Anda di halaman 1dari 25

TUGAS METODE PENELITIAN KUANTITATIF

PENGARUH PERMAINAN JEJAK KAKI TERHADAP KEMAMPUAN


MOTORIK KASAR PADA ANAK ASD

PROPOSAL PENELITIAN KUANTITATIF

IZZATURRAHMA P27228022207

PRODI AHLI JENJANG TERAPI OKUPASI

POLTEKKES KEMENKES SURAKARTA

2022
1

BAB I

PENDAHULUAN
Pada bab ini akan dibahas tentang latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan
penelitian, dan manfaat penelitian yang secara detail akan dibahas dibawah ini.
A. Latar Belakang Masalah
Anak yang lahir ke dunia selalu memiliki kesempatan untuk berkembang
secara optimal sesuai dengan kemampuannya, tidak terkecuali anak dengan Autism
Spectrum Disorder (ASD). Menurut Tim Pengembang Kurikulum PK-PLK (2016),
autisme merupakan gangguan perkembangan neurobiologis yang sangat kompleks
dalam kehidupan yang panjang, yang meliputi gangguan pada aspek perilaku,
interaksi sosial, komunikasi dan bahasa, serta gangguan emosi dan persepsi sensori
bahkan pada aspek motoriknya.
Sebagian anak Autism Spectrum Disorder (ASD) memiliki gangguan atau
keterlambatan dalam perkembangan motorik kasar. Menurut Pamoedji dalam
(Rahim, Taryatman and Hangestiningsih, 2020) pada anak autisme gerakan motorik
terkadang mengalami gangguan karena sensitivitas terhadap sensori yang juga
terganggu. Anak-anak dengan autisme menunjukkan sejumlah ketidakmampuan
motorik. Termasuk koordinasi tubuh yang buruk, kelainan gaya berjalan, kemampuan
motorik yang kurang terampil dan defisit kemampuan motorik terjadi karena kelainan
neurofungsional otak kecil. Defisit kemampuan motorik pada autisme memiliki
hubungan substansial dengan fungsi komunikatif dan sosial, karena bidang
keterampilan ini bergantung pada integrasi respon sensorik dan motorik (El Shemy
and El-Sayed, 2018).
Hembing Wijayakusuma (2004), juga menambahkan bahwa kemampuan
motorik kasar merupakan kemampuan beraktifitas menggunakan otot-otot besar yang
termasuk kemampuan motorik gerak dasar. Maka dari itu kemampuan motorik kasar
anak perlu dilatih karena kemampuan motorik kasar berpengaruh terhadap tingkat
kemampuan motorik halus yang tujuan akhirnya adalah dapat meningkatkan aspek
kehidupan anak secara kompleks. Suryana (2019) menjelaskan bahwa aktivitas yang
menggunakan otot-otot besar dibagi menjadi 3 jenis yaitu gerak lokomotor meliputi
gerak tubuh yang berpindah tempat. gerak nonlokomotor yaitu menggerakan anggota
tubuh dengan posisi diam di tempat dan gerak manipulative yaitu lebih banyak
melibatkan tangan dan kaki tetapi bagian tubuh yang lain juga dapat digunakan.
2

Adapun unsur-unsur kemampuan motorik kasar menurut Komaini (2018) yaitu


kekuatan, koordinasi, kecepatan, keseimbangan, kelenturan dan kelincahan. Terdapat
beberapa tahapan dalam pembelajaran motorik kasar yaitu tahap memahami konsep
gerak, tahap menyesuaikan gerak atau mencoba gerak, dan tahap untuk mengulangi
gerakan secara otomatis atau berulang-ulang.
Adapun salah satu metode untuk meningkatkan kemampuan motorik kasar
anak dengan bermain. Reilly (1947) mengungkapkan permainan/bermain sebagai
media utama dalam mengembangkan keterampilan motorik anak (Askins & Diasio,
2013). Hasil penelitian menunjukan bahwa permainan fungsional dalam bentuk
aktivitas fisik dapat meningkatkan keterampilan motorik kasar anak dengan autisme
(Handayani et al., 2018). Salah satu permainan dalam bentuk aktivitas fisik yang ada
di Indonesia ialah permainan jejak kaki. Permainan ini merupakan salah satu
permainan yang dirancang untuk mengembangkan kecerdasan kinestetik dengan
berpedoman pada permainan berbasis multiple intelligence sehingga anak lebih
tertarik melakukan gerak motorik kasar yang meliputi kelenturan, kelincahan,
kekuatan, dan stimulasi secara optimal (Kartikawati, 2012).
Di Indonesia sendiri belum banyak penelitian mengenai permainan jejak kaki
ini serta belum terdapat penelitian yang mengkaji tentang pengaruh permainan ini
terhadap keterampilan motorik kasar pada anak ASD.
Berdasarkan penjelasan diatas, penelitian ini akan membahas tentang
Pengaruh permainan jejak kaki terhadap kemampuan motorik kasar pada anak
Autism Spectrum Disorder (ASD).
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka rumusan masalah dalam
penelitian ini adalah “Apakah permainan jejak kaki berpengaruh terhadap
keterampilan motorik kasar pada anak Autism Spectrum Disorder (ASD) di Klinik
Lalita Alam Sutera?
C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh permainan jejak
kaki terhadap keterampilan motorik kasar pada anak Autism Spectrum
Disorder.
2. Tujuan Khusus
3

a. Mengetahui apakah terdapat perubahan kemampuan locomotor anak


Autism Spectrum Disorder (ASD) saat sebelum dan sesudah dilakukan
latihan permainan jejak kaki.
b. Mangetahui apakah terdapat perubahan kemampuan object control
(mengontrol objek) anak Autism Spectrum Disorder (ASD) saat sebelum
dan sesudah dilakukan latihan permainan jejak kaki.
c. Mengetahui kemampuan motorik yang paling berpengaruh setelah
dilakukan latihan permainan jejak kaki.
D. Manfaat penelitian
1. Manfaat teoritis
Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan perbandingan atau
referensi untuk penelitian yang akan datang, yang terkait dengan variabel yang
sama dengan penelitian ini.
2. Manfaat Praktis
a. Bagi Terapis Okupasi
Menjadikan permainan jejak kaki sebagai salah satu modalitas bermain
untuk anak Autism Spectrum Disorder (ASD) dan sebagai salah satu intervensi
yang diberikan terapis okupasi pada anak Autism Spectrum Disorder (ASD).
b. Bagi Keluarga Pasien
Menjadi salah satu referensi media permainan yang dapat dilakukan
kepada anak-anak Autism Spectrum Disorder (ASD) dirumah.
4

