Anda di halaman 1dari 23

LAPORAN PENDAHULUAN

PASIEN DNGAN CERVICAL MYELOPATI DENGAN PROSEDUR


ANTERIOR CERVICAL DSICECTOMY AND FUSION DI
INSTALASI BEDAH SENTRAL RSD
dr. SOEBANDI JEMBER

oleh:
Lutfiasih Rahmawati, S. Kep.
NIM 132311101024

PROGRAM PROFESI NERS (P2N)


PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN
UNIVERSITAS JEMBER
2017
LAPORAN PENDAHULUAN
ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN
CERVICAL MYELOPATI DENGAN PROSEDUR ACDF
Oleh: Lutfiasih Rahmawati, S.Kep

1. Kasus
Servikal mieolpati
2. Proses terjadinya masalah
a. Pengertian
Myelopathy adalah penyakit pada medula spinalis. Mielopati bisa
menjadi komplikasi yang serius dari spondilosis servikalis (Sue, 1999).
Myelopathy adalah nama kolektif untuk berbagai jenis masalah yang
melibatkan sumsum tulang belakang. Ketika myelopathy terjadi karena
kecelakaan atau trauma, disebut cedera sumsum tulang belakang. Dalam
kasus lain, myelopathy terjadi sebagai akibat dari proses penyakit,
peradangan, gangguan peredaran darah, atau masalah lain yang berakhir
mempengaruhi kolom tulang belakang. Ini semacam mielopati mungkin
datang secara bertahap.
Mielopati adalah proses non inflamasi pada Medula spinalis
misalnya yang disebabkan oleh prosestoksik, nutrisional, metabolik dan
nekrosis yang menyebabkan lesi pada Medula spinalis. (Kapita selekta
neurologi, edisi kedua, 2009)
Myelopathy diartikan juga sebagai hilangnya bertahap fungsi saraf
yang disebabkan oleh gangguan pada tulang belakang. Mielopati dapat
terjadi sebagai akibat dari proses ekstradural, intradural, atau
intramedulla. Secara umum, mielopati secara klinis dibagi menjadi
beberapa kategori berdasarkan ada tidaknya trauma yang signifikan, dan
ada atau tidak adanya rasa sakit. (Lyn Weiss, Adam C. Isaacson, 2010).
Myelopathy dapat langsung disebabkan oleh cedera tulang belakang yang
mengakibatkan berkurangnya sensasi atau kelumpuha maupun penyakit
degeneratif dengan derajat yang bervariasi dari kehilangan sensasi dan
gerakan.
Dikutip dari Tjokorda (2009) derajat mielopati dapat dibagi
menjadi:
1) Grade 0 : melibatkan akar syaraf tidak disertai penyakit pada
medulla spinal
2) Grade 1 : Gejala penyakit pada medulla spinalis tetapi tidak sulit
berjalan
3) Grade 2 : Kesulitan berjalan ringan tetapi tidak menghambat
aktivitas sehari-hari
4) Grade 3 : Perlu bantuan dalam berjalan
5) Grade 4 : kemampuan berjalan dengan alat bantu
6) Grade 5 : Hanya di kursi roda atau berbaring
b. Penyebab
Myelopathy dapat langsung disebabkan oleh cedera tulang
belakang yang mengakibatkan berkurangnya sensasi atau kelumpuhan.
Penyakit degeneratif juga dapat menyebabkan kondisi ini, dengan derajat
yang bervariasi dari kehilangan sensasi dan gerakan, ataupun proses non
inflamasi pada medula spinalis misalnya karena prosestoksik, nutrisional,
metabolik dan nekrosis yang menyebabkan lesi pada Medula spinalis. Juga
karena herniasi diskus, instabilitas spinal, kongenital stenosis.
Sedangkan pada pasien berusia 50-an penyebab mielopati tersering
adalah spondilosis servikal. Pada keadaan ini terjadi penyakit degenaratif,
akibat penuaan tulang belakang dan sirkulasi juga (osteoartrosis) vertebra
servikal yang dapat menyebabkan kompresi medula spinalis karena adanya
kalsifikasi, degenerasi, protrusi, diskus intervertebra, pertumbuhan tulang
yang menonjol (osteofit) dan penebalan ligamentum longitudinal. Pada
pasien berusia 40-an kebawah penyebab tersering terjadinya mielopati
adalah sklerosis multiple.
Jadi penuaan tulang belakang dan sistem sirkulasi menyebabkan
masalah pada vertebra, sehingga diskus intervertebral dapat menjadi
kolaps, terbentuknya osteofit pada saluran saraf dan mengurangi lusas
kanalis spinal. Aliran darah pada spinal yangtidak adekuat menyebabkan
jaringan spinalis dan saraf tak mendapat nutrisi yang cukup, sehingga
ligamen yang menahan vertebra menipis dan menekan saluran saraf serta
terganggunya fungsi saraf.
c. Patofisiologi
Patofisiologi dari Myelopathy lengkap menggambarkan cedera
tulang belakang yang mengakibatkan tidak ada sensasi bawah asal dari
cedera tulang belakang. Medula spinalis yang mengalami cedera biasanya
berhubungan dengan akselerasi, deselerasi atau kelainan yang diakibatkan
oleh tekanan yang mengenai tulang belakang. Tekanan cedera pada
medula spinalis mengalami kompresi, tertarik atau merobek
jaringan.Lokasi cedera umumnya mengenai C1 dan C2, C4, C6 dan T11
atau L2. Fleksi-rotasi, dislokasi, dislokasi fraktur, umumnya mengenai
servikal pada C5 dan C6. Jika mengenai spina torakolumbar, terjadi pada
T12-L1. Fraktur lumbal adalah faktor yang terjadi pada daerah tulang
