Anda di halaman 1dari 11

PENGARUH TERAPI BERMAIN MENGGUNTING KERTAS

TERHADAP PENINGKATAN MOTORIK HALUS PADA ANAK


DENGAN AUTISM SPECTRUM DISORDERS (ASD) DI SLB BINA ANAK
BANGSA PONTIANAK

Irawan Dwi Sentosa1


Ramadhaniyati2
Sukarni3

ABSTRAK

Latar Belakang:Anak dengan Autism Spectrum Disorders (ASD) memiliki


gangguan tumbuh kembang salah satunya yaitu gangguan fungsi motorik halus.
Terapi bermain menggunting kertas merupakan salah satu intervensi yang dapat
diberikan karena melatih koordinasi antara mata, tangan, dan konsentrasi anak.
Tujuan:Mengetahui pengaruh terapi bermain menggunting kertas terhadap
peningkatan motorik halus pada anak dengan Autism Spectrum Disorders (ASD).
Metode:Menggunakan rancangan quasy eksperimen dengan pre test and post test
without control group. Metode pengambilan sampel dengan total sampling
berjumlah 16 responden. Analisa menggunakan uji Wilcoxon.
Hasil:Hasil menunjukkan nilai median kemampuan motorik halus sebelum
intervensi adalah 4,50 (3-7), sedangkan nilai median kemampuan motorik halus
setelah intervensi adalah 6,50 (3-9). Hasil uji Wilcoxon menunjukkan nilai
p=0,001<0,05. Nilai ini menyatakan bahwa terapi bermain menggunting kertas
dapat meningkatkan kemampuan motorik halus anak dengan Autism spectrum
Disorders (ASD).
Kesimpulan: Terdapat pengaruh terapi bermain menggunting kertas terhadap
kemampuan motorik halus sebelum dan sesudah diberikan intervensi pada anak
dengan Autism Spectrum Disorders (ASD) di SLB Bina Anak Bangsa Pontianak.
Kata Kunci :ASD, Terapi bermain menggunting kertas, Motorik Halus
Referensi :50 (2005-2017)
1
Mahasiswa Keperawatan Fakultas Kedokteran Universitas Tanjungpura
2
Dosen Keperawatan Anak, STIK Muhammadiyah Pontianak
3
DosenKeperawatan Fakultas KedokteranUniversitas Tanjungpura
THE EFFECT OF PAPER CUT PLAYING THERAPY ON FINE MOTOR
SKILL IMPROVEMENT FINE MOTOR SKILLS AMONG CHILDREN
WITH AUTISM SPECTRUM DISORDERS (ASD)
IN SLB BINA ANAK BANGSA PONTIANAK

Irawan Dwi Sentosa1


Ramadhaniyati2
Sukarni3

ABSTRACT

Background: Children with Autism Spectrum Disorders (ASD) has growth


disorders one of them is fine motor impairment. Paper cut playing therapy is one
of the interventions that can be given as it trains the coordination between the eyes,
hands, and concentration of the child.
Aim: To examine the effect of paper cut playing therapy on fine motor skill
improvement fine motor skills among children with Autism Spectrum Disorders
(ASD).
Method: Using experimental quasy design with pre test and post test without
control group. The method of sampling with total sampling are 16 respondents.
Analysis uses Wilcoxon test.
Results: The result showed that median score of fine motor skills before the
intervention was 4.50 with minimum score 3 and maximum score 7, while median
fine motor skill after the intervention was 6.50 with minimum score 3 and maximum
score 9. Test’s result showed value P = 0.001 <0.05. This value suggests that paper
cut playing therapy can improve the fine motor skills of children with Autism
spectrum disorders (ASD).
Conclusion: There is an effect of paper cut playing therapy on fine motor skills
before and after intervention. Paper cut playing therapy can improve the fine motor
skills of children with Autism Spectrum Disorders (ASD) in SLB Bina Anak Bangsa
Pontianak.
Keywords: ASD, Therapy playing Scissors paper, Fine Motor
References: 50 (2005-2017)