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA
A. Kajian Teori
1. Autism Spectrum Disorder (ASD)
Autism Spectrum Disorder (ASD) adalah gangguan perkembangan
yang ditandai dengan adanya gangguan dalam kemampuan bahasa dan
komunikasi, interaksi sosial, dan bermain, diiringi dengan perilaku repetitive
(perilaku berulang-ulang) dan restricted (gangguan minat) (American
Psychiatric Association, 2013). Menurut DSM V, diagnosa Autism Spectrum
Disorder (ASD) bisa ditegakkan jika anak telah menunjukkan gejala sejak
masa kanak. Selain itu, gejala juga menunjukkan bahwa anak memiliki
persoalan dalam hal sosial dan perilaku dibandingkan anak-anak seusianya.
(Raising Children Network, 2013).
Individu dengan gangguan autism menunjukkan penyakit dan
gangguan lain, seperti misalnya penyakit genetik (20-30%), gangguan
kecemasan (11-84%), epilepsi, kelainan fisik, gangguan tidur, keterbelakangan
mental (20-70%) dan juga gangguan fungsi motorik. Gangguan koordinasi
fungsi motorik tersebar luas pada semua individu dengan gangguan autis.
Sebesar 60–80% penderita autisme memiliki gangguan motorik, termasuk
hipotonia, perencanaan gerakan yang buruk dan memiliki gangguan dengan
berjalan berjinjit (Zikl et al, 2016).
Menurut hasil penelitian yang dilakukan Center For Disease Control
and Prevention (2013) di Amerika Serikat melaporkan bahwa prevalensi anak
dengan ASD meningkat menjadi 1 berbanding 50 dalam kurun waktu setahun
terakhir, hal tersebut bukan hanya terjadi di negara-negara maju seperti
Inggris, Australia, Jerman dan Amerika, namun juga terjadi di negara
berkembang seperti Indonesia. Prevalensi ASD di dunia saat ini mencapai 15-
20 kasus per 10.000 anak atau berkisar 0,15 – 0,20%. WHO pada tahun 2013
menyatakan prevalensi autism di Indonesia sekitar 8 dari 1000 anak. Angka
ini melampaui rata-rata dunia yaitu 6 dari 1000 anak mengalami
gangguan tersebut (Oktaviana et al., 2018). Kondisi ini 5 kali lebih banyak
pada anak laki-laki daripada perempuan (Park et al., 2016). Menurut data
5

BPS (Badan Penelitian Statistik) pada tahun 2015, menunjukkan bahwa


persentase usia anak antara 0-14 tahun yang menyandang ASD di DKI Jakarta
sebanyak 24,8% (Kemendikbud Jakarta, 2017). Menurut data dari Kemenkes
pada periode tahun 2020-2021 dilaporkan sebanyak 5.530 kasus gangguan
perkembangan pada anak, termasuk gangguan spektrum autisme yang
mendapatkan layanan di Puskesmas.
Menurut asosiasi American Academy of Pediatrics (AAP, 2006),
bahwa belum ada faktor penyebab yang pasti mengenai ASD. Namun ada
beberapa faktor pemicu seperti pola asuh yang salah, genetika, kelainan
kromosom dan gen, anggota keluarga yang memiliki anak kembar,
kemungkinan saudara kandungnya juga memiliki beberapa bentuk ASD 10
kali lebih tinggi daripada populasi umum. Faktor lingkungan juga dapat
berperan sekunder, tetapi ini belum terbukti. Kondisi medis tertentu, seperti
sindrom X, sklerosis tuberous, sindrom rubella kongenital, Dua obat resep
yang berpotensi dikaitkan dengan ASD adalah Thalidomide dan valproate,
namun belum diketahui secara pasti, vaksin yang mengandung pengawet
merkuri (AAP, 2006).
Beberapa kriteria dalam penegakkan diagnosis Autism Spectrum
Disorder (ASD) yang ditetapkan dalam DSM-V (American Psychiatric
Association, 2013) adalah sebagai berikut:
1. Kesulitan dalam komunikasi dan interaksi sosial yang bersifat menetap
pada berbagai konteks.
a. Kesulitan dalam kemampuan komunikasi sosial dan emosional.
Contohnya kemampuan sosialisasi yang tidak normal dan
kegagalan untuk melakukan komunikasi dua arah; kegagalan untuk
berinisiatif atau merespon pada interaksi sosial.
b. Terganggunya komunikasi non-verbal yang digunakan untuk
interaksi sosial, hilangnya kontak mata, bahasa tubuh dan ekspresi
wajah.
c. Adanya hambatan dalam mengembangkan, mempertahankan
hubungan. Contohnya kesulitan menyesuaikan perilaku pada
berbagai konteks sosial, kesulitan dalam bermain imajinatif atau
berteman, tidak adanya ketertarikan terhadap teman sebaya.
6

