Anda di halaman 1dari 8

TUGAS TENTANG ASAS HUKUM PIDANA

Dosen Pengampu:Nur Chasanah,Dr

Disusun oleh kelompok 8:


1.Ray Zihan Syah Santoso 22120000171
2.Sylvia Cahaya Pertiwi 22120000173
3.Ananda Putri Ana 22120000192

UNIVERSITAS ISLAM KADIRI KEDIRI


FAKULTAS HUKUM
2023/2024

BAB I
PENDAHULUAN

Asas universal merupakan salah satu asas dasar mengenai keberlakuan hukum pidana bersama
dengan asas teritorial, asas nasionalitas aktif dan asas nasionalitas pasif. Asas ini merupakan asas
yang menyatakan bahwa hukum pidana nasional dapat diberlakukan bagi seiap orang yang
melakukan tindak pidana di mana saja, asas ini muncul dilandasi oleh pemikiran perlunya
neagara-negara di dunia bersatu memberantas tindak pidana yang dianggap sebagai musuh
bersama umat manusia, asas ini juga dapat dijumpai dalam hukum pidana nasional berbagai
negara termasuk Indonesia. Hukum pidana Indonesia mengatur bahwa asas universal dapat
diberlakukan terhadap kejahatan pembajakan kapal atau perompakan dan kejahatan pembajakan
pesawat udara.

Pada perkembangannya asas universal dianggap perlu diterapkan tidak hanya pada kejahatan
pembajakan kapal dan pembajakan pesawat udara melainkan juga pada beberapa jenis kejahatan
internasional. Dengan menggunakan pendekatan perbandingan tulisan ini akan mengkaji
pengaturan mengenai asas universal di Indonesia, Belanda dan Prancis serta mengkaji persamaan
dan perbedaan di antara ketiganya, Belanda dan Prancis dipilih sebagai pembanding karena
kemiripan hukum dan sistem peradilan pidana Indonesia dengan kedua negara tersebut. Tulisan
ini merupakan studi kepustakaan, bahan hukum diperoleh dari buku, peraturan hukum pidana
ketiga negara dan sumber bacaan lainnya. Tulisan ini menyimpulkan bahwa meski terdapat
kesamaan di antara tiga negara dari segi pemberlakuan asas universal terhadap kejahatan
perompakan dan pembajakan pesawat udara antara Indonesia dengan Belanda dan Prancis,
namun Indonesia masih belum menbuka ruang bagi penerapan asas universal terhadap kejahatan-
kejahatan internasional seperti Belanda dan Prancis.
BAB II

PEMBAHASAN

A. Tinjauan Singkat Terhadap Asas Universal

Menurut Antonio Cassese, asas universal adalah asas yang medorong negara manapun untuk
mengadili orang yang telah melakukan kejahatan internasional tanpa memedulikan lokasi
kejahatan tersebut dilakukan ataupun kewarganegaraan si pelaku maupun korban (Cassese,
2003), mirip dengan Cassese, Jan Remmelink menyatakan bahwa asas universal merupakan asas
mengenai penerapan hukum pidana tanpa menganggap siapa yang bersalah, di mana dan
terhadap apa tindakan tertuju penting lagi. Remmelink juga berpendapat bahwa asas universal
dilandaskan pada pemikiran bahwa hukum nasional selayaknya diberlakukan bila ihwalnya
adalah gangguan terhadap kebendaan hukum yang merupakan kepentingan bersama bangsa-
bangsa beradab dan diakui demikian oleh semua negara beradab (Remmelink, 2014). Lamintang
dalam Dasar-Dasar Hukum Pidana Indonesia, menyebut asas universal dengan istilah “asas
persamaan”. Menurut Lamintang ide dasar dari asas persamaan adalah bahwa setiap negara
mempunyai kewajiban untuk turut serta dalam usaha memelihara keamanan dan ketertiban dunia
dengan negara-negara lain (Lamintang, 2013).

Istilah asas universal juga dikenal dengan sebutan universal jurisdiction atau yurisdiksi universal,
oleh Robert Cryer (2010) yurisdiksi universal diartikan sebagai:

“jurisdiction established over a crime without reference to the place of prepetration, the
nationality of the suspect or the victim or any recognized linking point between the crime and
prosecuting state”
Menurut Cassese, asas universal merupakan hukum kebiasaan internasional (costumary
international law) yang mulai diperkenalkan pada abad ke 17 dan diberlakukan pada kasus-kasus
pembajakan (piracy), pada saat itu seluruh negara diberikan otorisasi atau kewenangan untuk
menangkap dan kemudian mengadili bajak laut dimana pun kejahatan tersebut terjadi. Menurut
Cassese asas tersebut merupakan pengecualian terhadap asas teritorialitas dan nasionalitas klasik
dan diberlakukan dengan pertimbangan bahwa seluruh negara harus bersatu untuk melawan
suatu bentuk kejahatan yang berdampak bagi seluruh negara, bahwa menangkap dan mengadili
bajak laut merupakan tindakan melindungi negara sendiri sekaligus melindungi negara lain
(Cassese, 2003). Hal yang sama pun berlaku dalam konteks Indonesia, karena pada konteks
hukum pidana Indonesia menurut Lamintang keberlakuan asas ini masih sangat terbatas yaitu
pada pasal-pasal yang berhubungan dengan pembajakan laut serta segala akibat yang mungkin
dapat timbul karena perbuatan tersebut (Lamintang, 2013).

