrien (vitamin A, B, C, D, E, asam folat, seng, selenium,
tembaga), ternyata dapat meningkatkan berat badan dan menurunkan
mortalitas. Mikronutrien yang diberikan melalui proses diet juga berperan
penting pada penyembuhan pasien TB.

C. Hubungan Komposisi Diet Dengan Berat Badan Pasien Tuberculosis


Hasil penelitian mendapatkan adanya hubungan komposisi diet
dengan berat badan pada pasien TBC di UPT Puskesmas Randublatung
karena nilai p value (0.0001) < 0.05. Hal ini menunjukkan hubungan ini
bersifat erat (kuat), yang mana pemenuhan diet dengan mempertimbangkan
komposisi yang baik akan dapat meningkatkan berat badan pasien sebagai
bentuk parameter status gizi. Hal ini dibuktikan dari persentase penelitian
yaitu pada responden dengan komposisi diet baik yang mempunyai berat
badan normal sebanyak 14 responden (87.5%) dan yang kurus sebanyak 2
responden (12.5%). Responden dengan komposisi diet kurang yang
mempunyai berat badan normal sebanyak 1 responden (5.9%) dan yang
kurus sebanyak 16 responden (94.1%).
42

Dalam penelitian ini mendapatkan mendapatkan nilai OR (Odds Ratio)


atau RR (Relative Risk) sebesar 1.120 (1.14-13,72) yang artinya penderita
Tuberkulosis dengan komposisi diet yang kurang beresiko menyebabkan
berat badan kurus sebesar 1.12 kali dibandingkan dengan penderita TB yang
komposisi dietnya baik. Komposisi diet sangat penting dalam proses
peningkatan berat badan penderita TB. Penelitian di Inggris oleh Schwenk
(2010) menunjukkan bahwa pasien TB telah mengalami penurunan BB
sebesar 10 ± 6,8% sejak lima bulan terakhir sebelum didiagnosis. Setelah
diberikan pengobatan standar dan pemberian nutrisi secara adekuat, terjadi
peningkatan berat badan secara bermakna, yaitu sekitar 9,5 ± 8,9%.
Peningkatan berat badan disebabkan karena bertambahnya massa lemak dan
bukan massa bebas lemak. Oleh karena itu, para peneliti menyimpulkan
bahwa peningkatan berat badan tidak selalu disertai peningkatan massa
protein. Dalam hal ini memerlukan adanya terapi dan edukasi dalam proses
pemenuhan komposisi diet pada pasien TB. Pemenuhan komposisi diet dapat
dilakukan melalui pemberian makanan secara variatif dengan
mempertimbangkan jumlah energi dan kalori untuk pasien TB.
Pemenuhan komposisi diet yang baik dengan memperhatikan
kebutuhan energi, kalori melalui pemenuhan karbohidrat, protein, lemak,
vitamin dan mineral mampu menunjukkan hasil yang optimal dengan
parameter peningkatan berat badan (Department of Human Nutrition, 2015).
Pasien TB cenderung malas dalam mengkonsumsi makanan karena proses
infeksi dan pengobatan menyebabkan mual, muntah, anoreksia dan lemah
sehingga dapat menyebabkan masalah nutrisi pada pasien TB. Pasien TB
mengalami peningkatan kebutuhan energi dan kalori untuk proses
metabolisme tubuh. Peningkatan kebutuhan energi pada pasien ini
disebabkan karena adanya hipermetabolisme, peningkatan aktivitas bernafas,
infeksi, dan inflamasi. Akibatnya, katabolisme meningkat, sehingga berat
badan, massa lemak, dan massa bebas lemak berkurang. Pada pasien ini
ditemukan kehilangan berat badan >10% dalam enam bulan terakhir.
Perubahan berat badan seperti ini menyebabkan pasien berisiko malnutrisi.
Kehilangan berat badan yang terjadi pada laporan kasus ini sesuai dengan
penelitian di Amerika Serikat yang menyatakan bahwa sekitar 45% pasien TB
mengalami kehilangan berat badan saat didiagnosis dan 26% mengalami
anoreksia (Schwenk, 2010).
43