1
Nursing Student- Faculty of Medicine, Tanjungpura University
2
Department of Nursing Children, STIK Muhammadiyah Pontianak
3
Lecture of Nursing Faculty of Medicine, Tanjungpura University
Latar Belakang 2016, kasus penyandang
cacat/disabilitas di Kalimantan Barat
Autisme spectrum disorder berjumlah 20.204 orang. Berdasarkan
(ASD) adalah gangguan laporan 5 tempat penanganan anak
perkembangan kompleks yang dapat dengan ASD di kota Pontianak pada
menyebabkan masalah dalam tahun 2014 terdapat 81 anak dengan
berpikir, perasaan, berbahasa dan ASD. Pada tahun 2015 terjadi
kemampuan untuk berinteraksi peningkatan mencapai 130 orang
dengan orang lain. Keadaan ini yaitu 61 usia anak-anak (0-10 tahun),
merupakan kelainan neurologis, yang 66 usia remaja (10-19 tahun), dan 3
berarti mempengaruhi fungsi otak. orang usia dewasa (Lestari,
Efek ASD dan keparahan gejala Gamayanti, & Herini, 2016).
berbeda pada setiap orang (APA, Setiap aktifitas yang dilakukan
2013). oleh manusia tidak lepas dari
Menurut United Nations penggunaan kemampuan gerakan
Educational, Scientific and Cultural motorik kasar dan motorik halus.
Organization (UNESCO) angka Anak-anak dengan ASD sering
penyandang ASD pada tahun 2011 mengalami keterampilan motorik
tercatat 35 juta orang di dunia dengan halus yang tertunda dan menjadi
rata-rata 6 dari 1000 orang dengan semakin tertunda seiring
ASD (Hazliansyah, 2013). Data dari bertambahnya usia (Lloyd,
Centre for Disease Control and macDonald, & Lord, 2014). ASD
Prevention (CDC) di Amerika Serikat mengalami gangguan fungsi
pada tahun 2015, didapatkan angka sensorik/motorik pada otak dan
kejadian ASD adalah 1 dari 68 anak menyebabkan terjadinya defisit dalam
usia 8 tahun. Secara lebih spesifik 1 perkembangan motorik halusnya.
dari 42 anak laki-laki dan 1 dari 189 Kecanggungan dalam bertindak dapat
anak perempuan (CDC, 2015). terjadi seperti menggambar,
Indonesia belum ditemukan mengetik, menulis, menggunting,
data yang akurat mengenai jumlah mengikat tali sepatu, bermain,
ASD, namun pada tahun 2013 menggerakkan anggota tubuh, dan
Direktur Bina Kesehatan Jiwa bertepuk tangan (Lin, 2017).
Kementrian Kesehatan pernah Gangguan-gangguan motorik halus
menduga jumlah anak dengan ASD di tersebut tidak bersifat permanen,
Indonesia sebanyak 112.000 jiwa kemampuan motorik halus pada autis
dengan rentang usia 5-19 tahun dapat dikembangkan melalui kegiatan
(Hazliansyah, 2013). Angka ini melatih kekuatan dan koordinasi otot-
berdasarkan hitungan prevalensi ASD otot kecil yang kontinu secara rutin
sebesar 1,68% per 1000 anak di (Santrock, 2011).
bawah 15 tahun dengan jumlah anak Terapi yang efektif digunakan
usia 5-19 tahun di Indonesia sebanyak untuk meningkatkan kemampuan
66.000.805 jiwa (BPS, 2010). Tahun motorik halus adalah terapi bermain
2015 sendiri diperkirakan terdapat yang bekerja pada anak-anak dengan
134.000 ASD (Judarwanto, 2015). cara mengembangkan keterampilan-
Menurut data dari Dinas Sosial keterampilan baru yang disukai oleh
Provinsi Kalimantan Barat pada tahun anak itu sendiri (Juneja, 2016). Salah
satu terapi bermain yang digunakan terapi sedini mungkin sehingga akan
adalah terapi bermain menggunting memberikan efek yang baik dan pada
kertas. Terapi ini terbukti dapat usia 7-12 tahun merupakan usia dimana
meningkatkan motorik halus pada anak anak lebih aktif dalam beraktifitas.
dengan ASD karena dapat melatih Hasil penelitian terkait terapi bermain
perkembangan otot-otot kecil dan menggunting kertas juga didukung
koordinasi mata dengan anggota tubuh penelitian dari Novita (2016)
lain sehingga membantu menyatakan bahwa seni menggunting
perkembangan saraf motorik halus kertas dengan nama kirigami yang
(Raharjo, 2014). dilakukan sebanyak 2 kali seminggu
Perawat sebagai pendidik selama 2 minggu dapat meningkatkan