B. Asas Universal di Indonesia

Asas universal di Indonesia dapat ditemukan dalam KUHP. KUHP yang kini berlaku sendiri
tidak dapat dilepaskan dari Wetboek van Strafrecht voor Nederlandse Indie 1915 (WvS 1915)
karena cukup banyak pasal yang kini termuat dalam KUHP yang masih bersumber dari WvS
1915, WvS 1915 pun bersumber dari Nederlandse Wetboek van Strafrecht 1886 (Santoso, 2020).
Karena pada bagian berikutnya penulis akan membahas mengenai keberadaan asas universal
dalam hukum pidana Belanda, sementara pengatuan mengenai asas universal dalam KUHP
memiliki cukup banyak kesamaan dengan WvS Belanda maka sebagian penjelasan mengenai
asas universal pada hukum pidana Indonesia akan penulis gabungkan pada penjelasan mengenai
asas universal dalam WvS Belanda.

Asas universal dapat ditemukan dalam Pasal 4 ayat (4) KUHP sebagaimana telah diubah oleh
UU No. 4 Tahun 1976 yang menyatakan Ketentuan pidana dalam perundang-undangan
Indonesia diterapkan bagi setiap orang yang melakukan di luar Indonesia:

Salah satu kejahatan yang disebut dalam pasal-pasal 438, 444, sampai dengan 446 tentang
pembajakan laut dan pasal 447 tentang penyerahan kendaraan air kepada kekuasaan bajak laut
dan pasal 479 huruf j tentang penguasaan pesawat udara secara melawan hukum, pasal 479 huruf
I, m, n dan o tentang kejahatan yang mengancam keselamatan penerbangan sipil (Soerodibroto,
2019).

Berdasarkan pasal tersebut diatur bahwa ketentuan pada pasal 438, 444 sampai 446 kemudian
pasal 447, pasal 497 berlaku bagi setiap orang yang melakukan di luar Indonesia, jika
diperhatikan secara seksama, pada Pasal 4 ayat (4) tersebut tidak diberikan batasan mengenai
locus terjadinya tindak pidana. Diberlakukannya asas universal terhadap kejahatan yang
berhubungan dengan pembajakan laut atau perompakan dilandasi oleh dua alasan, pertama
karena perompakan cukup jarang terjadi pada wilayah kekuasaan suatu negara melainkan di laut
bebas, dan kedua para perompak dipandang sebagai hostis generis humani atau musuh bersama
umat manusia sehingga para pelaku dapat diadili oleh negara mana pun di dunia yang aparatnya
berhasil menangkap mereka (Lamintang, 2013).

Selain dalam KUHP, tidak ada UU pidana lainnya di Indonesia yang secara eksplisit membuka
ruang untuk diberlakukannya asas universal. Asas universal kemudian, dapat ditemukan dalam
ius constituendum kodifikasi hukum pidana Indonesia yaitu Rancangan Kitab Undang-Undang
Hukum Pidana (RKUHP) pada Pasal 6 dan Pasal 7 (Draft RKUHP, 2019) yang menyatakan:

Pasal 6

Ketentuan pidana dalam Undang-Undang berlaku bagi Setiap Orang yang berada di luar wilayah
Negara Kesatuan Republik Indonesia yang melakukan Tindak Pidana menurut hukum
internasional yang telah ditetapkan sebagai Tindak Pidana dalam Undang-Undang.

Pasal 7

Ketentuan pidana dalam Undang-Undang berlaku bagi Setiap Orang yang melakukan Tindak
Pidana di luar wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia yang penuntutannya diambil alih
oleh Pemerintah Indonesia atas dasar suatu perjanjian internasional yang memberikan
kewenangan kepada Pemerintah Indonesia untukmelakukan penuntutan pidana.
Pada kedua pasal tersebut terlihat bahwa RKUHP ingin merumuskan secara lebih terbuka
dibanding rumusan dalam KUHP yang hanya terbatas pada kejahatan perompakan dan
pembajakan pesawat udara. Menurut Naskah Akademik RKUHP yang diterbitkan Badan
Pembinaan Hukum Nasional (BPHN) tahun 2015, perumusan yang terbuka terhadap asas
universal dimaksudkan untuk menampun perkembangan dari perjanjian internasional (Badan
Pembinaan Hukum Nasional, 2015)

