Anda di halaman 1dari 50

PENGARUH KOMUNIKASI ORANG TUA TERHADAP PERILAKU

ANAK DI KOTA BATAM

LOGO

Oleh:

NAMA

NIM

PRODI

FAKULTAS

KAMPUS

DAERAH

TAHUN
KATA PENGANTAR

Puji syukur kita panjatkan atas kehadirat Allah SWT, yang mana telah
memberikan rahmat, taufik, hidayah serta inayahnya sehingga saya selaku
penyusun dapat menyelesaikan proposal yang berjulud “PENGARUH
KOMUNIKASI ORANG TUA TERHADAP PERILAKU ANAK DI KOTA
BATAM”.Sholawat serta salam tak lupa pula kita panjatkan kepada nabi besar
Muhammad SAW yang mana telah membawa perubahan besar dalam kehidupan
manusia yang semula penuh dengan kejahilan menuju kehidupan yang penuh
beragam ilmu pengetahuan yang mana kesemuanya itu menuju kearah kebaikan.
Selain berguna bagi saya selaku penyusun, juga bagi para pembaca.Saya
selaku penulis tak lupa mengucapkan terima kasih kepada dosen pengampu mata
kuliah serta semua pihak yang telah membantu dalam pembuatan dan
penyelesaian proposal ini.
Penulis menyadari bahwa dalam hal penulisan, penyampaian materi dan
lain sebagainya tidak luput dari kesalahan dan kekurangan, oleh karena itu saya
selaku penyusun mengharapkan masukan dan saran demi perbaikan dalam
pembuatan proposal ini, agar di lain kesempata penyusun dapat menyajikan yang
lebih baik lagi. Atas perhatianya saya ucapkan terima kasih.

Penyusun.

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.........................................................................................i

DAFTAR ISI........................................................................................................ii

BAB I PENDAHULUAN....................................................................................1

1.1. Latar Belakang......................................................................................1

1.2. Identifikasi Masalah..............................................................................4

1.3. Rumusan Masalah.................................................................................5

1.4. Tujuan Penelitian..................................................................................5

1.5. Manfaat Penelitian................................................................................6

BAB II TINJAUAN PUSTAKA.........................................................................7

2.1.Kajian Teori...........................................................................................7

2.2.Penelitian Terdahulu .............................................................................17

2.3.Kerangka Pemikiran...............................................................................19

2.4.Hipotesis.................................................................................................19

BAB III METODOLOGI PENELITIAN..........................................................21

3.1.Metode Penelitian..................................................................................21

3.2.Desain Penelitian....................................................................................21

3.3.Objek dan Subjek Penelitian..................................................................22

3.4.Instrumen Penelitian..............................................................................23

3.5.Teknik Pengumpulan Data.....................................................................28

3.6.Teknik Analisis Data..............................................................................28

3.7. Jadwal Penelitian...................................................................................30

DAFTAR PUSTAKA..........................................................................................31

ii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Keluarga, sebagai lingkungan pendidikan utama bagi anak, memainkan

peran integral dalam fase awal pengembangan mereka. Ini merupakan periode

di mana anak mulai meresapi pengetahuan tentang segala hal, membentuk

dasar pemahaman yang akan membimbing mereka ke arah pengetahuan yang

lebih mendalam. Keseluruhan proses ini tidak dapat dilepaskan dari tanggung

jawab yang diemban oleh keluarga, terutama orang tua, yang memiliki peran

krusial dalam membentuk kehidupan anak-anak mereka (Mufidah, 2008).

Orang tua tidak hanya bertanggung jawab atas pemenuhan kebutuhan

dasar anak, tetapi juga berperan dalam proses pembentukan perilaku mereka.

Tanggung jawab ini mengharuskan orang tua untuk memberikan arahan yang

jelas, secara kontinu memantau perkembangan anak, mengawasi interaksi

mereka dengan lingkungan sekitar, dan memberikan bimbingan yang

sesuai.Dengan melakukan hal ini, orang tua secara aktif membentuk fondasi

perilaku anak, menciptakan lingkungan yang mendukung pertumbuhan dan

perkembangan mereka secara holistik di dalam suasana keluarga yang hangat

dan peduli (Mufidah, 2008).

Dalam konteks pendidikan, peran orang tua sebagai agen pembentuk

utama dalam pengembangan kepribadian anak sangatlah penting. Contohnya,

kebiasaan sederhana seperti mendidik anak untuk makan dengan tangan

kanan, melibatkan mereka dalam kegiatan berdoa sebelum makan,

1
menumbuhkan disiplin melalui penyelesaian tugas rumah, dan mendorong

norma saling menghargai, semuanya ini akan meresap dalam diri anak dan

menjadi nilai-nilai yang membentuk dasar kepribadian mereka untuk jangka

waktu yang panjang (Abdurrahman, 2020).

Tanggung jawab orang tua dalam membimbing anak menuju masa

depan yang cerah sangat besar. Mereka diharapkan menjadi pedoman utama

dalam kehidupan anak, baik dalam hal moralitas maupun sebagai sumber

informasi.Dalam konteks moralitas, orang tua harus memberikan contoh yang

baik.Namun, saat ini, peran keluarga, khususnya orang tua, sebagai pendidik

utama anak-anak nampaknya semakin terabaikan dalam masyarakat kita

(Mi’raj, 2021).

Berbagai kesibukan yang dihadapi orang tua, seperti tekanan ekonomi,

tuntutan profesi, atau bahkan keterlibatan dalam hobi anak-anak, seringkali

menjadi alasan utama kurangnya perhatian terhadap peran pendidikan yang

seharusnya dijalankan oleh keluarga.Kondisi semacam ini, jika tidak disadari,

dapat menjadi penghalang terhadap kedekatan hubungan antara orang tua dan

anak-anak mereka.Hal ini pada gilirannya berarti terganggunya hubungan

saling pengaruh antara keduanya.Penting untuk diakui bahwa hubungan

harmonis antara orang tua dan anak-anak memiliki dampak besar pada

perkembangan fisik dan psikologis anak. Oleh karena itu, perlu adanya

kesadaran akan pentingnya peran pendidikan yang dilakukan oleh orang tua

dalam membentuk fondasi yang kuat untuk perkembangan anak-anak mereka

(Mi’raj, 2021).

2
Menurut Mulyana (2001), peran komunikasi dalam lingkup keluarga

mengalami penurunan yang signifikan saat ini, kehilangan urgensi yang

seharusnya dimilikinya. Hal ini disebabkan sebagian orang tua cenderung

delegasi tanggung jawab kepada pembantu, yang pada akhirnya

mengakibatkan perhatian terhadap anak-anak menjadi berkurang. Berbagai

kesibukan orang tua, mulai dari pekerjaan kantor hingga kegiatan sosial dan

pekerjaan di rumah, turut menyebabkan keterbatasan waktu yang dihabiskan

untuk bersama anak-anak.

Dampak dari situasi ini adalah terjadinya keterkikisan hubungan antara

orang tua dan anak.Perlahan-lahan, tanpa disadari, jarak antara keduanya

menjadi lebih besar. Komunikasi di antara mereka pun terbatas, hanya terjadi

dalam waktu yang singkat, mungkin hanya beberapa jam. Pentingnya peran

komunikasi dalam keluarga menjadi semakin jelas, mengingat bahwa waktu

yang terbatas dan pembagian tanggung jawab yang tidak tepat dapat

berdampak negatif pada hubungan orang tua dan anak. Oleh karena itu, perlu

adanya kesadaran akan pentingnya alokasi waktu dan peran aktif orang tua

dalam membangun komunikasi yang sehat dengan anak-anak mereka

(Mulyana,2001).

Komunikasi antara orang tua dan anak merupakan masalah kebiasaan

yang perlu dipelihara sepanjang tahap perkembangan anak, mulai dari masa

kandungan hingga kedewasaan.Penurunan kualitas komunikasi seringkali

terjadi tanpa disadari oleh orang tua, tetapi dampaknya dapat sangat dirasakan

oleh anak-anak.Ketika orang tua baru menyadari kekurangan dalam

3
komunikasi, situasinya mungkin sudah mencapai tingkat serius yang sulit

untuk diperbaiki.

Oleh karena itu, penting bagi orang tua untuk selalu waspada terhadap

kualitas komunikasi dengan anak-anak, meskipun mereka mungkin tengah

menghadapi kesibukan yang intens.Pembinaan komunikasi yang baik sejak

dini menjadi kunci untuk membangun hubungan yang sehat dan saling

pengertian antara orang tua dan anak.Kesadaran ini dapat mencegah terjadinya

masalah komunikasi yang dapat berdampak buruk pada hubungan keluarga

secara keseluruhan.