Pada masa pengobatan penderita mengalami penurunan IMT karena


proses infeksi sehingga berat badan penderita mengalami penurunan.
Penurunan IMT penderita TB dipengaruhi perjalanan infeksi dimana penderita
mengalami penurunan selera makan, metabolisme yang tinggi dan juga
ditentukan faktor budaya. Hal ini menyebabkan penurunan status gizi secara
umum pada penderita TB (Yuniar, 2017). Penelitian Fadhalna (2017)
membuktikan bahwa penderita TB mempunyai status gizi yang kurang
(64.4%), hal ini menunjukkan status kesehatan secara umum juga menurun.
Keadaan gizi yang kurang beresiko terhadap keparahan penyakit. Status gizi
ditentukan dari asupan gizi seseorang, dimana zat gizi yang masuk ke dalam
tubuh akan dimanfaatkan sesuai fungsinya sehingga kekurangan salah satu
zat gizi tersebut dapat mengganggu sistem metabolisme yang akhirnya
berakibat pada pertumbuhan dan kesehatan tubuh serta status kesehatanya
menurun. Asupan gizi yang kurang akan terlihat pada keadaan tubuh,
terutama tampilan penyimpanan lemak di bawah jaringan (Almatsier, 2012).
Gizi yang normal juga menunjukkan proses metabolisme yang baik untuk
mempertahankan kehidupan, pertumbuhan dan fungsi normal dari organ-
organ serta menghasilkan energi. Hal ini menjelaskan bahwa status gizi
sebagai salah satu indikator kesehatan dan kualitas hidup seseorang.
Penelitian Amala (2015) membuktikan bahwa penderita TB yang
sukses melakukan pengobatan selama 6 bulan akan terjadi peningkatan
status gizi. Hal ini menunjukkan bahwa tingkat keparahan penyakit yang
berkurang berdampak pada peningkatan status kesehatannya. Kondisi gizi
yang baik mencerminkan keadaan kesehatan yang baik. Pada penderita TB
paru yang menjalani pengobatan secara baik dan sukses akan mengalami
perbaikan status gizi (IMT meningkat). Menurut Arisman (2012) zat gizi yang
masuk ke dalam tubuh dimanfaatkan sesuai fungsinya sehingga kekurangan
salah satu zat gizi dapat mengganggu sistem metabolisme yang berdampak
pada pertumbuhan dan kesehatan tubuh yang menurun. Hal ini menunjukkan
bahwa komposisi diet berhubungan secara bermakna dengan penambahan
berat badan pada pasien TB. Hal ini sebagaimana penelitian Karyadi et all
(2010) yang menunjukkan bahwa pemberian nutrisi secara adekuat dapat
meningkatkan berat badan pasien TB.
Penelitian Martony (2010) juga menunjukkan bahwa peningkatan
status gizi dan kesembuhan penderita TB karena peningkatan status gizi.
44

Keadaan ini mencerminkan pemberian komposisi diet yang baik akan


memberikan peningkatan status gizi penderita TB Paru. Perjalanan penyakit
TB menyebabkan penurunan status gizi. Akibat terganggunya kesehatan fisik
yang berdampak pada berat badan yang menurun serta pengobatan yang
cukup lama pada penderita Tuberkulosis Paru sangat mempengaruhi
kesehatan psikologis, keleluasaan aktivitas (pekerjaan), hubungan sosial dan
lingkungan. Pasien memerlukan dukungan dari lingkungan serta terapi dan
edukasi dalam memenuhi komposisi diet sehingga status gizi dan
kesehatannya meningkat.

D. Keterbatasan Penelitian
1. Penelitian ini tidak membedakan karakteristik responden dimana berat
badan dipengaruhi karakteristik.
2. Penelitian ini hanya menghitung indikator berat badan secara mikro, tidak
secara mikro.
3. Penilaian komposisi diet tidak dihitung oleh nutrisionis serta menggunakan
ukuran rumah tangga.
BAB VI
SIMPULAN DAN SARAN

A. Simpulan
1. Hasil penelitian mendapatkan komposisi diet paling banyak kategori kurang
sebanyak 17 responden (51.5%) dan paling sedikit kategori baik sebanyak
16 responden (48.5%).
2. Hasil penelitian mendapatkan berat badan responden paling banyak
kategori kurus sebanyak 18 responden (54.5%) dan kategori normal
sebanyak 15 responden (45.5%).
3. Hasil penelitian mendapatkan adanya hubungan komposisi diet dengan
berat badan pada pasien TBC di UPT Puskesmas Randublatung karena
nilai p value (0.0001) < 0.05 dengan OR 1,12 (1,14-13,7).

B. Saran
1. Bagi Peneliti Selanjutnya
Peneliti selanjutnya dapat melakukan penelitian dengan variabel lain
yang mempengaruhi status gizi penderita TB yaitu pengobatan dan pola
hidup.
2. Bagi Petugas Kesehatan
Petugas kesehatan hendaknya mengajarkan kepada pasien TB untuk
melakukan pola hidup sehat serta meningkatkan status gizi dengan
mengonsumsi gizi dengan frekuensi, jumlah yang cukup dari karbohidrat,
protein, buah dan sayuran.
3. Bagi Penderita TB
Penderita TB dapat melakukan kebiasaan perilaku hidup bersih dan
sehat dan berusaha menjaga status gizi dalam kondisi ideal dengan
melakukan pemeriksaan secara rutin.