belakang bagian bawah. Bentuk cedera ini mengenai ligamen,fraktur
vertebra,kerusakan pembuluh darah,dan menyebabkan iskemia pada
medula spinalis. Hiperekstensi, jenis cedera ini umumnya mengenai klien
dengan usia dewasa yang memiliki perubahan degeneratif vertebra, usia
muda yang mendapat kecelakaan lalu lintas dan mengalami cedera leher
saat menyelam.jenis cedera ini menyebabkan medula spinalis bertentangan
dengan ligamentun flava dan mengakibatkan kontusio kolom dan dislokasi
vertebrata. Transeksi lengkap dari medula spinalis dapat mengikuti cedera
hiperekstensi. Lesi lengkap dari medula spinalis mengakibatkan
kehilangan fungsi refleks pada isolasi bagian medula spinalis Kompresi.
Cedera kompresi sering disebabkan karena jatuh dari
ketinggian,dengan posisi kaki kaki atau bokong (duduk). Tekanan
mengakibatkan fraktur vertebra dan menekan medula spinalis.Diskus dan
fragmen tulang dapat masuk ke medula spinalis.lumbal dan toraks vertebra
umumnya akan mengalami cedera serta menyebabkan edema dan
perdarahan. Edema pada medula spinalis mengakibatkan kehilangan
fungsi sensasi.
Sedangkan pada degeneratif diskus yang merupakan penyerap
getaran, menangani tekanan gravitasi dan stress seiring bertambahnya usia
maka konsistensi air didalamnya akan berkurang menyebabkan
kemampuan untuk menyerap goncangan juga berkurang, anulus pun
muncul menimbulkan jaringan parut yang lebih lemah dari jaringan
sebelumnya. Adanya anulus dan cidera berulang menyebabkan elastisitas
berkurang dan tidak efektif dalam menyerap getaran. Lama kelamaan
diskus kolaps, jarak intervertebra sempit dan sendi menjadi terganggu,
memunculkan osteofit dan menekan saraf dan akar saraf. Osteosif, diskus
menggembung dan penipisan ligamen meningkatkan risiko terjepitnya
saraf pada kanalis spinalis.
d. Clincal Pathways
e. Tanda dan gejala
Tanda-tanda awal mielopati yaitu hilangnya bertahap keterampilan
motorik halus dan kelambatan atau kekakuan dalam berjalan, bisa juga
dengan meningkat struktur otot di kaki dan koordinasi yang buruk ketika
seseorang berjalan, naik turun tangga, memasukan kancing pakaian, nyeri
daerah leher ataupun kelelahan.
Mielopati biasanya agak sulit dideteksi karena memang berkembang
secara diam dan perlahan serta mulai terjadi saat menurunnya aktifitas.
Mielopati sering kali disalahartikan sebagai masalah sendi, sebab
mielopati menunjukan gejala mirip masalah sendi.
Seseorang dengan myelopathy dapat mengalami satu atau lebih
gejala berikut:
1) Rasa berat dikaki atau kelambatan atau kekakuan dalam berjalan
2) Ketidakmampuan untuk berjalan dengan langkah cepat
3) Mengalami gangguan sensori, namun kecuali mielopati memburuk,
jarang mencapai tingkat yang jelas
4) Intermiten penembakan nyeri ke lengan dan kaki (seperti tersengat
listrik), terutama ketika menekuk kepala mereka ke depan (dikenal
sebagai fenomena Lermitte
Sedangkan Tanda lainnya, adalah:
1) Kikuk atau lemah tangan, dengan perasaan tebal dan kelemahan
pada kaki dan tangan
2) Tonus otot kaki meningkat
3) Kaku pada leher
4) Reflek tendo dalam lutut dan pergelangan kaki meningkat
5) Perasaan asimetris pada kaki dan lengan, mengakibatkan sensasi
posisi pada lengan dan kaki menghilang sehingga sulit berjalan
6) Kehilangan kontrol pada sprinkter, akiabtnya urinasi menjadi sering
dan dapat menjadi inkontinensia
7) Perubahan pada peristaltik usus
f. Komplikasi
1. Cedera kulit terjadi bila terjadi robekan pada kulit punggung;
kontraktur, terjadi karena pasien immobilisasi; peningkatan risiko
cedera pada daerah tubuh yang disebabkan karena orang tersebut
kehilangan sensasi (mati rasa) sehingga meskipun orang tersebut
terluka oleh benda tajam pada daerah luka tidak akan merasakan sakit.
2. Peningkatan risiko kerusakan ginjal karena terjadi disfungsi berkemih
sehingga pasien tidak dapat mengeluarkan sisa metabolisme dalam
tubuh melalui urin.
3. Perubahan tekanan darah disebabkan karena menurunnya curah
jantung, komplikasi imobilitas dapat disebabkan karena tidak
berfungsinya salah satu anggota tubuh sehingga pasien diharuskan
tirah baring yang lama sehingga dapat menyebabkan dekubitus atau
kontraktur.
4. Thrombosis pada pembuluh darah, ini dapat terjadi karena kurangnya
sistem koagulasi dalam darah, sehingga terdapat trombus, karena
pergerakan, maka dapat menyebabkan trombus tersebut lepas dan
menjadi emboli, kemudian melalui pembuluh darah mengikuti aliran
darah dan berkumpul di suatu tempat.
5. Infeksi paru dapat terjadi jika ada cedera lain yang menyertai, atau ada
kompresi pada cervikalis sehingga fungsi paru terganggu atau menjadi
minimal.
6. Meningkatnya risiko infeksi saluran kemih karena banyak bakteri dan
jamur pada saluran kemih