Menurut pandangan Thomas Gordon dalam bukunya "Parent

Effectiveness Training," konsep komunikasi saling mendengar memiliki peran

sentral dalam hubungan orang tua dan anak. Gordon menekankan bahwa

ketika seseorang bersedia untuk mendengarkan pendapat orang lain, maka

kemungkinan besar pendapatnya juga akan lebih mudah diterima. Dalam

konteks hubungan orang tua-anak, hal ini berarti bahwa anak-anak cenderung

lebih terbuka untuk menerima pendapat orang tua jika orang tua bersedia

mendengarkan pandangan mereka terlebih dahulu.

Pandangan ini menggarisbawahi pentingnya aspek saling mendengar

dalam menciptakan komunikasi yang efektif dan harmonis antara orang tua

dan anak.Ketika orang tua memberikan perhatian dan mendengarkan dengan

baik, hal ini menciptakan lingkungan di mana anak merasa dihargai dan

diperhatikan.Oleh karena itu, komunikasi yang saling mendengarkan dapat

4
memperkuat ikatan emosional antara orang tua dan anak, menciptakan dasar

yang kuat untuk membangun hubungan yang sehat dan saling percaya.

Rogi (2015) menjelaskan bahwa keharmonisan dan kelancaran

komunikasi dalam lingkup keluarga memainkan peran krusial dalam

membangun ikatan yang kokoh antar anggota keluarga. Setiap individu dalam

keluarga saling terkait, berhubungan, dan saling membutuhkan satu sama lain.

Keharmonisan komunikasi bukan hanya sekadar harapan, melainkan suatu

kebutuhan mendesak untuk menjaga dinamika keluarga tetap seimbang dan

berkelanjutan.

Dalam realitasnya, terjalinnya komunikasi yang efektif di dalam

keluarga dapat menjadi fondasi utama bagi keberlangsungan interaksi yang

positif dan intensif.Dalam upaya menjaga keharmonisan ini, diperlukan

pemahaman dan kesadaran bersama mengenai pentingnya saling mendengar,

memahami, dan menghargai pendapat serta perasaan setiap anggota

keluarga.Oleh karena itu, penting untuk membangun budaya komunikasi yang

terbuka, transparan, dan penuh kasih sayang dalam lingkungan keluarga.

Upaya untuk mencapai komunikasi yang lancar dan harmonis

memerlukan keterlibatan aktif dari setiap anggota keluarga.Ini mencakup

kesediaan untuk mendengarkan tanpa memberikan penilaian yang prematur,

membuka diri terhadap gagasan dan perasaan, serta membangun sikap saling

percaya.Ketika komunikasi di dalam keluarga berjalan dengan baik, dampak

positifnya dapat dirasakan dalam segala aspek kehidupan, baik secara fisik

maupun psikologis (Rogi, 2015).

5
Ketika setiap anggota keluarga merasa didengar, dihargai, dan

diterima, terbentuklah lingkungan yang kondusif bagi perkembangan setiap

individu.Selain itu, komunikasi yang efektif juga dapat menjadi solusi untuk

menyelesaikan konflik atau perbedaan pendapat yang mungkin timbul di

antara anggota keluarga.Oleh karena itu, penting bagi setiap keluarga untuk

secara rutin merefleksikan dan memperkuat kualitas komunikasi mereka guna

mencapai keharmonisan yang diinginkan.Dengan demikian, keluarga dapat

menjadi tempat yang nyaman, penuh kasih, dan memberikan dukungan yang

tak ternilai(Rogi, 2015).

Menurut Rogi (2015) peran kedua orang tua menjadi kunci utama

dalam membentuk komunikasi yang baik di dalam keluarga. Mereka berfungsi

sebagai suri tauladan bagi anak-anak, memberikan contoh positif, dan

mengajarkan nilai-nilai serta norma yang membentuk dasar kehidupan anak-

anak. Dengan adanya komunikasi yang baik, didorong oleh kedua orang tua,

sebuah keluarga dapat menciptakan lingkungan yang aman, penuh kasih

sayang, dan membantu anak-anak tumbuh menjadi individu yang selamat dan

sejahtera. Dengan demikian, peran aktif kedua orang tua dalam membentuk

komunikasi yang positif di dalam keluarga akan membawa dampak positif

pada hubungan keluarga secara keseluruhan.

Banyak orang tua mengalami kesulitan memahami perilaku anak-anak

yang terkadang tampak tidak logis dan tidak sesuai dengan nalar sehat.Untuk

memahami anak secara lebih baik, serta membina aspek-aspek kehidupan

mereka seperti jasmaniah, kecerdasan, dan perkembangan sosial-emosional,

6
orang tua dituntut untuk memiliki pengetahuan yang memadai mengenai

perilaku anak.Menyikapi anak sebagai makhluk sosial adalah kunci untuk

memahami bahwa segala tindakan mereka bertujuan untuk mendapatkan

tempat dalam kelompok sosial yang signifikan, terutama dalam lingkup

keluarga.

Penelitian yang dilakukan oleh Baharuddin (2019) menguatkan ide

bahwa dasar perilaku anak terbentuk dalam lingkungan keluarga.Fakta

menunjukkan bahwa kesibukan atau masalah yang dihadapi oleh orang tua

dapat mengurangi perhatian terhadap anak, menghambat komunikasi yang

seharusnya terjalin antara orang tua dan anak.Untuk menjaga agar komunikasi

tetap bebas dan terbuka, pandangan orang tua terhadap anak perlu terus

berkembang sesuai dengan tahap perkembangan anak. Dengan demikian,

pemahaman yang lebih baik mengenai anak akan membantu memperkuat

ikatan keluarga dan meningkatkan kualitas hubungan orang tua-anak.

Berdasarkan latar belakang masalah diatas maka penulis tertarik untuk

meneliti dan membahas masalah tersebut dengan judul “Pengaruh

Komunikasi Orang Tua Terhadap Anak Di Kota Batam”

1.2 Identifikasi Masalah

Agar penelitian ini lebih fokus pada masalah yang diteliti dan juga

mempertimbangan efektifitas dan efisiensi maka penelitian ini

mengidentifikasi permasalah berdasarkan latar belakang sebagai berikut :

7
1. Komunikasi merupakan kebutuhan yang sangat penting bagi kehidupan

manusia untuk menjalin interaksi dengan orang lain

2. Kesibukan orang tua yang banyak sehingga menghambat terjalinnya

komunikasi antar orang tua dan anak

3. Kurangnya perhatian yang diberikan orang tua kepada anak sehingga dapat

menyebabkan perilaku anak menjadi tidak terarah

4. Pentingnya komunikasi yang efektif dan efisien antara orang tua dengan

anak

5. Perilaku anak-anak di Kota Batam dalam kehidupan sehari-hari belum

maksimal

1.3 Rumusan Masalah

Adapun rumusan masalah dalam penelitian ini berdasarkan pada latar

belakang dan identifikasi masalah, sebagai berikut:

1. Bagaimana komunikasi antara orang tua dengan anak di Kota Batam?

2. Bagaimana perilaku anak dalam keluarga di Kota Batam?

3. Apakah terdapat pengaruh antara komunikasi orang tua terhadap perilaku

anak di Kota Batam?

1.4 Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dari penelitian ini yaitu:

1. Untuk menganalisis komunikasi antara orang tua dengan anak di Kota

Batam

8
2. Untuk mengetahui dan menganalisis perilaku anak dalam keluarga di Kota

Batam

3. Untuk mengetahui dan menganalisis pengaruh antara komunikasi orang

tua terhadap perilaku anak di Kota Batam

1.5 Manfaat Penelitian

Dalam sebuah penelitian pasti mempunyai suatu manfaat, baik bagi

peneliti maupun bagi yang membaca.manfaat penelitian ini dibagi menjadi

dua macam yaitu sebagai berikut :

1. Manfaat Teoritis

Penelitian ini memiliki tujuan utama untuk memberikan kontribusi teoritis

yang berarti dalam konteks hubungan komunikasi antara orang tua dan

anak, khususnya terkait dengan dampaknya pada perilaku anak.Melalui

pengembangan konsep-konsep dan teori yang terkait, diharapkan

penelitian ini dapat memberikan wawasan yang lebih mendalam tentang

dinamika komunikasi dalam keluarga serta implikasinya terhadap

perkembangan perilaku anak.Dengan demikian, hasil penelitian ini

diharapkan dapat menjadi landasan bagi penelitian lebih lanjut dan

memberikan pemahaman yang lebih kaya terkait dengan peran komunikasi

orang tua dalam membentuk prilaku anak.

2. Manfaat praktis

a. Bagi penulis penelitian ini berfungsi sebagai wadah untuk

mengaplikasikan ilmu pengetahuan yang diperoleh selama studi S1.