2. Perilaku yang terbatas, pola perilaku yang repetitif, ketertarikan, atau


aktivitas yang termanifestasi minimal dua dari perilaku berikut:
a. Adanya gerakan motor yang repetitif atau stereotip, pada
objekobjek atau bahasa, misalnya perilaku stereotip membariskan
mainan-mainan atau membalikkan objek.
b. Perhatian yang berlebihan pada suatu hal yang sama, rigid pada
rutinitas atau pola perilaku verbal atau non-verbal yang
diritualkan, contohnya mengalami stress ekstrim pada suatu
perubahan kecil, kesulitan pada saat adanya perubahan, serta pola
pikir yang kaku.
c. Kelekatan dan membatasi diri pada suatu ketertarikan yang
abnormal. Contoh: preokupasi pada objek-objek yang tidak biasa,
pembatasan yang berlebihan atau tidak tertarik sama sekali.
d. Hiperaktivitas/hipoaktivitas pada input sensori atau respon yang
tidak biasa pada aspek sensori dalam lingkungan. Contoh: sikap
tidak peduli pada rasa sakit atau temperatur udara, respon yang
abnormal terhadap suara atau tekstur tertentu, sensitivtas terhadap
bau atau sentuhan pada objek, memiliki ketertarikan visual pada
cahaya atau gerakan.
3. Gejala-gejala harus muncul pada periode perkembangan awal (tapi
mungkin tidak termanifestasi secara penuh sampai tuntutan sosial
melebihi kapasitas, atau mungkin dapat tertutupi dengan adanya strategi
belajar dalam kehidupannya).
4. Gejala-gejala menyebabkan gangguan signifikan pada kehidupan sosial,
pekerjaan atau setting penting lain dalam kehidupan.
5. Gangguan-gangguan ini dijelaskan dengan istilah gangguan
perkembangan intelektual (Intelectual Dissability) atau keterlambatan
perkembangan secara global.
Anak dengan kondisi ASD apabila diberikan penanganan semakin dini
maka akan menghasilkan prognosis yang semakin baik, pada umumnya anak
dengan kondisi ASD mengalami hambatan dalam belajar. Berkaitan dengan
kurangnya kemampuan sosial dan pola perilaku yang tidak sama dengan anak
normal. Anak ASD yang dideteksi dini serta langsung mendapat perawatan
dapat hidup mandiri. tergantung dari jenis gangguan autistic yang diderita
7

(National Institute of Mental Health, 2008). Pendapat lain menjelaskan bahwa


semakin buruk kondisi anak ASD maka semakin buruk hasil atau
prognosisnya, ASD merupakan gangguan yang berlangsung seumur hidup dan
tidak dapat disembuhkan. Keterbatasan anak ASD tidak hanya berkaitan
dengan karakteristik dari setiap individu namun juga berkaitan dengan
lingkungan yang ada di sekitar anak. Oleh sebab itu, lingkungan untuk anak
dengan ASD harus diadaptasi sesuai dengan kondisi dan kebutuhan dengan
mempertimbangkan aset dan limitasi yang dimiliki oleh anak. Lingkungan
yang telah diadaptasi tersebut dapat menghasilkan prognosis yang baik bagi
anak ASD (Fuentes, 2012).
2. Kemampuan motorik kasar
Motorik kasar ialah salah satu jenis aktivitas yang menggunakan peran
dari otot-otot besar, meliputi gerak dasar lokomotor, non lokomotor dan
manipulatif. Gerakan motorik kasar ialah suatu bagian dari aktivitas yang
mencakup keterampilan otot-otot besar, gerakan ini lebih menuntut kekuatan
fisik dan keseimbangan Motorik kasar berkaitan dengan gerak, dimana
gerakan yang dihasilkan membutuhkan koordinasi bagian tubuh, otot, dan
syaraf. Pengembangan motorik kasar bagi anak usia dini memiliki tujuan
yakni memperkenalkan gerakan kasar dan halus, melatih gerakan kasar dan
halus, meningkatkan kemampuan mengelola, mengontrol gerakan tubuh dan
koordinasi, dan meningkatkan keterampilan tubuh dan cara hidup sehat
(Daroyah, 2018). Kegiatan yang termasuk kedalam perkembangan motorik
kasar yaitu melompat menendang, berjalan, berlari, melempar, memukul,
mendorong, dan menarik (Sakti et al., 2021).
Kemampuan gerak dasar mempunya arti yang sama dengan
kemampuan motorik yang merupakan gerak yang berkembang seiring dengan
pertumbuhan dan kedewasaan anak. Gerakan ini pada dasarnya berkembang
seiring dengan gerakan refleks yang sebelumnya telah dimiliki dan
disempurnakan melalui proses latihan yang berulang-ulang (Ridlo, 2016).
Adapun tiga kategori dalam kemampuan gerak dasar yaitu sebagai berikut:
a. Kemampuan Lokomotor
Kemampuan lokomotor digunakan untuk memindahkan tubuh
dari satu tempat ke tempat yang lain atau untuk mengangkat tubuh ke
atas, seperti melompat, meloncat, berjalan dan berlari.
8

b. Kemampuan Non Lokomotor


Kemampuan non lokomotor dilakukan di tempat, tanpa ada
ruang gerak yang memadai. Kemampuan non lokomotor terdiri atas
menekuk dan meregang, mendorong dan menarik, mengangkat dan
menurunkan, melingkar, melambung dan lain sebagainya.
c. Kemampuan Manipulatif
Kemampuan manipulatif lebih banyak melibatkan mata dan
kaki tetapi bagian lain dari tubuh juga ikut terlibat. Kemampuan
manipulatif ini lebih banyak menggunakan koordinasi, seperti gerakan
mendorong, gerakan menangkap dan melempar bola, menendang bola
dan lain sebagainya. Ada beberapa bentukbentuk kemampuan
manipulatif yaitu seperti gerakan mendorong (melempar, memukul dan
menendang), gerakan menerima (menangkap) objek dan gerakan
memantul-mantulkan bola atau menggiring bola.
3. Kemampuan motorik kasar anak ASD
Keadaan motorik kasar pada anak ASD memiliki keadaan yang sangat
beragam. Sebagian anak dengan Autism Spektrum Disorder (ASD)
kemampuan motorik kasarnya tidak sesuai dengan usianya. Kemampuan
motorik kasar yang dimiliki oleh anak autis berada dibawah usia
perkembangan yang seharusnya. Anak yang seharusnya sudah mampu
melompat, meniti titian masih terlihat kesulitan. Begitu pula dalam
kemampuan melempar dan menangkap, gerakan terlihat kaku dan lemah.
Gerakan melempar dan menangkap tampak kurang terkoordinasi dan kekuatan
dalam melempar terlihat lemah. Menurut Pamoedji dalam (Rahim, Taryatman
and Hangestiningsih, 2020).
Pada anak ASD gerakan motorik terkadang mengalami gangguan
karena sensitivitas sensori yang juga terganggu. Anak autisme menganggap
bahwa segala sesuatu yang ditujukan kepadanya merupakan hal buruk yang
perlu mereka hindari sehingga mereka cenderung tidak melakukan berbagai
aktivitas bermain secara normal yang memerlukan keterampilan dan
koordinasi motorik yang baik (Aulia and Kartiko, 2017). Untuk gaya berjalan
dan stabilitas postural pada anak autisme berbeda dengan anak normal.
Meskipun jika dibandingkan dengan anak-anak dengan keterlambatan
perkembangan, anak-anak dengan autisme tidak menunjukkan perbedaan yang
9

