ABSTRAK
ABSTRACT
1
Nursing Student- Faculty of Medicine, Tanjungpura University
2
Department of Nursing Children, STIK Muhammadiyah Pontianak
3
Lecture of Nursing Faculty of Medicine, Tanjungpura University
Latar Belakang 2016, kasus penyandang
cacat/disabilitas di Kalimantan Barat
Autisme spectrum disorder berjumlah 20.204 orang. Berdasarkan
(ASD) adalah gangguan laporan 5 tempat penanganan anak
perkembangan kompleks yang dapat dengan ASD di kota Pontianak pada
menyebabkan masalah dalam tahun 2014 terdapat 81 anak dengan
berpikir, perasaan, berbahasa dan ASD. Pada tahun 2015 terjadi
kemampuan untuk berinteraksi peningkatan mencapai 130 orang
dengan orang lain. Keadaan ini yaitu 61 usia anak-anak (0-10 tahun),
merupakan kelainan neurologis, yang 66 usia remaja (10-19 tahun), dan 3
berarti mempengaruhi fungsi otak. orang usia dewasa (Lestari,
Efek ASD dan keparahan gejala Gamayanti, & Herini, 2016).
berbeda pada setiap orang (APA, Setiap aktifitas yang dilakukan
2013). oleh manusia tidak lepas dari
Menurut United Nations penggunaan kemampuan gerakan
Educational, Scientific and Cultural motorik kasar dan motorik halus.
Organization (UNESCO) angka Anak-anak dengan ASD sering
penyandang ASD pada tahun 2011 mengalami keterampilan motorik
tercatat 35 juta orang di dunia dengan halus yang tertunda dan menjadi
rata-rata 6 dari 1000 orang dengan semakin tertunda seiring
ASD (Hazliansyah, 2013). Data dari bertambahnya usia (Lloyd,
Centre for Disease Control and macDonald, & Lord, 2014). ASD
Prevention (CDC) di Amerika Serikat mengalami gangguan fungsi
pada tahun 2015, didapatkan angka sensorik/motorik pada otak dan
kejadian ASD adalah 1 dari 68 anak menyebabkan terjadinya defisit dalam
usia 8 tahun. Secara lebih spesifik 1 perkembangan motorik halusnya.
dari 42 anak laki-laki dan 1 dari 189 Kecanggungan dalam bertindak dapat
anak perempuan (CDC, 2015). terjadi seperti menggambar,
Indonesia belum ditemukan mengetik, menulis, menggunting,
data yang akurat mengenai jumlah mengikat tali sepatu, bermain,
ASD, namun pada tahun 2013 menggerakkan anggota tubuh, dan
Direktur Bina Kesehatan Jiwa bertepuk tangan (Lin, 2017).
Kementrian Kesehatan pernah Gangguan-gangguan motorik halus
menduga jumlah anak dengan ASD di tersebut tidak bersifat permanen,
Indonesia sebanyak 112.000 jiwa kemampuan motorik halus pada autis
dengan rentang usia 5-19 tahun dapat dikembangkan melalui kegiatan
(Hazliansyah, 2013). Angka ini melatih kekuatan dan koordinasi otot-
berdasarkan hitungan prevalensi ASD otot kecil yang kontinu secara rutin
sebesar 1,68% per 1000 anak di (Santrock, 2011).
bawah 15 tahun dengan jumlah anak Terapi yang efektif digunakan
usia 5-19 tahun di Indonesia sebanyak untuk meningkatkan kemampuan
66.000.805 jiwa (BPS, 2010). Tahun motorik halus adalah terapi bermain
2015 sendiri diperkirakan terdapat yang bekerja pada anak-anak dengan
134.000 ASD (Judarwanto, 2015). cara mengembangkan keterampilan-
Menurut data dari Dinas Sosial keterampilan baru yang disukai oleh
Provinsi Kalimantan Barat pada tahun anak itu sendiri (Juneja, 2016). Salah
satu terapi bermain yang digunakan terapi sedini mungkin sehingga akan
adalah terapi bermain menggunting memberikan efek yang baik dan pada
kertas. Terapi ini terbukti dapat usia 7-12 tahun merupakan usia dimana
meningkatkan motorik halus pada anak anak lebih aktif dalam beraktifitas.
dengan ASD karena dapat melatih Hasil penelitian terkait terapi bermain
perkembangan otot-otot kecil dan menggunting kertas juga didukung
koordinasi mata dengan anggota tubuh penelitian dari Novita (2016)
lain sehingga membantu menyatakan bahwa seni menggunting
perkembangan saraf motorik halus kertas dengan nama kirigami yang
(Raharjo, 2014). dilakukan sebanyak 2 kali seminggu
Perawat sebagai pendidik selama 2 minggu dapat meningkatkan
mempunyai peran yang besar bagi keterampilan motorik halus pada
perkembangan pada anak siswa dengan cerebral palsy tipe
berkebutuhan khusus, salah satunya spastik.