9
Selain itu, hasil penelitian ini juga menjadi karya ilmiah yang menjadi

syarat untuk menyelesaikan studi tingkat sarjana.

b. Penelitian ini memberikan kontribusi positif terhadap hubungan

keluarga, khususnya antara orang tua dan anak. Dengan membantu

para orang tua dalam menjalin komunikasi yang baik dengan anak,

diharapkan dapat memperkuat dan meningkatkan kualitas hubungan

kekeluargaan. Keharmonisan komunikasi keluarga ini memiliki

dampak positif pada suasana rumah dan kesejahteraan anggota

keluarga.

c. Penelitian ini diharapkan dapat menjadi sumber inspirasi dan motivasi

bagi orang tua maupun anak. Melalui pemahaman lebih dalam tentang

pentingnya komunikasi antara orang tua dan anak, diharapkan

masyarakat dapat lebih menyadari peran komunikasi dalam

membentuk kepribadian anak. Dengan demikian, diharapkan penelitian

ini dapat memberikan dampak positif dalam membentuk generasi

muda yang berkualitas dan memiliki hubungan keluarga yang

harmonis.

10
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Kajian Teori

2.1.1. Pengertian Komunikasi

Proses komunikasi dapat dilihat sebagai mekanisme

penyampaian informasi. Dalam konteks ini, keberhasilan komunikasi

sangat dipengaruhi oleh pemahaman materi yang disampaikan dan

pengelolaan metode penyampaiannya.Pada dasarnya, elemen-elemen

pengirim dan penerima pesan tidak merupkan faktor penentu dalam

keberhasilan komunikasi.Dalam menjelaskan tentang komunikasi,

penting untuk memahami bahwa keberhasilan komunikasi tidak hanya

bergantung pada siapa yang mengirim atau menerima pesan, tetapi

juga pada pemahaman materi yang disampaikan dan bagaimana cara

penyampaiannya diatur. Dengan memfokuskan pada aspek materi dan

metode penyampaian, seseorang dapat meningkatkan efektivitas

komunikasinya. Hal ini menunjukkan bahwa keberhasilan komunikasi

lebih banyak dipengaruhi oleh kualitas informasi dan cara

penyampaiannya daripada identitas pihak-pihak yang terlibat dalam

proses komunikasi tersebut.

Lasswell menyajikan pendekatan sederhana untuk memahami

komunikasi dengan merumuskan pertanyaan utama: Who Says What

In Which Channel To Whom With What Effect?Dengan paradigma ini,

proses komunikasi dapat diuraikan sebagai berikut.Komunikator

11
membentuk (encode) pesan dan menyampaikannya melalui saluran

tertentu kepada penerima, yang kemudian menimbulkan efek

tertentu.Lasswell memberikan kerangka kerja yang jelas dalam

memahami proses komunikasi dengan merinci pertanyaan-pertanyaan

kunci yang harus dijawab. Pertama, "Who" menunjukkan siapa yang

menjadi komunikator atau pengirim pesan. Kemudian, "Says What"

menyoroti materi atau isi pesan yang disampaikan. "In Which

Channel" berkaitan dengan saluran atau medium yang digunakan

untuk menyampaikan pesan.Selanjutnya, "To Whom" menunjukkan

siapa yang menjadi penerima pesan.Akhirnya, "With What Effect"

menyoroti dampak atau efek dari pesan tersebut pada penerima.

Dengan menjawab pertanyaan-pertanyaan ini, seseorang dapat

memiliki pemahaman yang lebih komprehensif tentang proses

komunikasi dalam situasi apapun. (Sapienza et al., 2018)

Beal et al. (2014) memberikan perspektif bahwa komunikasi

bukanlah kegiatan yang terisolasi, melainkan melibatkan serangkaian

langkah yang terus-menerus saling terkait. Dengan cara ini,

komunikasi menjadi suatu proses yang dinamis dan terus berkembang

seiring waktu. Pemahaman ini menekankan bahwa individu tidak

hanya bertukar informasi, tetapi juga secara aktif menciptakan dan

menggunakan informasi untuk membangun hubungan dan berinteraksi

dengan lingkungan sekitarnya. Dengan demikian, konsep ini

memperkaya pemahaman kita tentang komunikasi sebagai suatu

12
proses yang melibatkan banyak elemen terkait yang saling

memengaruhi.

Dari beberapa definisi yang telah diuraikan di atas, komunikasi

antara orang tua dan anak dapat diartikan sebagai suatu bentuk

interaksi yang dilakukan di dalam lingkungan keluarga.Komunikasi

antara orang tua dan anak dapat dipahami sebagai bentuk interaksi

yang terjadi di dalam lingkungan keluarga. Dalam proses ini, tujuan

utama interaksi tersebut adalah untuk menciptakan suasana yang

penuh kehangatan, memberikan kenyamanan, memberikan perhatian,

meluapkan kasih sayang, memberikan bimbingan, serta memberikan

contoh perilaku yang baik kepada anak. Komunikasi ini menciptakan

fondasi penting dalam pengembangan hubungan antara orang tua dan

anak, memastikan bahwa interaksi di dalam keluarga menjadi sarana

untuk membentuk karakter dan kepribadian anak secara positif.

Dengan kata lain, komunikasi keluarga menjadi landasan utama dalam

memberikan arahan moral, nilai-nilai budi pekerti, dan norma-norma

sosial kepada anak, yang semuanya bertujuan untuk membantu

mereka tumbuh menjadi individu yang baik dan berintegrasi dalam

masyarakat.

Oleh karena itu, pemahaman dan penerapan komunikasi yang

efektif di antara anggota keluarga merupakan aspek kunci dalam

menciptakan lingkungan keluarga yang sehat dan berkualitas.Melalui

komunikasi ini, orang tua berupaya menanamkan nilai-nilai budi

13
pekerti yang baik, dengan harapan agar anak dapat membentuk

perilaku yang positif, baik di lingkungan keluarga, sekolah, maupun

masyarakat secara keseluruhan.

Definisi komunikasi antara orang tua dan anak di atas

menyoroti sifat interaktif dan tujuan utama dari proses komunikasi

tersebut. Orang tua tidak hanya berkomunikasi untuk mentransfer

informasi, tetapi juga untuk menciptakan lingkungan yang mendukung

perkembangan positif anak.Melalui komunikasi ini, orang tua

berperan aktif dalam membentuk karakter anak dengan menanamkan

nilai-nilai budi pekerti yang diharapkan dapat membimbing perilaku

anak di berbagai konteks kehidupan.

2.1.2. Fungsi Komunikasi

Komunikasi memiliki fungsi sebagai potensi yang dapat

dimanfaatkan untuk mencapai tujuan-tujuan tertentu.Sebagai disiplin

ilmu, seni, dan area pekerjaan, komunikasi secara alami memiliki

peran dan manfaat yang dapat dimanfaatkan oleh manusia dalam

memenuhi berbagai kebutuhan hidupnya.Pernyataan tersebut

menyampaikan bahwa komunikasi bukan hanya sekadar alat untuk

mentransfer informasi, melainkan juga memiliki peran lebih luas

sebagai potensi yang dapat mendukung pencapaian tujuan-tujuan

spesifik. Dalam paradigma ini, komunikasi dilihat sebagai ilmu yang

dapat dipelajari, seni yang dapat dikuasai, dan bidang pekerjaan yang

14
memungkinkan penerapan konsep-konsep komunikasi.

Kesimpulannya, manusia dapat memanfaatkan komunikasi sebagai

alat yang multifungsi untuk memenuhi berbagai kebutuhan dalam

kehidupan sehari-hari..

Menurut Nurdin dkk (2013) dalam bukunya "Pengantar Ilmu

Komunikasi," untuk memahami fungsi komunikasi, kita perlu

mengenali tipe-tipe komunikasi yang berperan dalam membedakan

fungsinya. Beberapa tipe komunikasi dan fungsinya meliputi :

a. Komunikasi dengan diri sendiri memiliki peran krusial dalam

mengembangkan kreativitas imajinasi, membantu individu

memahami dan mengendalikan diri, serta meningkatkan

kematangan berpikir sebelum mengambil keputusan. Tipe

komunikasi ini menciptakan ruang refleksi internal yang penting

dalam pengembangan diri.

b. Komunikasi antara pribadi menjadi elemen kunci dalam

membangun hubungan insani (human relations). Fungsi ini

membantu dalam mengelola konflik pribadi, mengurangi

ketidakpastian, dan menjadi wadah bagi pertukaran pengetahuan

dan pengalaman dengan orang lain. Komunikasi antara pribadi

menciptakan dasar untuk hubungan sosial yang sehat dan

berkelanjutan.

c. Komunikasi Publikmemiliki peran penting dalam menumbuhkan

semangat kebersamaan (solidaritas) dalam masyarakat. Selain itu,

15
tipe komunikasi ini berfungsi untuk mempengaruhi orang lain,

memberikan informasi, mendidik, dan menghibur. Komunikasi

publik menjadi sarana utama untuk menyampaikan pesan kepada

khalayak yang lebih luas.

d. Komunikasi massa memiliki fungsi meratakan informasi,

merangsang pertumbuhan ekonomi, dan menciptakan kegembiraan

dalam kehidupan seseorang. Tipe ini menjadi kekuatan dalam

menyebarkan informasi secara luas, menciptakan dampak sosial

dan ekonomi, serta memberikan hiburan yang berdampak pada

kehidupan sehari-hari masyarakat.