signifikan dalam hal berjalan. Kondisi perkembangan mental yang tertinggal


akan membawa dampak pada kemampuan motorik anak autis yang disebabkan
adanya gangguan pada sistem saraf pusat. Hal ini ditunjukkan dengan kurang
mampu dalam aktivitas motorik untuk tugas-tugas yang memerlukan
kecepatan gerakan serta dalam melakukan reaksi gerak yang memerlukan
koordinasi motorik dan keterampilan gerak yang lebih kompleks (Bedford,
Pickles and Lord, 2016). Anak-anak dengan autisme menunjukkan sejumlah
ketidakmampuan motorik. Termasuk koordinasi tubuh yang buruk, kelainan
gaya berjalan, kemampuan motorik yang kurang terampil dan defisit
kemampuan motorik terjadi karena kelainan neurofungsional otak kecil.
Defisit kemampuan motorik pada autisme memiliki hubungan substansial
dengan fungsi komunikatif dan sosial, karena bidang keterampilan ini
bergantung pada integrasi respon sensorik dan motorik (El Shemy and El-
Sayed, 2018).
4. Permainan jejak kaki
Salah satu permainan yang mengadopsi keterampilan motorik anak
adalah permainan “Follow the Footprints!/ The Floor is Lava!” atau permainan
jejak kaki (Engel, 2018). Permainan jejak kaki merupakan permainan edukatif
yang dirancang sebagai salah satu alternative untuk mengembangkan
kemampuan motorik kasar anak. Permainan ini memiliki nama trend yang
beragam (Hwang, 2018) baik di Indonesia maupun di negara lain seperti
permainan jejak kaki, twister games, monster footprint hop atau hot lava serta
memiliki pola permainan yang beragam. permainan jejak kaki ini telah banyak
diadaptasi dan dilakukan oleh guru atau terapis sebagai salah satu modalitas
permainan anak.
Prosedur permainan permainan jejak kaki ini adalah sebagai berikut :
a. dilakukan oleh anak-anak tanpa keterbatasan fisik seperti patah
tulang, fraktur, maupun amputasi (Engel, 2018).
b. Permainan dapat dilakukan secara individu maupun berkelompok
(Hwang, 2018).
c. Permainan ini membutuhkan ruangan dengan karakteristik
keamanan lantai, ruangan, dan alas jejak, penyebaran gambar jejak
yang sesuai dengan pola atau menggunakan mat, dan kebebasan
dalam pemakaian ruangan atau tanpa distraksi (Hwang, 2018).
10

d. Gambar jejak kaki/ tangan disusun sesuai pola yang diinginkan


atau bisa menggunakan mat permainan yang sudah memiliki
cetakan pola gambar jejak kaki/tangan. Pola jejak kaki atau tangan
(foot/handprint) yang ditempelkan sangat beragam sesuai
kebutuhan.
e. Permainan ini dilakukan dengan cara anak-anak menginjak,
melompat, melangkah, atau menempelkan kaki dan tangan secara
bergantian pada gambar jejak kaki atau tangan (foot/handprint)
yang ada dilantai/mat (Fosberry & Lakhotia, 2014).
f. Anak- anak akan dilatih untuk melangkah atau melompat sesuai
pola dan menemukan cara alternatif/termudah untuk melewati
gambar jejak tersebut hingga garis finish (Fosberry & Lakhotia,
2014). Aktivitas ini bisa dikombinasikan dengan permainan lain
seperti membawa keping puzzle dari garis start menuju garis finish
dan menyusunnya.
Pada pennelitian ini permaian jejak kaki menggunakan media playmat
jejak kaki sebagai berikut:

Gambar 2.1 mat jejak kaki


11

B. Penelitian yang relevan


1. Penelitian yang dilakukan oleh Fauzia pada tahun (2012) dengan judul
“Efektifitas Bermain Berjalan di atas Jejak Kaki untuk Meningkatkkan
Keseimbangan Anak Autisme”. Penelitian ini menggunakan desain AB-A
untuk menunjukan adanya hubungan sebab akibat antara variabel terikat dan
variabel bebas. Subjek penelitian ini adalah seorang anak autis di SLB YPPA
Bukittinggi kelas III. Teknik pengumpulan data menggunakan teknik
observasi dan tes perbuatan (dengan memberi tanda ceklis pada lembar
pengamatan yang sesuai dengan kriteria pengamatan). Analisa data
menggunakan grafik garis berdasarkan pengolahan data. Dari penelitian ini
didapatkan kesimpulan bahwa bermain berjalan diatas jejak kaki efektif untuk
meningkatkan keseimbangan berjalan anak autis (Fauzia, 2012).
2. Pada penelitian berjudul “Pengaruh Permainan Jejak Kaki terhadap
Kemampuan Motorik Kasar Anak Usia 5-6 Tahun di TK Mandiri Pitue” yang
dilakukan oleh Rahmi Nurlailah, Azizah Amal, A. dan Sri Wahyuni Asti pada
tahun 2021 Dari hasil penelitian kemampuan motorik kasar anak menunjukkan
bahwa kegiatan bermain permainan jejak kaki sangat efektif digunakan untuk
membantu perkembangan motorik kasar pada anak. Pernyataan tersebut
diperkuat dengan berdasarkan hasil observasi dalam pelaksanaan permainan
jejak kaki di Taman Kanak-kanak Mandiri Pitue dimana disetiap
pertemuannya terdapat perkembangan kemampuan motorik kasar anak dalam
menyelesaikan permainan jejak kaki ini. Adapun hasil uji hipotesis yang
menggunakan perhitungan uji statistik deskriptif, uji normalitas Kolmogorov
Smirnov, dan uji Paired sampel test yang hasilnya menunjukkan bahwa rata-
rata hasil skor kemampuan motorik kasar anak sesudah diberikan treatment
kegiatan bermain permainan jejak kaki terdapat peningkatan atau perubahan
yang signifikan dibandingkan dengan kemampuan motorik kasar anak
sebelum diberikan treatment kegiatan bermain permainan jejak kaki.
3. Penelitian yang dilakukan oleh Fosberry dan Lakhotia pada tahun (2014)
dengan judul “Playing ‘the floor is lava’ in Real Life”. Penelitian ini bertujuan
untuk melihat kemungkinan melakukan permainan ini dalam situasi
sesungguhnya dan pengaruhya pada tubuh manusia dengan menganalisa sifat-
sifat lava dan memperhitungkan ketahanan manusia apabila berhadapan
12