Menurut BPHN asas universal perlu dipertahankan untuk melindungi kepentingan hukum
universal Republik Indonesia yang merupakan bagian dari masyarakat universal. Dipertahankan
asas ini juga dilatarbelakangi oleh konsep universal jurisdiction dan jus cogens dalam perjanjian-
perjanjian internasional yang yang ditandatangani atau diratifikasi oleh Indonesia, “universal
jurisdiction diartikan sebagai suatu sistem dalam peradilan internasional yang memberikan
kepada pengadilan nasional suatu negara yurisdiksi atas kejahatan-kejahatan pelanggaran HAM
berat tanpa mempertimbangkan dimana dan kapan kejahatan dilakukan serta nasionalitas korban
dan pelaku. Sedangkan jus cogens adalah suatu doktrin dalam hukum internasional atas dasar
Konvensi Wina 1986 berkaitan dengan hukum yang bersifat memaksa yang harus dilaksanakan
oleh seluruh negara (obligatio erga omnes) seperti genosida, perdagangan budak, diskriminasi
ras, dan kejahatan terhadap kemanusiaan (Badan Pembinaan Hukum Nasional, 2015). Agar
Indonesia dapat turut serta memberantas kejahatan-kejahatan di atas maka perlu diatur mengenai
keberlakuan asas universal dalam hukum pidana Indonesia secara lebih luas.

KEBERLAKUAN ASAS UNIVERSAL DIINDONESIA

1.Konvensi internasional yang berkaitan dengan uang palsu,yang terdapat di Undang-Undang


Republik Indonesia No 6 Tahun 1981 tentang Pengesahan konvensi internasional mengenai
pemberantasan uang palsu beserta protokol.

2.Konvensi internasional yang berkaitan dengan laut bebas dan hukum laut didalamnya
menyangkut Tindak pidana pembajakan laut yang terdapat di Undang-Undang No 17 Tahun
1985 tentang Pengesahan United Nations convertion on the law of the sea (Konvensi
perserikatan bangsa-bangsa tentang hukum laut).
3.Konvensi internasional mengenai kejahatan penerbangan yang terdapat dikonvensi Tokyo pada
1963 dan disahkan menjadi undang-undang No.2 Tahun 1976 tentang Pengesahan konvensi
Tokyo 1963,Konvensi The Hague 1970,dan Konvensi Montreal 1971.

4.Konvensi internasional menganai pemberantasan peredaran gelap narkotika yang terdapat di


dalam Undang-Undang No. 7 Tahun 1997 tentang Konvensi perserikatan bangsa-bangsa tentang
pemberantasan peredaran gelap narkotika dan psikotropika.

Contoh keberlakuan penerapan asas universal vaitu pemalsuan mata atau uang kertas,
pembajakan kapal laut atau pesawat terbang berkaitan dengan kepemilikan negara asing, tujuan
untuk melindungi kepentingan internasional.

Penerapan asas ini, mengingat Bangsa Indonesia sudah meratifikasi konvensi internasional yang
meliputi uang palsu, laut bebas dan laut yang didalamnya mengatur tindak pidana pembajakan
laut, keiahtan terhadap sarana atau prasarana penerbangan, dan pembrantasan dan psikotropika.

Referensi Bahan Bacaan

Aude Rimailho. 2022. Universal Jurisdiction in France.

[Online]. Tersedia di https://www.rimailho-avocat.com/unive

rsal-jurisdiction-in-france/?lang=en#:~:text=Universal%20jurisdiction%20allows%20a%20State,torture
%20

committed%20outside%20its%20territory. Diakses pada tanggal 14 April 2022.

Badan Pembinaan Hukum Nasional. 2015. Draft Rancangan Undang-Undang Tentang Hukum Pidana
(KUHP).

Badan Pembinaan Hukum Nasional, Jakarta. Soerodibroto, S. 2019. Kitab Undang-Undang Hukum
Pidana. Raja Grafindo Perkasa, Depok.

Soerodibroto, S. 2019. KUHP dan KUHAP Dilengkapi Yurisprudensi Mahkamah Agung dan Hoge Raad.
Raja
Grafindo Perkasa, Depok.

UNODC. 1992. Code Pénal. [Online]. Tersedia di

https://sherloc.unodc.org/cld/document/fra/1992/penal_code_en.html. Diakses pada tanggal 11 April


2022

Lamintang, P.A.F. 2013. Dasar-Dasar Hukum Pidana Indonesia. Citra Aditya Bakti, Bandung.

Legifrance. 2022. Code Procédure de Pénale. [Online]. Tersedia di

://www.legifrance.gouv.fr/codes/id/LEGITEXT000006071154/. Diakses pada tanggal 10 April2022.

Legislationline. 2022. Wetboek van Strafrecht. [Online]. Tersedia di

https://www.legislationline.org/documents/section/criminal-codes/country/12/Netherlands/show. Diakses
pada tanggal 4 Mei 2022.

Anda mungkin juga menyukai