Pembagian fungsi komunikasi ke dalam berbagai tipe

membantu kita memahami peran masing-masing dalam konteks yang

berbeda. Tipe-tipe komunikasi tersebut memberikan wawasan yang

lebih jelas tentang bagaimana komunikasi dapat berkontribusi pada

pengembangan diri, hubungan interpersonal, kebersamaan dalam

masyarakat, dan pengaruh yang luas melalui media massa.

Dalam menyelami peran dan makna komunikasi dalam

konteks hubungan orang tua dan anak, dapat ditarik beberapa

simpulan yang relevan.Komunikasi, sebagai kebutuhan yang sangat

vital dalam kehidupan manusia, tidak hanya berfungsi sebagai alat

penyampaian informasi, melainkan juga memiliki dampak yang

mendalam dalam membangun interaksi dan hubungan antarindividu.

16
Salah satu fungsi komunikasi yang esensial, sebagaimana

dijelaskan oleh para ahli, adalah sebagai sarana untuk mengungkapkan

perasaan kasih sayang dan perhatian antara orang tua dan anak. Proses

komunikasi yang dilakukan dengan penuh kesadaran dan kehangatan

mampu menciptakan ikatan emosional yang kuat di antara keduanya.

Oleh karena itu, komunikasi bukan hanya sekadar alat untuk

menyampaikan pesan, melainkan juga sebagai wadah untuk berbagi

emosi, merangsang pertumbuhan afektif, dan memperkuat ikatan

keluarga.

Lebih lanjut, melalui komunikasi yang efektif, terbentuklah

keakraban dan keterbukaan antara orang tua dan anak.Keterbukaan

dalam berkomunikasi membuka ruang untuk saling memahami,

menyampaikan harapan, dan menjalin kedekatan emosional yang

bersifat mendalam.Keakraban ini menjadi fondasi penting dalam

membangun hubungan keluarga yang sehat dan harmonis.

Dengan demikian, penting untuk menyadari bahwa

komunikasi tidak hanya sebagai proses penyampaian informasi, tetapi

juga sebagai fondasi utama dalam membentuk ikatan emosional antara

orang tua dan anak. Sehingga, melalui pemahaman dan penerapan

fungsi komunikasi secara menyeluruh, dapat tercipta hubungan yang

lebih mendalam dan bermakna di dalam lingkungan keluarga..

Komunikasi memiliki peran penting dalam membangun

hubungan emosional antara orang tua dan anak.Fungsi-fungsi

17
komunikasi, seperti ungkapan perasaan kasih sayang dan perhatian,

memainkan peran krusial dalam menciptakan ikatan yang kuat antara

kedua belah pihak. Oleh karena itu, pemahaman tentang fungsi-fungsi

ini dapat membantu meningkatkan kualitas komunikasi antara orang

tua dan anak, memperdalam hubungan emosional, dan menciptakan

lingkungan yang mendukung pertumbuhan positif anak..

2.1.3. Macam Komunikasi Dalam Keluarga

Menurut Nuraida & Zaki (2017) terdapat berbagai macam pola

komunikasi dalam keluarga yang perlu diperhatikan, yakni:

1. Komunikasi Verbal: Merupakan kegiatan komunikasi antara

individu atau kelompok yang menggunakan bahasa sebagai alat

perhubungan. Efektivitas suatu komunikasi sangat bergantung

pada keakuratan kata-kata atau kalimat dalam menyampaikan

informasi.

2. Komunikasi Non Verbal: Komunikasi dalam keluarga tidak hanya

terbatas pada bentuk verbal, tetapi juga melibatkan komunikasi

nonverbal. Meskipun demikian, komunikasi nonverbal dapat

berfungsi sebagai penguat komunikasi verbal, terutama ketika

komunikasi verbal tidak dapat menyampaikan pesan dengan jelas.

3. Komunikasi Individual atau Interpersonal: Jenis komunikasi ini

sering terjadi dalam konteks keluarga, melibatkan interaksi

18
antarindividu seperti suami dan istri, ayah dan anak, ibu dan anak,

serta antar anak-anak.

4. Komunikasi Kelompok: Hubungan akrab antara orang tua dan

anak dianggap penting dan perlu dibina dalam keluarga. Tingkat

keakraban dalam hubungan ini dapat dilihat dari frekuensi

pertemuan antara orang tua dan anak dalam suatu periode waktu

tertentu. Dengan meluangkan waktu untuk berkumpul, berbicara,

dan berdialog dalam suasana santai, orang tua dapat memperkuat

hubungan keluarga.

2.1.4. Syarat-syarat Komunikasi Yang Efektif Antara Orang Tua

Dengan Anak

Suatu cara yang paling tepat untuk orang tua berkomunikasi

dengan anaknya adalah menjadi pendengar yang baik. Tidak perlu

menetapkan jadwal waktu khusus untuk pertemuan, karena hal itu

dapat membatasi kebebasan anak dalam mengungkapkan

perasaannya.Dengan menjadi pendengar yang baik, hubungan antara

orang tua dan anak memiliki peluang besar untuk menjadi baik.Pada

dasarnya, penting bagi orang tua untuk menjadi pendengar yang baik

dalam berkomunikasi dengan anak.Penetapan jadwal khusus mungkin

membuat anak merasa terbatasi dan kurang bebas dalam

mengungkapkan perasaannya.Oleh karena itu, menjadi pendengar

yang baik dapat meningkatkan kualitas hubungan antara orang tua dan

19
anak, memberikan ruang untuk ekspresi bebas, dan memperkuat

ikatan emosional di antara keduanya.

Menurut Rahmawati & Ghazali (2018), yang terpenting dalam

hubungan orang tua dan anak bukanlah seberapa banyak waktu yang

diberikan pada anak, melainkan bagaimana waktu tersebut

dimanfaatkan untuk membentuk hubungan yang serasi dan hangat.

Lebih dari itu, waktu bersama harus menjadi kesempatan untuk

mendukung perkembangan mental dan kepribadian anak.Pernyataan

ini menekankan bahwa kualitas waktu yang dihabiskan bersama anak

lebih penting daripada jumlah waktu itu sendiri.Momen bersama harus

diarahkan untuk membangun hubungan yang positif dan hangat,

sambil secara simultan mendukung perkembangan mental dan

kepribadian anak. Dengan memahami pentingnya kualitas waktu

bersama, orang tua dapat lebih efektif dalam memberikan dampak

positif pada perkembangan anak..

Menurut Hildayani dkk (204), bahwa ada beberapa ciri orang

tua yang komunikatif antara lain, yaitu.Terdapat beberapa ciri yang

dapat mengidentifikasi orang tua yang memiliki kemampuan

komunikatif yang baik dalam membangun hubungan yang positif

dengan anak.Pertama, mereka cenderung melakukan berbagai upaya

untuk memenuhi kebutuhan anak, baik fisik maupun

emosional.Kedua, sikap yang cukup permisif dan fleksibel

memperlihatkan keterbukaan terhadap gagasan dan pendapat anak.

20
Selanjutnya, keadilan dalam memberlakukan disiplin dan

menjaga individualitas anak menjadi tanda orang tua yang

komunikatif.Mereka tidak hanya menciptakan aturan, tetapi juga

memberikan pemahaman terhadap perbedaan karakter setiap

anak.Atmosfer hangat dan penuh kasih sayang, tanpa rasa ketakutan,

juga mencerminkan sifat komunikatif orang tua.

Orang tua yang komunikatif juga memberikan contoh perilaku

positif kepada anak-anak mereka.Selain itu, mereka menjadi teman

yang baik dan mendukung anak dalam berbagai kegiatan,

menunjukkan kebaikan hati sebagian besar waktu.Kasih sayang yang

konsisten, simpati terhadap kesedihan atau kesulitan anak, dan usaha

untuk menciptakan suasana rumah yang bahagia juga mencirikan

orang tua yang efektif dalam berkomunikasi.

Terakhir, memberikan kemandirian yang sesuai dengan usia

anak adalah salah satu ciri orang tua yang komunikatif. Ini mencakup

memberi anak tanggung jawab yang sesuai dengan perkembangan

mereka, sehingga mereka dapat belajar mandiri dengan dukungan

yang tepat dari orang tua.Dengan demikian, melalui kombinasi ciri-

ciri ini, dapat diperoleh gambaran orang tua yang mampu membangun

komunikasi yang efektif dan positif dengan anak-anak mereka.

Efektivitas komunikasi terjadi ketika komunikan, dalam hal ini

anak, mampu menginterpretasikan pesan yang diterima sesuai dengan

21
maksud komunikator, yaitu orang tua.Namun, seringkali terjadi

kegagalan saling pemahaman. Kesalahpahaman dalam komunikasi

dapat berasal dari perbedaan cara komunikan, yaitu anak, menangkap

makna suatu pesan yang berbeda dari maksud yang dimaksudkan oleh

komunikator, dalam hal ini orang tua. Keberhasilan komunikasi

terhambat karena komunikator kurang tepat dalam menyampaikan

maksudnya.