mempunyai peran yang besar bagi keterampilan motorik halus pada
perkembangan pada anak siswa dengan cerebral palsy tipe
berkebutuhan khusus, salah satunya spastik.
anak dengan ASD. Perawat dapat Berdasarkan data dari Dinas
memberikan informasi terkait Pendidikan Kota Pontianak
penanganan anak dengan ASD dan didapatkan bahwa terdapat beberapa
mempunyai kewajiban memberikan Sekolah Berkebutuhan Khusus di
pelayanan yang berkualitas pada Pontianak yaitu di SLB Autis
anak dengan ASD yang mengalami berjumlah 35 siswa, SDLB Dharma
keterlambatan dalam perkembangan Asih (B) berjumlah 71 siswa, SDLB
motorik halus (Bastable, 2002). Dharma Asih (C) berjumlah 85 siswa,
Terdapat beberapa penelitian SLB Cahaya bangsa Khatulistiwa
yang telah membuktikan bahwa terapi berjumlah 93 siswa, dan di SLB Bina
bermain menggunting memiliki Anak Bangsa berjumlah 117 siswa.
pengaruh terhadap peningkatan Berdasarkan data tersebut dapat
motorik halus. Penelitian sebelumnya disimpulkan bahwa siswa dengan
yang dilakukan oleh Raharjo (2014) ASD terbanyak adalah di SLB Bina
menunjukkan bahwa setelah anak Bangsa Pontianak sehingga
diberikan terapi bermain peneliti melakukan studi pendahuluan
menggunting terdapat peningkatan di SLB Bina Anak Bangsa Pontianak
motorik halus pada anak autis usia 11 pada tanggal 14 Februari 2017
– 15 tahun. Namun, penelitian ini didapatkan data sebanyak 72 siswa
mempunyai keterbatasan, yaitu sampel dari tingkat Sekolah Dasar sampai
yang digunakan hanya pada siswa tingkat Sekolah Menengah Atas
dengan diagnosa Autis Murni pada usia mengalami ASD.
11-15 tahun, sedangkan pada penelitian SLB Bina Anak Bangsa
yang akan dilakukan menggunakan
Pontianak mempunyai siswa yang
sampel siswa dengan diagnosa Autism
mengalami kekurangan atau
Spectrum Disorders (ASD) yang terdiri
keterlambatan dalam perkembangan
dari Autis, PDD-Nos, Sindrom
Asperger, dan disintegratif masa anak- motorik halus yaitu kelas 1 sampai
anak pada usia 7-12 tahun. Menurut dengan kelas 3 tingkat Sekolah Dasar
Green et al (2015) usia memiliki dengan rentang usia 7-12 tahun.
pengaruh yang bermakna terhadap Terapi-terapi yang dilakukan pada
perkembangan anak dengan ASD. sekolah tersebut yaitu terapi perilaku,
Anak dengan ASD harus diberikan terapi Applied Behavior Analysis
(ABA), terapi wicara, terapi visual, Metode Penelitian
dan terapi sensori integrasi. Terapi
tersebut disesuaikan kembali dengan Penelitian ini merupakan
kebutuhan dari masing-masing anak penelitian kuantitatif dengan desain
itu sendiri dan di dalam terapi tersebut pre experiment dengan rancangan pre
diselipkan permainan–permainan and post test without control group
dalam setiap kegiatannya seperti yaitu desain yang hanya memberikan
bermain bola, lompat trambolin, perlakuan pada satu kelompok
terowongan, menggambar, mewarnai, intervensi tanpa pembanding.
menyusun puzzle dan lain sebagainya. Penelitian ini membandingkan
Terapi bermain secara khusus seperti kemampuan motorik halus anak
terapi bermain menggunting kertas dengan ASD di SLB Bina Anak
untuk meningkatkan motorik halus Bangsa Pontianak sebelum dan
siswa dengan ASD belum pernah sesudah dilakukan intervensi terapi
dilakukan secara rutin dan terstruktur. bermain menggunting kertas
Berdasarkan paparan diatas, (Dharma, 2015). Sampel pada
masih kurangnya kemampuan penelitian ini berjumlah 16 orang
motorik halus ASD maka peneliti siswa dengan diagnosa ASD di SLB
merasa penting untuk melakukan Bina Anak Bangsa Pontianak. Teknik
penelitian yang berjudul “Pengaruh sampling pada penelitian ini adalah
Terapi Bermain Menggunting Kertas nonprobability sampling yaitu Total
terhadap Peningkatan Motorik halus Sampling.
pada Anak dengan Autism Spectrum
Disorders (ASD) di SLB Bina Anak
Bangsa Pontianak”.