dengan lava secara langsung berdasarkan teori yang relevan. Dari perhitungan
yang telah dilakukan, diperoleh kesimpulan bahwa permainan ini tidak
mungkin dapat dilakukan dalam situasi sesunggunya dikarenakan temperatur
lava walaupun dengan durasi yang singkat. Akan tetapi memungkinkan jika
dilakukan permainan singkat berupa “the walls are lava” apabila konveksi arus
diperhitungkan, ruangan tidak memiliki atap, dan peserta menghirup gas lava
sedikit mungkin (Fosberry & Lakhotia, 2014).
4. Trawick-Smith pada tahun (2014) melakukan tinjauan literatur dengan judul
“Physical Play and Motor Development of Young Children: A Review of
Literature and Implication for Practice”. Tujuan dari tinjauan literatur ini
adalah untuk mendeskripsikan dan menginterpretasikan pengaruh dari
permainan fisik (nol hingga lima tahun) saat dirumah dan disekolah dalam
semua area perkembangan. Penelitian ini memaparkan permainan secara fisik
memiliki pengaruh positif dalam pembelajaran dan proses berfikir. Permainan
melalui aktivitas fisik juga sangat penting dalam perkembangan emosi dan
sosial anak. Selain itu peneltian ini juga menyebutkan permainan melalui
aktivitas fisik merupakan konteks yang ideal dalam pembelajaran untuk
membentuk kehangatan dan kepercayaan dengan orang lain. Eksplorasi
lingkungan yang aktif selama waktu bermain yang melibatkan aktivitas fisik
maupun gerakan juga membantu perkembangan keterampilan motorik kasar
dengan baik (Trawick-Smith, 2014).
C. Kerangka teori
Autism Spectrum Disorder (ASD) adalah gangguan perkembangan yang
ditandai dengan adanya gangguan dalam kemampuan bahasa dan komunikasi,
interaksi sosial, dan bermain, diiringi dengan perilaku repetitive (perilaku berulang-
ulang) dan restricted (gangguan minat) (American Psychiatric Association, 2013).
Menurut Tim Pengembang Kurikulum PK-PLK (2016), autisme merupakan gangguan
perkembangan neurobiologis yang sangat kompleks dalam kehidupan yang panjang,
yang meliputi gangguan pada aspek perilaku, interaksi sosial, komunikasi dan bahasa,
serta gangguan emosi dan persepsi sensori bahkan pada aspek motoriknya. Karena
autisme disebabkan dari kerusakan saraf yang pada akhirnya menyebabkan gangguan
perkembangan motorik. Menurut Magill Richard A, (1989:11) keterampilan motorik
dibagi menjadi dua yaitu keterampilan motorik kasar (gross motor skill) dan
keterampilan motorik halus (fine motor skill).
13

Kemampuan motorik kasar adalah kecakapan untuk menyelesaikan suatu


kegiatan yang menggunakan koordinasi otot-otot besar tubuh. Kemampuan motorik
kasar sama halnya dengan kemampuan gerak dasar yang terdiri dari gerak lokomotor,
gerak non-lokomotor dan gerak manipulatif. Agar kemampuan motorik kasar
khususnya aspek keseimbangan, kekuatan, dan koordinasi anak dapat diketahui
dengan baik dan anak menjadi lebih tertarik, bersemangat dan antusias dalam
melakukan kegiatan fisik maka diperlukan kegiatan yang dikombinasi, menarik dan
menyenangkan yaitu dengan permaianan jejak kaki bagi anak autis khususnya anak
autis di Klinik Lalita Alam Sutera.
Kerangka teori dibawah ini menguraikan tentang pengaruh permainan
permainan jejak kaki terhadap keterampilan motorik kasar anak Autism Spectrum
Disorder (ASD) di Klinik Lalita Alam Sutera.

Gambar 2.2 kerangka teori


Keterangan:
= diteliti
D. Kerangka konsep
14

Gambar 2.1 Kerangka konsep

E. Hipotesis penelitian
Berdasarkan uraian kerangka teori dan kerangka konsep dalam penelitian,
maka dapat dirumuskan hipotesis sebagai berikut permainan dengan jejak kaki
berpengaruh terhadap keterampilan motorik kasar pada anak Autism Spectrum
Disorder (ASD) di Klinik Lalita Alam Sutera.
15

BAB III
METODOLOGI PENELITIAN

A. Desain Penelitian
Desain penelitian merupakan rancangan penelitian yang disusun agar dapat
menuntun peneliti untuk dapat memperoleh jawaban terhadap pertanyaan penelitian
(Sastromasmoro & Ismael, 2014). Penelitian ini merupakan penelitian eksperimen.
Penelitian eksperimen atau percobaan adalah suatu penelitian dengan melakukan
kegiatan percobaan (experiment) yang bertujuan untuk mengetahui gejala atau
pengaruh yang timbul sebagai akibat dari adanya perlakuan tertentu atau eksperimen
tersebut. Ciri khhusus dari penelitian eksperimen adalah adanya percobaan atau trial
atau intervensi. (Notoatmodjo, 2012).
Dalam penelitian ini, metode penelitian yang digunakan adalah metode Pre-
Experimental Design. Penelitian ini dilakukan pada satu kelompok, yaitu kelompok
experiment yang mendapatkan perlakuan menggunakan permainan jejak kaki. Bentuk
penelitian pre-experimental ini adalah one group pre-test post-test design
(Notoatmodjo, 2012). Menurut Sugiyono (2011) One group pre-test and post-test
design adalah suatu desain penelitian yang diobservasi sebanyak dua kali dalam satu
grup kelompok yaitu sebelum eksperimen (pre-test) dan sesudah eksperimen (post-
test). Desain ini digunakan sesuai dengan tujuan yang hendak dicapai, yaitu ingin
mengetahui peningkatan keterampilan motorik kasar setelah diberikan perlakuan
permainan jejak kaki.
Berikut merupakan tabel desain penelitian One Group Pretest-Posttest
Design.