Oleh Karena itu, Baharuddin (2019) menyebutkan bahwa

terdapat tiga syarat yang harus dipenuhi untuk mencapai komunikasi

yang efektif, yakni:

1. Sebagai komunikator, usaha harus dilakukan agar pesan-pesan

yang disampaikan mudah dipahami oleh penerima.

2. Kredibilitas sangat penting bagi komunikator sebagai pengirim

pesan, melibatkan kepercayaan dan keterandalan pernyataan yang

disampaikan kepada penerima (komunikan).

3. Komunikator harus berusaha mendapatkan umpan balik yang

optimal mengenai dampak pesan yang disampaikan di dalam diri

penerima.

Tiga syarat yang disebutkan oleh Baharuddin (2019) di atas

memberikan panduan yang jelas untuk mencapai komunikasi yang

efektif.Dengan memastikan pesan mudah dipahami, membangun

kredibilitas sebagai komunikator, dan mendapatkan umpan balik yang

22
baik, komunikasi dapat menjadi lebih efektif dan memberikan dampak

yang diinginkan.

2.1.5. Pengertian Perilaku Anak

Menurut Suralaga (2021) Perilaku dapat diidentifikasi sebagai

berbagai cara manusia dan makhluk hidup dalam merespons atau

bereaksi terhadap lingkungannya. Konsep perilaku dapat diartikan

sebagai aksi atau peraksi yang muncul sebagai respons terhadap

rangsangan eksternal.Definisi ini merangkum segala bentuk tingkah

laku manusia, baik yang bersifat refleks maupun sadar, serta

menjangkau kedua aspek, yaitu dimensi jasmani dan rohani.

Dengan penjelasan tersebut, pemahaman tentang perilaku

mencakup tindakan konkret yang dapat diamati dan diukur, serta

aspek-aspek abstrak yang terkait dengan dimensi kejiwaan

manusia.Segala bentuk respon terhadap rangsangan dari luar, baik

yang bersifat naluriah maupun yang disadari, merupakan bagian dari

kajian perilaku.

Melalui sudut pandang ini, perilaku dapat dilihat sebagai

cermin interaksi antara manusia atau makhluk hidup dengan

lingkungannya.Konsep ini juga membantu menggambarkan

kompleksitas manusia dalam menanggapi stimulus dan bagaimana

pengalaman serta interaksi tersebut membentuk pola perilaku yang

beragam.Dengan demikian, pemahaman terhadap perilaku menjadi

23
landasan penting dalam memahami dinamika individu dan

masyarakat.

Definisi perilaku menurut Suralaga (2021) menggambarkan

bahwa perilaku mencakup respons atau reaksi terhadap

lingkungan.Penjelasan ini memberikan pemahaman lebih lanjut

tentang beragam bentuk perilaku, baik yang bersifat refleks maupun

sadar, serta melibatkan aspek jasmani dan rohani manusia.

Rahmadi dkk (2023) menjelaskan dalam bukunya "Psikologi

Pendidikan" bahwa sikap dapat diartikan sebagai kecenderungan

untuk merespons suatu hal, orang, atau benda dengan suka, tidak suka,

atau acuh tak acuh. Sumber lain menyatakan bahwa sikap melibatkan

pandangan atau perasaan yang juga disertai dengan kecenderungan

untuk bertindak terhadap objek tertentu. Sikap senantiasa terarah

kepada sesuatu, yang berarti bahwa setiap sikap memiliki objek yang

menjadi fokusnya.Oleh karena itu, sikap selalu terfokus pada sesuatu,

yang berarti tidak mungkin ada sikap tanpa adanya objek.Pengertian

sikap yang dijelaskan oleh Umami (2019), yaitu sebagai "kesediaan

seseorang untuk bertindak secara khusus terhadap hal-hal tertentu,"

mendukung konsep bahwa sikap melibatkan orientasi khusus terhadap

objek tertentu.Penjelasan tersebut menggambarkan pengertian sikap

menurut Rahmadi dkk (2023) dan konsep bahwa sikap selalu terkait

dengan objek tertentu.Inklusi definisi oleh Umami (2019) memberikan

24
klarifikasi tambahan tentang sikap sebagai kesediaan untuk bertindak

secara khusus terhadap hal-hal tertentu.

2.1.6. Faktor Yang Mempengaruhi Perilaku Anak

Pembentukan perilaku tidak terjadi secara otomatis, meskipun

kecenderungan perilaku dapat ada sejak lahir. Proses pembentukan

perilaku seseorang melibatkan pengalaman-pengalaman dan interaksi

manusia dengan objek tertentu yang terjadi secara berulang-ulang.

Perilaku individu dipengaruhi oleh berbagai faktor, baik internal

(interen) maupun eksternal (ekstren), yang berasal dari dalam diri

individu itu sendiri atau dari lingkungan eksternalnya.

Faktor internal, seperti genetik, jenis kelamin, sifat fisik,

kepribadian, bakat, dan intelegensia, turut berperan dalam membentuk

perilaku seseorang. Di sisi lain, faktor eksternal melibatkan

lingkungan sekitar individu, seperti keluarga, sekolah, dan

masyarakat. Lingkungan tersebut dapat memberikan pengaruh dan

rangsangan yang memengaruhi perilaku individu secara langsung atau

tidak langsung.

Pentingnya pemahaman terhadap kedua faktor ini dapat

membantu dalam merancang pendekatan yang lebih holistik dalam

membimbing dan membentuk perilaku positif pada individu.Dengan

demikian, upaya pembentukan perilaku yang diinginkan dapat

dilakukan secara lebih efektif dengan memperhatikan interaksi antara

25
faktor internal dan eksternal.Penjelasan ini memperjelas bahwa

pembentukan perilaku melibatkan faktor-faktor internal dan eksternal,

serta menyoroti peran pengalaman dan interaksi dalam membentuk

perilaku seseorang.Konsep ini memberikan pemahaman yang lebih

mendalam tentang kompleksitas faktor-faktor yang berkontribusi pada

pembentukan perilaku.

Menurut Hariandja (2006), terdapat faktor-faktor yang dapat

mempengaruhi pembentukan perilaku seseorang, yaitu:

1. Faktor genetik,melibatkan unsur keturunan atau bawaan yang

individu bawa sejak lahir. Ini mencakup ciri-ciri fisik dan

kemampuan tertentu yang diwarisi dari orang tua, seperti bakat

atau sifat pemarah atau penyabar..

2. Faktor lingkungan,melibatkan situasi atau kondisi di dalam dan di

sekitar individu, termasuk lingkungan rumah, sekolah, dan

masyarakat. Lingkungan ini merupakan tempat di mana individu

menghadapi berbagai situasi sehari-hari, mencari bimbingan, dan

menemukan teladan perilaku.

Penjelasan ini memisahkan dan merinci faktor-faktor yang

mempengaruhi pembentukan perilaku, yaitu faktor genetik dan faktor

lingkungan. Hal ini memudahkan pembaca untuk memahami

kontribusi masing-masing faktor dalam membentuk perilaku individu

Manusia tidak bersifat statis; sebaliknya, ia adalah makhluk

yang dinamis, senantiasa mengalami perubahan yang dipengaruhi oleh

26
pengalaman-pengalaman dari lingkungan sekitarnya, termasuk

keluarga, sekolah, dan masyarakat. Selain faktor-faktor yang telah

dikemukakan oleh Hariandja, terdapat pula faktor internal yang

memengaruhi perilaku anak.Faktor-faktor internal tersebut meliputi

jenis ras/keturunan, jenis kelamin, sifat fisik, kepribadian, bakat, dan

kecerdasan.

2.1.7. Penanganan Terhadap Perilaku Anak

Quinn et al. (1995) menguraikan secara konseptual beberapa

model penanganan anak-anak dengan gangguan emosi dan perilaku

sebagai berikut:

1. Pendekatan Perilaku:

Pendekatan ini difokuskan pada penyediaan lingkungan belajar

yang sangat terstruktur, pengukuran perilaku siswa secara tepat,

dan intervensi yang dirancang untuk meningkatkan atau

mengurangi perilaku.Kemajuan tujuan diukur secara hati-hati dan

sesering mungkin.

2. Pendekatan Ekologi:

Masalah anak dipandang sebagai hasil dari interaksi dengan

keluarga, sekolah, dan masyarakat.Tidak hanya fokus pada anak

atau remaja, tetapi juga melakukan perubahan dalam keluarga,

sekolah, lingkungan, dan masyarakat. Intervensi Keluarga, seperti

Pelatihan Manajemen Pola Asuh (PMP), mengajarkan orang tua

27
untuk mengubah respons terhadap anak-anak mereka guna

meningkatkan perilaku prososial.