g. Penanganan
1) Terapi konservatif
1) Terapi fisik
2) Kontrol nyeri: Istirahat, pengaturan posisi yang nyaman,
kompres es, terapi panas ultrasound, traksi
3) Blok saraf berupa injeksi steroid pada epidural
2) Pembedahan
1) Discectomy anterior servikal dan fusi
Disektomi anterior servikal dan fusi adalah sebuah prosedur
yang memungkin piringan yang terkena hernia dan struktur
degeneratif untuk diangkat, dan dilanjutkan dengan prosedur
fusi untuk menstabilkan tulang servikal. Prosedur ini dilakukan
untuk melegakan tekanan di akar saraf dan/atau saraf tulang
belakang dan juga meredakan gejala yang disebabkan oleh saraf
yang tertekan ini.
Prosedur disektomi servikal anterior dan fusi dilakukan
dengan anestesi umum. Panjang sayatan sekitar 3 cm. Dokter
bedah mendekati piringan yang terdegenerasi dari bagian depan
(anterior) tulang belakang melalui celah di antara otot leher.
Piringan kemudian diangkat dan rasa sakitnya mereda ketika
tekanan diangkat dari akar saraf yang terjepit. Cangkok tulang
yang berfungsi menjembatani untuk memungkinkan tumbuhnya
tulang baru, dipasang ke rongga piringan. Dokter bedah lalu
menutup sayatannya, yang biasanya meninggalkan bekas luka
kecil. Dalam beberapa kasus, dokter bedah mungkin memasang
pin untuk menstabilkan tulang belakang, sementara daerah yang
dirawat sedang dalam masa penyembuhan dan fusi sedang
terjadi.
Keuntungan disektomi servikal anterior dan fusi
a) Rasa sakit setelah operasi minimal karena tidak ada
kerusakan otot saat dioperasi.
b) Waktu pemulihan yang cepat.
c) Prosedur standar emas untuk penyakit tulang servikal.
d) Biaya yang rendah dibandingkan operasi penggantian
piringan servikal buatan.
Resiko dan Komplikasi
Komplikasi di operasi leher seperti ini sangat jarang dan
biasanya sangat ringan. Tetapi, seperti semua operasi tulang
belakang, ada resiko, termasuk adanya kemungkinan:
a) Degenerasi tulang di sekitarnya karena adanya tambahan
beban dari segmen yang difusikan
b) Kesulitan menelan dan suara parau untuk sementara
c) Gagal mencangkok tulang untuk menciptakan sebuah fusi
d) Komplikasi umum sebuah operasi termasuk pendarahan,
infeksi, penggumpalan darah dan reaksi terhadap anestesia
2) Corpectomy dan strut graft
3) Laminektomi: prosedur pembedahan untuk mengurangi tekanan
pada sumsum tulang belakang karena stenosis tulang belakang.
Dalam laminectomy, sebuah bagian kecil dari tulang mencakup
belakang sumsum tulang belakang akan dihapus. Lamina
mengacu pada atap di atas tulang belakang sumsum tulang
belakang, dan ectomy berarti prosedur medis untuk menghapus
bagian dari atap tulang untuk mengambil tekanan dari sumsum
tulang belakang (Kevin, 2010).
h. Pemeriksaan diagnostik
Beberapa pemeriksaan diagnostik yang dapat dilakukan adalah:
1) X-ray; abnormal gerakan/ tidak stabil bisa berupa foto polos vertebra
AP/lateral/oblik
2) CT scan; otot polos dengan potongaan-potongan dapat menunjukan
osteofit yang berada di dalam spinal colum
3) MRI; dapat menunjukan jaringan lunak disekitar tulang (saraf,
diskus) selain tulang
4) EMG; mengevaluasi jalur motorik dari saraf
5) SSEP (somatosensory evoked potential); mengukur kemampuan
sensorik saraf. Dengan sebuah listrik, dilakukan dengan merangsang
lengan atau kaki dan kemudian membaca sinyal di otak.
6) Pemeriksaan Laboratorium: Darah rutin, kimia darah, urin lengkap,
dan bila perlu tes kadar obat : kokain, heroin ataupun pemeriksaan
likuor serebrospinalis
KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN

A. Pengkajian
a. Aktifitas daan istirahat:
Tanda:
1) Kelumpuhan otot
2) Kelemahan umum atau kelemahan otot
3) Inkoordinasi
4) Gaya berjalan kaku
b. Sirkulasi
Tanda:
1) Hipotensi, hipotensi postural, bradikardi, ekstremitas dingin
dan pucat
2) Hilangnya keringat pada daerah yang terkena
c. Eliminasi
Tanda:
1) Inkontinensia urin dan fecal
2) Retensi urin
3) Distensi berhubungan dengan omentum (jaringan lemak
yang terletak dalam rongga perut), peristaltic usus hilang
4) Melena, emesis berwarna seperti kopi, tanah
(hematemesis)
d. Integritas ego
Gejala : Menyangkal, tidak percaya, sedih, marah.
Tanda : Takut, cemas, gelisah, menarik diri
e. Makanan atau cairan
Tanda:
1) Mengalami distensi yang berhubungan dengan omentum
(jaringan lemak yang terletak dalam rongga perut)
2) Peristaltic usus hilang (ileus paralitik)
f. Hygiene
Tanda : dapat sangat ketergantungan dalam melakukan aktivitas
sehari-hari khususnya dalam hygiene
g. Neurosensorik
Gejala:
1) Kebas, kesemutan, rasa terbakar,pada lengan atau kaki
2) Paralisis flaksid, atau spastisitas dapat terjadi saat syok spinal
teratasi, bergantung pada area spinal yang sakit
Tanda:
1) Kelumpuhan, kesemutan (kejang dapat berkembang saat terjadi
perubahan pada syok spinal)
2) Kehilang tunos otot atau vasomotor
3) Kehilangan atau asimetris termasuk tendon dalam
4) Perubahan reaksi pupil, ptosis, hilangnya keringat dari berbagai
tubuh yang terkena karena pengaruh saraf spinal.
h. Nyeri / Kenyamanan
Gejala:
1) Nyeri atau nyeri tekan otot
2) Hiperestesia tepat di atas daerah trauma
Tanda:
1) Mengalami deformitas
2) Postur dan nyeri tekan vertebral
i. Pernafasan
Gejala : nafas pendek, kekurangan oksigen, sulit bernafas
Tanda : pernafasan dangkal atau labored, periode apnea, penurunan
bunyi nafas, ronkhi, pucat, sianosis.
j. Keamanan
Gejala : suhu yang berfluktuasi ( suhu tubuh diambil dalam suhu
kamar)
k. Seksualitas
Gejala : keinginan untuk berfungsi kembali normal
Tanda : impotensi, ereksi tidak terkendali (pripisme), menstruasi
tidak teratur
l. Penyuluhan/ pembelajaran
Rencana pemulangan:
1) Klien akan memerlukan bantuan dalam tansfortasi, berbelanja,
menyiapkan makanan, perawatan diri, keuangan, pengobatan
atau terapi, atau tugas sehari-hari di rumah
2) Klien akan membutuhkan perubahan susunan rumah,
penempatan alat di tempat rehabilitasi