O1 X O2

Gambar 3.1 One Group Pretest-Posttest Design


Keterangan:
O1 : nilai pretest (sebelum diberikan intervensi)
O2 : nilai posttest (setelah diberikan intervensi)
X : Perlakuan/ Intervensi
16

B. Populasi Dan Sampel Penelitian


Populasi merupakan keseluruhan kelompok orang, kejadian, maupun hal yang
ingin diinvestigasi oleh peneliti (Sekaran, 2006). Sedangkan menurut Sugiyono
(2011) didalam bukunya memaparkan populasi sebagai sekumpulan objek maupun
subjek yang berada didalam suatu wilayah dengan ciri atau karakteristik tertentu serta
ditetapkan oleh peneliti untuk dikaji lebih lanjut dan kemudian dilakukan penarikan
kesimpulan. Populasi dalam penelitian ini adalah anak ASD di klinik Lalita Alam
Sutera.
Sampel adalah sebagian atau wakil populasi yang diteliti (Arikunto, 2013).
Sedangkan menurut Sugiyono (2013) sampel adalah bagian dari jumlah dan
karakteristik yang dimiliki oleh populasi tersebut. Proses pengambilan sampel
(sampling) merupakan sebuah proses dalam penelitian yang bertujuan untuk
memahami sifat atau karakteristik yang telah digenerlisasikan dari sebuah populasi
dengan cara memilih sejumlah anggota populasi tertentu secukupnya (Sekaran, 2006).
Teknik sampling yang digunakan adalah non random sampling dengan purposive
sampling. Pengambilan sampel secara purposive didasarkan pada suatu pertimbangan
tertentu yang dibuat oleh peneliti sendiri (Notoatmodjo, 2012).
Pertimbangan dalam pengambilan sampel adalah sebagai berikut :
1. Kriteria inklusi
Kriteria inklusi merupakan subjek penelitian dari suatu populasi target
terjangkau yang akan diteliti (Nursalam, 2008). Kriteria inklusi dalam
penelitian ini adalah;
a. Anak ASD yang menjalani terapi di Klinik Lalita Alam Sutera.
b. Anak berusia 4-6 tahun.
c. Anak ASD dengan keterlambatan/ gangguan pada motorik kasar
d. Dapat memahami instruksi sederhana.
e. Dapat melihat dan mendengar dengan baik.
f. Dapat mengikuti gerakan permainan.
2. Kriteria eksklusi
Kriteria eksklusi merupakan menghilangkan atau mengeluarkan subjek
yang memenuhi kriteria inklusi dari studi berbagai sebab (Nursalam, 2008).
Kriteria ekslusi dalam penelitian ini yaitu;
a. anak dengan gangguan pendengaran dan penglihatan
b. anak dengan diagnosis selain ASD
17

C. Variabel Penelitian
Variabel penelitian menurut Sugiyono (2013) adalah segala sesuatu atribut
atau sifat atau nilai dari orang, obyek atau kegiatan yang mempunyai variasi tertentu
yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari kemudian ditarik kesimpulannya.
Penelitian ini terdiri dari variabel bebas dan variabel terikat.
1. Variabel bebas
Variabel bebas merupakan variabel yang dapat mempengaruhi atau
yang menyebabkan timbulnya perubahan pada variabel terikat (Sugiyono,
2011). Adapun variabel bebas dalam penelitian ini yaitu penerapan permainan
jejak kaki.
2. Variabel terikat
Variabel terikat merupakan variabel yang dipengaruhi atau yang
menjadi akibat karena adanya variabel bebas (Sugiyono, 2011). Variabel ini
akan mengalami perubahan oleh karena adanya perubahan pada variabel
bebas. Pada penelitian ini yang menjadi variabel terikat adalah kemampuan
motorik kasar anak ASD.
D. Teknik Pengumpulan Data
Menurut Sugiyono (2013) teknik pengumpulan data merupakan langkah yang
paling strategis dalam penelitian, karena tujuan utama dari penelitian adalah
mendapatkan data. Dalam penelitian ini peneliti menggunakan metode pengumpulan
data melalui angket, wawancara, pengamatan, tes, dokumentasi dan sebagainya.
Dalam penelitian ini peneliti menggunakan rekam medis di klinik untuk
mengetahui umur dan tanggal lahir anak (sumber sekunder) serta pengambilan data
secara langsung dikumpulkan melalui tes kemampuan keterampilan motorik kasar
pada anak Autism Spectrum Disorder (ASD) dengan menggunakan instrumen
pemeriksaan Test of Gross Motor Development-2 (TGMD-2) sebelum dan sesudah
diberikan perlakuan/tindakan melalui permainan jejak kaki, serta dokumentasi
(penulisan hasil tes kemampuan pada lembar scoring TGMD-2 sebelum dan sesudah
diberikan perlakuan.
E. Definisi Operasional
Definisi operasional digunakan untuk membatasi ruang lingkup atau
pengertian dari variabel-variabel yang diamati/diteliti dan sebagai petunjuk cara
pengukuran variabel tersebut dengan menggunakan alat ukur tertentu (Notoatmodjo,
2012).
18

Motorik kasar ialah salah satu jenis aktivitas yang menggunakan peran dari
otot-otot besar, meliputi gerak dasar lokomotor, non lokomotor dan manipulatif.
Keterampilan ini berupa kemampuan locomotor skills (run, gallop, hop, leap,
horizontal jump, dan slide) dan object control skills (striking a stationary ball,
stationary dribble, catch, kick, overhand throw, dan underhand roll). Instrument yang
digunakan untuk Test of Gross Motor Development-2 (TGMD-2) dengan skala
pengukuran interval.

Definisi Operasional Instrument Skala


Pengukuran

Permainan jejak kaki. . - -


Permainan aktivitas fisik yang
dilakukan dengan cara
melompat, melangkah, dan
menempelkan kaki dan tangan
keatas gambar jejak kaki dan
tangan pada mat permainan
sesuai pola. Permainan
dilakukan secara individu,
dilakukan di ruang sensori
integrasi klinik lalita alam
sutera.