3. Pendekatan Sosial-Kognitif:

Anak diajarkan interaksi antara pengaruh lingkungan dan

perilakunya.Terapi kognitif individual diterapkan melalui

Penanganan Kognitif, di mana anak-anak dapat memperbaiki

perilaku mereka dengan mempelajari keterampilan kognitif untuk

mengendalikan emosi, bahkan tanpa melibatkan keluarga.

4. Pendekatan Psikoedukasional:

Menggabungkan pandangan psikoanalitik dengan prinsip-prinsip

pengajaran.Perilaku diukur terutama dalam konteks belajar, dan

pemenuhan kebutuhan individu anak ditekankan melalui proyek-

proyek dan seni kreatif.

5. Pendekatan Psikoanalitik:

Didasarkan pada karya Sigmund Freud, pendekatan ini melibatkan

analisis masalah pada anak sebagai dasar konflik bawah sadar dan

motivasi.Contohnya, Program Head Start adalah pendidikan

prasekolah berbasis komunitas dengan fokus pada pengembangan

keterampilan kognitif sosial sejak dini.

6. Pendekatan Humanistik:

Menekankan cinta dan kepercayaan dalam proses belajar

mengajar. Anak-anak didorong untuk menjadi terbuka dan

28
berkembang sebagai individu bebas, dengan penerapan pengaturan

pendidikan yang non otoriter dan non tradisional.

Kesimpulan dari beberapa pendekatan penanganan anak yang

mengalami gangguan perilaku menitikberatkan pada proses

pendidikan. Peran pendidik, baik itu orang tua, guru, maupun

masyarakat, menjadi krusial dalam mengantisipasi dan menangani

gangguan perilaku pada anak melalui upaya pendidikan.Dalam

konteks ini, pendidikan diharapkan dapat mencapai tujuannya, yaitu

perubahan perilaku pada siswa.

Pendidikan yang efektif seharusnya bersifat holistik,

mencakup pendidikan formal, informal, dan non-

formal.Mengintegrasikan ketiga jenis pendidikan ini diharapkan dapat

menciptakan lingkungan yang mendukung perkembangan positif

anak.Namun, perlu diakui bahwa implementasi pendekatan holistik

dalam pendidikan bukanlah tugas yang mudah.

Upaya meningkatkan sumber daya manusia di masa yang akan

datang melalui pola pendidikan yang terintegrasi memerlukan

kerjasama dan keterlibatan semua pihak terkait. Oleh karena itu,

sinergi antara orang tua, guru, dan masyarakat sangat diperlukan agar

anak dapat tumbuh dan berkembang dengan baik, serta mampu

mengatasi atau mencegah gangguan perilaku yang mungkin timbul.

29
2.2 Penelitian Terdahulu

Penelitian terdahulu merupakan salah satu acuan sebelum melakukan

sebuah penelitian sehingga penulis dapat memperkaya teori yang digunakan

pada penelitian yang akan dilakukan. Beberapa penelitian terdahulu mengenai

komunikasi orang tua dan perilaku anak yang telah dilakukan, diantaranya

Penelitian yang dilakukan oleh Pratiwi & Dwi (2017) dengan judul

Kenakalan Pada Remaja ANDIKPAS (Anak Didik Lapas): Pengaruh

Komunikasi Orang Tua atau Self-Esteem?. Perbedaan penelitian ini dengan

penelitian yang akan dilakukan yakni terletak pada subjek, instrument dan

tempat penelitian. Penelitian ini melakukan penelitian pada anak didik lapas

untuk mengetahui penyebab anak-anak ini bisa menjadi anak didik lapas

terhadap komunikasi dengan orang tua mereka. Selain itu, tempat penelitian

ini dilakukan di LPKA Bogor sedangkan penelitian yang akan dilakukan

bertempat di Kota Batam.

Penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Siahaan dkk (2021) yang

berjudul Pengaruh Komunikasi Orangtua Terhadap Perilaku Agresif Verbal

Anak Usia 5-6 Tahun. Terdapat beberapa perbedaan pada penelitian ini

dengan penelitian yang akan dilakukan. Pertama, subjek penelitian ini yakni

anak usia 5-6 tahun sedangkan penelitian yang akan dilakukan melakukan

penelitian pada anak remaja. Kedua, penelitian ini lebih berfokus pada agresif

verbal anak sedangkan penelitian yang akan dilakukan berfokus pada perilaku

penyimpang remaja. Terakhir, penelitian ini dilakukan di Paud Tunas Harapan

30
Tapanuli Utara sedangkan penelitian yang akan dilakukan yakni di Kota

Batam.

Penelitian yang dilakukan oleh Baharuddin (2019) dengan judul

penelitian Pengaruh Komunikasi Orang Tua Terhadap Perilaku Anak Pada

MIN 1 Lamno Desa Pante Keutapang Aceh Jaya. Perbedaan penelitian ini

dengan penelitian yang akan dilakukan yakni pada lokasi penelitian berada

pada daerah yang berbeda. Selain itu, perbedaan juga terdapat pada instrument

penelitian yang digunakan.

2.3 Kerangka Pemikiran

Kerangka berpikir berarti suatu konsep yang menjadi dasar dalam

pengembangan penelitian ini.Kerangka berpikir digunakan untuk

menggambarkan penelitian.Dalam penelitian ini, terdapat satu variabel bebas

(Independent Variable) yaitu Komunikasi Orang Tua (X) Yang akan

mempengaruhi satu variabel terikat (Dependent Variable) yaitu, Perilaku

Anak (Y).Adapun untuk lebih mempermudah dalam memahami kerangka

berpikir penelitian ini maka peneliti menggambarkan skema terhadap

kerangka berpikir dalam penelitian ini sebagai berikut:

Komunikasi Orang Tua Perilaku Anak


dengan anak (Y)
(X)

Gambar 2.1 Kerangka Pemikiran

31
Keterangan:

X : Independent

Y : Dependent

2.4 Hipotesis

Hipotesis merupakan suatu dugaan sementara atau pendapat awal dari

seorang peneliti yang memerlukan pengujian kebenarannya dalam ranah

penelitian. Terdapat dua jenis hipotesis, yakni hipotesis alternatif (Ha) dan

hipotesis nihil (Ho), yang merupakan bagian integral dari proses penelitian.

Hipotesis alternatif (Ha) merujuk pada prediksi atau asumsi bahwa ada

hubungan atau perbedaan yang signifikan antara variabel yang diteliti.

Sebaliknya, hipotesis nihil (Ho) menyatakan bahwa tidak ada hubungan atau

perbedaan yang signifikan antara variabel tersebut.Adapun hipotesa

alternative dan hipotesa nol (nihil) dalam penelitian ini adalah:

Ho (Hipotesis Nol/Nihil) : tidak terdapat ko relasi (pengaruh) yang signifikan

antar komunikasi orang tua dengan perilaku anak.

Ha (Hipotesa Alternatif) : terdapat korelasi (pengaruh) yang signifikan antar

komunikasi orang tua dengan perilaku anak.

32
BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Metode Penelitian

Metode penelitian, atau yang sering disebut metodologi penelitian,

merujuk pada cara-cara yang digunakan dalam mengumpulkan dan

menganalisis data.Istilah metodologi sendiri mengacu pada serangkaian

prosedur yang digunakan untuk memperoleh pengetahuan dengan

kepercayaan yang tinggi.Metode penelitian dikembangkan secara sistematis

sebagai suatu rencana untuk menghasilkan data terkait dengan suatu masalah

penelitian tertentu.

Pembahasan tentang metode penelitian menjadi penting karena

metode yang digunakan akan memengaruhi kualitas dan validitas hasil

penelitian. Dalam konteks ini, penting untuk memilih metode yang sesuai

dengan tujuan penelitian dan karakteristik masalah yang diteliti. Metode

penelitian mencakup langkah-langkah sistematis yang membimbing peneliti

dalam merancang dan melaksanakan penelitian untuk mendapatkan informasi

yang akurat dan dapat diandalkan..

Menurut Sugiyono (2015), yang dikutip oleh Syahrum & Salim

(2014), metode penelitian pada dasarnya adalah pendekatan ilmiah untuk

memperoleh data dengan tujuan dan kegunaan tertentu. Dalam penelitian ini,

penulis memilih menggunakan metode kuantitatif. Penelitian ini akan

dilakukan dengan menerapkan metode penelitian lapangan (field research)

dan metode kepustakaan untuk mengumpulkan data.

33
Pembahasan metode penelitian menjadi sangat penting karena metode

yang dipilih akan memberikan landasan untuk langkah-langkah penelitian

selanjutnya. Pemilihan metode kuantitatif menandakan bahwa penelitian ini

akan fokus pada pengumpulan data berupa angka atau statistik untuk

dianalisis secara objektif. Metode penelitian lapangan akan melibatkan

pengamatan langsung di lokasi penelitian, sementara metode kepustakaan

akan mengandalkan referensi dan literatur sebagai sumber data.