B. Diagnosa Keperawatan
a. Pre Operasi
1) Nyeri akut berhubungan dengan agens cedera fisik (trauma)
2) Resiko tinggi cedera berhubungan dengan inkoordinasi, perubahan
sensori
3) Ansietas berhubungan dengan perubahan status kesehatan
4) Kurangnya pengetahuan berhubungan dengan prosedur operasi
b. Intra operasi
1) Risiko syok hipovolemik berhubungan dengan perdarahan
2) Risiko infeksi berhubungan dengan kerusakan kulit, trauma jaringan
3) Risiko cedera akibat posisi perioperatif berhubungan dengan
gangguan persepsi/sensori
c. Post operasi
1) Nyeri berhubungan dengan proses pembedahan
2) Ketidakefektifan bersihan jalan napas berhubungan dengan
penumpukan secret pada jalan napas, penggunaan ETT
3) Gangguan ventilasi spontan berhubungan dengan risiko cedera pada
saraf pernapasan akibat prosedur pembedahan
4) Risiko cedera berhubungan dengan gangguan persepsi/sensori
A. Intervensi Keperawatan

Diagnosa
No. keperawatan Tujuan Kriteria hasil Intervensi keperawatan
Pre Operatif
1 Nyeri akut Setelah dilakukan a. Tanda vital dalam rentang NIC
berhubungan perawatan selama 1x24 normal Pain management
dengan respon jam pasien akan TD: 120/80 mmHg, N: 60- 1. Pengkajian nyeri secara komprehensif termasuk
inflamasi menunjukkan adanya 100x/menit, RR: 16-20x/menit, lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas
penurunan skala nyeri suhu: 36,50C-37,5 0C dan faktor presipitasi
atau hilang. b. Mengenali faktor penyebab 2. Observasi reaksi non verbal dari
NOC c. Menggunakan metode ketidaknyamanan
Pain control nonanalgetik untuk mengurangi 3. Gunakan teknik komunikasi terapeutik untuk
Pain level nyeri mengetahui pengalaman nyeri pasien
d. Menggunakan analgetik sesuai 4. Evaluasi bersama pasien tentang
kebutuhan ketidakefektifan kontrol nyeri masa lampau
e. Melaporkan gejala pada tenaga 5. Jelaskan penyebab nyeri
kesehatan 6. Ajarkan tentang teknik non farmakologi untuk
f. Mengenali gejala-gejala nyeri menguramgi nyeri seperti terapi napas dalam
g. Melaporkan nyeri sudah 7. Evaluasi keefektifan kontrol nyeri
terkontrol 8. Kolaborasi pemberian analgetik