45
DAFTAR PUSTAKA

Almatsier, Sunita. 2012. Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Gramedia Pustaka Utama :
Jakarta.
Amala, Karlina. 2015. Perbedaan Status Gizi Pasien Tb Paru Sebelum Dan 6
Bulan Sesudah Pengobatan Dengan OAT Di Puskesmas Ganting.
http://www.academia.edu/9852078.
Amaliah, R. 2012. Faktor-faktor yang berhubungan dengan kegagalan konversi
penderita TB paru bta positif pengobatan fase intensif di Kabupaten Bekasi.
(Master’s Thesis, UniversitasIndonesia, Depok). http://lib.ui.ac.id/file?file
Arisman, MB. 2012. Buku Ajar Gizi dalam Daur Kehidupan. EGC. Jakarta.
Arikunto. Suharsini. 2012. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. PT.
Rineka Cipta. Jakarta.
Cunningham, Rundles S, Moon A, McNeeley DF. 2012. Malnutrition and host
defense. In: Duggan C, Watkins JB, Walker WA, editors. Nutrition in
pediatrics. 4th ed. Ontario: BC Decker Inc; 2008. p.261–71
Department of Human Nutrition. 2015. Nutrition information centre University of
Stellenbosch: Tuberculosis and nutrition. 2015. Available from:
http://sun025.sun.ac.za/portal/page/portal/Health_Sciences/English/
Centres%20and%20Institutions/Nicus/Nutrition_Facts_sheets
Dharma, K. 2011. Metodologi Penelitian Keperawatan. Trans Infomedia. Jakarta.
Dinkes Jateng. 2016. Profil Kesehatan Provinsi Jawa Tengah. Semarang: Dinkes
Jateng.
Ernawati, K. 2016. Hubungan Status Gizi Dengan Tuberkulosis Paru Di Provinsi
Sulawesi Utara Berdasarkan Data Riskesdas.
http://proceeding.unisba.ac.id.
Fadhalna. 2017. Gambaran Indeks Massa Tubuh Penderita Tuberkulosis (TB)
Positif Yang Melakukan Pengobatan Di Gerdunas Tb Paru Rumah Sakit
Undata Palu Sulawesi Tengah. https://www.jurnal.untad.ac.id.
Fatimah. 2013. Intervensi biskuit tempe kurma bagi peningkatan status gizi balita
penderita tuberkulosis. https://www.jurnal.ugm.ac.id%2Fjgki
Florentina. 2015. Nutrisi Pada Tuberkulosis Paru Dengan Malnutrisi.
https://www.depkes.go.id%2Fdownload.php
Gupta KB., 2010. Tuberculosis And Nutrition. Lung India. 2010;26(1):9–16.
Handayani, V. 2009. Gambaran Asupan Zat Gizi Makro Dan Status Gizi Pada
Penderita Tuberkulosis Paru Rawat Inap Di RSUD Dr. Moewardi Surakarta.
http://eprints.ums.ac.id/5715/1/J_300_060_005.PDF
Hapsari, P. 2017. Hubungan Sosioekonomi Dan Gizi Dengan Risiko Tuberkulosis
Pada Penderita DM Tipe 2. http://e--journal.unair.ac.id.
Hidayat, A. 2013. Riset Keperawatan & Teknik Penulisan Ilmiah. Salemba
Medika. Jakarta.
Karyadi E, Schultink W, Nelwan RH, Gross R, Amin Z, Dolmans WM, et al. 2010.
Poor micronutrient status of active pulmonary tuberculosis patients in
Indonesia. J Nutr. 2010;130:2953.