Dengan menggunakan metode kuantitatif, diharapkan penelitian ini

dapat memberikan hasil yang dapat diukur dan dianalisis secara sistematis.

Metode penelitian lapangan akan memungkinkan penulis untuk mendapatkan

data secara langsung dari lapangan, sementara metode kepustakaan akan

memberikan dasar teoritis dan konseptual yang kuat. Kombinasi kedua

metode tersebut diharapkan dapat memberikan gambaran yang komprehensif

terkait dengan masalah penelitian yang diangkat..

3.2 Desain Penelitian

Dalam rangka mengumpulkan data, penelitian ini akan menerapkan

dua metode utama, yaitu penelitian lapangan (field research) dan metode

kepustakaan. Selain itu, penulis juga akan menggunakan metode Deskriptif

Analisis dalam penyusunan penelitian ini.Penelitian lapangan akan

memungkinkan penulis untuk mengamati secara langsung situasi atau

fenomena yang menjadi objek penelitian. Melalui observasi dan interaksi

34
langsung di lapangan, diharapkan data yang diperoleh lebih dapat

mencerminkan realitas dan konteks yang sebenarnya.

Sementara itu, metode kepustakaan akan memanfaatkan referensi,

buku, jurnal, dan literatur terkait sebagai sumber data. Pemanfaatan metode ini

penting untuk memberikan landasan teoritis dan kontekstual terhadap

penelitian.Dengan menggabungkan penelitian lapangan dan metode

kepustakaan, diharapkan penelitian ini dapat memberikan gambaran yang

komprehensif dan mendalam terkait dengan topik yang diteliti. Selain itu,

metode Deskriptif Analisis akan digunakan untuk menguraikan dan

menganalisis data secara terinci, sehingga dapat diperoleh pemahaman yang

lebih mendalam terkait dengan hasil penelitian.

Penelitian ini menggunakan dua jenis data utama, yaitu data primer

dan data sekunder.Data primer diperoleh langsung dari sumber pertama

melalui jawaban responden dalam kuesioner.Sebaliknya, data sekunder

merupakan data primer yang telah diolah lebih lanjut. Data sekunder ini

berasal dari informasi yang sudah dikumpulkan oleh pihak lain yang relevan

dengan masalah penelitian.

Dengan mengumpulkan data primer melalui kuesioner, penelitian

dapat merinci perspektif langsung responden terkait dengan topik

penelitian.Sementara itu, data sekunder memberikan dimensi tambahan

dengan memanfaatkan informasi yang telah ada, seperti jumlah responden dan

aktivitas sosial keluarga.Penggabungan keduanya diharapkan dapat

memberikan gambaran yang komprehensif tentang fenomena yang diteliti,

35
dengan memadukan perspektif langsung dari responden dan informasi terkait

yang telah dikumpulkan sebelumnya.

3.3 Subjek dan Objek Penelitian

3.3.1. Subjek Penelitian

Penelitian ini menerapkan pendekatan penelitian populasi, di mana

tidak ada teknik pengambilan sampel karena jumlah populasi terbatas.

Populasi penelitian ini terdiri dari 66 remaja tingkat Sekolah Menengah Atas

dengan rentang usia 15-18 tahun beserta orang tua mereka di Kota Batam

pada tahun 2023. Keputusan untuk tidak menggunakan teknik sampel sejalan

dengan pandangan Arikunto (2006) dalam Syahrum & Salim (2014), yang

menyarankan bahwa jika jumlah subjek kurang dari 100, lebih baik

mengambil seluruh populasi untuk memastikan penelitian dapat dianggap

sebagai penelitian populasi.

Pendekatan penelitian populasi ini memberikan keunggulan dalam

menghasilkan generalisasi yang lebih luas terhadap populasi yang lebih besar.

Dengan meneliti seluruh populasi remaja dan orang tua yang memenuhi

kriteria, penelitian ini berupaya memberikan pemahaman yang komprehensif

tentang fenomena yang diteliti pada kelompok tersebut di Kota Batam..

3.3.2. Objek Penelitian

36
Penelitian ini berfokus pada pengaruh komunikasi orang tua terhadap

perilaku anak di Kota Batam. Terdapat dua variabel utama dalam penelitian

ini:

1. Komunikasi orang tua dengan anak sebagai variabel independen (bebas),

disimbolkan dengan huruf (X). Komunikasi ini dianggap sebagai

masukan yang berpengaruh terhadap perilaku anak. Orang tua, sebagai

pendidik utama, memiliki peran penting dalam menciptakan komunikasi

yang efektif dan efisien dengan anggota keluarga, khususnya anak, atas

kesadaran diri mereka.

2. Perilaku anak sebagai variabel dependen (terikat), disimbolkan dengan

huruf (Y). Perilaku anak merupakan hasil dari interaksi dengan variabel

independen. Dengan kata lain, perilaku anak menjadi dampak yang

muncul setelah orang tua secara konsisten menciptakan komunikasi yang

efektif dan efisien.

Pemahaman mengenai hubungan antara komunikasi orang tua dan

perilaku anak diharapkan dapat memberikan wawasan yang lebih dalam

tentang dinamika keluarga dan dampaknya terhadap perkembangan anak di

Kota Batam.

3.4 Instrumen Penelitian

Instrumen penelitian merupakan alat atau fasilitas yang memudahkan

peneliti dalam mengumpulkan data agar hasilnya lebih cermat, lengkap, dan

sistematis, serta dapat lebih mudah diolah.Dalam konteks penelitian ini,

37
peneliti menggunakan instrumen berupa angket sebagai alat pengumpul

data.Angket yang digunakan spesifik berkaitan dengan komunikasi antara

orang tua dan perilaku anak.

Instrumen penelitian berperan penting dalam menunjang validitas dan

reliabilitas data yang dikumpulkan.Dalam penelitian ini, instrumen yang

digunakan adalah angket, suatu bentuk kuesioner yang dirancang untuk

mengumpulkan data seputar komunikasi orang tua dengan perilaku

anak.Penggunaan angket diharapkan dapat memberikan gambaran yang

komprehensif dan terukur terkait dinamika komunikasi dalam keluarga serta

dampaknya pada perilaku anak.

Tabel 3.1Kisi-kisi Instrumen Angket Komunikasi Orang Tua dengan

Perilaku Anak

No
No Variabel Indikator Jumlah
Item
1 Komunikasi orang a. Keakraban 7
1
tua dengan anak  Orang tua mengajak anak berkomunikasi
(X)  Orang tua menyediakan waktu khusus
untuk berlibur bersama anak dan 2
keluarga
 Orang tua meluangkan waktu untuk
3
santai bersama anak dan keluarga
 Orang tua menyediakan waktu untuk
4
makan bersama anak dan keluarga
 Orang tua memberikan pujian, belaian, 5
ciuman atau bentuk kasih sayang lainnya
kepada anak

38
 Orang tua berusaha menciptakan
kehangatan dan kenyaman kepada anak 6
dan keluarga di rumah
 Orang tua selalu menjadi teladan/contoh
7
yang baik bagi anak-anaknya di rumah
b. Keterbukaan 8
 Orang tua menanyakan segala
permasalahan yang sedang dihadapi oleh
anak
6
 Orang tua merespon/menanggapi dengan
baik jika anak sedang menceritakan
9
permasalahannya

 Orang tua membicarakan masalah yang


sedang terjadi dalam keluarga kepada 10
anak dan keluarga
 Orang tua memberi teguran/nasehat,
ketika anak berkata kurang baik terhadap 11
siapa saja
 Orang tua selalu mencari kesepahaman
apabila terjadi perbedaan pendapat 12
dengan anak
 Orang tua menjadi teman curhat yang
menyenangkan bagi anak dan keluarga 13
di rumah
c. Perhatian 7
 orang tua memberikan contoh/teladan
14
yang baik kepada anak dalam
berperilaku
 Orang tua selalu memperhatikan dan 15

39
memberi arahan pada perubahan-
perubahan yang terjadi pada perilaku
anak
 Orang tua selalu menanamkan nilai-nilai
budi pekerti yang baik kepada anak di 16
rumah
 Orang tua menegur/menasehati ketika
anak bermalas-malasan dalam 17
melaksanakan shalat lima waktu
 Orang tua selalu memberikan
penghargaan (pujian, ucapan selamat
18
atau motivasi), jika anak berperilaku
baik terhadap siapa pun
 Orang tua membiarkan ketika melihat
anak-anak bertengkar dengan saudara 19
kandungnya di rumah
 Orang tua selalu mementingkan/sibuk
dengan pekerjaanya sendiri di luar
20
rumah dari pada mengurus anak dan
keluarga di rumah
2 Perilaku anak (Y) a. Sikap anak terhadap Sang Kholik 6
 Anda selalu melaksanakan shalat diawal 21
waktu
 Anda merasa terpaksa dalam
22
melaksanakan shalat
 Anda bergegas berangkat ke masjid
23
ketika adzan berkumandang
 Anda berusaha bersabar dan ikhlas 24
ketika diberikan cobaan/ujian dari Allah
SWT