2 Ansietas Setelah dilakukan 1. Mampu mengidentifikasi dan NIC:


berhubungan tindakan keperawatan mengungkapkan gejala cemas Anxiety Reduction
dengan krisis 1x30 menit, tingkat 2. Mengidentifikasi, 1. Identifikasi tingkat kecemasan pasien
situasi ditandai kecemasan pasien mengungkapkan dan 2. Jelaskan semua prosedur dan apa yang
dengan pasien menurun. menunjukkan teknik untuk dirasakan selama prosedur
mengatakan NOC : Anxiety self- mengontrol cemas 3. Pahami perspektif pasien terhadap
khawatir karena control 3. Tanda-tanda vital dalam kecemasan
akan dilakukan Anxiety level rentang normal 4. Dorong keluarga untuk senantiasa
tindakan operasi 4. Postur tubuh ekspresi wajah, menemani pasien dan memberikan
dan bertanya bahasa tubuh dan tingkat ketenangan pada pasien
apakah operasinya aktivitas menunjukkan 5. Bantu pasien untuk mengenal situasi yang
akan terasa sakit. berkurangnya kecemasan dapat menyebabkan cemas
Pasien tampak 6. Berikan informasi mengenai kondisi
gelisah dan penyakit pasien
bingung, pasien 7. Dorong pasien untuk mengungkapkan
tampak terus perasaan, ketakutan, dan persepsi terhadap
berdoa saat rasa sakit yang dialaminya
menunggu di ruang 8. Kolaborasikan pemberian obat untuk
pre op menenangkan pasien
3 Defisiensi Setelah dilakukan 1. Mengerti prosedur penanganan NIC:
pengetahuan tidakan keperawatan 2. Tujuan prosedur Pengajaran: Perioperatif (5610)
berhubungan pasien mendapat 3. Langkah-langkah prosedur 1. Informasikan pada pasien
dengan kurangnya informasi dengan kriteria 4. Tindakan pencegahan yang dan keluarga untuk menjadwalkan tanggal,
informasi hasil: berkaitan dengan prosedur waktu dan lokasi operasi
NOC: 5. Efeksamping penanganan 2. Informasikan kepada
Pengetahuan: Prosedur 6. Kontraindikasi prosedur pasien dan keluarga perkiraan lama operasi
Penanganan (1814) 3. Fasilitasi kecemasan pasien
dan keluarga terkait kecemasannya dan berikan
kesempatan pasien bertanya
4. Jelaskan prosedur
persiapan pre operasi (misalkan: jenis anastesi,
pengosongan saluran cerna, pemeriksaan lab
yang dibutuhkan, persiapan area operasi, terapi
intravena, pakaian operasi, transportasi menuju
ruang operasi dll)
5. Jelaskan obat preoperatif
yang diberikan , efek yang akan ditimbulkan
dan alasan penggunaannya.
Diagnosa
No. keperawatan Tujuan Kriteria hasil Intervensi keperawatan
Intra Operatif
1 Risiko infeksi Setelah dilakukan 6. Tidak ada NIC
berhubungan perawatan pasien akan tanda gejalan infeksi Kontrol infeksi: intraoperatif
dengan port de menunjukkan tidak 7. Luka 9. Bersihkan debu dan permukaan mendatar
entree prosedur terjadi infeksi. dalam keadaan bersih dan dengan pencahayaan di ruang operasi
bedah dintandai NOC tertutu kasa 10.Monitor dan jaga suhu ruangan antara 20◦c dan
dengan Prosedur Kontrol risiko: proses 24◦c
invasive, infeksi 11.Batasi dan kontrol lalu lalang pengunjung
Penggunaan alat- 12.Lakukan tindakan-tindakan pencegahan
alat steril sesuai universal
indikator untuk 13.Verifikasi keutuhan kemasan steril
pembedahan, 14.Buka persediaan peralatan steril dengan
Pemberian menggunakan teknik aseptik
antibiotik sebelum 15.Oleskan salep antimikroba pada lokasi
operasi, Trauma pembedahan sesuai kebijakan
jaringan, Kulit yang 16.Berikan terapi antibiotik yang sesuai
di insisi
2 Risiko syok Setelah dilakukan 1. Tidak kehilangan cairan NIC:
berhubungan tindakan keperawatan 2. Tekanan darah dalam rentang Pencegahan perdarahan
dengan kehilangan aliran darah ke jaringan normal a. Monitor dengan ketat risiko terjadinya
cairan tubuh tubuh cukup. perdarahan pada pasien
ditandai dengan b. Monitor tanda dan gejala penrdarahan
Risiko kehilangan NOC : menetap
banyak darah, - Keparahan kehilangan c. Monitor tanda-tanda vital ortostatik
Risiko hipotensi, darah d. Berikan produk-produk pengganti darah
Risiko infeksi e. Lindungi pasien dari trauma yang dapat
menyebabkan perdarahan
f. Lakukan prosedur invasif bersamaan dengan
pemberian transfusi trombosit atau plasma
segar beku, jika dibutuhkan

3 Risiko cedera Setelah dilakukan 1. selama intraoperatif, tidak NIC:


akibat posisi tindakan keperawatan terjadi gangguan henmodinamik a. Lakukan manajemen kamar operasi.
perioperatif selama 3x24 jam, pasien akibat pndarahan serius. b. Siapkan kamra bedah yang sesuai dengan jenis
berhubungan mampu melaksanakan 2. Pascaoperatif tidak ditemukan pembedahan pasien.
dengan gangguan aktivitas fisik sesuai cedera tekan dan cedera listrik. c. Siapkan meja bedah dan asesori pelengkap
persepsi/sensori dengan kemampuannya. 3. Perhitungan spons dan sesuai dengan jenis pembedahan.
akibat anastesi NOC : instrumen sesuai dengna jumlah d. Siapkan sarana pendukung pembedahan.
ditandai dengan - Joint movement : active yang dikeluarkan. e. Siapkan alat hemostasis dan cadangan alat
Penurunan - Mobility level 4. Tidak ditemukan adanya kram dalam kondisi siap pakai.
kesadaran, Postur - Self care : ADLs otot. f. Lakukan pengaturan posisi bedah.
tubuh pasien, - Transfer performance g. Bantu ahli bedah pada saat dimulainya insisi.
Lokasi yang di h. Bantu ahli bedah pada saat akses bedah
insisi, Prosedur tercapai sesuai dengan tujuan pembedahan.
invasive i. Bantu ahli bedah dalam penutupan jaringan.