Hasil Penelitian
1. Karakteristik responden berdasarkan usia dan jenis kelamin

Variabel f (%)

7 5 31,3
8 3 18,8
Usia 9 4 25
10 2 12,5
11 0 0
12 2 12,5

Jenis Kelamin Laki-laki 13 81,3


Perempuan 3 18,8

1) Usia yang bervariasi mulai dari 7


Responden pada penelitian ini tahun hingga 12 tahun. Usia
berjumlah 16 orang dengan usia termuda adalah 7 tahun 9 bulan
dan usia tertua adalah 12 tahun 1 buruk dibandingkan dengan anak
bulan. Usia terbanyak pada ASD usia 7 tahun.
responden adalah 7 tahun yaitu 5 Menurut Raharjo (2014)
orang, hal ini dikarenakan menyatakan bahwa usia dapat
populasi ditempat penelitian mempengaruhi bagaimana
ditemukan paling banyak 7 seseorang dapat memiliki
tahun. Pada usia ini, konsentrasi yang kuat, semakin
perkembangan motorik halus bertambah usia maka konsentrasi
anak lebih sempurna, dan anak semakin baik karena telah
terkoordinasi dengan baik, mempunyai pengalaman dan
seiring bertambahnya berat dan pelajaran baik di sekolah, di
kekuatan badan anak. Anak-anak rumah dan di lingkungan.
terlihat sudah mampu Pengalaman juga tidak
mengontrol dan mengkoordinasi berpengaruh terhadap
gerakan tubuhnya seperti tangan kemampuan motorik halus pada
dan mata dengan baik. anak dengan ASD di SLB Bina
Menurut Green et al (2015) Anak Bangsa Pontianak.
usia memiliki pengaruh yang Berdasarkan dari kelas anak ASD
bermakna terhadap tersebut, ada anak ASD yang
perkembangan anak dengan duduk dikelas 1 dan memiliki
ASD. Menurut Sutadi (2011) kemampuan motorik halus yang
banyak anak dengan ASD lebih baik dibandingkan dengan
mengalami developmental delay anak ASD di kelas 2 dan kelas 3.
(keterlambatan perkembangan)
salah satunya yaitu motorik halus 2) Jenis Kelamin
sehingga anak harus diberikan Karakteristik responden pada
terapi sedini mungkin sehingga penelitian lebih banyak dialami
akan memberikan efek yang baik oleh laki-laki yaitu 13 orang laki-
karena sehubungan dengan laki (81,3%) dan 3 orang
plastisitas otak disebut juga perempuan (13,3%).
pemetaan kembali otak (cortical Berdasarkan screening
re-mapping). sebelumnya, yang memenuhi
Penelitian ini ditemukan hasil kriteria didapat laki-laki lebih
bahwa usia tidak berpengaruh banyak sehingga laki-laki
terhadap peningkatan motorik menjadi responden yang
halus pada anak dengan ASD di mendominasi dalam penelitian
SLB Bina Anak Bangsa ini.
Pontianak. Anak ASD dengan Tingginya angka kejadian
usia yang lebih tua tidak menjadi ASD pada laki-laki disebabkan
acuan bahwa kemampuan karena laki-laki lebih banyak
motorik halusnya lebih baik dari memproduksi hormon
anak ASD yang lebih muda. testosteron sedangkan
Hasil pada penelitian ini perempuan lebih banyak
ditemukan ada anak ASD dengan memproduksi hormon estrogen.
usia 12 tahun yang memiliki Banyaknya produksi hormon
kemampuan motorik halus yang estrogen pada perempuan
menyebabkan meningkatnya keadaannya yaitu hormon
kinerja dari gen yang mengatur estrogen.
fungsi otak yaitu Retinoic Acid Penelitian ini ditemukan
Receptor-Related Orphan bahwa tidak terdapat pengaruh
Receptor-Alpha (RORA) jenis kelamin terhadap
sedangkan hormon testoteron peningkatan motorik halus pada
justru menghambat kinerjanya. anak dengan ASD. Penelitian ini
Selain itu ditemukan bahwa bertolak belakang dengan
kinerja RORA lebih rendah pada Supekar et al. (2013) yang
ASD dibandingkan pada orang menyatakan bahwa pada
normal (Sarachana, Minyi, Ray- perempuan dengan ASD kerap
Chang & Valerie, 2011). tidak mengulang-ulang
Hasil ini tidak jauh berbeda perbuatannya dan perilakunya
dengan penelitian sebelumnya lebih terbatas dibandingkan
oleh Rinja (2015) yang dengan laki-laki. Hal ini berefek
menyatakan bahwa ASD lebih pada fungsi motorik, gejala-
banyak dialami oleh laki-laki gejala pada perempuan lebih
daripada perempuan dengan ringan daripada laki-laki
perbandingan 4 : 1 karena sehingga perkembangan motorik
perempuan memiliki hormon halus pada perempuan dengan
yang dapat memperbaiki ASD lebih baik dibandingkan
laki-laki dengan ASD.