Keterampilan Motorik Kasar Test of Gross Interval


kemampuan anak-anak ASD di Motor
klinik Lalita alam sutera dalam Development-2
menggunakan otot-otot besar (TGMD-2)
pada tubuh untuk
memungkinkan adanya
gerakan sesuai dalam
melakukan ativitas sehari-hari.
Dimana Keterampilan ini
berupa kemampuan locomotor
skills (run, gallop, hop, leap,
horizontal jump, dan slide) dan
object control skills (striking a
19

stationary ball, stationary


dribble, catch, kick overhand
throw, dan underhand roll).

F. Instrument penelitian
Test of Gross Motor Development-2 (TGMD-2) merupakan sebuah instrumen
pemeriksaan yang digunakan untuk mengidentifikasi keterlambatan perkembangan
keterampilan motorik kasar pada anak, sebagai perencanaan program perkembangan
keterampilan motorik kasar, untuk memeriksa kemajuan perkembangan keterampilan
motorik kasar, mengevaluasi keberhasilan program motorik kasar, dan sebagai
instrumen pengukuran dalam penelitian yang melibatkan perkembangan motorik
kasar (Ulrich, 2000). Instrumen ini dapat digunakan untuk anak berusia 3-10 tahun
(Ulrich, 2000).
Hasil uji validitas dan reliabilitas yang telah dilakukan oleh Apriyani (2018) di
SDN 201 Sukaluyu Kota Bandung menunjukan bahwa TGMD-2 memiliki validitas
yang signifikan dengan t hitung (2,27) > t tabel (1,65) serta memiliki tingkat
reliabilitas yang sangat tinggi dengan derajat koefesien korelasi reliabilitas senilai
0,765.
TGMD-2 memiliki dua subtes untuk mengukur kemampuan motorik kasar
yang berkembang pada awal masa kehidupan anak dengan total 12 jenis keterampilan
motorik kasar yang dapat diajarkan kepada anak prasekolah, masa awal sekolah dasar,
dan kelas pendidikan khusus (Ulrich, 2000). Dua subtest yang ada pada alat ukur ini
yaitu locomotor dan object control yang masing-masing merupakan aspek
perkembangan motorik kasar (Ulrich, 2000).
1. Locomotor Subtest
Locomotor ini mengukur keterampilan motorik kasar yang berisi
gerakan koordinasi tubuh yang berubah-ubah saat anak bergerak dari satu
tempat ke tempat lain (Ulrich, 2000). Keteranpilan motorik kasar yang
termasuk dalam subtes ini adalah run, gallop, hop, leap, horizontal jump, dan
slide (Ulrich, 2000).
2. Object Control Subtest
20

Object Control Subtest ini digunakan untuk mengukur beberapa


kemampuan motorik kasar dalam efesiensi gerakan melempar, memukul, dan
menangkap (Ulrich, 2000). Komponen keterampilan motorik kasar yang
diukur dalam subtes ini adalah striking a stationary ball, stationary dribble,
catch, kick, overhand throw, dan underhand roll (Ulrich, 2000).
Media yang digunakan untuk melakukan pengukuran ini adalah satu buah bola
berukuran 8-10 inci, bola ringan berukuran 4 inci, bola basket, bola tenis, bola sepak,
softball, beanbag kecil berukuran 4 sampai 5 inci, selotip, cone (2 buah), tongkat
pemukul (plastik), dan batting tee (Ulrich, 2000).
Prosedur penilaian menggunakan TGMD-2 adalah dengan meminta anak
untuk melakukan gerakan yang sesuai dalam subtes yang terdapat pada lembar
pemeriksaan TGMD-2 secara berurutan (dimulai dari subtest locomotor hingga
subtest object control) dengan menggunakan media yang telah disiapkan serta
memberikan demonstrasi atau contoh terlebih dahulu (Ulrich, 2000). Dalam hal ini,
pemeriksa harus memastikan bahwa anak sudah benar-benar memahami apa yang
harus mereka lakukan (Ulrich, 2000). Pemberian skor dilakukan sesuai dengan
kriteria pemeriksaan yang secara lengkap terdapat pada formulir pemeriksaan TGMD-
2 (Ulrich, 2000). Skor 1 (satu) diberikan apabila anak mampu melakukan kriteria
pemeriksaan pada keteraMpilan motorik kasar tesebut dan skor 0 (nol) diberikan
apabila anak tidak mampu melakukan kriteria pemeriksaan dengan benar (Ulrich,
2000). Pengukuran menggunakan TGMD-2 ini dapat dilakukan dengan estimasi
waktu 15-20 menit per anak dan untuk memfasilitasi keamanan dan usaha yang
maksimal saat pengujian, anakanak diwajibkan memakai sepatu (Ulrich, 2000).
Masing-masing komponen subtes ini memiliki 2 (dua) kali pengulangan
gerakan (trial 1 dan 2) dan kemudian dijumlahkan pada kolom score (Ulrich, 2000).
Setelah dilakukan pengujian, masing-masing score subtes (locomotor dan object
control) dijumlahkan sehingga didapatkan raw score kedua subtes yang kemudian
akan diinterpretasikan menjadi standard score dan percentiles. Skor tersebut di
akumulasikan dari 2 (dua) kali percobaan yang akan menghasilkan total skor 70-130
point. Selain itu jumlah standard score (subtes locomotor dan object control) akan
diinterpretasikan menjadi skor Gross Motor Quotient (GMQ) sesuai dengan
ketetentuan penggunaan instrumen (Ulrich, 2000) yang kemudian akan dijadikan
sebagai data penelitian.
21