46
47

Kemenkes RI. 2013. Pedoman Nasional Penanggulangan Tuberkulosis. Kemkes


RI. Jakarta.
Kemenkes RI. 2013. Petunjuk Teknis Manajemen TB Paru Anak.
http://spiritia.or.id/dokumen/juknis-tbanak2013.pdf
Kemenkes RI. 2015. Buku Saku Pasien TB MDR. Tuberculosis, Drug Resistance
II. Health Information. Kementian Kesehatan. Jakarta.
Kemenkes RI. 2015. Konsensus Pengelolaan Tuberkulosis dan Diabetes Melitus
di Indonesia. http://www.kncv.or.id/kncv/images/xplod/.pdf.
Kemenkes RI. 2016. Infodatin TB. https://www..depkes.go.id
Kemenkes RI. 2016. Peraturan Menteri Kesehatan No. 67 tentang
Penanggulangan Tuberkulosis. http://www.depkes.go.id.
Kemenkes RI. 2017. Tuberkulosis Temukan Obati Sampai Sembuh.
www.depkes.go.id/download.php?file=download/pusdatin
Lazulfa, Rina. 2016. Tingkat Kecukupan Zat Gizi Makro Dan Status Gizi Pasien
Tuberkulosis Dengan Sputum BTA (+) Dan Sputum BTA (–).
https://www.Fe-journal.unair.ac.id.
Mahfoedz, Irham. 2015. Metodologi Penelitian Kesehatan. Fitramaya. Jogjakarta.
Martony, O. 2010. Efektivitas Pengobatan Strategi DOTS Dan Pemberian Telur
Terhadap Penyembuhan Dan Peningkatan Status Gizi Penderita TB Paru
Di Kecamatan Lubuk Pakam. http://repository.usu.ac.id.
Nainggolan, Hermi. 2012. Analisis Diet Tinggi Kalori Tinggi Protein (TKTP) Pada
Penderita Tb Paru Rawat Inap Di Rumah Sakit Martha Friska Pulo Brayan.
http://download.portalgaruda.org/article.
Notoatmodjo, Soekidjo. 2012. Metodologi penelitian kesehatan. PT. Rineka
Cipta: Jakarta.
Nursalam. 2013. Metode Penelitian Ilmu Keperawatan. Salemba Medika. Jakarta.
Nurachmah, Elly. 2012. Nutrisi dalam Keperawatan. EGC, Jakarta.
Papathakis P, Piwoz E. 2012. Nutrition and tuberculosis: A review of the literature
and considerations for TB control programs. United States Agency for
International Development, Africa’s Health 2010 Project. 1-45.
Patiung, Feby. 2014. Hubungan Status Gizi Dengan CD4 Pada Pasien TB Paru.
http://download.portalgaruda.org/article.php?article
Perhimpunan Dokter Paru Indonesia. 2011. Tuberkulosis: Pedoman diagnosis
dan penatalaksanaan di Indonesia: 2011. https://www.ojs.atmajaya.ac.id%2
Pratomo, IP., Burhan, E., Tambunan, V. (2012). Malnutrisi dan tuberkulosis. J
Indon Med Assoc, 62(230), 7-12.
Proverawati. 2010. Buku Ajara Gizi untuk Kebidanan. Nuha Medika. Jogjakarta.
Puspita, Elsa. 2016. Gambaran Status Gizi Pada Pasien Tuberkulosis Paru (Tb
Paru) Yang Menjalani Rawat Jalan Di RSUD Arifin Achmad Pekanbaru.
https://media.neliti.com/media.
Rahardja, Florentina, 2015. Nutrisi Pada Tuberkulosis Paru Dengan Malnutrisi.
https://www.Fojs.atmajaya.ac.id%2Findex.php
48

Salsabela, Farah Eka. 2016. Gambaran Status Nutrisi pada Pasien Tuberkulosis
di Rumah Sakit Umum Pusat Hasan Sadikin Bandung.
https://www.jurnal.unpad.ac.id.
Santoso, Imam. 2013. Manajemen Data. Gosyen Publishing. Yogyakarta.
Saryono. 2011. Metodologi Penelitian Kesehatan. Penerbit Buku Kesehatan.
Yogyakarta.
Schwenk A, Macallan DC. 2010. Tuberculosis, malnutrition and wasting. Curr
Opin Clin Nutr Metab Care. 2000;3:285–91.
Smeltzer, S. & Bare. 2010. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner and
Suddarth vol.2. EGC. Jakarta.
Sudoyo, A. 2009. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Ed 5. FKUI. Jakarta.
Sugiyono. 2012. Statistika Untuk Penelitian. CV. Alfabeta. Bandung.
Supariasa. 2012. Penilaian Status Gizi. Buku Kedokteran. EGC : Jakarta.
WHO. 2015. Tuberculosis Control. New Delhi, WHO Regional For South East
Asia. http://www.who.ac.id.
World Health Organization (WHO). 2015. Global Tuberculosis Report.
http://www.who.int/tb/publications/global_report/en/
Yuniar, Isma. 2017. Hubungan Status Gizi Dan Pendapatan Terhadap Kejadian
Tuberkulosis Paru. http://journal.ppnijateng.org.
49

Lampiran 1

JADWAL PENELITIAN

Agus-Sept 17 Okto-Nop 17 Desemb 17 Jan 18 Pebr 18


No Kegiatan
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV
1. Penyusunan Judul                
2. Bimbingan Bab I                
3. Bimbingan Bab II                
4. Bimbingan Bab III                
5. Ujian Proposal                
6. Revisi Proposal
7. Uji Validitas dan Reliabilitas
8. Pengambilan Data Penelitian                
9. Pengolahan Data                
10. Penyusunan Hasil dan Pembahasan                
11. Ujian Skripsi                
12. Revisi dan Pengumpulan Skripsi                
Lampiran 2

PERMOHONAN MENJADI RESPONDEN

Yang bertanda tangan dibawah ini :