2. Pengaruh Terapi Bermain Menggunting Kertas terhadap Peningkatan


Motorik Halus pada Anak dengan Autism Spectrum Disorders (ASD) di
SLB Bina Anak Bangsa Pontianak

Tabel 2. Kemampuan motorik halus sebelum dan sesudah

Variabel N Median (Min-Maks)

Sebelum 4,50(3-7)
Kemampuan
16
Motorik Halus Sesudah 6,50(3-9)

Sumber : Data primer yang telah diolah 2017

Penelitian ini dilakukan terhadap peningkatan motorik


intervensi terapi bermain halus pada anak dengan ASD di
menggunting kertas sebanyak 4 SLB Bina Anak Bangsa Pontianak.
kali selama 2 minggu dengan Data responden mengalami
menggunakan pola garis lurus dan peningkatan pada kemampuan
garis lengkung secara bergantian motorik halus setelah diberikan
dan menunjukkan bahwa Ha intervensi terapi bermain
diterima yaitu ada pengaruh terapi menggunting kertas sebanyak 4
bermain menggunting kertas kali. Namun dari 16 responden
terdapat 3 responden yang tidak merupakan salah satu cara untuk
mengalami perubahan melatih kemampuan otot-otot
kemampuan motorik halus tangan dan koordinasi antara
walaupun telah diberikan tangan dan mata.
intervensi sebanyak 4 kali selama Periode perkembangan anak
2 minggu. Responden tampak diperlukan rangsangan atau
tidak tertarik untuk mengikuti stimulasi untuk meningkatkan
intruksi yang diberikan oleh potensi pada anak yaitu
peneliti maupun guru yang perkembangan motorik halus.
mendampingi saat penelitian Salah satu rangsangan atau
berlangsung. Selain itu responden stimulasi yang diberikan untuk
memiliki gerakan tangan yang mengembangkan kemampuan
kaku dan mengamuk ketika di motorik halus adalah dengan
bimbing untuk melakukan permainan menggunting kertas.
kegiatan menggunting kertas. Kegiatan terapi menggunting
Ketiga responden tersebut yang dilakukan secara rutin dan
tergolong ke dalam ASD level 3 terstruktur dapat menghantarkan
yaitu yang ditandai dengan stimulus ke sistem saraf pusat,
keterhambatan komunikasi sosial dimana terapi menggunting dapat
yang parah seperti terus melatih koordinasi dan kekuatan
mengucapkan kata-kata yang otot-otot kecil. Stimulus akan
sama. Selain itu, responden juga melewati serentetan sinaps pada
mempunyai perilaku berulang jaringan saraf, sehingga di masa
terbatas yang mengganggu yang akan datang akan lebih
keberfungsian suatu tindakan. mampu menghantarkan sinyal
Perlu dilakukan intervensi lebih yang sama akibat dari reseptor
dari 2 minggu dan secara rutin sinaps yang telah terbiasa
untuk meningkatkan kemampuan menerima informasi yang sama,
motorik halus anak ASD level 3. proses ini disebut neuroplastisitas.
Anak-anak dengan ASD Neuroplastisitas merupakan
sebagian besar sering mengalami kemampuan otak manusia untuk
keterlambatan dalam motorik berubah sesuai dengan
halus, anak tampak tidak terampil pengalaman atau stimulus yang
dalam menggunakan otot-otot didapat oleh otak. Otak terdiri dari
kecil, kurangnya kekuatan tangan sel-sel saraf (neuron) dan sel glial
dan kurang adanya motivasi untuk (neuroglial) yang saling
berpartisipasi untuk berpartisipasi berhubungan dan berbagai