G. Analisis Data
Data yang diperoleh akan diolah dan dianalisis menggunakan program SPSS
data penelitian ini merupakan data dengan skala pengukuran interval (numerik). Pada
22

penelitian ini menggunakan dua kelompok berpasangan, berpasangan disini


maksudnya adalah sampel berasal dari kelompok yang sama. Penelitian ini bertujuan
untuk mengetahui pengaruh sebelum dan sesudah intervensi permainan dengan jejak
kaki terhadap keterampilan motorik kasar maka jenis hipotesisnya yaitu komparatif.
Sehingga menggunakan uji t-berpasangan, karena pre-test dan post-test dilakukan
pada sample penelitian yang sama. Prasyarat dari uji t-berpasangan yaitu penyebaran
data harus berdistribusi. normal dan tidak perlu uji varian. Penyebaran data
berdistribusi normal dapat dilihat melalui deskripsi variabel pada parameter shapiro-
wilk yang menunjukkan p>0,05. Peneliti melihat pada shapiro-wilk karena sampel
berjumlah kurang dari 50. Apabila data tidak berdistribusi normal (p<0,05) maka
menggunkan uji Wilcoxon dan apabila data berdistribusi normal menggunakan uji t-
berpasangan (Dahlan, 2004).
H. Jadual Penelitian
Jadual pelaksanaan penelitian diuraikan dalam tabel berikut:

Jadwal pelaksanaan
No Kegiatan
Sept okt Nov Des Jan Feb

1. Penyusunan
proposal

2. Pengumpulan
data

3. Analisis data

4. Penyusunan
laporan

I. Lokasi Penelitian
Penelitian dilakukan di Klinik Tumbuh Kembang Anak Lalita Alam Sutera,
klinik Lalita berlokasi di Ruko Sentra Niaga 1, No. 2, Jl. Serpong Raya, pakulonan,
15325, Serpong Utara, RT.1/RW.2, Kembangan Selatan, Kec. Kembangan, Kota
Tangerang Selatan, Banten (11610).
23

DAFTAR PUSTAKA
American Psychiatric Association. (2013). Diagnostic and Statistical Manual of
Mental Disorder (5th ed). Washington DC.
Apriyani, I., Suntoda, A. and Budiman, D. (2018) ‘Uji Validitas Dan Reliabilitas Test
Of Gross Motor Development-2 (TGMD-2) Dale A. Ulrich Pada Anak 9
Tahun’, TEGAR: Journal of Teaching Physical Education in Elementary
School, 2(1), p. 40. doi: 10.17509/tegar.v2i1.13780
Arikunto, S. (2013). Prosedur Penelitian: Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta: Rineka
Cipta.
Aulia, F. and Kartiko, D. C. (2017) ‘Peningkatan Motorik Kasar Pada Anak Autistik
Hipoaktif’, Jurnal Pendidikan Olahraga dan Kesehatan, 05, pp. 171–175.
Bedford, R., Pickles, A. and Lord, C. (2016) ‘Early gross motor skills predict the
subsequent development of language in children with autism spectrum
disorder’, Autism Research, 9(9), pp. 993–1001. doi: 10.1002/aur.1587
Daroyah, M. (2018). Pengaruh Aktivitas Bermain Senam Fantasi Terhadap
Perkembangan Fisik Motorik Kasar Anak Usia 5-6 Tahun Di Tk Al-Azhar 16
Bandar Lampung. In Skripsi. https://doi.org/10.1109/robot.1994.350900
El-Hady, S. A. (2018). Correlation between cognitive function, gross motor skills and
health – Related quality of life in children with Down syndrome. The Egyptian
Journal of Medical Human Genetics, 97-101 doi:10.1016/j.ejmhg.2017.07.006
Fuentes, J., Bakare , M., Munir, K., Aguayo, P., Gaddour, N., Oner, O., et al. (2012).
Autism Spectrum Disorder. Geneva : International Association for Child and
Adolescent Psychiatry and Allied Professions.
Hastuti, S. V. T., & Andajani, S. J. (2020). Penggunaan model explicit instruction
senam fantasi terhadap motorik kasar anak autis. Jurnal Pendidikan
Khusus, 15(1).
Kemendikbud Jakarta. (2017). Statistik Sekolah Luar Biasa (SLB) 2016/2017.
Jakarta: Setjen Kemendikbud.
National Institute of Mental Health. (2008). Autism Spectrum Disorders Pervasive
Developmental Disorder. Bethesda : National Institute of Mental Health
Science Writing, Press, dan Dissemination Branch.
Notoatmodjo . 2012. Metode Penelitian Kesehatan. Jakarta : Rineka Cipta.
24

Nurlailah, R., Amal, A., & Asti, A. S. W. (2022). Pengaruh Permainan Jejak Kaki
terhadap Kemampuan Motorik Kasar Anak Usia 5-6 Tahun di TK Mandiri
Pitue. Indonesian Journal of Early Childhood: Jurnal Dunia Anak Usia
Dini, 4(1), 281-291.
Nursalam, 2008. Konsep dan Penerapan Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan :
Jakarta: Salemba Medika
Park, H. R., Lee,J. M., Moon, H. E., Lee, D. S., Kim, B. N., Kim, J., Kim, D. G.,
& Paek, S. H. (2016). A short review on the current understanding of
autism spectrum disorders. Experimental Neurobiology, 25(1), 1–13.
https://doi.org/10.5607/en.2016.25.1.1
Pratiwi, W. 2017. Konsep Bermain Pada Anak Usia Dini. Vol. 5, No 2.
Rahim, A., Taryatman, T. and Hangestiningsih, E. (2020) ‘Strategi Pembelajaran
Motorik Kasar Berbasis Metode Psikoterapi Bagi Anak Autis Pada Masa
Pandemi Covid-19’, Taman Cendekia: Jurnal Pendidikan Ke-SD-an, 4(2), p.
478. doi: 10.30738/tc.v4i2.8388.
Sastromasmoro, S., & Ismael, S. (2014). Dasar-dasar Metodologi Penelitian Klinis
edisi ke-5. Jakarta: Sagung Seto.
Sekaran, U. (2006). Metodologi Penelitian Untuk Bisnis: Edisi Keempat. Jakarta:
Penerbit Salemba Empat.
Sugiyono. (2011). Metode Penelitian Pendidikan Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif,
dan D&D. Bandung: Alfabeta.
Sugiyono. (2013). Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R&D. Bandung:
Alfabeta.CV.
Ulrich, D. A. (2000). Test of Gross Motor Development 2nd edition (examiner's
manual). Texas: Pro-ed.
Zikl, P., Petrů, D., Daňková, A., Doležalová, H., & Šafaříková, K. (2016). Motor
skills of children with autistic spectrum disorder. SHS Web of Conferences,
26(January), 01076. https://doi.org/10.1051/shsconf/20162601076

Anda mungkin juga menyukai