anak dengan ASD. Perawat dapat Berdasarkan data dari Dinas
memberikan informasi terkait Pendidikan Kota Pontianak
penanganan anak dengan ASD dan didapatkan bahwa terdapat beberapa
mempunyai kewajiban memberikan Sekolah Berkebutuhan Khusus di
pelayanan yang berkualitas pada Pontianak yaitu di SLB Autis
anak dengan ASD yang mengalami berjumlah 35 siswa, SDLB Dharma
keterlambatan dalam perkembangan Asih (B) berjumlah 71 siswa, SDLB
motorik halus (Bastable, 2002). Dharma Asih (C) berjumlah 85 siswa,
Terdapat beberapa penelitian SLB Cahaya bangsa Khatulistiwa
yang telah membuktikan bahwa terapi berjumlah 93 siswa, dan di SLB Bina
bermain menggunting memiliki Anak Bangsa berjumlah 117 siswa.
pengaruh terhadap peningkatan Berdasarkan data tersebut dapat
motorik halus. Penelitian sebelumnya disimpulkan bahwa siswa dengan
yang dilakukan oleh Raharjo (2014) ASD terbanyak adalah di SLB Bina
menunjukkan bahwa setelah anak Bangsa Pontianak sehingga
diberikan terapi bermain peneliti melakukan studi pendahuluan
menggunting terdapat peningkatan di SLB Bina Anak Bangsa Pontianak
motorik halus pada anak autis usia 11 pada tanggal 14 Februari 2017
– 15 tahun. Namun, penelitian ini didapatkan data sebanyak 72 siswa
mempunyai keterbatasan, yaitu sampel dari tingkat Sekolah Dasar sampai
yang digunakan hanya pada siswa tingkat Sekolah Menengah Atas
dengan diagnosa Autis Murni pada usia mengalami ASD.
11-15 tahun, sedangkan pada penelitian SLB Bina Anak Bangsa
yang akan dilakukan menggunakan
Pontianak mempunyai siswa yang
sampel siswa dengan diagnosa Autism
mengalami kekurangan atau
Spectrum Disorders (ASD) yang terdiri
keterlambatan dalam perkembangan
dari Autis, PDD-Nos, Sindrom
Asperger, dan disintegratif masa anak- motorik halus yaitu kelas 1 sampai
anak pada usia 7-12 tahun. Menurut dengan kelas 3 tingkat Sekolah Dasar
Green et al (2015) usia memiliki dengan rentang usia 7-12 tahun.
pengaruh yang bermakna terhadap Terapi-terapi yang dilakukan pada
perkembangan anak dengan ASD. sekolah tersebut yaitu terapi perilaku,
Anak dengan ASD harus diberikan terapi Applied Behavior Analysis
(ABA), terapi wicara, terapi visual, Metode Penelitian
dan terapi sensori integrasi. Terapi
tersebut disesuaikan kembali dengan Penelitian ini merupakan
kebutuhan dari masing-masing anak penelitian kuantitatif dengan desain
itu sendiri dan di dalam terapi tersebut pre experiment dengan rancangan pre
diselipkan permainan–permainan and post test without control group
dalam setiap kegiatannya seperti yaitu desain yang hanya memberikan
bermain bola, lompat trambolin, perlakuan pada satu kelompok
terowongan, menggambar, mewarnai, intervensi tanpa pembanding.
menyusun puzzle dan lain sebagainya. Penelitian ini membandingkan
Terapi bermain secara khusus seperti kemampuan motorik halus anak
terapi bermain menggunting kertas dengan ASD di SLB Bina Anak
untuk meningkatkan motorik halus Bangsa Pontianak sebelum dan
siswa dengan ASD belum pernah sesudah dilakukan intervensi terapi
dilakukan secara rutin dan terstruktur. bermain menggunting kertas
Berdasarkan paparan diatas, (Dharma, 2015). Sampel pada
masih kurangnya kemampuan penelitian ini berjumlah 16 orang
motorik halus ASD maka peneliti siswa dengan diagnosa ASD di SLB
merasa penting untuk melakukan Bina Anak Bangsa Pontianak. Teknik
penelitian yang berjudul “Pengaruh sampling pada penelitian ini adalah
Terapi Bermain Menggunting Kertas nonprobability sampling yaitu Total
terhadap Peningkatan Motorik halus Sampling.
pada Anak dengan Autism Spectrum
Disorders (ASD) di SLB Bina Anak
Bangsa Pontianak”.
Hasil Penelitian
1. Karakteristik responden berdasarkan usia dan jenis kelamin
Variabel f (%)
7 5 31,3
8 3 18,8
Usia 9 4 25
10 2 12,5
11 0 0
12 2 12,5
Sebelum 4,50(3-7)
Kemampuan
16
Motorik Halus Sesudah 6,50(3-9)