No. Diagnosa Tujuan dan kriteria hasil (NOC) Intervensi Keperawatan (NIC)
Keperawatan
Post Operatif
Risiko NOC: Status pernafasan: Ventilasi 1. NIC: Manajemen jalan nafas buatan (3180)
gangguan Setelah dilakukan tindakan keperawatan, diharapkan a. Pertahankan selang endotrakeal
ventilasi pasien dapat menunjukkan b. Lakukan penyedotan endotrakeal bila diperlukan
spontan 1. Frekuensi pernafasan c. Auskultasi suara paru kanan dan kiri
2. Irama pernafasan d. Monitor suara ronkhi
3. Kedalaman inspirasi e. Monitor mukus atau sekret
4. Tidak ada Suara nafas tambahan f. Monitor saturasi oksigen, nadi, suhu, frekuensi
5. Akumulasi sputum berkurang pernafsan, irama pernafasan, dan kedalaman inspirasi
6. Pengembangan dinding dada tidak simetris g. Inspeksi pengembangan dinding dada
h. Observasi kesadaran klien
NOC: Pemulihan pembedahan: Segera setelah
operasi (2305) 2. NIC: manajemen ventilasi mekanik (3300)
Setelah dilakukan tindakan keperawatan, diharapkan a. Monitor kondisi yang mengindikasikan perlunya
pasien dapat menunjukkan: dukungan ventilasi
1. Kepatenan jalan nafas b. Monitor gagal nafas
2. Tekanan darah yang adekuat c. Diskusikan pemasangan ventilator mekanik dengan
3. Nadi adekuat petugas kesehatan lain
4. Suhu tubuh adekuat
5. Saturasi oksigen adekuat
6. Tingkat kesadaran membaik
7. Laju pernafasan
1. Ketidakefektifan NOC: Status Pernafasan: Kepatenan Jalan Nafas 1. NIC : Manajemen jalan nafas (3140)
bersihan jalan (0410) a. Posisikan pasien untuk memaksimalkan ventilasi
nafas Setelah dilakukan tindakan keperawatan, diharapkan b. Buang sekret dengan melakukan penyedotan lendir
pasien dapat menunjukkan: c. Lakukan penyedotan sekret melalui endotrakea
1. Frekuensi pernafasan dalam batas normal (16- d. Monitor status pernafasan dan oksigenasi
24x/menit) (041004) e. Auskultasi suara nafas, catat area yang ventilasinya
2. Irama pernafasan reguler (041005) menurun atau tidak ada dan adanya suara tambahan
3. Kemampuan untuk mengeluarkan sekret
(041012) 2. NIC : Penghisapan lendir pada jalan nafas (3160)
4. Tidak ada suara nafas tambahan (041007) a. Lakukan tindakan cuci tangan
5. Tidak ada pernafasan cuping hidung (041013) b. Gunakan alat pelindung diri (sarung tangan)
6. Tidak menggunakan otot bantu pernafasan c. Tentukan perlunya suksion melalui mulut atau trakea
(041018) d. Auskultasi suara nafas sebelum dan setelah tindakan
7. Tidak dispnea saat istirahat (041015) suksion
8. Tidak batuk (041019)
9. Tidak ada akumulasi sputum (041020) 3. NIC : Terapi oksigen (3320)
a. Berikan oksigen seperti yang diperintahkan
b. Monitor aliran oksigen
c. Periksa perangkat (alat) pemberian oksigen secara
berkala untuk memastikan bahwa konsentrasi (yang
telah) ditentukan telah diberikan
d. Monitor peralatan oksigen untuk memastikan bahwa
alat tersebut tidak mengganggu upaya pasien untuk
bernapas

4. NIC : Monitor pernafasan (3350)


a. Monitor kecepatan, irama kedalaman dan kesulitan
bernafas.
b. Catat pergerakan dada, catat ketidakesimetrisan,
penggunaan otot-otot bantu nafas, dan retraksi dinding
dada
c. Monitor suara nafas tambahan
d. Monitor pola nafas
e. Auskultasi suara nafas.
f. Kaji perlunya penyedotan pada jalan nafas dengan
auskultasi suara nafas ronki di paru
g. Monitor kemampuan batuk efektif pasien
h. Berikan terapi oksigen