40
 Anda membaca “Bismillah”/doa ketika
25
hendak melakukan hal kebaikan
 Anda berdoa dan berzikir setelah
26
melaksanakan ibadah shalat
b. Sikap anak terhadap sesame manusia
terdiri dari:
1. Terhadap orang tua 27
 Anda melaksanakan dengan senang hati
ketika bapak/ibu memerintahkan sesuatu 5
 Anda meminta izin dan mencium tangan
28
kedua orang tua ketika hendak bepergian
 Anda berkata kurang baik kepada
29
bapak/ibu, ketika anda sedang kesal
 Anda merasa kesal kepada bapak/ibu
sibuk dengan pekerjaanya sendiri hingga 30
berkurang perhatiannya
 Anda menerima dengan ikhlas ketika
orang tua anda sedang memberikan 31
nasehat
2. Terhadap guru 5
 Ketika anda berpapasan/bertemy dengan 32
guru, anda memberika salam kepadanya
 Anda tepat pada waktunya datang ke
33
sekolah
 Anda tertidur atau bercanda ketika guru
34
sedang menerangkan pelajaran
 Anda merespon dengan baik ketika guru
35
memberi teguran
 Anda mendapat teguran dari guru BP 36
ketika melakukan kesalahan

41
3. Terhadap teman
 Anda menolong teman yang sedang 37
tertimpa musibah
 Anda selalu meminta maaf kepada teman
38
saya ketika melakukan kesalahan 4
 Anda menegur teman yang berperilaku
39
kurang baik
 Anda mengajar teman untuk shalat
40
berjama’ah di sekolah bersama guru

3.5 Teknik Pengumpulan Data

Dalam penelitian ini, teknik pengukuran angket dilakukan melalui

kuesioner dengan memberikan bobot nilai sesuai dengan jenis

pertanyaannya.Setiap jawaban dalam kuesioner memiliki poin tertentu yang

digunakan untuk menghitung data penelitian. Penulis memberikan skor pada

setiap jawaban dengan cara sebagai berikut:

Tabel 3.2 Skor Pertanyaan dari setiap point pertanyaan

Pernyataan (+) (-)


Selalu 4 1
Sering 3 2
Kadang-kadang 2 3
Tidak pernah 1 4

3.6 Teknik Analisis Data

42
Berikut adalah teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian

ini adalah sebagai berikut :

1. Menyeleksi data dengan maksud memeriksa kelengkapan data atau

memeriksa angket yang telah dikumpulkan kembali dari responden;

2. Memberi skor pada tiap item pernyataan sesuai dengan skala likert;

3. Memasukkan data ke dalam tabulasi data dalam Microsof Excel;

4. Menghitung skor ideal untuk setiap pernyataan dengan mengalikan skor

tertinggi dengan seluruh jumlah responden;

5. Menentukan interval skor dengan mengkategorikan penggunaan asesmen

berdasarkan perolehan skor angket.

Kemudian rumus untuk mengolah data sebagai berikut:

1) Deskriptif prosentase menggunakan rumus:

F
P= N
x 100 %

Keterangan:

P = Angka prosentase

F = Frekuensi yang sedang dicari frekuensinya

N = Number cases (jumlah/banyaknya individu)

Dalam menetapkan ada atau tidaknya pengaruh komunikasi orang

tua dengan anak terhadap perilaku anak, ketentuan skala prosentase yang

penulis gunakan adalah:

100% : Seluruhnya

43
90-99% : Hampir seluruhnya

60-89% : Sebagian besar

51-59% : Lebih dari setengah

50% : Setengah

40-49% : Hampir setengah

10-39% : Sebagian seklai

1-9% : Sedikit seklai

0% : Tidak ada sama sekali

2) Korelasi product moment dari pearson, untuk uji hipotesa dan untuk

mengetahui pengaruh antara variabel X dan Y, dengan menggunakan

rumus sebagai berikut:

{NΣxy −( Σx ) ( Σy ) }
rxy = 2−(Σ y 2)}
√{ NΣ x −(Σ x )}{N y ¿
2 2
¿

Keterangan:

rxy = Angka indeks korelasi “r” product moment

N = Jumlah subjek

Σxy = Jumlah hasil perkalian antara skor x dan y

Σx = Jumlah hasil skor x

Σy = Jumlah hasil skor y

3.7 Jadwal Penelitian

44
No Kegiatan Bulan 2023

. Jul Ag Sep Ok Nov Des

u t

1. Tahap persiapan penelitian

a. Penyusunan dan pengajuan

judul

b. Pengajuan proposal

c. Perijinan penelitian

2. Tahap pelaksanaan

a. Pengumpulan data

b. Analisis data

3. Tahap penyusunan laporan

45
DAFTAR PUSTAKA

Abdurrahman, S. (2020). Konsep pendidikan anak dalam keluarga perspektif


Zakiah Daradjat (Doctoral dissertation, Universitas Islam Negeri
Maulana Malik Ibrahim).
Baharuddin.(2019). Pengaruh Komunikasi Orang Tua Terhadap Perilaku Anak
Pada MIN 1 Lamno Desa Pante Keutapang Aceh Jaya.Jurnal Al-
Ijtimaiyyah: Media Kajian Pengembangan Masyarakat Dalam Islam,
5(1): 105-123.
Beal, C. R., Garrod, A., Ruben, K., Stewart, T. L., & Dekle, D. J. (2014).
Children's moral orientation: Does the gender of dilemma character make
a difference?.Journal of Moral Education, 26(1), 45-58
Gordon, T. (1980).Parent effectiveness training: a preventive program and its
effects on families.In Handbook on parent education (pp. 101-121).
Academic Press
Hariandja, M. T. E. (2006). Perilaku organisasi memahami dan mengelola
perilaku dalam organisasi. UNPAR Press
Hildayani, R., Sugianto, M., Tarigan, R., & Handayani, E. (2014).Psikologi
Perkembangan Anak. Univeritas Terbuka
Mi'raj, Rahimatul. (2021). Identifikasi Bentuk Komunikasi Efektif.UIN Ar-Raniry.
Mufidah, Hilmi. (2008). Komunikasi Antara orang Tua Dengan Anak dan
Pengaruhnya Terhadap Perilaku Anak. Jakarta: UIN Syarif Hidayatullah
Mulyana, D., & Rakhmat, J. (2001). Komunikasi antarbudaya. Remaja
Rosdakarya
Nuraida, N., & Zaki, M. (2017).Pola Komunikasi Gender Dalam
Keluarga.Wardah, 18(2), 181-200
Nurdin, A., Moefad, A. M., Zubaidi, A. N., & Harianto, R. (2013).Pengantar Ilmu
Komunikasi. Surabaya IAIN Sunan Ampel
Pratiwi I &Dwi H. (2017). Kenakalan Pada Remaja ANDIKPAS (Anak Didik
Lapas): Pengaruh Komunikasi Orang Tua atau Self-Esteem?.Jurnal Ilmu
Keluarga & Konseling. Vol. 10: 36-46.
Quinn, K. P., Newman, D. L., & Cumblad, C. (1995).Behavioral characteristics of
children and youth at risk for out-of-home placements.Journal of
Emotional and Behavioral Disorders, 3(3), 166-173.

46
Rahmadi, H., Qurtubi, M. P. D. H. A., Effendi, M. A. M. S., Karim, S. P. D. A.
R., Laiya, M. P. D. R. E., Pebriana, M. P. H., ... & Hamdani, M. P. H.
(2023). Psikologi pendidikan. LovRinz Publishing.
Rahmawati, R., & Gazali, M. (2018).Pola komunikasi dalam keluarga. Al-
Munzir, 11(2), 327-245
Rogi, B. A. (2015). Peranan komunikasi keluarga dalam menanggulangi
kenakalan remaja di Kelurahan Tataaran 1 Kecamatan Tondano
Selatan.Acta Diurna Komunikasi, 4(4).
Sapienza, Z. S., Iyer, N., & Veenstra, A. S. (2018). Reading Lasswell's model of
communication backward: Three scholarly misconceptions. In Advances
in Foundational Mass Communication Theories (pp. 38-61).Routledge.
Siahaan, Y. E, Panggung. S, & Anita, Y. (2021). Pengaruh Komunikasi Orangtua
Terhadap Perilaku Agresif Verbal Anak Usia 5-6 Tahun. Jurnal Obsesi:
Jurnal Pendidikan Anak Usia Dini, 5(2): 1472-1486.
Suralaga.(2021). Psikologi Pendidikan Implikasi Dalam Pendidikan. Rajawali
Press.
Syahrum, S., & Salim, S. (2014).Metodologi Penelitian Kuantitatif. Bandung:
Citapustaka Media.
Umami, I. (2019). Psikologi remaja.Yogyakarta Press.

47

Anda mungkin juga menyukai