dalam beberapa kegiatan. Terapi stimulus yang terjadi dapat
bermain menggunting kertas mengakibatkan perubahan
dilakukan untuk menarik perhatian kekuatan koneksi satu sama lain
anak ASD sehingga mau ikut serta (Sutadi, 2011).
dalam permainan, suasana bermain Selain itu, terapi bermain
yang menyenangkan akan menggunting kertas dapat
berpengaruh baik terhadap meningkatkan motorik halus
perkembangan anak ASD. Selain karena dapat mengembangkan
itu, bermain menggunting otot-otot di ibu jari, jari telunjuk,
jari tengah, dan pergelangan spastik pada tahap pra tindakan,
tangan pada saat membuka dan siklus I hingga siklus II.
menutup bilah gunting (Setyorini, Selain itu penelitian
2016). Keterampilan dalam sebelumnya oleh Setyorini (2016)
menggunting membutuhkan juga membuktikan terdapat
konsentrasi serta ketelitian pengaruh positif bermain
sehingga mampu mengikuti menggunting kertas terhadap
instruksi dan memiliki koordinasi peningkatan motorik halus pada
tangan-mata yang baik (Raharjo, siswa TK ABA Thoyibah
2014). Terapi ini juga dilakukan Banyuanyar. Pada pra tindakan
dengan maksud agar tercipta rata-rata kemampuan motorik
suasana belajar yang halus anak sebesar 43%, pada
menyenangkan sehingga anak siklus I meningkat menjadi 96%
dapat berpartisipasi tanpa paksaan dan pada siklus II meningkat
(Novita, 2016). sebesar 100%.
Penelitian terkait dengan
terapi bermain menggunting Kesimpulan
dilakukan oleh Raharjo (2014)
Berdasarkan hasil penelitian dan
menyatakan bahwa terdapat
pembahasan mengenai Pengaruh
perbedaan perkembangan motorik
Terapi Bermain Menggunting Kertas
halus anak autisme sebelum
Terhadap Peningkatan Motorik Halus
dengan setelah terapi bermain
Pada Anak dengan Autism Spectrum
menggunting di Sekolah Luar
Disorders (ASD) di SLB Bina Anak
Biasa (SLB) Negeri Semarang.
Bangsa Pontianak maka dapat
Terdapat 24 anak yang pada
disimpulkan bahwa karakteristik
awalnya dengan motorik halus
responden berdasarkan jenis kelamin
kurang baik, setelah diberikan
didapatkan jenis kelamin laki-laki
terapi bermain menggunting kertas
yaitu 13 orang dan perempuan 3
meningkat menjadi baik. Hal ini
orang. Sedangkan berdasarkan usia
menunjukkan bahwa terapi ini
didapatkan bahwa usia responden
berpengaruh terhadap
dalam penelitian ini bervariasi mulai
perkembangan motorik halus.
dari 7 tahun hingga 12 tahun.
Penelitian sebelumnya oleh
Novita (2016) terhadap anak Hasil uji analisis wilcoxon
dengan cerebral palsy tipe spastik menunjukkan bahwa terdapat
di SLB Rela Bhakti I Gamping, pengaruh terapi bermain
diberikan terapi bermain kirigami menggunting kertas terhadap
yaitu merupakan seni peningkatan motorik halus pada anak
menggunting kertas yang berasal dengan ASD diSLB Bina Anak
dari jepang. Anak diberikan terapi Bangsa Pontianak yang dibuktikan
bermain kirigami sebanyak 2 dengan nilai p = 0,001 ≤ 0,05.
siklus selama 2 minggu, setiap
siklusnya dilakukan sebanyak 2 Daftar Pustaka
kali intervensi dan didapatkan
peningkatan keterampilan motorik American Psychiatric Association.