5. NIC : Ekstubasi endotrakea (3270)


a. Berikan hiperoksigenasi pada pasien dan suksion jalan
nafas endotrakea
b. Suksion jalan nafas oral
c. Kempiskan manset endotrakea dan lepaskan selang
endotrakea
d. Dorong pasien untuk batuk dan mengeluarkan sputum
e. Berikan oksigen sesuai petunjuk
f. Dorong batuk dan nafas dalam
g. Suksion jalan nafas, jika diperlukan
h. Monitor distress pernafasan
i. Observasi adanya tanda-tanda sumbatan jalan nafas
j. Monitor tanda-tanda vital
k. Monitor kemampuan untuk menelan dan berbicara
2. Risiko cedera NOC : keparahan cedera fisik (1913) 1. NIC: peningkatan keamanan (5380)
Setelah dilakukan tindakan keperawatan, diharapkan a. Sediakan lingkungan yang aman bagi klien
keparahan cedera fisik dapat dihindari dengan b. Jaga anggota tubuh klien selama periode tidak sadar
mengurangi: c. Luangkan waktu mendampingi klien
9. Lecet pada ulit d. Diskusikan rencana pemindahan klien ke ICU
10. Memar e. Perhatikan keselamatan anggota tubuh yang cedera dan
11. Luka gores memerlukan perhatian khusus: servikal
12. Fraktur servikal f. Perhatikan keamanan klien selama transportasi
13. Fraktur tulang belakang g. Inspeksi jejas pada kulit
14. Penurunan tingkat kesadaran
2. NIC : Tindakan pencegahan dalam pembedahan (2920)
1. Selimuti pasien untuk
menghindari paparan dan kehilangan panas tubuh
2. Dokumentasikan
informasi yang sesuai pada catatan pembedahan
3. Berpartisipasi dalam
pertemuan pasca operasi, sesuai dengan kebijakan
institusi
4. Risiko jatuh NOC : Kejadian jatuh (1912) 1. NIC : Pencegahan Jatuh (6490)
Setelah dilakukan tindakan keperawatan, diharapkan a. Identifikasi kekurangan baik kognitif atau fisik dari
pasien dapat menunjukkan: pasien yang mungkin meningkatkan potensi jatuh pada
1. Tidak terjadi jatuh dari tempat tidur lingkungan tertentu
(191204) b. Kunci tempat tidur, brankart selama melakukan
2. Tidak terjadi jatuh saat dipindahkan pemindahan pasien
(191205) c. Gunakan teknik yang tepat untuk memindahkan pasien
d. Gunakan side rail untuk mencegah jatuh dari tempat tidur
A. Evaluasi Keperawatan
a. Tidak adakerusakan pada area kulit
b. Tidak ada tanda-tanda infeksi pada pasien
c. Pasien dapat imobilitas secara mandiri
d. Nyeri yang dirasakan berkurang
e. Tidak ada tanda-tanda syok hipovolemik

B. Discahrge Planning
a. Beri penyuluhan kepada pasien tentang cara merawat diri sendiri dan
eluarga juga diberi penyuluhan tentang cara perawatan pasien crush injury
pedis.
b. Memberikan informasi mengenai cara meningkatkan penyembuhan,
mencegah komplikasidan mengenali tanda-tanda komplikasi .
c. Bantu pasien unttuk memhami proses penyembuhan memelukan waktu
cukup lama
DAFTAR PUSTAKA

Bulechek, G. M., H. K. Butcher, J. M. Dochterman, dan C. M. Wagner. 2016.


Nursing Invention Classifications (NIC). Sixth Edition. Singapore: Elsevier.
Terjemahan oleh I. Nurjannah, R.D. Tumanggor. 2016. Nursing Invention
Classifications (NIC) Edisi Bahasa Indoensia. Edisi Keenam. Yogykarta:
Mocomedia.

Harsono. 2009. Kapita Selekta Neurologi Edisi Kedua. Yogyakarta: Gadjahmada


University Press.

Hinchliff, Sue dkk. 1999. Kamus Keperawatan. Jakarta: EGC.

Mahadewa, Tjokorda GB dan Sri Maliawan. 2009. Diagnosis dan Tatalaksana


Kegawatdaruratan Tulang belakang. Jakarta: Sagung Seto.
Moorhead, Jhonson dan Swanson. 2016. Nursing Outcomes Classifications
(NOC). Fifth Edition. Singapore: Elsevier. Terjemahan oleh I. Nurjannah,
R.D. Tumanggor. 2016. Nursing Outcomes Classifications (NOC)
Pengukuran Outcomes Kesehatan Edisi Bahasa Indoensia. Edisi Kelima.
Yogykarta: Mocomedia.

NANDA. 2014. Nanda International Inc. Nursing Diagnoses: Definition and


Classifications 2015-2017. Tenth Edition. Amerika: Nanda International.
Terjemahan oleh B.A. Keliat, H.D. Windarwati, A. Parwirowiyono, M.A.
Subu. 2015. Diagnosis Keperawatan Definisi dan Klasifikasi 2015-2017.
Edisi 10. Jakarta: EGC.Potter, P.A. dan A.G. Perry. 2005. Buku Ajar
Fundamental Keperawatn: Konsep, Proses, dan Praktek. Edisi 4. Jakarta:
EGC.

Weiss, Lyn. Dkk. 2010. Oxford American Handbook of Physical Medicine and
Rehabilitation. Worldwide Best-seller.

Yip, Kevin. 2010. Sebuah Pasien’s Guide untuk Laminectomy Serviks.

Anda mungkin juga menyukai