Nama : PUJI LESTARI
NIM : E520173364
Institusi : STIKES Muhammadiyah Kudus
Bermaksud melakukan penelitian dengan judul HUBUNGAN
KOMPOSISI DIET DENGAN BERAT BADAN PADA PASIEN TBC DI UPT
PUSKESMAS RANDUBLATUNG, untuk itu saya mohon kesediaan saudara
untuk turut berpartisipasi sebagai responden dalam penelitian ini.
Penelitian ini tidak menimbulkan akibat yang merugikan bagi Anda
sebagai responden, serta tidak ada unsur paksaan. Kerahasiaan semua
informasi yang diberikan akan dijaga dan hanya digunakan untuk kepentingan
penelitian saja. Bilamana Anda tidak bersedia menjadi responden dalam
penelitian ini, maka tidak akan ada paksaan maupun ancaman kepada Anda.
Namun apabila Anda bersedia menjadi responden, maka saya mohon Anda
berkenan untuk menandatangani Lembar Persetujuan Penelitian yang telah
tersedia.
Demikian surat permohonan ini saya sampaikan atas kesediaannya
kami sampaikan terima kasih.

Blora, Desember 2018

Peneliti,

Puji Lestari
51

Lampiran 3

LEMBAR PERSETUJUAN RESPONDEN


(INFORMED CONSENT)

Saya yang bertanda tangan dibawah ini :


No Responden : (diisi oleh peneliti)
Nama :
Umur :
Alamat :
Setelah mendapatkan penjelasan, maka dengan ini saya bersedia
menjadi responden untuk penelitian :
Nama : PUJI LESTARI
NIM : E520173364
Judul : HUBUNGAN KOMPOSISI DIET DENGAN BERAT BADAN PADA
PASIEN TBC DI UPT PUSKESMAS RANDUBLATUNG

Saya bersedia menjadi responden dengan sukarela tanpa paksaan dari


siapapun dan data yang dihasilkan dalam penelitian ini dirahasiakan dan
dipergunakan untuk keperluan pengolahan data saja.

Blora, Desember 2018

Responden,

(……………………………)
52

Lampiran 4

INSTRUMEN PENELITIAN

HUBUNGAN KOMPOSISI DIET DENGAN BERAT BADAN PADA PASIEN TBC


DI UPT PUSKESMAS RANDUBLATUNG

A. DATA IDENTITAS RESPONDEN

1. Umur :
2. Jenis Kelamin : L / P (Lingkari salah satu pilihan)
3. Pendidikan : 1. Tidak sekolah 4. Tamat SLTA
2. Tamat SD 5. Tamat D3/PT
3. Tamat SLTP

4. Pekerjaan Responden :
1. PNS/TNI/POLRI/Pensiunan 4. Petani
2. Pegawai Swasta 5. Buruh
3. Wiraswasta 6. Lain-lain
53

B. KOMPOSISI DIET
Petunjuk Pengisian
Jawablah pernyataan berikut dengan cara memberi tanda check () pada kolom
jawaban yang paling sesuai dengan keadaan Anda saat ini secara jujur dan
benar dengan pilihan jawaban;
Y = Ya
T = Tidak

N JAWABAN
PERNYATAAN
O Y T
1. Setiap hari anda makan nasi sebanyak 6 centong
2. Anda menkonsumsi tempe 6 potong, tahu 6 potong,.
3. Anda mengkonsumsi ikan 3 ekor, telur 3 butir atau
daging 3 potong setiap hari
4. Anda mengkonsumsi sayuran kuning dan hijau (bayam,
kangkung, kacang, buncis, wortel, labu) 2 mangkok
setiap hari.
5. Anda mengkonsumsi susu satu gelas minimal sehari
sekali.
6. Anda mengkonsumsi makanan yang berupa nasi, lauk,
sayur,buah, susu dalam satu kali makan setiap hari
7. Anda mengkonsumsi buah jeruk 3 buah ,papaya 3
potong, melon 2 potong setiap hari
8. Anda mengkonsumsi selingan makanan seperti bubur
kacang hijau, setiap hari.
9. Anda mengkonsumsi sumber mineral terutama zat besi
dan kalsium seperti hati 3 potong (minimal 1mgg
sekali), susu( 1 gelas sehari sekali),
10. Anda mengkonsumsi daging merah, keju, satu minggu
sekali
Skor
54

C. BERAT BADAN
Hasil pengukuran Berat Badan;
Berat Badan Lama Berat Badan Saat Ini Keterangan

□ Normal
□ Naik
□ Tidak Naik
Lampiran 5

HASIL UJI VALIDITAS DAN RELIABILITAS

Reliability
Case Processing Summary
N %
Cases Valid 20 100.0
Excluded a
0 .0
Total 20 100.0
a. Listwise deletion based on all variables in the
procedure.