halus siswa cerebral palsy tipe (2013). Diagnostic and
Statistical Manual of Mental
Disorder Edition “DSM 5”. Cerebral Palsy Tipe Spastik di
Washinton DC : American SLB Rela Bhakti I Gamping.
Psychiatric Publising. WIDIA ORTODIDAKTIKA,
Volume 5, Nomor 5.
Centers for Disease Control and
Prevention. (2015). Autism Dharma, KK. (2015). Metodologi
Spectrum Disorder. Diakses Penelitian Keperawatan:
dari: Panduan Melaksanakan dan
http://www.cdc.gov/ncbddd/a Menerapkan Hasil Penelitian.
utism/data.html Jakarta: Trans InfoMedia.
Hazliansyah.(2013, april 9). 112.000 Lestari, Gamayanti, & Herini. (2016).
Anak Indonesia Diperkirakan Pengalaman Pengasuh Utama
Menyandang Autisme. Dalam Memenuhi Perawatan
Republika. Diri Remaja Dengan
http://republika.co.id/berita/n Gangguan Spektrum Autis Di
asional/umum/13/04/09/mkz2 Kota Pontianak, Kalimantan
un-112000-anak-indonesia- Barat : Studi Kualitatif.
diperkirakan-menyandang- Electronic Theses and
autisme Di Akses tanggal 10 Dissertations : Gadjah Mada
Februari 2017 pukul 19.05 University
WIB
Lloyd, macDonald, & Lord, 2014.
Badan Pusat Statistik. (2010). The relationship of motor
Informasi mengenai autisme skills and adaptive behavior
dan pendidikannya. Diakses skills in young children with
dari autism spectrum disorders.
http://www.ditbb.or.id//new Res Autism Spectr Disord.
2013 Nov 1; 7(11): 1383–
Bastable, Susan B. (2002). Perawat 1390. doi:
Sebagai Pendidik: prinsip- 10.1016/j.rasd.2013.07.020
prinsip pengajaran dan
pembelajaran. Alih bahasa Lin, LY., Cherng, RJ., Chen, YJ.
Gerda Wulandari. Jakarta : (2017): Effect of Touch
EGC Screen Tablet Use on Fine
Motor Development of Young
Green et al. (2015). Neurobiology of Children, Physical &
Sensory Overresponsivity in Occupational Therapy In
Youth With Autism Spectrum Pediatrics, DOI:
Disorders. JAMA 10.1080/01942638.2016.1255
Psychiatry. 2015;72(8):778- 290
786.
doi:10.1001/jamapsychiatry.2 Santrock, John W. (2011).
015.0737 Perkembangan Anak Edisi 7
Jilid 2. (Terjemahan: Sarah
Novita, GC. (2016). Peningkatan Genis B) Jakarta: Erlangga.
Keterampilan Motorik Halus
Melalui Kirigami pada Siswa
Juneja, A. (2016). Therapeutic role of
play therapy : A Review. IJSR
- International Journal Of
Scientific Research. Volume :
5(10) 291-292.

Raharjo, DS., Alfiyanti, D., Purnomo,


SE. (2014). Pengaruh Terapi
Bermain Menggunting
terhadap Peningkatan Motorik
Halus pada Anak Autisme
Usia 11-15 Tahun di Sekolah
Luar Biasa Negeri Semarang.
Jurnal Ilmu Keperawatan dan
Kebidanan (JIKK).
Sarachana, Minyi, Ray-Chang,
Valerie. (2011). Sex
Hormones in Autism:
Androgens and Estrogens
Differentially and
Reciprocally Regulate RORA.
a Novel Candidate Gene for
Autism.
https://doi.org/10.1371/journa
l.pone.0017116
Supekar et al. (2013). Brain hyper-
connectivity in children with
autism and its links to social
deficits. HHS Public Access.
Doi :
10.1016/j.celrep.2013.10.001
Sutaji, R. (2011). Intervensi Dini
Autisme. Diakses dari
http://backtoaba.com/index.p
hp

Anda mungkin juga menyukai