Reliability Statistics
Cronbach's
Alpha N of Items
.866 10

Item-Total Statistics
Cronbach's
Scale Mean if Scale Variance if Corrected Item- Alpha if Item
Item Deleted Item Deleted Total Correlation Deleted
x1 6.55 6.997 .522 .859
x2 6.35 7.082 .705 .845
x3 6.40 7.095 .607 .851
x4 6.75 6.829 .562 .856
x5 6.25 7.882 .524 .862
x6 6.50 6.789 .644 .848
x7 6.30 7.589 .534 .858
x8 6.60 6.884 .551 .857
x9 6.50 6.684 .693 .843
x10 6.60 6.779 .595 .852
56

Correlations
Correlationsa
x1 x2 x3 x4 x5 x6 x7 x8 x9 x10 Diet
x1 Pearson Correlation 1 .279 .419* .453* .313 .206 .105 .257 .663** .471* .204
Sig. (1-tailed) .117 .033 .022 .090 .192 .330 .137 .001 .018 .195
x2 Pearson Correlation .279 1 .490* .380* .546** .642** .793** .514* .336 .514* .145
Sig. (1-tailed) .117 .014 .049 .006 .001 .000 .010 .074 .010 .271
x3 Pearson Correlation .419 *
.490 *
1 .201 .459 .491 * *
.250 .357 .491 .612 * **
.102
Sig. (1-tailed) .033 .014 .198 .021 .014 .144 .061 .014 .002 .334
x4 Pearson Correlation .453 *
.380 *
.201 1 .208 .373 .302 .533 .592 ** **
.328 .313
Sig. (1-tailed) .022 .049 .198 .190 .053 .098 .008 .003 .079 .090
x5 Pearson Correlation .313 .546 **
.459 *
.208 1 .350 .688 **
.281 .350 .281 .174
Sig. (1-tailed) .090 .006 .021 .190 .065 .000 .115 .065 .115 .231
x6 Pearson Correlation .206 .642** .491* .373 .350 1 .509* .579** .524** .356 .100
Sig. (1-tailed) .192 .001 .014 .053 .065 .011 .004 .009 .062 .338
x7 Pearson Correlation .105 .793 **
.250 .302 .688 **
.509 *
1 .408 *
.145 .408 *
.194
Sig. (1-tailed) .330 .000 .144 .098 .000 .011 .037 .270 .037 .206
x8 Pearson Correlation .257 .514 *
.357 .533 **
.281 .579 **
.408 *
1 .356 .167 .258
Sig. (1-tailed) .137 .010 .061 .008 .115 .004 .037 .062 .241 .136
x9 Pearson Correlation .663 **
.336 .491 .592
* **
.350 .524 **
.145 .356 1 .579 **
.139
Sig. (1-tailed) .001 .074 .014 .003 .065 .009 .270 .062 .004 .280
x10 Pearson Correlation .471* .514* .612** .328 .281 .356 .408* .167 .579** 1 .267
Sig. (1-tailed) .018 .010 .002 .079 .115 .062 .037 .241 .004 .128
Diet Pearson Correlation .204 .145 .102 .313 .174 .100 .194 .258 .139 .267 1
Sig. (1-tailed) .195 .271 .334 .090 .231 .338 .206 .136 .280 .128
*. Correlation is significant at the 0.05 level (1-
tailed).
**. Correlation is significant at the 0.01 level (1-
tailed).
a. Listwise N=20
57

REKAPITULASI DATA UJI VALIDITAS

Komposisi Diet
No
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 Skor
1.        0 1 1 0 1 1 1 1 0 0 6
2.        1 1 1 0 1 1 1 1 1 1 9
3.        1 1 1 1 1 1 1 0 1 1 9
4.        1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 10
5.        1 0 1 0 1 0 0 0 1 0 4
6.        0 1 1 1 1 1 1 1 1 1 9
7.        1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 9
8.        0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
9.        1 1 1 0 1 1 1 0 1 1 8
10.     1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 10
11.     1 1 0 1 1 1 1 1 1 0 8
12.     1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 10
13.     0 1 0 0 1 0 1 0 0 0 3
14.     1 1 1 1 1 0 1 1 1 1 9
15.     1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 10
16.     0 1 1 0 1 1 1 1 0 0 6
17.     1 1 1 0 1 1 1 1 1 1 9
18.     0 1 1 0 1 1 1 0 1 1 7
19.     1 1 1 0 1 0 1 0 0 1 6
20.     0 0 0 0 1 0 1 0 0 0 2
Lampiran 6

HASIL ANALISA DATA

Frequencies

Statistics
Jenis_Kelami
Umur n Pendidikan Pekerjaan Komposisi_Diet Status_Gizi
N Valid 33 33 33 33 33 33
Missin
0 0 0 0 0 0
g
Mean 39.33 1.27 3.27 3.21 1.33 1.55
Std. Error of Mean 1.556 .079 .100 .104 .083 .088
Median 38.00 1.00 3.00 3.00 1.00 2.00
Mode 35 1 3 3 1 2
Std. Deviation 8.936 .452 .574 .600 .479 .506
Variance 79.854 .205 .330 .360 .229 .256
Range 34 1 2 2 1 1
Minimum 24 1 2 2 1 1
Maximum 58 2 4 4 2 2
Percentiles 10 26.40 1.00 3.00 2.40 1.00 1.00
25 33.00 1.00 3.00 3.00 1.00 1.00
50 38.00 1.00 3.00 3.00 1.00 2.00
75 46.50 2.00 4.00 4.00 2.00 2.00
90 52.00 2.00 4.00 4.00 2.00 2.00

Frequency Table

Tk_Umur
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid < 30 th 4 12.1 12.1 12.1
30-40 th 14 42.4 42.4 54.5
41-50 th 11 33.3 33.3 87.9
51-60 th 4 12.1 12.1 100.0
Total 33 100.0 100.0

Jenis_Kelamin
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid Laki-laki 24 72.7 72.7 72.7
Perempuan 9 27.3 27.3 100.0
Total 33 100.0 100.0
59

Pendidikan
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid SD 2 6.1 6.1 6.1
SLTP 20 60.6 60.6 66.7
SLTA 11 33.3 33.3 100.0
Total 33 100.0 100.0

Pekerjaan
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid Pegawai Swasta 3 9.1 9.1 9.1
Wiraswasta 20 60.6 60.6 69.7
Petani 10 30.3 30.3 100.0
Total 33 100.0 100.0

Komposisi_Diet
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid Baik 16 48.5 48.5 48.5
Buruk 17 51.5 51.5 100.0
Total 33 100.0 100.0

Status_Gizi
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid Normal 15 45.5 45.5 45.5
Kurus 18 54.5 54.5 100.0
Total 33 100.0 100.0
60

Crosstabs

Case Processing Summary

Cases
Valid Missing Total
N Percent N Percent N Percent
Komposisi_Diet * Status_Gizi 33 100.0% 0 .0% 33 100.0%

Komposisi_Diet * Status_Gizi Crosstabulation

Status_Gizi

Normal Kurus Total


Komposisi_Diet Baik Count 14 2 16
Expected Count 7.3 8.7 16.0
% within Komposisi_Diet 87.5% 12.5% 100.0%
% within Status_Gizi 93.3% 11.1% 48.5%
% of Total 42.4% 6.1% 48.5%
Kurang Count 1 16 17
Expected Count 7.7 9.3 17.0
% within Komposisi_Diet 5.9% 94.1% 100.0%
% within Status_Gizi 6.7% 88.9% 51.5%
% of Total 3.0% 48.5% 51.5%
Total Count 15 18 33
Expected Count 15.0 18.0 33.0
% within Komposisi_Diet 45.5% 54.5% 100.0%
% within Status_Gizi 100.0% 100.0% 100.0%
% of Total 45.5% 54.5% 100.0%

Chi-Square Tests
Asymp. Sig. (2- Exact Sig. (2- Exact Sig. (1-
Value df sided) sided) sided)
Pearson Chi-Square 22.146a 1 .000
Continuity Correction b
18.976 1 .000
Likelihood Ratio 25.812 1 .000
Fisher's Exact Test .0001 .0001
Linear-by-Linear Association 21.475 1 .000
N of Valid Cases b
33
a. 0 cells (,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 7,27.
b. Computed only for a 2x2 table
61

Risk Estimate

95% Confidence Interval

Value Lower Upper


Odds Ratio for
Komposisi_Diet (Baik / 1.120 1.145 13.729
Buruk)
For cohort Status_Gizi =
1.875 2.202 10.497
Baik
For cohort Status_Gizi =
.133 .036 .488
Kurang
N of Valid Cases 33
REKAPITULASI DATA PENELITIAN

Tingka
Status Gizi Komposisi Diet
Umu t Pendidika Pekerjaa
No JK
r n n 1 Kod
Umur BB TB TB TB*TB IMT Kode 1 2 3 4 5 6 7 8 9 Skor
0 e
1. 1,6 17,6308
31 2 1 3 2 48 1,65 2,7225 2 0 0 1 1 1 0 1 0 1 0 5 2
5 5
2. 1,5
34 2 1 4 3 43 1,58 2,4964 17,2248 2 1 0 1 0 0 1 1 0 1 0 5 2
8
3. 1,5 22,0603
35 2 1 4 3 53 1,55 2,4025 1 0 1 0 1 1 1 1 0 1 1 7 1
5 5
4. 1,6 18,6709
46 3 1 3 3 49 1,62 2,6244 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 10 1
2 3
5. 1,6 19,3337
32 2 1 4 4 52 1,64 2,6896 1 1 0 0 0 1 0 1 1 1 1 6 1
4 3
6. 1,5 19,2276
42 3 2 4 2 48 1,58 2,4964 1 0 1 0 1 1 0 1 0 1 1 6 1
8 9
7. 1,5
46 3 1 4 2 43 1,56 2,4336 17,6693 2 1 0 1 0 1 0 0 1 0 1 5 2
6
8. 1,5 17,8506
35 2 1 4 4 44 1,57 2,4649 2 0 0 1 0 1 0 1 0 0 0 3 2
7 2
9. 1,6 20,1950
41 3 1 3 3 53 1,62 2,6244 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 10 1
2 9
10. 1,6 19,0519
48 3 1 4 3 50 1,62 2,6244 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 10 1
2 7
11. 1,6 16,8962
46 3 1 3 3 46 1,65 2,7225 2 0 0 0 1 1 1 0 0 0 1 4 2
5 4
12. 1,6 15,5895
52 4 1 2 4 44 1,68 2,8224 2 1 0 0 0 1 0 1 0 0 1 4 2
8 7
13. 1,6 19,3337
35 2 1 4 3 52 1,64 2,6896 1 1 1 1 1 1 0 1 1 1 1 9 1
4 3
14. 56 4 2 3 3 43 1,6 1,6 2,56 16,7968 2 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 10 1
63

8
15. 1,5 17,6253
47 3 1 3 3 44 1,58 2,4964 2 0 0 1 1 1 0 1 0 0 1 5 2
8 8
16. 1,6 18,0661
35 2 1 4 4 48 1,63 2,6569 2 1 0 1 0 1 0 0 0 1 1 5 2
3 7
17. 1,6 18,2183
24 1 1 4 3 49 1,64 2,6896 2 0 1 0 0 1 0 0 0 1 0 3 2
4 2
18. 1,5 22,0317
32 2 1 3 4 55 1,58 2,4964 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 10 1
8 3
19. 1,5 22,8928
45 3 1 3 4 55 1,55 2,4025 1 1 1 1 0 1 0 1 1 1 1 8 1
5 2
20. 1,6 17,1467
38 2 2 3 3 45 1,62 2,6244 2 0 0 1 1 1 0 1 0 1 0 5 2
2 8
21. 1,6 19,7055
27 1 2 3 3 53 1,64 2,6896 1 1 1 1 1 1 1 0 1 1 1 9 1
4 3
22. 1,5
42 3 1 3 3 43 1,58 2,4964 17,2248 2 0 0 1 0 1 0 1 0 0 1 4 2
8
23. 1,5 18,0802
35 2 1 3 4 44 1,56 2,4336 2 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 10 1
6 1
24. 1,5 21,0961
26 1 2 3 3 52 1,57 2,4649 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 10 1
7 9
25. 1,6
25 1 1 3 3 43 1,62 2,6244 16,3847 2 1 0 0 0 1 1 0 1 0 1 5 2
2
26. 1,6 18,2898
34 2 2 3 3 48 1,62 2,6244 2 0 1 0 1 0 0 0 1 0 1 4 2
2 9
27. 1,6 17,6308
35 2 1 3 3 48 1,65 2,7225 2 1 0 0 0 1 0 1 0 1 0 4 2
5 5
28. 1,6 19,1326
47 3 2 4 4 54 1,68 2,8224 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 10 1
8 5
29. 1,6 17,8465
47 3 1 3 4 48 1,64 2,6896 2 1 0 1 1 1 0 0 0 0 0 4 2
4 2
30. 1,5 19,6282
52 4 1 2 3 49 1,58 2,4964 1 0 0 1 1 1 0 1 0 1 0 5 2
8 6
64

31. 1,6 18,8189


58 4 1 3 4 50 1,63 2,6569 1 1 1 1 1 1 0 1 1 1 1 9 1
3 2
32. 1,6 18,2183
32 2 2 3 3 49 1,64 2,6896 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 10 1
4 2
33. 1,5
38 2 2 3 3 43 1,58 2,4964 17,2248 2 1 0 1 1 1 0 0 0 1 0 5 2
8
1= 1 = Td 1=
1 = < 30 th 1 = PNS 1 = Baik
Ket: L Sekolah Normal
2= 2=
2 = 30-40 th 2 = SD 2 = Kurus 2 = Kurang
P Swasta
3 = 41-50 th 3 = SLTP 3 = Wiraswasta
4 = 51-60 th 4 = SLTA 4 = Petani
5 = > 60 th 5 = PT 5 = Buruh

Anda mungkin juga menyukai